BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Tanaman Binahong (Anredera cordifolia) Binahong atau Anredera cordifolia (Ten.) Steenis merupakan tanaman yang
memiliki nama genus Anredera dan tergolong Famili Basellaceae (Walters, 1989 dalam Rahmawati dkk, 2012). Binahong adalah tanaman obat dari daratan Tiongkok yang dikenal dengan nama asli dheng san chi, sedangkan di dunia intrnasional binahong dikenal dengan nama hearthleaf madeiravine (Suseno, 2013).Di Indonesia tanaman ini dikenal sebagai gendola yang sering digunakan sebagai gapura yang melingkar di atas jalan taman. Tanaman merambat ini perlu dikembangkan dan diteliti lebih jauh.Terutama untuk mengungkapkan khasiat dari bahan aktif yang dikandungnya. Berbagai pengalaman yang ditemui di masyarakat, binahong dapat dimanfaatkan untuk membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit berat (Manoi, 2009 dalam Rahmawati dkk, 2012). Dengan demikian, tanaman binahong atau di Indonesia dikenal sebagai gendola adalah tanaman yang tumbuh menjalar yang dapat berfungsi sebagai tanaman hias sekaligus tanaman obat yang perlu diteliti lebih lanjut untuk mengungkap khasiat yang dikandungnya.
7
Gambar 2.1. Tanaman Binahong (Badan POM RI, 2008). Berikut ini adalah klasifikasi tanaman binahong (A. cordifolia) : Kingdom
:
Plantae (tumbuhan)
Sub kingdom
:
Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio
:
Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio
:
Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
:
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Subkelas
:
Hamamelidae
Ordo
:
Caryophyllales
Familia
:
Basellaceae
Genus
:
Anredera
Species
:
Anredera cordifolia (Tenore) Steenis
Mus, 2008 (dalam Octavia, 2009).
8
2.1.1
Morfologi Tanaman Suseno (2013) mendeskripsikan bahwa: “tanaman binahong memiliki batang
yang lunak, berbentuk silindris, dan saling membelit satu sama lain. Batang berwarna merah dan memiliki permukaan yang halus.Adakalanya tanaman ini berbentuk seperti umbi-umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk yang tidak beraturan dan memiliki tekstur yang kasar.Jenis bunga pada tanaman binahong ini adalah majemuk yang tertata rapi menyerupai tandan dengan tangkai yang panjang.Bunga tersebut muncul di ketiak daun.Mahkota Bunga berwarna krem keputih-putihan dengan jumlah kelopak sebanyak 5 helai.Bunga ini cukup menarik karena memiliki aroma wangi yang khas.” Daun binahong memiliki ciri-ciri seperti: berdaun tunggal, memiliki tangkai yang pendek (subsessile), tersusun berseling-seling, daun berwarna hijau, bentuk daun menyerupai jantung (cordata), panjang daun 5-10 cm sedangkan lebarnya 3-7 cm, helaian daun tipis lemas dengan ujung yang meruncing, memiliki pangkal yang berlekuk (emerginatus), tepi rata, permukaan licin, dan bisa dimakan (Suseno, 2013)
2.1.2
Khasiat dan Kandungan Kimia Manfaat tanaman ini sangat besar dalam dunia pengobatan,secara empiris
binahong dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit.Seluruh bagian tanaman menjalar ini berkhasiat mulai dari akar, batang dan daunnya (Sulistyani dkk, 2012).Dalam pengobatan, bagian tanaman yang digunakan dapat berasal dari akar, batang, daun, dan bunga maupun umbi yang menempel pada ketiak daun. Tanaman 9
ini dikenal dengan sebutan Madeira Vinedipercaya memiliki kandungan antioksidan tinggi dan antivirus. Beberapa penyakit yang dapat disembuhkan dengan menggunakan tanaman ini adalah: kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke, wasir, rhematik, pemulihan pasca operasi, pemulihan pasca melahirkan, menyembuhkan segala luka dalam dan khitanan, radang usus, melancarkan dan menormalkan peredaran dan tekanan darah, sembelit, sesak napas, sariawan berat, pusing-pusing, sakit perut, menurunkan panas tinggi, menyuburkan kandungan, maag, asam urat, keputihan, pembengkakan hati, meningkatkan vitalitas dan daya tahan tubuh (Manoi, 2009 dalam Khunaifi, 2010). Ekstrak metanol daun binahong dapat menurunkan kadar glukosa darah (Sukandar, 2011., Makalalag, 2013). Salep ekstrak daun binahong memiliki efektivitas pada penyembuhan luka yang terinfeksi bakteri Staphilococcus aureus (Paju, 2013).Hasil uji fitokimia ekstrak daun binahong ditemukan senyawa polifenol, alkaloid dan flavonoid. Pada konsentrasi 25 % dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, pada konsentrasi 50 % dapat menghambat pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa (Khunaifi, 2010), juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella flexneri (Ainurrochmah dkk, 2013). Daun binahong mengandung flavonoid yang menunjukkan aktivitas antioksidan. Ekstrak etil asetat daun binahong mempunyai aktivitas rendah sebagai antioksidan dengan nilai IC 50 sebesar 1458,8 ppm
(Rahmawati dkk, 2012). Binahong mempunyai aktivitas biologis karena adanya senyawa bioaktif asam fenolat yang memiliki aktivitas antioksidan (Ekaviantiwi dkk, 2013). 10
Suseno (2013) menjelaskan bahwa dalam daun binahong terdapat aktivitas antioksidan, asam askorbat, dan total fenol yang sangat tinggi. Dalam daun binahong terdapat kadungan antibakterial dan sitotoksik, juga mengandung asam oleanolik yang memiliki khasiat sebagai antiinflamasi dan untuk mengurangi rasa nyeri pada luka bakar.Asam oleanolik tersebut merupakan golongan triterpenoid (antioksidan pada tanaman). Berikut ini beberapa penelitian yang menunjukkan adanya senyawa kimia yang terkandung dalam daun binahong, yaitu: a. Rahmawati dkk (2012), berhasil mengisolasi senyawa flavonoid 3, 5, 3’,4’tetrahidroksiflavonol. Aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat dan fraksi gabungan hasil KLT(fraksi C) memiliki nilai IC50 sebesar 1458,5 ppm dan 3230,8 ppm. Hasil ini menunjukan bahwa ekstrak etil asetat dan fraksi C daun binahong mempunyai aktivitas rendah sebagai antioksidan. b. Titis dkk (2013), berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa alkaloid pada ekstrak daun binahong. Isolat (ekstrak etanol) alkaloid adalah senyawa betanidin (C18H16N2O8) yang bersifat tidak sitotoksik dengan LC50sebesar 85,583 ppm. c. Ekaviantiwi dkk (2013), berhasil mengidentifikasi asam fenolat dari ekstrak etanol daun binahong, yang diduga mengandung asam p-kumarat. d. Khunaifi (2010), hasil uji fitokimia ekstrak daun binahong ditemukan senyawa Polifenol, Alkaloid dan Flavanoid, juga berfungsi sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. 11
e. Kumala
(2010), dalam identifikasi polifenol pada ekstrak daun binahong,
terdapat satu golongan polimer fenol alam melanin tumbuhan yaitu senyawa pirogalol dan sumber glikosida polifenol dari spesies Protea eximia. f. Murdiyanto dkk (2012) dalam identifikasi senyawa golongan triterpenoid ekstrak daun binahong, menemukan senyawa 2,3,19,23-tetrahidroksi-12-ene-24,28dimetil ester yang berfungsi sebagai anti bakteri.
2.2
Ekstraksi Senyawa Aktif (Metabolit Sekunder) Ekstraksi pelarut adalah metode pemisahan komponen dari suatu campuran
dengan menggunakan suatu pelarut dan bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam sampel.Ekstraksi membuat komponen-komponen kimia dalam sampel ditarik oleh pelarut kimia yang cocok yakni didasarkan pada kemampuan melarutkan zat aktif dalam jumlah yang maksimum, sehingga terbentuklah ekstrak (hasil ekstraksi yang mengandung berbagi komponen kimia).Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Khopkar, 1990). Salah satu metode ekstraksi pelarut yang sering digunakan adalah maserasi. Ekstraksi secara maserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam cairan penyari. Bahan simplisia yang telah dihaluskan disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya 12
maserasi berbeda-beda antara 4-10 hari. Semakin besarperbandingan cairan pengekstraksi terhadap simplisia, akan semakin banyak hasilyang diperoleh. Senyawa
metabolit
adalah
senyawa
yang
digolongkan
berdasarkan
biogenesisnya, artinya berdasarkan sumber bahan baku dan jalur biosintesisnya. Terdapat 2 jenis metabolit yaitu metabolit primer dan sekunder.Metabolit primer (polisakarida, protein, lemak dan asam nukleat) merupakan penyusun utama makhluk hidup, sedangkan metabolit sekunder meski tidak sangat penting bagi eksistensi suatu makhluk hidup tetapi sering berperan menghadapi spesies-spesies lain (Manitto, 1981 dalam Rustaman dkk, 2007). Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis oleh suatu makhluk hidup bukan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi untuk mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan ekosistem. Dalam proses interaksi dengan lingkungan hidupnya, seringkali kadar metabolit sekunder yang disintesis berubah-ubah. Secara khusus, senyawa metabolit sekunder mempunyai fungsi umum yaitu sebagai alat pengikat (attactant) bagi serangga atau hewan lainnya untuk membantu penyerbukan, sebagai alat penolak (repellant) terhadap gangguan hama atau hewan pemangsanya, dan sebagai alat pelindung (protectant) terhadap kondisi lingkungan fisik yang ekstrim. Persyaratan untuk mengekstraksi bahan kandungan tumbuhan adalah tingkat kehalusan yang cocok dari material awal, dengan meningkatnya tingkat kehalusan, maka luas permukaan yang terkena cairan ekstraksi akan semakin besar. Serbuk dengan penghalusan yang tinggi kemungkinan sel-sel yang rusak juga semakin besar, 13
sehingga memudahkan pengambilan bahan kandungan langsung oleh bahan pelarut (Octavia, 2009 dalam Sriwahyuni, 2010). 2.2.1 Flavonoid Flavonoidmerupakan senyawa fenolikterbesar dan banyak ditemukan di alam.Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan.Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6C3-C6.(Ahmad, 1989).
Gambar 2.2. Kerangka Struktur Flavonoid (Ahmad, 1989) Beberapa flavonoid mempunyai sifat anti-inflamasi, anti-hepatotoksik, antitumor, anti-mikrobia, dan anti-virus.Namun, kebanyakan flavonoid merupakan senyawa antioksidan (Nahar, 2009).Aktivitas flavonoid sebagai anti-mikroba yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka disebabkan oleh kemampuannya untuk menumbuk kompleks denganprotein ekstraseluler dan terlarut, dan dengan dinding sel. Flavonoid yang bersifat lipofollik mungkin juga akanmerusak membran sel mikroba. Rusaknya membran dan dinding sel akan menyebabkan metabolit penting di dalam sel akan keluar, akibatnya terjadi kematian sel (Noorhamdani dkk, 2012). 14
2.2.2
Alkaloid Alkaloidadalah senyawa yang mengandung nitrogen yang bersifat basa.Sifat
basa tersebut tergantung dari adanya pasangan elektron pada nitrogen.Sebagian besar alkaloida mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk cincin heterosiklik nitrogen serta mengandung subtituen yang tidak terlalu bervariasi. Atom nitrogen alkaloida hampir selalu berada dalam bentuk gugus amin (-NR2) atau gugus amida (-CO –NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus nitro (NO2) atau gugus diazo. Sedang subtituen oksigen biasanya ditemukan sebagai gugus fenol (-OH), metoksil (-OCH3) atau gugus metilendioksi (-O–CH2–O). Subtituen-subtituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri sebagian besar alkaloida (Lenny, 2006).
N
Gambar 2.3. Struktur alkaloid Kuinolin (Lenny, 2006). Sejumlah alkaloid alami dan turunannya telah dikembangkan sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit (Nahar, 2009).Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson, 1995 dalam Khunaifi, 2010).
15
2.2.3
Terpenoid Terpenoid disebut sebagai terpene, adalah kelompok terbesar dari senyawa
alami. Banyak terpen memiliki aktivitas biologis dan digunakan untuk pengobatan penyakit manusia. Terpenoid memiliki aktivitas biologis untuk melawan kanker, malaria, peradangan, dan berbagai penyakit menular (virus dan bakteri) (Wang dkk, 2005).
OH Nerol
Gambar 2.4. Struktur senyawa golongan terpenoid (Wang dkk, 2005) 2.2.4
Saponin Saponin adalah senyawa glikosida triterpena dan sterol yang tersebar luas
pada tumbuhantingkat tinggi.Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi dengan kemampuannya membentuk busa yang mantap (tahan lama) ketika diekstraksi dan menghemolisis darah.Saponin memiliki sifat antimikroba, baik triterpen maupun steroidal (Naidu, 2000 dalam Kusuma, 2012).Saponin memiliki rasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lender (Kusuma, 2012). Robinson (1995), menyatakan bahwabeberapa saponin bekerja sebagai antimikroba dan saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari
16
beberapa tumbuhan dengan hasil yang baik dan digunakan sebagai bahan bakuuntuk sintesis hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter (Khunaifi, 2010)
2.3
Spektrofotometer Inframerah Spektrofotometri inframerah (IR) sangat penting dalam kimia modern,
terutama (meskipun bukan satu-satunya) dalam daerah organik.Spektrofotometer ini merupakan alat rutin untuk mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawaan, dan menganalisis campuran (Day and Underwood, 2001).Sasaran analisis kualitatif spektrofotometri IR secara umum adalah zat-zat organik, walaupun dapat juga untuk zat anorganik.Radiasi inframerah yang dipakai harus berada pada rentang frekuensi yang sesuai dengan rentang getaran alamiah dari molekul agar memperoleh informasi gugus molekul dari zat yang dianalisis (Mulja dan Suharman, 1995). 2.3.1
Peralatan Spektrometer inframerah umumnya merupakan spectrometer double-beam
(berkas ganda) dan terdiri dari lima bagian utama : sumber radiasi, daerah cuplikan, fotometer, kisi difraksi (monokromator) dan detektor. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui
cuplikan,
dipecah
menjadi
frekuensi-frekuensi
individunya
dalam
monokromator dan intensitas relatif dari ferkuensi individu diukur oleh detektor.
17
1. Sumber radiasi Radiasi inframerah biasanya dihasilkan oleh pemijar Nerts dan Globar.Pemijar Nerst merupakan batang cekung dari Sirkonium dan Ytrium oksida yang dipanasi hingga 1500ºC dengan arus listrik.Pemijar Globar merupakan batang silikon karbida yang dipanasi hingga 1200ºC, sehingga memancarkan radiasi continyu pada daerah 1-40 µm. 2. Monokromator Monokromator terdiri dari sistem celah masuk dan celah keluar, alat pendispersi yang berupa kisi difraksi atau prisma, dan cermin untuk memantulkan dan memfokuskan sinar. Bahan prisma adalah natrium klorida,kalium bromida dan litium flourida. Prisma natrium klorida paling banyak digunakan, karena dispersinya tinggi untuk daerah 5,0-16 µm, tetapi kurang baik untuk daerah 1,05,0 µm. 3. Detektor Sebagian besar alat modern menggunakan detektor panas.Detektor fotolistrik tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sinar inframerah, karena energi foton inframerah tidak cukup besar untuk membebaskan elektron dari permukaan katoda (Supratman, 2008). 2.3.2
Vibrasi Molekul Ada dua macam vibrasi molekul, yaitu vibrasi ulur dan vibrasi tekuk.Pada
vibrasi ulur terjadi perubahan-perubahan sinambung jarak dua atom dalam satu molekul.Sedangkan pada vibrasi tekuk terjadi perubahan sudut pada dua ikatan kimia 18
secara seimbang (Mulja dan Suharman, 1995).Vibrasi ulur (stretching)mengakibatkan terjadinya perpanjangan atau pemendekan ikatan, sedangkan vibrasi tekuk (bending) mengakibatkan terjadinya pembesaran dan pengecilan sudut ikatan. 2.3.3
Spektrum Inframerah Spektrum inframerah suatu senyawa adalah grafik dari panjang gelombang
atau frekuensi atau bilangan gelombang secara berkesinambungan berubah sepanjang suatu daerah sempit dari spektrum elektromagnetik, versus transmitan-persen atau absorbans (A) (Fessenden dan Fessenden, 1982). Kebanyakan spektrum inframerah merekam panjang gelombang atau frekuensi versus % T. Bila suatu senyawa menyerap radiasi pada suatu panjang gelombang tertentu, intensitas radiasi yang diteruskan oleh contoh berkurang.Ini mengakibatkan suatu penurunan dalam %T dan terlihat pada spektrum sebagai suatu sumur (dip) yang disebut puncak absorpsi atau pita absorpsi.Bagian spektrum dimana %T menunjukkan angka 100 (atau hampir 100) disebut garis dasar (base line), yang direkam pada spektrum inframerah pada bagian atas (Fessenden dan Fessenden, 1982). Banyaknya gugus identik dalam sebuah molekul akan mengubah kuat relatif pita absorpsi dalam suatu spektrum inframerah. Misalnya, suatu gugus tunggal dalam sebuah molekul menghasilkan absorpsi yang agak kuat, sedangkan absorpsi suatu gugus C-H tunggal relatif lemah.Tetapi jika suatu senyawa mempunnyai banyak ikatan C-H, maka efek gabungan dari absorpsi C-H ini menghasilkan suatu puncak yang bersifat medium atau bahkan kuat (Fessenden dan Fessenden, 1982). 19
2.4
Uji Toksisitas dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Senyawa bioaktif hampir selalu toksik pada dosis tinggi.Oleh karena itudaya
bunuh in vitro dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakanuntuk menguji ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan untukmemonitor fraksi bioaktif selama fraksinasi dan pemurnian. Salah satu organismeyang sangat sesuai untuk hewan uji tersebut adalah brine shrimp atau larva udang (Lenny, 2006). Uji bioaktivitas merupakan suatu uji pendahuluan untuk mengamati efek farmakologi suatu senyawa.Penggunaan brine shrimp sebagai uji bioaktivitas memiliki beberapa keuntungan yaitu cepat, murah, sederhana (tidak memerlukan keterampilan dan peralatan khusus), hasilnya dapat dipercaya dan memiliki spektrum aktivitas farmakologi yang luas.Pengujian bioaktivitas dengan menggunakan brine shrimp ini disebut dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al, 1982 dalam Adelyna, 1999). Dalam uji ini diamati tingkat mortalitas larva udang yang disebabkan oleh ekstrak tumbuhan. Senyawa yang aktif akan menghasilkan tingkat mortalitas yang tinggi. Data yang diperoleh akan diolah untuk mendapatkan nilai LC 50 (Lethal Concentration 50 %) pada tingkat kepercayaan 95 % dengan menggunakan Probit Analysis Method. LC50 merupakan besarnya konsentrasi (ppm) ekstrak yang diuji untuk dapat mematikan 50% dari hewan uji. Komponen yang diuji bioaktivitasnya dengan metode Brine Shrimp Lethality Test dinyatakan sangat toksik apabila memiliki LC50 ≤ 30 ppm, toksik apabila memiliki LC 50 ≤ 1000 ppm dan tidak toksik apabila LC50 ˃ 1000 ppm (Meyer et al, 1982 dalam Adelyna, 1999). 20
2.5
Larva Udang Artemia salinaLeach Artemia salina merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda.
Merekaberkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). Oleh Linnaeus pada tahun 1778, Artemia diberi namaCancer salinus. Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach. Artemia hidup plantonik diperairan yang berkadar garam tinggi.Suhu yang dikehendaki berkisarantara 25-300C, oksigen terlarut sekitar 3 mg/L, dan pH 7,3-8,4. Sebagai plankton, Artemia tidak dapat mempertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membelah diri. Apabila telur-telur Artemia yang kering direndam dalam air laut dengan suhu 25 0C, maka akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Dari dalam cangkang akan keluar larva yang dikenal dengan nama nauplius.Dalam perkembangan selanjutnya nauplius akan mengalami 15 kali perubahan bentuk. Nauplius tingkat I = instar I, tingkat II = instar II, tingkat III = instar III, demikian seterusnya sampai instar XV. Setelah itu nauplius berubah menjadi Artemia dewasa (Jeunib, 2009). Artemia yang baru menetas disebut dengan nauplius. Nauplius berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar sekitar 170 mikron, dan berat 0,002 mg. Nauplius mempunyai sepasang antenulla dan sepasang antena. Antenulla berukuran lebih kecil dan pendek dibandingkan denganantenna.Selain itu, diantara antenulla terdapat bintik mata yang disebut denganoccellus.Sepasang mandibula rudimenter terdapat dibelakang antenna, danlabrum (semacam mulut) terdapat di bagian ventral, seperti pada gambar 2.5. 21
Gambar 2.5. Larva Udang Artemia salina Leach (Sriwahyuni, 2010) Farihah (2008) dalam Sriwahyuni (2010) menyebutkan bahwa larva udang (Brine shrimp)memiliki klasifikasi sebagai berikut: Kerajaan
: Animalia
Divisi
: Arthropoda
Subdivisi
: Crustacea
Kelas
: Branchiopoda
Bangsa
: Anostraca
Suku
: Artemiidae
Marga
: Artemia L.
Jenis
: Artemia salina Leach Siklus hidup A. salina bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur.
Setelah 15-20 jam pada suhu 25 0C kista akan menetas menjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan tetapmenyelesaikan perkembanganya kemudian berubah menjadi naupli yang akan bisa berenangbebas. Pada awalnya naupli akanberwarna orange kecoklatan
22
karena masih mengandung kuning telur (Sugara dkk, 2008).Siklus hidup A. salinadapat diamati pada gambar 2.6di bawah ini.
Gambar 2.6. Siklus Hidup Artemia salina Leach (Jeunib, 2009) Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnyabelum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jamArtemia akan ganti kulit dan memasukitahap larva kedua. Dalam fase ini Artemiaakan mulai makan, dengan pakan berupa mikroalga, bakteri, dan detritus organik lainya. Pada dasarnya Artemiatidak memilih jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia dalam air denganukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa dalam kurun waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata
23
berukuran sekitar 8 mm. meskipundemikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm (Sugara dkk, 2008).
24