BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Perusahaan Perusahaan merupakan suatu entitas yang berdiri sendiri atau merupakan
sebuah lembaga yang terdiri dari banyak karyawan yang merupakan individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda, yaitu lingkungan, agama, pendidikan, dan lain-lain, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perusahaan terdiri dari individu dengan kultur bawaan yang berbeda-beda (Paton dan Littleton, 1940 dalam Fr. Reni Retno Anggraini, 2006). Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, dimiliki orang perorangan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara, yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam bentuk lain (dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 (2000:1) Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh). Pada ketentuan umum UU tersebut disebutkan pengertian dari perusahaan adalah: “Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.”
17
18 Perusahaan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013), adalah “Kegiatan (pekerjaan) dan sebagainya yang diselenggarakan dengan peralatan atau dengan cara teratur dengan tujuan mencari keuntungan (dengan menghasilkan sesuatu, mengolah atau membuat barang-barang, berdagang, memberikan jasa, dan sebagainya) atau organisasi berbadan hukum yang mengadakan transaksi atau usaha.”
2.1.1.2 Tujuan Perusahaan Sesuai dengan pengertian klasik, tujuan dari suatu entitas perusahaan adalah mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya. Proposisi teori klasik, sebagaimana dirumuskan oleh Adam Smith (1981) dalam Sri Redjeki Hartono (2007), tugas korporasi diletakkan semata-mata mencari keuntungan, “the only duty of the corporation is to make profit”. Teori ini berlandaskan pada sebuah pemikiran bahwa apabila suatu perusahaan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya maka semua permasalahan perusahaan akan ditanggulangi. Keuntungan tersebut diperoleh melalui proses penjualan kepada pihak luar. Untuk perusahaan dagang skala kecil menengah, pihak luar tersebut umumnya adalah pembeli dan konsumen. Perusahaan dagang harus selalu memberi pelayanan yang terbaik guna mendapatkan kepuasan pembeli sehingga pembeli akan datang lagi dan akan banyak lagi pembeli lain yang datang. Namun sepertinya teori ini sudah kurang relevan untuk diterapkan di masa sekarang. Hal ini terbukti bahwa stakeholder menuntut lebih dari sekedar keuntungan perusahaan. Hari Buruh Nasional yang kita peringati beberapa waktu yang lalu merupakan salah satu saksi dimana suatu perusahaan dituntut lebih dari sekedar pencapaian profit yang sebesar-besarnya yang hanya mementingkan salah satu stakeholder yang ada di perusahaan tersebut. Tuntutan ini sendiri tak lebih
19 dari permintaan atas keadilan antara sesama stakeholder yang berkepentingan, seperti buruh, masyarakat, manajemen, penanam modal, dan pemerintahan serta unsur lain yang terkait di dalamnya, hal ini hanya akan menimbulkan permasalahan sosial dalam perusahaan dan keberlanjutan perusahaan itu sendiri di masa yang akan datang. Lebih luas lagi permasalahan sosial ini akan masuk dalam tatanan masyarakat dan negara (Galbreath, 2009). Tanggung Jawab Sosial (CSR) bukan lagi dilihat dari sentra biaya (cost center) melainkan sentra laba (profit center) di masa mendatang. Logikanya adalah bila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden, maka biaya untuk mengcover resikonya jauh lebih besar ketimbang nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. Belum lagi resiko non-finansial yang berpengaruh buruk pada citra korporasi dan kepercayaan masyarakat pada perusahaan. Dengan demikian, CSR bukan lagi sekedar aktifitas tempelan yang kalau terpaksa bisa dikorbankan demi mencapai efisiensi, namun CSR merupakan nyawa korporasi. CSR telah masuk kedalam jantung strategi korporasi. CSR disikapi secara strategis dengan melakukan inisiatif CSR dengan strategi korporsi. Caranya, inisatif CSR dikonsep untuk memperbaiki konteks kompetitif korporasi yang berupa kualitas bisnis tempat korporasi beroperasi. Dengan demikian, Tanggung Jawab Sosial bukan lagi sekedar aktivitas sampingan atau suatu hal yang dapat dikorbankan demi mencapai efisiensi (Suranta, 2007). Hermanto Edy Djatmiko, (2013) dalam majalah SWA menyatakan bahwa: “Jangan lagi takut rugi untuk menerapkan program tanggung jawab sosial perusahaan karena anda justru akan memetik profit besar di masa depan, sekaligus menjamin keberlanjutan bisnis anda.”
20 2.1.2
Laporan Keuangan Perusahaan Secara umum pengertian laporan keuangan dapat kita lihat dalam standar
Akuntansi Keuangan (IAI, 2014) yang menyatakan sebagai berikut: “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan dalam berbagai cara, seperti, misalnya sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan.” Suatu laporan keuangan bermanfaat bagi sejumlah pengguna apabila informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal dan dapat diperbandingkan. Namun demikian, perlu disadari bahwa laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi. Secara umum, laporan keuangan menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi non keuangan (Kieso, Weygandt dan Warfield, 2002). Pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik dimaksudkan untuk memberikan suatu panduan penyajian dan pengungkapan yang terstandarisasi dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip pengungkapan penuh (full disclosure), sehingga dapat memberikan kualitas penyajian dan pengungkapan yang memadai bagi pengguna informasi yang disajikan dalam pelaporan keuangan emiten atau perusahaan publik. Laporan keuangan harus cukup informatif untuk mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang pemakai yang berpengetahuan. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengakui bahwa penyajian informasi dalam laporan keuangan
21 baik jumlah maupun sifat, harus memenuhi kaidah keseimbangan antara manfaat dan biaya (Hendriksen, 2002).
2.1.3
Teori Legitimasi Legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi
perusahaan untuk mempertahankan hidup (Sari, 2012). Menurut Hidayati dan Murni (2009), perusahaan mengupayakan adanya pengakuan yang baik dari investor, kreditor, konsumen, pemerintah, dan masyarakat sekitar. Perusahaan senantiasa meningkatkan return saham bagi investor dalam memperoleh legitimasi
dari
investor.
Perusahaan
meningkatkan
kemampuannya
mengembalikan hutang dalam memperoleh legitimasi dari kreditor. Perusahaan senantiasa meningkatkan mutu produk dan layanan dalam memperoleh legitimasi dari konsumen. Perusahaan mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam mendapatkan legitimasi dari pemerintah. Perusahaan melakukan aktivitas pertanggungjawaban social dalam memperoleh legitimasi dari masyarakat. Teori Legitimasi menyatakan bahwa perusahaan akan memiliki tanggung jawab yang lebih besar dari pada perusahaan kecil (Chariri, 2008). Upaya pengakuan yang baik oleh perusahaan juga bertujuan untuk menciptakan keselarasan antara nilai-nilai sosial yang melekat pada kegiatan perusahaan dengan norma-norma perilaku yang ada dalam sistem sosial masyarakat (Chariri, 2008). Menurut Tilling (2004), legitimasi yang rendah dapat menyebabkan konsekuensi yang negatif bagi perusahaan karena dapat mengarah
22 pada hilangnya hak untuk beroperasi. Legitimasi yang rendah disebabkan adanya perbedaan diantara nilai-nilai yang dianut oleh perusahaan dengan nilai-nilai sosial masyarakat, di mana perbedaan ini disebut dengan legitimacy gap. Menurut Warticl dan Mahon (1994) dalam Chariri (2008), legitimacy gap dapat terjadi karena: 1. Adanya perubahan dalam kinerja perusahaan, tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja tidak berubah. 2. Kinerja perusahaan tidak berubah, tetapi harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan telah berubah. 3. Kinerja perusahaan dan harapan masyarakat terhadap kinerja perusahaan berubah ke arah yang berbeda atau ke arah yang sama dalam waktu yang berbeda. Keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukan sesuatu yang mudah untuk ditentukan. O’Donovan (2011) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan bahwa ketika terdapat perbedaan antara kedua nilai tersebut, perusahaan perlu mengevaluasi nilai sosialnya dan menyesuaikan dengan nilai-nilai sosialnya dan menyesuaikan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Perusahaan juga dapat merubah nilai-nilai sosial yang ada atau persepsi terhadap perusahaan sebagai teknik legitimasi. Jadi untuk mengurangi legitimacy gap, perusahaan harus mengidentifikasi aktivitas yang berada dalam kendalinya dan mengidentifikasi publik yang memiliki tower sehinga mampu memberikan legitimasi kepada perusahaan (Neu et al., 1998 dalam Ghozali dan Chariri, 2007).
23 2.1.4 Kinerja Keuangan Kinerja keuangan merupakan pencapaian suatu perusahaan yang diukur berdasarkan aspek keuangan (Mutamimah, dkk., 2011). Menurut Purwani (2010), kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektivitas dan efisiensi perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya. Kinerja keuangan juga merupakan keseluruhan hasil kerja manajemen dalam mengelola berbagai sumber daya yang dimiliki yang dapat dinilai dengan satuan uang (Darminto, 2010). Kinerja keuangan dapat menggambarkan kondisi keuangan dan kesejahteraan perusahaan pada periode waktu tertentu. Pengukuran kinerja keuangan berguna bagi stakeholders untuk mengetahui tingkat efisiensi dan keberhasilan operasi perusahaan, untuk mengontrol apakah perusahaan mencapai tujuannya, untuk menemukan alasan jika perusahaan tidak mencapai tujuannya, untuk mengontrol operasi perusahaan, dan membuat rencana masa depan perusahaan (Gumus dan Celikkol, 2011). Pengukuran kinerja keuangan didasarkan pada data keuangan dalam laporan keuangan perusahaan. Menurut Indriana, dkk. (2008), kinerja keuangan dapat diukur dari rasio keuangan yang diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Rasio likuiditas, rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial jangka pendek berupa hutang-hutang jangka pendek. Masalah likuiditas dapat timbul jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas, terdiri dari: 1). Current Ratio, diukur dengan cara membagi aset lancar dan hutang lancar.
24 2). Quick Ratio, diukur dengan cara membagi aset lancar dikurangi persediaan dengan hutang lancar. 2. Rasio leverage, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang apabila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi. Apabila semakin besar pinjaman yang digunakan perusahaan, maka semakin besar kreditur mempunyai kendali pada perusahaan. Rasio leverage, terdiri dari: 1). Total Debt to Total Asset, diukur dengan cara membagi total hutang dan total aset yang dimiliki perusahaan. 2). Time Interest Earned Ratio, diukur dengan cara membagi laba sebelum hutang dan pajak dengan beban bunga. 3). Fixed Chance Coverage, diukur dengan cara membagi laba sebelum pajak dan hutang ditambah beban sewa dengan beban bunga ditambah beban sewa. 3. Rasio
aktivitas,
digunakan
untuk
mengukur
kemampuan
perusahaan
dalam menggunakan dana yang tersedia yang tercermin dalam perputaran modalnya. Rasio aktivitas, terdiri dari: 1). Inventory Turnover, diukur dengan membagi antara harga pokok penjualan dan rata-rata persediaan. 2). Average Collection period, diukur dengan membagi piutang dan ratarata penjualan per hari. 3). Fixed Asset Turnover, diukur dengan membagi penjualan dan aset tetap bersih.
25 4). Total Asset Turnover, diukur dengan membagi penjualan dan total aset. 4. Rasio profitabilitas, digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio profitabilitas, terdiri dari: 1). Profit Margin, diukur dengan cara membagi penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dengan penjualan. 2). Net Profit Margin, diukur dengan cara membagi laba setelah bunga dan pajak dengan penjualan. 3). Return on Asset, diukur dengan cara membagi laba bersih setelah pajak dengan total aset. 4). Return on Equity, diukur dengan cara membagi laba bersih setelah pajak dan total ekuitas. 5). Earning per Share, diukur dengan membagi laba saham biasa dan jumlah saham biasa yang beredar.
2.1.4.1 Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio adalah suatu metode perhitungan dan interpretasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan. Penganalisa harus mampu menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode atau waktu ini dengan faktor-faktor di masa mendatang yang mungkin akan mempengaruhi posisi keuangan atau hasil operasi perusahaan yang bersangkutan.
26 Pengertian rasio keuangan menurut James Van Horne dan Wachowizs (2012) yaitu: “Indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya.” Menurut Bambang Riyanto (2012) mengenai definisi rasio keuangan yaitu: “Rasio keuangan adalah ukuran yang digunakan dalam interpretasi dan analisis laporan finansial suatu perusahaan. Pengertian rasio itu sebenarnya hanyalah alat yang dinyatakan dalam arithmatical terms yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua macam data finansial.” Menurut S. Munawir (2012) analisis rasio keuangan adalah: “Suatu metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.” Pengertian analisis rasio keuangan menurut Weston (2012) adalah: “Analisis rasio keuangan memberikan kerangka hubungan antar pos-pos neraca dan perhitungan laba rugi, memungkinkan seseorang menelusuri sejarah suatu perusahaan dan menilai posisi keuangannya saat ini, serta memungkinkan bagi manajer keuangan memperkirakan reaksi kreditur atau investor terhadap keadaan keuangan perusahaan dan dengan demikian dapat mancari cara-cara yang tepat untuk mendapatkan dana.” Menurut Agus Sartono (2012) yang dimaksud dengan analisa rasio keuangan adalah: “Dasar untuk menilai dan mengarahkan prestasi operasi perusahaan. Disamping itu, analisa rasio keuangan juga dapat dipergunakan sebagai kerangka kerja perencanaan dan pengendalian keuangan.”
27 Menurut
Bambang
Riyanto
(2012)
penganalisa
finansial
dalam
mengadakan analisis rasio keuangan pada dasarnya dapat melakukannya dengan 2 macam cara pembandingan, yaitu: 1. Pembandingan present ratio dengan rasio-rasio semacam di waktu-waktu yang lalu (rasio historis) dari perusahaan yang sama. 2. Pembandingan antara rasio-rasio suatu perusahaan dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan-perusahaan atau industri lain yang sejenis (rasio rata-rata atau rasio industri).
2.1.4.2 Jenis-Jenis Analisis Rasio Keuangan Perhitungan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan aspek-aspek tertentu diperlukan dalam melakukan analisis rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan mungkin dihitung berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca ataupun laporan laba rugi dan juga rasio dibuat menurut kebutuhan penganalisa. Bambang Riyanto (2012) membagi rasio keuangan menjadi 4 rasio utama, yaitu rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas. Begitu juga dengan Agus Sartono (2012) membagi 4 jenis analisis rasio yang digunakan dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan, yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, dan rasio profitabilitas untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang berkepentingan sebelum pengambilan keputusan terhadap suatu perusahaan.
28 Beberapa rasio yang ada, rasio keuangan yang mampu menggambarkan kinerja keuangan dalam menghasilkan keuntungan adalah Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), dan Net Profit Margin (NPM). Adapun rasiorasio tersebut merupakan klasifikasi dari rasio profitabilitas. Sedangkan rasio yang mampu menggambarkan kinerja keuangan dalam penggunaan hutang untuk membiayai investasi perusahaan yang bersangkutan yaitu Debt to Assets Ratio (DAR) dan Debt to Equity Ratio (DER). Adapun rasio tersebut merupakan klasifikasi dari rasio solvabilitas.
2.1.4.3 Alasan Penggunaan Analisis Rasio Keuangan Alasan penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis keuangan dikemukakan oleh Irham Fahmi (2014) sebagai berikut: 1. Sebagai ringkasan statistik Analisis rasio keuangan digunakan untuk menyederhanakan kompleksitas detil laporan keuangan ke dalam bentuk serangkaian rasio. 2. Sebagai identifikasi kondisi suatu industri Perusahaan menggunakan standar industri untuk melihat perbedaan yang tidak normal dengan prestasi perusahaan, sehingga dapat diambil tindakan yang diperlukan. 3. Sebagai masukan dalam pengambilan keputusan Para pengambil keputusan menggunakan rasio keuangan sebagai data tambahan bersama-sama dengan informasi time series dan cross sectional
29 trend, yang juga disertai pengalaman keputusan atas industri yang bersangkutan. 4. Untuk standarisasi Penggunaan rasio sebagai pembanding bagi organisasi yang beroperasi dalam berbagai skala.
2.1.4.4 Tujuan Analisis Rasio Keuangan Irham Fahmi (2014) menyatakan tujuan dari analisis rasio keuangan adalah membantu manajer keuangan memahami apa yang perlu dilakukan perusahaan berdasarkan informasi yang tersedia yang sifatnya terbatas berasal dari laporan keuangan. Analisis rasio keuangan juga dapat mengurangi ketergantungan para pengambil keputusan pada dugaan murni, terkaan, dan intuisi, mengurangi dan mempersempit lingkup ketidakpastian yang tidak bisa diletakkan pada setiap proses pengambilan keputusan. Menurut Arthur J. Keown et all (2001) tujuan rasio keuangan adalah untuk menjawab: 1. Tingkat likuiditas perusahaan. 2. Keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba operasi atas aktiva yang dimiliki perusahaan. 3. Dana untuk perusahaan. 4. Tingkat pengembalian pemegang saham biasa.
30 Setiap pihak mempunyai maksud yang berbeda dalam memandang analisa rasio. Bagi kreditur terutama bank yang akan memberikan kredit jangka pendek sudah tentu perhatiannya banyak mengarah pada posisi likuiditasnya. Hal ini dengan alasan sampai seberapa jauh perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo. Bagi kreditur atau bank yang mempertimbangkan pemberi kredit jangka menengah atau jangka panjang akan menekankan pada kemampuan menghasilkan laba, serta tingkat efisiensi dari pelaksanaan aktivitasnya. Disamping itu faktor prospek usaha, yang antara lain dapat diketahui melalui trends permintaan akan produk yang akan diusahakan perusahaan juga merupakan pertimbangan bagi kreditur ini. Bagi manajemen perusahaan, sangat berkepentingan sekali pada hasil dari analisa ini. Menurut Agus Sartono (2012) tujuan analisa rasio keuangan adalah: 1. Bagi manajer kredit, analisa rasio keuangan dipergunakan untuk memperkirakan risiko potensial yang dihadapi oleh para peminjam (debitur) dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran tingkat keuntungan yang diminta. 2. Bagi investor, sebagai alat untuk mengevaluasi nilai saham dan obligasi berbagai perusahaan. Selain itu juga dapat dipergunakan untuk mengukur adanya jaminan atas keamanan dana yang akan ditanamkan dalam perusahaan.
31 3. Bagi manajemen perusahaan, untuk merencanakan dan mengevaluasi performance atau prestasi manajemen dikaitkan dengan prestasi rata-rata industri. 4. Manajer perusahaan, mengidentifikasikan kemungkinan melakukan merger (penggabungan) dengan perusahaan lain.
2.1.4.5 Keunggulan Analisis Rasio Keuangan. Menurut Sofyan Syafri Harahap (2012) analisis rasio memiliki keunggulan dibanding teknik analisis lainnya. Adapun keunggulan tersebut adalah: 1. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan; 2. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dan informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit; 3. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain; 4. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score); 5. Menstandarisir ukuran perusahaan; 6. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau “time series”; 7. Lebih mudah melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.
32 Berdasarkan pendapat Lukman Syamsuddin (2012), rasio keuangan sangat berguna baik bagi pihak dalam dan luar perusahaan untuk mengetahui dan menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini dan kemungkinannya di masa yang akan datang. Para pemegang saham dan calon pemegang saham menaruh perhatian utama pada tingkat keuntungan, baik yang sekarang maupun kemungkinan di masa yang akan datang. Dua kelompok yang menganggap rasio keuangan berguna, yaitu: 1. Manajer, mengukur dan melacak keuangan perusahaan sepanjang waktu, fokus utama dari analisa mereka sering berkaitan dengan berbagai ukuran profitabilitas yang digunakan untuk mengevaluasi keuangan perusahaan dari sudut pandang pemilik. 2. Para analis yang merupakan analis eksternal bagi perusahaan. Contoh kelompok ini adalah petugas pemberi pinjaman dari bank komersial yang menentukan kelayakan kredit pemohon pinjaman. Analisis lebih ditekankan pada sejarah penggunaan hutang oleh perusahaan serta kemampuannya untuk membayar bunga dan pokok pinjaman tersebut.
2.1.4.6 Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio di atas disamping memiliki keunggulan, analisis rasio ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari sewaktu penggunaannya agar kita tidak salah dalam penggunaannya.
33 Menurut Sofyan Syafri Harahap (2012) adapun keterbatasan analisis rasio itu adalah : 1. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya. 2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini seperti: a. Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bisa atau subjektif; b. Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar; c. Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio; d. Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda. 3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio. 4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron. 5. Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai
tidak
sama.
menimbulkan kesalahan.
Oleh
karenanya
dilakukan
perbandingan
bisa
34 2.1.5
Return On Equity (ROE) Return on Equity (ROE) merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam mengelola modal yang ada untuk mendapatkan net income (Kasmir, 2003). Adapun rumus ROE adalah sebagai berikut:
(ROE) = Semakin tinggi ROE maka kinerja perusahaan semakin efektif. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa maupun saham preferen. Peningkatan harga saham perusahaan akan memberikan keuntungan (return) yang tinggi pula bagi para investor. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik investor terhadap perusahaan. Peningkatan daya tarik ini menjadikan perusahaan tersebut makin diminati oleh investor, karena tingkat kembalian akan semakin besar. Dengan kata lain ROE akan berpengaruh terhadap return saham yang akan diterima oleh investor (Agus Sartono, 2012).
2.1.6
Harga Saham
2.1.6.1 Pengertian Saham dan Harga Saham Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2013) yang dimaksud dengan saham adalah: “Sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseorangan terbatas. Wujud saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut.”
35 Menurut Sunariyah (2012) yang dimaksud dengan saham adalah: “Surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emitmen. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut.” Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2012) mengemukakan bahwa: “Saham adalah tanda bukti pengembalian bagian atau peserta dalam perseroan terbatas, bagi yang bersangkutan, yang diterima dari hasil penjualan sahamnya akan tetapi tertanam di dalam perusahaan tersebut selama hidupnya, meskipun bagi pemegang saham sendiri bukanlah merupakan peranan permanen, karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya.” Pengertian harga saham menurut Agus Harjito dan Martono (2012) didefinisikan sebagai berikut: “Harga saham merupakan refleksi dari keputusan-keputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen) dan pengelolaan aset.” Adler Haymans Manurung (2013) mendefinisikan harga saham sebagai berikut: “Harga pasar saham adalah harga jual dari investor yang satu kepada investor yang lain setelah saham tersebut di cantumkan di bursa, baik bursa utama maupun OTC (Over the counter market).” Menurut Shim dalam buku Kamus Istilah Akuntansi (2012) yang ditejemahkan oleh Moh.Kurdi mendefinisikan harga saham sebagai berikut: “Harga saham merupakan tingkat harga saham equilibrium dimana terdapat kesepakatan antara pembeli dan penjual pada pasar modal di Bursa Efek.”
36 2.1.6.2 Jenis-Jenis Saham Menurut
Adler
Haymans
Manurung
(2013)
jenis-jenis
saham
diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Jenis saham dilihat dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim dibedakan menjadi: a. Saham biasa: saham yang menampatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian dividen, hak atas kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. b. Saham preferen: saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. Saham preferen dipandang sebagai surat berharga dengan pendapatan tetap. 2. Jenis saham dilihat dari segi cara peralihannya dibedakan menjadi: a. Saham atas untuk: pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam rapat umum pemegang saham. b. Saham atas nama: merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
37 3. Jenis saham dilihat dari segi kinerja perdagangan dibedakan menjadi: a. Blue-Chip Stock: saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. b. Income Stock: saham dari suatu emitmen yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menelan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham. c. Growth Stock: saham-saham dari emiten yang memilki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai leader di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stocks yaitu saham dari emiten yang tidak sebagai leader dalam industri namun memiliki ciri growth stock. Umumnya saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten. d. Speculative Stock: saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang, meskipun belum pasti. e. Counter Cyclical Stock: saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga
38 saham ini tetap tinggi, di mana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dan selalu dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan consumer goods.
2.1.6.3 Penilaian Harga Saham Menurut Adler Haymans Manurung (2013) ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai harga suatu saham tetapi dua pendekatan berikut yang paling banyak digunakan, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan portofolio modern. 1.
Pendekatan tradisional, untuk menganalisis surat berharga saham dengan pendekatan tradisional digunakan dua analisis yaitu: a. Analisis teknikal, merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Pendekatan analisis ini menggunakan data pasar yang dipublikasikan seperti: harga saham, volume perdagangan, indeks harga saham gabungan dan individu, serta faktor-faktor lain yang bersifat teknis. Pendekatan ini juga disebut pendekatan analisis pasar (market analisys) atau analisis internal (internal analisys). Asumsi yang mendasari analisis teknikal adalah:
39
Terdapat ketergantungan sistematik di dalam keuntungan yang dapat dieksploitasi ke return ubnormal.
Pada pasar tidak efisien, tidak semua informasi harga masa lalu diamati ketika memprediksi distribusi keuntungan sekuritas.
Nilai suatu saham merupakan fungsi permintaan dan penawaran. Beberapa kesimpulan menyangkut pendekatan analisis teknikal adalah sebagai berikut:
Analisis teknikal didasarkan pada data pasar yang dipublikasikan.
Fokus analisis teknikal adalah ketepatan waktu, penekanannya hanya pada perubahan harga.
Teknik analisis berfokus pada faktor-faktor internal melalui analisis pergerakan di dalam pasar atau suatu saham.
Para analisis teknikal cenderung lebih berkonsentrasi pada pasar jangka pendek, karena teknik-teknik analisis teknikal dirancang untuk mendeteksi pergerakan harga dalam jangka waktu yang relatif lebih pendek.
b. Analisis fundamental, pendekatan ini didasarkan pada suatu anggapan bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik inilah yang diestimasi oleh para investor atau analisis. Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari variabel-variabel perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan suatu return (keuntungan) yang diharapkan dan suatu resiko yang melekat pada saham tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik kemudian
40 dibandingkan dengan harga pasar yang sekarang (current market price). Harga pasar saham merupakan refleksi dari rata-rata nilai intrinsiknya. 2.
Pendekatan portofolio modern Pendekatan portofolio modern menekankan pada aspek psikologi bursa dengan asumsi hipotesis mengenai bursa, yaitu hipotesis pasar efisien. Pasar efisien diartikan bahwa harga-harga saham yang terefleksikan secara menyeluruh pada seluruh informasi yang ada di bursa.
2.1.7
Pengungkapan
2.1.7.1 Pengertian Pengungkapan Secara konseptual pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan, dan secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian informasi dalam bentuk statement keuangan (Suwardjono, 2012). Terdapat beberapa sumber yang mengemukakan pengertian pengungkapan, diantaranya adalah “Pengungkapan adalah penyediaan informasi dalam statemen keuangan termasuk statemen keuangan itu sendiri, catatan atas statemen keuangan, dan pengungkapan tambahan yang berkaitan dengan statemen keuangan.” Pengertian pengungkapan oleh Sudrajat ini terbatas hanya pada hal-hal yang menyangkut pelaporan keuangan, pernyataan manajemen atau informasi diluar lingkup pelaporan keuangan tidak termasuk. Sementara itu, Wolk, Tearney, dan Dodd memasukan pula statemen keuangan segmental dan statemen yang merefleksi perubahan harga sebagai bagian dari pengungkapan. Para akuntan cenderung menggunakan kata ini dalam pengertian yang terbatas yaitu:
41 “Penyampaian informasi keuangan tentang suatu perusahaan di dalam laporan keuangan biasanya laporan tahunan. Penyampaian informasi di dalam neraca, laporan laba rugi, serta laporan arus kas termasuk dalam pengakuan dan pengukuran.” Pengungkapan, dalam pengertian sempitnya, menyangkut hal-hal seperti pembahasan dan analisis manajemen, catatan kaki dan pelaporan lengkap. Pengungkapan juga sering dimaknai sebagai penyediaan informasi lebih dari apa yang dapat disampaikan dalam bentuk statemen keuangan formal. Secara umum, tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.
2.1.7.2 Tujuan Pengungkapan Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Commision (SEC) dikategorikan menjadi dua yaitu propective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor dan informative disclosure, yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Utomo, 2000). Berbeda dengan SEC, Belkaoui (1989) mengemukakan ada enam tujuan pengungkapan, yaitu : 1.
Menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang relevan bagi item-item tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan.
2.
Menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan ukuran yang bermanfaat bagi item-iten tersebut.
42 3.
Menyediakan informasi untuk membantu investor dan kreditur dalam menentukan risiko dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui.
4.
Menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar perusahaan dan antar tahun.
5.
Menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan kas keluar di masa mendatang.
6.
Membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya. Selain itu tujuan pengungkapan dalam hal ini yang berkaitan dengan
akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah menyediakan informasi yang memungkinkan dilakukan evaluasi pengaruh perusahaan terhadap masyarakat. Pengaruh kegiatan ini bisa bersifat negatif, yang berarti menimbulkan biaya sosial pada masyarakat. Sebaliknya pengungkapan dapat bersifat positif, yang berarti menimbulkan manfaat sosial bagi masyarakat (Yuningsih dan Wirakusuma, 2007).
2.1.7.3 Jenis Pengungkapan Ada dua pendapat mengenai Corporate Social Responsibility (CSR), yaitu: voluntari (yang menginginkan tetap bersifat sukarela) dan mandatori (yang mewajibkan) (Milton Freidman, 1962). Darrough dalam Na’im dan Rakhman (2000) mengemukakan ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu :
43 “Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure) dan Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure).” Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure) yaitu pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya. Luas pengungkapan wajib tidak sama antara negara yang satu dengan negara yang lain. Negara maju dengan regulasi yang lebih baik akan mensyaratkan pengungkapan minimum atas lebih banyak butir dibandingkan dengan yang disyaratkan Negara berkembang. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Healy dan Palepu dalam Na’im dan Rakhman mengemukakan meskipun semua perusahaan publik diwajibkan memenuhi pengungkapan minimum, mereka berbeda secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang diungkap ke pasar modal. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas dan membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen (Na’im dan Rakhman, 2000). Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan
44 diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai. Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Menurut Hendriksen (2002) ada tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan, yaitu: “Pengungkapan cukup (adequate disclosure), pengungkapan wajar (fair disclosure), dan pengungkapan penuh (full disclosure).” Hendriksen
(2002)
menjelaskan
pengungkapan
cukup
(adequate
disclosure), yaitu konsep yang sering digunakan adalah pengungkapan yang cukup, yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana angka-angka yang disajikan dapat diinterpretasikan dengan benar oleh investor. Pengungkapan wajar (fair disclosure) yaitu pengungkapan yang wajar secara tidak langsung menyiratkan suatu etika, yaitu memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan keuangan. Pengungkapan penuh (full disclosure) yaitu pengungkapan penuh menyangkut penyajian informasi yang relevan. Bagi sebagian orang pengungkapan penuh berarti penyajian informasi secara berlimpah sehingga tidak tepat. Menurut mereka, terlalu banyak informasi akan membahayakan. Karena penyajian rinci dan yang tidak penting justru akan mengaburkan informasi yang signifikan membuat laporan keuangan sulit ditafsir.
45 2.1.7.4 Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Hendriksen (2002) dalam Sitepu dan Siregar (2009), pengungkapan (disclosure)
didefinisikan
sebagai
penyediaan
sejumlah
informasi
yang
dibutuhkan untuk pengoperasian optimal pasar modal secara efisien. Dalam interpretasi yang lebih luas, menurut Wolk dan Tearney dalam Widiastuti (2000) dalam Sitepu dan Siregar (2009), dijelaskan bahwa: “Pengungkapan terkait dengan informasi baik yang terdapat dalam laporan keuangan maupun komunikasi tambahan (supplementary communication) yang terdiri dari catatan kaki, informasi tentang kejadian setelah tanggal laporan,analisis manajemen atas operasi perusahaan di masa datang, prakiraan keuanganoperasi, serta informasi lainnya.” Alasan utama mengapa suatu pengungkapan diperlukan adalah agar pihak investor dapat melakukan suatu informed decision dalam pengambilan keputusan investasi. Berkaitan dengan keputusan investasi, investor memerlukan tambahan informasi yang tidak hanya informasi tambahan tapi informasi non keuangan. Kebutuhan itu didorong oleh adanya perubahan manajerial yang menyebabkan terjadinya perluasan kebutuhan investor akan informasi baru yang mampu menginformasikan hal-hal yang bersifat kualitatif yang berkaitan dengan perusahaan. Informasi kualitatif dipandang memiliki nilai informasi yang mampu menjelaskan fenomena yang terjadi, bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi, dan tindakan apa yang akan diambil oleh manajemen terhadap fenomena tersebut. Informasi kualitatif ini dapat diungkapkan dalam laporan tahunan (annual report) perusahaan (Sudarmadji, 2007).
46 2.1.7.5 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pengertian
pertanggungjawaban
sosial
sangat
beragam.
Menurut
Rahmatullah dan Kurniati (2012), tanggung jawab sosial adalah: “Operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan berkelanjutan.” Hasibuan (2001) menyatakan bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level, yaitu: Basic responsibility (BR), Organization responsibility (OR), dan Sociental responses (SR). Pada level Basic responsibility (BR), menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut seperti: perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat serius. Pada level Organization responsibility (OR) ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi perubahan kebutuhan ”Stakeholder” seperti pekerja, pemegang saham, dan masyarakat di sekitarnya. Pada level Basic responsibility (BR), menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan.
47
BR
OR
SR Sumber: Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Rizal Hasibuan (2001) Gambar 2.1 Tingkatan Tanggung Jawab Perusahaan Pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tanggung jawab sosial adalah suatu bentuk pertanggungjawaban yang seharusnya dilakukan perusahaan, atas dampak positif maupun dampak negatif yang ditimbulkan dari aktivitas operasionalnya, dan mungkin sedikit banyak berpengaruh terhadap masyarakat internal maupun eksternal dalam lingkungan perusahaan. Selain melakukan aktivitas yang berorientasi pada laba, perusahaan perlu melakukan aktivitas lain, misalnya aktivitas untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman bagi karyawannya, menjamin bahwa proses produksinya tidak mencemarkan lingkungan sekitar perusahaan, melakukan penempatan tenaga kerja secara jujur, menghasilkan produk yang aman bagi para konsumen, dan menjaga lingkungan eksternal untuk mewujudkan kepedulian sosial perusahaan. Selain itu menurut Fr. Reni Retno Anggraini (2006) pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsbility (CSR) adalah: “Mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya terhadap stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi dibidang hukum. Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting.”
48 Menurut ACCA tahun 2004, Sustainability Reporting adalah: “Pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi. Sustainability report harus menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya.” Sedangkan Zeghal & Ahmed (1990) dalam Anggraini (2006) mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut: 1. Lingkungan, meliputi pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan
terhadap
kerusakan
lingkungan,
konservasi
alam,
dan
pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan. 2. Energi, meliputi konservasi energi, efisiensi energi, dll. 3. Praktik bisnis yang wajar, meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan, dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial. 4. Sumber daya manusia, meliputi aktivitas di dalam suatu komunitas, dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan, pendidikan dan seni. 5. Produk, meliputi keamanan, pengurangan polusi. Perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup perusahaan juga tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungannya tempat perusahaan beroperasi. Hal ini sejalan dengan legitimacy theory yang menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan
49 sistem nilai masyarakat, maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Sayekti dan Wondabio, 2007).
2.1.7.6 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perusahaan semakin menyadari bahwa keberlangsungan hidup perusahaan tergantung dari hubungan perusahaan dengan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan beroperasi (Titisari, dkk., 2010). Keberlangsungan hidup perusahaan akan terjamin jika perusahaan tidak hanya mementingkan aspek keuangan saja, namun memperhatikan aspek lingkungan dan sosial. Tanggung jawab sosial merupakan komitmen perusahaan dalam mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan ke dalam operasi bisnis secara berkelanjutan guna menyeimbangkan kepentingan dan kesejahteraan stakeholders (Mutamimah, dkk., 2011). Menurut ISO 26000, tanggung jawab sosial adalah komitmen perusahaan untuk mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas dampak dari keputusan, serta aktivitas yang mempengaruhi masyarakat dan lingkungan. Kegiatan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan diungkapkan dalam laporan tahunan atau sustainability report. Pengungkapan informasi mengenai tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan di Indonesia bersifat mandatory, di mana perusahaan diwajibkan untuk mengungkapkan kegiatan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan
50 lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan terhadap masyarakat (Rustiarini, 2010). Pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan juga merupakan bagian dari etika bisnis, di mana perusahaan tidak hanya memenuhi kewajiban-kewajiban ekonomi, namun juga memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (Mutmainah, 2012). Menurut Murwaningsari (2009), ruang lingkup tanggung jawab sosial perusahaan meliputi: 1.
Basic Responsibility, yaitu tanggung jawab sosial yang muncul karena keberadaan perusahaan.
2.
Organizational Responsibility, yaitu tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi kepentingan stakeholders.
3.
Societal Responsibility, yaitu tanggung jawab perusahaan ketika terjadi interaksi bisnis dengan masyarakat sehingga perusahaan dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan. Menurut Sari (2012), tanggung jawab sosial adalah komitmen perusahaan
dalam menjalankan kegiatan operasinya untuk senantiasa memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat sosial dan lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadi bentuk kepedulian perusahaan untuk memperbaiki kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas operasional perusahaan (Retno dan Priantinah, 2012). Tanggung jawab sosial dapat menjadi keunggulan kompetitif perusahaan karena perusahaan dapat mengidentifikasi konsekuensi sosial dari kegiatan operasi yang dilakukan perusahaan (Foote, et al., 2010). Menurut Brochure (2009), tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadi strategi bisnis ketika tujuan dari kebijakan dan program
51 tanggung jawab sosial dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan, tanggung jawab sosial perusahaan diterapkan di dalam dan luar perusahaan, tanggung jawab sosial dapat menghasilkan manfaat yang besar terkait dengan bisnis perusahaan, tanggung jawab sosial yang dilakukan mendukung kegiatan inti perusahaan, dan memberikan kontribusi bagi efektivitas perusahaan untuk mencapai misinya, serta tanggung jawab sosial dapat menciptakan rantai nilai yang baik.
2.1.8
Penelitian Terdahulu Yuniasih dan Wirakusuma (2007), meneliti pengaruh kinerja keuangan
pada nilai perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola perusahaan sebagai variabel pemoderasi pada 27 perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Jakarta dari tahun 2005-2006. Teknik analisis data yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Return on Asset berpengaruh positif pada nilai perusahaan, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan, sedangkan tata kelola perusahaan yang diproksikan melalui kepemilikan manajerial tidak mampu memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Yuniasih dan Wirakusuma (2007) dengan penelitian ini, terletak pada banyaknya jumlah indikator GRI yang digunakan untuk mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian Yuniasih dan Wirakusuma (2007) menggunakan 78 indikator GRI, sedangkan penelitian ini menggunakan 84 indikator GRI. Penelitian ini hanya menggunakan
52 pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel pemoderasi, Return on Equity sebagai proksi dari kinerja keuangan dan menggunakan harga saham sebagai nilai perusahaan. Perbedaan juga terdapat pada jenis perusahaan, tahun penelitian, dan teknik analisis data yang digunakan. Penelitian Rustiarini (2010), dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan penerapan tata kelola perusahaan pada nilai perusahaan, serta untuk mengetahui apakah tata kelola perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai perusahaan di 40 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis faktor dan uji nilai selisih mutlak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Tata kelola perusahaan juga mampu dalam memoderasi hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai perusahaan. Perbedaan penelitian terletak pada variabel bebas dan variabel pemoderasi di mana pada penelitian Rustiarini (2010) menggunakan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang diukur melalui 78 indikator GRI sebagai variabel bebas, sedangkan penelitian ini menggunakan kinerja keuangan yang diproksikan melalui Return on Equity sebagai variabel bebas. Rustiarini (2010) menggunakan tata kelola perusahaan yang diukur menggunakan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi komisaris independen, dan jumlah anggota komite audit sebagai variabel pemoderasi, namun pada penelitian ini pengungkapan tanggung
53 jawab sosial perusahaan diukur menggunakan 84 indikator GRI sebagai variabel pemoderasi. Perbedaan juga terletak pada perusahaan dan periode penelitian. Penelitian ini menggunakan uji residual untuk mengetahui apakah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan variabel pemoderasi. Perbedaan juga terdapat pada jenis perusahaan dan tahun penelitian yang berbeda. Almilia,
dkk.
(2011),
menguji
pengaruh
kinerja
keuangan
pada
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian dilakukan pada 47 perusahaan yang menerima Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) dan perusahaan lain yang tidak menerima Indonesian Sustainability Reporting Award (ISRA) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode waktu dari tahun 2007-2008. Penelitian Almilia, dkk. (2011), menggunakan variabel control ukuran perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi logistik dan uji beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Return on Asset berpengaruh positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan Return on Equity tidak berpengaruh pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil pengujian uji beda menunjukkan bahwa Return on Asset perusahaan penerima ISRA lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menerima ISRA, sedangkan tidak terdapat perbedaan Return on Equity antara perusahaan penerima ISRA dengan perusahaan yang tidak menerima ISRA. Perbedaan terletak pada variabel terikat di mana pada penelitian Almilia, dkk. (2011), variabel terikat yang digunakan adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang diukur melalui check list data, yaitu perusahaan penerima ISRA diberi skor 1, sedangkan yang tidak menerima ISRA diberi skor 0.
54 Penelitian ini mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan 84 indikator GRI. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini merupakan variabel pemoderasi, sedangkan harga saham merupakan variabel terikat. Penelitian ini hanya menggunakan proksi Return on Equity untuk mengukur kinerja keuangan dan tidak menggunakan variabel kontrol. Perbedaan juga terletak pada jenis perusahaan, tahun penelitian, dan teknik analisis data. Penelitian yang dilakukan oleh Anggitasari dan Mutmainah (2012), menganalisis bagaimana pengaruh kinerja keuangan pada nilai perusahaan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola perusahaan sebagai variabel pemoderasi pada 24 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode penelitian dari tahun 2007-2010, dengan teknik analisis data yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Return on Asset tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Variabel komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit tidak mampu memoderasi hubungan antara Return on Asset dengan nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan institusional mampu dalam memoderasi hubungan antara Return on Asset dengan nilai perusahaan. Perbedaan terletak pada variabel pemoderasinya, pada penelitian Anggitasari dan Mutmainah (2012) menggunakan 78 indikator GRI untuk mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaaan dan tata kelola perusahaan menggunakan empat proksi pengukuran, sedangkan penelitian ini menggunakan 84 indikator GRI untuk mengukur pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan dan tidak menggunakan tata kelola perusahaan sebagai variabel pemoderasi. Penelitian
55 ini menggunakan Return on Equity sebagai proksi dari kinerja keuangan. Perbedaan juga terletak pada jenis perusahaan, tahun penelitian, dan teknik analisis data. Penelitian yang dilakukan Wibowo (2012), untuk menguji hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diukur dengan menggunakan 78 indikator GRI, sedangkan kinerja keuangan perusahaan diteliti menggunakan Return on Asset. Penelitian Wibowo (2012), menggunakan variabel kontrol ukuran perusahaan. Penelitian dilakukan dari tahun 2005-2010 dengan 150 sampel perusahaan yang masuk ke dalam Indeks Sri Kehati di Bursa Efek Indonesia. Teknik analisis data yang digunakan adalah Ordinary Least Squares (OLS). Hasil penelitian Wibowo (2012), menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki dampak yang positif pada kinerja perusahaan dan kinerja perusahaan berdampak positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Perbedaan penelitian terdapat pada teknik analisis data di mana penelitian Wibowo (2012) menggunakan teknik analisis data OLS, sedangkan penelitian ini menggunakan uji residual untuk mengetahui apakah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan variabel pemoderasi. Pada penelitian ini pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diukur menggunakan 84 indikator GRI, sedangkan nilai variabel terikat diukur menggunakan harga saham. Penelitian Wibowo (2012) menggunakan kinerja keuangan dengan proksi Return on Asset, sedangkan penelitian ini menggunakan
56 Return on Equity. Perbedaan juga terletak pada jenis perusahaan dan tahun penelitian. Nur dan Priantinah (2012), meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial di perusahaan high profile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010. Variabel bebas yang digunakan adalah profitabilitas yang diproksikan melalui Return on Asset, ukuran perusahaan, kepemilikan saham publik, dewan komisaris, leverage yang diproksikan melalui debt to equity dan pengungkapan media, sedangkan variabel terikat yang digunakan
adalah
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial
yang
diukur
menggunakan 79 indikator GRI. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas, kepemilikan saham publik, dan pengungkapan media tidak berpengaruh pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dewan komisaris dan leverage berpengaruh negatif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nur dan Priantinah (2012) terletak pada variabel bebas di mana dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah Return on Equity, sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah nilai harga saham. Penelitian ini menggunakan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang diukur melalui 84 indikator GRI sebagai variabel pemoderasi. Perbedaan juga terletak pada teknik analisis data, jenis perusahaan, dan tahun penelitian.
57 Nurhayati dan Medyawati (2012), meneliti pengaruh kinerja keuangan yang diproksikan melalui Return on Equity, tata kelola perusahaan yang diproksikan melalui kepemilikan manajerial, dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diukur melalui 78 indikator GRI pada nilai perusahaan yang diproksikan melalui Tobin’s Q. Perusahaan yang masuk dalam LQ-45 dijadikan sampel penelitian pada periode 2009-2011. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan, tata kelola perusahaan, dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Nurhayati dan Medyawati (2012) dengan penelitian ini di mana penelitian ini menggunakan
pengungkapan
tanggung
jawab
sosial
perusahaan
yang
diukurmelalui 84 indikator GRI sebagai variabel pemoderasi. Perbedaan juga terletak tahun penelitian, dan teknik analisis data. Servaes dan Tamayo (2012), meneliti dampak tanggung jawab sosial diukur dengan menggunakan statistik KLD pada nilai perusahaan yang diukur menggunakan rasio Tobin’s Q. Periode pengamatan dilakukan dari tahun 19912005 di seluruh perusahaan S&P 500 Index, Domini 400 Social Index, dan Russel 1000 Index. Penelitian Servaes dan Tamayo (2012), menggunakan variabel kontrol ukuran perusahaan. Teknik analisis data yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan di mana peningkatan kegiatan tanggung jawab yang dilakukan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Servaes dan Tamayo (2012) dengan penelitian
58 ini terletak pada variabel bebas di mana variabel bebas dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan yang diproksikan melalui Return on Equity dan variable terikat yang digunakan adalah nilai harga saham,sedangkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang diukur dengan 84 indikator GRI sebagai variabel pemoderasi. Perbedaan juga terletak pada tahun penelitian, jenis perusahaan, dan teknik analisis data yang digunakan. Amri dan Untara (2012), meneliti pengaruh kinerja keuangan yang diproksikan melalui Return on Equity, tata kelola perusahaan, dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada nilai perusahaan yang diproksikan melalui Tobin’s Q. Periode pengamatan dilakukan dari tahun 2008-2010 di perusahaan LQ-45. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja keuangan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan, sedangkan tata kelola perusahaan tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Amri dan Untara (2012) dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas, di mana dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah kinerja keuangan, variable terikat yang digunakan adalah nilai harga saham, sedangkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan digunakan sebagai variabel pemoderasi. Pengungkapan tanggung jawab sosial pada penelitian ini diukur dengan 84 indikator GRI, sedangkan Amri dan Untara (2012) menggunakan 78 indikator GRI. Perbedaan juga terletak pada tahun penelitian dan teknik analisis data yang digunakan.
59 Mahendra, dkk. (2012), meneliti mengenai pengaruh kinerja keuangan yang diproksikan melalui likuiditas, leverage, Return on Equity pada nilai perusahaan dengan kebijakan deviden sebagai variabel pemoderasi pada 30 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20062009. Teknik analisis data yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa likuiditas dan Return on Equity berpengaruh positif pada nilai perusahaan, leverage tidak berpengaruh pada nilai perusahaan, kebijakan dividen tidak mampu memoderasi hubungan antara likuiditas, leverage, dan Return on Equity dengan nilai perusahaan. Perbedaan penelitian Mahendra, dkk. (2012) dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan variabel pemoderasi, di mana pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah Return on Equity dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang diukur dengan dengan 84 indikator GRI sebagai variabel pemoderasi. Perbedaan juga terletak pada tahun penelitian, jenis perusahaan, dan teknik analisis data yang digunakan. Carningsih (2012), meneliti pengaruh tata kelola perusahaan pada hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Kinerja keuangan diukur dengan menggunakan proksi Return on Asset dan Return on Equity, nilai perusahaan diukur melalui rasio Tobin’s Q, sedangkan tata kelola perusahaan diukur menggunakan proporsi komisaris independen. Penelitian dilakukan pada perusahaan property dan real estate tahun 2007-2008. Teknik analisis data yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Return on Asset berpengaruh negatif pada nilai perusahaan, sedangkan
60 Return on Equity tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Tata kelola perusahaan tidak mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Penelitian Carningsih (2012) dan penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas yang sama, yaitu Return on Equity untuk mengukur kinerja keuangan, variable terikat yang digunakan adalah nilai harga saham, sedangkan perbedaannya terletak pada variabel pemoderasi, di mana variabel pemoderasi yang digunakan pada penelitian ini adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang diukur dengan dengan 84 indikator GRI. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji residual. Perbedaan juga terletak pada tahun penelitian dan jenis perusahaan. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
1.
Nama Peneliti
Yuniasih dan Wirakusuma
Judul Penelitian
Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi.
Tahun Penelitian
Hasil Penelitian
Keterangan 27 Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dari Tahun 2005-2006.
2007
Return on Asset (ROA) berpengaruh positif pada nilai perusahaan, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan tata kelola perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Tata kelola perusahaan juga mampu dalam memoderasi hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai perusahaan.
2.
Rustiarini
Pengaruh Corporate Governance pada Hubungan Corporate Social Responsibility.
2010
40 Perusahaan Manufaktur yang terdaftar Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2008.
61
Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
3.
4.
5.
Amilia
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial dan Dampaknya terhadap Kinerja Keuangan dan Ukuran Perusahaan.
Anggitasari dan Mutmainah
Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Struktur Good Corporate Governance sebagai Variabel Pemoderasi.
Wibowo
Interaction between Corporate Social Responsibility Disclosure and Profitability of Indonesia Firms. International Annual Symposium on Sustainability Scienceand Managament.
2011
Return on Asset berpengaruh positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, sedangkan Return on Equity tidak berpengaruh pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
47 Perusahaan yang menerima Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA) dan perusahaan lain yang tidak menerima Indonesian Sustainability Reporting Award (ISRA) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode waktu dari tahun 20072008.
2012
Return on Asset tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Variabel komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan komite audit tidak mampu memoderasi hubungan antara Return on Asset dengan nilai perusahaan, sedangkan kepemilikan institusional mampu dalam memoderasi hubungan antara Return on Asset dengan nilai perusahaan.
24 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2010.
2012
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memiliki dampak yang positif pada kinerja perusahaan dan kinerja perusahaan berdampak positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
150 sampel perusahaan yang masuk ke dalam Indeks Sri Kehati di Bursa Efek Indonesia.
Profitabilitas, kepemilikan saham publik, dan pengungkapan media tidak berpengaruh pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan,
6.
Nur dan Priantinah
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility di Indonesia.
7.
Nurhayati dan Medyawati
Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan yang Terdaftar dalam LQ 45.
8.
Servaes dan Tamayo
The Impact of Corporate Social Responsibility on Firm Value: The Role of Customer Awareness.
2012
sedangkan ukuran perusahaan berpengaruh positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dewan komisaris dan leverage berpengaruh negatif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Perusahaan high profile yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2010.
2012
Kinerja keuangan, tata kelola perusahaan, dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan.
Perusahaan yang masuk dalam LQ 45 pada periode 2009-2011.
2012
Tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan di mana peningkatan kegiatan tanggung jawab yang dilakukan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Periode pengamatan dilakukan dari tahun 19912005 di seluruh perusahaan S&P 500 Index, Domini 400 Social Index, dan Russel 1000 Index.
62 Lanjutan Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu 9.
Amri dan Untara
10.
11.
Mahendra
Carningsih
Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan.
Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Hubungan antara Kinerja Keuangan dengan Nilai Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).
2.2
2012
Kinerja keuangan dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan, sedangkan tata kelola perusahaan tidak berpengaruh pada nilai perusahaan.
Periode pengamatan dilakukan dari tahun 20082010 di perusahaan LQ 45.
2012
Likuiditas dan Return on Equity berpengaruh positif pada nilai perusahaan, leverage tidak berpengaruh pada nilai perusahaan, kebijakan dividen tidak mampu memoderasi hubungan antara likuiditas, leverage, dan Return on Equity dengan nilai perusahaan.
30 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2006-2009.
2012
Return on Asset berpengaruh negatif pada nilai perusahaan, sedangkan Return on Equity tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Tata kelola perusahaan tidak mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan.
Perusahaan property dan real estate tahun 20072008.
Kerangka Pemikiran Nilai perusahaan menjadi pertimbangaan investor saat menginvestasikan
dana yang dimilikinya. Nilai perusahaan akan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk dapat mensejahterahkan pemilik dan pemegang saham. Nilai perusahaan dapat tercapai secara optimal apabila perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik. Kinerja keuangan dapat mengukur tingkat keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Peningkatan kinerja keuangan akan menyebabkan peningkatan fungsi dan aktivitas dari perusahaan (Tarawneh, 2006). Penelitian Mahendra, dkk. (2012), menunjukkan bahwa kinerja keuangan berpengaruh positif pada nilai perusahaan, di mana semakin tinggi kinerja keuangan, maka semakin tinggi nilai dari perusahaan, sedangkan penelitian Carningsih (2012), menunjukkan bahwa kinerja keuangan tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Akibat ketidakkonsistenan hasil penelitian sebelumnya, peneliti
63 memasukkan variabel pemoderasi, yaitu pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial merupakan komitmen perusahaan untuk beroperasi
secara legal dan etis yang berkonstribusi pada peningkatan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas (Mutmainah, 2012). Tanggung jawab sosial merupakan cara perusahaan untuk merespon ancaman kompetitif dari isu-isu sosial (Petrache, 2008). Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan cara perusahaan untuk mengkomunikasikan kepada stakeholders bahwa perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasinya tidak hanya mementingkan aspek keuangan, namun juga memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Menurut Sayekti dan Wondabio (2007), dengan pengungkapan tanggung jawab sosial diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang, serta memperoleh respon positif dari para pelaku pasar. Tanggung jawab sosial perusahaan penting untuk dilakukan dalam rangka meningkatkan nilai dari perusahaan (Sudana dan Arlindania, 2011). Penelitian Gunawan dan Utami (2008), menunjukkan hasil bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Hasil penelitian Yuniasih dan Wirakusuma (2007), serta Anggitasari dan Mutmainah (2012), menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan.
64 Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat merumuskan permasalahan yang akan diteliti dan membangun hipotesis berdasarkan teori yang melandasi serta penelitian sebelumnya, selanjutnya dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian ditolak atau diterima dengan menggunakan uji residual terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Peneliti pada akhirnya akan menarik kesimpulan dari hasil analisis regresi yang dilakukan, sehingga menemukan keterbatasan dan saran untuk dapat menjadi pertimbangan peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian di masa yang akan datang.
65 Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
LANDASAN TEORI
PENELITIAN SEBELUMNYA
TEORI LEGITIMASI
Yuniasih dan Wirakusuma (2007) Rustiarini (2010) Choi, et al. (2010)
RUMUSAN MASALAH
Almilia, dkk. (2011) Anggitasari dan Mutmainah (2012) Wibowo (2012) Nur dan Priantinah (2012)
HIPOTESIS
Nurhayati dan Medyawati (2012) Servaes dan Tamayo (2012) Amri dan Untara (20121) Mahendra, dkk. (2012)
ANALISIS DATA Carningsih (2012)
HASIL
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Sumber: Hasil Olahan Peneliti
2.2.1
Konsep Kinerja keuangan merupakan penilaian terhadap efektifitas dan efisiensi
dari operasional perusahaan (Bonifasius, 2009). Efektifitas terjadi apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau alat yang
66
tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan efisiensi terjadi apabila dengan masukan tertentu, perusahaan dapat memperoleh keluaran yang optimal (Purwani, 2010). Peningkatan kinerja keuangan akan diikuti dengan peningkatan nilai dari perusahaan. Penelitian Ganto, dkk. (2008) membuktikan bahwa Return on Equity memiliki hubungan yang positif pada nilai perusahaan yang dicerminkan melalui return saham, dengan meningkatnya return saham maka akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Carningsih (2012), membuktikan bahwa kinerja perusahaan tidak berpengaruh pada nilai perusahaan. Ketidakkonsistenan pengaruh kinerja keuangan pada nilai perusahaan, menyebabkan peneliti memasukkan variabel pemoderasi, yaitu pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang diduga mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Tanggung jawab sosial merupakan komitmen dari perusahaan untuk melaksanakan etika perilaku dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (Sari, 2012). Tanggung jawab sosial merupakan cara perusahaan untuk mencapai keseimbangan atau integrasi ekonomi, lingkungan, dan sosial (Ahmed, et al., 2012). Menurut Indriana, dkk. (2008), perusahaan menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan sekedar kegiatan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perusahaan yang menerapkan program tanggung jawab sosial akan direspon positif oleh para pelaku pasar (Kusumawardhani dan Nugroho, 2010). Investor akan
menginvestasikan
dananya
lebih
banyak
pada
perusahaan
yang
67
melaksanakan dan melaporkan kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (Lyon, 2007). Kesadaran perusahaan atas pentingnya pengungkapan informasi tanggung jawab sosial dikarenakan perusahaan merasa mempunyai kewajiban yang legal kepada stakeholders untuk mengungkapkan tidak hanya informasi keuangan, namun juga diharuskan untuk mengungkapkan informasi non keuangan (Wijaya, 2012). Menurut Giannarakis dan Theotokas (2011), pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan bertujuan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat atas operasi bisnis perusahaan. Perusahaan yang melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial dapat meminimalisasi risiko bisnis yang timbul akibat dari aktivitas yang dilakukan (Tsoutsoura, 2004). Penelitian Ehsan dan Kaleem (2012), menunjukkan bahwa kinerja keuangan berpengaruh positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian Choi, et al. (2010), menunjukkan hubungan yang positif antara kinerja keuangan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, di mana perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang lebih tinggi, juga memiliki indeks tanggung jawab sosial yang lebih tinggi. Penelitian sari (2012), membuktikan bahwa semakin tinggi kinerja keuangan, maka semakin tinggi pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan. Menurut Cheng dan Christiawan (2011), pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan diharapkan dapat memberikan sinyal yang positif kepada investor, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian Rustiarini (2010), menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan.
68
Hasil penelitian Yuniasih dan Wirakusuma (2007), membuktikan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Penelitian Anggitasari dan Mutmainah (2012), juga berhasil membuktikan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Variabel Independen
Variabel Dependen
Kinerja Keuangan: Return on Equity
Harga Saham
Variabel Pemoderasi Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial CSRDI (84 Indikator GRI)
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian Sumber: Ganto, dkk (2008) dan Sari (2012)
2.3
Hipotesis Penelitian Investor mulai mempertimbangkan kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan ketika akan berinvestasi. Pengelolaan lingkungan yang baik oleh perusahaan dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah, serta
69
meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan ekonomi bagi perusahaan (Kusumawardhani dan Nugroho, 2010). Tanggung jawab sosial adalah komitmen perusahaan untuk beroperasi secara legal dan etis yang berkonstribusi pada peningkatan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan masyarakat luas dalam rangka mewujudkan sustainable development (Mutmainah, 2012). Kegiatan tanggung jawab sosial menjadi cara perusahaan untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat, sehingga memengaruhi persepsi masyarakat terhadap perusahaan (Restuningdiah, 2010). Kegiatan tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan berdampak produktif pada efisiensi, perubahaan teknikal, dan skala ekonomi perusahaan (Siegel dan Paul, 2006). Tanggung jawab sosial yang diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunan atau sustainability report dapat menghindari perusahaan dari konflik sosial dan lingkungan yang timbul dari kegiatan operasi yang dijalankan (Chariri, 2008). Menurut Guthrie dan Parker (1990) dalam Sayekti dan Wondabio (2007), pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan cara perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dari sisi ekonomi dan politis. Penelitian Gunawan dan Utami (2008), menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, artinya semakin tinggi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, maka semakin tinggi nilai dari perusahaan. Hasil penelitian Murwaningsari (2009), menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial
70
perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan yang diproksikan melalui Tobin’s Q. Hasil penelitian Edmawati (2012), menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian Ehsan dan Kaleem (2012), menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang diproksikan dengan Return on Equity berpengaruh positif pada pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pengungkapan
informasi
tanggung jawab
sosial
yang
dilakukan
perusahaan dapat menjadi pertimbangan investor ketika akan berinvestasi (Hidayati dan Murni, 2009). Investor cenderung menanamkan modal pada perusahaan yang melakukan kegiatan tanggung jawab sosial karena dengan melaksanakan kegiatan tanggung jawab sosial secara konsisten, maka keberadaan perusahaan akan diterima oleh masyarakat (Cheng dan Christiawan, 2011). Penelitian Yuniasih dan Wirakusuma (2007), menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Penelitian Anggitasari dan Mutmainah (2012), juga menunjukkan hasil bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mampu dalam memoderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan nilai perusahaan. Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya dengan melihat hasil analisis penelitian. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
71 H1: Semakin baik return on equity (ROE) maka harga saham akan semakin meningkat. H2: Semakin meningkat return on equity (ROE) maka harga saham akan meningkat dengan dimoderasi dengan corporate social responsibility disclosure (CSRI).