6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakikat Belajar Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa Indonesia. Disana dipaparkan bahwa belajar diartikan sebagai perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar adalah sebuah akibat dari adanya stimulus dan
respon. Seseorang telah dianggap belajar apabila dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Stimulus adalah apa saja yang diberikan pendidik kepada peserta didik, sedangkan respon adalah tanggapan peserta didik atas stimulus yang diterima tersebut. Baik stimulus maupun respon, keduanya merupakan sesuatu yang harus dapat diamati dan diukur. Menurut Udin S. Winataputra (2006: 32) ada tiga atribut pokok belajar sebagai berikut : a. Proses Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan telah belajar apabila fikiran dan perasaannya aktif. Perwujudan dari aktivitas fikiran dan perasaan peserta didik dapat diamati dari hasil belajarnya. b. Perubahan Perilaku Hasil dari proses belajar adalah adanya perubahan atau penambahan perilaku. Perubahan atau penambahan perilaku ini dapat berupa perubahan atau 6
7
penambahan pengetahuan (kognitif), keterampilan motorik (psikomotor), atau penguasaan nilai-nilai (afektif). c. Pengalaman Belajar adalah mengalami. Belajar terjadi di dalam interaksi antara individu dengan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang merangsang dan menantang siswa untuk belajar. B. Hasil Belajar Hasil belajar adalah suatu puncak proses belajar. Hasil belajar tersebut menjadi kelihatan terutama karena diadakannya proses evaluasi oleh pendidik. Hasil belajar dapat berupa dampak pengajaran dan dampak pengiring yang keduanya sangat bermanfaat bagi pendidik maupun peserta didik. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar. Hasil belajar adalah kemampuan aktual yang dapat diukur secara langsung yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah dicapai. Tiga ranah yang mengalami perubahan tingkah laku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam ranah kognitif hasil belajar tersusun dalam enam tingkatan, yaitu (1) pengetahuan atau ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) sintesis, (5) analisis, dan (6) evaluasi. Adapun ranah psikomotorik terdiri dari lima tingkatan, yakni : a. peniruan (menirukan gerak),
8
b. penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak), c. ketepatan (melakukan gerak dengan benar), d. perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar), dan e. naturalisasi (melakukan gerakan secara wajar) Sedangkan ranah afektif terdiri dari lima tingkat, yaitu: a. pengenalan (sadar akan adanya sesuatu), b. merespon (aktif berpartisipasi), c. penghargaan (menerima dan setia pada nilai-nilai tertentu), d. pengorganisasian (menghubungkan nilai-nilai yang dipercaya), dan e. pengalaman (menjadikan nilai-nilai yang diyakini sebagai bagian dari pola hidup). C. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Menurut Nursid Sumaatmadja (2006 : 8.23-8.33) Ilmu Pengetahuan Sosial adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Banyak aspek yang harus dipelajari dalam mata pelajaran IPS ini. Diantaranya adalah aspek ekonomi, aspek kejiwaan, aspek budaya, aspek sejarah (waktu), aspek tempat (ruang), aspek politik dan lain-lain. Disamping itu masih ada lagi aspek norma, aspek nilai, aspek seni dan sebagainya yang masuk dalam ranah humaniora. Sebetulnya beberapa aspek yang ada dalam mata pelajaran IPS telah didapatkan setiap manusia secara alamiah melalui interaksi dengan lingkungannya. Tapi itu saja belum cukup untuk menghadapi kehidupan yang memiliki persoalan yang semakin berkembang. Oleh
9
karena itu diselenggarakannya pendidikan IPS secara formal di lembaga-lembaga pendidikan menjadi tuntutan yang tidak dapat diabaikan. Secara umum pendidikan IPS di sekolah memiliki tujuan untuk membina peserta didik menjadi warga Negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan Negara. Sedangkan fungsi IPS sebagai pendidikan adalah untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan sosial yang berguna, keterampilan sosial dan intelektual, dalam membina perhatian serta kepedulian sosialnya sebagai sumber daya manusia Indonesia yang bertanggung jawab merealisasikan tujuan nasional. Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran IPS untuk SD/MI tertuang bahwa pendidikan IPS mengkaji fakta, konsep, dan generalisasi tentang berbagai isu global. Materi IPS SD/MI terdiri dari geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi, untuk mengarahkan peserta didik menjadi warga Negara yang demokratis, bertanggung jawab dan menjadi warga dunia yang cinta damai. Pelajaran IPS sendiri dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat yang dinamis. Tujuan mata pelajaran IPS untuk SD/MI adalah agar peserta didik memiliki kemampuan : a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,
10
b. Memiliki kemampuan dasar berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, c. Memiliki
komitmen
dan
kesadaran
terhadap
nilai-nilai
sosial
dan
kemanusiaan, d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional, dan global. Ruang lingkup mata pelajaran IPS SD/MI meliputi : a. Manusia, tempat, dan lingkungan, b. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan, c. Sistem sosial dan budaya, dan d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Terkait dengan karakteristik belajar siswa sekolah dasar menurut Surya,dkk (2006 : 8.23-8.33) adalah proses perubahan perilaku sebagai hasil belajar anak menyangkut pola-pola dasar : a. Generalisasi, yakni anak mampu untuk mengenal kesamaan-kesamaan suatu obyek, sehingga mampu membuat kesimpulan, b. Diskriminasi, yakni anak mampu membedakan suatu rangsangan dengan rangsangan yang lain. Selain itu anak mampu melihat ciri khas suatu obyek yang berbeda dengan obyek yang lain, c. Pembentukan, yakni anak mampu secara bertahap melakukan pembentukan perilaku yang dikehendaki orang lain, dan
11
d. Penghapusan, yakni anak mampu menghapus atau menghilangkan perilakuperilaku yang tidak dikehendaki dan tidak diperlukan. Sedangkan karakteristik umum siswa sekolah dasar meliputi : a. Perkembangan kognitif berada dalam taraf berfikir intuitif (melalui persepsi dan pengamatan), bukan karena aktifitas mental dan berpikir dari konkret operasional, b. Mengenal obyek dimulai dari sesuatu yang bersifat keseluruhan menuju ke bagian-bagian, c. Mengenal obyek dari sesuatu yang sederhana menuju ke kompleks, d. Memiliki lingkungan yang makin meluas, e. Proses belajar sulit dipisahkan dari proses bermain, f. Mulai suka membangun kelompok-kelompok sebaya, dan g. Mulai belajar menguasai berbagai keterampilan dasar. D. Pendekatan Cooperative Learning Pendekatan pembelajaran kooperatif (pendekatan cooperative lerning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru memanfaatkan kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan belajar, dan memungkinkan siswa memaksimalkan proses belajar satu sama lain. Perlunya pendekatan pembelajaran kooperatif didasarkan pada kenyataankenyataan sebagai berikut:
12
a. Siswa berbeda satu sama lain. Masing-masing memiliki latar belakang, pengalaman, gaya belajar (learning style), prestasi, dan keinginan/kehendak yang khas. Guru tidak boleh menganggap kelas sebagai kumpulan siswa yang seragam. Namun di lain pihak, guru juga tidak mungkin memperhatikan kekhasan siswa satu demi satu, b. Belajar membutuhkan bermacam-macam konteks. Dengan bekerja bersama, tiap-tiap anggota kelompok memberi sumbangan sesuai dengan konteks yang dikenalnya masing-masing, c. Belajar bukan hanya terjadi dalam diri seseorang secara individual tetapi lebih-lebih merupakan proses sosial antara individu dengan orang-orang lain, d. Hubungan saling-bergantung secara sosial (social interdependence) di antara orang-orang yang berinteraksi mempengaruhi hasil interaksi di antara mereka, dan e. Sebagai bagian dari kecakapan hidup (life skills), kecakapan interpersonal siswa perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran. Kerja bersama dalam kelompok kecil melatih kecakapan interpersonal dan sekaligus menjadi sarana pencapaian hasil belajar. Pendekatan pembelajaran cooperative learning yang dapat dilaksanakan oleh guru memiliki beberapa teknik antara lain : (1) teknik sebaran prestasi, (2) teknik susun gabung/jigsaw, (3) teknik penyelidikan berkelompok, (4) teknik cari pasangan, dan (5) teknik tukar pasangan.
13
Dari beberapa pendekatan cooperative learning, teknik susun gabung (jigsaw) memiliki karakteristik yang unik. Teknik susun gabung ini memungkinkan siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam pelaksanaan pendekatan coperatif learning model susun gabung adalah seperti berikut ini. a. Tahap pertama, peserta didik dikelompokkan dalam bentuk kelompok kecil antara empat sampai enam orang. Agar manfaat belajar lebih optimal, keanggotaan kelompok seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun karakteristik lainnya, b. Tahap kedua, setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari bagian dari suatu materi tertentu, c. Tahap ketiga, peserta didik atau perwakilan kelompok masing-masing bertemu dengan anggota kelompok lain yang mempelajari materi yang sama untuk mendiskusikan dan memahami materi yang mereka pelajari, d. Tahap keempat, setelah masing-masing perwakilan menguasai materi yang menjadi tugasnya, mereka kembali ke kelompok masing-masing (kelompok asalnya), e. Tahap kelima, masing-masing anggota saling menjelaskan kepada anggota sekelompoknya agar saling memahami seluruh materi yang ditugaskan guru, dan
14
f. Tahap keenam, guru memberikan tes/kuis secara individual untuk mengetahui pemahaman materi oleh peserta didik, Cooperative learning model susun gabung ini sangat baik diterapkan dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar. Alasannya adalah : a. dapat menumbuhkan tanggung jawab peserta didik sehingga terlibat langsung secara aktif untuk memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok, b. karakteristik mata pelajaran IPS yang memiliki aspek sangat luas dan dinamis dapat dikuasai siswa secara lebih efektif, dan c. siswa lebih mudah memahami penjelasan materi menggunakan “versi bahasa” mereka daripada versi bahasa orang dewasa (guru).
(disarikan dari :
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD, Indrawati & Wanwan Setiawan, 2009: 2) Unsur-unsur dasar dan Ciri-ciri Pendekatan cooperative lerning
yang perlu
ditanamkan pada diri siswa agar cooperative learning lebih efektif adalah sebagai berikut : a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”, b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam kelompoknya, disamping
tanggung
mempelajari materi yang dihadapi,
jawab
terhadap diri sendiri, dalam
15
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama, d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara anggota kelompok, e. Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok, f. Para
siswa
berbagi
kepemimpinan
sementara
mereka
memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar, dan g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Sementara itu, pembelajaran yang menggunakan pendekatan cooperative lerning pada umumnya memiliki ciri-ciri seperti berikut ini. a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif umtuk menuntaskan materi belajarnya, b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda, dan d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu. Mempertimbangkan karakteristik mata pelajaran IPS dan karakteristik siswa sekolah dasar, maka penelitian yakin pendekatan
cooperative learning model
16
susun gabung ini tepat dilaksanakan pada pembelajaran IPS kelas IV SD Negeri kaliagung. Peneliti berharap pendekatan cooperative learning jenis ini menjadi jawaban atas rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS. Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunkan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal. Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi kegiatan belajar berpusat pada siswa, dan guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup. Pembelajaran kooperatif terutama teknik jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. Dalam Cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
17
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah
norma
yang berhubungan
dengan
hasil belajar,
pembelajaran Cooperatif Learning dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. E. Kerangka Berpikir Pembelajaran IPS di kelas IV SD Negeri Kaliagung selama ini dilaksanakan dengan pendekatan konvensional berupa kegiatan ceramah, membaca, dan menulis. Kegiatan pembelajaran seperti ini ternyata kurang menarik minat siswa. Siswa menjadi bosan. Materi IPS yang sangat luas dan selalu berkembang sulit dikuasai siswa. Tujuan pembelajaran IPS tidak dapat tercapai secara maksimal. Akibatnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS menjadi rendah. Melalui Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti akan menggunakan pendekatan cooperative learning
dalam
pembelajaran.
Pendekatan
cooperative
learning
akan
memungkinkan siswa mempelajari materi IPS lebih mudah dan menarik. Dengan demikian tujuan pembelajaran akan tercapai secara efektif. Kondisi seperti ini sudah barang tentu akan meningkatkan hasil belajar siswa. Secara ringkas kerangka berpikir peneliti dapat digambarkan sebagai berikut :
18
E. Hipotesis Tindakan Berdasarkan pada uraian di depan peneliti mengajukan hipotesis tindakan sebagai berikut : “Pendekatan cooperative lerning dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Negeri Kaliagung”