BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Michael Spence. Menurutnya, teori sinyal dengan memberikan suatu sinyal, pihak pengirim (pemilik informasi) berusaha memberikan potongan informasi relevan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak penerima. Pihak penerima kemudian akan menyesuaikan perilakunya sesuai dengan pemahamannya terhadap sinyal tersebut. (Kartika-Nanik. 2011) Teori sinyal digunakan dalam sains komunikasi digunakan dalam sains akuntansi untuk menjelaskan dan memprediksi pola prilaku komunikasi manajer kepada publik. Salah satu fungsi teori sinyal dalam akuntansi adalah untuk menilai adanya informasi privat (lease et al, 1999 dalam Ria dan Veronica, 2008) Rahmawati (2012:147) menyatakan bahwa Signalling Theory membahas
bagaimana
seharusnya
sinyal-sinyal
kegagalan
atau
keberhasilan manajemen disampaikan oleh pemilik. yang bagus dimana investor
mendapat
untung
membelinya.
Oleh
karenanya,
tugas
perusahaan menyampaikan signal tersebut agar diingat oleh investor (Hayman, Adler. 2005)
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
2. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan penyebab fenomena underpricing pada saat IPO adalah agency theory. Menurut Scott (2003) konsekuensi ekonomi yang berbeda dapat memicu konflik antara pihak-pihak yang terikat dalam suatu kontrak. Menurut Brigham (2001) permasalahan agen muncul karena adanya konflik kepentingan antara agen (manajer) dan pemegang saham atau antara agen (manajer) dengan kreditor (pemberi hutang). Agency Theory dapat digunakan untuk menjelaskan model proses yang terjadi dalam suatu kontrak antara dua pihak atau lebih. Karena di dalam suatu kontrak masing-masing pihak berusaha untuk mendapatkan keuntungan yang terbaik untuk dirinya, maka agency theory juga dapat menjelaskan konflik yang terjadi. Permasalahan yang timbul pada agency theory adalah informasi yang tidak lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua
belah
pihak.
Akibatnya
konsekuensi
tertentu
tidak
dipertimbangkan oleh masing-masing pihak. Keadaan seperti ini dikenal dengan asimetri informasi (Hendrikson, 1992). Beatty (1989) menyatakan bahwa asimetri informasi dapat menyebabkan underpricing pada saat IPO. Asimetri informasi bisa terjadi antara
emiten,
underwriter,
dan
investor.
Asimetri
informasi
mengasumsikan salah satu dari ketiga pihak tersebut memiliki lebih banyak informasi dibandingkan pihak lainnya. Underwriter dianggap sebagi pihak yang memiliki informasi yang lengkap tentang pasar modal tetapi tidak memiliki informasi yang lengkap tentang kondisi emiten.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Emiten dianggap sebagai pihak yang memiliki informasi yang lengkap tentang perusahaannya sendiri, tetapi tidak memiliki informasi tentang pasar modal, sedangkan investor dianggap sebagai pihak yang tidak memiliki informasi yang lengkap tentang pasar modal maupun informasi tentang emiten. Sufi (dalam George, et al., 2012) menyatakan bahwa pengaruh dari asimetri informasi perlu diuji secara empiris. Karena tingkat asimetri informasi tidak dapat secara langsung diamati, maka perlu digunakan proxi di dalam pengukuran asimetri informasi. Menurut Helwege dan Liang (dalam George, et al., 2012) proxi yang digunakan dapat berupa varibel seperti biaya riset dan pengembangan, umur perusahaan, total aset tetap dan ukuran perusahaan. 3.
Definisi Pasar Modal Terdapat beberapa definisi dari pasar modal yaitu : Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:5) menyatakan : “Pasar Modal merupakan jaringan tatanan yang memungkinkan pertukaran klaim jangka panjang, penambahan financial assets (dan hutang) pada saat yang sama, memungkinkan investor untuk mengubah dan menyesuaikan portofolio investasi (melalui pasar sekunder)”. Menurut Sunariyah (2006:4) menyatakan : “Pasar modal didefinisikan sebagai suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta seluruh surat-surat berharga yang beredar”.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Sementara Samsul (2006:43) mendefinisikan : “Pasar Modal ialah tempat atau sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari satu tahun”. Menurut UU RI No. 18 Tahun 1995,”Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek, yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”. Dari beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai pasar modal, yaitu tempat bertemunya emiten dan investor dalam melakukan kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek. 4.
Pasar Modal dan Jenis-Jenis Pasar Modal Keberadaan pasar modal tetap dibutuhkan oleh suatu negara. Pasar modal merupakan sarana yang baik untuk pemenuhan modal jangka panjang perusahaan. Keberadaan pasar modal mempunyai manfaat bagi investor dan pihak emiten, karena pasar modal mampu menjembatani hubungan antara pemilik modal dalam hal ini disebut sebagai pemodal (investor) dengan peminjam dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten (perusahaan yang go public). Dengan adanya pasar modal, maka perusahaan-perusahaan akan lebih mudah memperoleh dana sehingga kegiatan ekonomi di berbagai sektor dapat ditingkatkan. Terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi akan menciptakan dan mengembangkan lapangan kerja yang luas, dengan sendirinya dapat menyerap tenaga kerja
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
dalam jumlah besar sehingga secara langsung dapat berpengaruh dalam mengurangi jumlah pengangguran. Menurut Anoraga dan Pakarti (2008:6) instrumen pasar modal terbagi atas dua kelompok besar, diantaranya instrumen pemilik (equity) seperti saham dan instrumen utang (obligasi) seperti obligasi perusahaan, obligasi langganan, obligasi yang dapat dikonversikan menjadi surat berharga lainnya (saham), dan sebagainya. Semua yang termasuk dalam surat berharga dapat disebut sebagai efek. Definisi efek menurut UU RI No. 18 Tahun 1995 adalah “surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek”. Dengan dijualnya saham di pasar modal berarti masyarakat diberi kesempatan untuk memiliki dan menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan. Dengan kata lain, pasar modal dapat membantu pemerintah meningkatkan pendapatan masyarakat. Terdapat dua jenis pasar yang terdapat di pasar modal (Sunariyah, 2006:13) : 1.
Pasar Perdana (Primary Market) Pasar Perdana adalah penawaran saham dari perusahaan yang menerbitkan saham (emiten) kepada pemodal selama waktu yang ditetapkan oleh pihak sebelum saham tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan menurut Anoraga dan Pakarti (2008:25) pasar perdana didefinisikan sebagai “penjualan perdana efek atau sertifikat
atau
penjualan
yang
dilakukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
sesaat
sebelum
13
perdagangan di bursa atau pasar sekunder”. Pasar perdana terjadi pada saat perusahaan emiten menjual sekuritasnya kepada investor umum untuk pertama kalinya. Sebelum menawarkan saham di pasar perdana, perusahaan emiten sebelumnya akan mengeluarkan informasi mengenai perusahaan secara detail (disebut juga prospektus). 2.
Pasar Sekunder (Secondary Market) Pasar sekunder didefinisikan sebagai perdagangan saham setelah melewati masa penawaran pada pasar perdana. Sedangkan menurut Anoraga dan Pakarti (2008:26), pasar sekunder adalah “penjualan efek atau sertifikat setelah pasar perdana berakhir”. Jadi, pasar sekunder dimana saham dan sekuritas lain diperjual belikan setelah melalui masa penjualan di pasar perdana. Ditinjau dari sudut investor, pasar sekunder harus dapat menjamin
likuiditas dari efek. Artinya, investor menghendaki dapat membeli kembali sekuritas jika mempunyai dana dan juga menghendaki menjual sekuritas untuk memperoleh uang tunai atau dapat mengalihkan kepada investor lain. Dari sudut pandang perusahaan, pasar sekunder merupakan wadah untuk menghimpun para investor baik para investor lembaga maupun investor perorangan. Dalam hal ini, lembaga pasar sekunder meliputi para brokers dan dealers yang menjual dan membeli surat berharga untuk para investor.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
5. Definisi Penawaran Saham Perdana (Initial Public Offering) Terdapat beberapa definisi dari penawaran saham perdana yaitu : Anoraga dan Pakarti (2008:46) mendefinisikan go public merupakan “penawaran saham atau obligasi kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya”. Pertama kali disini berarti bahwa pihak penerbit pertama kalinya meakukan penjualan saham atau obligasi. Menurut Sunariyah (2006:32) penawaran umum adalah “kegiatan penawaran saham atau efek lain yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang go public) kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur oleh UU pasar modal dan peraturan pelaksanaannya”. Menurut Jogiyanto (2008:30) initial public offering “merupakan penawaran saham perusahaan kepada masyarakat untuk pertama kalinya”. Sedangkan menurut UU RI No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, penawaran umum adalah “kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam UU ini dan peraturan pelaksanaannya”. 6.
Go Public dan Konsekuensi Go Public Seiring dengan meroketnya perekonomian yang sangat pesat seperti sekarang ini, memacu perusahaan untuk melakukan ekspansi usaha dengan tujuan agar perusahaan tetap eksis dan resisten terhadap persaingan ketat di era globalisasi ini. Untuk pencapaian tujuan ini membutuhkan dana yang jumlahnya cukup komersial. Tidak jarang perusahaan dihadapkan dengan pilihan untuk melakukan pinjaman modal dalam bentuk hutang atau melakukan penjualan surat-surat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
berharga perusahaan di pasar modal untuk memperoleh modal yang relatif besar. Takarini dan Kustini (2007) menyatakan bahwa : “Perusahaan yang memperoleh dana dari bank merupakan bentuk pinjaman yang harus dikembalikan dengan beban bunga. Sedangkan dengan menerbitkan saham di pasar modal berarti perusahaan memperoleh dana dari masyarakat dan perusahaan tersebut bukan hanya dimiliki oleh pemilik lama (founder )tetapi juga dimiliki oleh masyarakat (public)”. Perusahaan yang belum go public, awalnya saham-saham perusahaan tersebut dimiliki oleh manajer-manajernya, sebagian lagi oleh pegawai-pegawai kunci dan hanya sejumlah kecil yang dimiliki investor. Sebagaimana biasanya, jika perusahaan berkembang, kebutuhan modal tambahan sangat dirasakan. Pada saat ini, perusahaan harus menentukan untuk menambah modal dengan cara utang atau menambah jumlah dari pemilikan dengan menerbitkan saham baru (Jogiyanto: 2010,34). Penawaran umum atau initial public offering sering disebut sebagai go public. Kegiatan ini dilakukan pada pasar perdana. Penawaran saham perdana ini telah mengubah status dari perseroan tertutup (private) menjadi perseroan terbuka (Tbk), dalam bahasa inggris di belakang nama perusahaan ditambahkan istilah “Plc” (Public Listed Company). Terbuka disini berarti perseroan dapat dimiliki oleh masyarakat luas dan mempunyai kewajiban untuk membuka semua informasi kepada para pemegang saham perusahaan dan masyarakat, kecuali yang bersifat rahasia untuk menjaga persaingan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Perusahaan yang memutuskan untuk go public harus siap dengan segala manfaat dan konsekuensi yang ada. Adapun keuntungan dari going public diantaranya adalah sebagai berikut ini : 1)
Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang. Untuk perusahaan yang tertutup, calon investor biasanya enggan untuk menanamkan modalnya disebabkan kurangnya keterbukaan informasi keuangan antara pemilik dan investor. Sedang untuk perusahaan yang sudah going public, informasi keuangan harus dilaporkan ke publik secara regular yang kelayakannya sudah diperiksa oleh akuntan publik.
2)
Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham. Untuk perusahaan yang masih tertutup yang belum mempunyai pasar untuk sahamnya, pemegang saham akan lebih sulit untuk menjual sahamnya dibandingkan jika perusahaan sudah going public.
3)
Nilai pasar perusahaan diketahui. Untuk alasan-alasan tertentu, nilai pasar perusahaan perlu untuk diketahui. Di samping keuntungan dari going public, beberapa kerugiannya
adalah sebagai berikut ini : 1.
Biaya laporan yang meningkat. Untuk perusahaan yang sudah going public, setiap kuartal dan tahunnya harus menyerahkan laporan-laporan kepada regulator. Laporan-laporan ini sangat mahal terutama untuk perusahaan yang ukurannya kecil.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
2.
Pengungkapan (disclosure) Beberapa pihak dalam perusahaan umumnya keberatan dengan ide pengungkapan. Manajer enggan mengungkapkan semua informasi yang dimiliki karena dapat digunakan oleh pesaing. Sedang pemilik enggan mengungkapkan informasi tentang saham yang dimilikinya karena publik akan mengetahui besarnya kekayaan yang dipunyai.
3.
Ketakutan untuk diambil alih. Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil akan khawatir jika perusahaan going public. Manajer perusahaan publik dengan hak veto yang rendah umumnya diganti dengan manajer yang baru jika perusahaan diambil alih. Keputusan untuk going public atau tetap menjadi perusahaan privat
merupakan keputusan yang harus dipikirkan masak-masak. Jika perusahaan memutuskan untuk going public dan melemparkan saham perdananya ke publik (initial public offering), isu utama yang muncul adalah tipe saham apa yang akan dilempar, berapa harga yang harus ditetapkan untuk selembar sahamnya dan kapan waktunya yang paling tepat. Berikut ini merupakan mekanisme perdagangan pasar perdana : Gambar 2.1 Mekanisme Perdagangan Pasar Perdana
Emiten
Penjamin Emisi (underwriter)
Agen Penjual
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Investor Beli
Investor Beli
18
Saham yang sudah beredar kepada masyarakat (public) setelah melalui initial public offering di pasar perdana, diperdagangkan di pasar sekunder. Besarnya permintaan dan penawaran pada pasar sekunder dipengaruhi oleh faktor internal perusahaan yang berhubungan dengan kebijakan internal pada suatu perusahaan beserta kinerja yang telah dicapai. Terbentuknya harga pasar oleh tawaran jual dan beli dari para investor ini juga disebut dengan istilah order driven market. Fluktuasi harga saham yang terbentuk pada pasar sekunder inilah yang menyebabkan selisih positif yang diharapkan oleh investor. 7. Tahap-Tahap Go Public Pada dasarnya perusahaan yang akan menjual sahamnya kepada masyarakat (public) mempunyai tujuan yang sama, diantaranya : 1.
Memperbaiki struktur modal.
2.
Meningkatkan kapasitas produksi.
3.
Memperluas pemasaran.
4.
Memperluas hubungan bisnis.
5.
Meningkatkan kualitas manajemen. Samsul (2006:70) menyatakan terdapat lima tahapan dalam
melakukan penawaran umum perdana (go public), diantaranya : (1) rencana go public, (2) persiapan go public, (3) pernyataan pendaftaran ke Bapepam (listing), (4) penawaran umum dan (5) kewajiban emiten setelah go public”. 1)
Rencana Go Public Rencana go public membutuhkan waktu yang cukup berkaitan dengan kondisi internal perusahaan, seperti : (a) rapat
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
gabungan pemegang saham, dewan direksi, dan dewan komisaris (b) Kesiapan mental personel (c) Perbaikan organisasi (d) Perbaikan sistem informasi (e) Perbaikan aspek hukum (f) Perbaikan struktur permodalan (g) Persiapan dokumen. Dalam rapat gabungan akan membahas : alasan go public, jumlah dana yang dibutuhkan, dan penerbitan saham atau obligasi. Kebutuhan dana dan penggunaan dana harus realistis, karena akan dicantumkan dalam buku prospektus yang dibagikan kepada para calon investor. Penggunaan dana yang diperoleh dari emisi efek wajib dilaporkan kepada Bapepam sehingga calon emiten sebaiknya bertindak jujur. Sebelum persiapan menuju go public dimulai, yaitu penunjukkan lembaga penunjang dan lembaga profesi, semua dokumen yang dibutuhkan oleh lembaga tersebut harus disediakan. Salah satu pihak yang terlibat dalam proses go public adalah penjamin emisi. 2)
Persiapan Menuju go public Setelah rincian rencana go public diselesaikan seperti diuraikan sebelumnya, calon emiten akan menunjuk perusahaan Penjamin Emisi Efek, Akuntan Publik, Notaris, Konsultan Hukum, dan Perusahaan Penilai yang terdaftar di Bapepam. Emiten akan melakukan pembicaraan dengan setiap lembaga profesi itu sesuai dengan jadwal yang dibuatnya. Pembicaraan itu akan menghasilkan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dalam proses berikutnya. Penjamin emisi akan bertindak sebagai koordinator dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
kegiatan-kegiatan berikut : (a) menentukan komitmen sesuai kondisi pasar, (b) rapat-rapat teknis, (c) pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, (d) public expose dan road show, (e) persiapan prospektus, dan (f) penawaran resmi. Harga perdana tercantum dalam buku prospektus agar masyarakat dapat mengetahui dan tidak dipungut biaya transaksi dari masyarakat investor. Harga perdana merupakan harga kesepakatan antara harga yang ditawarkan oleh emiten dan penjamin emisi. Kedua pihak memiliki cara penghitungan sendiri dalam menetapkan harga tawaran. Apabila antara penjamin emisi dan emiten tidak terjadi kesepakatan tentang harga perdana, maka emisi tidak jadi dilaksanakan. Apabila terjadi kesepakatan antara emiten dan penjamin emisi, maka proses penawaran saham kepada masyarakat (Initial Public Offering = IPO) dapat dilanjutkan. Bodie, et al (2006 : 91) menyatakan bahwa “penetapan harga IPO bukanlah hal sepele, tidak semua IPO terjual lebih rendah dari seharusnya. Banyak saham menunjukkan penjualan yang buruk setelah pelepasan perdana dan lainnya ada yang tidak bisa dijual sepenuhnya ke pasar. Oleh penjamin emisi, saham yang tidak terjual diusahakan untuk dijual rugi di pasar sekunder. Bankir investasi dalam hal ini menanggung risiko harga atas saham yang tidak terjual”. 3)
Pernyataan Pendaftaran Kepada Bapepam Pernyataan
pendaftaran
adalah
dokumen
yang
wajib
disampaikan kepada. Bapepam oleh emiten dalam rangka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
penawaran umum atau perusahaan publik. Perusahaan publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurangkurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiiki modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3.000.000.000 atau sejumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah. Emiten mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam, kemudian menunggu tanggapan dari Bapepam. Apabila Bapepam meminta data tambahan, emiten wajib memenuhinya. Bapepam akan mengeluarkan pernyataan efektif atas pernyataan pendaftaran setelah emiten memenuhi permintaan data tambahan itu. 4) Penawaran Umum Kegiatan Penawaran Umum meliputi: a.
Distribusi prospektus Menurut
Samsul
(2006:78)
menyatakan
bahwa
prospektus adalah “setiap informasi tertulis yang berkaitan dengan Penawaran Umum dan bertujuan agar pihak lain membeli efek”. Pada umumnya, prospektus dibagikan oleh emiten melalui underwriter dan agen penjual efek yang ditunjuk oleh underwriter menjelang Penawran Umum dilaksanakan. Tandelilin (2010:28) menyatakan bahwa : “Prospektus berfungsi untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada para calon investor, sehingga dengan adanya
informasi
tersebut
maka
http://digilib.mercubuana.ac.id/
investor
akan
bisa
22
mengetahui prospek perusahaan di masa datang, dan selanjutnya tertarik untuk membeli sekuritas yang diterbitkan emiten” UU RI No. 18 Tahun 1995 mendefinisikan prospektus sebagai berikut “setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek”. Prospektus berisikan antara lain: penawaran umum, tujuan penawaran umum, penggunaan dana hasil emisi, informasi
tentang
perusahaan,
kegiatan
usaha
dan
prospeknya, ikhtisar keuangan perusahaan, modal sendiri sebelum dan sesudah penawaran umum, kebijakan deviden, pendapat dari segi hukum, laporan akuntan publik, laporan penilaian harta perusahaan, para penjamin emisi, lembaga penunjang emisi lainnya, perpajakan, anggaran dasar perseroan, persyaratan pemesanan saham dan penyebarluasan prospektus dan formulir pesanan saham. b.
Penyusunannya prospektus ringkas untuk diiklankan
c.
Penawaran. Penawaran resmi efek melibatkan 5 tahapan, yaitu: 1.
Periode Penawaran (offering period).
2.
Periode Penjatahan (allotment period).
3.
Periode pengembalian dana (refund period).
4.
Periode penyerahan saham (delivery period).
5.
Periode pencatatan di bursa efek (listing date).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
Periode Penawaran (offering period) adalah periode (minimal 3 hari kerja) dimulainya penawaran sekuritas. Calon investor yang berminat harus segera memesan di agenagen penjual yang alamatnya tertera dalam prospektus. Pembayaran tunai sebesar harga perdana dikalikan jumlah unit yang dipesan dimasukkan ke rekening yang telah ditetapkan oleh agen penjual beserta fotocopy identitas. Pada umumnya, periode penawaran hanya beberapa hari saja. Periode penjatahan (allotment period), adalah periode (maksimal 6 hari kerja) akan dilakukannya pembagian perolehan saham. Periode pengembalian dana (refund period) adalah periode tertentu (maksimal 4 hari kerja) yang telah ditetapkan dan tertera dalam prospektus untuk mengembalikan dana kepada calon investor akibat kelebihan pembayaran oleh calon investor berkaitan dengan penjatahan saham. Periode penyerahan saham (delivery period), yaitu 3 hari sebelum saham itu dicatatkan atau diperdagangkan di Bursa Efek, saham tersebut sudah diterima oleh investor. Periode pencatatan di bursa efek (listing date) adalah suatu tanggal yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan tertera pada halaman depan prospektus yang menunjukkan hari pertama saham itu diperdagangkan di bursa efek. Pencatatan tambahan (additional listing) adalah pencatatan saham-saham yang dikeluarkan melalui right
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
issue atau waran atau konversi obligasi oleh perusahaan yang sahamnyadi bursa efek.
5)
d.
Penjatahan.
e.
Pengembalian dana.
f.
Penyerahan saham.
g.
Pencatatan saham/perdagangan saham.
Kewajiban Emiten Setelah Go Public Pemilik lama juga sadar bahwa perusahaan yang sudah go public (disebut emiten) berarti sudah milik masyrakat. Pemilik lama sebagai pemegang saham pendiri (founding stockholder) pada awal-awal setelah go public masih menjadi mayoritas (majority party). Walaupun masyarakat merupakan pemegang saham minoritas (minority party), kepentingannya harus dijaga oleh pemegang saham mayoritas. Pemegang saham mayoritas harus menjaga kepercayaan yang sudah diberikan oleh pemegang saham minoritas dengn cara : 1.
Tidak melakukan tindakan yang menjatuhkan harga saham dipasar.
2.
Selalu memberi informasi secepat mungkin kepada investor.
3.
Tidak melakukan penipuan harga dalam transaksi internal yang mengandung conflic of interest, misalnya, transfer pricing, dan pinjaman tanpa bunga.
4) Menyampaikan laporan keuangan yang sudah diaudit (short form report) langsung ke alamat pemegang saham
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
5) Menyampaikan laporan berkala yang sudah diwajibkan oleh Bapepam/Bursa. 6) Menyampaikan laporan insidentil atau suatu peristiwa yang terjadi dan dapat mempengaruhi harga saham dipasar. 8.
Underpricing Terdapat beberapa definisi dari underpricing yaitu: Menurut Sunariyah (2006:121) Underpriced adalah “harga saham di bawah harga pasar, yang pada gilirannya para penanam modal akan tertarik untuk membeli”. Sementara Sumadji, dkk. (2006:620) menyatakan underpricing adalah “surat berharga yang dijual di bawah likuidasinya atau nilai pasar, yang diyakini oleh para analis dimiliki oleh surat berharga tersebut”. Hartono
(2008:32)
menyatakan
underpricing
merupakan
“fenomena harga rendah terjadi karena penawaran perdana ke publik yang secara rerata murah, tidak semua penawaran perdana murah, tetapi dapat juga mahal dan secara rerata masih dapat dikatakan murah (Underpricing)”. Dari beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai underpricing, yaitu keadaan dimana harga saham pada saat diperdagangkan di pasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga saham di pasar sekunder atau selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di pasar perdana. Sehingga selisih positif ini merupakan initial return atau return positif bagi investor. Pada dasarnya penentuan harga saham pada saat penawaran perdana ke publik dilakukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
emiten dengan penjamin emisi, sedangkan harga saham yang terjadi di pasar sekunder merupakan hasil mekanisme pasar yaitu berdasarkan pada permintaan dan penawaran yang terjadi. Istilah underpricing digunakan untuk menggambarkan perbedaan harga antara harga penawaran saham perdana di pasar primer dan harga saham di pasar sekunder pada hari pertama (Beatty, 1989 dalam Kristiantari, 2012). Underpricing adalah hasil dari ketidakpastian harga saham pada pasar perdana. adanya
mispriced
di
Fenomena underpricing terjadi karena
pasar
perdana
sebagai
akibat
adanya
ketidakseimbangan informasi antara pihak underwriter dengan pihak emiten, biasanya disebut asymetri information (Caster dan Manaster, 1990 dalam Handayani, 2008). Dimana, pihak yang menetukan harga saham pada saat IPO adalah emiten dan underwriter (penjamin emisi). Walaupun emiten dan underwriter secara bersama-sama mengadakan kesepakatan dalam menentukan harga perdana saham, namun sebenarnya mereka masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda. Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten menginginkan harga perdana yang tinggi. Karena dengan harga perdana yang tinggi emiten berharap akan segera mendapatkan dana yang maksimal. Di lain pihak underwriter sebagai penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan resiko yang ditanggungnya.
Hampir semua penelitian terdahulu
menjelaskan
terjadinya underpricing sebagai akibat dari adanya asimetri informasi (De Lorenzo dan Fabrizio, 2001 dalam Kristiantari, 2012). Bagi pihak emiten, underpricing dapat merugikan emiten karena dana yang dikumpulkan tidak maksimal. Namun, underpricing dapat dijadikan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
strategi pemasaran untuk meningkatkan minat investor berinvestasi dalam saham IPO dengan memberikan initial return yang tinggi. Perhitungan Underpricing (Y) dihitung dengan rumus Initial Return (IR) dari Martani (2003) : IR =
(P1 -P0 ) P0
x 100%
Dimana : Initial Return
= underpricing = harga penawaran perdana = harga penutupan (closing price) pada hari pertama di pasar sekunder
9.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Harga saham yang pertama kali diperdagangkan di pasar sekunder bagi perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) biasanya mengalami underpricing. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa variabel non keuangan yang mempengaruhi terjadinya underpricing dan digunakan dalam penelitian ini, diantaranya : a.
Stock Offering Banyaknya saham yang ditawarkan kepada masyarakat dapat dijadikan proksi terhadap faktor ketidakpastian yang akan diterima oleh investor. Diananingsih (2003) dan Takarini dan Kustini (2007) mendefinisikan stock offering merupakan “besarnya saham yang didapatkan dari jumlah saham yang ditawarkan kepada masyarakat pada penawaran perdana.”
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
Jika perusahaan memutuskan untuk going public dan melemparkan saham perdananya ke publik, isu yang muncul adalah tipe saham apa yang akan dilempar, berapa harga yang harus ditetapkan untuk selembar sahamnya dan kapan waktunya yang paling tepat (Hartono, 2008:32). Apabila jumlah saham yang diminta investor lebih besar daripada jumlah saham yang ditawarkan pada saat penawaran saham perdana, maka penawaran umum
akan
mengalami
kelebihan
pesanan
yang
disebut
oversubscribed dan konsekuensinya akan dilakukan penjatahan pesanan
secara
proposional
dengan
jumlah
pesanan
atau
menggunakan metode lainnya yang telah ditetapkan dalam peraturan OJK yaitu G-12 tentang Pasar Modal bersumber dari buku prospektus. Sedangkan jumlah saham yang diminta investor lebih kecil daripada jumlah saham yang ditawarkan pada saat penawaran saham perdana, maka penawawan umum akan mengalami kekurangan pesanan atau disebut undersubscribed dan konsekuensinya
seluruh
pesanan
dapat
terpenuhi
(Samsul,
2006:47). b.
Stock Retention Seseorang yang mempunyai saham dalam suatu perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar, dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan tersebut (Ariawati, 2005). Beberapa penelitian terdahulu mendefinisikan stock retention sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
Ghozali dan Mansur (2002) menyatakan bahwa stock retention merupakan “besarnya saham yang masih ditahan oleh pemegang saham lama atau founder”. Kim dalam Diananingsih (2003), Takarini dan Kustini (2007) mendefinisikan Stock Retention sebagai “proporsi (%) dari hak kepemilikan total oleh pemilik (pemegang saham lama) atau proporsi kepemilikan yang ditahan oleh pemegang saham”. Tandelilin (2010: 242) menyatakan bahwa pihak-pihak yang disebut insider adalah direktur, manajer, karyawan atau pemegang saham
yang
dianggap
bisa
mendapatkan
informasi
yang
sesungguhnya mengenai perusahaan yang tidak dapat dilakukan oleh pihak lainnya. Pihak insider ini bisa memperoleh informasi sebelum informasi tersebut dipublikasikan. Mereka akan dapat memanfaatkan
kemudahan
akses
informasi
tersebut
untuk
memperoleh return tak normal. Besarnya saham yang ditahan oleh pemilik atau pemegang saham lama perusahaan dapat menandai informasi dari emiten (perusahaan penerbit saham) kepada calon investor (Lee dalam Ghozali dan Mansur, 2002). Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Takarini dan Kustini (2007), Handayani (2008),
Yasa
(2008)
yang menyatakan
bahwa
persentase
kepemilikan yang ditahan oleh pemilik (insiders) menunjukkan adanya private information yang dimiliki oleh pemilik atau manajer. Semakin besar proporsi saham yang dipegang oleh pemegang saham lama, maka akan semakin banyak informasi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
privat
yang
dimiliki
oleh
pemegang
saham
lama
dan
mengakibatkan minimnya informasi yang diperoleh calon investor. Sehingga pihak emiten memiliki informasi saham yang baik mengenai saham yang akan terjual dan pemilik menahan sebagian sahamnya dengan harapan pada pasar sekunder nanti harga sahamnya akan meningkat. Sementara investor yang akan berinvestasi dengan membeli saham emiten, rela mengeluarkan sejumlah biaya untuk mendapatkan private information dengan tujuan untuk pengambilan keputusan apakah investor layak membeli saham emiten atau tidak. Kompensasi atas pengeluaran biaya yang diharapkan oleh investor yaitu mengharap mendapatkan initial return yang tinggi yang berarti juga investor mengharapkan tingkat underpricing (Sandhiaji, 2004). Dengan kondisi tersebut, investor mengharapkan tingkat pengembalian yang tinggi. Adapun untuk menghitung Stock Retention adalah sebagai berikut : Stock Retention = 10.
jumlah saham yang ditahan oleh pemilik jumlah saham keseluruhan
x 100
Penelitian Terdahulu Penelitian telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing pada perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan maupun non keuangan. Berikut ini adalah ringkasan peneliti-peneliti dalam bentuk tabel yang melakukan penelitian terhadap tingkat underpricing dengan variable yang berbeda-beda:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Tentang Tingkat Underpricing Peneliti dan Tahun Penelitian Diananingsih (2003)
Variabel dependen
variabel independen
Teknik analisis
Underpricing
Reputasi Underwriter, Stock Offering, Stock Retention & Listing Time
Regresi linear berganda
Sandhiaji (2004)
underpricing
Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, Stock Retention, ROA, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan
Regresi linear berganda
Ariawati (2005)
Underpricing
Besaran Perusahaan, Jangka Waktu Listing, Reputasi Penjamin Emisi, Kondisi Pasar, ROI & DER.
Regresi Berganda
Market Capitalization, Firm’s Age,
Regresi Berganda
Lowry dan Underpricing Murphy (2007)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Hasil Variabel Reputasi Underwriter, Stock Offering & Listing Time secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat Underpricing dan hanya Stock Retention yang tidak berpengaruh signifikan. Reputasi Underwriter berpengaruh signifikan sementara Reputasi Auditor tidak berpengaruh signifikan. Stock Retention, ROA, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat Underpricing. Besaran perusahaan, Reputasi Penjamin Emisi & DER berpengaruh signifikan terhadap underpricing, sementara Jangka Waktu Listing, Kondisi Pasar & ROI tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat Underpricing. variabel Market Capitalization, Firm’s Age, Cylical
32
Cylical Services, Financial Sector, Information Technology. Executive Characteristic, Executive Share Ownership, Combined Experience & CEO Experience
Nurjanti T dan Kustini (2007)
Underpricing
Reputasi underwriter, Stock offering, stock retention, listing time
Regresi linear berganda
Handayani (2008)
Underpricing
Debt to equity ratio (DER), return on assets (ROA), earning per share (EPS). Umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan Stock retention
Regresi Berganda
Yasa (2008)
Underpricing
Reputasi Auditor, Reputasi Underwriter, Umur Perusahaan, Stock Retention, Profitabilitas Perusahaan, Financial Leverage ,Rasio
Regresi Berganda
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Services berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Financial Sector, Information Technology. Executive Characteristic, Executive Share Ownership, Combined Experience & CEO Experience tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Variabel berpengaruh signifikan underpricing reputasi underwriter serta listing time, sedangkan stock offering dan stock retention tidak berpengaruh terhadap underpricing Variabel earning per share (EPS) berpengaruh negatif terhadap underpricing. Ukuran perusahaan, dan Stock retention berpengaruh signifikan terhadap underpricing. Variabel Reputasi Auditor, Umur Perusahaan, Stock Retention, Financial Leverage ,Rasio Solvabilitas, Ukuran Perusahaan Kepemilikan Pemerintah tidak berpengaruh signifikan terhadap
33
Solvabilitas, Ukuran Perusahaan Kepemilikan Pemerintah
Sohail dan Raheman (2009)
Underpricing
ex-ante, log of market capitalization, Incidence of secondary market issues, Measure of market volatility, offer size, proportion of shares offered, oversubscription , and price earning ratio
CrossSectional Regression Analysis
Yoga. (2009)
Underpricing
Return on assets
Analisis
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tingkat Underpricing. Sedangkan Variabel Reputasi Underwriter Profitabilitas Perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat Underpricing. ex ante berpengaruh signifikan terhadap underpricing, log of market capitalization berpengaruh signifikan terhadap underpricing, SI berpengaruh signifikan terhadap underpricing, OS berpengaruh signifikan terhadap underpricing, offer size berpengaruh signifikan negatif terhadap underpricing, proportion of shares offered tidak berpengaruh signifikan terhadap underpricing, terdapat pengaruh signifikan antara market volatility terhadap underpricing, dan tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel PER dengan underpricing Return on assets
34
(ROA), Regresi Leverage, Berganda Ukuran Perusahaan Harga Saham Perdana, Reputasi Underwriter, Stock Retention, Waktu IPO, Umur Perusahaan
(ROA), Leverage, Ukuran Perusahaan, Harga Saham Perdana, Reputasi Underwriter, Stock Retention, Waktu IPO, Umur Perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap underpricing.
sumber : berbagai jurnal dan tesis yang dipublikasikan dan diolah B. Kerangka Pemikiran
Di samping informasi keuangan, informasi non keuangan yang terdapat dalam prospektus merupakan informasi penting yang diharapkan dapat membantu investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi pada perusahaan yang akan go public. Dengan demikian emiten dalam memperoleh tingkat pengembalian yang maksimal pada saat melakukan initial public offering dengan tujuan ekspansi usaha dapat terealisasi. Dalam penelitian ini, variabel stock offering (banyaknya saham yang ditawarkan emiten kepada public) dan stock retention (banyaknya saham yang ditahan oleh pemegang saham lama) merupakan informasi non keuangan yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap tingkat underpricing perusahaan pada industri non keuangan di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, dapat digambarkan bentuk kerangka penelitian sebagai berikut :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Stock Offering
Underpricing
Stock Retention s
C. Hipotesis 1.
Pengaruh Stock Offering terhadap Underpricing Stock
Offering
menunjukkan jumlah lembar saham
yang
ditawarkan kepada masyarakat pada saat melakukan initial public offering di pasar perdana. Semakin banyak jumlah saham yang ditawarkan oleh emiten kepada masyarakat, maka tingkat ketidakpastian di masa yang akan datang dan tingkat underpricing menjadi kecil. Hal ini berarti perusahaan (emiten) mempunyai informasi yang cukup baik dan mampu mengurangi tingkat ketidakpastian dari pasar sehingga mampu memperkecil initial return (Takarini dan Kustini, 2007 dalam How, 1995). Semakin besar saham yang ditawarkan kepada masyarakat maka semakin kecil tingkat underpricingnya, begitu sebaliknya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
Sohail dan Raheman (2009) menyatakan bahwa stock offering mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat underpricing Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis penelitian pertama dirumuskan dalam format hipotesis alternatif sebagai berikut: H1 : Stock Offering berpengaruh Signifikan terhadap Underpricing. 2.
Pengaruh Stock Retention terhadap Underpricing Stock retention (persentase kepemilikan saham yang ditahan oleh pemegang saham lama) menunjukkan adanya private information yang dimiliki oleh pemilik (pemegang saham lama). Dalam hal ini emiten memiliki informasi saham yang baik mengenai saham yang akan terjual, sehingga pemilik menahan sebagian sahamnya dengan harapan pada pasar sekunder nanti harga sahamnya akan meningkat. Initial return yang tinggi yang diterima investor menyebabkan tingkat underpricing yang tinggi yang harus ditanggung oleh emiten. Dengan demikian semakin besar proporsi saham yang ditahan oleh pemegang saham lama, maka akan semakin besar tingkat underpricing (Takarini, 2007 dalam Kim, 1993). Lowry dan Murphy (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Executive Stock Options and IPO Underpricing
menyatakan bahwa
variabel stock retention mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat underpricing. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis penelitian kedua dirumuskan dalam format hipotesis alternatif sebagai berikut: H2 : Stock Retention berpengaruh Signifikan terhadap Underpricing.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
3.
Pengaruh Stock Offering dan Stock Retention terhadap Underpricing Underpricing IPO merupakan sebuah signal kepada investor bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan bagus dan perusahaan yang jelek tidak memberikan underpricing. Signal yang diberikan oleh underpricing ini yaitu bahwa perusahaan tersebut akan memberikan keuntungan pada masa mendatang. (Allen dan Faulhaber (1989), Grinbaltt dan Hwang dan Welch (1989) dalam Haymans, Adler: 2005). Ari dan Alkaf (2011) menyatakan bahwa dalam teori sinyal, perusahaan
dengan
kualitas
tinggi
cenderung
memilih
tingkat
underpricing yang tinggi sebagai sinyal bahwa perusahaan tersebut bagus yang mana perusahaan dengan kualitas rendah tidak mampu melakukan hal yang sama. Kondisi underpricing merugikan untuk perusahaan yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari publik tidak maksimum. Sebaliknya jika terjadi overpricing, maka investor akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return (return awal) (Handayani, 2008). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis penelitian keempat dirumuskan dalam format hipotesis alternatif sebagai berikut: H3: Stock Offerin dan Stock Retention Berpengaruh Signifikan terhadap Underpricing
http://digilib.mercubuana.ac.id/