7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1 Pemahaman Konsep Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pemahaman berasal dari kata “paham” yang berarti menjadi benar. Jika seseorang mengerti dan mampu menjelaskan sesuatu dengan benar, maka orang tersebut dapat dikatakan paham atau memahami. Bloom dalam Yunus (2009) menjelaskan bahwa pemahaman adalah suatu kemampuan untuk menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman merupakan jenjang kognitif C2 yang dalam bahasa disebut Comprehension. Kemudian istilah ini mengalami perluasan makna menjadi Understanding (Bloom, 1979 dalam Herdian, 2010). Sedangkan menurut Aksela (2005) pemahaman kimia merupakan kemampuan untuk membangun pengertian dari pesan-pesan dalam mempelajari kimia, yang mencakup lisan, tulisan dan komunikasi grafis. Selain itu, Arifin (2003) menjelaskan pemahaman adalah suatu kemampuan yang dimiilki siswa untuk mengubah, mengadakan interpretasi dan mengeksplorasi. Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman merupakan hasil proses belajar mengajar yang ditandai kemampuan menjelaskan atau mendefinisikan suatu informasi dengan kata-kata sendiri. Pemahaman merupakan kemampuan untuk menerangkan dan menginterprestasikan sesuatu. Pemahaman bukan sekedar mengetahui, yang biasanya hanya sebatas mengingat kembali pengalaman dan memproduksi apa yang pernah dipelajari. Pemahaman
8
lebih dari sekedar mengetahui, karena pemahaman melibatkan proses mental yang dinamis. Pemahaman merupakan suatu proses bertahap yang mempunyai kemampuan tersendiri seperti menerjemahkan, menginterprestasi, eksplorasi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Nana Sudjana (1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi. Sejalan dengan pendapat diatas, Suke Silversius (1991: 43-44) dalam Anonim (2010) menyatakan bahwa pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata-kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan,(2) menginterprestasi (interpretation),kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya.
9
Anderson (1990) dalam Chiu (2000) mengkategorikan pemahaman menjadi dua, yaitu pemahaman konseptual dan pemahaman algoritmik. 2.1.1 Pemahaman Konseptual Chiu (2000) menjelaskan pemahaman konseptual merupakan kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Pemahaman konseptual sering disebut juga sebagai pengetahuan konseptual. Pengetahuan konseptual adalah pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan mencakup skema, model pemikiran dan teori baik yang implisit maupun eksplisit. Kemampuan
pemahaman
konseptual
(conceptual
understanding)
merupakan salah satu tuntutan kurikulum saat ini yang perlu untuk ditingkatkan. Kemampuan ini sangat berguna dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika baik yang bersifat konsep maupun konteks. Menurut Posamentier & Stepelman (dalam Nurdin, 2012) bahwa kemampuan serta keterampilan dalam menyelesaikan suatu masalah akan bermanfaat dalam menghadapi permasalahan keseharian serta dalam situasi-situasi pengambilan keputusan yang akan selalu dialami diseluruh kehidupan individu. 2.1.2 Pemahaman Algoritmik Pemahaman algoritmik merupakan sebuah pemahaman yang berhubungan dengan perhitungan matematika. Pemahaman algoritmik memerlukan penggunaan serangkaian pemahaman tentang prosedur-prosedur pemecahan masalah termasuk
10
penggunaan rumus matematika (Nakleh, 1993 dalam Muntori, 2007). Pemahaman algoritmik disebut juga sebagai pengetahuan prosedural. Muntori (2007) menjelaskan bahwa pengetahuan prosedural direfleksikan dalam kemampuan siswa untuk menghubungkan sebuah proses algoritma dengan situasi masalah yang diberikan untuk mengerjakan algoritma dengan benar dan mengkomunikasikan hasil algoritma ke dalam konteks masalah. Pemahaman procedural juga mengarahkan kemampuan siswa untuk berargumen melalui sebuah situasi, menggambarkan mengapa prosedur yang teliti akan memberikan jawaban yang benar untuk sebuah masalah dalam konteks yang digambarkan. 2.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah atau Menyelesaikan Soal Pemecahan
masalah
merupakan
suatu
kegiatan
manusia
yang
menggabungkan konsep-konsep dengan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya (Dahar, 1996). Pemecaham masalah merupakan keterampilan intelektual yang paling kompleks. Pemecahan masalah adalah suatu kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya. Sedangkan Arifin (2003) menjelaskan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan seseorang dalam memecahkan soalsoal yang tidak rutin atau tidak dapat segera diselesaikan. Menurut Robinson dan Lyle (2001), dalam memecahkan masalah dibutuhkan perpaduan antara pengetahuan dasar (base Knowledge) dan keterampilan dasar (base skill). Pengetahuan dasar adalah kumpulan pengetahuan yang tersimpan di dalam memori jangka panjang seseorang sebagai hasil dari apa yang telah dipelajari oleh orang tersebut. Keterampilan dasar dalam memecahkan meliputi: (1) Analisis,
11
kesanggupan siswa dalam menguraikan suatu kesatuan yang utuh menjadi baagian-bagian yang memiliki arti. (2) Menyusun rencana, siswa mampu merencanakan sistem penyelesaian terhadap masalah yang termuat dalam soal latihan. (3) Implementasi rencana, bagaimana siswa mengimplementasikan atau menerapkan rencana yang sudah tersusun,(4) Pengecekan, setelah menyelesaiakan soal, siswa mampu mengecek kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi. (5) Penyelesaian, siswa mampu menyelesaiakn soal dengan tepat. (Lasuradji, 2012) Salah satu bentuk pemecahan masalah dalam pembelajaran kimia adalah pemecahan masalah algoritmik. Pemecahan masalah algoritmik merupakan suatu bentuk pemecahan masalah yang memuat pemahaman algoritmik. Chiu (2000) mengkategorikan pemecahan masalah algoritmik kedalam pengetahuan prosedural dan pemahaman konseptual kedalam pengetahuan deklaratif. Menurut Chiu (2000) pemahaman konsep membantu orang yang memcahkan masalah yang dihadapinya dan juga untuk membatasi pencarian solusi dengan mencocokkan skema atau kondisi yang ada pada masalah dengan serangkaian tindakan dalam ingatan prosedural. Kedua pemahaman ini memegang peranan penting dalam mendalami ilmu kimia karena untuk mempelajari kimia siswa tidak hanya dituntut memiliki kemampuan untuk menghitung saja tetapi juga diharapkan memahami konsepnya. Namun ada beberapa penelitian terdahulu seperti yang dilakukan oleh Mustofa (2010) dengan judul Analisis Pemahaman Konseptual dan Pemahaman Algoritmik Materi Larutan Asam-Basa, Buffer dan Larutan Garam Siswa Kelas XI SMAN 3 Mojokerto serta Upaya Perbaikannya dengan Pendekatan
12
Mikroskopik, menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soalsoal konseptual dan soal-soal algoritmik termasuk dalam kategori rendah. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal algoritmik lebih baik daripada kemampuannya dalam menyelesaikan soal-soal konseptual. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Retno Rikawati (2007) dimana hasil penelitiannya menunjukkan pemahaman konseptual siswa tergolong rendah. Nakleh (dalam Chiu, 2000) melakukan penelitian tentang hubungan antara kemampuan pemecahan masalah algoritmik dan pemahaman konsep kimia. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa terampil dalam menyelesaikan masalah algoritmik namun memiliki pemahaman konsep kimia yang terbatas. Selanjutnya Chiu (2000) melakukan penelitian tentang hubungan antara pemahaman konsep dan kemampuan pemecah masalah algoritmik. Chiu menganalisis hubungan tersebut pada enam materi kimia dan dua diantaranya menggunakan representase diagram submikroskopik. Hasil penelitian menunjukan terdapat hubungan positif antara pemahaman konsep siswa dan kemampuan pemecahan masalah pada pokok uji yang menggunakan representase diagram submikroskopik. Selanjutnya
Mustofa
(2010)
juga
melakukan
penelitian
tentang
problematika pemahaman konseptual dan pemahaman algoritmik dimana dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan siswa memiliki pemahaman algoritmik yang lebih dominan daripada pemahaman konseptual antara lain disebabkan oleh beberapa faktor: (a) Karakteristik ilmu kimia, karakteristik ilmu kimia yang khas dan banyak didominasi oleh konsep-konsep yang abstrak menuntut guru kimia untuk lebih ekstra dalam mendalami konsep yang akan
13
dipahami oleh siswa. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa menanamkan konsep kepada siswa lebih sulit daripada melatih siswa untuk terampil dalam kemampuan algoritmik. (b) Asumsi guru, Adanya asumsi guru bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah algoritmik karena siswa telah memiliki pemahaman konseptual yang benar, berpotensi mengubah perilaku guru untuk menekankan kepada pemahaman algoritmik dalam strategi pembelajarannya. (c) Strategi yang diterapkan dalam pembelajaran kimia, untuk merepresentasikan kimia yang saat ini masih banyak dilakukan adalah menggunakan pendekatan simbolik. Pendekatan ini dahulu mungkin paling praktis karena perkembangan IT tidak sepesat sekarang, tetapi belum dapat memberi kontribusi yang besar untuk memperoleh pemahaman konseptual. (d) Alat evaluasi yang digunakan, Alat evaluasi hasil belajar kimia yang ada selama ini masih menekankan pada pemahaman algoritmik. Hal inilah yang turut menginspirasi guru untuk menekankan kepada pemahaman algoritmik dalam strategi pembelajarannya. (e) Target kurikulum, banyaknya materi pelajaran yang harus dikuasai siswa tidak sebanding dengan jumlah jam yang disediakan dalam kurikulum, berpeluang bagi guru untuk mengambil jalan pintas, untuk lebih berorientasi bagaimana siswa dapat menjawab banyak soal tanpa memperdulikan apakah siswanya memahami konsep dasarnya. Selain itu menurut Arifin (dalam Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna, 2002) menjelaskan kesulitan siswa dalam memahami ilmu kimia dapat bersumber pada: (a) Kesulitan dalam memahami istilah, kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal akan istilah dan tidak memahami dengan benar
14
maksud dari istilah yang sering digunakan dalam pelajaran kimia, (b) Kesulitan angka, dalam
pengajaran
kimia
siswa
dituntut
untuk
terampil
dalam
rumusan/operasi matematis. Namun, sering dijumpai siswa yang kurang memahami rumusan tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika dengan baik, siswa tidak hafal rumusan matematika yang banyak digunakan dalam perhitungan-perhitungan kimia, sehingga siswa tidak terampil dalam menggunakan operasi-operasi dasar matematika. 2. 2 Kesetimbangan Kimia Reaksi kimia mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Reaksireaksi tersebut ada yang berlangsung dengan sendirinya di alam, ada juga yang berlangsung karena sengaja dibuat oleh manusia. Ketika suatu reaksi kimia berlangsung, mula-mula konsentrasi reaktan sangat tinggi, tetapi ketika reaksi berlasung terus-menerus konsentrasi reaktan berkurang dan konsentrasi hasil rekasi bertambah. Utami (2009) mengemukakan bahwa reaksi kimia dapat dibedakan menjadi dua yaitu reaksi searah dan reaksi dua arah. (1) Reaksi searah/Tidak dapat bailk/Ireversibel, reaksi searah yaitu reaksi yang berlangsung dari arah reaktan ke produk atau ke kanan. Pada reaksi ini, produk tidak dapat bereaksi kembali menjadi zat-zat asalnya. Ciri-ciri reaksi searah yaitu: Persamaan reaksi ditulis dengan satu anak panah kea rah produk/kanan, reaksi akan berhenti setelah salah satu atau semua reaktan habis, produk tidak dapat terurai menjadi zat-zat reaktan dan reaksi berlangsung berkesudahan. Contoh: NaOH(aq) + HCl(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)
15
(2) Reaksi dua arah/dapat balik/Reversibel, reaksi dua arah yaitu reaksi yang dapat berlangsung dari reaktan ke produk atau ke kanan dan juga sebaliknya dari produk ke reaktan atau ke kiri. Ciri-ciri reaksi dua arah yaitu perasamaan reaksi ditulis dengan dua anak panah dengan arah berlawanan, reaksi ke arah produk disebut reaksi maju dan reaksi kea rah reaktan disebut reaksi balik. Contoh reaksi dua arah pada saat pemanasan air pada ruang tertutup. Ketika suhu air meningkat terjadi penguapan dan lama kelamaan jumlah uap air bertambah banyak. Kemudian pada saat tertentu, uap air akan turun krmbali menjadi cairan. Hal ini berlangsung terus menerus. Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: H2O(l)
H2O(g)
Syukri (1999) mengemukakan bahwa kesetimbangan kimia merupakan kesetimbangan dinamis karena dalam sistem terjadi perubahan zat reaktan menjadi hasil reaksi. Sedangkan utami (2009) menjelaskan kesetimbangan kimia terjadi apabila kecepatan reaksi ke kanan sama dengan kecepatan reaksi ke kiri. Nasrudin (2004) dalam Sukamto (2012) menjelaskan bahwa dalam suatu reaksi kimia tidak terjadi perubahan yang dapat diamati atau diukur, reaksi berangsung terus seolah-olah tidak akan berhenti. Peristiwa ini sering disebut keadaan setimbang (kesetimbangan). Pada peristiwa ini, pereaksi dan hasil reaksi berada dalam satu keadan yaitu kesetimbangan dinamis. Menurut utami (2009) kesetimbangan kimia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) Reaksi berlangsung dua arah dan dalam ruang tertutup. (b) Laju reaksi ke kiri dan ke kanan sama besar. (c) Tidak terjadi perubahan makroskopis tetapi terjadi perubahan mikroskopis.
16
Syukri (2009) membedakan kesetimbangan atas dua, yaitu kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan homogen adalah kesetimbangan yang semua zat yang terlibat berwujud sama. Misalnya kesetimbangan dalam system gas-gas atau larutan. Contohnya seperti reaksi antara nitrogen dan hidrogen yang mengahasilkan ammonia. Perasamaan reaksinya sebagai berikut: N2(g) + 3H2(g) Sedangkan
kesetimbangan
2NH3(g). heterogen
adalah
kesetimbangan
yang
wujudnya berbeda. Misalnya kesetimbangan dalam sistem padat-gas atau padatlarutan. Contohnya seperti antara karbon dan air mengasilkan gas karbon monoksida dan gas hidrogen atau antara ion perak dan ion besi menhahasilkan padatan perak dan ion besi. Persamaan reaksinya sebagai berikut: C(s) + H2O(g)
CO(g) + H2(g) dan Ag+(aq) + Fe2+(aq)
Ag(s) + Fe3+(aq).
Sedangkan Achmad (2001) mengemukakan bahwa kesetimbangan terbagi atas kesetimbangan homogen dan kesetimbangan heterogen. Kesetimbangan homogen adalah kesetimbangan yang terdiri atas satu fasa. Misalnya fasa gas-gas, larutan-larutan. Sedangkan kesetimbangan heterogen adalah kesetimbangan yang terdiri atas dua fasa atau lebih. Misalnya fasa padat-gas, fasa gas, pada dan larutan. 1. Tetapan Kesetimbangan Guldberg dan Waage dalam Utami (2009) mengemukakan hukum kesetimbangan adalah apabila dalam keadaan kesetimbangan pada suhu tetap, maka hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali
17
konsentrasi pereaksi yang sisa dimana masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien reaksinya mempunyai harga tetap. Achmad (2001) menjelaskan bahwa suatu reaksi kesetimbangan kimia mempunyai harga tetapan kesetimbangan. Harga tetapan kesetimbangan bergatung kepada satuan yang digunakan. Jika satuan yang digunakan adalah konsentrasi maka tetapan kesetimbangannya dilambangakan dengan Kc dan jika satuan
yang
diguanakan
adalah
atm,
maka
tetapan
kesetimbangannya
dilambangkan dengan Kp. Selanjutnya Partana dan Antuni (2009) menyatakan bahwa tetapan kesetimbangan merupakan angka yang menunjukkan perbandingan secara kuantitatif antara produk dengan rekatan. a) Tetapan Kesetimbangan Berdasarkan Konsentrasi (Kc) Utami (2009) menyatakan bahwa Kc merupakan konstanta atau tetapan kesetimbangan yang harganya tetap selama suhu tetap. Syukri (2009) menjelaskan bahwa Kc adalah konstanta kesetimbangan konsentrasi yang merupakan hasil perkalian konsentrasi zat hasil reaksi dibagi dengan perkalian konsentrasi zat pereaksi dan masing-masing dipangkatkan koefisien reaksinya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dismpulkan bahwa Kc adalah suatu tetapan kesetrimbangan yang harganya tetap, dan merupakan perbandingan antara hasil kali produk dengan pereaksi yang dipangkatkan dengan koefisiennya. Misalnya tetapan kesetimbangan untuk reaksi dibawah ini: aAB + bCD
cAC + dBD
Maka tetapan kesetimbangannya dapat dituliskan sebagai berikut:
Kc =
[
[
] [
] [
]
]
18
Dimana Kc adalah konstanta atau tetapan kesetimbangan; [AB] adalah konsentrasi zat AB; [CD] adalah konsentrasi zat CD; [AC] adalah konsentrasi zat AC; [BD] adalah konsentrasi zat BD (Partana dan Antuni, 2009). b) Tetapan Kesetimbangan Parsial Gas (Kp) Untuk sistem kesetimbangan yang melibatkan gas, pengukuran dilakukan terhadap tekanan bukan molaritas. Utami (2009) menyatakan bahwa tetapan kesetimbangan berdasarkan tekanan gas dinyatakan dengan notasi Kp, yaitu hasil kali tekanan parsial gas-gas hasil reaksi dibagi dengan hasil kali tekanan parsial gas-gas pereaksi yang masing-masing dipangkatkan kosefisiennya. Hal senada juga diungkapkan Rufaidah (2012) yaitu
tetapan kesetimbangan berdasarkan
tekanan parsial yaitu hasil kali tekanan parsial gas-gas hasil reaksi dibagi dengan hasil kali tekanan parsial gas-gas reaktan setelah masing-masing dipangkatkan koefisiennya menurut persamaan reaksi kesetimbangan. Berdasarkan beberapa pengertian Kp di atas dapat dismpulkan bahwa Kp merupakan perbandingan antara hasil kali tekanan parsial gas-gas produk dengan hasil kali tekanan parsial gas-gas pereaksi yang masing-masing dipangkatkan dengan koefisiennya. Misalnya tetapan kesetimbangan (Kp) untuk reaksi berikut adalah: m A(g)+ n B (g)
p C(g)+q D(g), maka persamaantetapan kesetimbangan (
dapat dituliskan sebagai berikut: Kp = (
) (
)
(
)
)
Dimana Kp adalah tetapan kesetimbangan tekanan gas; gas A;
tekanan parsial gas B;
tekanan parsial gas C;
D dan m. n, p, q adalah koefisien zat A, B, C, D.
adalah tekanan parsial tekanan parsial gas
19
2. Hubungan antara harga Kc dengan Kp Dengan menganggap bahwa gas merupakan ideal dapat diperoleh hubungan antara Kc dan Kp. Misalnya untuk persamaan reaksi kesetimbangan berikut: aA(g) + bB(g)
cC(g) + dD(g)
Dari persamaan gas ideal PV = nRT
P=
P=
(RT), dimana
= [C] = konsentrasi molar
Tekanan parsial masing-masing gas adalah: PA = [A] RT, PB = [B] RT, PC = [C] RT dan PD = [D] RT Dari tekanan parsial masing-masing diperoleh harga Kp. Kp =
=
([ ] ([ ]
) ([ ]
) ([ ]
[ ] [ ]
[ ] [ ]
)
)
,dimana
c
[C] [D] a
d
b
[A] [B]
adalah harga Kc, maka hubungan
antara Kp dan Kc dapat dituliskan sebagai berikut: Kp = Kc (RT)(c + d) – (a + b) Kp = Kc (RT)△n
20
Dimana: R = 0,082 L atm K-1 mol-1, T = Suhu (K), △n = selisih jumlah mol produk-reaktan (Sulami, 2009 : 150).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergeseran Kesetimbangan Henry Louis Le Chatelier dalam Syukri (1999) menyatakan bahwa apabila suatu sistem kesetimbangan dinamis mendapat gangguan dari luar, sistem akan bergeser sedemikian rupa sehingga gangguan itu sekecil mungkin dan jika mungkin system setimbang kembali. Berdasarkan Azas Le Chatelier di atas, diketahui bahwa sistem yang berada dalam kesetimbangan akan selalu berusaha untuk mempertahankan kesetimbangannya. Dengan demikian, apabila terjadi aksi maka sistem akan mengalami pergeseran agar kesetimbangan tercapai kembali. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran kesetimbangan adalah sebagai berikut: (a) Perubahan Konsentrasi, pada kesetimbangan heterogen perubahan konsentrasi hanya berlaku untuk zat yang berwujud gas saja. Zat yang berwujud padat dan cair tidak terpengaruh oleh perubahan konsentrasi. Misalnya untuk kesetimbangan seperti dibawah ini: A(s) + B (g)
C(g).
Penambahan
atau
pengurangan konsentrasi A tidak akan mempengaruhi jumlah B dan C, sebab kesetimbangan tidak akan bergeser. Namun jika konsetrasi B bertambah, kesetimbangan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya, jika konsetrsi B dikurangi kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Untuk kesetimbangan dalam larutan seperti AB(s)
A+(aq)+B-(aq), kesetimbangan dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi A+
dan B-. Jika konsentrasi AB ditambah atau dikurangi, kesetimbangan tidak akan bergeser. Namun jika konsentrasi A+ atau B- diperbesar/diperkecil, kesetimbangan
21
akan bergeser. Kesetimbangan akan bergeser ke kiri jika konsentrasi A+ atau Bdiperbesar, dan bergeser ke kanan jika knsentrasi A+ atau B- jika diperkecil (Rufaida & Waldjinah, 2012:144). Achmad (2001) menjelaskan bahwa jika pereaksi ditambahkan atau pereaksi dikurangi dari sistem kesetimbangan, yaitu mengubah konsentrasi pereaksi dan produk reaksi, reaksi bergeser dari kiri ke kanan untuk memperoleh kesetimbangan baru dan produk produk reaksi bertambah. Dan jika produk reaksi ditambah atau pereaksi dikurangi maka reaksi bergeser dari kanan ke kiri. Hal senada juga dengan yang diungkapkan Syukri (1999) bahwa jika salah satu konsentrasi salah satu ditambah, kesetimbangan bergeser dari arah yang ditambah. Dan jika salah satu konsentrasi zat dikurangi, kesetimbangan bergeser ke arah yang dikurangi. Contoh: 2SO
( )
+ O
( )
2SO
( )
Reaksi di atas adalah satu contoh rekasi kesetimbangan. Jika pada reaksi
tersebut diberi gangguan, missalnya ditambahkan SO maka reaksi akan bergeser dari arah SO ke arah SO dan sebaliknya jika SO dikurangi maka reaksi akan
bergeser ke arah SO . (b) Perubahan Volume dan Tekanan, jika dalam suatu
sistem kesetimbangan dilakukan aksi yang menyebabkan perubahan volume (bersamaan dengan perubahan tekanan), maka dalam sistem akan mengadakan reaksi berupa pergeseran kesetimbangan. Utami (2009:111) mengemukakan bahwa jika tekanan diperbesar (volume diperkecil), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi kecil. Dan jika tekanan diperkecil (volume diperbesar), maka kesetimbangan akan bergeser ke arah jumlah koefisien reaksi besar. Selain itu Syukri (1999) mengemukakan bahwa bila tekanan
22
kesetimbangan gas diperbesar maka kesetimbangan bergeser ke arah molekul yang terkecil, dan sebaliknya, bila tekanan diperkecil maka kesetimbangan bergeser ke arah molekul terbesar. Jadi dapat disimpulkan bahwa jika voleme diperbesar dan tekanan diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang jumlah koefisien reaksinya besar. Dan jika volume diperkecil, tekanan diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah zat yang jumlah koefisiennya kecil. Contoh: N
( )
+ 3H
( )
2NH
( )
Reaksi di atas merupakan reaksi pembentukan ammonia, dimana gas nitrogen bereaksi dengan gas hidrogen menghasilkan ammonia. Jika volume diperbesar tekanan diperkecil maka kesetimbangan akan bergeser ke arah N + 3H dan jika volume diperkecil tekanan diperbesar maka kesetimbangan akan bergeser ke arah
NH . Namun ada pengecualian untuk sebuah reaksi yang mempunyai koefisien sama antara pereaksi dan hasil reaksi. Contoh: H
( )
+ I
( )
2HI( ) .
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa jumlah koefisien antara pereaksi
dengan hasil reaksi sama dengan dua atau dikatakan jumlah koefisien sama, maka pada reaksi tersebut tidak akan terjadi pergeseran kesetimbangan ketika volume diperbesar tekanan diperkecil atau volume diperbesar tekanan diperbesar. (c) Perubahan Suhu, Syukri (1999) menjelaskan bahwa perubahan konsentrasi suatu kesetimbangan dapat mengubah jumlah pereaksi dan hasil reaksi, tetapi konstanta kesetimbangannya tetap. Sedangkan perubahan suhu mengubah jumlah zat dan juga konstanta kesetimbangan. Van’t Hoff dalam Syukri (1999) menjelaskan bahwa jika sistem berada dalam kesetimbangan, kenaikan suhu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke arah reaksi endoterm dan penurunan suhu
23
menimbulkan pergeseran ke arah reaksi eksoterm. Selain itu, Achmad (2001) menjelaskan bahwa berdasarkan Azas Le Chatelier untuk reaksi endoterm (△H positif), produk reaksi bertambah pada keadaan kesetimbangan jika temperatur dinaikan dan reaksi eksoterm ((△H negatif) produk reaksi bertambah pada keadaan kesetimbangan, jika temperature diturunkan. Hal senada juga dengan yang diungkapkan oleh Rufaida & Waldjinah (2012:147) bahwa pengaruh perubahan suhu terhadap kesetimbangan berkaitan dengan reaksi kesetimbangan, yaitu eksoterm dan endoterm. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kesetimbangan, kesetimbangan tersebut harus selalu disertai △H-nya. Pada sistem kesetimbangan, apabila suhu diturunkan maka system kesetimbangan
akan melepaskan kalor. Sehinggga kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi eksoterm. Contoh:N2(g) + 3H2(g)
2NH3(g)
△H = - 92,2 kJ
Reaksi ke kanan pada reaksi kesetimbangan di atas meruapakan reaksi eksoterm. Kebalikannya, reaksi ke kiri merupakan reaksi endoterm. Persamaan reaksinya: 2NH3(g)
N2(g) + 3H2(g)
△H = + 92,2 kJ
Apabila pada kesetimbangan suhu dinaikkan maka sistem akan menyerap kalor. Akibatnya kesetimbangan akan bergeser ke arah reaksi endoterm. (d) Katalis, katalis sering ditambahkan dalam suatu reaksi untuk mempercepat laju reaksi. Pada
reaksi
kesetimbangan
penambahan
katalis
tidak
mempengaruhi
kesetimbangan. Katalis hanya berperan untuk mempercepat tercapainya kesetimbangan. Setelah ketimbangan tercapai katalis tidak berperan lagi (Rufaida & Waldjinah, 2012:148). Hal senada juga diungkapkan oleh Achmad (2001) bahwa katalis tidak mempengaruhi komposisi campuran kesetimbangan. Tetapi
24
katalis hanya mempercepat tercapainya kesetimbangan. Selanjutnya Syukri (1999) menjelaskan bahwa katalis adalah zat kimia yang mempercepat reaksi tetapi tidak bereaksi secara permanen. Suatu katalis hanya bias mempercepat satu macam reaksi, dan tidak dapat untuk yang lain. Contohnya: 4NH
( )
+ 3O
( )
4. Kesetimbangan dalam Industri
2N
( )
+ 6H O (g)
Reaksi kesetimbangan banyak diterapkan dalam proses industri kimia. Tujuannya untuk memperoleh hasil produksi yang berkualitas tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, para ahli kimia industry berusaha mencari metode yang tepat agar daoat memperoleh hasil produksi maksimal. Metode yang ditempuh yaitu membuat kesetimbangan bergeser ke arah produk dan menjaga agar produk tidak kembali menjadi zat awal. Selain itu, menggunakan bahan sehemat mungkin dan waktu yang singkat. Kondisi ini dinamakan kondidi “optimum”. Diantara industri kimia yang menerapakan kesetimbangan yaitu industry pembuatan ammonia. Pembuatan Amonia (NH3) pertama kali dilakukan oleh Fritz Haber dan Karl Bosch pada tahun 1990,. Oleh karena itu, proses pembuatan ammonia dikenal dengan nama proses Haber-Bosch dengan persamaan reaksi sebagai berikut: N2(g) + 3H2(g)
2NH3(g)
△H = - 92,2 kJ
Reaksi kesetimbangan pada pembuatan ammonia tersebut nerupakan reaksi eksoterm. Oleh karena itu, kondisi optimum yang harus dilakukan untuk memaksimalkan produksi sebagai berikut: (1) Memperbesar konsentrasi reaktan, Penambahan konsentrasi gas N2 dan H2 membuat kesetimbangan bergeser ke
25
kanan, kea rah produk. Selajutnya produk (NH3) yang terbentuk segera diembunkan agar terpisah untuk menghindari terjadinya reaksi balik sehingga produk tidak berubah menjadi reaktan. (2) Memperbesar Tekanan, Pada reaksi kesetimbangan ammonia, koefisien reaktan lebih besar daripada koefisien produk. Uleh karena itu, untuk memperbanyak produk, tekanan harus dinaikkan. (3) Menurunkan Suhu, Persamaan reaksi kesetimbangan pembentukan ammonia meruapakan reaksi eksoterm karena melepaskan kalor. Penurunan suhu akan membuat kesetimbangan bergeser ke arah reaksi eksoterm (ke produk) sehingga produk terbentuk. Namun jika suhu dinaikkan terus-menerus, reaksi yang menuju ke reaktan akan berlangsung lebih cepat. Suhu yang digunakan pada proses ini sebesar 5000C. Apabila suhu diturunkan reaksi berjalan lambat. Sebaliknya jika suhu dinaikkan, amonia yang terbentuk akan mudah terurai menjadi gas nitrogen dan hydrogen, (4) Menambahkan Katalis, Agar keadaam setimbang mudah tercapai pada reaksi kesetimbangan ditambahkan katalis Fe dan K2O. Katalis ini akan mempercepat laju reaksi kea rah produk. Setelah kesetimbangan tercapai peran katalis akan berakhir (Setyawati, 2007). 5. Kesetimbangan Disosiasi Syukri (1999) menjelaskan bahwa disosiasi adalah reaksi penguraian senyawa menjadi lebih sederhana. Hal senada juga diungkapkan oleh Rufaidah dan Waldjinah (2012) bahwa disosiasi merupakan reaksi penguraian suatu zat menjadi zat yang lebih sederhana. Jadi dapat disimpulkan bahwa disosiasi adalah suatu reaksi penguraian senyawan atau zat menjadi zat yang lebih sederhana.
26
Apabila disosiasi terjadi akibat pemanasan, disebut sebagai disosiasu termal. Dalam ruang tertutup disosiasi berakhir sebagai reaksi kesetimbangan, sehingga disebut kesetimbangan disosiasi. Contoh reaksi kesetimbangan disosiasi misalnya pada : N2O4 (g)
2NO2 (g), dan 2NH3 (g)
N2 (g) + 3H2 (g)
Syukri (1999) menjelaskan bahwa kesetimbangan disosiasi dapat terjadi bila pada mulanya sistem mengandung pereaksi dan kemudian terurai menjadi hasil reaksi. Selanjutnya Rufaidah dan Waldjinah (20120 menjelaskan bahwa kesetimbangan disosiasi yaitu reaksi kesetimbangan dalam sistem tertutup dimana sebuah zat terurai menjadi beberapa zat lain. Banyaknya zat yang mengalami disosiasi dapat diketahui dengan derajat disosiasi (α) yang dirumuskan sebagai berikut:
α=
Harga α berkisar antara 0 – 1, yaitu 0 < α < 1. Jika α = 0, tidak terjadi disosiasi karena zat awal belum terurai, jika α = 1, terdisosiasi sempurna, seluruh zat terurai, jika 0 < α < 1, terjadi disosiasi sebagian.(Sulami, 2009 : 151).