BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Kombinasi Bisnis Jika kita bicara kepada sebuah kombinasi bisnis maka penulis tertarik untuk menguraikan pembahasan tentang investor. Menurut Hapyani P, N pada tahun 2012 mengungkapkan, teori ini berdasarkan pemikiran bahwa manager akan mengumumkan kepada investor ketika mendapatkan informasi yang baik, bertujuan sebagai nilai tambah perusahaan untuk naik ke jenjang yang lebih baik lagi namun investor tidak akan mempercayai tersebut dengan mudah, karena manager merupakan “Interest Party”. Solusinya adalah perusahaan bernilai tinggi akan berusaha melakukan Signaling pada Financial Policy mereka yang memakan biaya besar sehingga tidak dapat diperoleh perusahaan yang memiliki nilai lebih rendah. Signal adalah proses yang memakan biaya berupa deadweight costing, bertujuan untuk menyakinkan investor tentang nilai peruahaan. Signal yang baik adalah yang tidak dapat ditiru oleh perusahaan lain yang memeiliki nilai lebih redah karena faktor biaya. Hal ini tidak akan dapat diikuti oleh perusahaaan yang lebih kecil, karena mereka akan lebih rentan mengalami kebangkrutan jika melakukan (signaling).
11
12
Hal ini akan menciptakan sebuah (separating equilibrium) yaitu dimana perusahaan yang memiliki nilai perusahan yang lebih tinggi akan menggunakan lebih banyak hutang dan perusahaan yang memiliki nilai yang lebih rendah akan lebih banyak menggunakan equity. Teori ini akan mengungkapkan bahwa investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan perusahaan yang memiliki nilai rendah dengan mengobservasi kepemilikan struktur pemodalannya serta menandai valuasi tinggi untuk perusahaan yang hightly levered. Ekuilibrium stabil karena perusahaan bernilai rendah tidak dapat meniru perusahaan yang lebih tinggi. Selanjutnya Kelebihan teori ini adalah kemampuan menjelaskan mengapa terjadi peningkatan harga saham sebagai tanggapan terhadap peningkatan financial leverage. Kelemahan dari model ini adalah ketidakmampuan dalam menjelaskan hubungan kebalikan antara profitabilitas dan laveragge. Kelemahan lain adalah tidak dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan dan nilai intangible asset tinggi harus menggunakan lebih banyak hutang dari pada perusahaan yang mature (tangible asset tinngi) yang tidak menggunakan hutang, akan tetapi didalam teori diperlukan untuk mengurangi efek dari ketidak simetrisan informasi. Jadi penulis menyimpulkan dari keterangan diatas bahwa, Signaling Theory adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan berkualitas tinggi yang melakukan metode tersebut untuk memberikan signal kepada investor dengan harapan investor mempercayai kualitas dari perusahaan dan bersedia sebagai pemegang saham atas hasil laporan keuangan yang positif tersebut.
13
Selanjutnya penulis akan menjelaskan sebuah penggabungan usaha yaitu, kombinasi Bisnis adalah suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis. Transaksi yang kadangkala disebut sebagai “Penggabungan Sesungguhnya (True Marger)” atau “Penggabungan Setara (Marger Of Equals)” juga merupakan kombinasi bisnis sebagai mana istilah ini dipergunakan dalam pernyataan ini (IAI, 2012). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Indonesia Nomor 22 (PSAK No. 22) Tahun Per 1 Juni 2012 mendefinisikan bahwa dalam suatu kombinasi bisnis yang terutama disebabkan oleh pertukaran kepentingan ekuitas, pihak pengakuisisi biasanya adalah entitas yang menerbitkan kepentingan ekuitas tersebut. Namun demikian, dalam beberapa kombinasi bisnis yang biasa disebut akuisisi terbalik, entitas yang menerbitkan ekuitas tersebut merupakan pihak diakuisisi. Kondisi dan fakta lain yang terkait juga dipertimbangkan dalam mengidentifikasi pihak pengakuisisi dalam kombinasi bisnis yang disebabkan oleh pertukaran kepentingan ekuitas, termasuk : a) Bagian Hak Suara dalam Entitas Hasil Penggabungan Setelah Kombinasi Bisnis, pihak pengakuisisi biasanya entitas yang bergabung yang pemiliknya merupakan kelompok usaha yang mempertahankan atau memperoleh porsi terbesar atas hak suara entitas hasil penggabungan. Dalam menentukan kelompok pemilik mana yang mempertahankan atau memperoleh porsi terbesar atas hak suara, entitas mempertimbangkan adanya pengaturan has suara khusus atau tidak biasa serta opsi, waran atau efek dapat dikonversi.
14
b) Keberadaan kepentingan suara minoritas yang besar dalam entitas hasil penggabungan jika tidak ada pemilik lain atau kelompok pemilik terorganisasi lain yang mempunyai kepentingan suara signifikan. Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang bergabung yang memiliki tunggal atau kelompok pemilik terorganisasi dari entitas tersebut memiliki kepentingan suara minoritas terbesar dalam entitas hasil penggabungan. c) Komposisi organ pengatur entitas hasil penggabungan. Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang bergabung yang pemiliknya mempunyai kemampuan untuk memilih atau menunjuk atau mengganti anggota organ pengatur entitas hasil penggabungan. d) Komposisi manajemen senior entitas hasil penggabungan. Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang bergabung yang manajemen (sebelumnya) mendominasi manajemen entitas hasil penggabungan. e) Ketentuan pertukaran kepentingn entitas. Pihak pengakuisisi biasanya merupakan entitas yang bergabung yang membayar premium diatas nilai wajar sebelum kombinasi bisnis dari kepentingan ekuitas entitas yang bergabung lainnya.
Pengertian penggabungan usaha secara umum adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain.
15
Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain, atau pembelian aktifa neto suatu perusahaan, secara teori penggabungan usaha dapat berupa marger dan akuisisi. Dalam suatu kombinasi bisnis, pada umumnya pihak pengakuisisi akan menjalani suatu proses akuisisi, atau yang dikenal sebagai proses marger dan akuisisi (M&A), yang merupakan serangkaian aktivitas yang akan berakhir (atau dapat juga tidak berkahir) pada terjadinya transfer kepemilikan dari pihak penjual ke pihak pembeli. Selain itu Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 2012) dalam Pernyataan Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 22 menyatakan, dalam kombinasi bisnis pihak pengakuisisi dan pihak diakuisisi (atau pemilik sebelumnya) menukarkan hanya kepentingan ekuitas, nilai wajar tanggal akuisisi dari kepentingan ekuitas pihak diakuisisi mungkin dapat diukur secara lebih andal daripada nilai wajar tanggal akuisisi dari kepentingan ekuitas pihak pengakuisisi. Dengan demikian, pihak pengakuisisi menentukan Goodwill dengan menggunakan nilai wajar tanggal akuisisi dari kepentingan ekuitas yang dialihkan. Untuk menentukan nilai Goodwill suatu kombinasi bisnis yang tidak terdapat imbalan yang dialihkan, pihak pengakuisisi menggunakan nilai wajar tanggal akuisisi dari kepentingan ekuitas pihak pengakuisisi pada pihak diakuisisi yang ditentukan dengan menggunakan teknik penilaian dan bukan nilai wajar tanggal akuisisi dari imbalan yang dialihkan.
16
De Pamphilis (2012, Hal: 138-139) memberikan penjelasan mengenai adanya 10 fase dalam proses Marger dan Akuisisi (M&A), dimana dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok aktivitas yang berbeda yaitu aktivitas terkait keputusan praakuisisi dan paska-akuisisi. Negosiasi yang dilakukan perusahaan satu dengan yang lainnya yang saling terkait dan bersamaan, merupakan fase yang krusial dalam proses akuisisi. Keputusan untuk melakukan pembelian atau tidak jadi membeli akan ditentukan sebagai suatu proses iterasi yang terus menerus terjadi melalui 4 (empat) aktivitas yang membentuk fase negosiasi. Adapun fase-fase proses M&A dapat diringkaskan menjadi, sebagai berikut :
a) Fase 1 : Rencana Bisnis (Business Plan) – Mengembangkan rencana strategi untuk keseluruhan bisnis. b) Fase 2 : Rencana Akuisisi (Acquisitions Plan) – Mengembangkan rencana akuisisi yang mendukung rencana bisnis. c) Fase 3 : Mencari (Search) – Secara aktif mencari calon perusahaan atau bisnis target akuisisi. d) Fase 4 : Menyaring (Screen) – Menyaring dan menetapkan prioritas atau calon perusahaan atau bisnis target akuisisi. e) Fase 5 : Membangun Kontak Pertama (Frist Contact) – Memulai membangun kontak (hubungan) dengan perusahaan target akuisisi. f) Fase 6 : Negosiasi (Negotiation) – Menyusun dan memperbaharui kertas kerja penilaian, menyusun struktur transaksi akuisisi, melakukan kajian menyeluruh (Due Diligence) dan mengembangkan rencana pendanaan.
17
g) Fase 7 : Rencana Intergrasi (Integration Plan) – mengembangkan suatu rencana untuk mengintegrasikan bisnis yang akan diakuisisi kedalam bisnis pihak pengakuisisi. h) Fase 8 : Penutupan Transaksi (Closing) – memperoleh persetujuan yang terkait, mengatasi isu-isu yang timbul paska-akuisisi, dan menjalankan transaksi penutupan. i) Fase 9 : Integrasi (Integration) – melaksanakan integrasi paska-penutupan transaksi akuisisi. j) Fase 10 : Evaluasi (Evaluation) – melaksanakan evaluasi paska-penutupan transaksi akuisisi. Setelah memperhatikan proses fase-fase dalam M&A maka penulis memberikan sedikit gambaran bahwa, perusahaan yang melakukan M&A adalah perusahaan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dari 2 (dua) perusahaan atau lebih menjadi kesatuan atas perusahaan dengan memperhatikan proses diatas dan untuk mengurangi adanya persaingan yang kurang sehat. Adapun diagram alur proses M&A, dapat ditunjukkan sebagai berikut :
18
Gambar 2.1 Diagram Alur Proses Marger dan Akuisisi
Sumber : De Pamphilis (2012 : Hal 138-139)
Selain itu De Pamphilis (2012, Hal: 26-27) juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa partisipan yang terlibat didalam proses M&A, dimana pemain kunci akan mencakup perusahaan, firma, dan individu-individu yang menyediakan jasa khusus sekana proses M&A berlangsung. Mereka meliputi bank investasi (Investment Bank), Konsultan Hukum atau Pengacara, Akuntan, Pengumpul Proxi (Proxy Solicitor) dan Firma PR (Public Relation Firms). Untuk konteks Indonesia dapat ditambahkan jasa penilaian bisnis.
19
Penggunaan jasa-jasa perusahaan, firma, konsultan dan personil-personil diatas lainnya tentunya akan mengakibatkan perusahaan pengakuisisi akan mengeluarkan biaya-biaya terkahit akuisisi (terlampir pada tabel 2.2). Hal tersebut tercantum dalam PSAK No. 22 (Per 1 Juni 2012) paragraf 53 menyebutkan biayabiaya akuisisi adalah biaya yang dikeluarkan pihak pengakuisisi “Dalam Rangka Kombinasi Bisnis”. Lebih lanjut, PSAK 22 (Revisi 2012) memberikan contohcontoh biaya terkait akuisisi, yang tentunya tidak hanya terbatas kepada : a) Biaya Makelar (Finder’s Fees) b) Biaya Advis c) Biaya Hukum d) Akuntansi e) Biaya Penilaian f) Biaya Professional atau konsultasi lainnya g) Biaya Administrasi umum, termasuk biaya pemeliharaan departemen akuisisi internal h) Biaya pendaftaran serta penerbitan efek hutang dan efek ekuitas.
Mengenai pencatatan atas biaya terkait akuisisi tersebut pada laporan keuangan pihak pengakuisisi, PSAK No. 22 (Revisi 2012) paragraf 53 mewajibkan pihak pengakuisisi mencatat biaya terkait mengenai akuisisi sebagai “Beban Pada Periode” pada saat biaya tersebut terjadi dan jasa diterima, dengan satu pengecualian yaitu biaya untuk menerbitkan efek hutang dan efek ekuitas.
20
Dimana wajib diakui sesuai dengan PSAK No. 55 (Revisi 2012): Instrumen Keuangan, Pengakuan dan Pengukuran, serta PSAK No. 50 (Revisi 2012): Instrumen Keuangan: Penyajian.
2. Pengertian Marger dan Akuisisi a. Pengertian Marger Marger adalah salah satu strategi perusahaan dalam mengembangkan dan memajukan perusahaan. Marger berasal dari kata “Margere” (Latin) yang berarti bergabung, bersama, berkombinasi yang menyebabkan hilangnya identitas akibat penggabungan tersebut. Selain itu marger didefinisikan penggabungan usaha dari dua atau lebih perusahaan yang pada akhirnya bergabung ke dalam salah satu perusahaan
yang telah ada sebelumnya, sehingga menghilangkan salah satu
nama perusahaan yang melakukan marger. Dengan kata lain bahwa marger adalah kesepakatan dua atau lebih perusahaan untuk bergabung yang kemudian hanya terdapat satu perusahaan yang tetap melangsungkan kegiatan atau menjalankan aktifitas perusahaan itu sebagai badan hukum, sementara perusahaan yang lainnya menghentikan aktivitas atau bubar. Menurut Thomas E. King and Friends didalam bukunya “Akuntansi Keuangan Lanjutan” (2010, Hal : 6-7), Marger adalah sebuah penggabungan usaha dimana aset dan kewajiban dari perusahaan yang diambil alih digabungkan dengan aset dan kewajiban perusahaan yang mengambil alih tanpa menambah komponen organisasi. Jadi pelaporan keuangan dibuat berdasarkan struktur organisasi yang lama yaitu perusahaan yang mengambil alih.
21
Kamaludin (2012) mengungkapkan marger merupakan salah satu jalan keluar untuk memperbaiki kinerja perusahaan secara keseluruhan. Namun demikian sebelum marger dilakukan maka perlu pertimbangan secara matang terutama dampak setelah marger terutama dampak financial secara keseluruhan. Menurut Baker. E. Richard and Friends didalam bukunya yang berjudul “Advance Financial Accounting” tahun 2011 (Hal 10-11, Chapter 1), mengatakan bahwa Marger adalah penggabungan usaha dimana aset dan kewajiban perusahaan yang diakuisisi itu digabungkan dengan orang-orang yang berada diperusahaan yang mengakuisisi. Dengan demikian, dua perusahaan digabung menjadi satu kesatuan pada dasarnya selain itu perusahaan juga memperoleh “menelan” perusahaan yang diakuisisi. Sedangkan penulis berpendapat bahwa marger adalah suatu cara atau solusi yang dilakukan oleh 2 (dua) perusahaan atau lebih dan dari penggabungan tersebut maka terdapat 1 perusahaan yang di hilangkan dari badan hukum, sehingga hanya 1 (satu) perusahaan yang tetap berlangsung menjalankan operasi kegiatan perusahaan tersebut dan dalam melakukan marger ini sebaiknya diperhitungkan terdahulu dampak positif dan negatif dari masing-masing perusahaan agar terhindar dari permasalahan yang tidak diharapkan. Karena marger adalah suatu pilihan yang dilakukan dengan harapan untuk menjadikan perusahaan memiliki dampak yang sangat positif baik secara finansial ataupun non finansial.
22
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) memberikan definisi berdasarkan perspektif akuntansi bahwa marger adalah salah satu metode yang diterapkan terhadap penyatuan usaha (Business Combination). Penyatuan usaha tersebut didefinisikan sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Dari definisi di atas akuntansi membedakan penyatuan usaha dalam 2 (dua) katagori, yaitu : 1. Penyatuan kepentingan atau Penyatuan Kepemilikan (Margere) 2. Akuisisi (Pemekaran Usaha) Penyatuan kepentingan memiliki makna yang sama dengan terminologi dan PSAK No. 22 paragraf B06 (Per 1 Juni 2012), mendefinisikan bahwa suatu kombinasi bisnis mungkin dirancang dengan berbagai cara untuk alasan hukum, perpajakan atau alasan lainnya termasuk tetapi tidak terbatas pada : a) Satu atau lebih bisnis menjadi entitas anak dari pihak pengakuisisi atau aset neto dari satu atau lebih bisnis secara hukum digabungkan ke pihak pengakuisisi. b) Satu entitas yang bergabung mengalihkan aset netonya, atau pemiliknya mengalihkan kepentingan ekuitasnya kepada entitas lain yang bergabung atau pemiliknya. c) Semua ekuitas yang bergabung ,emgalihkan aset netonya, atau pemiliknya mengalihkan kepentingan ekuitasnya kepada entitas yang baru dibentuk (kadang disebut sebagai transaksi Roll-up atau Put-Together). d) Sekelompok pemilik sebelumnya dari salah satu entitas yang bergabung memperoleh pengendalian atas entitas hasil penggabungan tersebut.
23
Penulis berpendapat bahwa dari keterangan diatas dapat disimpulkan pada skema 2.2 menjadi suatu gambaran atas Marger, yaitu :
Gambar 2.2 Skema Marger
Perusahaan A
Perusahaan A
Perusahaan A Atau Perusahaan B
Data diolah Penulis
b. Pengertian Akuisisi Sementara akuisisi berasal dari kata Acquisitio (Latin) dan Acquisition (Inggris), secara harfiah akuisisi mempunyai makna membeli atau mendapatkan sesuatu/objek untuk ditambahkan pada suatu/objek lainnya yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam terminologi bisnis akuisisi (pemekaran usaha) dapat diartikan sebagai pengambilan kepemilikan atau pengendalian atas saham dan asset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam pristiwa tersebut baik perusahaan pengambil alih atau yang diambil alih tetap menjalankan operasinya sebagai badan hukum yang terpisah. Menurut Richard E. Baker and Thomas E. King, didalam bukunya “Akuntansi Keuangan Lanjutan” pada penjelasan (2010, Hal : 10-11), Akuisisi Saham adalah ketika perusahaan mengakuisisi saham berhak suara perusahaan lain dan perusahaan-perusahaan yang terlibat tersebut melanjutkan operasi
24
perusahaannya sebagai entitas legal terpisah, namun saling terkait. Karena tidak ada
perusahaan
yang
dilikuidasi,
maka
perusahaan
yang
mengakuisisi
memperlakukan hal kepemilikan yang diperolehnya sebagai investasi. Dalam saham, perusahaan yang mengambil alih tidak perlu mendapatkan seluruh saham perusahaanlain untuk memperoleh pengendalian. Menurut Ahmad Ifham Sholihin didalam buku karangannya yang berjudul “Buku Pintar Ekonomi Syariah” pada (2010, Hal: 30-31), menyatakan bahwa akuisisi adalah suatu pengambilalihan sebagian besar (lebih dari 50%) atau seluruh kepemilikan suatu bank (Acquisition). Hubungan yang terjadi dalam akuisisi saham dapat disebut juga sebagai hubungan “Anak-Induk Perusahaan”. Induk perusahaan adalah perusahaan yang memiliki kendali atas perusahaan lain yaitu anak perusahaan, biasanya memaluli kepemilikan mayoritas saham biasa. Untuk kepentingan pelaporan keuangan ke publik, induk perusahaan menyajikan laporan keuangan konsolidasi seolah-olah merupakan satu perusahaan tunggal. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) didalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 22 paragraf 54 tahun 2012, akuisisi diidentifikasikan secara umum, pihak pengakuisisi mengukur dan mencatat aset yang diperoleh, liablilitas yang diambil alih atau terjadi dan instrumen ekuitas yang diterbitkan dalam kombinasi bisnis sesuai dengan SAK terkait untuk pos-pos tersebut, tergantung pada sifatnya. Namun demikian, pernyataan ini memberikan panduan atas akuntansi dan pengukuran setelah pengakuan awal untuk aset yang diperoleh, liabilitas yang diambil alih atau terjadi dan insutrumen ekuitas yang diterbitkan dalam kombinasi bisnis sebagai berikut :
25
1) Hak yang diperoleh kembali. 2) Liabilitas kontijensi yang diakui pada tanggal akusisi. 3) Aset indemnifikasi. 4) Imbalan kontijensi. Selanjutnya pada halaman 22.31 didalam paragraf B63 memberikan panduan aplikasi yang terkait hal yang disebutkan diatas. Contoh SAK lain yang memberikan panduan akuntansi dan pengukuran selanjutnya untuk aset yang diperoleh dan liabilitas yang diambil alih atau timbul dalam kombinasi bisnis termasuk : I.
PSAK 19: Aset Takberwujud mengatur akuntansi untuk aset takberwujud teridentifikasi yang diperoleh dalam kombinasi bisnis. Pihak pengakuisisi mengukur Goodwill pada jumlah yang diakui pada tanggal akuisisi dikurang akumulasi rugi penurunan nilai. PSAK 48: Penurunan Nilai Aset mengatur akuntansi untuk rugi penurunan nilai.
II.
PSAK 62: Kontrak Asuransi memberikan panduan akuntansi selanjutnya untuk kontrak asuransi yang diperoleh dalam kombinasi bisnis.
III.
PSAK 46: Pajak Penghasilan mengatur akuntansi selanjutnya untuk pajak tangguhan (termasuk aset pajak tangguhan yang tidak diakui) dan liabilitas pajak tangguhan yang diperoleh dalam kombinasi bisnis.
IV.
PSAK 53: Pembayaran Berbasis Saham memberikan panduan akuntansi dan
pengukuran
selanjutnya
untuk
porsi
pengganti
penghargaan
pembayaran berbasis saham yang diterbitkan pihak pengakuisisi yang dapat diatribusikan pada jasa masa depan karyawan.
26
V.
PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri memberikan panduan akuntansi untuk perubahan dalam kepentingan kepemilikan entitas induk pada entitas anak setelah pengendalian diperoleh.
Pengendalian tersebut akan memberikan manfaat kepada perusahaan pengakuisisi. Akuisisi berbeda dengan Marger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar dalam menjalankan operasinya ataupun secara entitas hukum. Perusahaanperusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independent tetapi telah terjadi pengalihan oleh pihak pengakuisisi. Penggabungan usaha yang dilakukan melalui akuisisi saham tidak harus melibatkan akuisisi semua saham berhak suara yang beredar. Bagi satu perusahaan untuk mengendalikan perusahaan lain melalui kepemilikan saham, hanya diperlukan kepemilikan mayoritas (lebih dari 50%) dari saham berhak suara yang beredar. Akuisisi saham berhak suara kurang dari mayoritas (kurang dari 50%) biasanya tidak dianggap sebagai penggabungan usaha. Ketika satu pemegang saham memegang kepemilikan mayoritas dalam saham berhak suara, saham lain yang tersisa disebut sebagai “Kepemilikan Minoritas” (Minority Interest) atau “Kepemilikan Nonpengendali” (Noncontrolling Interest). Selain itu terdapat ketentuan lain, yaitu walaupun memiliki saham kurang dari jumlah (50 %) maka pengakuisisi juga bisa dinyatakan sebagai pihak suara mayoritas, jika anggaran
27
dasar perusahaan yang diakuisisi yang menyebutkan hal yang demikian dalam perjanjian tertentu. Namun bisa juga dapat dikatakan bahwa pemilik saham lebih dari (51 %) tidak dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas, jika dalam anggaran dasar perusahaan menyebutkan lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (Pengakuisisi) dan perusahaan anak (Terakuisisi) dan selanjutnya kedua perusahaan tersebut memiliki hubungan yang disebut afiliasi. Dari penjelasan ini dapat digambarkan menjadi suatu skema atas akuisisi sebagai salah satu strategi perusahaan. Perhatikan gambar 2.3 dibawah ini :
Gambar 2.3 Skema Akuisisi Perusahaan
Perusahaan A
Perusahaan A
Pengendalian
Perusahaan B
Perusahaan B
Data Diolah Penulis
c. Kelasifikasi Marger dan Akuisisi Marger dan akuisisi berdasarkan aktivitas ekonomik dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) tipe yaitu : (Moin dan Triraharja, 2014) :
28
a) Marger Horizontal Marger horizontal adalah marger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industti yang sama. b) Marger Vertikal Marger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaanperusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. c) Marger Konglomerat Marger konglomerat adalah marger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. d) Marger Ekstensi Pasar Marger ekstensi pasar adalah marger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. e) Marger Ektensi Produk Marger ektensi produk adalah marger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan yang bertujuan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan. Menurut (Husna dan Agung Triraharja, 2014) tipe marger bila ditinjau dari prosesnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Friendly Marger Proses ini disepakati oleh dua belah pihak berunding dengan cara sebagai berikut :
29
i.
Mengidentifikasi perusahaan yang akan menjadi target marger dan akuisisi.
ii.
Menentukan harga beli yang bersedia dibayarkan pada perusahaan target.
iii.
Manajer perusahaan yang akan membeli perusahaan target untuk melakukan negosiasi. Jika pemegang saham perusahaan target menyetujui, maka penggabungan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik melalui pembayaran tunai atau pembayaran dengan saham perusahaan.
2. Hostile Takeover Pada proses ini terjadi jika perusahaan target yang akan dimarger tersebut berkeberatan dengan alasan harga yang ditetapkan terlalu rendah (Undervalue), sehingga terkadang pihak manajer melakukan berbagai cara untuk menggagalkan kegiatan marger ini.
d. Motif Marger dan Akuisisi Perusahaan melakukan marger dengan tujuan menciptakan suatu sinergi, artinya hasil yang diperoleh dari gabungan tersebut harus lebih besar dibandingkan jika masing-masing perusahaan beroperasi sendiri-sendiri (Agung Triraharja, 2014). Namun secara spesifik terdapat beberapa alasan lain perusahaan melakukan marger, diantaranya yang dikemukakan oleh Sudana (2011, Hal: 239-240) didalam bukunya “Manajemen Keuangan Perusahaan Teori dan Paraktik”, yaitu :
30
1. Mencapai Operasi yang Ekonomis Dua atau lebih perusahaan yang sejenis jika beroperasi sebagai entitas yang terpisah, dalam memanfaatkan aset yang dimiliki masing-masing perusahaan sering kali kurang optimal, karena kapasitas aset yang lebih besar dari kebutuhan masing-masing perusahaan bersifat duplikasi, dan jika perusahaan bergabung maka aset yang duplikasi tersebut dapat dikurangi. 2. Pertumbuhan Penggabungan dua perusahaan atau lebih akan mempercepat pertumbuhan perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena intensitas persaingan akan berkurang dan kemampuan perusahaan untuk bersaing juga meningkat. Perusahaan dapat beroperasi secara lebih efisien, sehingga harga produk yang dihasilkan bias lebi murah di pasar. 3. Diverivikasi Diverivikasi dapat digenggam melalui penggabungan dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mengurangi resiko. Hal ini bisa dicapai karena perusahaan yang berada pada kelompok industri yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula. Dengan dilakukannya penggabungan, ketika satu perusahaan mengalami kerugian maka perusahaan lain masih memperoleh laba sehingga jika dilihat dari keseluruhan variabilitas laba yang diperoleh setelah penggabungan menjadi setabil atau resikonya akan menjadi lebih kecil.
31
Tentunya bank memiliki alasan-alasan yang melatarbelakangi pelaksanaan marger, yang menjadi alasan bank untuk melakukan marger adalah penekanan biaya operasi, meningkat volume dan memperbesar laba diperoleh dari kegiatan bank (Agung Triraharja, 2014). Selain itu Kasmir (2011 : 48), menguraikan tujuan bank melakukan marger, yaitu : 1) Masalah dengan kesehatan bank, maksudnya apabila bank sudah dinyatakan tidak sehat oleh bank Indonesia untuk beberapa periode, maka sebaiknya bank tersebut marger dengan bank yang sehat atau dengan melakukan konsolidasi dengan bank yang sama-sama tidak sehat serta dapat pula diakuisisi oleh bank lain yang berminat. 2) Modal yang dimiliki relatif kecil sehingga untuk melakukan ekspansi terlalu sulit. Setelah bank tersebut melakukan penggabungan otomatis modal yang dimiliki akan lebih besar. Dengan demikian akan lebih mudah bagi bank tersebut untuk melakukan pengembangan usahanya. 3) Manajemen bank yang sumbrawut atau kurang profesional akan terus merugi dan sulit berkembang, sebaiknya bank tersebut melakukan penggabungan dengan bank yang lebih profesional agar lebih berkembang. 4) Administrasi yang kurang teratur dan masih tradisonal, sebaiknya melakukan
penggabungan
atau
pelaburan
sehingga
diharapkan
administrasinya menjadi baik. 5) Bank yang ingin menguasai pasar dapat dilakukan dengan cara marger, tujuannya tidak diumumkan secara jelas kepada pihak luar biasanya hanya diketahui oleh mereka yang hendak ikut marger.
32
Disisi lain menurut (Moin dan Agung Triraharja, 2014) pada prinsipnya tedapar dua motif yang mendorong perusahaan malakukan marger dan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif non ekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Dan disisi lain, motif non ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan kepada esensi tujuan perusahaan, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan. Adapun bagian-bagian motif menurut Moin, yaitu : I.
Motif Ekonomi Marger dan akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan pengambilan keputusan harus diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
II.
Motif Sinergi Salah satu motivasi atau alasan dari perusahaan melakukan marger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai tambah keseluruhan perusahaan setelah marger dan akuisisi yang lebih besar dari pada penjumlahan nailai masing-masing perusahaan sebelum marger dan akuisisi. Sinergi dikasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang telah bergabung, pengaruh sinergi dapat timbul dari empat sumber , yaitu :
33
a. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produk atau distribusi. b. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas. c. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisiensi dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah marger d. Peningkatan penguasaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham, Houston dan Agung, 2014)
III.
Motif Diverifikasi Diverifikasi adalah strategi perkembangan bisnis yang dapat dilakukan melalui marger dan akuisisi. Diverifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Akan tetapi jika melakukan diverifikasi yang semakin jauh dari bisnis semula, maka perusahaan tidak lagi berada pada koridor yang mendukung kompetensi inti (Core Competence).
IV.
Motif Non-Ekonomi Aktifitas marger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non-ekonomi, seperti prestasi dan ambisi. Pada motif ini dapat berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
34
e. Pandangan Akuntansi Perpajakan Mengenai Marger dan Akuisisi Menurut Undang-Undang Pemerintah (Edisi Revisi 2009)
1) Ketentuan dalam Perpajakan Dalam pasal 10 (3) UU PPh ditetapkan oleh Peraturan Mentri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tanggal 12 Maret 2008, dinyatakan bahwa nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan,
peleburan,
pemekaran,
pemecahan
atau
pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Mentri Keuangan. Ketentuan pajak tentang penggabungan, peleburan, pemekaran dan pengambilalihan usaha pada prinsipnya menganut jumlah yang seharusnya dikeluarkan bagi pengakuisisi atau yang seharusnya diterima bagi terakuisisi (Arm’s Length Principle) berdasarkan harga pasar. Selisih antara harga pasar (Arm’s-Length Price) dengan perincian nilai buku harta (jika ada), menurut ketentuan pasal 4 (1) (d) 3) merupakan obyek pajak. Jadi pada prinsipnya marger (penggabungan atau peleburan), pemekaran dan akuisisi perusahaan (baik langsung atas harta netonya maupun tidak langsung atas sahamnya) dan reorganisasi lainnya dari perusahaan
harus
dipertanggungjawabkan
menurut
harga
pasar
berdasarkan metode pembelian (Purchase Method). Karena selisih antara nilai buku aktiva neto dengan nilai pasarnya merupakan obyek pajak, kebijakan demikian disebut dengan Taxable Marger.
35
Namun para pelaku usaha menyadari bahwa pajak merupakan beban usaha termasuk
beban reorganisasi,
karena
itu
dianggap
sebagai penghambat
restrukturisasi usaha. Oleh karena itu, Pasal 10 (3) UU PPh memberikan kuasa kepada Mentri Keuangan (sebagai personifikasi Pemerintah dan Negara pemegang kedaulatan perpajakan) untuk menetapkan lain tentang jumlah atau dasar harga dalam marger, pemekaran dan akuisisi. Untuk itu, Mentri keuangan telah mengeluarkan beberapa kebijakan termasuk KMK.422/KMK.04/1998 tanggal 9 September 1998 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabunga, Peleburan atau Pemekaran Usaha. Kemudian diubah dengan KMK 469/KMK.08/1998, dan Peraturan Mentri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2005 dan terakhir dengan Peraturan Mentri Keuangan yang baru dengan Nomor 43/PMK.03/2008 pada tanggal 12 Maret 2008. Pada umumnya, peraturan Mentri Keuangan dari masa ke masa menetapkan penggunaan nilai buku (fiskal) atas pengalihan harta dalam rangka marger dan pemekaran usaha sebagai dasar (nilai) lain selain harga pasar. Karena yang dipakai sebagai dasar pertanggungjawaban pembukuan adalah nilai buku, tentu saja dalam pelaksanaan marger dan pemekaran usaha tidak terjadi selisih antara nilai buku sehingga tidak ada obyek pajak, kebijakan tersebut dinamakan marger bebas pajak (Tax Free Marger) dengan tujuan mendorong reorganisasi usaha sehingga menjadi sehat, meningkatkan daya saing perusahaan, sinergi usaha dan produksi serta perekonomian nasional.
36
Walaupun sudah diberi fasilitas bebas pajak, karena sistem Corporate Taxation UU PPh menganut Separate Entity Basis (tidak ada konsolidasi dari laba satu perusahaan dengan kerugian perusahaan lain) dan Limited Loss-Carry over (5Th), dalam rangka memanfaatkan keterbatasan kompensasi kerugian tersebut untuk mengurangi penghasilan kena pajak perusahaan lainnya, ada saja rekayasa para perencana pajak untuk mengutak-atik celah-celah ketentuan perpajakan. Untuk menutupi erosi obyek pajak dimaksud maka dilakukan perubahan peraturan Mentri Keuangan.
2) Marger dan Akuisisi Menurut Nialai Buku (Tax Free Marger) Sesuatu penyatuan kepemilikan (Uniting Of Interests) harus dilakukan dengan menggunakan metode penyatuan kepemilikan (Pooling Of Interests). Makna penyatuan kepemilikan adalah tidak terjadi akuisisi dan telah terjadi kesinambungan dalam pembagian bersama risiko dan manfaat yang telah ada sebelum penggabungan usaha.
Diasumsikan bahwa kepemilikan kepentingan dari perusahaan yang digabung disatukan dan berkelanjutan tak berubah dalam suatu ekuitas akuntansi baru. Karena tidak satupun perusahaan dianggap mengakuisisi perusahaan lainnya, tidak ada pembelian, tidak ada harga pembelian, dan konsekuensinya tidak ada basis akuntabilitas yang baru. Dalam metode Pooling, harta dan hutang dari perusahaan yang dimarger dicatat dalam entitas gabungan berdasarkan nilai buku.
37
Karena nilai perolehan harta neto dicatat menurut nilai buku dari perusahaan yang bergabung, maka tidak ada selisih nilai buku dan keuntungan marger serta penghasilan yang harus dikenakan pajak. Dari ketentuan perpajakan marger, likuidasi dan pemekaran serta restrukturiasasi perusahaan dengan metode Pooling Of Interest berdasarkan nilai buku sering disebut tax Free marger. Kerena itu beberapa persyaratan ditetapkan dalam Peraturan Mentri Keuangan Nomor 43/PMK 03/2008 termasuk : 1. Surviving Company harus yang tidak mempunyai sisa kerugian atau dengan sisa kerugian yang lebih kecil. Dalam ketentuan lama hal ini tidak diatur sehingga untuk memanfaatkan kompensasi kerugian dan meminimalkan beban pajak sering terjadi perusahaan yang merugi menerima penggabungan perusahaan yang laba, sehingga tidak perlu revaluasi (yang harus bayar pajak) dan tetap dapat memanfaatkan kompensasi kerugian dan mengurangi laba kena pajak perusahaan yang mendapat laba. 2. Pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku terbatas badan yang akan masuk bursa atau telah masuk bursa dan perusahaan pemekaran akan menjual seluruh sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). 3. Pelaku marger tidak boleh mengkompensasikan kerugian atau sisa rugi perusahaan yang bergabung. 4. Pelaku marger mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan marger, melunasi seluruh
38
hutang pajak, dan memenuhi persyaratan tujuan bisnis (Business Purpose Test) seperti : a) Tujuan utama marger dan pemekaran adalah menciptakan sinergi yang kuat dan memperkuat struktur permodalan bukan untuk penghindaran pajak. b) Kegiatan perusahaan yang mengalihkan harta masih berlangsung pada saat marger dan dilanjutkan perusahaan penerima harta paling kurang 5 (lima) tahun. c) Kegiatan usaha penerima harta dan perusahaan hasil pemekaran harus berlangsung paling kurang 5 (lima) tahun setelah marger. d) Harta yang telah diterima dalam penggabungan atau pemekaran tidak diterima dalam penggabungan atau pemekaran tidak dipindahtangankan paling kurang 2 (dua) tahun setelah marger atau pemekaran. 5. Pencatatan nilai harta yang dialihkan atau diterima berdasarkan nilai buku dalam ketentuan tidak disebut apakah fiscal atau komersial, penulis berpendapat seharusnya nilai buku fiskal. Dan penyusutan (amortiasasi) dilakukan berdasarkan sisa masa manfaat. 6. Marger atau pemekaran dalam tahun berjalan maka angsuran PPh Pasal 25 tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran para pihak, dan pembayaran potongan dari patungan pajak dapat dialihkan kepada Surviving Company.
39
7. Untuk pemekarn usaha, perusahaan yang akan menjual sahamnya di Bursa Efek Indonesia harus diwujudkan dalam 1 (satu) tahun setelah persetujuan marger atau dalam 1 (satu) tahun sudah ada pernyataan efektif dari Bapepam, atau dalam keadaan tertentu dapat diperpanjang oleh Dirjen Pajak, apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi pengalihan harta dalam pemekaran akan dihitung berdasarkan nilai pasar (Taxable Spin Off). 8. Apabila harta dijual oleh penerima harta sebelum 2 (dua) tahun, harus disampaikan pernyataan tertulis bahwa harta tersebut layak dijual untuk meningkatkan efesiensi perusahaan disertai bukti pendukung, apabila setelah diteliti paling lama 5 (lima) tahun ternyata ada bukti bahwa marger tidak memenuhi syarat termasuk syarat (Business Pupose test) maka marger dan pemekaran akan dihitung menurut harga pasar (Taxable Marger dan Spin Off). 9. Atas nama Dirjen Pajak, dalam waktu 1 (satu) bulan setelah permohonan diterima Kakanwil Dirjen Pajak menerbitkan Surat Keputusan (persetujuan atau penolakan marger dan pemekaran dengan nilai buku), apabila jangka waktu terlampaui dan Kakanwil belum menerbitkan keputusan tertulis, surat persetujuan dapat dicabut dan setelah dilakukan pemeriksaan berdasarkan keputusan pencabutan dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak.
40
Berdasarkan 9 (Sembilan) persyaratan tersebut, rasanya Tax Free Marger dan Spin Off tidak begitu mudah diperbolehkan. Lagipula sama dengan tenggang waktu kadaluwarsa penetapan dan penagihan pajak dalam waktu 5 (lima) tahun Dirjen Pajak dapat melakukan penerbitan dan pemeriksaan yang berakibat pencabutan Surat Keputusan Persetujuan Marger dan Pemekaran berdasarkan nilai buku.
3) Marger dan Akuisisi yang Tidak Memenuhi Persyaratan Untuk mendapatkan Tax Free Marger harus dipenuhui bebrapa persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Mentri Keuangan. Marger dan Pemekaran usaha (Akuisisi) yang memenuhi persyaratan substansi dan formal prosedural (persetujuan dari Kanwil Ditjen Pajak) akan memperoleh fasilitas bebas pajak (Tax Free Marger dan Spin Off). Dengan demikian marger dan pemekaran usaha yang tidak memenuhi persyaratan substansi dan formal prosedurual tidak berhak melaksanakan marger dan pemekaran dengan metode Pooling Of Interest berdasarkan nilai buku dengan fasilitas bebas pajak (Tax Free Marger). Masalahnya apakah marger dan pemekaran usaha yang telah dilakukan dianggap batal atau dihitung menurut metode pembelian dengan nilai pasar yang dikenakan pajak.
Demikian juga,
marger
dan pemekaran
usaha
berdasarkan metode pembelian dengan nilai pasar wajar karena diatur dalam pasal 10 (3) UU PPh tentu boleh dilakukan Wajib Pajak dengan membayar pajak (Taxable Marger dan Spin Off).
41
Beberapa kasus yang memungkinkan tidak diperbolehkannya marger dan pemekaran usaha (Akuisisi) berdasarkan metode Pooling Of Interest dengan nilai buku, antara lain dalam hal:
1. Permohonan Wajib Pajak ditolak berdasarkan keputusan Kakanwil, Ditjen Pajak karena tidak memenuhi persyaratan substansial dan procedural forma. 2. Adanya pencabutan persetujuan oleh Kanwil Ditjen Pajak karena penelitian atau pemeriksaan bahwa marger dan pemekaran usaha tidak memenuhi persyaratan (misalnya menjual asset sebelum waktu 2 (dua) tahun, tidak memperoleh persetujuan penawaran umum dari Bapepam, tidak terpenuhinya Business Purpose Test, dsb). Atas marger dan pemekaran usaha yang tidak memenuhi persyaratan untuk memperoleh fasilitas berdasarkan Bebas Pajak atas Marger (Tax Free Marger) akan dilakukan pemeriksaan dan tentunya akan dihitung berdasarkan metode pembelian dengan nilai pasar yang dikenakan pajak, selanjutnya untuk mendapatkan
Bebas Pajak atas
Marger (Tax Free Marger) dengan cara memperoleh Surat Ketetapan Pajak (SKP).
42
f. Manfaat dan Resiko Melakukan Marger dan Akuisisi 1) Manfaat, Keuntungan dan Kekurangan Marger Perusahaan yang melakukan marger atau mengakuisisi perusahaan lain mempumyai berbagai tujuan yang memberikan manfaat kepada perusahaan tersebut (Rahma Ningsih, 2014). Terdapat 7 (tujuh) manfaat bagi perushaan, yaitu : Pertama, adanya marger akan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Peningkatan pendapatan perusahaan dikarenakan perusahaan melakukan pemasaran yang baik, memiliki strategi yang lebih dan terfokus, serta penguasaan pasar. Pada sisi lain, pendapatan perusahaan menjadi
lebih
bervariasi
(banyak)
karena
perusahaan
melakukan
penggabungan. Kedua, salah satu alasan utama perusahaan melakukan marger karena perusahaan akan mengalami efisiensi dalam biaya operasi dibandingkan dengan perusahaan yang terpisah. Salah satu contoh terhadap penurunan biaya dapat dilakukan dengan melakukan pemasaran secara bersama dengan produk yang berbeda, dibandingkan dengan perusahaan yang terpisah. Operasi perusahaan dapat diefisienkan terutama dalam bidang sumber daya manusia yang menangani kepegawaian. Pembayaran gaji dapat
dilakukan dengan 1
(satu)
devisi yang
menggunakan teknologi, selain itu akan lebih baik pula pengiklanan perusahaan dapat dilakukan secara bersamaan dibandingkan dengan perusahaan yang melakukan pemasangan iklan sendiri-sendiri.
43
Jadi biaya iklan menjadi lebih murah karena biaya iklan hanya 1 (satu) dengan adanya marger. Cara ini efektif dan sangat menguntungkan bagi perusahaan. Selain itu penggabungan perusahaan juga menguntungkan bagi jaringan perusahaan yang lebih luas dibandingkan dengan jaringan sendiri-sendiri. Dalam kasus ini akan timbul penurunan biaya produksi yang mengalami penurunan dan kuantitas produksi akan mengalami peningkatan
secara
otomatis
pendapatan
perusahaan
mengalami
peningkatan. Dengan adanya efisiensi yang dilakukan, maka labara perusahaan akan meningkat sehingga harga saham akan mengalami peningkatan. Ketiga, kapitalisasi pasar perusahaan mengalami peningkatan bila perusahaan melakukan marger. Bila perusahaan berdiri sendiri (pribadi), maka
kapitalisasinya
tidak
mengalami
peningkatan
secara
cepat
dikarenakan pertumbuhan laba yang kecil. Tetapi untuk sebuah perusahaan dalam menerapkan marger, maka kapitalisasi saham perusahaan lebih besar dikarenakan adanya harapan investor terhadap perusahaan yang akan mengalami peningkatan atas pendapatan sesuai dengan tujuan marger tersebut. Keempat, adanya marger akan member peningkatan kualitas sumber daya manusia di perusahaan yang melakukan marger. Pegawai yang baik (cerdas) akan bekerja dan mentransfer ilmu pengetahuan kepada pegawai yang belum memahami. Artinya antara pegawai akan saling member pengetahuan untuk meningkatkan kemajuan dan kualitas
44
perusahaan. Diskusi antara pegawai juga terjadi karena mereka saling bertukar informasi untuk meningkatkan pengetahuan yang dimiliki. Kelima, adanya marger badi dua perusahaan akan memperbaiki posisi keuangan perusahaan serta kualitas neraca perusahaan. Semakin baiknya posisi dan kualitas neraca perusahaan, membuat perusahaan semakin memiliki daya saing di pasar, baik dalam rangka memasarkan produk perusahaan maupun mendapatkan bahan baku. Kualitas neraca perusahaan juga memberikan citra yang baik kepada investor dan akhirnya meningkatkan nilai saham perusahaan di bursa. Bagi bank yang memberikan pinjaman diperusahaan tersebut maka semakin yakin dananya akan kembali sehingga perusahaan dapat meningkatkan kreditnya dengan kualitas neraca tersebut. Keenam, keuntungan pajak merupakan salah satu tindakan marger, apabila
perusahaan
melakukan
marger
atau
akuisisi.
Selanjutnya
perusahaan akan memperoleh keuntungan pajak dengan adanya kerugian operasi dari perusahaan yang diakuisisi, laba bersih yang besar pada perusahaan yang mengakuisisi mengakibatkan perusahaan membayar pajak yang tinggi, tetapi dengan masuknya perusahaan yang rugi mengakibatkan pajak yang dibayarkan berkurang. Keuntungan pajak juga dapat diperoleh dengan cara meningkatkan kapasitas hutang perusahaan yang belum terpenuhi. Perusahaan menggunakan seluruh hutangnya sehingga pajak yang dibayarkan mengalami penurunan.
45
Ketujuh, adahnya marger akan member kualitas keputusan yang diambil menjadi lebih berkualitas. Pengambil keputusan perusahaan marger akan diperoleh dari pegawai yang berkualitas tinggi karena pegawai yang teteap tinggal di perusahaan marger adalah mereka yang memiliki kinerja positif dan berkualitas. Akibatnya, pegawai yang mengambil keputusan akan selalu mempertimbangkan keputusannya untuk kepentingan perusahaan dan umum, serta tidak melanggar peraturan yang sudah di tetapkan (peraturan perusahaan).
Dengan demikian kelebihan marger dapat di ungkapkan oleh (Harianto dan Rahma, 2014) adalah pengambilan melalui marger lebih sederhana dan lebih murah dibandingkan pengambilalihan yang lain. Adapun menurut (Harianto dan Rahma, 2014), harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama.
2) Manfaat, Keuntungan dan Kekurangan Akuisisi Adapun manfaat akuisisi menurut Shapiro (1991 : 933) yang dikutip oleh (Rahma, 2014), manfaat akuisisi adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya tingkat pertumbuhan yang lebih cepat dalam bisnis sekarang dari pada melakukan bisnis pertumbuhan secara internal.
46
2. Mengurangi tingkat persaingan dengan membeli beberapa badan usaha guna menggabungkan kekuatan pasar dan sebagai pembatasan persaingan. 3. Memasuki pasar baru penjualan dan pemasaran terdahulu yang tidak dapat ditembus. 4. Menyediakan managerial skill, yaitu adanya bantuan manajerial pengelola aset-aset badan usaha.
Sedangkan keuntungan dari akuisisi dapat terbagi menjadi 2 (keuntungan), pertama dari segi saham dan kedua dari segi aset juga memperoleh keuntungan (Rahma, 2014), dapat disebutkan sebagai berikut : 1) Akuisisi saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran (Bidding Firm), mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjualnya kepada pihak Bindding Firm. 2) Dalam akuisisi saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung kepada pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan. 3) Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk mengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (Hostile Takeover).
47
4) Akuisisi aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi (Harianto dan Rahma, 2014).
Selanjutnya penulis akan membahas kekurangan dari akuisisi, kerugian-kerugian terhadap akuisisi saham dan akuisisi aset (Rahma, 2014), yaitu : a) Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) sekitar (67 %) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi tetap terjadi. b) Adapun perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi marger. c) Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi (Harianto dan Rahma, 2014).
3. Laporan Keuangan Laporan keuangan pada dasarnya merupakan hasil repleksi dari sekian banyak teransaksi uang terjadi didalam suatu perusahaan. Transaksi-transaksi dan pristiwa yang bersifat Financial dicatat, digolongkan, dan diringkaskan dengan cara yang tepat dalam satuan uang dan kemudian diadakan penafsiran untuk berbagai tujuan.
48
Berbagai tindakan tersebut tidak lain merupakan seni pencatatan, penggolongan, peringkasan transaksi dan pristiwa yang bersifat financial dalam cara yang tepat dan dalam bentuk rupiah, dan penafsiran akan hasilnya (Agung Triraharja, 2014). Sedangkan menurut “James A. Hall” pada tahun 2011 dalam bukunya “Accounting Information Systems”, Laporan Keuangan adalah tanggung jawab untuk memberikan informasi ke pihak eksternal ditetapkan oleh standar hukum dan profesional. Kebanyakan dari informasi tersebut ada dalam bentuk laporan keuangan tradisonal, pengembalian pajak, dan dokumen-dokumen yang diperlukan oleh lembaga yang menerapkan peraturan tersebut. Penerimaan utama dari informasi laporan keuangan adalah para pengguna eksternal, seperti pemegang saham, kreditor, dan pejabat pemerintah. Sistem Informasi Akuntansi adalah sebuah sistem yang memperoses data dan transaksi guna menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan Bisnis (Krismiaji, 2010). Dengan mengetahui hakikat kebutuhan ini, selain itu informasi pelaporan keuangan harus disiapkan dan disajikan oleh semua perusahaan dengan cara-cara yang diterima secara umum dan dipahami oleh pengguna eksternal. Selain itu (Baridwan dan Agung, 2014) mengungkapkan bahwa Laporan Keuangan adalah merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan dan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun buku yang bersangkutan.
49
Kemudian pengertian didalam Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan adalah merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan dan laporan keuangan lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan berbagai cara, seperti laporan arus kas), catatan, laporan keuangan lain, dan materi penjelasan yang termasuk bagian integral dari laporan keuangan. Pada umumnya, yang kita ketahui laporan keuangan itu terdiri dari neraca, laporan laba-rugi, serta laporan perubahan modal. Akan tetapi dalam prakteknya dalam keseharian sering pula diimbangi dengan kelompok lain yang sifatnya membantu memperoleh penjelasan, seperti laporan sumber dan penggunaan kas atau arus kas, laporan biaya produksi dan lain-lain. Oleh karena itu, laporan keuangan dapat dipakai sebagai alat berkomunikasi dengan pihak-pihak berkepentingan dengan data keuangan perusahaan, dan kerena itulah sering juga disebut sebagai “Language Of Business”. Seperti yang telah diuraikan bahwa laporan keuangan merupakan hasil tindakan pembuatan ringkasan data keuangan perusahaan. Laporan keuangan terdiri dari empat laporan dasar, yaitu :
1) Neraca, menunjukan posisi keuangan yang meliputi kekayaan, kewajiban serta modal pada jangka waktu tertentu. Neraca juga menyajikan dalam bentuk data historikal aktiva yang merupakan sumber operasi perusahaan yang dijalankan, utang yaitu kewajiban perusahaan, dan modal dari pemegang saham perusahaan.
50
2) Laporan Laba-Rugi, menyajikan hasil usaha perusahaan yang meliputi pendapatan dan biaya (beban) yang dikeluarkan sebagai akibat dari pencapaian tujuan dalam satu priode tertentu. Pada laporan ini menyajikan data pendapatan sebagai hasil usaha perusahaan dan beban sebagai pengeluaran operasional perusahaan. 3) Laporan Perubahan Modal / Laba Ditahan, yang memuat tentang saldo awal dan akhir laba ditahan dalam neraca untuk menunjukkan suatu analisa perubahan besarnya laba selama jangka waktu tertentu. 4) Laporan Arus Kas, memperlihatkan aliran kas selama priode tertentu, serta memberikan informasi terhadap sumber-sumber kas serta penggunaan kas dari setiap kegiatan dalam periode yang dicakup.
4. Kinerja Keuangan Rasio keuangan dapat membantu kita untuk mengidentifikasikan beberapa kelemahan dan kekuatan keuangan perusahaan. Rasio tersebut memberikan dua cara bagaimana membuat perbandingan dan data perusahaan yang berarti : (1) kita dapat meneliti rasio antar-waktu (katakanlah untuk 5 tahun terakhir) untuk meneliti arah pergerakannya. Untuk yang ke (2) kita dapat membandingkan rasio perusahaan dengan rasio perusahaan lainnya. Singkatnya, analisa keuangan seperti itu akan membantu kita untuk melihat apakah manajemen sebuah perusahaan adalah sebagus yang dikatakan (diberitakan).
51
Menurut
Arthur J. Keown and Friends didalam bukunya yang berjudul
“Manajemen Keuangan” tahun 2011 (Hal : 74-75, Bagian 1), mengungkapkan bahwa rasio keuangan adalah penulisan ulang data akuntansi ke dalam bentuk perbandingan dalam rangka mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan. Jika dilihat dari tujuan laporan keuangan menurut Najmudin didalam bukunya “Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar’iyyah Modern” tahun 2011 (Hal : 64-65), mengatakan tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bersifat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Selain itu laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Secara sistematis, rasio keuangan tak lebih dari rasio di mana pembilang dan penyebut diambil dari data keuangan. Tujuan dari penggunakan suatu rasio saat menganalisis informasi yang akan dianalisis agar rasio dari dua perusahaan yang berbeda dapat dilakukan pembandingan atau juga suatu perusahaan dengan batasbatas waktu yang berbeda. Pada penelitian yang akan dibahas selanjutnya, perlu diketahui bahwa variabel yang diteliti adalah kinerja keuangan. Secara spesifik, kinerja keuangan ini difokuskan terhadap kinerja keuangan yang menerapkan marger dan akuisisi.
52
Kinerja keuangan pada perusahaan yang diukur melalui delapan variabel yang berlaku sebagai dependen yaitu, Current Ratio, Quick Ratio, Return On Equity, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Debt To Asset Ratio, Total Asset Turnover Ratio, dan Fixed Asset Turnover Ratio. Adapun yang berfungsi sebagai variabel independen adalah periode waktu sebelum dan sesudah marger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan. Semua data variabel yang diperoleh pada penelitian ini adalah melalui pengumpulan data sekunder yang tersedia di BEI dan dipublikasikan melalui situs www.sahamOk.com, alasan penggunaan pada data ini yaitu karena relatif pendeknya periode yang dapat diteliti, sehingga jumlah data time series dari setiap tahun yang diteliti menjadi terbatas. Sebelumnya penulis akan membahas ulang mengenai pembahasan penelitian mengenai Marger dan Akuisisi, Marger merupakan sebuah strategi dimana dua perusahaan setuju untuk menyatukan kegiatan operasionalnya dengan basis yang telatif seimbang dan secara bersama-sama dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang lebih kuat (Hitt dan Adipratama, 2012) Sedangkan penulis berpendapat Marger adalah suatu langkah yang dilakukan oleh 2 (dua) perusahaan yang menjalin komunikasi baik sebelumnya sehingga melakukan penggabungan 2 (dua) perusahaan menjadi 1 (satu) didalam badan hukum, baik dalam segi keuangan maupun non-keuangan.
53
Selanjutnya setelah mendapatkan kekuatan dari hasil penggabungan maka tujuan
utamanya
adalah
meraih
sebuah
kemapanan
perusahaan
dalam
melaksanakan operasionalnya sehingga menjadi perusahaan yang lebih unggul dibandingkan sebelum melakukan marger. Selanjutnya Akuisisi menurut (Hitt dan Adipratama, 2012) adalah strategi yang dimana suatu perusahaan membeli hak untuk mengontrol atau kepemilikan penuh tergadap perusahaan lain yang bertujuan untuk menggunakan kompetensi inti perusahaan secara efektif, dengan cara menjadikan perusahaan yang diakuisisi sebagai bagian dari bisnis dalam portofolio perusahaan yang mengakuisisi. Sedangkan menurut penulis, Akuisisi adalah suatu penggabungan didalam sebuah usaha dimana terhadap 2 (dua) perusahaan yang melakukan keterkaitan, dari 2 (dua) perusahaan tersebut dipilih 1 (satu) perusahaan sebagai pemimpin (Leader). Karena memiliki lebih dari (50%) suara mayoritas dari perusahaan yang diakuisisi. Dengan kata lain adalah perusahaan yang statusnya sebagai pemimpin (perusahaan yang mengakuisisi) bertanggungjawab atas perusahaan yang dipimpin (perusahaan yang diakuisisi). Adapun variabel yang akan digunakan dalam penelitian sehubungan dengan pengukuran kinerja keuangan Menurut Brigham dan Adipratama (2012) adalah :
1. Rasio Likuidasi, adalah yang menunjukkan kemampuan perusahaan didalam memenuhi kewajiban financial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Rasio likuiditas yang dipakai dalam penelitian ini adalah :
54
a) Current Ratio (Rasio Lancar) Rasio lancar adalah perbandingan antara harta lancar dan kewajiban
jangka
pendek
(hutang
lancar)
dari
kegiatan
operasional. Rasio ini biasanya digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atas harta lancarnya.
(Rasio Lancar) =
Harta Lancar Kewajiban Jangka Pendek
b) Quick Ratio (Rasio Cair) Rasio Cair adalah gambaran yang lebih baik tentang kemampuan harta lancar perusahaan untuk membayar hutang-hutang lancarnya karena harta lancar yang diperhitungkan tidak termasuk dalam persediaan dan pembayaran di muka. Seperti halnya Rasio Lancar, Rasio Cair juga bertujuan untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan terhadap kewajiban jangka pendeknya.
(Rasio Cair) =
Kas + Surat Berharga + Piutang Hutang Lancar
55
2. Rasio Aktivitas atau dapat disebut dengan nama lain rasio manajemen aktiva, menunjukkan sejauh mana mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan harta untuk mengelola aktivanya. Rasio Aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a) Total Asset TurnOver Berfungsi sebagai pengukur perputaran semua aktiva perusahaan dan menghitung dengan membagi penjualan dengan total aktiva. Dengan rasio ini, perusahaan dapat mengestimasi besarnya total harta atas dasar ramalan penjualan.
=
Penjualan Bersih × 100 % Total Harta
b) Fixed Asset TurnOver Pada rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola harta tetap, apakah perusahaan sudah cukup optimal dalam menghasilkan pendapatan. Menurut Brigham dan Adipratama (2012), Fixed Asset TurnOver Ratio dihitung dengan :
=
Penjualan Bersih × 100 % Harta Tetap
3. Financial Leverage Ratio / Rasio Solvabilitas, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio solvabilitas yang digunakan adalah :
56
a) Debt to Equity Ratio Pada rasio ini bertujuan untuk melihat beberapa besarnya hutang lancar dan hutang jangka panjang operasi dibandingkan dengan modal perusahaan.
=
Hutang Lancar + Kewajiban Jangka Panjang × 100 % Modal
b) Debt to Asset Ratio Rasio ini merupakan gambaran tentang berapa banyak dana perusahaan yang berasal dari hutang lancar dan hutang jangka panjang dibandingkan dengan harta perusahaan.
=
Hutang Lancar + Kewajiban Jangka Panjang × 100 % Harta
4. Rasio Profitabilitas, dapat melakukan pengukuran seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungan dengan penjualan, aset maupun laba modal sendiri. Rasio profitabilitas yang digunakan adalah :
a) Net Profit Margin Penghitungan rasio ini berdasarkan pemikiran bahwa pemakaian laba bersih sebelum pajak.
(NPM) =
Total Laba Bersih × 100 % Total Penjualan Bersih
57
b) Return On Equity (ROE) Rasio ini sangat berguna untuk melihat secara focus besarnya laba bersih yang dapat dihasilkan dari jumlah modal yang ditanam oleh para pemegang saham.
(
)=
Laba Bersih × 100 % Modal
5. Pengertian Bank Pengertian Bank menurut Prof. G. M. Verryn Stuart adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain dengan cara memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain sekalipun dengan jalan menambah uang baru (Kertas atau Logam). Sedangkan menurut Dr. B. N. Ajuha, pengertian Bank yaitu menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakan secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk keuntungan masyarakat. Selanjutnya pengertian Bank menurut UU No. 21 Thn 2008 Peraturan Mentri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2008 tanggal 12 Maret 2008, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Pengertian Bank yang dikemukakan oleh Malayu S. P Hasibuan, yaitu :
58
1. Bank ialah badan usaha kekayaan terutama dalam bentuk aset keuangan (Financial Asset) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja. 2. Bank adalah pencipta dan pengedar uang kartal (uang kertas dan logam) merupakan otoritas tunggal bank sentral (Bank Indonesia), sedangkan uang giral bias diciptakan oleh bank umum. 3. Bank selalu pelaksana Lalu Lintas Pembayaran (LLP), berarti Bank menjadi pelaksana penyelesaian pembayaran transaksi komersial atau financial dari pembayar kepada penerima. Lalu lintas pembayaran diartikan sebagai proses penyelesaian transaksi komersial atau financial dari pembayaran kepada penerima melalui media bank. 4. Bank selaku “Stabilisator Moneter”, yaitu Bank mempunyai kewajiban ikut serta menstabilkan nilai tuker uang, nilai kurs, atau harga barang-barang relatif stabil atau tetap, baik secara langsung maupun melalui mekanisme Giro Wajib Minimum (GWM) bank, Oprasi Pasar Terbuka, ataupun kebijakan diskonto.
Setelah kita memperhatikan penjelasan mengenai Bank diatas, selanjutnya penulis akan menyebutkan jenis-jenis bank yang ada di Indonesia. Ahmad Ifham Sholihin didalam bukunya yang berjudul “Buku Pintar Ekonomi Syariah” pada tahun (2010, Hal: 148-155), yaitu :
59
1. Bank Sentral, Bank dengan tugas pokok membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai rupiah, memelihara cadangan devisa, mengawasi aktivitas perbankan, memelihara rekening perbankan guna meningkatkan taraf hidup rakyat di Indonesia Bank sentral adalah Bank Indonesia (Central Bank). 2. Bank Umum, Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Bank
Perkreditan
Rakyat
(BPR),
Bank
Perkereditan
Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mendefinisikan BPR sebagai bank konvensional yang didalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 4. Bank Syariah, Bank yang kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah/hukum islam, dan dikenal juga dengan Bank Islam. Adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan syariah. Undang-Undang tersebut sudah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang
60
mendefinisikan bank syariah sebagai bank yang menjakankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Setelah kita mengerti dalam melihat jenis-jenis bank di Indonesia, maka penulis akan sedikit membahas tentang tugas dari bank itu sendiri. Berbicara mengenai tugas bank maka terdapat 3 (tiga), yaitu :
1) Tugas Bank Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Tugas bank menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter guna mencapai dan memelihara kestabilan nilai uang. Arah kebijakan tersebut didasarkan pada sasaran laju inflasi yang ingin dicapai dan juga memperhatikan berbagai sasaran ekonomi makro lainnya, baik itu dalam jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang. Implementasi kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan suku bunga dalam hal ini perkembangan indikator tersebut dikendalikan melalui piranti moneter tidak langsung yaitu menggunakan oprasi pasar terbuka, penetapan cadangan wajib minimum bagi perbankan dan penentuan tingkat diskonto.
2) Tugas Bank Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran Tugas bank mengatur dan menjaga kelancaran sustem pembayaran, bank merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang serta mencabut, menarik dan menjaga kelancaran
61
sistem pembayaran. Selain itu bank berwenang melaksanakan atau member persetujuan maupun perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran, hal ini meliputi sistem transfer dana baik yang bersifat “Real Time”, sistem kliring maupun juga sistem pembayaran lainnya misalkan sistem pembayaran berbasis kartu. Terdapat catatan dalam mewujudkan sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, bank secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu ”Blue Print” Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan ini direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang kemudian diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antara bank dan peningkatan efisiensi dalam pelayanan jasa sistem pembayaran. Dengan penerapan sistem pembayaran yang lancar dan aman merupakan salah satu prasayarat dari keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan moneter bank.
3) Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank Tugas bank mengatur dan mengawasi merupakan salah satu tugas yang penting untuk menciptakan system perbankan yang pada akhirnya dapat mendorong efektivitas dari kebijakan moneter. Perbankan selain menjalankan fungsi intermediasinya, juga berfungsi sebagai media transmisi dari kebijakan moneter serta pelayanan jasa sistem pembayaran.
62
5. Penelitian terdahulu Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu yang sejenis sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut : Table 2.4 Penelitian Terdahulu yang Sejenis No.
Nama Penelitian
Judul Penelitian
Hasil Penelitian Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan untuk hamper semua rasio sebelum dan setelah marger dan akuisisi. Hanya DR (Debit Ratio) yang mengalami perubahan signifikan namun hasil tersebut tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya pengaruh marger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan perusahaan pertambangan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan marger, PT. Kalbe Farma Tbk dapat tumbuh melalui peningkatan aset, ekuitas dan laba serta adanya penurunan kewajiban . PT Kalbe Farma Tbk tidak memperoleh sinergi tetapi pangsa pasar PT Kalbe Farma Tbk meningkat. Selain itu kinerja keuangan PT Kalbe Farma Tbk sesudah marger menjadi lebih baik. Current Ratio, Quick Ratio, Return On Asset dan Total Asset Turnover mengalami peningkatan. Sedangkan Return Equity dan Debt To Equity Ratio mengalami penurunan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa studi dalam 7 rasio keuangan, NPM, ROI, ROE, EPS, TATO, CR, dan Debt. Pada pengakuisisi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dibandingkan sebelum dan sesudah akuisisi. Tetapi perusahaan yang telah bergabung rasio ROI, EPS, dan Debt Rasio terdapat perbedaan yang signifikan sebelum dan sesudah marger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BOPO, NPL, NIM, CAR dan Market Share mempunyai pengaruh yang signifikan kepada profitabilitas (ROA) bank pasca marger di Indonesia, sedangkan LDR tidak signifikan. Secara keseluruhan bank pasca marger di Indonesia memiliki ratio BOPO, NPL, NIM, LDR, CAR dan MS belum
1.
Kurniati (2012)
Pengaruh Marger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (studi Empiris Pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).
2.
Andriyanto (2011)
Analisis Marger dan Kinerja Keuangan PT. Kalbe Farma. Tbk
3.
Wibowo (2012)
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Sarger dan Skuisisi (Studi Pada Perusahaan yang Melakukan Marger dan Akuisisi)
4.
Rindhatmono (2010)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Bank Pasca Marger di Indonesia.
63
5.
Aminatuzzahra (2010)
6.
Setyaningrum (2012)
7.
Ariya Yudha (2013)
8.
Akinbuli, Sylvester Feyi, Kelilume, Ikechukwu (2013)
9.
Vitale, Rachel, Laux, Judith A (2012)
Analisa Pengaruh Current ratio, Debt To Equity, Total Asset Turn Over, Net Profit Margin Terhadap ROE (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Periode 2005-2009) Pengaruh Current Ratio dan Debt To Equity Ratio Terhadap ROE Pada Consumer Goods Industry di BEI Tahun 2010-2011 Analisis Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turnover dan Debt To Equity Ratio, Total Asset Turnover, Net Profit Margin Terhadap Return On Equity Pada Perusahaan Manufaktur GO Public di BEI tahun 2010-2011 Pengaruh Marger dan Akuisisi Terhadap Pertumbuhan Perusahaan dan Profitabilitas : Bukit dari Nigeria (Internasional)
Efikasi Ekonomi Terhadap Marger dan Akuisisi Perusahaan Perbankan : 2006-2008 (Internasional)
dapat memenuhi batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh regulator. Hal ini membuktikan bahwa bank pasca marger di Indonesia yang telah melakukan marger sejak tahun 1999, belum dapat melaksanakan fungsi intermediasi secara optimal dan persoalan marger bukan merupakan permasalahan keuangan semata-mata tetapi juga kepada persoalan non financial. CR, DER, TATO. NPM secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ROE, sementara secara simultan CR, DER, TATO dan NPM terbukti signifikan berpengaruh terhadap ROE.
Variabel CR dan DER berpengaruh signifikan terhadap ROE baik secara parsial maupun simultan.
DER, CR dan TATO secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap ROE, sedangkan NPM berpengaruh signifikan terhadap ROE, sementara secara simultan (DER, CR, TATO dan NPM) terbukti signifikan berpengaruh terhadap ROE.
Hasil ini bertentangan dengan harapan normal untuk ekspansi portofolio yang cepat menyebabkan penurunan kualitas kredit. Ternyata, sinyal dari masalah kualitas kredit yang mendasari diabaikan sampai perekonomian tersendat dibawah krisis keuangan Global. Peningkatan rasio kualitas kredit ditengah ekspansi portofolio risiko yang paling agresif dalam sejarah tidak dianggap sebagai indikasi efisiensi dalam entitas pasca Marger dan Akuisisi. Marger dan Akuisisi selama periode 20062008 terhadap perusahaan perbankan, mungkin tidak dalam bukti yang lengkap, menyatakan bahwa Marger dan Akuisisi tidak bermanfaat bagi industri perbankan selama 2006 sampai periode 2008.
64
10.
Tsuji, Mineo, Yuke (2010)
Dampak Internasional Laporan Keuangan Standar Marger dan Akuisisi Terhadap Karyawan Potensial : Beberapa Bukti Jepang (Internasional)
11.
Allen, Linda, Chakraboty, Suparna, Watanabe, Wako (2011)
Investasi Asing Secara Langsung dan Pemulihan Terhadap Peraturan Untuk Krisis Perbankan 2007-2009 : Pelajaran dari Jepang (Internasional)
Marger dan Akuisisi kurang signifikan terhadap laporan keuangan, jika hanya dilakukan oleh entitas kecil. Jepang berharap setiap entitas harus memberikan informasi keuangan yang berguna bagi para pemangku kepentingan untuk membuat keputusan sebagai penyedia modal. Selain itu entitas bekerja sama dengan masyarakat untuk mencapai tujuan dari pengembangan berkelanjutan, menghormati kode etik, mungkin tidak begitu sulit jika karena bukan hanya orang Jepang tetapi juga untuk semua orang di Asia Timur untuk sama-sama bertanggung jawab untuk kedua masyarakat lokal dan global. Banyak dari Bank Jepang mengalami Krisis terhadap dunia Perbankan. Segmen kredit terbesar bagi bank Jepang adalah Perumahan Pinjaman Real Estate, meskipun terdapat pinjaman yang cukup besar untuk sector komersial dan industri, dan untuk Real Estate Non-Perumahan.
Sumber : Penelitian Terdahulu dan Proquest (Jurnal Internasional)
B. Rerangka Pemikiran Salah satu tujuan utama dari perusahaan yang melakukan marger dan akuisisi adalah untuk mencapai sinergi yang positif, sinergi yang lebih besar dibandingkan sebelum melakukan penggabungan marger dan akuisisi. Sinergi yang terjadi pada perusahaan melakukan marger dan akuisisi dapat terlihat dari kinerja laporan keuangannya. Lebih jauh lagi kinerja perusahaan yang sinergi setelah melakukan marger dan akuisisi dapat terukur dari rasio-rasio keuangan. Hal yang masuk didalam rasio keuangan yaitu likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage dan rasio aktivitas.
65
Rasio likuiditas pada umumnya mengukur kemampuan sebuah perusahaan untuk mengetahui kemampuan perusahaan didalam melunasi hutang-hutang jangka pendek yang segera jatuh tempo. Perbandingan aktiva lancar dan hutang lancarnya (CR) mengindikasikan likuiditas perusahaan. Dengan melakukan penggabungan usaha maka seharusnya kemampuan perusahaan untuk memenuhi hutang jangka pendek akan meningkat (kemampuan membayar hutang). Begitu juga dengan Quick Ratio yang seharusnya mengalami peningkatan setelah melakukan penggabungan marger dan akuisisi karena perusahaan dapat membayar kewajiban dengan melalui aktiva lancarnya. Rasio profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dan penjualnya. Dimana jika terjadi sinergi yang baik maka secara umum tingkat profitabilitas perusahaan akan lebih baik dari sebelum melakukan marger dan akuisisi. Dimana margin pendapat bersih (NPM), serta ekuitas (ROE) juga akan meningkat. Rasio leverage merupakan tingkat jumlah hutang terhadap seluruh kekayaan perusahaan. Maka jika terjadi sinergi atas dilakukannya marger dan akuisisi maka secara umum kesertaan modal mereka akan cukup baik untuk menjalankan usahanya sehingga penggunaan hutang, secara keseluruhan atau atas ekuitas perusahaan (DER), untuk menjalankan perusahaan dapat diminimalisir. Hal serupa akan didapat jika dilihat debt to asset ratio yang akan mengalami peningkatan jika marger dan akuisisi dilakukan.
66
Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola aktivanya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar kecepatan aset-aset perusahaan dapat dikelola dalam rangka menjalankan usahanya. Dari uraian diatas maka dalam analisis kinerja keuangan perusahaan publik setelah terjadinya marger dan akuisisi rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa laporan keuangan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi pada perusahaan perbankan. Adapun hubungan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.6.1 berikut ini : Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Teori Perusahaan Publik Perbankan yang Terdaftar di BEI
Kinerja Keuangan Sebelum Melakukan Marger dan Akuisisi, Dilihat Melalui : 1. Current Ratio (CR) 2. Quick Ratio 3. Return On Equity 4. Net Profit Margin (NPM) 5. Debt to Equity Ratio (DER) 6. Debt to Asset Ratio (DAR) 7. Total Asset TurnOver 8. Fixed Asset TurnOver
Kinerja Keuangan Sesudah Melakukan Marger dan Akuisisi, Dilihat Melalui : 1. Current Ratio (CR) 2. Quick Ratio 3. Return On Equity 4. Net Profit Margin (NPM) 5. Debt to Equity Ratio (DER) 6. Debt to Asset Ratio (DAR) 7. Total Asset TurnOver 8. Fixed Asset TurnOver Uji Perbedaan
Mengetahui Adakah Perbedaan Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Sebelum dan Sesudah Marger dan Akuisisi Data diolah Penulis
67
C. Hipotesis Berdasarkan permasalahan yang telah diteliti diatas mengenai analisis kinerja keuangan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi pada perusahaan perbankan. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Current Ratio H2 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Quick Ratio H3 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Return On Equity H4 : Terdapat perbedaan kinerja terhadap keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Net Profit Margin H5 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Debt to Equity Ratio H6 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Debt to Asset Ratio H7 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Total asset Turnover Ratio H8 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan perusahaan perbankan sebelum dan sesudah marger dan akuisisi berdasarkan Fixed Asset Turnover Ratio