BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Karakteristik Endorser Endorser adalah pendukung iklan atau juga yang dikenal sebagai bintang iklan yang mendukung produk yang di iklankan. Selebritis Endorser didefinisikan sebagai setiap orang yang popular atau dikenal orang banyak dan menggunakan kepopuleran tersebut untuk suatu produk consumer good dengan kemunculannya dalam iklan (McCracken 1989) (Jurnal Pengembangan Wiraswasta Vol.8, No.1, April 2006). Penggunaan selebritis di dunia periklanan sudah sangat popular. Menurut sumber industri di Amerika, 20% dari semua iklan televisi adalah menggunakan orang terkenal, dan hampir 10% dari uang yang beredar di dalam periklanan untuk televisi digunakan untuk membayar selebritis sebagai endorser (Agrawal dan Kamakura 1989). Hawkin, Best and Conney (1989), mengemukakan minimal ada 3 keuntungan dalam menggunakan selebritis sebagai endorser, yakni : 1). Selebritis lebih menarik perhatian banyak orang. 2). Dipercaya konsumen. 3). Kelatahan konsumen untuk meniru gaya hidup mereka 4). Dapat diasosiasikan dengan produk sehingga terjadi pemindahan karakter selebritis kepada produk sehingga produk mempunyai kepribadian tersendiri yang disebut kepribadian merek.
7
8
Efektivitas penggunaan selebritis untuk mengiklankan suatu produk tergantung pada kemampuan perusahaan periklanan dalam memilih selebritis yang cocok dengan produk. Ada dua hal yang harus cocok antara selebritis dengan produk yakni : citra selebritis dengan kepribadian dari produk dan citra selebritis dengan konsep produk dan target pasar. Pemakaian selebritis juga mempunyai resiko diantaranya sebagai berikut : 1. Perbedaan preferensi tentang selebritis, ada yang menyukai ada pula yang tidak menyukai seorang selebritis. 2. Pengaruh karakter selebritis. 3. Celebrity Shadow yaitu proses tertutupnya popularitas produk yang diiklankan oleh popularitas produk yang diiklankan oleh popularitas selebritis. Hal ini bisa terjadi karena desain iklan yang kurang tepat, atau selebritis tersebut juga mengiklankan banyak produk lain dalam jangka waktu yang bersamaan. Akibatnya meskipun iklan sering ditayangkan, popularitas penduduk tetap tidak meningkat. Sebaliknya hanya selebritis yang sering diingat orang bukan produk yang diiklankan. 4. Keterlibatan selebritis dalam iklan, dimana satu selebritis mengiklankan banyak produk dan materi iklan yang tidak jauh berbeda. Akibatnya konsumen menjadi bingung dan sering salah dalam mengingat sebuah iklan. Apakah produk A diiklankan oleh selebritis A atau B? Sebaliknya artis A mengiklankan produk A atau B? Kalau sudah begini iklan tidak dapat lagi menciptakan diferensiasi.
9
2.1.1.1 Model Karakter Endorser Variabel karakter Endorser diukur dengan menggunakan melalui 11 indikator yang diambil dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Aaker (1997), dengan membuang karakter-karakter yang tidak relefan dengan endorser. Kesebelas indikator tersebut adalah : 1. Sederhana : Gaya hidup endorser yang tidak terlalu menonjolkan kemewahan. 2. Jujur : Kesamaan kata dengan fikiran dan perbuatan. 3. Periang : Gaya hidup yang selalu gembira. 4. Pemberani : Mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan hatinya. 5. Bersemangat : Sifat yang selalu antusias dalam melakukan sesuatu kegiatan. 6. Imaginatif : Mempunyai daya nalar. 7. Sesuai dengan zaman (trendy) : Gaya hidup yang sesuai dengan perkembangan zaman. 8. Pintar : Mempunyai intelegensia yang tinggi. 9. Sukses : Sangat berhasil dalam melakukan sesuatu. 10. Kuat : Mempunyai kemampuan dari segi fisik. 11. Mengagumkan : Mempunyai prestasi lebih dari orang kebanyakan
2.1.2 Efektivitas Periklanan
10
Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah promosi barang, jasa, perusahaan dan ide yang harus dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat iklan sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi penjualan. Periklanan adalah segala biaya yang harus dikeluarkan sponsor untuk melakukan presentasi dan promosi nonpribadi dalam bentuk gagasan, barang, atau jasa (Kotler dan Armstrong, 2001, p153). Fungsi periklanan menurut Kotler (1987:142 dalam jurnal Telaah Bisnis, volume 5. No.2) adalah pembentukan citra organisasi jangka panjang, pembentukan merek tertentu jangka panjang, penyebaran informasi tentang adanya obral, mengenai pelayanan tertentu. Iklan adalah segala bentuk presentasi nonpribadi dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor tertentu yang harus dibayar. Iklan dapat merupakan cara yang berbiaya efektif guna menyebarkan pesan, entah untuk membangun preferensi merek atau untuk mendidik orang (Kotler dan Keller, 2007, p244). Organisasi-organisasi menangani iklan dengan cara yang berbeda-beda. Di perusahaan-perusahaan kecil, iklan ditangani oleh seseorang di departemen penjualan atau pemasaran, yang bekerja sama dengan agen iklan. Perusahaan besar sering membentuk departemennya sendiri, yang manajernya melapor kepada wakil direktur pemasaran. Tugas departemen iklan adalah mengajukan anggaran; mengembangkan strategi iklan; menyetujui iklan dan kampanye; dan menangani iklan melalui surat langsung (direct-mail), pajangan penyalur, dan bentuk iklan lainnya.
11
Efektifitas iklan adalah ukuran kemampuan iklan dalam mempengaruhi preferensi konsumen. Iklan yang efektif akan mempengaruhi preferensi konsumen kearah yang positif setelah melihat sebuah iklan. Sementara iklan yang tidak efektif tidak akan berdampak apa-apa terhadap konsumen.
2.1.2.1 Menentukan Tujuan Iklan Tujuan-tujuan iklan harus mengalir dari keputusan-keputusan sebelumnya mengenai pasar sasaran, pemosisian pasar, dan program pemasaran. Tujuan (atau sasaran) iklan merupakan suatu tugas komunikasi tertentu dan tingkat pencapaiannya harus diperoleh pada audiens tertentu dalam kurun waktu tertentu (Kotler dan Keller, 2007, p244). Tujuan iklan dapat digolongkan apakah sasarannya
untuk
menginformasikan,
membujuk,
mengingatkan,
atau
memperkuat. ●
Iklan Informatif Dimaksudkan untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan tentang
produk baru atau cirri baru produk yang sudah ada. Periklanan yang digunakan untuk member informasi kepada konsumen mengenai suatu produk atau kelengkapan baru atau untuk membangun permintaan awal. ●
Iklan Persuasif Dimaksudkan untuk menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan
pembelian suatu produk atau jasa. Periklanan yang digunakan untuk membangun permintaan selektif akan suatu merek dengan cara meyakinkan konsumen bahwa merek tersebut adalah merek terbaik di kelasnya.
12
●
Iklan Pengingat Dimaksudkan untuk merangsang pembelian produk dan jasa kembali.
Iklan yang digunakan untuk menjaga agar konsumen tetap berpikir mengenai suatu produk. ●
Iklan Penguatan Dimasudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah
melakukan pilihan yang tepat.
2.1.2.2 Faktor-Faktor Efektivitas Iklan Berikut beberapa factor yang mempengaruhi efektifitas iklan (Jurnal Pengembangan Wiraswasta Vol.8, No.1 April 2006) : 1. Model Kredibilitas Sumber (Source Credibility Model) Kredibilitas adalah tingkat kepercayaan konsumen terhadap sebuah sumber dalam memberikan informasi terhadap konsumen. Model ini dikembangkan oleh Hovland dan Weist (1951) yang menyatakan bahwa keberhasilan sebuah pesan iklan tergantung pada kredibilitas dari sumber yang mengiklankan suatu produk. Jika sumber iklan dianggap kredibel maka konsumen akan mempercayai iklan tersebut dan relative menerima pesan tersebut dengan baik. Akan tetapi jika sumber dianggap tidak kredibel maka iklan tersebut tidak akan berpengaruh apa-apa. Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar sebuah iklan mempunyai kredibilitas, yaitu keahlian sumber dan kejujuran sumber. 2. Model Daya Tarik Sumber (Source Attractiveness Model)
13
Model ini dikembangkan oleh McGuire (1985), yang berpendapat bahwa sumber yang kredibel saja belum cukup untuk membuat sebuah iklan menjadi efektif, tetapi juga harus menarik bagi konsumen. Ia berpendapat ada tiga syarat yang harus dipenuhi agar iklan menarik perhatian konsumen, yaitu sumber iklan harus dikenal baik (familiaritas/familiarity sumber), disukai dan mempunyai kemiripan dengan konsumen. Semakin banyak kesamaan antara sumber dengan konsumen maka iklan tersebut akan semakin menarik perhatian konsumen, misalnya kesamaan kegemaran, kesamaan sifat, kesamaan kebutuhan dan lain-lain. 3. Model Budaya (Culture Model) Model budaya ini dikemukakan oleh McCracken (1985) yang berpendapat bahwa efektivitas iklan tidak hanya dipengaruhi oleh kredibiltas dan daya tarik iklan saja, tetapi ditentukan juga oleh budaya antara endorser dan konsumen. Menurut McCracken (1985) iklan merupakan proses pemindahan makna (meaning) dari endorser kepada produk, yang kemudian ditangkap oleh konsumen. Proses pemindahan ini dipengaruhi oleh banyak hal seperti status social, kelas social, jenis kelamin, umur, kepribadian, gaya hidup dan lain-lain. Perbedaan yang ada diantara berbagai hal diatas dapat membuat makna yang disampaikan akan ditangkap berbeda dengan konsumen.
14
2.1.2.3 Strategi Kreatif Dalam Periklanan Agar suatu iklan mampu menarik perhatian konsumen, maka diperlukan kreativitas dalam pembuatan suatu iklan yang memerlukan suatu strategi yang kreatif. Strategi kreatif adalah hasil terjemahan dari berbagai informasi mengenai produk, pasar dan konsumen sasaran ke dalam suatu posisi tertentu di dalam komunikasi yang kemudian dapat dipakai untuk merumuskan tujuan iklan (Kasali,R., 1995: 81 dalam jurnal Telaah Bisnis, volume 5). Dalam pembuatan iklan, untuk menghasilkan iklan yang baik penting juga menggunakan elemenelemen dalam sebuah rumus yang dikenal sebagai AIDCA (Kasali,R., 1995: 8386 dalam jurnal Telaah Bisnis, volume 5), yang terdiri dari : 1. Perhatian (Attention) Iklan harus menarik perhatian khalayak sasarannya, baik pembaca, pendengar atau pemirsa. Beberapa penulis naskah iklan mempergunakan trik-trik khusus untuk menimbulkan perhatian calon pembeli, seperti : (a) mengguanakan headline yang mengarahkan, (b) menggunakan slogan yang mudah diingat, (c) menonjolkan atau menebalkan huuf-huruf tentang harga (bila harga merupakan unsure penting dalam mempengaruhi orang untuk membeli), (d) menonjolkan selling point suatu produk, (e) menggunakan sub-sub judul untuk membagi naskah dalam beberapa paragraph pendek, (f) menggunakan huruf tebal (bold) untuk menonjolkan kata-kata yang menjual. 2. Minat (Interest)
15
Setelah perhatian calon pembeli berhasil direbut, persoalan yang dihadapi bagaimana agar konsumen berminat dan ingin tahu lebih lanjut. Untuk itu mereka dirangsang agar membaca dan mengikuti pesan-pesan yang disampaikan. 3. Kebutuhan atau Keinginan (Desire) Iklan harus berhasil menggerakkan keinginan orang untuk memiliki atau menikmati produk. Kebutuhan atau keinginan mereka untuk memiliki, memakai, atau melakukan sesuatu harus dibangkitkan. 4. Rasa Percaya (Conviction) Untuk menimbulkabn rasa percaya pada calon pembeli, sebuah iklan dapat ditunjang dengan berbagai kegiatan peragaan seperti pembuktian, membagi-bagikan
percontoh
secara
gratis,
dan
menyondongkan
pandangan-pandangan positif dari tokoh-tokoh masyarakat terkemuka. 5. Tindakan (Action) Upaya terakir untuk membujuk calon pembeli agar sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian atau bagian dari itu. Memilih kata yang tepat agar calon pembeli melakukan respon sesuai dengan yang diharapkan adalah suatu pekerjaan yang sangat sulit. Harus dipergunakan kata perintah agar calon pembeli bergerak, akan tetapi juga diperkirakan dampak psikologis dari kata-kata perintah tersebut.
16
2.1.2.4 Mengevaluasi Efektivitas Iklan Perencanaan iklan dan pengendalian iklan yang baik bergantung pada pengukuran efektivitas iklan. Kebanyakan pengiklan mencoba mengukur efek komunikasi suatu iklan, maksudnya dampak potensialnya terhadap kesadaran, pengetahuan, atau preferensi. Mereka juga ingin mengukur efek penjualan iklan tersebut. ●
Riset Dampak Komunikasi Riset dampak komunikasi berupaya menentukan apakah suatu iklan
berkomunikasi efektif. Dengan disebut juga pengujian naskah (copy testing), riset tersebut dapat dilakukan sebelum iklan dimasukkan ke media dan setelah dicetak atau disiarkan. Ada tiga metode utama pra-pengujian iklan. Metode umpan balik konsumen (consumer feedback method) menanyakan reaksi konsumen terhadap iklan yang diusulkan. Pengujian portofolio meminta konsumen melihat atau mendengarkan suatu portofolio iklan, dengan menggunakan waktu sebanyak yang mereka perlukan. Konsumen kemudian diminta mengingat kembali semua iklan tersebut dan isinya, dibantu atau tidak dibantu pewawancara. Tingkat daya ingat mereka menunjukkan kemampuan suatu iklan menonjol dan pesannya dimengerti dan diingat. Pengujian laboratorium menggunakan peralatan untuk mengukur reaksi fisiologis--detak jantung, tekanan darah, pelebaran bola mata, tanggapan kulit mendadak, keluarnya keringat—terhadap iklan; atau konsumen mungkin akan diminta menekan tombol untuk menunjukkan kesukaan atau ketertarikan mereka dari waktu ke waktu pada saat melihat bahan yang ditampilkan berurutan. ●
Riset Dampak penjualan
17
Dampak iklan pada penjualan umumnya lebih sulit diukur daripada dampak iklan pada komunikasinya. Penjualan dipengaruhi banyak factor, seperti fitur produk, harga, ketersediaan, dan juga tindakan pesaing. Makin sedikit atau makin terkendali factor-faktor lain ini, makin mudah diukur dalam situasi pemasaran langsung dan paling sulit diukur untuk iklan pembentukan citra merek atau perusahaan. Berbagi pengeluaran iklan (share of advertising expenditure) yang dilakukan perusahaan menghasilkan berbagi suara (share of voice), yaitu persentase iklan perusahaan atas produk tersebut terhadap semua iklan produk tersebut yang memperoleh pendapatan dalam bentuk berbagi pikiran dan hati konsumen (share of consumers minds and hearts) dan akhirnya, berbagi pasar.\
2.1.3 Asosiasi Merek Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan atau kombinasi halhal tersebut untuk mengidentifikasi barang dan jasa seseorang atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing (Durianto et.all, 2004, p2). Merek adalah sebuah simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian : 1) Atribut (attribute) Merek memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri dan mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. 2) Manfaat (benefit) Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosi.
18
3) Nilai (value) Sebuah merk juga menyatakan tentang nilai pembuatannya. 4) Budaya (culture) Sebuah merek juga mencerminkan suatu budaya tertentu. 5) Personal (personality) Sebuah merek mencerminkan kepribadian tertentu dari pemakaiannya. 6) Pemakai (user) Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Durianto et.all (2004, p69), mengemukakan asosiasi merek adalah segala kesan yang muncul dalam benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Asosiasi merek berkaitan erat dengan image merk (brand image) yang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan makna tertentu. Asosiasi merek memiliki kekuatan dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman konsumsi atau eksposure dengan merek spesifik. Nilai yang mendasari sebuah merek sering merupakan sekumpulan asosiasinya dengan kata lain, merupakan makna merek tersebut bagi khalayak. Asosiasi-asosiasi menjadi pijakan dalam keputusan-keputusan pembelian dan loyalitas merek. (David A. Aaeker, 2005) Asosiasi merek menurut Aaeker (Rangkuti, 2004, p43) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Semakin banyak brand assosiation yang terbentuk dalam merek dan membuat kepercayaan terhadap
19
merek berkembang dari konsumen terhadap kinerja fungsional produk dan atributatributnya.
2.1.3.1 Keuntungan Asosiasi Merek Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain. Terdapat beberapa keuntungan asosiasi merek, yaitu : - dapat membantu proses penyusunan informasi - perbedaan - alasan untuk membeli - Penciptaan sikap atau perasaan positif landasan untuk perluasan
2.1.3.2 Sumber-sumber asosiasi merek Asosiasi merk terbentukdalam berbagai jenis yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori (Keller, 2003), yaitu : 1. Atribut Kategori atribut merupakan kategori dengan fitur-fitur mengenai karakteristik dari produk atau jasa yang ada saat proses pembelian dan konsumsi. Pada kategori atribut ini dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu : a. Atribut produk
20
Asosiasi produk terbentuk secara langsung mengenai karakteristik dari produk atau jasa yang bersangkutan. Asosiasi ini merupakan strategi yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena atribut tersebut bermakna, dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek. b. Atribut non produk Dapat langsung memperoleh proses pembelian atau proses konsumsi tetapi tidak langsung mempengaruhi kinerja produk yang bersangkutan 2. Manfaat Asosiasi bermanfaat dapat diciptakan ketika konsumen dapat memperoleh manfaat saat menggunakan suatu merek. 3. Attitude Attitude merupakan asosiasi merek yang paling abstrak dan merupakan asosiasi tingkat tinggi. Asosiasi ini terbentuk dari gabungan asosiasi atribut dan manfaat yang diciptakan.
2.1.3.3 Atribut-Atribut Asosiasi Merek Aaker (1996:326-332) dalam jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, vol.6 No.1 menyatakan bahwa atribut-atribut dari brand association adalah sebagai berikut : 1. Perceived value (Nilai yang dirasakan) Salah satu peranan brand identity adalah membentuk value proposition
yang
biasanya
melibatkan
manfaat
fungsional
yang
21
merupakan dasar bagi merek dalam hampir semua kelas produk. Jika merek tidak menghasilkan value, biasanya mudah diserang oleh pesaing. Konsep perceived value berbeda dengan perceived quality. Perceived value diartikan sebagai perceived quality dibagi harga. Sedangkan perceived quality berhubungan dengan prestise dan penghargaan terhadap suatu merek. Terdapat lima penggerak utama pembentukan perceived value yang terkait erat dengan kepuasan pelanggan yaitu : a. Dimensi Kualitas Produk b. Dimensi Harga c. Dimensi Kualitas Layanan d. Dimensi Emosional e. Dimensi Kemudahan 2. Kepribadian Merek (Brand Personality) Pendekatan yang umum dilakukan untuk mengasosiasikan kepribadian sebuah merek adalah berdasarkan pada, a. Tipe pengguna atau pelanggan produk tersebut b. Demografi c. Gaya hidup d. Ciri pembawaan kepribadian seseorang e. Iklan f. Tagline (slogan) 3. Asosiasi Organisasi (Organization Association)
22
Asosiasi organisasi akan menjadi faktor yang penting jika merek yang kita miliki serupa dalam hal atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan hal yang penting untuk dilihat (seperti dalam bisnis barang yang tahan lama atau dalam bisnis jasa), atau jika memang corporate brand terlibat. Unsur-unsur dari asosiasi organisasi adalah sebagai berikut : a. Orientasi pada masyarakat atau komunitas b. Persepsi kualitas c. Inovasi d. Perhatian pada pelanggan e. Keberadaan dan keberhasilan f. Lokal vs global
2.1.4 Respon Konsumen Menurut Keegan (1995:7) dalam jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 1, No.3, Desember 2008, “consumer is the user of a product”. Maka consumer dapat di deskripsikan sebagai orang yang menggunakan produk. Berdasarkan pengertian dari Dictionary of Marketing and Business Terms (www.marketing.org.au) “Response is an effort to satisfy a drive. Reaction evoked by a stimulus.” maka response dapat dideskripsikan sebagai usaha konsumen yang tercermin dalam sikap dan perilakunya untuk memuaskan dorongan yang ada. Reaksi tersebut disebabkan oleh adanya rangsangan. Dari pengertian consumer dan response diatas maka dapat diambil menjadi suatu
23
pengertian consumer response yakni merupakan pencerminan dari sikap dan perilaku pengguna produk dalam memuaskan dorongan yang ada sebagai reaksi terhadap usaha-usaha pemasaran yang dilaksanakan perusahaan. Respon konsumen memiliki 3 komponen yaitu cognitive, affective, conative. Cognitive response dinyatakan dalam knowledge dan perception konsumen terhadap suatu produk. Knowledge dan perception terbentuk karena awareness dan information. Konsumen yang sadar akan kebutuhannya akan mencari informasi mengenai produk kebutuhannya (Schiffman dan Kanuk, 2004, p256). Proses yang terjadi dalam cognitive response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan pembelian dalam tahap need recognition dan tahap knowledge menurut Schiffman dan Kanuk. Affective response dinyatakan dalam perasaan atau emosi konsumen melalui sikap suka atau tidaknya ataupun penilaian bagus tidaknya terhadap suatu produk. Sikap ini merupakan hasil dari evaluasi konsumen terhadap suatu produk (Schiffman dan Kanuk, 2004, p257). Jika pada tahap cognitive response, konsumen memiliki knowledge dan perception yang positif terhadap suatu merek produk tertentu, maka pada tahap affective response, konsumen akan membentuk suatu sikap yang positif pula. Proses dalam affective response ini memiliki kesamaan dengan proses keputusan pembelian pada tahap evoluation. Pada tahap evaluation dalam buying decision process, konsumen melakukan evaluasi terhadap berbagai merek, membentuk sikap yang berbeda-beda terhadap masingmasing merek. Salah satu merek yang dianggapnya bagus dan disukai itulah yang akan dipilih dan dibeli.
24
Conative response menyangkut tindakan atau perilaku konsumen yang dinyatakan dengan intention to buy dan purchase (Schiffman dan Kanuk, 2004, 258). Proses yang terjadi dalam conative response memiliki kesamaan dengan tahap purchase pada proses keputusan pembelian. Menurut A. Bellen del Rio (2001) dalam jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 1, No.3, Desember 2008, Consumer Response dapat diukur dengan : 1. Willingness to pay a price premium for the brand Yaitu kesediaan konsumen membayar harga premium. 2. Willingness to accept brand extensions Yaitu kesediaan menerima produk hasil perluasan merek, menurut Aaker (1991, p208), “brand extensions are a natural strategy for the firm looking to grow by exploiting his asset.” Dengan kata lain perluasan merek adalah strategi alami untuk menumbuhkan perusahaan dengan mengeksploitasi asset yang dimiliki. Brand extension dapat dibagi menjadi 7 pendekatan yaitu
same
product
in
different
form,
distinctive
taste/ingredient/component, companion product, customer franchise, expertise, benefit/attribute/feature, dan designer or ethnic image (Aaker, 1991) 3. Willingness to recommend the brand others Yaitu kesediaan merekomendasikan produk ke orang lain.
25
2.2
Kerangka Pemikiran
Karakteristik Endorser (x1)
Asosiasi Merek (y)
Respon Konsumen (z)
Efektivitas Periklanan (x2) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Hubungan Antar Variabel : ●
Hubungan Karakteristik Endorser, Efektivitas Iklan dan Kepribadian
Merek (Indikator dari Asosiasi Merek) (Jurnal Pengembangan Wiraswasta vol.8 no.1) Karakter endorser berhubungan langsung dengan persepsi akan efektivitas iklan, sehingga perubahan pada karakter endorser akan menimbulkan terjadinya perubahan pada efektivitas iklan. 1. Karakter endorser berhubungan secara timbal balik dengan persepsi akan kepribadian merek, sehingga perubahan pada karakter endorser akan menimbulkan terjadinya perubahan pada kepribadian merek. 2. Kinerja merek mempunyai pengaruh secara timbal balik terhadap efektivitas iklan sehingga secara bersama-sama akan mempengaruhi kinerja secara keseluruhan.
26
Dengan kata lain iklan yang efektif akan mampu membentuk persepsi akan Karakter Endorser dan Kepribadian Merek serta secara bersama-sama akan mempengaruhi terhadap kinerja secara keseluruhan. Dapat juga dikatakan endorser yang menarik disukung oleh efektivitas iklan akan membentuki kepribadian merek. ●
Pengaruh Brand Association terhadap Consumer Response (Jurnal
Manajemen Teori dan Terapan Tahun 1 No.3, Desember 2008) A. Belen del Rio (2001), Hutton (1997), Yoo et al.(2000) menyatakan bahwa ”Brand associations have a positive influence
on consumer choice,
preferences and intention of purchase, their willingness to pay a price premium for the brand, accept brand extentions, and recommend the brand to others”, yang berarti bahwa asosiasi merek positif mempengaruhi pilihan atau kegemaran dan minat konsumen untuk membeli, serta kemauan untuk membayar harga premium, menerima perluasan merek dan merekomendasikan merek ke orang lain. Selain itu, suatu merek dikatakan sesuai dengan nilai pelanggan jika dibedakan sesuai dengan level dan tipe consumer response. Di dalam penelitian A. Belen del Rio (2001) tidak memasukkan consumer choice, preferences, and intention of purchase sebagai dimensi penelitiannya karena responden yang diteliti merupakan responden yang sudah pernah membeli produk itu, jadi tidak membutuhkan tahap consumer choice, preferences, and intention of purchase dalam menentukan pembeliannya (bukan lagi di tahap memilih produk yang akan dibeli).
27
Maka menurut A. Belen del Rio (2001) akan menarik apabila menganalisis pengaruh consumer response dari dimensi yang berbeda, yaitu dari kemauan untuk
membayar
harga
premium,
menerima
perluasan
merek,
dan
merekomendasikan merek ke orang lain. (The Journal of consumer marketing, vol.18, 410-425).
2.3
Hipotesis
1. Ho : Tidak ada pengaruh antara karakteristik endorser dengan asosiasi merek Ha : Ada pengaruh antara karakteristik endorser dengan asosiasi merek 2. Ho : Tidak ada pengaruh antara efektivitas periklanan dengan asosiasi merek Ha : Ada pengaruh antara efektivitas periklanan dengan asosiasi merek 3. Ho : Tidak ada pengaruh bersama-sama antara karakteristik endorser dan efektivitas periklanan terhadap asosiasi merek Ha : Ada pengaruh bersama-sama antara karakteristik endorser dan efektivitas periklanan terhadap asosiasi merek 4. Ho : Tidak ada pengaruh antara asosiasi merek dengan respon konsumen Ha : Ada pengaruh antara asosiasi merek dengan respon konsumen 5. Ho : Tidak ada kontribusi efektifitas periklanan dalam menentukan pengaruh karakteristik endorser terhadap asosiasi merek Ha : Ada kontribusi efektifitas periklanan dalam menentukan pengaruh karakteristik endorser terhadap asosiasi merek 6. Ho : Tidak ada kontribusi asosiasi merek dalam menentukan pengaruh karakteristik endorser terhadap respon konsumen
28
Ha : Ada kontribusi asosiasi merek dalam menentukan pengaruh karakteristik endorser terhadap respon konsumen