BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1.
Kajian Pustaka
2.1.1.
Kinerja Keuangan
2.1.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Kinerja menjadi hal penting yang harus dicapai setiap perusahaan karena mencerminkan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Untuk itu perlunya kita mengetahui pengertian dari kinerja itu sendiri. Menurut Mulyadi (2001 : 415) pengertian kinerja adalah : “Kinerja dapat diartikan sebagai prestasi yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut.” Menurut Jumingan (2006 : 239) menjelaskan pengertian tentang kinerja sebagai berikut : “Kinerja merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan operasionalnya baik menyangkut aspek kuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya.”
21
22
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah suatu bentuk prestasi pencapaian perusahaan dalam kegiatan operasional di berbagai aspek sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan pengertian kinerja keuangan menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut : Pengertian kinerja keuangan menurut Jumingan (2006 : 239) adalah sebagai berikut : “Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas.” Menurut Agnes Sawir (2005 : 2) definisi kinerja keuangan adalah : “Kinerja keuangan adalah kondisi yang mencerminkan keadaan keuangan suatu perusahaan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang ditetapkan.” Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan merupakan
pencapaian
prestasi
perusahaan
pada
suatu
periode
yang
menggambarkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan dengan indikator kecukupan modal, likuiditas dan profitabilitas.
2.1.1.2. Pengukuran Kinerja Keuangan Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan, karena pengukuran tersebut dapat mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan dalam perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan bergantung pada sudut pandang yang diambil dan tujuan analisis. Oleh sebab itu, manajemen perusahaan perlu menyesuaikan kondisi perusahaan dengan
23
alat ukur penilaian kinerja serta tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan itu sendiri. Menurut Munawir (2004 : 31) tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah : a. Mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih. b. Mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang. c. Mengetahui tingkat profitabilitas atau rentabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu dengan menggunakan aktiva atau modal secara produktif. d. Mengetahui tingkat stabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan usahanya agar tetap stabil, hal tersebut diukur dari kemampuan perusahaan membayar pokok hutang dan beban bunga tepat pada waktunya. Salah satu tujuan terpenting dalan pengukuran kinerja selain yang disebutkan di atas adalah untuk menilai apakah tujuan yang ditetapkan perusahaan telah tercapai, sehingga kepentingan investor, kreditor dan pemegang saham dapat terpenuhi. Untuk itu, analisis laporan keuangan umumnya dilakukan sebagai pengukur kinerja keuangan perusahaan (Wahyu Murt, 2011). Selama ini analisis kinerja keuangan yang lazim digunakan berupa rasio keuangan menjadi empat kategori yaitu rasio profitabilitas, rasio aktivitas, rasio leverage, dan rasio likuiditas (Daniel Hendrata, 2001 : 4). Menurut Meita Rosy (2010 : 2) pengguna rasio keuangan memiliki kelemahan antara lain : 1. Rasio keuangan tidak disesuaikan dengan perubahan tingkat harga. 2. Rasio keuangan sulit digunakan sebagai pembanding antara perusahaan sejenis, jika terdapat perbedaan metode akuntansinya.
24
3. Rasio keuangan hanya menggambarkan keadaan sesaat, yaitu pada tanggal laporan keuangan dan periode pelaporan keuangan.
Adanya perkembangan pemikiran-pemikiran dibidang manajemen, maka terciptalah suatu pendekatan atau metode baru untuk mengukur kinerja operasional suatu perusahaan yang memperhatikan kepentingan dan harapan penyedia dana atau pemegang saham, beberapa diantaranya yaitu pengukuran Economic Value Added (EVA), Residual Income (RI), Earnings (earnings per share), Arus Kas Operasi (AKO) dan Market Value Added (MVA).
2.1.1.3.
Economic Value Added (EVA)
2.1.1.3.1.Pengertian Economic Value Added (EVA) Menurut Agus Sartono (2008 : 104) pengertian economic value added adalah sebagai berikut : “Economic Value Added (EVA) adalah konsep nilai yang digunakan untuk menentukan seberapa besar kemakmuran yang dapat diciptakan dengan mengurangkan earnings perusahaan dengan biaya modalnya.”
Menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2010 : 111) definisi EVA adalah : “EVA adalah suatu estimasi laba ekonomi usaha yang sebenarnya untuk tahun tertentu, dan sangat jauh berbeda dari laba bersih akuntansi dimana laba akuntansi tidak dikurangi dengan biaya ekuitas sementara dalam perhitungan EVA biaya ini akan dikeluarkan.”
25
Ada beberapa hal yang membedakan antara metode Economic Value Added (EVA) dengan tolak ukur keuangan lainnya menurut Young dan Bryne yang dialihbahasakan oleh Meita Rosy (2010 : 5) yaitu : -
-
EVA tidak dibatasi oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sehingga pengguna EVA bisa menyesuaikan dengan kondisi spesifik. EVA dapat mendukung setiap keputusan dalam perusahaan. Mulai dari investasi modal, kompensasi karyawan, dan kinerja unit bisnis. Struktur EVA yang relatif sederhana, membuatnya bisa digunakan oleh bagian engineering, environmental dan personil lain sebagai alat yang umum untuk mengkomunikasikan aspek yang berbeda dari kinerja keuangan.
Dari beberapa pengertian economic value added di atas dapat disimpulkan bahwa EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu, manajer yang menitikberatkan pada EVA dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara yang konsisten untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.
2.1.1.3.2.Kelebihan Economic Value Added (EVA) EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau aktivitas manajemen selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem pengukuran yang baik untuk menilai perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar sebuah perusahaan. Pihak manajemen perusahaan dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah, tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari tiga hal berikut ini menurut Siti Badriah (2011 : 5) adalah :
26
1. Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal. 2. Menginvestasikan modal baru ke dalam proyek yang mendapatkan return lebih besar dari pada biaya modal yang ada. 3. Menarik modal dan aktivitas-aktivitas usaha yang tidak menguntungkan.
Meningkatnya laba operasi tanpa adanya tambahan modal berarti manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Keunggulan EVA sebagai pengukuran kinerja keuangan perusahaan menurut Siti Badriah (2011 : 5) meliputi : 1. Dengan EVA, seluruh unit usaha memiliki sasaran laba untuk perbandingan investasi yang sama. 2. Dengan meningkatnya EVA maka investasi-investasi akan menghasilkan laba diatas biaya modal sehingga akan lebih menarik para manajernya untuk berinvestasi dalam perusahaan tersebut. 3. Adanya tingkat suku bunga yang berbeda dapat digunakan untuk jenis aset yang berbeda pula. 4. EVA memiliki korelasi positif yang kuat terhadap perubahan-perubahan nilai pasar perusahaan.
2.1.1.3.3.Kelemahan Economic Value Added (EVA) Menurut Mirza yang dikutip oleh Harjono Sunardi (2010 : 78) kelemahan EVA adalah : 1. EVA hanya mengukur hasil akhir. Konsep ini tidak mengukur aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi konsumen. 2. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu, padahal faktor-faktor lain terkadang lebih dominan. 3. EVA sangat tergantung pada transparansi pihak internal dalam perhitungan secara akrual.
27
2.1.1.3.4.Kriteria Economic Value Added (EVA) Penilaian EVA dapat ditentukan dengan kriteria menurut Siti Badriah (2011 : 7) sebagai berikut : 1. Apabila EVA > 0, berarti nilai EVA positif yang menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan. 2. Apabila EVA = 0, menunjukkan posisi impas atau Break Event Point. 3. Apabila EVA < 0, yang berarti EVA negatif menunjukkan tidak terjadinya proses nilai tambah.
Menurut Meita Rosy (2010 : 4) kriteria yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya proses penciptaan nilai suatu perusahaan adalah : 1. Jika Economic Value Added (EVA) > 0, yaitu nilai Economic Value Added (EVA) positif, yang menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan. 2. Jika Economic Value Added (EVA) = 0, yaitu nilai Economic Value Added (EVA) menunjukkan posisi impas atau break event point, berarti tidak ada nilai tambah ekonimis, tetapi perusahaan mampu membayar semua kewajibannya kepada para penyandang dana atau kreditur. 3. Jika Economic Value Added (EVA) < 0, yaitu nilai Economic Value Added (EVA) negatif, yang menunjukkan tidak terjadi proses nilai tambah pada perusahaan.
2.1.1.3.5.Perhitungan Economic Value Added (EVA) Rumus perhitungan economic value added menurut Agus Sartono (2008 : 103) adalah sebagai berikut : EVA = (NOPAT) – (Modal Operasi x Tertimbang)
Biaya Modal Rata-Rata
28
2.1.1.4. Residual Income (RI) 2.1.1.4.1.Pengertian Residual Income (RI) Dalam perkembangannnya muncul banyak pemikiran-pemikiran baru dibidang manajemen keuangan dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Salah satu diantaranya adalah residual income yang dapat memberikan informasi kepada para manajer untuk memilih suatu investasi yang menghasilkan lebih banyak laba dari pada biaya modal. Menurut Siegel dan Shim yang dialihbahasakan oleh Dodo Suharto (2000) pengertian residual income adalah : “Pendapatan operasional yang mampu diperoleh pusat investasi di atas return minimum dari asetnya. Nilai residual income yang positif menunjukan terdapat selisih antara dana yang dibutuhkan oleh kreditur dengan modal pemilik.” Hal ini berarti dapat menciptakan kemakmuran bagi para pemegang saham. Demikian pula sebaliknya, nilai residual income yang negatif berarti terdapat penurunan kemakmuran para pemegang saham (Pradhono dan Christiawan : 2004) Menurut Raiborn dan Kinney yang dialihbahasakan oleh Biro Bahasa Alkemis (2011 : 226) residual income adalah : “Residual income merupakan keuntungan yang diperoleh dan melebihi jumlah yang dibebankan untuk komitmen dana pusat. Jumlah yang dibebankan sama dengan target tingkat pengembalian yang diberikan dikalikan dengan aset dasar dan sebanding dengan tingkat bunga yang diperhitungkan atas aset divisi yang digunakan”. Menurut Mulyadi (2001 : 459) residual income adalah :
29
“Laba yang dihasilkan diatas target pengembalian investasi pada suatu pusat laba.” Residual income menggambarkan kinerja sebagai total dari sisa laba setelah dikurangi dengan biaya modal yang diinvestasikan. Oleh karena itu, para pemodal lebih tertarik untuk melakukan investasi pada saham di perusahaan yang menawarkan jumlah, stabilitas dan tingkat pertumbuhan dari pendapatan yang akan mereka terima. Para investor akan dengan cepat mengestimasi harga saham perusahaan di masa yang akan datang dan besarnya dividen yang diterima apabila investor mengetahui dengan pasti laba yang akan mereka peroleh dari perusahaan.
2.1.1.4.2.Keterbatasan Residual Income (RI) Setiap pengukuran kinerja keuangan memiliki keterbatasan tertentu. Menurut Raiborn dan Kinney yang dialihbahasakan oleh Biro Bahasa Alkemis (2011 : 227) residual income memiliki tiga keterbatasan adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan dapat diatur dan dimanipulasi dalam jangka pendek, bergantung pada metode perhitungan akuntansi yang dipilih untuk memperhitungkan semacam persediaan dan penyusutan. Sebagai perbandingan yang valid, semua pusat investasi harus menggunakan metode akuntansi yang sama. Karena baik arus kas ataupun nilai waktu dari uang tidak dianggap, pendapatan tidak selalu memberikan dasar terbaik dalam mengevaluasi kinerja. 2. Bagi manajer pusat, investasi aset dapat sulit untuk diukur dan ditetapkan dengan benar. Beberapa investasi (seperti biaya penelitian dan pengembangan) memiliki nilai yang melebihi periode akuntansi tetapi tidak dikapitalisasi dan dengan demikian, menciptakan sebuah basis aset yang kurang dari nilai sesungguhnya. 3. Potensi kritis; perhatian langsungnya tertuju pada seberapa baik pusat investasi ditampilkan dalam isolasi, bukan hubungannya dengan tujuan-tujuan besar perusahaan. Fokus ini tidak
30
menghasilkan suboptimalisasi sumber daya sehingga perusahaan tidak memaksimalkan efektivitas dan efisiensi operasional.
2.1.1.4.3.Kelebihan dan Kelemahan Residual Income (RI) Residual income memiliki keunggulan dan kelemahan sebagai pengukur kinerja manajer pusat laba, seperti yang dikemukakan Mulyadi (2001 : 461), keunggulan atau kelebihan dari residual income adalah : 1. Penggunaan residual income sebagai pengukur kinerja pusat laba mengakibatkan semua pusat laba memiliki sasaran yang sama untuk investasi yang sebanding. 2. Residual income dapat menggunakan tarif beban modal yang berbeda untuk aktiva yang memiliki resiko yang berbeda. Kelemahan residual income yang dikemukakan oleh Mulyadi (2001 : 465) adalah : 1. Residual income mendorong manajer pusat laba memutuskan orientasinya ketujuan-tujuan jangka pendek, karena laba dan komponen yang digunakan untuk menghitung laba hanya dibatasi dengan periode akuntansi yang tidak lebih dari satu tahun kalender. 2. Residual income sebagai pengukur kinerja pusat laba sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi aktiva tetap. 3. Residual income berupa angka absolut yang tidak dapat digunakan untuk membandingkan kemampuan berbagai pusat laba dalam menghasilkan laba.
2.1.1.4.4.Perhitungan Residual Income (RI) Rumus perhitungan residual income menurut Mulyadi (2001 : 459) adalah sebagai berikut :
RI = Laba Bersih Setelah Pajak – ( ROI x Rata-Rata Aktivitas Operasional)
31
2.1.1.5. Earnings 2.1.1.5.1.Pengertian Earnings Per Share Rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor saham (atau calon investor saham) untuk menganalisis kemampuan perusahaan mencetak laba berdasarkan saham yang dipunyai adalah Earning Per Share (EPS) atau laba perlembar saham (Mamduh M. Hanafi 2007:187). Untuk memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dengan tingkat pengembalian (return) saham, earnings per share merupakan laba bersih yang siap dibagikan kepada pemegang saham dengan jumlah keuntungan per lembar saham perusahaan (Eduardus Tandelilin, 2010 : 373). Menurut Irham Fahmi (2012 : 138) pengertian Earning Per Share (EPS) adalah : “Earning Per Share atau pendapatan per lembar saham adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar yang dimiliki.” Menurut Zaki Baridwan (2005 : 443) earnings per share adalah : “Jumlah pendapatan yang di peroleh dalam suatu periode untuk setiap lembar saham yang berdar.” Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2008) rasio Earning Per Share (EPS) digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi para pemilik perusahaan. EPS menggambarkan profitabilitas perusahaan yang tergambar dalam setiap lembar saham.
32
EPS bisa digunakan untuk beberapa macam analisis. Pertama, EPS bisa digunakan untuk menganalisis profitabilitas suatu saham oleh para analis surat berharga. EPS mudah dihubungkan dengan harga pasar suatu saham dan menghasilkan rasio PER (Price Earning Ratio). PER adalah harga pasar atau saham dibagi dengan EPS-nya (Mamduh M. Hanafi, 2007 : 191). Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan yang tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi, maka prospek perusahaan lebih baik, sementara jika laba per saham lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak baik (Mohamad Samsul, 2006 : 167). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Earings Per Share (EPS) adalah jumlah pendapatkan atau keuntungan bersih dibagi saham biasa untuk setiap lembar saham yang beredar saat menjalankan operasinya dalam suatu periode. Laba merupakan alat ukur utama kesuksesan suatu perusahaan, karena itu para pemodal seringkali memusatkan perhatian pada besarnya earnings per share dalam melakukan analisis saham. Semakin tinggi nilai EPS tentu saja menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba yang disediakan untuk pemegang saham.
2.1.1.5.2. Kegunaan Earnings Per Share (EPS) Variabel EPS merupakan proxy laba per saham perusahaan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi investor mengenai bagian keuntungan yang diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan memiliki suatu saham. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan
33
dengan harapan akan memperoleh dividen atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividen dan kenaikan nilai saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan. EPS biasanya merupakan indikator laba yang diperhatikan oleh para investor yang umumnya memiliki korelasi yang kuat antara pertumbuhan laba bersih dan pertumbuhan harga saham. Jumlah pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham adalah pendapatan bersih setelah dikurangi pajak pendapatan. Dengan cara membagi jumlah pendapatan yang tersedia dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar maka akan diketahui jumlah lembar pendapatan untuk setiap lembar saham tersebut. Menurut Suad Husnan (2005 : 317) menyatakan bahwa : “Jika kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, maka harga saham akan meningkat dan return saham yang diterima pemegang saham juga mengalami kenaikan.”
2.1.1.5.3.Perhitungan Earnings Per Share Rumus perhitungan earnings per share menurut Irham Fahmi (2012 : 96) adalah sebagai berikut : Laba Bersih Setelah Pajak Earnings per share = Jumlah Saham Yang Beredar
34
2.1.1.6. Arus Kas Operasi 2.1.1.6.1.Pengertian Arus Kas Operasi Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Nomor 2 tahun 2011 tentang Arus Kas adalah : “Arus kas merupakan Arus kas masuk dan arus kas keluar dalam periode tertentu yang terbagi menjadi aktivitas operasional, investasi dan pendanaan. Informasi mengenai arus kas sangat berguna dalam menetukan kemampuan perusahaan menghasilkan kas dan setara kas.” Menurut Sofyan Syafri Harahap (2009 : 257) arus kas operasi adalah : “Seluruh transaksi penerimaan kas yang berkaitan dengan pendapatan penjualan dan kas keluar yang berkaitan dengan biaya operasi.”
Para investor menggunakan informasi arus kas sebagai pengukuran kinerja
yang mampu menggambarkan kondisi
ekonomis serta mampu
menyediakan dasar proyeksi arus kas di masa yang akan datang yang cenderung diukur melalui harga atau return saham. Return saham menyebabkan para investor mampu membandingkan tingkat pengembalian (return) yang sebenarnya atau yang diharapkan dari berbagi investasi.
2.1.1.6.2.Kriteria Arus Kas Operasi Menurut Sofyan Syafri Harahap (2011 : 257) Arus kas operasi dibagi menjadi dua, yaitu arus kas masuk dan arus kas keluar. Arus kas masuk yang berasal dari aktivitas operasi adalah :
35
1. Kas yang diperoleh dari penjualan barang dan jasa secara tunai. 2. Kas yang diterima dari penagihan piutang dagang dan piutang lainnya. 3. Kas yang diterima dari kontrak yang diadakan untuk tujuan transaksi usaha. Arus kas keluar yang berasal dari aktivitas operasi adalah : 1. Kas yang dikeluarkan untuk pajak dan biaya administrasi lainnya. 2. Pembayaran hutang-hutang jangka pendek, yang meliputi: hutang dagang, gaji, bunga dan sebagainya. 3. Pembayaran untuk pembelian barang dan jasa. 4. Pengeluaran kas untuk kegiatan operasi termasuk juga untuk pembayaran biaya gaji, upah, sewa dan biaya operasi lainnya. 2.1.1.6.3.Perhitungan Arus Kas Operasi Rumus perhitungan arus kas operasi menurut Sofyan Syafri Harahap (2009) adalah sebagai berikut :
Arus Kas Operasi = Penerimaan Bersih Kas Setara Kas – Pengeluaran Bersih Kas Setara Kas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan.
36
2.1.1.7. Market Value Added (MVA) 2.1.1.7.1.Pengertian Market Value Added (MVA) Sasaran utama dari kebanyakan perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham, tetapi juga akan membantu untuk memastikan bahwa sumber daya yang terbatas telah dialokasikan secara efisien, yang akan memberikan keuntungan pada ekonomi. Kekayaan pemegang saham akan dimaksimalkan dengan meminimalkan perbedaan antara nilai pasar dari saham perusahaan dan jumlah modal ekuitas yang telah diberikan oleh pemegang saham. Perbedaan tersebut disebut sebagai nilai tambah pasar atau market value added (Agus Sartono, 2008). Menurut Young dan Bryne yang dialihbahasakan oleh Meita Rosy (2010 : 26) market value added adalah : “Perbedaan antara nilai pasar perusahaan (termasuk ekuitas dan hutang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan. MVA secara teknis diperoleh dengan cara mengalihkan selisih antara harga pasar per lembar saham dan nilai buku per lembar saham. Nilai pasar adalah nilai perusahaan. Yakni jumlah nilai pasar dari semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar modal pada tanggal tertentu.” Pengertian Market Value Added (MVA) menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2010 : 114) adalah : “MVA adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas suatu perusahaan dengan nilai buku seperti yang disajikan dalam neraca, nilai pasar dihitung dengan mengalikan harga saham dengan jumlah saham yang beredar.” Menurut Agus Sartono (2008 : 103) pengertian Market Value Added (MVA) adalah :
37
“Kemakmuran pemegang saham dimaksimalkan dengan memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut Market Value Added (MVA).”
2.1.1.7.2. Kelebihan dan Kelemahan Market Value Added (MVA) Kelebihan MVA menurut Zaki Baridwan dan Ary Legowo (2002 : 139) adalah : “Ukuran tunggal dan dapat berdiri sendiri yang tidak membutuhkan analisis trend maupun norma industri sehingga pihak manajemen penyedia dana akan mudah dalam menilai kinerja perusahaan.” Kelemahan MVA menurut Zaki Baridwan dan Ary Legowo (2002:139) yaitu hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan yang sudah go public saja. Menurut Turangan (2007 : 25) terdapat beberapa kelemahan Market Value Added yaitu : 1. MVA mengabaikan kesempatan biaya opportunitas dari modal yang diinvestasikan pada perusahaan. 2. MVA adalah sebuah indikator “sekali bidik” yang mengukur perbedaan nilai pasar dan modal yang diinvestasikan pada tanggal tertentu. 2.1.1.7.3.Kriteria Market Value Added (MVA) Indikator yang digunakan untuk mengukur Market Value Added (MVA) menurut Young dan Byrne yang dialihbahasakan oleh Meita Rosy (2010 : 28) adalah : 1. Jika MVA > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
38
2. Jika MVA < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.
Menurut Agus Sartono (2008 : 105) indikator yang digunakan untuk mengukur MVA adalah : 1. MVA positif ( > 0 ) berarti pihak manajemen telah mampu meningkatkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi bertambah. 2. MVA negatif ( < 0 ) berarti pihak manajemen telah menurunkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham pun menjadi berkurang. 2.1.1.7.4.Perhitungan Market Value Added (MVA) Menurut Siti Badriah (2011 : 8) Market Value Added (MVA) dirumuskan sebagai berikut : MVA = (Harga Saham x Jumlah Saham Beredar) - Total Ekuitas
Menurut Agus Sartono (2008 : 103) besarnya nilai tambah ekonomis suatu perusahaan dapat dihitung dengan formula sebagai berikut MVA = Nilai Pasar Ekuity – Modal Ekuity Yang Disetor Pemegang Saham = (Jumlah Saham Beredar x Harga Saham) – Total Nilai Ekuity
2.1.2
Return Saham
2.1.2.1
Pengertian Return Saham Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto,2008).
Lebih lengkapnya definisi return yaitu keuntungan yang diperoleh oleh
39
perusahaan, individual dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya (Fahmi dan Yovi, 2009). Menurut Sundjaja dan Barlian, 2003 pengertian return adalah : “Total laba atau rugi yang diperoleh investor dalam periode tertentu yang dihitung dari selisih antara pendapatan atas investasi pada periode tertentu dengan pendapatan investasi awal.” Menurut Eduardus Tandelilin (2010 : 102) pengertian return adalah : “Tingkat pengembalian berupa imbalan yang diperoleh dari hasil jual beli saham. Dimana investor berani berinvestasi dan menanggung resiko atas investasi yang dilakukannya.” Pengertian return menurut Jogiyanto (2009 : 198) adalah : “Ukuran yang mengukur besarnya perubahan kekayaan investor baik kenaikan maupun penurunan serta menjadi bahan pertimbangan untuk membeli atau mempertahankan sekuritas.” Menurut Michell Suharli (2005 : 101) definisi return saham adalah : “keuntungan yang diperoleh dari kepemilikan saham investor atas investasi yang dilakukannya, yang terdiri dari dividen dan capital gain / loss.” Pengertian return atau tingkat pengembalian menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2010 : 215) adalah : “Selisih antara jumlah yang diterima dan jumlah yang diinvestasikan, dibagi dengan jumlah yang diinvestasikan.”
40
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa return saham merupakan tingkat pengembalian berupa imbalan yang diperoleh dari hasil jual beli saham. 2.1.2.2. Jenis – Jenis Return Saham Menurut Jogiyanto (2009 : 199) return saham dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Return realisasi (realized return) Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. 2. Return ekspektasi (expected return) Return ekspektasi adalah keuntungan yang diharapkan oleh seorang investor di kemudian hari terhadap sejumlah dana yang telah ditempatkannya.
2.1.2.3. Komponen Return Saham Menurut Eduardus Tandelilin (2010 : 48), return saham terdiri dari dua komponen yaitu : 1. Capital gain (loss) yaitu kenaikan (penurunan) harga suatu saham yang bias memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor. 2. Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi saham.
2.1.2.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Return Saham Menurut Meriewaty dan Setyani (2005 : 278) ada dua jenis kinerja perusahaan yaitu : a. Kinerja operasional Kinerja operasional merupakan kinerja yang diperoleh perusahaan dengan menggunakan modal tetap perusahaan tanpa adanya hutang. Terdapat pada Economic Value Added (EVA) dan Residual Income
41
(RI) dengan mengukur besar kecilnya laba operasional bersih setelah pajak ( Net Operating Profit After Tax / NOPAT) yang diperoleh perusahaan. b. Kinerja keuangan Kinerja keuangan merupakan kinerja yang diperoleh dari kinerja perusahaan yang menggunakan hutang. Oleh karena itu, pengguna hutang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Jika hutang yang digunakan dapat meningkatkan kinerja perusahaan maka penggunaan hutang memberikan manfaat bagi perusahaan.
Menurut Jogiyanto (2009 : 201) faktor yang mempengaruhi return saham adalah variasi tingkat pengembalian saham disebabkan dari penilaian pada kinerja perusahaan. Semua persepsi yang positif terhadap kinerja perusahaan akan membawa harga saham ke tingkat yang lebih tinggi dari semula, hal ini disebabkan karena saham tersebut memberikan return yang optimal. Sebaliknya jika ternyata membuat persepsi yang negatif bagi investor, maka harga saham akan bergerak ke arah yang lebih rendah dari sebelumnya. Menurut Helfert Erich yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo (2000 : 219) ada tiga kategori pengukuran kinerja perusahaan yaitu : 1. Earnings Measures, yang berdasarkan kinerja pada accounting profit. Termasuk dalam kategori ini adalah Earnings Per Share (EPS), Return On Invesment (ROI), Return On Net Assets (RONA), Return On Capital Employed (ROCE) dan Return On Equity (ROE). 2. Cash Flow Measures, yang berdasarkan kinerja pada Arus Kas Operasi. Termasuk dalam kategori ini adalah Free Cash Flow, Cash Flow Return On Gross Invesment (ROGI), Cash Flow Return On Invesment (CFROI), Total Shareholder Return (TSR) dan Total Bussines Return (TBR). 3. Value Measures, yang mendasarkan kinerja pada nilai (value based management). Termasuk dalam kategori ini adalah Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Cash Value Added (CVA) dan Shareholder Value (SHV).
42
2.1.2.5. Perhitungan Return Saham Return merupakan capital gain (loss) yang merupakan selisih untung (rugi) dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu. Pemegang saham dalam investasinya mendapatkan return yang ditawarkan suatu saham dalam bentuk capital gain atau dividen Namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa perusahaan tidak selalu membagikan dividen kepada para pemegang saham tetapi bergantung pada kondisi perusahaan itu sendiri. Ini berarti bahwa jika perusahaan mengalami kerugian tentu saja dividen tidak akan dibagikan pada tahun berjalan tersebut. Dividen yang dibagikan dapat berupa dividen tunai maupun dividen saham. Menurut Jogiyanto (2009 : 202) return saham dapat diukur sebagai berikut : Pt – Pt-1 + Dt R= Pt-1 Keterangan : R = Return saham Pt = Harga saham periode t Pt-1 = Harga saham periode t-1 Dt = Dividen Saham periode t
2.2.
Kerangka Pemikiran Return saham atau tingkat keuntungan saham lebih tepat disebut sebagai
persentase perbandingan dividen dengan harga saham. Menurut Suad Husnan, (2000) ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga saham yaitu :
43
“Harapan investor terhadap tingkat keuntungan dividen untuk masa yang akan datang, tingakt pendapatan perusahaan, dan kondisi perekonomian negara.” Untuk dapat memutuskan berinvestasi maka investor memerlukan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perusahaan baik secara intern maupun ekstern. Informasi yang berasal dari intern perusahaan disebut dengan informasi yang bersifat fundamental, dan dan informasi yang berasal dari ekstern disebut dengna informasi yang bersifat teknikal. Informasi yang didapat dari intern berasal dari laporan kinerja yang tercermin dalam laporan keuangan perusahan. Menurut Munawir (2002 : 56) pengertian laporan keuangan adalah : “Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubung dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.” Laporan keuangan perusahaan merupakan sumber untuk mengukur faktor fundamental, salah satunya adalah pendapatan bersih (laba) perusahaan yang tergambar dalam laporan laba rugi. Sebagian dari pendapatan bersih (net income) perusahaan dikembalikan kepada investor dalam bentuk dividen. Sehingga investor memperhatikan pendapatan bersih (net income) dan kemampuan perusahan untuk memberikan imbal hasil atas investasi dalam bentuk dividen (Agnes Sawir, 2009). Beberapa alat analisis dasar yang biasa digunakan dalam menganalisa laporan keuangan adalah analisis horizontal (trend analysis), analisis vertikal
44
(common size analysis) dan analisis rasio keuangan (financial rasio analysis). Dari laporan keuangan yang diterbitkan setelah dianalisis akan diperoleh rasio keuangan yang berguna untuk mengungkapkan kekuatan dan kelemahan relatif suatu perusahaan, serta untuk menunjukkan apakah posisi keuangan membaik atau memburuk selama suatu waktu (Brigham dan Houston di alihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto, 2010). Analisa fundamental berlandaskan kepercayaan bahwa nilai suatu saham sangat dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Jika prospek suatu perusahaan publik begitu kuat dan baik, maka harga saham perusahaan diperkirakan akan merefleksikan kekuatan tersebut dan harganya akan meningkat serta keuntungan berupa dividen akan diterima oleh pemegang saham (Robert Ang 1997, yang dikutip Ekaprila Susanti, 2009).
2.2.1
Pengaruh Economic Value Added Terhadap Return Yang Diterima Pemegang Saham Menurut E.M. Nasser (2003 : 30) pengertian Economic Value Added
(EVA) adalah : “Laba di atas (melebihi) biaya kewajiban/hutang dan biaya modal (cost of capital) perusahaan. Secara lebih rinci didefinisikan sebagai laba usaha dikurangi dengan pajak dan biaya bunga atas hutang serta dikurangi cadangan untuk biaya modal.” Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Bennet Stewart & Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Model EVA menawarkan parameter yang cukup objektif karena berangkat dari
45
konsep biaya modal (cost of capital) yakni mengurangi laba dengan beban biaya modal, dimana beban biaya modal ini mencerminkan tingkat resiko perusahaan. Beban biaya modal ini juga mencerminkan tingkat kompensasi atau return yang diharapkan investor atas sejumlah investasi yang ditanamkan di perusahaan. Hasil perhitungan EVA yang positif merefleksikan tingkat return yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu manajer yang menitikberatkan pada EVA dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara yang konsisten untuk memaksimalkan kenakmuran pemegang saham. Perlu dicatat bahwa EVA dapat juga diterapkan pada tingkat divisi atau subsidiary perusahaan. Dengan demikian EVA merupakan salah satu kriteria yang lebih baik dalam penilaian kebijakan manajerial dan kompensasi. Nilai perusahaan akan meningkat jika perusahaan membiayai investasi dengan net present value yang positif, karena net present value yang positif akan memberikan economic value added kepada pemegang saham (Agus Sartono, 2008 : 104) Penelitian yang dilakukan untuk menguji pengaruh antara EVA dan return saham telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti penelitian Wilopo dan Mayangsari (2002) dengan membandingkan hubungan korelasi antara EVA dan earnings terhadap return saham. Bukti empiris dari penelitian itu menunjukkan bahwa EVA memiliki korelasi lebih tinggi terhadap return saham dari pada earnings.H1 : Economic Value Added (EVA) berpengaruh terhadap return yang diterima pemegang saham.
46
2.2.2
Pengaruh Residual Income Terhadap Return Yang Diterima Pemegang Saham Menurut Raiborn dan Kinney yang dialihbahasakan oleh Biro Bahasa
Alkemis (2011 : 226) residual income adalah : “Keuntungan yang diperoleh dan melebihi jumlah yang dibebankan untuk komitmen dana pusat. Jumlah yang dibebankan sama dengan target tingkat pengembalian (return) yang diberikan dikalikan dengan aset dasar dan sebanding dengan tingkat bunga yang diperhitungkan atas aset divisi yang digunakan.” Pengaruh residual income terhadap return saham menurut Siegel dan shim yang dialihbahaskan oleh Dodo Suharto (2000) adalah sebagai berikut : “Residual income merupakan pendapatan operasional yang mampu diperoleh pusat investasi di atas return minimum dari asetnya. Nilai residual income yang positif menunjukan terdapat selisih antara dana yang dibutuhkan oleh kreditur dengan modal pemilik. Hal ini berarti dapat menciptakan kemakmuran bagi para pemegang saham. Demikian pula sebaliknya, nilai residual income yang negatif berarti terdapat penurunan kemakmuran para pemegang saham.”
Menurut Siegel dan Shim terkadang pengukuran kinerja keuangan menggunakan residual income lebih reliable daripada ROI karena residual income dapat memberikan informasi kepada para manajer untuk memilih suatu investasi yang menghasilkan lebih banyak laba dari pada biaya modalnya. Dalam penelitian Pradhono dan Christiawan (2004) mengemukakan bahwa residual income mempunyai pengaruh terhadap return saham, karena residual income merupakan perolehan laba melebihi jumlah dana yang dikenakan atas pusat investasinya, dimana jumlah dana yang dikenakan dihitung dari
47
perkalian antara tingkat pengembalian (return) yang diharapkan dengan dasar aset yang digunakan. H2 : Residual Income berpengaruh terhadap return yang diterima oleh pemegang saham.
2.2.3
Pengaruh Earnings (earnings per share) Terhadap Return Yang Diterima Oleh Pemegang Saham Tandelilin (2001 : 233) menyatakan bahwa EPS sebagai informasi yang
dianggap paling mendasar dan berguna karena bisa menggambarkan prospek earning di masa depan. Dikatakan bisa menggambarkan prospek earning di masa depan karena EPS dapat digunakan investor untuk mengetahui perbandingan antara nilai intristik saham perusahaan dibanding harga pasar saham perusahaan bersangkutan, dan atas dasar perbandingan tersebut investor akan bisa membuat keputusan apakah membeli atau menjual saham bersangkutan. Menurut Meilinda dan Endang (2012) Earning Per Share (EPS) adalah data yang banyak digunakan sebagai alat analisis keuangan. EPS dengan ringkas menyajikan kinerja keuangan perusahaan dikaitkan dengan harga pasar saham bisa memberikan gambaran tentang kinerja perusahaan dibanding dengan uang yang ditanam pemilik perusahaan. Besar kecilnya rasio ini dapat mempengaruhi harga saham, menentukan pembayaran dividen di masa yang akan datang dengan menghitung keuntungan perlembar sahamnya. Sehingga membuktikan bahwa earnings per share dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan berpengaruh kepada return saham.
48
Penelitian lain yang mendukung penelitian sebelumnya dilakukan oleh Agung Juliarto (2004) yang mengamati perusahaan manufaktur dan memberikan hasil empiris bahwa earnings per share berpengaruh terhadap return saham. Diana dan Kusuma (2004) yang menganalisa faktor kontekstual atas permanent earnings per share, pertumbuhan earnings per share dan pengukuran perusahaan mendukung pentingnya earnings per share sebagai variabel deskripsi terhadap return saham. H3 : Earnings per share berpengaruh terhadap return yang diterima oleh pemegang saham.
2.2.4
Pengaruh Arus Kas Operasi Terhadap Return Yang Diterima Oleh Pemegang Saham Arus kas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan
perusahaan dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan pendanaan. Umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih dan merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasi perusahaan dapat menghasilkan kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar (Agung Juliarto, 2004). Daniati (2006) mengemukakan para investor menggunakan informasi arus kas operasi sebagai pengukuran kinerja yang mampu menggambarkan kondisi ekonomis serta mampu menyediakan dasar proyeksi arus kas operasi di
49
masa yang akan datang yang cenderung diukur melalui harga atau return saham. Return atas saham menyebabkan para investor mampu membandingkan tingkat pengembalian yang sebenarnya atau yang diharapkan dari berbagi investasi. Dalam penelitian Daniati (2006) yang menguji arus kas operasi menemukan bukti bahwa arus kas operasi mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan expected return saham. Dimana semakin tinggi arus kas operasional perusahaan maka semakin tinggi kepercayaan investor pada perusahaan tersebut, sehingga semakin besar pula nilai expected return saham. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah arus kas operasional perusahaan maka semakin kecil kepercayaan investor pada perusahaan tersebut, sehingga semakin kecil pula nilai expected return saham. H4 : Arus Kas Operasi berpengaruh terhadap return yang diterima pemegang saham.
2.2.5
Pengaruh Market Value Added Terhadap Return Yang Diterima Oleh Pemegang Saham Market Value Added (MVA) merupakan hasil akumulasi kinerja
perusahaan dari beberapa investasi yang telah atau yang akan dilakukan. MVA juga dapat disimpulkan sebagai pengukuran kinerja ekternal perusahaan. Oleh karena itu, MVA mampu memaksimalkan kekayaan pemegang saham dengan alokasi sumber daya yang tepat (Agus Sartono, 2008 : 105). Menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar Yulianto (2010 : 121) market value added mempunyai pengaruh terhadap return
50
saham. Dimana secara sederhana, MVA adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas dan jumlah modal ekuitas yang diinvestasikan investor. Secara teknis MVA diperoleh dengan cara mengalikan selisih antara harga pasar per lembar saham (stock price per share) dan nilai buku per lembar saham (book value per share) dengan jumlah saham yang dikeluarkan (outstanding share). Sehingga semakin tinggi market value added maka semakin tinggi pula perusahaan dinilai oleh investor. Apabila suatu perusahaan dinilai lebih tinggi oleh investor, maka harga saham akan semakin meningkat, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pengembalian (return) saham tersebut. Untuk menguji pengaruh antara MVA dan return saham Husniawati (2004) telah melakukan penelitian , hasilnya bahwa MVA mempunyai pengaruh terhadap return saham. Hal ini menunjukkan bahwa penanam modal sebelum melakukan investasi saham di pasar modal terlebih dahulu menilai kinerja perusahaan dari sisi pasar. H5 : Market Value Added berpengaruh terhadap return yang diterima pemegang saham. Dari uraian ditas dapat disimpulkan bahwa kelima rasio tersebut, yaitu Economic Value Added (EVA), Residual Income (RI), Earnings (earnings per share) , Arus Kas Operasi dan Market Value Added (MVA) merupakan faktor yang dapat memicu perubahan tingkat kinerja perusahaan yang berpengaruh terhadap return yang diterima oleh pemegang saham, maka dapat dengan mudah kita nilai kinerja keuangan suatu perusahaan apakah dinilai baik atau tidak, yang pada akhirnya akan berguna dan berdampak pada kebijakan atau pengambilan
51
keputusan yang akan diambil oleh para pemakai laporan keuangan tersebut (Helfert Erich yang dialihbahasakan oleh Herman Wibowo, 2000 : 219). Jika kinerja baik, maka akan berdampak baik pula bagi perusahaan tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini lebih lanjut dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat dan investor. Dampak yang lebih besar yaitu dapat dilihat pada keadaan perekonomian negara dan pertumbuhannya. Kerangka pemikiran diatas dapat dengan mudah dipahami dengan melihat gambar berikut ini :
Economic Value Added (EVA) (X1) Residual Income (X2)
H1
H2
Return Saham
Earnings (X3)
H3
)
(Y) H4
Arus Kas Operasi (X4) Market Value Added (MVA) (X5)
H5
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : : Pengaruh Secara Simultan : Pengaruh Secara Parsial
52
2.2.6
Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pengaruh
Economic Value Added (EVA), Residual Income (RI), Earnings (earnings per share), Arus Kas Operasi dan Market Value Added (MVA) terhadap return yang diterima oleh pemegang saham. Hasil dari beberapa peneliti akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Judul
Variabel
Penelitian
Penelitian
Nama (Tahun)
Pradhono
Hasil Penelitian
dan Pengaruh EVA, Economic Value Hasil Earnings, Added
penelitian
Christiawan
RI,
(Jurnal, 2004)
dan Arus Kas Residual Income EVA dan RI tidak Operasi
(RI),
Terhadap
dan
Return
(EVA), menunjukkan variabel
Earnings, berpengaruh Arus
Yang Operasi
Saham
independen yang Return
terhadap
sebagai return
Diterima Oleh variable Pemegang
Kas signifikan
sedangkan
saham, Earnings,
dan dan Arus Kas Operasi saham secara bersama-sama
Listing di BEI sebagai variable berpengaruh Periode Tahun dependen
signifikan
2000-2002)
return saham.
terhadap
53
Asti
Juwita Pengaruh
(Skripsi, 2013)
Residual Income Hasil
penelitian
Residual
(RI), Systematic menunjukan
Income,
Risk
variabel
dan RI tidak berpengaruh
Systematic Risk Earnings sebagai terhadap return saham dan
Earnings variable
Terhadap
sedangkan BETA dan
independen
Return Saham Return
dan Earnings
secara
Saham bersama-sama
Periode Tahun sebagai variable mempunyai pengaruh 2008 - 2011
dependen.
signifikan
terhadap
return saham. Muhammad Fajar Pengaruh
Economic Value EVA
Wahyudi (Skripsi, Economic
Added
2009)
dan
MVA
(EVA) berpengaruh
positif
Value
Added, dan Market Value terhadap
dan
Market Added
Value
Return
(MVA) Saham Artinya, setiap
Added sebagai variabel perubahan yang terjadi
Terhadap
independen
Return Saham Return
dan pada
variabel
Saham independen yaitu EVA
Pada
sebagai variabel dan
Perusahaan
dependen
MVA
secara
simultan
atau
Manufaktur
bersama-sama
akan
Periode Tahun
berpengaruh
pada
2005-2007
Return Saham.
54
Muhammad
Pengaruh
Economic Value Hasil
Mohtasom
Economic
Added, Earnings menunjukkan variabel
(Skrispsi, 2009)
Value
Added, Dan
Earnings
penelitian
ROA EVA, Earnings dan
Dan sebagai variable ROA secara bersama-
ROA Terhadap independen Return Saham Return
dan sama
berpengaruh
Saham signifikan
terhadap
Yang Terdaftar sebagai variable ROA. Artinya, setiap Di BEI Selama dependen.
perubahan yang terjadi
Periode 2005 -
pada
2007.
independen
variabel yaitu
EVA, RI dan ROA secara
simultan atau
bersama-sama
akan
berpengaruh
pada
return Saham. Dendi
Refiandi Pengaruh EVA EVA dan MVA Hasil
(Skripsi , 2010)
dan
MVA sebagai variabel menunjukan EVA dan
Terhadap
independen
Return Saham Return
dan MVA saham berpengaruh
Perusahaan
sebagai variabel signifikan
Otomotif
dependen.
Periode 2009.
penelitian
2007-
return saham.
tidak secara terhadap
55
Widya Trisnawati Pengaruh Arus Arus (Jurnal, 2013)
Kas
Kas Hasil
penelitian
Operasi, Operasi, Investasi menunjukan Arus Kas
Investasi
dan dan
Pendanaan Serta
Pendanaan Operasi, Investasi dan
Serta Laba Bersih Pendanaan Serta Laba Laba sebagai variabel Bersih
Bersih
independen
Terhadap
return
berpengaruh
dan signifikan
terhadap
saham return saham.
Return Saham sebagai variabel Pada
dependen.
Perusahaan Manufaktur Di BEI
Tahun
2009-2011. Rosdiana (Jurnal,
Pengaruh
Arus
2011)
Komponen
Operasi, Arus
menunjukan
arus
Laporan
Kas Investasi,
kas
dan
Arus
Kas
Earning Per Share
Dan Earning
Pendanaan dan
berpengaruh positif
Per
Earning
terhadap
Arus
Kas
Share
Kas
Per
Hasil
penelitian
operasi
return
Terhadap
Share sebagai
saham.
Return
variabel
arus kas investasi
independen
dan
dan
pendanaan
Saham. Bursa
Di Efek
return
Sedangkan
arus
kas tidak
56
Tagor
Darius
Jakarta
saham sebagai
memberikan
Periode
variabel
pengaruh
2008-2010.
dependen.
return saham
Pengaruh
Arus
Sidauruk
Laporan
Operasi,
(Jurnal, 2010)
Arus
Kas
Kas
Kas
terhadap
Secara
simultan
Arus
Arus Kas Operasi,
Investasi,
Arus Kas Investasi,
Terhadap
dan
Harga Saham
Pendanaan
Pendanaan
dan
sebagai variabel
berpengaruh
Saham Pada
independen
signifikan terhadap
Perusahaan
harga saham seta
harga
Manufaktur
return
saham
saham.
di
sebagai variabel
parsial
dependen.
Operasi
Return
Bursa
Efek Jakarta
Arus
Kas
dan
dan
Arus
Kas
dan
return Secara
Arus
Periode 2005
berpengaruh
- 2007
terhadap
Kas
harga
saham namun tidak signifikan terhadap return saham. Muhammad Taufik Pengaruh
Economic Value Secara
Hidayat
Added,
2009)
(Jurnal, Economic Value Market
Market variabel EVA, MVA
Added, Value Added dan dan Value Debt
simultan
DER
tidak
Equity berpengaruh terhadap
57
Added
dan Ratio
Debt
sebagai return saham.
Equity variabel
Ratio Terhadap independen Return Saham Return
dan
Saham
Pada PT Aneka sebagai variabel Tambang Tbk dependen. Periode
2005-
2007. Mursidah
Analisis
Earnings
Per Secara
Nurfadillah
Pengaruh
Share, Debt To variabel Earnings Per
(Jurnal, 2008)
Earnings
Per Equity
Ratio Share, Debt To Equity
Share, Debt To sebagai variabel Ratio Equity
Ratio independen
Terhadap
Return
dan terhadap
Saham saham.
Return Saham sebagai variabel PT
Unilever dependen.
Indonesia Tbk Periode 2006.
2004-
simultan
berpengaruh return
58
2.3
Hipotesis Hipotesis menurut Sugiyono (2008 : 63) merupakan jawaban sementara
mengenai suatu masalah yang masih perlu diuji secara empiris untuk mengetahui apakah pernyataan atau dugaan jawaban itu dapat diterima atau tidak. Berdasarkan dari tinjauan pustaka, tinjauan penelitian sebelumnya, dan kerangka pemikiran yang penulis uraikan diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : “Economic Value Added (EVA), Residual Income (RI), Earnings (earnings per share), Arus Kas Operasi (AKO) dan Market Value Added (MVA) berpengaruh terhadap Return Yang diterima oleh pemegang saham baik secara parsial maupun simultan.”