BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Rasio Likuiditas
2.1.1.1 Definisi Rasio Likuiditas Rasio ini sering digunakan oleh perusahaan maupun investor untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Kewajiban tersebut bersifat jangka pendek. Kewajiban
jangka
pendek
itu
seperti, membayar tagihan listrik, gaji pegawai, atau hutang yang telah jatuh tempo. Tetapi terkadang ada beberapa perusahaan tidak sanggup membayar hutang tersebut pada waktu yang telah ditentukan, dengan alasan perusahaan tidak memiliki dana yang cukup untuk menutupi hutang yang telah jatuh tempo tersebut. Kasus tersebut akan mengganggu hubungan antara perusahaan dengan para kreditor, maupun para distributor. Dalam jangka panjang, kasus tersebut akan berdampak kepada para pelanggan. Artinya pada akhirnya perusahaan akan mengalami krisis ekonomi. Hal tersebut dikarenakan perusahaan tidak memperoleh kepercayaan dari pelanggan. Menurut Kasmir (2012:128) , ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya terutama jangka pendek (yang sudah jatuh tempo) disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:
14
15
1. 2.
Bisa dikarenakan memang perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali, atau Bisa mungkin saja perusahaan memiliki dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana (tidak cukup dana secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat berharga, atau menjual sediaan atau aktiva lainnya).
Rasio likuiditas ini merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Rasio ini sangat penting bagi suatu perusahaan dikarenakan berkaitan dengan mengubah aktiva menjadi kas. Menurut Agus Sartono dalam bukunya “Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi” (2008:116). mengatakan bahwa : “Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya.” Pengertian rasio likuiditas menurut Brigham dan Houston dalam bukunya “Dasar- dasar Manajemen Keuangan” (2010:134), mengatakan bahwa : “aset likuid merupakan asset yang diperdagangkan di pasar aktif sehingga dapat dikonversi dengan cepat menjadi kas pada harga pasar yang berlaku, sedangkan posisi likuiditas suatu perusahaan berkaitan dengan pertanyaan, apakah perusahaan mampu melunasi utangnya ketika utang tersebut jatuh tempo di tahun berikutnya.” Menurut Subramanyam (2012:43) rasio likuiditas, “untuk mengevaluasi kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek.” Pengertian likuiditas menurut Fred Weston dalam Kasmir (2012:129) adalah: “…rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, maka akan mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.”
16
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, James O.Gill dalam Kasmir (2012:130) menyebutkan rasio likuiditas, “mengukur jumlah kas atau jumlah investasi yang dapat dikonversikan atau diubah menjadi kas untuk membayar pengeluaran, tagihan dan seluruh kewajiban lainnya yang sudah jatuh tempo.” Rasio likuiditas menurut Kasmir (2012:110) adalah : “rasio likuiditas atau sering juga disebut rasio modal kerja merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa likuidnya suatu perusahaan. Caranya adalah dengan membandingkan seluruh komponen yang ada di aktiva lancar dengan komponen di passiva lancar (utang jangka pendek).” Menurut Kasmir (2012: 112) terdapat dua macam hasil penilaian terhadap pengukuran rasio ini , yaitu sebagai berikut : 1. Apabila perusahaan mampu memenuhi kewajibannya, dikatakan perusahaan tersebut likuid. 2. Sebaliknya apabila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut atau tidak mampu, dikatakan illikuid. Sebagai contoh, menurut Kasmir (2012:130-131) menyatakan bahwa, “sebuah perusahaan memiliki utang yang segera jatuh tempo senilai Rp 1.000.000,00, sementara aktiva lancar yang dimiliki perusahaan sebesar Rp 1.200.000,00. Maka, perusahaan ini dikatakan likuid. Artinya perusahaan mampu membayar utang tersebut. Sebaliknya jika aktiva lancar yang dimiliki perusahaan hanya sebesar Rp 800.000,00 perusahaan ini dikatakan illikuid. Artinya perusahaan tidak mampu membayar utang dengan seluruh aktiva lancar yang dimilikinya. Perusahaan masih kekurangan sebesar Rp 200.000,00 untuk menutupi utangnya. Meskipun kondisi dalam keadaan likuid, posisi keuangannya mengkhawatirkan karena sisa harta lancar tinggal Rp 200.000,00. Hal ini berbahaya karena misalnya ada kewajiban lainnya, pada saat ditagih perusahaan tidak mampu membayarnya. Jadi ukuran perusahaan yang baik tidak hanya sekedar likuid saja, tetapi harus memenuhi standar likuiditas tertentu sehingga tidak membahayakan kewajiban lainnya. Dalam prakteknya standar likuiditas yang baik adalah 200% atau 2:1. Sebagai contoh di atas total harta lancar Rp 2.000.000,00, sedangkan total hutang lancar Rp 1.000.000,00. Namun, standar likuiditas ini tidak mutlak dilakukan karena tergantung jenis industrinya.”
17
Menurut J. Fred Weston dalam Kasmir (2012:106), rasio likuiditas dibagi menjadi dua yaitu: 1. Rasio Lancar (Current Asset); 2. Rasio Sangat Lancar (Quick Ratio atau Acid Test Ratio). 2.1.1.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas Perhitungan rasio likuiditas ini cukup memberikan manfaat bagi berbagai pihak
yang
berkepentingan
terhadap
perusahaan.
Pihak
yang
paling
berkepentingan adalah pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan untuk menilai kinerja perusahaannya. Ada pihak luar perusahaan juga memiliki kepentingan, seperti pihak kreditor atau penyedia dana bagi perusahaan, misalnya perbankan atau juga distributor maupun supplier. Oleh karena itu, perhitungan rasio likuiditas tidak hanya berguna bagi perusahaan, namun juga bagi pihak luar perusahaan. Berikut ini adalah tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio likuiditas menurut Kasmir (2012:132): 1. Untuk mengukur kemampuan perusahaan mambayar kewajiban atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban yang berumur dibawah satu tahun atau sama dengan satu tahun,dibandingkan dengan aktiva lancar. 3. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan atau piutang. Dalam hal ini aktiva lancar dikurangi sediaan dan utang yang dianggap likuiditasnya lebih rendah. 4. Untuk mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan. 5. Untuk mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
18
6. Sebagai alat perencanaan ke depan, terutama yang berkaitan dengan perencanaan kas dan utang. 7. Untuk melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode. 8. Untuk melihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar. 9. Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya, dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini. 2.1.1.3 Current Asset (Rasio Lancar) Rasio likuiditas yang utama adalah rasio lancar (current ratio) yang dihitung dengan membagi aset lancar dengan kewajiban lancar. Aset lancar meliputi kas, efek yang dapat diperdagangkan, piutang usaha, dan persediaan. Jika suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan, perusahaan mulai lambat membayar tagihan (utang usaha), tagihan bank, dan kewajiban lainnya yang akan meningkatkan kewajiban lancar. Jika kewajiban lancar naik lebih cepat daripada aset lancar, rasio lancar akan turun, dan ini merupakan pertanda adanya masalah. Pengertian current ratio menurut Kasmir (2012:134) menyatakan bahwa: “… untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan.” Menurut Lukas (2008:365) : “Current ratio adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengetahui likuiditas suatu perusahaan. Rasio ini dihitung dengan membagi aktiva lancar dengan hutang lancar. Current ratio yang rendah menunjukkan bahwa likuiditas perusahaan buruk. Sebaliknya jika current ratio relatif tinggi, likuiditas perusahaan relatif baik. Namun harus dicatat bahwa tidak pada semua kasus dimana current ratio tinggi, likuiditas perusahaan pasti baik. Meskipun aktiva lancar lebih besar dari hutang lancar, perlu diingat bahwa item-item aktiva lancar seperti persediaan dan piutang terkadang sulit ditagih atau dijual secara tepat.
19
Menurut Kasmir (2012:134-135) : “Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar. Versi terbaru pengukuran rasio lancar adalah mengurangi sediaan dan piutang. Aktiva lancar (current asset) merupakan harta perusahaan yang dapat dijadikan uang dalam waktu singkat (maksimal satu tahun). Komponen aktiva lancar meliputi kas, bank, surat-surat berharga, piutang, sediaan, biaya dibayar di muka, pendapatan yang masih harus diterima, pinjaman yang diberikan, dan aktiva lancar lainnya. Utang lancar (current liabilities) merupakan kewajiban perusahaan jangka pendek (maksimal satu tahun). Artinya, utang ini segera harus dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun. Komponen utang lancar terdiri dari utang dagang, utang bank satu tahun, utang wesel, utang gaji, utang pajak, utang dividen, biaya diterima di muka, utang jangka panjang yang sudah hampir jatuh tempo, serta utang jangka pendek lainnya. Meskipun menggunakan hutang jangka pendek lebih berisiko daripada menggunakan hutang jangka panjang, hutang jangka pendek memberikan beberapa keuntungan. Pro dan kontra penggunaan hutang jangka pendek menurut Lukas (2008:371-372) adalah sebagai berikut : 1. Kecepatan. Lebih cepat untuk memperoleh kredit jangka pendek daripada kredit jangka panjang. Kreditor akan melakukan analisis yang lebih mendalam untuk kredit berjangka panjang karena dana akan terikat dalam waktu yang lama. Jika perusahaan membutuhkan dana segera, ia lebih suka memilih hutang jangka pendek. 2. Fleksibilitas. Untuk mendanai aktiva lancar temporer atau musiman, perusahaan cenderung kurang menyukai hutang jangka panjang. Alasannya : a. Flotation cost (biaya untuk memperoleh hutang) untuk hutang jangka panjang biasanya lebih besar dari flotation cost untuk hutang jangka pendek. b. Meskipun hutang jangka panjang dapat dibayar sebelum waktunya, untuk melakukan ini diperlukan biaya. c. Hutang jangka panjang biasanya disertai dengan “covenant” atau aturan-aturan dari kreditur yang dapat menghambat efisiensi pengambilan keputusan manajemen. 3. Biaya hutang. Pada umumnya hutang jangka panjang lebih mahal biayanya (suku bunganya lebih tinggi) daripada hutang jangka pendek. Hak ini ditunjukkan dengan yield curve (kurva yang menunjukkan hubungan antara yield to maturity dengan usia antara obligasi) yang naik. Hutang jangka panjang lebih mahal karena perkiraan bahwa tingkat inflasi
20
di masa mendatang akan naik serta risiko yang lebih besar untuk masa peminjaman yang lebih panjang. 4. Risiko hutang. Risiko hutang jangka pendek lebih besar karena: a. Jika perusahaan menggunakan hutang jangka panjang, biaya bunga relatif stabil untuk waktu yang lama, tapi jika ia menggunakan hutang jangka pendek, suku bunga relatif berfluktuasi, b. Jika perusahaan menggunakan terlalu banyak hutang jangka pendek , ia dapat mengalami kesulitan likuiditas. Tidak jarang hal ini menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Pernyataan tentang fleksibilitas, biaya dan risiko hutang jangka pendek melawan hutang jangka panjang sebagian besar tergantung pada tipe hutang jangka pendek yang digunakan. Ada 4 jenis sumber hutang jangka pendek yang utama menurut Lukas (2008:372-373) adalah sebagai berikut : 1. Accruals. Perusahaan biasanya membayar upah atau gaji karyawan secara mingguan atau bulanan, sehingga pada neracanya memperlihatkan sejumlah gaji terhutang (accrued wages). 2. Hutang dagang. Jika perusahaan membeli barang dari perusahaan lain, biasanya diberi tenggang waktu pembayaran. Pembelian secara kredit ini dicatat sebagai hutang dagang. 3. Hutang bank. Hutang jangka pendek dari bank biasanya muncul di neraca perusahaan sebagai hutang wesel (notes payable). Hutang bank merupakan sumber pendanaan jangka pendek terpenting kedua setelah hutang dagang. 4. Commercial pasar adalah surat hutang jangka pendek yang diterbitkan suatu perusahaan yang biasanya dibeli oleh perusahaan lain, lembaga pensiun, lembaga keuangan, perusahaan asuransi. Surat ini biasanya, tanpa jaminan sehingga hanya dapat diterbitkan oleh perusahaan besar,kuat, dan bonafid. Menurut Agus Sartono (2008:116), rasio lancar (current ratio) dinyatakan sebagai berikut:
Rasio Lancar = Aktiva Lancar Utang Lancar “Semakin tinggi current ratio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Aktiva lancar yang dimaksud termasuk kas, piutang, surat berharga, dan persediaan. Dari aktiva lancar tersebut, persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang likuid dibanding dengan yang lain. Akan tetapi bila
21
current ratio terlalu tinggi ini akan berpengaruh negatif terhadap kemampuan laba karena sebagian modal kerjanya tidak berputar” 2.1.2
Rasio Profitabilitas
2.1.2.1 Definisi Rasio Profitabilitas Setiap perusahaan mempunyai tujuan yaitu untuk memperoleh keuntungan yang besar. Keuntungan tersebut akan dipergunakan bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh karena itu, manajemen perusahaan dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan. Sehingga, besarnya keuntungan haruslah dicapai sesuai dengan yang telah diharapkan dan bukan berarti asal untung saja. Keuntungan yang diperoleh perusahaan memang sangat menarik investor karena tingkat profit yang didapatkan dalam pembagian dividen, tetapi perlu disadari bahwa tujuan dalam memaksimumkan profit memiliki kendala atau kelemahan, seperti yang dikemukakan oleh Sartono (2008:7) yaitu : 1. Standar ekonomi mikro dengan memaksimumkan profit. Ingat profit maksimum dapat dicapai pada saat biaya marginal sama dengan pendapatan marginal adalah bersifat statis karena tidak memperhatikan dimensi waktu. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan yang nyata antara profit dalam jangka pendek dengan profit dalam jangka panjang. 2. Pengertian profit itu menyesatkan. Apakah perusahaan harus memaksimumkan jumlah profit secara nominal ataukah tingkat profit? Apabila tingkat keuntungan yang ingin dimaksimumkan, maka timbul masalah penentuan tingkat keuntungan. Apakah keuntungan dalam kaitannya dengan penjualan, dengan total aktiva, atau dengan kepemilikan modal sendiri? Kemudian karena pengertian profit adalah merupakan selisih positif antara pendapatan dan biaya, timbul pertanyaan biaya apa saja yang harus diperhitungkan? Haruskan opportunity costs harus diperhitungkan dan bagaimana mengukurnya? Perlu dipahami pula bahwa pengertian profit tidak sama dengan aliran kas. Laba per saham atau earnig per share yang semakin besar tidak berarti peningkatan dividen dalam bentuk kas; karena pembayaran dividen hanya ditentukan oleh kebijakan dividen.
22
3. Menyangkut risiko yang berkaitan dengan setiap alternatif keputusan. Memaksimumkan profit tanpa memperhitungkan tingkat risiko setiap alternatif akan sangat menyesatkan. 4. Apabila memaksimumkan profit merupakan tujuan utama maka akan sangat mudah dalam hal ini dilakukan oleh perusahaan. Maka untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan, digunakanlah rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan rasio rentabilitas.Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan. Rasio profitabilitas mencerminkan hasil akhir dari seluruh kebijakan keuangan dan keputusan operasional. Menurut Agus Sartono (2008:122), rasio profitabilitas adalah : “kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri.” Menurut Kasmir dalam bukunya Analisis Laporan Keuangan (2012:115), pengertian rasio profitabilitas adalah
:“… rasio untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan.” Sedangkan menurut M.Mamduh Hanafi dalam bukunya Manajemen Keuangan (2008:42), pengertian rasio profitabilitas adalah : .. “untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, modal saham tertentu.” Menurut Kasmir (2012:197) : “Rasio ini memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan, karena menunjukkan laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu. setelah mengetahui hasil perkembangan maka akan dijadikan alat evaluasi kinerja
23
manajemen selama ini. Bila sudah berjalan dengan baik maka harus dipertahankan untuk menjadi lebih baik tetapi bila tidak berjalan dengan baik maka pihak manajemen harus berusaha memperbaikinya. Oleh karena itu, rasio ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen. Menurut Agus Sartono (2008:122), rasio profitabilitas dibagi menjadi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Gross Profit Margin; Net Profit Margin; Return On Investment (ROI); Return On Equity (ROE); Profit Margin; Rentabilitas Ekonomis; Earning Power.
Jenis rasio yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Net Profit Margin (NPM); 2. Return On Asset (ROA); 3. Return On Equity (ROE); 4. Economic Value Added (EVA); 5. Earning Per Share (EPS). Kelima jenis rasio tersebut digunakan karena akan memungkinkan mempengaruhi kenaikan harga saham.
2.1.2.2 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas mempunyai tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan.
Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun
bagi pihak luar perusahaan menurut Kasmir (2012:197-198), yaitu: 1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu;
24
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu; 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; 5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri; 6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri; 7. Dan tujuan lainnya.
Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk: 1. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode; 2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu; 4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; 5. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri; 6. Manfaat lainnya. 2.1.2.3Net Profit Margin (NPM) Net profit margin termasuk ke dalam rasio profitabilitas karena merupakan rasio
perbandingan
antara
laba
bersih
dengan
penjualan.
Rasio
ini
menggambarkan laba bersih perusahaan yang dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi NPM akan semakin baik operasi perusahaan begitu juga sebaliknya apabila semakin rendah NPM maka operasi perusahaan kurang baik. Seperti yang dikatakan oleh Lukman Syamsuddin dalam bukunya Manajemen Keuangan (2004:62) menyatakan bahwa : “ Net profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi net profit margin, semakin baik operasi suatu perusahaan. Suatu net profit margin yang dikatakan baik akan sangat tergantung dari jenis industri di dalam mana perusahaan berusaha.”
25
Sedangkan menurut Gitman (2009:67) : “The net profit margin measures the percentage of each sales dollar remaining after all costs and expenses, including interest, taxes, and preferred stock dividends, have been deducted. The higher the firm’s net profit margin, the better.”
Menurut Bastian dan Suhardjono (2006:299) pengertian net profit margin adalah : “perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin pfoduktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi.” Menurut Alexandri (2008: 200) menyatakan bahwa : “net profit margin adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak.” Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa net profit margin merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Net profit margin dapat disebut juga sebagai ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih perusahaan atas penjualan dan bisa juga diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Sehingga menurut Sartono (2008:123) rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Net Profit Margin = Laba setelah pajak x 100% Penjualan
26
2.1.2.4 Return On Assets (ROA) Return on asset adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total aktiva, atau dapat dikatakan perbandingan antara laba bersih dengan total aset. Semakin besar ROA semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan dan semakin baik posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset. Begitu juga sebaliknya bila ROA kecil maka tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan akan kecil dan posisi perusahaan akan kurang baik. Menurut Mamduh Hanafi dalam bukunya Manajemen Keuangan (2008:42) pengertian ROA adalah : .. “mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu.” Menurut Brigham dan Houston (2010:148) mengatakan bahwa ROA adalah : “rasio laba bersih terhadap total aset mengukur pengembalian atas total aset.” Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa return on asset merupakan rasio yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan yang dilihat dari segi aset perusahaan tersebut. Menurut Irham Fahmi (2012:98) : “Return on asset sering juga disebut sebagai return on investment, karena ROA ini melihat sejauh mana investasi yang telah ditanamkan mampu memberikan pengembalian keuntungan sesuai dengan yang diharapkan dan investasi tersebut sebenarnya sama dengan aset perusahaan yang ditanamkan atau ditempatkan.” Menurut Brigham & Houston (2010:148) dapat dirumuskan sebagai berikut: Return on Asset = Laba Bersih Total Aset
x 100%
27
2.1.2.5 Return On Equity (ROE) Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri pada perusahaan tersebut. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik, artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian juga sebaliknya. Menurut Mamduh Hanafi (2008:42), menyatakan bahwa ROE mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dilihat dari sudut pandang pemegang saham. Lukman Syamsudin dalam bukunya Manajemen Keuangan Perusahaan (2004:64) menyatakan bahwa : “Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan baik (pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka diinvestasikan didalam perusahaan. Semakin tinggi return atas penghasilan yang diperoleh maka semakin baik kedudukan pemilik perusahaan.” Menurut Harahap (2007:156) menyatakan bahwa: “Return on equity digunakan untuk mengukur besarnya pengembalian terhadap investasi para pemegang sahm. Angka tersebut menunjukkan seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi para pemegang saham. Tingkat ROE memliki hubungan yang positif dengan harga saham, sehingga semakin besar ROE semakin besar pula harga pasar karena besarnya ROE memberikan indikasi bahwa pengembalian yang akan diterima investor akan tinggi sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut dan hal ini menyebabkan harga pasar saham cenderung naik. Menurut Suad Husnan dalam buku Dasar-dasar Manajemen Keuangan (2004:74), mengenai kegunaan return on equity : “Analisis ROE berguna bagi investor karena dari analisis tersebut dapat diketahui tingkat keuntungan yang
28
diperoleh dari operasi perusahaan dibandingkan dengan investasi yang dilakukan oleh penanaman modal.” Return on equity merupakan rasio yang sangat diminati oleh para investor, karena ROE merupakan indikator mengenai laba bagi para pemegang saham, karena semakin tinggi ROE maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh laba, dan tingkat pengembalian akan semakin besar. Sehingga akan berdampak pada harga saham perusahaan tersebut. Menurut Brigham & Houston (2010:163): “Tetapi walaupun menggunakan ROE sebagai pengukuran dalam kekayaan pemegang saham sering kali memiliki korelasi tinggi, terdapat permasalahan serius yang timbul jika perusahaan hanya menggunakan ROE sebagai ukuran kinerja satu-satunya. Pertama, ROE tidak mempertimbangkan risiko. Jika pemegang saham jelas-jelas memikirkan pengembalian, mereka juga memikirkan risikonya. Kedua, ROE tidak mempertimbangkan jumlah modal yang telah diinvestasikan.” Menurut Irham Fahmi (2012:99), menyatakan bahwa ROE adalah suatu perhitungan yang sangat penting pada suatu perusahaan yang memperlihatkan suatu ROE yang tinggi dan konsisten yang mengindikasikan : 1. Perusahaan mempunyai suatu keunggulan yang tahan lama dalam persaingan. 2. Investasi anda di dalam bentuk modal para pemegang saham akan tumbuh pada suatu tingkat pertumbuhan tahunan yang tinggi, sehingga akan mengarahkan kepada suatu harga saham yang tinggi di masa depan. Menurut Irham Fahmi (2012:99): “Umumnya suatu perusahaan yang mempunyai ROE 12% dinilai sebagai suatu investasi yang wajar. Perusahaan –perusahan yang bisa menghasilkan ROE lebih daripada 15% secara konsisten adalah sangat luar biasa dan dinilai sebagai investasi yang wajar.” Menurut Sartono (2008:124) rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Return on Equity = Laba setelah pajak Modal Sendiri
x 100%
29
2.1.2.6 Economic Value Added (EVA) Economic value added merupakan salah satu konsep ukuran kinerja keuangan yang dicetuskan pertama oleh analisis keuangan Stern dan Stewart dalam usahanya untuk memperoleh jawaban terhadap metoda penilaian paling baik. Tujuan dari menganalisis EVA adalah untuk mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan dan sekaligus memperhatikan kepentingan dan harapan penyandang dana yaitu kreditur dan pemegang saham. Dengan metoda EVA akan diperoleh perhitungan ekonomis yang realistis karena EVA dihitung berdasarkan biaya modal rata-rata tertimbang. Dengan demikian, kepentingan kreditur dan pemegang saham sangat diperhatikan. Menurut Mamduh Hanafi dalam bukunya Manajemen Keuangan (2008:52), pengertian EVA, “merupakan ukuran kinerja yang menggabungkan perolehan nilai dengan biaya untuk memperoleh nilai tambah tersebut.” Pengertian EVA menurut Tandelilin (2001:195) adalah : “ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi perusahaan. Asumsinya adalah bahwa jika kinerja manajemen baik atau efektif (dilihat dari besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham perusahaan.” Menurut Brigham dan Houston (2010:111) : “EVA terkadang disebut laba ekonomi, erat kaitannya dengan MVA. EVA merupakan estimasi laba ekonomi usaha yang sebenarnya untuk tahun tertentu, dan sangat jauh berbeda dari laba bersih akuntansi tidak dikurangi dengan biaya ekuitas sementara dalam penghitungan EVA biaya ini akan dikeluarkan. Jika nilai EVA positif, maka laba operasi setelah pajak melebihi biaya modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan laba tersebut, dan tindakan manajemen manambah nilai bagi pemegang saham. Nilai EVA yang positif setiap tahunnya dapat membantu memastikan nilai MVA yang positif. Perhatikan bahwa nilai MVA berlaku bagi keseluruhan perusahaan, EVA dapat ditentukan untuk tingkat divisi, sekaligus juga
30
perusahaan secara keseluruhan. Jadi, nilai ini berguna sebagai panduan untuk menghitung kompensasi yang wajar bagi manajer divisi sekaligus manajer puncak perusahaan.” Dengan demikian dapat dikatakan EVA merupakan suatu alat analisis keuangan untuk menilai profitabilitas yang realistis dari operasi perusahaan dan EVA menggunakan biaya modal dalam perhitungannya. Menurut Kasmir (2010:54) : “EVA mempunyai kelebihan yang bermanfaat sebagai penilai kinerja yang berfokus pada penciptaan nilai (value creation), membuat perusahaan lebih memperhatikan struktur modal, dan dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya modal. Selain itu, manajemen dipaksa untuk mengetahui berapa the true cost of capital dari bisnisnya sehingga tingkat pengembalian bersih dari modal yang merupakan hal yang sesungguhnya menjadi perhatiaan para investor dapat diperhatikan secara jelas. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA, para manajer akan berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.” Menurut Kasmir (2010:54) menyatakan bahwa : “Dengan berbagai keunggulannya, EVA juga mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. Dengan demikian bisa saja suatu perusahaan mempunyai EVA pada tahun yang berlaku positif tetapi nilai perusahaan tersebut rendah karena EVA di masa datangnya negatif. Secara konseptual EVA mungkin lebih unggul daripada pengukur tradisional akuntansi, namun secara praktis belum tentu EVA dapat diterapkan dengan mudah. Proses perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal dan estimasi ini terutama untuk perusahaan yang belum go public sulit untuk dilakukan. Rumus EVA menurut Brigham & Houston (2010:111) adalah sebagai berikut: EVA = Laba operasi bersih setelah pajak (NOPAT) – Biaya modal tahunan = EBIT (1-T)
- (Total modal operasi yg berasal dr investor x persentase biaya modal setelah pajak)
31
Adapun langkah-langkah dalam menghitung EVA menurut Amin Widjaja Tunggal (2001:123) adalah sebagai berikut : “EVA merupakan hasil pengurangan total biaya modal terhadap laba operasi setelah pajak. Biaya modalsendiri dapat berupa cost of debt dan cost of equity.” Maka berikut adalah penjelasan dari langkah tersebut : 1. Menghitung NOPAT ( Net Operating After Tax) Rumus :NOPAT = Laba (Rugi) Usaha – Pajak Definisi :Laba usaha adalah laba operasi perusahaan dari suatu current operating yang merupakan laba sebelumbunga. Pajak yang digunakan dalam perhitungan EVA adalah pengorbanan yang dikeluarkan olehperusahaan dalam penciptaan nilai tersebut. 2. Menghitung Invested Capital Rumus :Invested Capital = Total Hutang & Ekuitas – Hutang Jk. Pendek Definisi :Total hutang dan ekuitas menunjukkan beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikanjaminan utang. Pinjaman jangka pandek tanpa bunga merupakan pinjaman yang digunakan perusahaanyang pelunasan maupun pembayarannya akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, dan atas pinjaman itu tidak dikenai bunga, seperti hutang usaha, hutang pajak, biaya yang masih harus dibayar, dan lain-lain. 3. Menghitung WACC ( Weighted Average Cost Of Capital) Rumus :WACC = {(D x rd) (1 – Tax) + (E x re)}
32
Dimana : Dalam menghitung wacc suatu perusahaan harus mengetahui sebagai berikut : Tingkat modal (D) = total hutang /total hutang dan ekuitas x 100% Cost of debt (Rd) = beban bunga / total hutang x 100% Tingkat modal dan ekuitas (E) = total ekuitas / total hutang dan ekuitas x 100% Cost of equity (Re) = laba bersih setelah pajak / total ekuitas x 100% Tingkat pajak (tax) = beban pajak / laba bersih sebelum pajak x 100% 4. Menghitung Capital Charges Rumus : Capital charges = wacc x invested capital 5. Menghitung eva Nopat – capital charges Menurut Kasmir (2010:52), penilaian EVA dapat ditentukan dengan kriteria sebagai berikut : a. EVA > 0, maka telah terjadi nilai tambah ekonomis dalam perusahaaan. Perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya telah baik. b. EVA < 0, maka menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan, karena laba yang tersedia tidak bisa memenuhi harapan para penyandang dana terutama pemegang saham yaitu tidak mendapatkan pengembalian yang setimpal dengan investasi yang ditanamkan dan kreditur tetap mendapatkan bunga. Sehingga dengan tidak ada nilai tambahnya mengindikasikan kinerja keuangan perusahaan kurang baik. c. EVA = 0, maka menunjukkan posisi impas karena semua laba yang telah digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur dan pemegang saham .
2.1.2.7 Earning Per Share (EPS) Pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan EPS, karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon pemegang
33
saham tertarik dengan EPS yang besar, karena hal ini merupakan salah satu pengukuran keberhasilan suatu perusahaan. Menurut Kasmir (2012: 207) menyatakan bahwa : “Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat. Dengan pengertian lain, tingkat pengembalian yang tinggi.” Pengertian Earning Per Share menurut Irham Fahmi (2012:96) adalah, “bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki.” Adapun menurut Van Horne Wachowicz dalam Irham Fahmi (2012:96) earning per shareadalah “Earning after taxes (EAT) devided by the number of common share outstanding.” Menurut Kasmir dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Manajemen
Keuangan (2010:116) mengatakan bahwa: “earning per share adalah kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan yang diperoleh kepada pemegang sahamnya. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang sahamnya, mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukannya.” Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2012:154), earning per share merupakan: “rasio yang menunjukkan bagian laba untuk setiap saham. EPS menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar pada setiap lembar saham. Makin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan pemegang saham karena makin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham dan kemungkinan peningkatan jumlah dividen yang diterima pemegang saham.”
34
Menurut Darmadji & Fakhrudin (2012 :154) EPS dihitung dengan rumus berikut : Earning per Share =
Laba bersih Jumlah saham beredar
Sebagai catatan, jika pada perusahaan tersebut terdapat saham preferen, maka rumusnya agak sedikit berbeda yaitu : EPS = Laba Bersih – Dividen Saham Preferen Jumlah Saham Beredar
Menurut Darmadji & Fakhrudin (2012:155) : “Pada rumus ini, terlebih dahulu laba bersih dikurangkan dengan porsi dividen untuk saham preferen, baru kemudian dibagi dengan jumlah saham biasa yang beredar. Pada umumnya saham preferen di Indonesia kurang popular, sehingga banyak yang tertarik terhadap saham biasa. Oleh karena itu, banyak yang menggunakan rumus yang pertama, yaitu laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Penggunaan rumus EPS pada umumnya akan lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya sehingga analisis akan menjadi lebih luas. Untuk keperluan analisis yang baik, perbandingan tidak hanya dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi dengan industri yang sejenis.” 2.1.3
Rasio Pertumbuhan
2.1.3.1 Definisi Rasio Pertumbuhan Pengertian rasio pertumbuhan menurut Kasmir (2012:107), “merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya.” Menurut Kasmir (2012:107), rasio pertumbuhan dibagi menjadi : 1. 2. 3. 4.
Pertumbuhan penjualan; Pertumbuhan laba bersih; Pertumbuhan pendapatan per saham; Pertumbuhan dividen per saham.
35
Menurut Fred Weston (2001:237) : “Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomisnya dalam pertumbuhan perekonomian dan dalam industri atau pasar produk tempatnya beroperasi.” Fred Weston (2001:243) menyatakan bahwa : “Rasio pertumbuhan mengukur sebaik apa perusahaan mempertahankan posisi ekonomisnya di dalam industrinya. Data yang dilaporkan adalah dalam angka-angka nominal sehingga tingkat pertumbuhan yang dihitung merupakan penjumlahan pertumbuhan nyata (riil) ditambah faktor kenaikan tingkat harga. Untuk ringkasnya penyajian, kita akan memakai tingkat pertumbuhan nominal. Akant tetapi, sebagai bagian dari analisis intern yang lebih mendalam oleh perusahaan- perusahaan bisnis harus dibuat suatu pemisahan antara pertumbuhan nyata dan faktor perubahan tingkat harga.
2.1.3.2 Pertumbuhan Penjualan (Growth Sales) Menurut Henry Simamora (2000:24), menyatakan bahwa : “Penjualan adalah pendapatan lazim dalam perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas barang dan jasa.” Sedangkan menurut Chairul Marom (2002:28), menyatakan bahwa : “Penjualan artinya penjualan barang dagangan sebagai usaha pokok perusahaan yang biasanya dilakukan secara teratur.” Menurut Fabozzi (2000:881) menyatakan bahwa pertumbuhan penjualan : “adalah perubahan penjualan pada laporan keuangan pertahun. Pertumbuhan penjualan yang di atas rata-rata suatu perusahaan pada umumnya didasarkan pada pertumbuhan cepat yang diharapkan dan industri dimana perusahaan beroperasi.” Penjualan adalah hasil dari proses pertukaran barang atau jasa dari penjual dan pembeli yang diperoleh dari hasil kali antara harga jual dengan kuantitas yang terjual. Sedangkan pertumbuhan penjualan adalah perubahan penjualan pada
36
laporan keuangan per tahun. Pertumbuhan penjualan mencerminkan prospek perusahaan dan profitabilitas di masa yang akan datang. Apabila profitabilitas perusahaan meningkat maka pertumbuhan penjualan pun akan meningkat dan kinerja perusahaan semakin baik, karena dengan semakin meningkatnya profitabilitas perusahaan, semakin meningkat pula laba suatu penjualan yang dapat mendorong peningkatan pertumbuhan penjualan dari tahun ke tahun. Menurut Tita dalam jurnalnya mengatakan bahwa : “pertumbuhan penjualan mencerminkan manifestasi keberhasilan investasi periode masa lalu dan dapat dijadikan sebagai prediksi pertumbuhan masa yang akan datang. Pertumbuhan penjualan juga merupakan indicator permintaan dan daya saing perusahaan dalam suatu industri. Laju pertumbuhan suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan mempertahankan keuntungan dalam mendanai kesempatan-kesempatan pada masa yang akan datang (Barton et al. 1989). Pertumbuhan penjualan tinggi, maka akan mencerminkan pendapatan meningkat sehingga pembayaran dividen cenderung meningkat.” Menurut Ratnawati (2007) dalam jurnal Tita: “pertumbuhan perusahaan yang berkelanjutan adalah tingkat dimana penjualan perusahaan dapat tumbuh tergantung pada bagaimana dukungan asset terhadap peningkatan penjualan. Selain melalui tingkat penjualan, pertumbuhan perusahaan dapat juga diukur dari pertumbuhan asset atau dengan kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi (Investment Opportunity Set). Menurut Harahap (2008:309), rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Pertumbuhan Penjualan = Penjualan tahun ini – Penjualan tahun lalu Penjualan tahun lalu
37
2.1.4
Harga Saham
2.1.4.1 Definisi Harga Saham Menurut Irham Fahmi dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Pasar Modal” (2012:81) mendefinisikan bahwa saham adalah : a. b.
c.
Tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu perusahaan. Kertas yang tercantum dengan jelas nilai nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang dijelaskan kepada setiap pemegangnya. Persediaan yang siap untuk dijual.
Menurut Jogiyanto (2010:67) pengertian saham adalah : “… saham merupakan suatu bentuk penjualan hak kepemilikan perusahaan kepada pihak lain.” Pengertian harga saham menurut Darmadji & Fakhrudin (2012:102) adalah: “Harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu. Harga saham bisa berubah naik atau pun turun dalam hitungan waktu yang begitu cepat. Ia dapat berubah dalam hitungan menit bahkan dapat berubah dalam hitungan detik. Hal tersebut dimungkinkan karena tergantung dengan permintaan dan penawaran antara pembeli saham dengan penjual saham.” Menurut Sutrsino (20001:355), “harga saham adalah nilai saham yang terjadi akibat diperjualbelikan saham tersebut di pasar sekunder.” Sedangkan menurut Rusdin (2008:66) : “Harga saham ditentukan menurut hokum permintaan penawaran atau kekuatan tawar menawar. Makin banyak orang yang ingin membeli, maka harga saham tersebut cenderung naik. Sebaliknya, makin banyak orang yang ingin menjual saham, maka saham tersebut akan bergerak turun.” 2.1.4.2 Penilaian Harga Saham Menurut Darmadji dan Fakhrudi (2012 :102) : “Harga saham merupakan harga yang tejadi di bursa pada waktu tertentu . Harga saham bisa berubah naik atau pun turun dalam hitungan waktu yang
38
begitu cepat. Ia dapat berubah dalam hitungan menit bahkan dapat berubah dalam hitungan detik. Hal tersebut dimungkinkan karena tergantung dengan permintaan dan penawaran antara pembeli saham dengan penjual saham.” Menurut Darmadji dan Fakhrudi (2012 :102) , selembar saham mempunyai nilai atau harga dan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Harga Nominal Harga nominal merupakan nilai yang tertera pada lembaran surat saham yang besarnya ditentukan dalam Anggaran Dasar Perusahaan. Harga nominal sebagian besar merupakan harga dugaan yang rendah, yang secara arbitrer dikenakan atas saham perusahaan. Harga ini berguna untuk menentukan harga “saham biasa yang dikeluarkan”. Besarnya harga nominal memberikan arti penting saham karena dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal. 2. Harga Perdana Harga ini merupakan harga yang dicatat pada bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian, akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana. 3. Harga Pasar Harga ini merupakan harga yang ditetapkan di bursa efek bagi saham perusahaan publik atau estimasi harga untuk perusahaan yang tidak memiliki saham. Dalam bursa saham, angka ini berubah setiap hari sebagai respon terhadap hasil aktual atau yang diantisipasi dan sentimen pasar secara keseluruhan atau sektoral sebagaimana tercermin dalam indeks bursa saham. Hal itu juga menunjukkan bahwa tujuan utama manajemen adalah menjamin harga sebaik mungkin dalam kondisi apapun. Menurut Irham Fahmi (2012:87) ada beberapa kondisi dan situasi yang menentukan suatu saham itu akan mengalami fluktuasi, yaitu: a. Kondisi mikro dan makro ekonomi; b. Kebijakan perusahaan dalam memutuskan untuk ekspansi (perluasan usaha), seperti membuka kantor cabang (branch office), kantor cabang pembantu (sub branch office) baik yang dibuka di domestic maupun luar negeri; c. Pergantian direksi secara tiba-tiba; d. Adanya direksi atau pihak komisaris perusahaan yang terlibat tidnk pidana dan kasusnya sudah masuk ke pengadilan; e. Kinerja perusahaan yang terus mengalami penurunan dalam setiap waktunya;
39
f. Risiko sistematis , yaitu suatu bentuk risiko yang terjadi secara menyeluruh dan telah ikut menyebabkan perusahaan ikut terlibat; g. Efek dari psikologi pasar yang ternyata mampu menekan kondisi teknikal jual beli saham. Untuk melakukan analisis dan memilih saham terdapat dua pendekatan dasar yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal menurut Darmadji & Fakhrudin (2012:149) adalah sebagai berikut: 1. Analisis Fundamental , merupakan salah satu cara untuk melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator yang terkait dengan kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan hingga berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan. Dengan demikian, analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksi nilai suatu saham. Beberapa data atau indicator yang umum digunakan, antara lain: pendapatan laba, pertumbuhan penjualan, imbal hasil atau pengembalian atas ekuitas (return on equity), margin laba (profit margin), dan data-data keuangan lainnya sebagai sarana untuk menilai kinerja perusahaan dan potensi pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. 2. Analisis Teknikal, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk penilaian saham, dimana dengan metode ini para analis melakukan evaluasi saham berbasis pada data-data statitsitk yang dihasilkan dari aktivitas perdagangan saham, seperti harga saham dan volume transaksi. Dengan berbagai grafik yang ada serta pola-pola grafik yang terbentuk, analisis teknikal mencoba memprediksi arah pergerakan harga saham ke depan. Analisis teknikal atau sering disebut chartist percaya bahwa perkembangan atau kinerja saham dan pasar di masa lalu merupakan cerminan kinerja ke depan. Dengan perkataan lain, mereka percaya „sejarah akan berulang kembali‟. Tetapi menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti dalam buku Pengantar Pasar Modal (2003:65) menyatakan bahwa analisis fundamental mengandung kelemahan diantaranya : 1. Informasi dan analisis yang digunakan mempunyai kemungkinan tidak tepat; 2. Estimasi nilai bisa salah karena harapan atau ekspansi dimana yang akan datang tidak bisa dibuktikan pada saat sekarang dengan kata lain angkaangka yang tepat akan dapat diperoleh dari data yang belum pasti;
40
3. Pasar yang mempunyai kemungkinan tidak memperbaiki kesalahan dan akibatnya tidak mencapai nilai yang ditaksirkan; 4. Pertumbuhan tidak memberikan arti yang sama setiap saat. Analisis saham bertujuan untuk menaksir nilai intrinsik (intrinsic value) suatu saham, dan kemudian membandingkannya dengan harga pasar saat ini (current market price) saham tersebut. Nilai intrinsik (NI) menunjukkan present value arus kas yang diharapkan dari saham tersebut. Menurut Suad Husnan (2001:288) pedoman tersebut yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Apabila NI > harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai undervalued (harganya terlalu rendah), dan karenanya seharusnya dibeli atau ditahan apabila saham tersebut dimiliki. 2. Apabila NI < harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai overvalued (harganya terlalu mahal), dan karenanya harus dijual. 3. Apabila NI = harga pasar saat ini, maka saham tersebut dinilai wajar harganya dan berada dalam kondisi seimbang. 2.1.4.3 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Menurut Agus Sartono (2008:9), harga saham terbentuk dipasar modal dan ditentukan oleh beberapa faktor seperti laba per lembar saham atau earning per share, rasio laba terhadap harga per lembar saham atau price earning ratio, tingkat bunga bebas risiko yang diukur dari tingkat bunga deposito pemerintah dan tingkat kepastian operasi perusahaan. Menurut Weston dan Brigham (2001:26), faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham adalah : 1. 2. 3. 4. 5.
Laba per saham earning per share; Tingkat bunga; Jumlah kas dividen yang diberikan; Jumlah laba yang di dapat perusahaan; Tingkat resiko dan pengembalian.
41
Pemaksimuman harga saham dan kesejahteraan masyarakat menurut Weston dan Brigham (2001:19) yaitu : 1. pemaksimuman harga saham memerlukan operasi yang efisien untuk memproduksi barang dengan mutu dan kuantitas yang diinginkan dan dengan biaya serendah mungkin. 2. pemaksimuman harga saham memerlukan pengembangan produk yang diinginkan konsumen, sehingga motif mencari laba akan mendorong munculnya teknologi baru, produk baru, dan kesempatan kerja yang baru. 3. pemaksimuman harga saham menuntut pelayanan yang efisien dan memuaskan, persediaan barang dagang memadai, dan lokasi bisnis yang tepat Meskipun
dengan
melakukan
beberapa
tindakan
manajer
dapat
mempengaruhi nilai saham perusahaanya, namun masih ada sejumlah faktor lain yang mempengaruhi harga saham. Seperti gambar berikut : Gambar 2.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Kendala eksternal: Uu anti monopoli Peraturan lingkungan hidup Peraturan mengenai keselamatan ….. kerja dan keamanaan produk Peraturan ketenagakerjaan
Keputusan mengenai kebijakan strategis di bawah kendali manajemen: Jenis produk atau jasa yang dihasilkan Metode produksi yg digunakan Tingkat pembiayaan melalui hutang Kebijakan dividen
Sumber : Weston dan Eugene, 2001:27
Tingkat kegiatan perekonomian dan pajak perseroan
Keadaan bursa saham
Profitabili tas yg diharapka n
Waktu dari arus kas
Tingkat risiko
Harga sham
42
2.1.5
No. 1.
Penelitian Terdahulu
Penulis/ Tahun Tita Deitiana (2011)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Metode Penelititan
Hasil Penelitian
Populasi : LQ 45
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
Judul Penelitian Pengaruh Rasio Keuangan, Pertumbuhan Penjualan dan Dividen Terhadap Harga Saham
Periode
2004- rasio keuangan yaitu likuiditas tidak
2008
memiliki pengaruh signifikan terhadap
Sampel : 20
harga saham, profitabilitas berpengaruh
Regresi
linier positif
berganda
terhadap
harga
saham,
pertumbuhan penjualan tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham, dan dividen
tidak
memiliki
pengaruh
terhadap harga saham.
2.
Ina Rinati (2010)
Pengaruh Populasi : LQ 45 Hasil penelitian menyimpulkan bahwa NPM,ROA,ROE Periode 2004- NPM dan ROE tidak memiliki pengaruh Terhadap Harga Saham 2008 terhadap harga saham, sedangkan ROA Sampel : 55 Regresi
berpengaruh
positif
terhadap
harga
linier saham.
berganda 3.
Tri Suciyati (2010)
Pengaruh Populasi: Sektor ROA,ROE,NPM, Pertambangan EPS,EVA Terhadap Harga Periode 2008Saham 2010 Sampel :16 Regresi
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa EPS dan EVA berpengaruh positif terhadap
harga
saham,
sedangkan
ROA,ROE,NPM
tidak
memiliki
pengaruh terhadap harga saham. linier
berganda 4.
I.G.K.A Ulupui
Analisis Pengaruh Populasi : Food Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Rasio Likuiditas, & Beverage CR, ROA, debt to equity ratio Leverage, Aktivitas, dan periode 1999- berpengaruh positif terhadap return Profitabilitas
43
No.
Penulis/ Tahun (2007)
Metode Judul Penelititan Penelitian Terhadap Return 2005 Saham Sampel : 13 Regresi
Hasil Penelitian saham, sedangkan total asset turn over tidak memiliki pengaruh terhadap return
linier saham.
berganda 5.
Tiara Rachman Putri (2011)
Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Populasi
: Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
Manufaktur Periode
ROA dan EPS berpengaruh positif
2008- terhadap harga saham, sedangkan CR,
2010
DER, dan ROE tidak memiliki pengaruh
Sampel :54
terhadap harga saham.
Regresi
linier
berganda 6.
Noer Sasongko & Nila Wulandari (2006)
7.
Rika Anggraeni (2010)
8.
Intan Tadzkhirotul Maftukhah dan Paulus Wardoyo (2011)
9
Widiyana Perdana
Populasi : Manufaktur Periode 20012002 Sampel : 45 Regresi Linier Berganda
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hanya EPS yang memiliki pengaruh positif terhadap harga saham, sedangkan EVA, ROA, ROE, ROS, dan BEP tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham.
Pengaruh Kinerja Populasi : Keuangan Manufaktur Terhadap Harga Periode 2005Saham 2008 Sampel :10 Regresi Linier Sederhana Pengaruh Faktor – Populasi : Food Faktor and Beverage Fundamental yang Periode 2008Mempengaruhi 2010 Harga Saham Pada Sampel : 16 Perusahaan Food Regresi Linier and Beverageyang Berganda Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010 Pengaruh Rasio Populasi : LQ 45 Likuiditas, Periode 2007-
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa NPM memiliki pengaruh positif terhadap harga saham.
Pengaruh EVA dan Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertumbuhan penjualan dan GPM berpengaruh dan signifikan terhadap DER. Pertumbuhan penjualan dan GPM tidak berpengaruh terhadap harga saham, dan DER berpengaruh terhadap harga saham.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa CR, EVA, dan pertumbuhan penjualan
44
No.
Metode Judul Hasil Penelitian Penelititan Penelitian Pertumbuhan, dan 2011 tidak berpengaruh terhadap harga saham. Penjualan Terhadap Sampel : 28 NPM, ROA, ROE mempunyai pengaruh Harga Saham Regresi Linier rendah terhadap harga saham, sedangkan (Suatu Studi pada Berganda EPS mempunyai pengaruh dominan Perusahaan yang terhadap harga saham. Tergabung dalam Indeks LQ45 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Sumber : Data yang diolah kembali oleh penulis, 2013
Penulis/ Tahun (2013)
Penelitian yang dilakukan oleh Tita Deitiana yang berjudul Pengaruh Rasio Keuangan, Pertumbuhan Penjualan, dan Dividen Terhadap Harga Saham pada perusahaan yang tergabung dalam indeks LQ 45. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah tidak menggunakan variabel dividen. Periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan. Hasil yang diperoleh pun berbeda dari penelitian sebelumnya untuk besarnya pengaruh rasio keuangan, pertumbuhan penjualan, dan dividen terhadap harga saham secara simultan sebesar 11,3% sedangkan penulis hasil yang diperoleh
sebesar 84,5% dipengaruhi rasio likuiditas, profitabilitas, dan
pertumbuhan terhadap harga saham. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada populasi yang sama dan metode yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Ina Rinati yang berjudul Pengaruh NPM, ROA, ROE Terhadap Harga Saham pada perusahaan yang tercantum dalam indeks LQ 45. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada populasi yang sama dan metode yang sama.
45
Penelitian yang dilakukan oleh Tri Suciyati yang berjudul Pengaruh ROA, ROE, NPM, EPS, dan EVA Terhadap Harga Saham perusahaan sector pertambangan yang terdaftar di BEI. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan. Hasil yang diperoleh pun berbeda dari penelitian sebelumnya bahwa secara parsial EVA dan EPS mempunyai pengaruh terhadap harga saham, sedangkan pada penelititan yang dilakukan oleh penulis hanya EPS saja yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu penggunaan variabel x dan y yang sama. Menurut hasil penelitian I.G.K.A.Ulupui menyatakan bahwa variabel current ratio, ROA mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah tidak menggunakan rasio aktivitas dan leverage dan return saham. Periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan.. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan rasio likuiditas dan profitabilitas. Penelitian yang dilakukan oleh Tiara Rachman Putri yang berjudul Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah tidak menggunakan variabel DER. Periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan. Hasil yang diperoleh pun berbeda dari penelitian sebelumnya untuk besarnya pengaruh rasio CR, DER, ROA, ROE, dan EPS terhadap harga saham secara simultan sebesar
46
35,4% sedangkan penulis hasil yang diperoleh sebesar 84,5% dipengaruhi rasio likuiditas, profitabilitas, dan pertumbuhan terhadap harga saham. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu rasio yang digunakan kecualui DER dan metode yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Noer Sasongko dan Nila Wulandari yang berjudul Pengaruh EVA dan Rasio- Rasio Profitabilitas Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan dan variabel ROS dan BEP tidak digunakan oleh penulis. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu
rasio yang
digunakan yaitu EVA, ROA, ROE, EPS dan metode yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Rika Anggraeni yang berjudul Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Manufaktur di BEI. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan. Persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu rasio yang digunakan yaitu NPM dan metode yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Intan Tadzkhirotul Maftukhah dan Paulus Wardoyo
yang
berjudul
Pengaruh
Faktor-
Faktor
Fundamental
yang
Mempengaruhi Harga Saham pada Perusahaan Food and Beverage di BEI. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah periode dan jumlah sampel yang dilakukan oleh penulis sebanyak 28 perusahaan dan variabel DER dan GPM tidak digunakan oleh penulis. Persamaan dengan
47
penelitian sebelumnya yaitu rasio yang digunakan yaitu Pertumbuhan Penjualan dan metode yang sama.
2.2
Kerangka Pemikiran
2.2.1
Pengaruh Rasio Likuiditas dengan Harga Saham Rasio likuiditas merupakan rasio yang mengukur tingkat kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek yang telah jatuh tempo. Sebagai indikator maka digunakan current ratio yang dapat mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety ) suatu perusahaan. Menurut penelitian Gordon (Bolten, 1976) yang dalam Tita, menyatakan bahwa variabel yang datang dari internal perusahaan seperti dividen, pertumbuhan pendapatan, likuiditas, ukuran perusahaan, dan debt ratio atau rasio keuangan lain bisa mempengaruhi harga saham. Rasio likuiditas ini sangat penting bilamana investor ingin mengetahui tingkat likuid perusahaan dalam penyediaan kasnya perusahaan, karena rasio ini merupakan ukuran tingkat keamanan dalam memenuhi hutang jangka pendek. Menurut Subramanyam (2010:45): “analisis kredit, pertama kita berfokus pada likuiditas. Likuiditas merujuk pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas yang penting adalah rasio lancar, ketersediaan aset lancar untuk memenuhi kewajiban lancar.”
48
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio likuiditas dapat mempengaruhi harga saham. Alasannya, karena dilihat dari pengertian rasio likuiditas adalah rasio yang dapat mengukur tingkat kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka waktu pendek yang telah jatuh tempo. Pembayaran hutang tersebut bisa saja dari pembayaran gaji bagi pegawai, tetapi hal yang diperhatikan oleh investor dalam rasio ini adalah pembayaran dalam hal pembagian dividen, karena rasio ini menilai aset untuk menjadi kas, bila perusahaan telah jatuh tempo dalam hal pembayaran dividen untuk para pemegang saham maka dana yang tersedia telah mencukupi untuk pembayaran tersebut.
2.2.2
Pengaruh Rasio Profitabilitas dengan Harga Saham Profitabilitas merupakan ukuran perusahaan dalam mencapai keuntungan.
Keuntungan tersebut digunakan untuk operasional perusahaan dan pembagian laba kepada para pemegang saham. Maka dengan laba atau keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan besar maka para investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut, sehingga harga saham pun akan ikut naik. Dengan demikian, menurut Bolten dan Weigand (1998:77-84), dalam Mulyono, (2010:100) yang dikutip oleh Ina. “ekspektasi untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar di masa mendatang berpengaruh positif terhadap harga saham.” Menurut Suad Husnan (2001:317), menyatakan bahwa ; “kalau kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat. Dengan kata lain, profitabilitas akan mempengaruhi harga saham.”
49
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rasio profitabilitas dapat mempengaruhi
terhadap
harga
saham.
Alasannya,
karena
dilihat
dari
pengertiannya rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Hal tersebut sangat diminati oleh para investor. Laba yang tinggi akan berpengaruh terhadap return on equity sehingga akan mempengaruhi pula harga saham perusahaan tersebut.
2.2.3
Pengaruh Rasio Pertumbuhan dengan Harga Saham Pertumbuhan merupakan suatu ukuran bagi perusahaan mengenai
peningkatan perusahaan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan yang dimaksud adalah pertumbuhan penjualan. Pertumbuhan penjualan merupakan suatu ukuran kesuksesan bagi perusahaan mengenai penjualan dari tahun ke tahun. Penjualan yang baik dari tahun ke tahun akan meningkat, tetapi bila penjualan yang tidak baik maka dari tahun ke tahun akan menurun. Hal ini perlu diperhatikan, penyebab naik turunnya penjualan, karena akan mempengaruhi tingkat keuntungan
dalam
perusahaan
tersebut.
Pertumbuhan
penjualan
akan
menimbulkan konsekuensi pada peningkatan investasi atas aktiva perusahaan dan akhirnya membutuhkan penyediaan dana untuk membeli aktiva. Oleh karena itu, pertumbuhan penjualan yang baik maka akan menarik investor sehingga mempengaruhi harga saham. Dengan demikian, Menurut Suad Husnan (2001:35), menyatakan bahwa: “….dalam membuat model peramalan harga saham tersebut, langkah yang penting adalah mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental (seperti penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, kebijakan deviden, dan sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham.”
50
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan penjualan mempunyai
pengaruh
positif
terhadap
harga
saham.
Alasannya,
karenapertumbuhan penjualan pada suatu perusahaan menunjukkan bahwa semakin besar volume penjualan
maka laba yang akan dihasilkan pun akan
meningkat pula sehingga dengan laba yang tinggi, para investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Oleh karena itu, harga saham pun akan ikut naik.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
RASIO LIKUIDITAS Penelititan Gordon (Bolten, 1976)
RASIO PROFITABILITAS Suad Husnan (2001:318)
RASIO PERTUMBUHAN Suad Husnan (2001:35)
HARGA SAHAM
51
2.3
Hipotesis Hipotesis penelitian adalah jawaban atau kesimpulan sementara terhadap
masalah penelitian yang secara teoritis yang dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya. Dari suatu penelitian yang harus diuji kebenarannya melalui jalan riset, dengan kata lain hipotesis merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah yang membutuhkan pembuktian atau diuji kebenarannya. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Hipotesis 1 : Terdapat pengaruh rasio likuiditas terhadap harga saham Hipotesis 2 : Terdapat pengaruh rasio profitabilitas terhadap harga saham. Hipotesis 3:
Terdapat pengaruh rasio pertumbuhan terhadap harga saham.
Hipotesis 4:
Terdapat pengaruh rasio likuiditas, profitabilitas, dan pertumbuhan secara parsial dan simultan terhadap harga saham.