BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Arsitektur Tradisional Aceh Arsitektur tradisional Aceh banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang merupakan kepercayaan mayoritas masyarakat Aceh ( Sahriyadi, 2012). Kehidupan keagamaan dalam masyarakat Aceh juga terlihat dengan adanya rumah-rumah ibadah seperti meunasah (surau/ langgar), dan meuseujid (mesjid), yang terdapat pada setiap kampung. Sebagian besar dari bangunan-bangunan tersebut masih merupakan bangunan tradisional. Masyarakat bangsa Aceh yang mendiami sebagian besar daerah Aceh masih memiliki bangunan tradisional. 2.1.1. Jenis Jenis Bangunan Tradisional Aceh Jenis-jenis bangunan tradisional yang dimiliki berdasarkan kegunaannya dapat dikelompokkan atas bangunan tempat tinggal, tempat ibadah dan beberapa bangunan lainnya (Hadjad dkk : 1984). 2.1.1.1. Bangunan Tempat Tinggal (Rumah Tradisional Aceh) Bangunan tempat tinggal (Rumah tradisional Aceh) disebut juga dengan rumoh Aceh. Rumoh Aceh merupakan rumah panggung yang terdiri atas tiga ruang, yaitu ruang depan yang disebut (seuramoe keue) , ruang tengah yang disebut (tungai), dan ruang belakang yang disebut (seuramoe likot). Letak ketiga ruang itu tidak sama rata, sebab ruang tengah yang meruapak ruang sakral lebih tinggi dari pada ruang depan dan ruang belakang (Sabila, 2014).
6 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Susunan Ruang pada Rumah Tradisional Aceh . (Sumber: Sabila, 2014)
Rumah
tradisional Aceh dibuat tinggi di atas tanah dibangun di atas
sejumlah tiang-tiang bulat besar yang tempat tegaknya beraturan. Bentuknya segi empat/persegi panjang dan tinggi lantainya dari tanah antara 4-9 hasta, serta memiliki struktur yang unik dan ornamen-ornamen khas yang melekat pada rumah tradisional Aceh. Selain itu rumah tradisional Aceh merupakan hasil proses yang panjang dalam sejarah yang tersebut
merupakan produk karya manusia, proses
menyerap berbagai unsur didalamnya. Unsur pertama yang diserap
adalah optimalisasi dari fungsi rumah itu sendiri sebagai pelindung manusia dan keluarganya. Rumah tradisional Aceh merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbiah. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika mereka hendak menggabungkan bagian-bagian rumah, mereka tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari
7 Universitas Sumatera Utara
kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumah tradisional Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun (Hadjad dkk : 1984). Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka‘bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh
keyakinan
dapat
juga
dilihat
pada
penggunaan
tiang-tiang
penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil. Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumah tradisional Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumah tradisional Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali (Hadjad dkk : 1984). 1. Jenis-Jenis Rumah Tradisional Aceh Dari berbagai konsep filosofi tersebut akhirnya dapat membentuk beragam bentuk rumah tradisional Aceh. Dari jenisnya, rumah tradisional Aceh sebenarnya memiliki dua jenis rumah, yaitu rumah Aceh dan rumah santeut (datar) atau tampong limong atau rumah panggung (Widosari,2010).
8 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Rumah Tradisional Aceh di Sigli (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Gambar 2.3. Rumah Tradisional Aceh di Banda Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
9 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4. Rumah Tradisional Aceh di Aceh Besar (Sumber : http://onlyaceh.blogspot.com)
Gambar 2.5. Rumah Tradisional Aceh di Aceh Tengah (Sumber http://onlyaceh.blogspot.com) Pada umumnya rumah tradisional Aceh disetiap daerah memiliki bentuk yang sama, karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat Aceh, penyebutan rumoh Aceh dalam masyarakat Aceh hanya untuk rumah yang tinggi yaitu rumah
10 Universitas Sumatera Utara
panggung, hanya saja dari segi ukir-ukiran atau ornamen rumah tradisional Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi Aceh (NAD) tidaklah sama, masing-masing punya ragam ukiran yang berbeda (Widosari,2010). 2. Bentuk Rumah Tradisional Aceh Bentuk menurut (Ching,1987) merupakan gabungan antara teknik dengan keindahan. Bentuk pada sebuah bangunan dapat dilihat dari penampilan luar yang dapat dilihat melalui struktur formal, tata susun, komposisi yang menghasilkan gambaran nyata, massa 3 dimensi, wujud, penampilan dan konfigurasi. Unsurunsur utama timbulnya suatu bentuk bangunan adalah adanya titik, garis, bidang dan ruang. Wujud dasar dari bentuk bangunan adalah berbentuk lengkungan. bentuk lingkaran, bentuk segitiga, dan bentuk bujur sangkar. Semua bentuk dapat dipahami sebagai hasil dari perubahan, melalui variasi-variasi yang timbul. a. Denah Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.6. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 24 tiang (Sumber : Analisi penulis, 2015 berdasarkan tulisan Sabila dkk, 2014)
11 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 16 tiang (Sumber : Analisis penulis, 2015 berdasarkan pengamatan rumah Aceh di Kota Banda Aceh) Denah rumah tradisional Aceh berbentuk persegi dan juga persegi panjang dan terdiri dari tiga jalur lantai memanjang sejajar dengan bubungan atapnya. jalur lantai yang tengah sengaja ditinggikan 25 sampai 40 cm. Denah Rumah Aceh terdiri dari tiga atau
lima ruang,
rumah dengan tiga ruang memiliki 16
kolom/tiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 tiang/kolom seperti gambar diatas. Jalur lantai terdepan dipakai sebagai serambi suami untuk menerima tamu-tamu laki-laki, sedangkan jalur lantai belakang adalah untuk ibu dan keluarga dan bersifat pribadi (skaral). Keduanya diantarai oleh dinding seketeng, yang maksudnya untuk memisahkan serambi depan yang bersifat umum dengan serambi belakang yang bersifat pribadi (Hadjad dkk, 1984).
12 Universitas Sumatera Utara
b. Tampak Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.8. Tampak Depan Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)
Gambar 2.9. Tampak Samping Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)
Gambar 2.10. Tampak Belakang Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015)
13 Universitas Sumatera Utara
Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung, biasanya memiliki ketinggian sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Rumah tradisional Aceh didirikan di atas tiang-tiang kayu atau bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan banjir. Tampak pada bangunan biasanya terdiri dari beberapa elemen yaitu :
Atap Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.11. Atap Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) Atap pada rumah tradisional Aceh berbentuk atap pelana yang hanya menggunakan satu bubungan dan menggunakan bahan penutup berbahan rumbia yang memiliki andil besar dalam memperingan beban bangunan sehingga saat gempa tidak mudah roboh. Fungsi yang lain pun rumbia juga menambah kesejukan ruangan. Keburukan sifat rumbiah yang mudah terbakar pun juga sudah ada solusinya dalam rumah tradisional Aceh. Ketika rumbiah terbakar, pemotongan tali ijuk di dekat balok memanjang
pada bagian atas dinding
mempercepat runtuhnya seluruh kap rumbiah ke samping bawah sehingga tidak merembet ke elemen bangunan lainnya (Hadjad dkk, 1984).
14 Universitas Sumatera Utara
Proporsi Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.12. Proporsi Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Analisis Penulis, 2015) Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki proporsi ketinggian beragam, biasanya memiliki ketinggian tiang kolom sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah sedengakan proporsi dinding memiliki tinggi yang lebih rendah yaitu berukurana 1,5 – 2 meter. Rumah tradisional Aceh memiliki tinggi pintu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa. Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang yang masuk ke rumah tradisional Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi atau meja. Semua orang duduk bersila di atas tikar ngom (dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di rawa) yang dilapisi tikar pandan (Hadjad dkk, 1984).
15 Universitas Sumatera Utara
Dinding Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.13. Dinding Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015) Dinding rumah tradisional Aceh terbuat dari papan kayu atau bilah bambu, penggunaan material tersebut mempengaruhi penghawan udara yang sangat baik karena udara dapat pengalir melalui selah selah antara atap dan dinding. Pada bagian dinding rumah tradisional Aceh terdapat tempelan tempelan ornamen yang mempengaruhi unsur tradisional Aceh (Hadjad dkk,1984).
Pintu & Jendela Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.14. Pintu Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015 dan Analisis Penulis berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984)
16 Universitas Sumatera Utara
Pada dinding sebelah depan yang menghadap ke halaman rumah terdapat pintu masuk yang disebut pinto rumah, yang berukuran lebih kurang lebar 0,8 meter, dan tingginya 1.8 meter. Pintu masuk ini kadang-kadang terdapat pada dinding sebelah kanan ruangan serambi depan (Hadjad dkk,1984).
Gambar 2.15. Jendela Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984) Pada dinding sebelah samping kanan dan kiri terdapat jendela yang berukuran lebih kurang lebar 0.6 meter dan tingginya 1 meter yang disebut tingkap. Kadang-kadang jendela terdapat juga pada dinding sisi depan. Jendelajendela tersebut terdapat pada rumah yang berdinding papan, sedangkan pada rumah yang berdinding tepas/bamboo pada umumnya tidak memakai jendela (Hadjad dkk : 1984).
17 Universitas Sumatera Utara
Warna Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.16. Warna Dinding Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan onlyaceh.blogspot.com ) Warna pada rumah tradisional Aceh umumnya memakai warna kuning, krem dan merah, orange, hitam yang kadang kadang di kombinasikan dengan warna putih. Jika terdapat warna warna lain itu merupakan akibat pengaruh masa kini ( Hadjad dkk, 1984). Tabel 2.1. Kesan Warna Pada Rumah Tradisional Aceh (Hadjad dkk, 1984) Warna Merah
Kesan Emosi yang berubah-ubah, naik turun, hidup menggairahkan
dan
menyenangkan,
menumbuhkan semangat.
18 Universitas Sumatera Utara
Kuning
Memiliki karakter kuat, hangat, dan memberi nuansa cerah. Menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan.
Putih
Bersifat netral, tanpa perasaan dan memliki kesan suci. Menunjukkan kehangatan, kesehatan pikiran
Orange
dan kegembiraan. Melambangkan perlindungan.
Hitam
Ragam Hias ( Ornamen) Rumah TradisionalAceh Pada bangunan tradisional Aceh banyak dijumpai ukiran- ukiran, karena
masyarakat Aceh pada hakekatnya termasuk suku bangsa yang berjiwa seni. Ukiran-ukiran itu terutama dijumpai pada bangunan- bangunan rumah tempat tinggal dan bangunan-bangunan rumah ibadat seperti pada Meuseujid (mesjid) dan meunasah (surau). Ukiran-ukiran yang terdapat pada bangunan tradisional seperti tersebut di atas mempunyai berbagai motif atau ragam hias. Motif-motif tersebut adalah motif yang berhubungan dengan lingkungan alam seperti : flora, fauna, awan, bintang dan bulan. Fungsi utama dari berbagai jenis motif dan ragam hias itu adalah sebagai hiasan semata-mata, sehingga dari ukirin tersebut tidak mengandung arti dak maksud-maksud tertentu, kecuali motif bintang dan bulan, yang menunjukkan simbul ke-Islaman, motif awan berarak (AWAN meucanek) yang menunjukkan lambang kesuburan, dan motif tali berpintal (taloe meuputa) yang menunjukkan ikatan persaudaraan yang kuat bagi masyarakat Aceh ( Hadjad dkk, 1984).
19 Universitas Sumatera Utara
Pada rumah tradisional Aceh, ada beberapa motif hiasan ornamen yang dipakai, yaitu: (Hadjad dkk,1984) (1) Motif keagamaan. Hiasan Rumah Aceh yang bercorak keagamaan merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;
Gambar 2.17. Motif ornamen keagamaan (Sumber : Hadjad dkk, 1984) (2) Motif flora. Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuhtumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan. Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah Merah dan Hitam. Ragam hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen (tangga), dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah;
20 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18. Motif Ornamen Flora (Sumber : Hadjad dkk, 1984) (3) Motif fauna. Motif binatang yang biasanya digunakan adalah binatangbinatang yang sering dilihat dan disukai, umumnya bermotifknan binatang unggas seperti merpati, balam, perkutut.
Gambar 2.19. Motif ornamen Fauna (Sumber : Hadjad dkk, 1984)
21 Universitas Sumatera Utara
(4) Motif alam. Motif alam yang digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang dan laut; dan (5) Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya. 3. Konstruksi /Struktur Rumah Tradisional Aceh Rumah tradisional Aceh mampu bertahan hingga ratusan tahun tentunya didukung oleh konstruksi yang kokoh dan mutu bahan bangunan yang berkualitas. Dari segi konstruksi, penempatan tiang rumah menyebabkan pembagian ruang rumah tradisional Aceh pada umumnya terdiri tiga ruang bertiang 16 atau lima ruang bertiang 24. Rumah tradisional Aceh didirikan di atas tiang-tiang kayu atau bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan banjir. Karena berkolong maka orang hidup di atas lantai yang selalu kering, jadi lebih sehat (Hadjad,1984). Rumah tradisional Aceh terbukti mampu bertahan dari gempa karena struktur utama yang kokoh dan elastis. Kunci kekokohan dan keelastisan ini ada pada hubungan antar struktur utama yang saling mengunci, hanya dengan pasak dan bajoe, tanpa paku, serta membentuk kotak tiga dimensional yang utuh (rigid). Keelastisan ini menyebabkan struktur bangunan tidak mudah patah, namun hanya terombang-ambing ke kanan kiri yang kemudian kembali tegak atau pun bangunan terlikuifaksi (terangkat ke atas) yang kemudian mampu jatuh kembali ke tempat semula. Jika bangunan bergeser pun hanya beberapa centimeter saja dan dalam keadaan utuh.
22 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.20. Kerangka Konstruksi Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Hadjad dkk, 1984) Tiga komponen struktur utama yang menjadi pusat kekokohan bangunan meliputi pondasi (komponen kaki) sebagai pusat beban bangunan terbesar, kemudian tiang dan balok antar tiang (komponen badan) sebagai penyalur beban dari atas dan dari samping, serta rangka atap (komponen kepala) sebagai penyangga beban elemen paling atas bangunan dan dari samping atas (Widosari : 2010).
Rangka Atap Tiang dan Balok antar tiang Tiang dan Pondasi Gambar 2.21. Komponen Struktur Utama Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984)
23 Universitas Sumatera Utara
Sistim konstruksinya menggunakan tiang-tiang dan gelagar yang saling ditusukkan dan dikancing dengan pasak dari bambu. Untuk unsur-unsur bangunan yang kecil dipakai sistim ikat, dengan tali rotan, ijuk dan lain sebagainya
Gambar 2.22. Sistim Ikat pada Konstruksi Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)
Gambar 2.23. Pola Penyambungan dan Hubungan Tiang pada Rumah Tradisional Aceh (Sumber : Hadjad dkk, 1984)
24 Universitas Sumatera Utara
2.1.1.2. Bangunan Tempat Ibadah/ Mesjid Tradisional Aceh (Meuseujid) Mesjid tradisional Aceh (Meuseujid) adalah istilah dalam bahasa Aceh, sedangkan dalam Bahasa Indonesia disebut mesjid. Istilah meuseujid dalam bahasa Aceh atau mesjid dalam bahasa Indonesia berasal dari perkataan masjid Jari Bahasa Arab, yang berarti tempat sujud. 1. Jenis jenis Mesjid Tradisional Aceh
s
Gambar 2.24. Jenis Jenis Mesjid Tradisional Aceh dari Berbagai daerah di Aceh. (Sumber : gpswisataindonesia.blogspot.com)
25 Universitas Sumatera Utara
Bentuk mesjid tradisional Aceh umumnya hampir sama yang memiliki sebuah ruangan saja, yaitu ruangan tempat salat. Ruangan tersebut merupakan sebuah ruangan berbentuk bujur sangkar (Hadjad dkk, 1984).
Gambar 2.25. Denah Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : portalsatu.com) 2. Konstruksi/Struktur Mesjid Tradisonal Aceh Struktur bangunan pada masjid tradisonal Aceh ditunjang oleh empat buah tiang utama yang bersegi delapan yang disebut tameh teungoh. Keempat buah tiang utama itu tepat di tengah-tengah bangunan mesjid tradisional Aceh dan menjadi penunjang pokok atap lapisan atas yang berbentuk limas. Selain empat buah tiang pokok yang terdapat di tengah-tengah bangunan mesjid tradisional Aceh, maka pada keempat sisi bangunan mesjid tradisional Aceh itu terdapat juga tiang-tiang pendek yang juga bersegi delapan yang disebut tameh Ungka yang
26 Universitas Sumatera Utara
jumlahnya dua belas buah. Tiang-tiang itu berfungsi sebagai penunjang atap lapisan bawah mesjid tradisional Aceh (Hadjad dkk, 1984).
Gambar 2.26. Tampak Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : portalsatu.com) Dinding pada mesjid tradisional Aceh mengunakan dinding setengah terbuka/setengah permanen karena dikelilingi oleh dinding tembok yang tingginya hanya satu setengah meter. Lantai ruangan terbuat terbuat dari semen. Pada sisi sebelah Timur (sisi depan) terdapat tangga dari beton setinggi dinding beton. Tangga itu dipergunakan sebagai jalan untuk masuk ke dalam ruangan mesjid tradisional Aceh (Hadjad dkk, 1984).
27 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.27. Konstruksi Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : Hadjad dkk, 1984) Bentuk atap mesjid tradisional Aceh berbentuk atap tumpang yang terdiri atas dua lapisan yaitu atap lapisan bawah dan atap lapisan atas. Atap lapisan atas berbentuk limas, sehingga pada mesjid tradisional Aceh tidak didapati kubah seperti yang lazim kita dapati pada mesjid-mesjid zaman sekarang. Namun didapati juga mesjid tradisional Aceh yang sudah diubah puncak bentuk limas dengan puncak bentuk kubah. Bangunan meuseujid itu selalu menghadap ke Timur, sehingga sisi belakangnya berada di sebelah Barat, karena disesuaikan dengan arah kiblat (Hadjad dkk, 1984). 3. Ragam Hias (Ornamen Mesjid Tradisional Aceh) Ornamen pada mesjid tradisional Aceh biasanya mengunakan jenis ornamen yang sama dengan ornamen pada rumah tradisional Aceh. Selain ragam hias/ornemen bermotif flora, fauna, alam dan keagamaan, maka pada bangunan tradisional Aceh terdapat juga ragam hias/ornemen yang lain seperti :
28 Universitas Sumatera Utara
a. Ragam hias/Ornamen berbentuk pintalan tali yang disebut taloe meuputa, karena ragam ini menyerupai pintalan tali.
Gambar 2.28. Ornamen pintalan tali di Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984) b. Ragam Hias/Ornamen Geometris ornamen geometris termaksud kedalam ornamen keagamaan sebagai pendukung di ornamen kaligrafi islam, pada masjid tradisional Aceh biasanya diaplikasikan di bagian dinding saja. Pola-pola geometris yang digunakan pada masjid tradisional Aceh umumnya berbentuk lingkaran, segitiga, persegi, dan segi enam.
Gambar 2.29. Pola Geometris pada Mesjid Tradisional Aceh. (Sumber : Hadjad dkk, 1984)
29 Universitas Sumatera Utara
2.2. Museum 1.2.1. Pengertian Museum Pengertian Museum berkaitan dengan warisan budaya yang merupakan lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan bendabenda bukti materil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa (Pasal 1 ayat 1 PP. No. 19 Tahun 1995). Keputusan (Mendikbud No.093/01/1979) menyatakan bahwa museum adalah mengumpulkan, merawat, mengawetkan, meneliti, dan menerbitkan hasilnya. Disamping itu museum mempunyai tugas untuk menyajikan pameran dan memberikan bimbingan edukatif kultural, benda benda yang bernilai budaya dan ilmiyah kepada masyarakat atau pengunjung. Museum merupakan tempat untuk menyimpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan, mengkaji, mengkomunikasikan, bukti material hasil budaya manusia, dan juga lingkungannya. Secara umum Museum merupakan sebuah gedung atau bangunan yang menyimpan benda benda warisan yang memiliki nilai sejarah yang pantas untuk di simpan. Seiring perkembangan zaman , sejarah tumbuh kembangnya Museum banyak mengalami perubahan fungsi, maka dari itu museum harus di kembangkan dan menambah pemeliharaan, pengawetan dan penyajian. Museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat tetap, namun tidak untuk mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat, dan pengembangannya
terbuka
untuk
umum,
yang
memperoleh,
merawat,
30 Universitas Sumatera Utara
menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan kesenangan. Barang barang pembuktian manusia dan
lingkungannya.
(Internasional Council Of Museum,1997) (Internasional of Museum 1997) juga menyimpulkan beberapa pengertian museum sebagai berikut :
Museum adalah suatu lembaga atau tugas untuk menghimpun, menyelamatkan,dan melestarikan warisan sejarah, alam, dan budaya, untuk di wariskan kepada generasi penerus.
Museum juga merupakan sebagai lembaga ilmiah dan tempat penelitian bagi cendikiawan dalam rangka penggalian nilai nilai luhur budaya daerah untuk pembinaan dan pengembangan kebudayaan.
Museum juga berfungsi sebagai pusat informasi budaya dalam rangka penyaluran ilmu penegtahuan untuk ikut pencerdaskan kehidupan bangsa.
Museum juga berperan sebagai objek wisata budaya yang penting artinya bagi upaya pengembanganindustri pariwisata, dan lain lain.
1.2.2. Fungsi Museum
Museum menurut ICOM (1997) mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Mengumpulkan dan pengaman warisan alam dan budaya. 2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah. 3. Konservasi dan preservasi.
31 Universitas Sumatera Utara
4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum. 5. Pengenalan dan penghayatan kesenian. 6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan bangsa. 7. Visualisasi alam dan budaya. 8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia. 9. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Museum berfungsi untuk melestarika warisan sejarah, alam, dan budaya, dengan cara mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkaji, mengkomunikasikan dan memamerkan, sehingga museum mempunyai peran untuk kepentingan masyarakat umum, yang di manfaatkan untuk penelitian, pendidikan dan rekreasi dalam rangka untuk mencerdaskan bangsa. 2.3.
Konsep Museum Tsunami Aceh Sebagai Karya Ridwan Kamil Museum Tsunami dibangun oleh pemerintah Kota Banda Aceh dengan
cara mengadakan lomba sayembara terbuka yang di menangkan oleh judul desain Rumah Aceh Escape Hill yang merupakan karya arsitek Indonesia yaitu M Ridwan Kamil pada tahun 2007. 2.3.1. Ridwan Kamil Sebagai Arsitek M. Ridwan Kamil, lahir di Bandung, 4 Oktober 1971. Beliau adalah putra dari Dr. Atje Misbach, S.H (alm.) dan Dra. Tjutju Sukaesih. Ridwan Kamil menempuh pendidikan nya di SDN Banjarsari III Bandung (1977-1984) . Setelah tamat SD kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 2 Bandung kemudian di SMA Negeri 3 Bandung pada tahun (1987 -1990). Setelah tamat SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung di jurusan
32 Universitas Sumatera Utara
Teknik Arsitektur (1990 – 1995). Lulus dari ITB Ridwan kamil bekerja di Amerika Serikat dan kemudian mendapatkan beasiswa di University of California, Berkeley
sambil
bekerja
di
Departemen
Perancanaan
Kota
Berkeley
(http://issuu.com/rk4bdg)
Gamabar 2.30. Ridwan Kamil (Sumber : news.fimadani.com) Tahun 2002 Ridwan Kamil pulang ke Indonesia dan dua tahun kemudian mendirikan Urbane, firma yang bergerak dalam bidang jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain. Kini Ridwan Kamil aktif menjabat sebagai Prinsipal PT. Urbane Indonesia, Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung, serta Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW (Hong Kong & San Francisco), dan SAA (Singapura) dan sekarang telah menjadi Wali Kota Bandung Priode 2013-2018 (http://issuu.com/rk4bdg)
33 Universitas Sumatera Utara
Ridwan Kamil adalah arsitek muda Indonesia dengan reputasi Internasional. Nama besar dan karya-karyanya menjadi inspirasi bagi banyak arsitek muda lainnya di Indonesia. Ridwan Kamil juga merupakan seorang arsitek ekspresif, banyak prestasi dan karyanya yang membuat orang kagum. Ridwan Kamil telah menangani banyak proyek besar di mancanegara, seperti di Singapura, Thailand, Vietnam, Cina, Hong Kong, Bahrain dan Uni Emirat Arab dan masih banyak lainnya. Bukan hanya proyek berkelas yang di tanganinya, masih banyak karyanya yang lain yang yang menerapkan konsep eskpresif dan mendapat penghargaan salah satunya adalah Museum Tsunami Aceh. 2.3.2. Konsep Museum Tsunami Aceh 2.3.2.1. Konsep Denah
Gambar 2.31. Konsep Ilustrasi Bentuk Denah Museum Tsunami Aceh (Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh,2015 dan Tim Kajian Desain Ridwan Kamil, 2007) Denah Museum Tsunami Aceh menganalogikan sebuah epicenter atau pusat pusaran air dari gelombang laut tsunami.
34 Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2. Konsep Fasad
Gambar 2.32. Konsep Ilustrasi Bentuk Fasad Bangunan Museum Tsunami Aceh (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015/ archive.kaskus.co.id) Bentuk fasad bangunan Museum Tsunami Aceh ini menganalogikan bentuk kapal di atas rumah, kapal tersebut merupakan salah satu fenomena yang terdampar didekat pantai di daerah lampulo baru Kota Banda Aceh pada saat terjadi bencana tsunami pada 26 Desember 2004 dan saat ini kapal tersebut telah dijadikan sebagai museum wisata situs tsunami Aceh. Pada bangunan Museum Tsunami Aceh dipertinggi dengan kolom-kolom dibawahnya. Selain dari bentuk museum yang seperti kapal, terdapat bagian bentuk yang menonjol, yaitu pada bagian yang terlihat seperti sumur silender. Bentuk tersebut membentuk suatu ruang yang didalamnya terdapat makna, pada bagian atas sumur tersebut terdapat sebuah lubang yang menyorotkan cahaya ke atas langit dengan
35 Universitas Sumatera Utara
tulisan arab “Allah” . Ekspresi dari bentuk tersebut sangat mengandung nilai-nilai religi yang merupakan cerminan konsep hubungan manusia dan Allah. 2.3.2.3. Konsep Atap
Gambar 2.33. Konsep Atap Bangunan Museum Tsunami Aceh (Sumber : panduanwisata.id) Desain
atap
Museum
Tsunami
menganalogikan
sebagai
bukit
penyelamatan sebagai antisipasi terhadap bahaya jika suatu saat terjadi Tsunami, yang juga merupakan taman terbuka publik yang dapat diakses dab dipergunakan setiap saat sebagai respon terhadap konteks urban. 2.3.2.4. Konsep Dinding
Gambar 2.34. Konsep Dinding Museum Tsunami Aceh (Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015/ www.kidnesia.com)
36 Universitas Sumatera Utara
Dinding pada Museum Tsunami Aceh mengunakan konsep hubungan antar umat manusia. Hal tersebut diterapkan pada kulit bangunan eksterior. Ukiran kulit bangunan tersebut mengadopsi dari tari saman yang menurut sang arsiteknya melambangkan kekompakan dan kerja sama antar manusia Aceh. 2.3.2.5. Konsep Ruang Dalam 1. Ruang Space of Fear (Lorong Tsunami)
Gambar 2.35. Konsep Ruang Space of Fear (Lorong Tsunami) (Sumber : rinaldimunir.wordpress.com/ sp.beritasatu.com) Lorong tsunami merupakan akses awal untuk memasuki Museum Tsunami Aceh. Memiliki panjang 30 m dan tinggi mencapai 23 m melambangkan tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004. Air mengalir di kedua sisi dinding museum, suara gemuruh air, cahaya yang remang dan gelap, lorong yang sempit dan lembab, mendeskripsikan ketakutan masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi, atau disebut space of fear. 2. Ruang Memorial Hall Memorial Hall merupakan ruang kenangan yang memiliki 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh ada 26 Desember
37 Universitas Sumatera Utara
2004. Setiap monitor menampilkan gambar dan foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh pada saat tsunami sebanyak 40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide.
Gambar 2.36. Konsep Ruang Memorial Hall Sumber : www.bandaacehtourism.com Ruangan ini mengingatkan kembali kenangan tsunami yang melanda Aceh atau disebut space of memory yang tidak mudah untuk dilupakan dan dapat dipetik hikmah dari kejadian tersebut. Memorial hall ini dilengkapi dengan pencahayaan dari lubang-lubang sebuah ‘reflecting pool’ yang berada di atasnya dan ketinggian lantai pun berbeda-bedan level. 3. Ruang Sumur Doa Ruangan berbentuk silinder dengan cahaya remang dan ketinggian 30 meter ini memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama koban tsunami yang tertera disetiap dindingnya. Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan pengunjung yang memasuki ruangan ini dianjurkan untuk mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
38 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.37. Konsep Ruang Sumur Doa (Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015) Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang mengarah ke atas langit langit dan pad berada di ruangan ini terdengar suara lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. 4. Ruang Atrium Of Hope
Gambar 2.38. Konsep Ruang Atrium Of Hope (Sumber : www.bandaacehtourism.com) Ruangan ini adalah area berupa ruang yang besar, sebagai simbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan menggunakan ramp yang terlihat seperti jembatan (Jembatan perdamaian) untuk melintasi kolam dan atrium dan merasakan suasana hati yang lega.
39 Universitas Sumatera Utara
2.4.
Studi Kasus Sejenis Tabel 2.2. Studi Kasus Sejenis Judul, Tahun, Wilayah,
Tujuan Penelitian
Nama Peneliti
Metode Penelitian
Hasil Penelitian
dan Pendekatan
Studi Penerapan Arsitektur
Penelitian
Pasundan, Pada Bangunan
bertujuan
Selasar Seni Sunaryo, 2000.
mengkaji sejauh mana melakuan
Semarang, Rosina Indah
penerapan
Ayuni.
atau kaidah arsitektur menggunkan
metoda Arsitektur pasundan pada gagasan gagasan yang
local,
analisis cenderung dipengruhi oleh mederennitas yaitu :
Terapan Konsep Bangunan
ini Metode penelitian ini Bangunan selasar seni ini merupakan wadah untuk dilakukan dengan cara dalam
berkarya
yang
mencerminkan
survey, karakteristik sunaryo sebagai perupa yang
prinsip study literature, dan memadukan nilai nilai budaya local khususnya
khususnya deskriptif
Arsietektur pasundan dengan pengumpulan
1. Pemilihan tapak
pada desain bangunan data fisik dan non fisik
3. Bentuk
Selasar Seni Sunaryo
4. Penataan lingkungannya.
Bertujuan
mengkaji Penelitian
ini Dari hasil nalisis, hasil yang di dapat pada The
40 Universitas Sumatera Utara
Tradisional Bali pada Objek
terapan
nilai-nilai dilakukan
dengan Long House terdapat penerapan kelima konsep
Rancang-Bangun Karya
budaya
Popo Danes, 2013,
Indonesia, khususnya penelitian
kualitatif
1.
Pola Zoning
Surabaya, Poela Art
budaya Bali dari tiga yang bersifat deskriptif
2.
Elemen Struktur dan Konstruksi
Aprimavista, Mariana
objek
3.
Ragam Hias/ornament
Wibowo, dan Dody Wondo
rancangan
setiap
4.
Material
yang
5.
Elemen Pendukung
bangsa menguunakan motode bangunan tradisional Bali yaitu :
kajian untuk Popo secara
menjelaskan rinci
Danes yang dipilih, keadaan dengan menggunakan menyangkut 5
batasan
konsep rancangan Popo Danes Penerapan House pengaplikasiannya hanya ada
bangunan tradisional yang Bali
sebagai
ukur paramternya.
dengan
memiliki pada dua aspek, yaitu :
tolak keterikatan dengan ciri atau bangunan Bali.
tradisional
1.
aspek pola zoning dan tipologi ruang
konsep 2.
Penggunaan material.
41 Universitas Sumatera Utara
Perubahan Bentuk Bangunan
Penelitian
ini Dalam
Bale Tani Dan Bale
bertujuan
untuk digunakan
Bontar Di Dusun Sade
mengidentifikasi dan penelitian
Lombok Tengah, 2011,
menganalisis
Malang, Nur Fivi
perubahan secara fisik Data–data
1.
Atap
Anggraeny, Antariksa,
yang terjadi
2.
Material
Noviani Suryasari
pada bangunan Bale hasil survey primer,
3. Bentuk
Tani dan Bale Bontar melalui media foto,
4. Fasade.
di
Dusun
studi
ini, Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa telah metode terjadi perubahanperubahan
historis– yang terjadi pada bangunan Bale Tani dan Bale
kualitatif–deskriptif.
dari
pengumpulan
Bontar di Dusun Sade yaitu dari elemen :
Sade, alat pencatatan, dan
kemudian
alat
menganalisis
penggambaran,
serta
penyebab dan faktor- wawancara/interview faktor apa saja yang yang dilakukan dengan mempengaruhi
pihak–pihak yang
42 Universitas Sumatera Utara
perubahan tersebut
terkait. sekunder
Survey diperoleh
dari studi pustaka dan karya ilmiah Transformasi Tipologi Denah Bertujuan Bale Daja Pada Cottage membahas
untuk Tahapan Metode
Dari hasil penelitian, eksplorasi transformasi
bentuk Dibagi Menjadi 3
didapatkan 2 alternatif bentuk untuk cottage
Hotel Resort Teluk Lebangan, Arsitektur tradisional Yaitu:
jenis family room. Transformasi yang dipakai
2014, Malang, Biendra Azizi Bali asli dan juga
meliputi beberapa tahap dengan 4 modal utama
Wedhantara.
melihat sejauh mana perubahan yang telah dilakukan,
karakter
utama yang dimiliki, dan
juga
peraturan
1. Pengumpulan Data 2. Analisis Data 3. Pemaparan Hasil
yaitu : 1. Pemecahan (break) , pengirisan (cut) , penambahan (addition), dan pertautan (meshing). 2. Volume bangunan
43 Universitas Sumatera Utara
kosmologis dianut
yang
3. Perubahan ketinggian dan pelebaran 4. Skala
44 Universitas Sumatera Utara