BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1
One Village One Product (OVOP)
2.1.1.1 Latar Belakang OVOP Gerakan One Village One Product (OVOP) adalah suatu gerakan revitalisasi daerah di Provinsi Oita, Pulau Kyushu di Jepang, untuk mencari atau menciptakan apa yang menjadi keunggulan daerah atau apa yang dirasakan dan menjadi kebanggaan daerah, untuk kemudian dilakukan peningkatan keunggulan produk atau jasa yang dihasilkan serta kualitas dan pemasarannya, sehingga akhirnya dapat diterima dan diakui nilainya oleh masyarakat secara nasional, regional maupun secara internasional. Istilah OVOP mulai diperkenalkan oleh mantan Gubernur Provinsi Oita, tahun 1979 yaitu Mr. Morihiko Hiramatsu (Sugiharto dan Rizal, 2008, p1). Peran Pemerintah pusat maupun daerah dalam membantu pola pengembangan gerakan OVOP lebih banyak hanya memfasilitasi dan juga membantu supaya potensi yang sudah ada dapat menjadi lebih baik dan berkembang. Peran utama dalam gerakan ini adalah para tokoh lokal daerah yang dijadikan panutan dan juga penggerak bagi masyarakat lainnya supaya dapat berubah dan membangun daerahnya. Secara singkat 9
10
peran Pemerintah dalam pengembangan gerakan OVOP dapat dilihat dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1 - Pola Pengembangan OITA dalam Mengembangkan OVOP Sumber : Sugiharto dan Rizal, 2008 2.1.1.2 Konsep Dasar OVOP Konsep dasar dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya interaksi antara Pemerintah dan masyarakat, di mana peran masyarakat sangat dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan produk atau potensi daerah yang dimilikinya.
11
Pemerintah yang telah banyak mengetahui potensi dan kemampuan masyarakat hanya lebih memfasilitasi informasi tentang potensi pasar, membantu pengembangan produk supaya lebih menarik, membantu pemanfaatan teknologi supaya produk yang dihasilkan dapat lebih baik dan berkualitas serta membantu memberikan penyuluhan atau pelatihan bagi masyarakat bagaimana seharusnya pengembangan produk dilakukan. Satu hal lagi yang penting adanya insentif serta penghargaan yang mendukung sehingga
lebih
dapat
merangsang masyarakat
untuk
menciptakan dan mengembangkan produk lainnya menjadi inovatif dan kreatif. Secara garis besar latar belakang munculnya gerakan OVOP serta konsep dasarnya dapat disampaikan dalam tiga hal, yaitu: 1. Adanya konsentrasi dan kepadatan populasi di perkotaan sebagai akibat pola urbanisasi dan menimbulkan menurunnya populasi penduduk di pedesaan, sehingga pedesaan menjadi kehilangan penggerak dan gairah untuk bisa menumbuhkan roda kegiatan ekonomi. 2. Untuk dapat menghidupkan kembali gerakan dan pertumbuhan ekonomi pedesaan, maka perlu dibangkitkan suatu roda kegiatan ekonomi yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan dengan cara memanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada di desa tersebut serta melibatkan para tokoh masyarakat setempat.
12
3. Untuk mengurangi rasa ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi terhadap Pemerintahan daerah maupun Pemerintah pusat, maka perlu diciptakan inisiatif dan semangat membangun dalam masyarakat desa, sehingga timbul rasa memiliki dan ingin membangun desa menjadi lebih baik (Sugiharto dan Rizal, 2008 : 3-5).
Gambar 2.2 - Konsep Dasar Gerakan OVOP Sumber :Sugiharto dan Rizal, 2008
13
2.1.1.3 Prinsip Gerakan OVOP Dalam upaya memulai gerakan OVOP, perlu dipahami beberapa dasar supaya gerakan OVOP tidak menjadi suatu gerakan yang timbul tenggelam. Ada tiga prinsip utama dicanangkan oleh Mr. Hiramatsu, (Sugiharto dan Rizal, 2008, p7); (Panggabean , 2011) yaitu: 1. Lokal tapi global Semakin lokal berarti semakin global. Maksudnya, komoditas atau produk yang bersifat lokal ternyata bisa menjadi komoditas atau produk yang go internasional. Pengembangan Gerakan OVOP ditujukan untuk mengembangkan dan memasarkan satu produk yang bisa menjadi sumber kebanggaan rakyat setempat. 2. Kemandirian dan kreativitas Prinsip kedua dari Gerakan OVOP adalah kemandirian dan kreativitas.Penghela dari gerakan adalah warga sendiri.Bukanlah pejabat Pemerintah yang harus menentukan produk spesifik lokal yang harus dipilih dan dikembangkan, tetapi harus menjadi pilihan rakyat untuk merevitalisasi daerah mereka. Poin penting yang perlu dijadikan pertimbangan adalah jangan memberikan subsidi secara langsung kepada masyarakat setempat. 3. Pengembangan sumber daya manusia Prinsip ketiga dari Gerakan OVOP adalah pengembangan sumber daya manusia. Inilah merupakan komponen terpenting dari kampanye gerakan ini. Bukanlah Pemerintah, tetapi warga masyarakatlah yang
14
harus menghasilkan kekhasan. Maka, sumber daya manusia yang ada serta masyarakat harus diberikan pengetahuan mengenai gerakan OVOP serta pengenalan potensi daerah yang ada sehingga mereka bisa menjadi penggerak gerakan OVOP di daerah. Kita harus bisa mampu mendorong sumber daya manusia yang inovatif yang mampu melakukan tantangan baru di sektor pertanian, pemasaran, pariwisata dan bidang lainnya. 2.1.2
UKM dan Koperasi Usaha Kelas Menengah adalah unit bisnis yang mempunyai total aset
lebih dari lima puluh juta rupiah dan kurang dari lima puluh miliar rupiah. UKM mempunyai beberapa karakteristik diantaranya UKM termasuk unit bisnis yang independen. Maksudnya adalah biasanya UKM didirikan oleh sedikit pemilik modal dan sedikit karyawan, sehingga seluruh keputusannya ada di tangan pemilik modal contohnya pemilik modal bebas untuk membuka usahanya setiap hari atau menutup usahanya pada hari tertentu. UKM juga sangat adaptif maksudnya UKM dapat mengikuti perubahan yang terjadi di sekitarnya. Karena adaptif, UKM lebih berani untuk mencoba produk baru atau berinovasi kepada produknya. Biasanya produk yang dihasilkan UKM merupakan produk sekunder atau bukan produk pokok. Kelemahan UKM diantaranya keterbatasan dalam mencari dan mendapatkan informasi, keterbatasan akses ke pasar dan faktor produksi, keterbatasan dalam mendapatkan modal, keterbatasan pada akses teknologi dan kurangnya kemampuan dalam bidang teknologi, lemah di dalam
15
manajemen dan organisasi, keterbatasan dalam hal networking, gagal dalam memenuhi standarisasi produk, dan kurangnya pengalaman dalam hal penawaran. Koperasi merupakan salah satu wadah yang berperan sebagai saluran untuk
pemupukan
dan
pengarahan
usahawan
golongan
ekonomi
lemah/menengah agar ikut aktif dalam proses pembangunan (Maskunah, 2004). Menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 bahwa prinsip koperasi merupakan satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Melaksanakan keseluruhan prinsip koperasi mewujudkan dirinya sebagai bahan usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak sosial, yang meliputi : 1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka 2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis 3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota 4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal 5. Kemandirian Kementerian Koperasi dan UKM RI memperluas OVOP di 100 titik di 33 provinsi berbasiskan peningkatan mutu dan daya saing agar produk unggulan itu bernilai tambah melalui industri pengolahan/processing (value chain), pengepakan, perluasan jaringan pemasaran secara integrasi dan lainlain hingga tahun 2014 (www.sentraonline.com, 2011).
16
2.1.3
Peran Pemerintah OVOP di Indonesia umumnya adalah UKM yang konsisten menjalin
kerjasama atau kemitraan dalam wadah Koperasi dan terus mendapat bimbingan serta aneka bantuan dari Pemerintah. Hal ini berkaitan dengan produk yang dihasilkan mewakili identitas daerah bahkan negara. Dimana produk-produknya mencerminkan keunikan suatu daerah atau desa. Peran Pemerintah pusat maupun daerah dalam membantu pola pengembangan gerakan OVOP lebih banyak hanya memfasilitasi dan juga membantu supaya potensi yang sudah ada dapat menjadi lebih baik dan berkembang.
Hal
ini
dapat
membantu
anggota
Koperasi
menumbuhkembangkan komitmen berorganisasi dan menjadi semakin termotivasi. Peran Pemerintah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lebih kepada peran Kementerian Koperasi, Dinas Koperasi Pusat dan Daerah, Pemerintah Daerah yang berperan dalam memfasilitasi Koperasi dan UKM. Peran yang dilaksanakan instansi seperti Kemenkop antara lain penguatan sarana demplot, kelembagaan koperasi OVOP yaitu penguatan kelompok, pendampingan teknis lapangan dan lain-lain. Kemudian peran Dinas Koperasi Provinsi meliputi studi banding ke provinsi, temu usaha dengan calon pembeli dan pameran, serta peran Dinas Koperasi Kabupaten meliputi penguatan kelembagaan koperasi, pendampingan teknis budidaya, teknis desain packaging dan pemasaran.
17
Dapat disimpulkan bahwa peran Pemerintah mencakup pemberian bantuan modal, bantuan peningkatan kualitas SDM, bantuan produksi seperti desain pengemasan, bantuan pemasaran dan distribusi. Dari bantuan yang dapat diberikan Pemerintah mengimplikasikan bahwa peran Pemerintah merupakan investasi tersendiri bagi Koperasi. 2.1.4
Orientasi Kepemimpinan Porter (1980) dalam Soleh (2008) menyatakan terdapat tiga kontribusi
utama dari inovasi di dalam strategi perusahaan : (1) Menghubungkan teknologi kepada lima kekuatan yang mengendalikan kompetisi industri, (2) dapat memilih antar sejumlah strategi umum yang harus dibuat oleh perusahaan, dan (3) dengan memutuskan antara dua strategi pemimpin pasar atau followership. Menurut Porter(1980) dalam Soleh (2008), ada lima kekuatan yang mengemudikan kompetisi industri, dimana masing-masing menghasilkan peluang dan ancaman diantaranya : hubungan dengan para supplier, hubungan dengan para konsumen, pemain baru, produk pengganti, dan persaingan kompetitif antar perusahaan. Porter (1985) dalam Soleh (2008) juga menguraikan empat strategi pasar umum yang perusahaan harus memilih : cost leadership, diferensiasi produk, fokus harga, dan fokus diferensiasi, yang akhirnya, menurut Porter, perusahaan harus pula memutuskan dua strategi pasar :
18
1. Inovasi Orientasi Kepemimpinan, di mana perusahaan mengarahkan menjadi yang pertama untuk menjual (first-to-market orientation), yang didasarkan pada kepemimpinan teknologi. Ini memerlukan suatu perusahaan yang kuat dan kesanggupan untuk berkreativitas dan risktaking, dengan hubungan yang dekat keduanya menjadi sumber yang utama dan relevan bagi pengetahuan baru perusahaan dan tanggapan pelanggan. 2. Inovasi Followership Orientasi, dimana perusahan terlambat untuk menjual (second-to-the-market atau orientasi peniru), peniruan yang didasarkan dari pengalaman para pemimpin teknologi. Ini memerlukan suatu komitmen kuat ke analisa pesaing serta kecerdasan inteligen, untuk membalikkan rancang-bangun (yaitu pengujian, mengevaluasi dan memisah-misahkan produk pesaing, dalam rangka memahami bagaimana mereka bekerja, bagaimana mereka dibuat dan mengapa mereka mampu mengikuti keinginan pelanggan) (Tidd et al.,2005 dalam Soleh, 2008). Pelajaran dari perusahaan yang paling inovatif dimana kepemimpinan adalah faktor yang kritis dalam menciptakan dan mendukung inovasi yang sukses (Davila et al., 2006 dalam Soleh,2008). Ada tiga aktivitas awal orientasi kepemimpinan dalam menetapkan konteks perubahan dalam inovasi : 1. Kepemimpinan harus menggambarkan strategi inovasi (arah inovasi dan keputusan) dan menghubungkannya kepada strategi bisnis
19
2. Inovasi harus dibariskan dengan strategi bisnis perusahaan, mencakup pemilihan strategi inovasi 3. Kepemimpinan harus menggambarkan siapa yang akan menerima manfaat bagi dari ditingkatkannya inovasi. Orientasi perusahaan terhadap kepemimpinan inovasi merupakan hal penting untuk dikembangkan guna memperbaiki kinerja perusahaan (Melum,2002 dalam Rita, 2010). Selanjutnya, Zahra dan Des (1993) dalam Rita (2010) juga menyarakan bahwa orientasi kepemimpinan secara langsung akan menentukan kinerja perusahaan. 2.1.5
Inovasi Konsep inovasi mempunyai sejarah yang panjang dan pengertian yang
berbeda-beda, terutama didasarkan pada persaingan antara perusahaanperusahaan dan strategi yang berbeda yang bisa dimanfaatkan untuk bersaing (Hermana, 2006). Menurut Thompson (1965) dalam Larso & Samir (2011) mendefinisikan inovasi sebagai pembangkit, penerimaan dan penerapan ide baru, proses, produk atau jasa. Schumpeter (1984) dalam Strecker (2009, p13) memberikan definisi sebagai berikut: “innovation is the implementation of new factor combinations (e.g new good, new production method)”. Schumpeter (1994) dalam Hermana (2006) menyebutkan bahwa inovasi terdiri dari lima unsur yaitu: (1) memperkenalkan produk baru atau perubahan kualitatif pada produk yang sudah ada, (2) memperkenalkan proses baru ke industri, (3) membuka pasar
20
baru, (4) mengembangkan sumber pasokan baru pada bahan baku atau masukan lainnya, dan (5) perubahan pada organisasi industri. Inovasi pada intinya adalah aktivitas konseptualisasi, serta ide menyelesaikan masalah dnegan membawa nilai ekonomis bagi perusahaan dan nilai sosial bagi masyarakat. Jadi, inovasi berangkat dari suatu yang sudah ada sebelumnya, kemudian diberi nilai tambah (Soleh, 2008). Inovasi merupakan sebuah pengenalan peralatan, sistem, hukum, produk atau jasa, teknologi proses produksi yang baru, sebuah struktur atau sistem administrasi yang baru, atau program perencanaan baru yang untuk diadopsi sebuah organisasi (Damanpour, 1991 dalam Soleh, 2008). Sedangkan tipe dari inovasi merupakan perilaku adopsi dan faktor yang menentukan dari inovasi tersebut (Danampour dan Evan, 1984; Damanpour, 1991, Kim et al, 1998 dalam Soleh, 2008). Dalam penelitian Zahra dan Das (1993) dalam Soleh (2008) menunjukkan bahwa memproduksi aneka pilihan manajerial yang pada umumnya memusat pada produk dan teknologi proses yang mempunyai empat jenis inovasi (4Ps inovasi) : 1. Inovasi Produk, perubahan produk atau jasa karena suatu permintaan kepada perusahaan. Inovasi produk dan jasa terus meningkat dalam hal pembedaan untuk memenuhi kebutuhan tertentu para pemakai spesifik. Inovasi produk dan jasa juga mempengaruhi mutu produk dan jasa, tetapi juga mempunyai suatu efek lebih besar pada reputasi (gambaran merek) dan nilai atau inovatif (Tidd et al., 2005 dalam Soleh, 2008).
21
2. Proses Inovasi, terjadi dalam perjalanan di mana produk diciptakan dan dikirimkan. Inovasi proses memimpin ke arah metode operasi baru dengan memproduksi baru, memproduksi teknologi baru atau mengembangkan kemampuan orang-orang dalam perusahaan (Leonard-Barton, 1991 dalam Soleh, 2008). Proses inovasi bertujuan untuk mengurangi biaya dan meningkatkan produktivitas di dalam aktivitas supply-chain dan demand chain. Inovasi proses juga membantu meningkatkan mutu relative dan mengurangi biaya-biaya, dengan demikian nilai relative produk dan jasa tersebut (Tidd et al., 2005 dalam Soleh, 2008). 3. Inovasi Paradigma atau Sumber Inovasi Internal merupakan perubahan mendasar dari R&D internal usaha untuk menghasilkan produk dan inovasi proses. 4. Memposisikan Inovasi atau Sumber Eksternal Inovasi : perubahan konteks membeli, perijinan, persetujuan, pengadaan dengan perusahaan lain, jointventures dengan para penyalur, pelanggan, dan perusahaan lain. Strategi inovasi adalah berkaitan dengan respon strategi perusahaan dalam mengadopsi inovasi. Dalam penelitian-penelitian terdahulu bermacam-macam tipologi strategi inovasi sudah digunakan (Soleh, 2008). Hadjimonalis & Dickson (2000) dalam Soleh (2008) membedakan tipologi strategi inovasi dengan proaktif strategi, dimana perusahaan mencoba untuk meramalkan dan mengantisipasi perubahan lingkungan. Tipe ini biasanya merupakan perusahaan yang pertama melakukan inovasi (first mover). Keunggulan yang dimiliki adalah membangun market share dan reputasi untuk inovasi, namun mempunyai kelemahan karena
22
harus mengeluarkan biaya pengembangan yang tinggi serta resiko investasi teknologi atau desain yang salah (Soleh, 2008). Reactive strategy adalah perusahaan yang hanya bereaksi terhadap permintaan konsumen dan aktivitas pesaing, serta cenderung untuk mengadopsi proses inovasi perusahaan lain (Soleh, 2008). 2.1.6
Komitmen Organisasi Beberapa ahli memberikan pengertian mereka mengenai komitmen
organisasi yang sebenarnya. Robbins dan Judge (2007, p74) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sampai tingkat mana seseorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, dan berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu. Menurut Gibson, et al. (2009, p183) komitmen karyawan merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Sedangkan Mathis dan Jackson (2006, p122) memberikan definisi komitmen organisasi sebagai tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut. Allen
dan
Meyer
dalam
Robbins
dan
Judge
(2007,
p74)
mengklasifikasikan komitmen organisasi ke dalam tiga dimensi, yaitu sebagai berikut : 1. Komitmen afektif (affective commitment) yaitu keterlibatan emosi pekerja terhadap organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan
23
apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti menjadi pengalaman yang memuaskan. Organisasi memberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan dengan semakin baik atau menghasilkan kesempatan untuk mendapatkan skill yang berharga. 2. Komitmen
berkesinambungan
(continuance
commitment)
yaitu
keterlibatan komitmen berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat keluarnya pekerja dari organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan pada saat individu melakukan investasi. Investasi tersebut akan hilang atau berkurang nilainya apabila individu beralih dari organisasinya. 3. Komitmen normatif (normative commitment) yaitu keterlibatan perasaan pekerja terhadap tugas-tugas yang ada di organisasi. Komitmen normatif dipengaruhi dan atau dikembangkan sebagai hasil dari internalisasi tekanan normatif untuk melakukan tindakan tertentu, dan menerima keuntungan yang menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus dibalas. 2.1.7
Motivasi Motivasi merupakan reaksi yang timbul dari dalam diri seseorang
karena adanya rangsangan dari luar yang mempengaruhinya (Luthans, 1998 dalam Rachmawati, 2009). Motivasi adalah proses sebagai langkah awal seseorang melakukan tindakan akibat kekurangan secara fisik dan psikis atau dengan kata lain adalah suatu dorongan yang ditunjukkan untuk memenuhi tujuan tertentu (Luthans, 2006, p270). Motivasi juga dapat diartikan sebagai
24
sekelompok faktor yang menyebabkan individu berperilaku dalam cara-cara tertentu (Rachmawati, 2009). Menurut Wahjosumidjo (1994) dalam Yunalis (2009) motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari institusi, sifat pekerjaan yang dilakukan, kemajuan dalam berkarir, serta pertumbuhan profesional dan intelektual yang dialami oleh seseorang (Devi,2009). Menurut Kinman et al (2001) dalam Devi (2009), elemen-elemen dari motivasi intrinsik antara lain : 1. Ketertarikan pada pekerjaan 2. Keinginan untuk berkembang 3. Senang pada pekerjaannya 4. Menikmati pekerjaannya Sebaliknya, apabila para pekerja tidak merasa puas dengan pekerjaannya, munculnya ketidakpuasan itu pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik atau bersumber dari luar seperti
25
kebijakan organisasi, pelayanan administrasi, supervisi dari atasan, hubungan dengan teman sekerja, kondisi kerja, gaji yang diperoleh, dan ketenangan kerja (Cooke, 1999) dalam (Devi,2009). Menurut Kinman et al (2001) dalam Devi (2009), elemen-elemen dari motivasi ekstrinsik diantaranya : (1) persaingan, (2) evaluasi, (3) status, (4) uang dan penghargaan lainnya, (5) menghindari hukuman dari atasan. 2.1.8
Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk
mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan pekerjaannya (Johan, 2002). Definisi kepuasan kerja menurut Davis & Keith (1985) dalam Ruvendi (2005) adalah suasana psikologis tentang perasaan menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja merupakan sikap seseorang terhadap kerja (Puspaningsih, 2002). Sementara itu, menurut Robbins (1996, p170) dalam Devi (2009) bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dengan banyaknya ganjaran yang diyakini seharusnya diterima.
26
Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan Job Descriptive Index (JDI) (Gibson, et al., 2009, p106), yaitu: 1. Pekerjaan itu sendiri Tingkat
dimana
sebuah
pekerjaan
menyediakan
tugas
yang
menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. 2. Gaji Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. Dengan menggunakan teori keadilan Adams, orang menerima gaji yang dipersepsikan sebagai terlalu kecil atau terlalu besar akan mengalami distress (ketidakpuasan). Yang penting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasaan kerja. 3. Kesempatan atau promosi
27
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan. 4. Supervisor Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan.
Menurut
Locke,
hubungan
fungsional
dan
hubungan
keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan. Hubungan fungsional mencerminkan sejauh mana atasan membantu tenaga kerja untuk memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja. Hubungan keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. Tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan adalah jika kedua hubungan adalah positif. 5. Rekan kerja Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan. Deliana (2004) dalam Harahap (2006) menggolongkan 4 pendekatan teoritis yang membahas kepuasan kerja yaitu : (1) fulfillment theory, kepuasan kerja merupakan refleksi dari pekerjaan yang memberikan nilai positif, (2) equity theory memiliki prinsip bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah dia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi,
28
(3) discrepancy theory, kepuasan kerja diukur melalui selisih antara apa yang seharusnya dirasakan dan kenyataan yang dirasakan, (4) two factor theory membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya yaitu kelompok satisfiers dan dissatisfiers. 2.1.9
Investasi Menurut Tidd et al. (2005) dalam Soleh (2008), tes sukses inovasi
yang riil bukanlah sebuah sukses dalam jangka pendek tetapi mendukung pertumbuhan melalui adaptasi dan inovasi berlanjut. Inovasi adalah suatu investasi yang dipergunakan untuk membantu bentuk dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk menginovasi secara konsisten (Soleh, 2008). Ciptono (2006) dalam Soleh (2008), dimensi investasi di dalam inovasi bisa berupa keuangan, teknologi, dan investasi sumber daya manusia yang berhubungan dengan aktivitas inovasi dalam produksi (Thompson dan Ewer, 1989; Leong et al., 1990 dalam Soleh, 2008). Investasi keuangan meliputi belanjaan atas R&D proyek dan inovasi pembelian atau pengembangan di tempat lain. Investasi teknologi berupa pembelian pada peralatan infrastruktur dan fasilitas basis dasar yang diperlukan untuk inovasi (Betz, 1987; Thurow, 1992 dalam Soleh, 2008). Investasi modal manusia meliputi gaji, pelatihan dan pengembangan, dan biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pengembangan kemampuan staff (Ciptono, 2006 dalam Soleh, 2008).
29
2.1.10 Lingkungan Kerja Menurut Agus Ahyari (1997, p7) dalam (Idham dan Subowo, 2005) lingkungan kerja adalah suatu lingkungan dimana karyawan bekerja, sedangkan kondisi kerja merupakan kondisi dimana karyawan tersebut bekerja. Dengan demikian, kondisi kerja termasuk dalam salah satu unsur lingkungan kerja (Idham dan Subowo, 2005). Menurut Agus Ahyari (1997, p99) dalam Idham dan Subowo (2005) lingkungan kerja terdiri dari lingkungan kerja non-fisik yang meliputi lingkungan sosial, status sosial, hubungan kerja dalam kantor, sistem informasi dan kesempatan, dan lingkungan kerja fisik. Dengan lingkungan kerja fisik yang baik, para karyawan akan dapat bekerja dengan baik, aman, dan nyaman tanpa ada gangguan. Menurut Bambang Kussriyanto (1991, p122) dalam Idham dan Subowo (2005) lingkungan kerja fisik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan. Seorang karyawan yang bekerja di lingkungan kerja fisik yang mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan menghasilkan kinerja yang baik. Sebaliknya, jika seorang karyawan bekerja dalam lingkungan kerja fisik yang tidak memadai dan mendukung dia untuk bekerja secara optimal akan membuat karyawan yang bersangkutan menjadi malas dan cepat lelah sehingga kinerja karyawan tersebut akan rendah (Idham dan Subowo, 2005). Lingkungan kerja koperasi dapat dilihat melalui administrasi koperasi, fasilitas pendukung, luas bangunan atau gedung yang cukup luas, mesin yang mendukung, kemudahan dalam pembelian bahan baku.
30
2.1.11 Kinerja Koperasi Menurut Panggabean (2011), ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh koperasi agar mampu melayani anggota dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1. Usaha
koperasi
aktif,
dimana
mekanisme
manajemen
koperasi
berlangsung, seperti RAT, audit, proses POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling), aktivitas bisnis berjalan dan ketaatan terhadap Peraturan Perundangan yang berlaku. 2. Kinerja usaha yang semakin sehat, yang ditunjukkan dengan membaiknya struktur permodalan, kondisi kemampuan penyediaan dana, penambahan aset, peningkatan volume usaha, peningkatan kapasitas produksi dan peningkatan keuntungan. 3. Adanya prinsip kohesivitas, yaitu rasa keterikatan anggota terhadap organisasi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan persentase kehadiran dalam rapat, loyalitas/kesetiaan terhadap keputusan organisasi, tanggung renteng (risk sharing) dan lain-lain. 4. Memiliki partisipasi kuat dari anggota, yaitu kewajiban dan dukungan anggota. Hal ini nampak dalam hal pemenuhan simpanan pokok dan wajib, menghadiri rapat proses pengambilan keputusan, memanfaatkan pelayanan koperasi dan lain-lain. 5. Orientasi pelayanan khususnya pada anggota dan umumnya pada masyarakat, dicirikan dengan usaha anggota dan adanya pendidikan bagi anggota koperasi.
36
2.2
Kerangka Pemikiran Penelitian ini meliputi sembilan variabel yaitu peran Pemerintah, orientasi
kepemimpinan, inovasi, komitmen organisasi, motivasi, kepuasan kerja, investasi, lingkungan kerja, dan kinerja koperasi. Berdasarkan pada uraian mengenai variabel-variabel tersebut yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka peneliti mendefinisikan variabel tersebut sebagai berikut :
Gambar 2.3 – Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti (2012)
37
2.3
Hipotesis Dalam penelitian ini akan diuji hipotesis guna memenuhi tujuan-tujuan di
dalam penelitian ini. Hipotesis yang disusun dalam penelitian ini terdiri dari tiga belas hipotesis yang dijelaskan berikut ini : 2.3.1 Hipotesis 1 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap inovasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap inovasi Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap inovasi 2.3.2 Hipotesis 2 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap investasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap investasi Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap investasi 2.3.3 Hipotesis 3 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap komitmen organisasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap komitmen organisasi Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap komitmen organisasi 2.3.4 Hipotesis 4 : Pengaruh peran Pemerintah terhadap motivasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap motivasi Ha = ada pengaruh positif antara peran Pemerintah terhadap motivasi
38
2.3.5 Hipotesis 5 : Pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap inovasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap inovasi Ha = ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap inovasi 2.3.6 Hipotesis 6 : Pengaruh orientasi kepemimpinan terhadap kinerja koperasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap kinerja koperasi Ha = ada pengaruh positif antara orientasi kepemimpinan terhadap kinerja koperasi 2.3.7 Hipotesis 7 : Pengaruh inovasi terhadap investasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara inovasi terhadap investasi Ha = ada pengaruh positif antara inovasi terhadap investasi 2.3.8 Hipotesis 8 : Pengaruh komitmen organisasi terhadap motivasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara komitmen organisasi terhadap motivasi Ha = ada pengaruh positif antara komitmen organisasi terhadap motivasi 2.3.9 Hipotesis 9 : Pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja H0 = tidak ada pengaruh positif antara motivasi terhadap kepuasan kerja Ha = ada pengaruh positif antara motivasi terhadap kepuasan kerja
39
2.3.10 Hipotesis 10 : Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja koperasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara kepuasan kerja terhadap kinerja koperasi Ha = ada pengaruh positif antara kepuasan kerja terhadap kinerja koperasi 2.3.11 Hipotesis 11 : Pengaruh investasi terhadap lingkungan kerja H0 = tidak ada pengaruh positif antara investasi terhadap lingkungan kerja Ha = ada pengaruh positif antara investasi terhadap lingkungan kerja 2.3.12 Hipotesis 12 : Pengaruh investasi terhadap kinerja koperasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara investasi terhadap kinerja koperasi Ha = ada pengaruh positif antara investasi terhadap kinerja koperasi 2.3.13 Hipotesis 13 : Pengaruh lingkungan kerja terhadap kinerja koperasi H0 = tidak ada pengaruh positif antara lingkungan kerja terhadap kinerja koperasi Ha = ada pengaruh positif antara lingkungan kerja terhadap kinerja koperasi