BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Financial Distres 1.1
Pengertian Financial Distress Financial distress (kesulitan keuangan) adalah awal terjadinya
kebangkrutan pada perusahaan, kesulitan likuiditas yang sangat parah membuat perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik. Kebangkrutan biasanya diartikan dengan kegagalan perusahan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba dan kegagalan dalam membayar kewajiban. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Menurut Mamduh (2007), financial distress dapat digambarkan dari dua titik ekstrem yaitu : “kesulitan likuiditas jangka pendek sampai insolvabel. Kesulitan keuangan jangka pendek biasanya bersifat jangka pendek, tetapi bisa berkembang menjadi parah. Indikator kesulitan keuangan dapat dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan, dan laporan keuangan perusahaan”.
Kebangkrutan dari suatu perusahaan dapat diukur dengan laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut, laporan keuangan perusahaan merupakan satu sumber informasi mengenai posisi keuangan
11
12
perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Data keuangan harus dikonversi menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan ekonomis. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Menurut
Rayenda
(2007),
financial
distress
terjadi
karena
perusahaan tidak mampu mengelola dan menjaga kestabilan kinerja keuangan
perusahaannya
yang
bermula
dari
kegagalan
dalam
mempromosikan produk yang dibuatnya yang menyebabkan turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang menurun dari sedikitnya penjualan memungkinkan perusahaan mengalami kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun yang berjalan.
1.2
Manfaat Informasi Financial Distress Menurut Plat dan plat (dalam Luciana, 2006) menyatakan
kegunaan informasi financial distress yang terjadi pada perusahaan yakni : a.
Dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya kejadian kebangkrutan. b. Pihak manajemen dapat mengambil tindakan merger atau take over agar perusahaan lebih mampu membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik.
13
Adapun rincian manfaat dari informasi financial distress menurut Hanafi dan Halim (2003) berdasarkan kepentingan dari tiap pihak yang bersangkutan dengan perusahaan sebagai berikut : a.
Pemberian Pinjaman (seperti bank) Informasi kebangkrutan dapat bermanfaat untuk mengambil keputusan siapa yang akan diberikan pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor pinjaman yang ada. b. Investor Investor saham atau obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut. c. Pihak Pemerintah Lembaga pemerintah mempunyai kepentingan untuk melihat tandatanda kebangkrutan lebih awal supaya tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal. d. Akuntan Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan. e. Manajemen Financial distress berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan dan baiay cukup besar. Apabial manajemen dapat mendeteksi financial distress lebih awal maka yindakantindakan penghematan dapat dilakukan seperti dengan melakukan merger atau restrukturisasi keuangan sehingga biaya kebangkrutan dapat dihindari. 1.3
Jenis-jenis Financial Distress Ada beberapa definisi kesulitan keuangan sesuai tipenya menurut
Brigham dan Gapenski (Widyastuti, 2008) , antara lain : 1) Economic failure atau kegagalan ekonomi Kondisi economic failure terjadi bila suatu perusahaan : a. Tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk dapat menutup baik biaya produksi maupun biaya modal. b. Tingkat pengembalian investasi modalnya ( rate of return )
14
lebih rendah daripada tingkat investasi modal yang dihasilkan diluar perusahaan, contohnya tingkat bunga deposito lebih besar dari Return on Investment( ROI ). c. Tingkat pengembalian investasi modalnya lebih rendah daripada besarnya biaya modal yang harus dibayarkan oeh perusahaan. Biaya modal yang dimaksud disini contohnya tingkat bunga kredit yang berlaku. Perusahaan yang mengalami kondisi economic failure tetap dapat melanjutkan kegiatannya selama para investor masih bersedia untuk menambahkan modal dan pemilik perusahaan bersedia untuk menerima tingkat pengembalian investasi modalnya dibawah tingkat pengembalian pasar. 2) Business failure atau kegagalan bisnis Kondisi
ini
menggambarkan
suatu
perusahaan
yang
pengembalian atas investasinya negatif atau rendah. Dengan kata lain apabila suatu perusahaan mengalami kerugian operasional secara terusmenerus, maka nilai pasar (market value) dari perusahaan tersebut akan mengalami penurunan. Sehingga apabila perusahaan tersebut tidak mampu untuk memperoleh tingkat pengembalian investasi yang lebih besar dan biaya modalnya maka dapat dikatakan perusahaan tersebut mengalami kegagalan ( failure ). 3) In Default Suatu perusahaan dikatakan berada didalam in default apabila perusahaan melanggar jangka waktu perjanjian hutang. Terdapat dua istilah yang berbeda dalam kondisi ini, yaitu :
15
a. Technical Default Kondisi ini dapat terjadi jika perusahaan melanggar perjanjian pinjaman. Perusahaan yang mengalami technical default tidak selalu mengarah kepada kondisi bangkrut, karena perusahaan dapat tetap melanjutkan kegiatan operasionalnya bila perusahaan melakukan negoisasi kembali dengan kreditur. b. Payment Default Perusahaan dikatakan berada dalam kondisi payment default jika perusahaan gagal memenuhi kewajibannya, apakah itu kewajiban untuk membayar bunga ataupun pokok pinjamannya. Kegagalan disini tidak selalu berarti perusahaan tidak mampu membayar hutangnya. Hal ini lebih dikarenakan perusahaan telah dapat dikatakan payment default, Jika perusahaan tersebut terlambat membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo walaupun hanya satu hari saja. 4) Insolvent Suatu perusahaan dapat dikatakan dalam kondisi insolvent jika perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya disebabkan oleh kekurangannya likuiditas atau perusahaan tidak mampu memperoleh laba bersih ( menderita kerugian ). Kondisi ini terbagi dua kondisi lagi, yaitu : a. Technical Insolvency Adalah suatu kondisi yang terjadi apabila perusahaan kekurangan kas sehingga tidak dapat memenuhi hutang lancarnya pada saat jatuh tempo. Pada kondisi ini sebenarnya total asset (jumlah aktiva) perusahaan masih lebih besar daripada kewajibannya, namun demikian masalah yang dihadapi perusahaan adalah masalah krisis likuiditas. Technicalinsolvency, merupakan kondisi tidak likuid yang bersifat sementara, jika setelah jangka waktu tertentu perusahaan mampu meningkatkan kas untuk membayar kewajibannya maka perusahaan akan selamat atau mampu keluar dari ancaman kegagalan. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial disaster).
16
b. Bankruptcy Insolvency Adalah kondisi yang terjadi jika nilai buku dari total kewajiban perusahaan lebih besar daripada nilai pasar dari total assetnya,sehingga nilai perusahaan (firm’s net worth) adalah negatif. Hal ini berarti nilai dari asset tidak mencukupi untuk membayar kembali hutangnya. Bankruptcy Insolvency pada umumnya memberikan indikasi terjadinya financial distress yang lebih serius daripada technical insolvency sehingga dapat juga dikatakan sebagai tanda menuju kegagalan yang kemudian mengarah kepada likuiditas perusahaan.
5) Bankruptcy Perusahaan yang bangkrut memiliki modal (equity) yang negatif, ini berarti klaim dari kreditur tidak akan dapat dipenuhi sehingga asset perusahaan telah dapat dijual dengan nilai yang lebih tinggi dari nilai bukunya. Suatu perusahaan dapat dinyatakan legal bankruptcy apabila perusahaan tersebut telah membuat pernyataan bangkrut berdasarkan landasan hukum mengenai kebangkrutan yang berlaku diwilayah tempat
perusahaan
itu
berada.
Pernyataan
bangkrut
tersebut
memberikan arti bahwa perusahaan tidak lagi mempunyai kemampuan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh tempo ataupun perusahaan diperkirakan tidak akan lagi mampu untuk membayar kewajibanya pada waktu tertentu dimasa yang akan datang.
17
1.4 Kriteria Financial Distress Menurut Block, et all. (2009) kriteria dari financial distress berupa : 1.
Kondisi entitas yang secara teknis tidak dapat membayar hutang yang dimiliki meskipun memiliki kekayaan bersih positif, secara sederhanadapat dikatakan aset lancar tidak mencukupi untuk membayar hutang lancar (jangka pendek). 2. Nilai pasar yang ditunjukan entitas, dimana nilai aset entitas lebih rendah daripada hutang yang dimiliki sehingga berada pada posisi nilai kekayaan negatif, secara teknis entitas berada pada kondisi bangkrut sehingga bisadikatakan entitas mengalami kegagalan bisnis (business failure).
1.5. Penyebab Financial Distress Secara garis besar berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya financial distress dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu (Romli,2010) : 1)
Sistem Perekonomian Sistem perekonomian masyarakat atau negara yang dapatmenyebabkan suatu perusahaan mengalami financial distress dan bahkan kebangkrutan, yaitu ketidakmampuan perusahaan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, perubahan permintaan dan selera konsumen dan mengadaptasikan perubahanperubahan metode produksi dan distribusi modern. 2) Faktor Ekstern Perusahaan Kesulitan dan kegagalan yang kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada perusahaan,kadang-kadang berada di luar jangkauan (manajemen) perusahaan. Kecelakaan dan bencana alam yang sewaktu-waktu dapat menimpa perusahaan. 3) Faktor Intern Perusahaan Faktor-faktor intern yang menyebabkan terjadinya financial distress pada perusahaan yaitu: a) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur/langganan. b) Manajemen yang tidak efisien. Ketidakmampuan manajemen pada umumnya tercerminpada ketidakmampuan untuk menghindarkan timbulnya berbagai permasalahan pada operasional perusahaan yang ditandai oleh keadaan-keadaan berikut: 1. Hasil penjualan yang tidak memadai 2. Kesalahan dalam menetapkan harga jual 3. Pengelolaan utang-piutang yang kurang memadai
18
4. Struktur biaya (produksi, administrasi, dan finansial) yang tinggi. 5. Tingkat investasi dalam aktiva tetap dan persediaan yang melampaui batas (over investment). 6. Kekurangan modal kerja.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kebangkrutan suatu perusahaan dapat disebabkan antara lain : a. Ketidakmampuan perusahaan untuk memperoleh pendapatan yang cukup untuk dapat menutup biaya operasional perusahaan. b. Ketidakmampuan perusahaan untuk mempertahankan tingkat biaya yang lebih rendah daripada pendapatan yang diterimanya. c. Kegagalan perusahaan dalam mempertahankan tingkat minimal kondisi keuangan yang diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan. Ketidakmampuan dan kegagalan ini dapat dikatakan merupakan refleksi dari ketidaksiapan manajemen dalam mengoperasikan perusahaan menghadapi lingkungan eksternal perusahaan.
2. Rasio-rasio Keuangan dalam memprediksi financial Distress 2.1 Laporan Keuangan Laporan
keuangan
merupakan
sarana
pengkomunikasian
informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam perusahaan. Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian dari laporan keuangan. Laporan Keuangan merupakan suatu informasi keuangan dari sebuah entitas pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
19
Menurut Indra (2010), tujuan umum dari Laporan Keuangan adalah sebagai berikut : “Laporan Keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas suatu entitas yang berguna bagi sejumlah pemakai untuk membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya yang dipakai suatu enitas dalam aktivitasnya guna mencapai tujuan”.
2.2
Analisis Laporan Keuangan Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan
pada
dasarnya untuk mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan, analisis ini mencakup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan, dan kekuatan di bidang financial yang sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa depan. Analisis laporan keuangan merupakan bagian dari analisis bisnis dan sangat penting bagi para manajer, analisis kreditor, dan analisis sekuritas. Analisis laporan keuangan adalah penggunaan laporan keuangan untuk menganalisis posisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan. Menurut Kasmir (2008), tujuan pokok analisis keuangan adalah memprediksi kinerja perusahaan pada periode-periode yang akan datang. Laporan ini biasanya memberikan indikator-indikator bagaimana kondisi perusahaan pada periode-periode berikutnya.
20
2.3.
Rasio Keuangan Sebagai Alat Untuk Memprediksi Financial Distress Pengertian rasio keuangan menurut James Van Horne dalam
Kasmir (2008), merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh dengan membagi satu angka dengan angka lainnya. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Darihasil rasio keuangan ini akan terlihat kesehatan suatu perusahaan. Menurut Etty dalam Rayenda (2007), rasio keuangan bermanfaat dalam memprediksi kesulitan keuangan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis tersebut benar- benar bangkrut.
3. Rasio Likuiditas 3.1
Pengertian Rasio Likuiditas Rasio Likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan
pengelola perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau membayar utang jangka pendeknya. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya yang segera harus dipenuhi (Sutrisno, 2000).
21
3.2
Jenis Rasio Likuiditas Rasio likuiditas terdiri dari : a. Current Ratio Current Ratio adalah perbandingan antara aktiva lancar dan utang lancar (Miswanto dan Eko Widodo,1998). Current ratio menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utangnya yang harus segera dipenuhi dengan mengunakan aktiva lancar yang dimilikinya. Rumus :
Aktiva Lancar Current Ratio = Hutang Lancar b. Cash Ratio (Ratio Immediate Solvency)
Aktiva perusahaan yang paling likuid adalah kas dan surat berharga. Cash rasio menjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendek dengan kasa dan surat berharga yang dapat segera diuangkan. Tidak terdapat standar likuiditas untuk cash ratio sehingga penilaiannya tergantung pada kebijakan manajemen. Rumus : Kas + Surat Berharga Cash Ratio = Hutang Lancar
22
c. Quick Ratio (Acid Test Ratio)
Quick ratio merupakan rasio antara aktiva lancar sesudah dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukkan besarnya alat likuid yang paling cepat bisa digunakan untuk melunasi hutang lancar. Persediaan dianggap aktiva lancar yang paling tidak lancar, sebab untuk menjadi uang tunai (kas) memerlukan dua langkah yakni menjadi piutang terlebih dulu sebelum menjadi kas. Rumus : Aktiva Lancar - Persediaan Quick Ratio = Hutang Lancar
4.
Rasio Profitabilitas 4.1
Pengertian Profitabilitas Profitabilitas Menurut Hendra (2009) adalah “Rasio yang
mengukur seberapa besar efektivitas manajemen atau eksekutif perusahaan
yang
dibuktikan
dengan
kemampuan
menciptakan
keuntungan”. Profitabilitas
adalah
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba pada periode tertentu. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan. Dimana ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan selain
merupakan
indikator
kemampuan
perusahaan
memenuhi
23
kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukan prospek perusahaan dimasa yang akan datang.
4.2
Jenis-jenis Rasio Profitabilitas Menurut Kasmir (2008) jenis-jenis rasio profitabilitas yangdapat
digunakan adalah : 1) Profit margin (profit margin on sales) Profit margin on sales atau ratio profit margin atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Rasio ini dikenal juga dengan nama profit margin.Terdapat dua rumusan untuk mencari profit margin, yaitu sebagai berikut : a) Untuk margin laba kotor dengan rumus:
Sales - COGS Gross Profit Margin = Sales
Margin laba kotor menunjukkan laba yang relative terhadap perusahaan, dengancara penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan. Rasio ini merupakan cara untukpenetapan harga pokok penjualan.
24
b)
Untuk margin laba bersih dengan rumus : Earning After Interest and Tax (EAIT) Net Profit Margin = Sales
Margin laba bersih merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antaralaba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih perusahaan penjualan. 2) Return on Assets (ROA) Rasio ini adalah rasio keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah asset secarakeseluruhan. Rasio ini merupakan suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (%) dari asset yang dimiliki. Apabila rasio ini tinggi berarti menujukkan adanya efisiensi yang dilakukan oleh pihak manejemen. Menurut Dwi Prastowo (2008) rasio ini mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya. Ukuran yang sering digunakan untuk menghitung Return on Assets (ROA) adalah :
Earning After Tax (EAT) ROA = Total Assets
25
3) Return On Equity (ROE) Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur lalu bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini semakin baik. Menurut Helfert (2000), Return on Equity (ROE) menjadi pusat perhatian para pemegang saham (stakeholders) karena berkaitan dengan modal saham yang diinvestasikan untuk dikelola pihak manajemen. ROE memiliki arti penting untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dalam memenuhi harapan pemegang saham. Rumus untuk mencari Return on Equity (ROE)dapat digunakan sebagai berikut: Earning After Interest and Tax ROE = Equity
4) Laba per lembar saham Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham, sebaliknya dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat.
26
Rumus untuk mencari laba per lembar saham biasa adalah sebagai berikut : Laba Saham Biasa Laba Per Lembar Saham = Saham Biasa Yang Berdar
5.
Rasio Aktivitas 5.1
Pengertian Rasio Aktivitas Rasio aktivitas adalah rasio yang mengukur seberapa efektif
perusahaan dalam memanfaatkan semua sumber daya yang ada padanya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio-rasio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan beragai unsur aktiva misalnya persediaan, aktiva tetap dan aktiva lainya. Aktiva yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva tersebut.
5.2
Jenis-jenis Rasio Aktivitas Yang termasuk ke dalam rasio aktivitas adalah sebagai berikut: 1. Total Assets Turnover (perputaran aktiva) Total assets turnover merupakan perbandingan antara penjualan dengan total aktiva suatu perusahaan dimana rasio ini menggambarkan kecepatan perputarannya total aktiva dalam satu
27
periode tertentu. Total assets turnover merupakan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan
dalam
menghasilkan
volume
penjualan
tertentu
(Syamsuddin, 2009). Total assets turnover merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Total assets turnover dihitung sebagai berikut: Penjualan Total Assets Turnover = Total Aktiva
2.
Working Capital Turnover (Rasio Perputaran Modal Kerja) Perputaran modal kerja merupakan perbandingan antara
penjualan dengan modal kerja bersih. Dimana modal kerja bersih adalah aktiva lancar dikurangi utang lancar. Working capital turnover merupakan kemampuan modal kerja (neto) berputar dalam suatu periode siklus kas (cash cycle) dari perusahaan (Riyanto, 2008). Penjualan Perputaran Modal Kerja = Modal Kerja Bersih 3.
Rasio Perputaran Aktiva Tetap (fixed assets turnover) Rasio ini merupakan perbandingan antara penjualan
dengan aktiva tetap. Fixed assets turn over mengukur efektivitas
28
penggunaan dana yang tertanam pada harta tetap seperti pabrik dan peralatan, dalam rangka menghasilkan penjualan, atau berapa rupiah penjualan bersih yang dihasilkan oleh setiap rupiah yang diinvestasikan pada aktiva tetap (Sawir, 2003). Rasio ini berguna untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan
menggunakan
aktivanya
secara
efektif
untuk
meningkatkan pendapatan. Jika perputarannya lambat (rendah), kemungkinan terdapat kapasitas terlalu besar atau ada banyak aktiva tetap namun kurang bermanfaat, atau mungkin disebabkan hal-hal lain seperti investasi pada aktiva tetap yang berlebihan dibandingkan dengan nilai output yang akan diperoleh. Jadi semakin tinggi rasio ini berarti semakin efektif penggunaan aktiva tetap tersebut. Perputaran aktiva tetap dihitung dengan rumus :
Penjualan Perputaran Aktiva Tetap = Aktiva Tetap
4.
Rasio perputaran persediaan (inventory turnover) Rasio
perputaran
persediaan
mengukur
efisiensi
pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio ini merupakan indikasi yang cukup popular untuk menilai efisiensi operasional, yang memperlihatkan seberapa baiknya manajemen mengontrol modal yang ada pada persediaan.
29
Inventory turnover menunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar dalam suatu periode tertentu, atau likuiditas dari inventory dan tendensi untuk adanya overstock (Riyanto, 2008). Rasio perputaran persediaan dihitung dengan rumus : Cost Of Good Sold (COGS) Inventory Turnover (ITO) = Average Inventory 5.
Rata-rata umur piutang Rasio
ini
mengukur
efisiensi
pengolahan
piutang
perusahaan, serta menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk melunasi piutang atau merubah piutang menjadi kas. Rata-rata umur piutang ini dihitung dengan membandingkan jumlah piutang dengan penjualan perhari. Dimana penjualan perhari yaitu penjualan dibagi 360 atau 365 hari. Rata-rata piutang ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Piutang Rata-rata umur piutang = Penjualan Per Hari
6.
Piutang x 365 = Penjualan
Perputaran Piutang Piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan mempunyai
hubungn yang erat dengan volume penjualan kredit. Posisi piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan
30
Makin tinggi rasio turnover menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendah berarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penagihan bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit. Perputaran piutang dapat diukur dengan rumus : Penjualan Kredit Perputaran Piutang = Piutang Rata-rata
6.
Metode Altman Z-Score Tahun 1968, Edwar I. Altman melakukan penelitian yang berhasil
menciptakan suatu model yang dikenal dengan sebutan Altman Z-Score, model ini merupakan gabungan dari beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan dalam memprediksi financial distress suatu usaha, karena setiap financial distress yang serius akan mengarahkan perusahaan menuju kebangkrutan. Potensi kebangkrutan yang tercemin dalam nilai Z’’ ini dapat berguna bagi investor maupun pihak manajemen perusahaan itu sendiri. Model analisis yang disebut dengan Z-Score ini memiliki teknik statistik yang disebut multiple discriminant analysis (MDA) digunakan untuk memprediksi
kepailitan
suatu
perusahaan.
Analisis
diskriminan
ini
merupakan suatu teknis statistik yang mengidentifikasikan beberapa macam rasio keuangan yang dianggap memiliki pengaruh yang penting dalam
31
mempengaruhi suatu kejadian, lalu mengembangkannya dalam sebuah model dengan maksud untuk memudahkan para pihak yang berkepentingan dalam menarik kesimpulan dari suatu kejadian. Analisis diskriminan ini kemudian menghasilkan suatu indeks yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan dari beberapa pengelompokkan yang bersifat apriori dan mendasar. Model ini pada dasarnya hendak mencari nilai Z”, yaitu nilai yang menunjukkan kondisi perusahaan, apakah sedang berada dalam kondisi sehat atau tidak, serta menunjukkan kinerja perusahaan sekaligus merefleksikan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Gibson (2011) salah satu model Altman adalah sebagai berikut:
Z’’ = 0.012 WC/TA + 0.014 RE/TA + 0.033 EBIT/TA + 0.006 EQ/TL+ 0.010 S/TA
Berdasarkan persamaan Z-Score yang baru diperoleh nilai Z’’ sebagai berikut, bila nilai Z’’ > 2.99 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi sehat (safe zone), bila nilai 1.81 < Z’’≤ 2.99 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi grey area yang sudah terdapat signal atas potensi kebangkrutan, dan bila nilai Z’’ ≤ 1.81 maka dapat dikategorikan perusahaan dalam kondisi kesulitan keuangan dan memiliki potensi kebangkrutan yang tinggi.
32
B.
Kajian Riset Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan pengungkapan Financial Distress,
telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu antara lain oleh :
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No 1.
2.
Peneliti dan Tahun Luciana Spica Almilia (2003)
Wahyu Widarjo dan Doddy S (2009)
Judul Analisa rasio keuangan untuk memprediksi kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di BEI
Metode Variabel Penelitian Penelitian Metode Y = Financial Distress Regresi X1= Rasio Profitabilitas Logistik X2 = Financial Leverage X3 = Rasio Likuiditas X4 = Rasio Pertumbuhan
Pengaruh Rasio Metode Keuangan terhadap purposive kondisi Financial Sampling, Distress Perusahaan Metode Otomotif Regresi Logit
Hasil Penelitian
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Rasio Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan berpengaruh terhadap Financial Distress. Financial Leverage tidak berpengaruh terhadap Financial Distress. Y = Financial Distress Hasil Penelitian X1 = Rasio Likuiditas menunjukan bahwa (Current Ratio, Quick Rasio Likuiditas, Ratio, Cash Ratio, Financial Leverage X2 = Rasio Profitabilitas dan Pertumbuhan (Return on Asset) Penjualan tidak X3 = Financial Leverage berpengaruh (Total Total Liabiities to terhadap Financial Total Asset, Current Distress. Liabilities to Total Asset) Sedangkan Rasio X4= Sales Growth. Profitabilitas berpengaruh terhadap Financial Distress
33
3
Amir Saleh dan Bambang Sudiyatno (2013)
Pengaruh Keuangan memprediksi Probabilitas Kebangkrutan perusahaan Manufaktur
Rasio Metode untuk Statistik Deskriptif dan pada Analisis Regresi Logistik
Y= Probabilitas X1 = Rasio Likuiditas (Current Ratio) X2= Financial Leverage (Debt Rasio) X3 = Rasio Efisiensi Operasi (Total Asset Turnover) X4 = Rasio Profitabilitas ( Return On Asset dan Return On Equity.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa Rasio Profitabilitas, Financial Leverage terdapat pengaruh terhadap Probabilitas. Rasio Likuiditas, Rasio Efisiensi Operasi tidak terdapat pengaruh terhadap Probabilitas.
4
Orina Andre (2013)
Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, dan Laverage dalam memprediki Financial Distress Pada Perusahaan Aneka Industri yang terdaftar di BEI periode 20062010
Metode Analisis Regresi Logistik
Y = Financial Distress X1 = Rasio Profitabilitas (Return on Assets) X2 = Rasio Likuiditas (Current Ratio) X3 = Rasio Leverage (Debt Rasio)
Hasil penelitian menunjukan bahwa Rasio Profitabilitas dan Rasio Leverage memiliki pengaruh signifikan tehadap Financial Distress, sedangkan Rasio Likuiditas tidak memiliki Pengaruh signifikan terhadap Financial Distress.
5
Made Sura Ambara dan Luh Mei (2013)
Pengaruh Likuiditas, Profitabilitas dan Aktivitas terhadap Financial Distress pada industry pakaian jadi dan produk tekstil lainnya di BEI 20042010
Metode analisis Regresi Logistik
Y = Financial Distress X1 = Rasio Likuiditas (Rasio Lancar) X2 = Rasio Profitabilitas (Pofit Margin) X3 = Rasio Aktivitas (Perputaran Total Aktiva)
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Rasio Likuiditas, Profitabilitas, dan Aktivitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Financial Distress.
6
Atika, Darminto dan Siti Ragil (Tanpa Tahun)
Pengaruh beberapa rasio keuangan terhadap prediksi kondisi financial distress pada perushaan tekstil dan garmen di BEI 20082011
Metode analisis Regresi Logistik
Y = Financial Distress X1 = Rasio Likuiditas X2 = Rasio Profitabilitas X3 = Rasio Leverage X4 = Rasio Pertumbuhan Penjualan X5 = Rasio Aktivitas
Hasil Penelitian menunjukan bahwa Rasio Likuiditas, Rasio Leverage berpengaruh secara signigfikan terhadap Financial Distress.
34
Sedangkan Rasio Profitabilitas, Rasio Pertumbuhan Penjualan, Rasio Aktivitas tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap Financial Distress. 7.
Pasaribu (2008)
C.
Penggunaan Binary Logit Untuk Prediksi Financial Distress Emiten Di BEJ (Study kasus Emiten Industri Perdagangan)
Metode Regresi Binary Logit
Y = Financial Distress X1 = Likuiditas, X2 = Solvabilitas, X3 = Leverage, X4 = Efisiensi, X5 = Profitabilitas, X6 = Arus kas serta X7 = kinerja saham diukur
Model ketiga (indikator current ratio) dan keempat (indikator asset turnover) memiliki tingkat daya klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan 4 model lainnya. -Aspek Kinerja Likuiditas, Arus Kas dan Solvabilitas Perusahaan berpengaruh signifikan dalam memprediksi Financial Distress .
Kerangka Pemikiran Beberapa tahun terakhir perkembangan sektor property dan real estate
semakin berkembang dengan pesat. Namun di sisi lain meningkatnya harga property dan real estate tersebut menjadi salah satu kekhawatiran akan terjadinya Bubble property, melambungnya harga property yang sudah melebihi pendapatan
35
masyarakat & gelembung investasi di sektor property nasional yang dianggap mulai membahayakan masa depan perekonomian. Oleh karena itu, pengungkapan pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas, dan Rasio Aktivitas digunakan perusahaan untuk menganalisa sejauh mana kemungkinan perusahaan akan mengalami kondisi kesulitan keuangan (Financial Distress) sehingga menyebabkan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan. Maka berdasarkan landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu, Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas, dan Rasio Aktivitas akan dianalisis pengaruhnya. Pengungkapan Rasio Likuiditas, Rasio Profitabilitas dan Rasio Aktivitas suatu perusahaan terhadap Financial Distress.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Current Ratio (CR)
Return On Assets (ROA)
FINANCIAL DISTRESS
Inventory Turnover (ITO)
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
36
D. Pengembangan Hipotesis 1.
Pengaruh Pengungkapan Rasio Likuiditas terhadap Financial Distress Rasio Likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu. Rasio likuiditas yang biasa dipakai dalam berbagai penelitian adalah rasio lancar (current ratio). Current ratio merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk
memenuhi
kewajiban
jangka
pendeknya
dengan
menggunakan aktiva lancarnya. Rasio lancar untuk perusahaan yang normal berkisar pada angka 2, meskipun tidak ada standar yang pasti untuk penentuan rasio lancar yang seharusnya (Hanafi dan Halim, 2005). Perusahaan yang mempunyai aktiva lancar lebih besar dari kewajiban lancarnya dengan perbandingan 2:1 atau setidaknya rasio lancar lebih dari 1 (satu), maka bisa dikatakan perusahaan dalam kondisi yang likuid untuk menutup kewajiban lancarnya sehingga kecil kemungkinan terjadi financial distress. Namun, apabila jumlah aktiva lancar yang dimiliki perusahaan lebih rendah dari jumlah kewajiban lancarnya, maka tidak akan cukup untuk menutup kewajiban lancar yang dimiliki perusahaan. Akibatnya, perusahaan dapat mengalami kesulitan keuangan dimana pembayaran kewajiban menjadi lambat dan dapat memicu untuk melakukan pinjaman yang lebih banyak lagi. Menurut
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Almilia
(2003)
menunjukkan hasil bahwa current ratio memiliki pengaruh negatif dan signifikan untuk memprediksi financial distress pada perusahaan. Hal ini
37
membuktikan bahwa semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya maka semakin kecil kemungkinan terjadinya financial distress. Berdasarkan uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : HO : Tidak terdapat pengaruh Current Rasio (CR) terhadap Financial Distress. Ha1 : Terdapat pengaruh Current Rasio (CR) terhadap Financial Distress. 2. Pengaruh Pengungkapan Rasio Profitabilitas terhadap Financial Distress Laba perusahaan selainmerupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajibanbagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalammenciptakan nilai perusahaan yang menunjukan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Profitabilitas dengan proksi ROA yang positif menunjukkan keseluruhan aktiva yang dipergunakan untuk operasi perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan dan sebaliknya ROA negatif menunjukkan aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan tidak mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan (Ardiyanto, 2011). ROA menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA dan semakin rendah terjadinya financial distress hal itu berarti bahwa perusahaan
38
semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan (Ardiyanto, 2011). Berdasarkan uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : HO : Tidak terdapat pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Financial Distress. Ha2 : Terdapat pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap Financial Distress. 3. Pengaruh Pengungkapan Rasio Aktivitas terhadap Financial Distress Rasio Aktivitas merupakan rasio yang menggambarkan sejauh mana suatu perusahaan mempergunakan sumber daya yang dimilikinya guna menunjang aktivitas perusahaan (Ilham Fahmi 2011). Informasi mengenai tingkat perputaran persediaan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu persediaan lambat dalam proses penjualan atau pemakaiannya dalam kegiatan perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan perputaran yang lebih baik dan mengindikasikan aktiva lancar yang lebih sehat untuk memenuhi kewajiban lancarnya sehingga dapat meminimalisir terjadinya financial distress. Sebaliknya, semakin rendah rasio ini menunjukkan perusahaan menyimpan terlalu
banyak
persediaan
sehingga
tidak
produktif
dan
tingkat
pengembaliannya pun menjadi rendah. Hal itu akan memperkecil keuntungan perusahaan dan membuat tidak likuid sehingga kemungkinan terjadi financial distress semakin besar.
39
Berdasarkan penelitian dari Jiming dan Pasaribu (2008) yang menghasilkan pengaruh positif antara Inventory turnover dengan financial distress menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat rasio Inventory turnover maka semakin rendah perusahaan masuk dalam kategori perusahaan yang mengalami financial distress. Berdasarkan uraian diatas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : HO : Tidak terdapat pengaruh Inventory Turnover (ITO) terhadap Financial Distress. Ha3 : Terdapat pengaruh Inventory Turnover (ITO) terhadap Financial Distress.