BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Kebijakan Publik Secara umum, istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah, dalam suatu bidang kegiatan tertentu. (Winarno , 2012). Menurut Anderson dalam Public Policy Making memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. (Winarno, 2012) Kebijakan publik yang dikemukakan oleh Dunn menekankan pada rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintah, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain. (Winarno, 2012). Menurut Santoso, dengan mengkomparasi berbagai definisi
yang
dikemukakan oleh para ahli menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengnai kebijakan publik dapat dibagi dalam dua wilayah. Pertama pedapat ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah. Para
8
9
ahli dalam kelompok ini cenderung menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksana kebijakan. Para ahli yang masuk dalam kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu, dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Para hali yang masuk dalam kubu pertama melihat kebijakan publik dalam tiga lingkungan, yakni perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan penilaian. Dengan kata lain menurut kubu ini kebijakan publik secara ringkas dapat dipandang sebagai proses perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan. Ini berarti bahwa kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sedangkan kubu kedua lebih melihat kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan. (Winarno, 2012) Dari beberapa definisi kebijakan publik yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan keberagaman masalah yang terjadi di dalam masyarakat, maka sebuah kebijakan publik diharapkan dapat merespon secara baik aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Dengan kebutuhan yang beragam dan semakin besar, pemerintah pun harus memanfaatkan segala sumber daya yang ada seperti manusia, akal, dana pembuatan kebijakan dan lain-lain agar menghasilkan
10
bentuk kebijakan yang ideal untuk memecahkan masalah tersebut. Diharapkan kebijakan publik yang nantinya diimplementasikan kepada masyarakat, dapat tepat guna siapa sasarannya, kapan dilaksanakannya kebijakan tersebut dan bagaimana cara melaksanakan kebijakan dengan baik dan tepat. (Wantu, 2012) Penulis mengangkat sebuah kebijakan publik yaitu SK Kementrian BUMN Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S92/DS.MBU/2013 tentang program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilakukan oleh beberapa BUMN yang mewakili berbagai sektor industri.
2.1.2. Evaluasi Kebijakan Publik. Secara umum menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan publik dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi, dan dampak. Dalam hal ini evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijaka. Dengan demikian evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan. (Winarno, 2012)
Evaluasi kebijakan adalah pengukuran dari keseluruhan efektivitas program nasional dalam menemukan sasaran, dan pengukuran dari efektivitas
11
yang relative dua atau lebih program dalam menemukan sasaran bersama. (Wantu, 2012) Evaluasi kebijakan merupakan suatu aktivitas untuk melakukan penilaian terhadap akibat – akibat atau dampak kebijakan dari berbagai program – program pemerintah. Pada studi evaluasi kebijakan telah dibedakan antara policy impact/outcome dan policy output. Policy Impact/outcome adalah akibat – akibat dan konsekuensi – konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu kebijakan. Policy output ialah dari apapun yang telah dihasilkan dengan adanya program proses perumusan kebijakan pemerintah. Evaluasi kebijakan difokuskan pada pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik. (Wantu, 2012) Dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah penilaian keseluruhan dari aktivitas program nasional untuk menilai sejauh mana sasaran dapat tercapai, mengendalikan tingkah laku dari orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kebijakan dan mempengaruhi respon dari mereka yang berada di luar lingkungan politik. Dengan adanya evaluasi, tidak hanya untuk menilai kegiatan yang sedang berjalan tersebut sesuai harapan atau tidak, tetapi juga dapat menghasilkan insiatif-inisiatif baru untuk memodifikasi kebijakan awal agar menghasilkan peningkatan efektivitas manajemen dan administrasi program serta bentuk pertanggungjawaban hasil kepada pihak yang mensponsori kebijakan tersebut. Evaluasi juga sebagai penilaian akibat-akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas program tersebut karena suatu kebijakan akan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi baik yang berdampak positif dan/atau negatif.
12
Penulis akan melaksanakan evaluasi kebijakan terhadap SK Kementrian BUMN Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S92/DS.MBU/2013 tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dilakukan oleh beberapa BUMN yang difokuskan pada program kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Menengah. Evaluasi ini dilakukan untuk menilai efektivitas program kemitraan dan dampak-dampak apa saja yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut.
2.1.3. Evaluasi Program Untuk menilai sebuah keberhasilan kebijakan ataupun program, perlu dilakukannya evaluasi terhadap program secara berkala. Artinya Program evaluasi mengacu pada proses berpikir untuk memfokuskan pertanyaan-pertanyaan dan topik-topik, mengumpulkan informasi yang tersedia, dan setelah itu menganalisa dan menginterpretasikan informasi tersebut untuk sebuah penggunaan tujuan yg spesifik. Enviromental Protection Agency (EPA) mengungkapkan definisi yang berbeda yaitu evaluasi program merupakan sebuah cara pembelajaran yang sistematis berdasarkan pengalaman masa lalu dengan menilai bagaimana suatu program dilaksanakan dengan baik. Fokus evaluasi program yaitu akan menguji factor-faktor identitas khusus dari sebuah program dengan cara yang lebih komprehensif dibandingkan dengan menguji pengalaman sehari-hari. (Wantu, 2012) Evaluasi Program adalah penilaian secara sistematis pada sebuah operasi atau hasil dari sebuah program atau kebijakan, dengan membandingkan
13
seperangkat standar eksplisit atau implisit sebagai sarana dalam memberikan kontribusi bagi perbaikan program atau kebijakan. (Wantu, 2012) Menurut Pemerintah Federal Amerika Serikat pengertian evaluasi program yaitu studi sistematik yang dilakukan untuk menguji bagaimana sebuah program berkerja dengan baik yang secara tipikal fokus pada pencapaian tujuan program. (Wantu, 2012) Studi sistematik atau disebut juga sebagai evaluasi ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan lebih baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi yang lain. (Winarno, 2012) Berdasarkan beberapa definisi di atas, bahwa evaluasi program merupakan sebuah studi yang sistematik dalam melakukan penilaian terhadap sebuah program atau kebijakan yang telah diimplementasikan. 2.1.4. Efektivitas Keefektifan selalu dikaitkan dengan sebuah organisasi, bahwasannya organisasi yang efektif apabila menjalankan sebuah program atau kebijakan dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam program atau kebijakan tersebut. Menurut Hadayaningrat, efektivitas menjelaskan hubungan antara keluaran organisasi dengan yang seharusnya tercapai. Dalam pengukurannya dapat dihitung dengan nilai persentase atas pencapaian dengan sasaran yang telah ditetapkan Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. (Yulianti, 2012)
14
Menurut Ulum pengertian efektivitas yaitu merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).(Mochyi, 2012) Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran atau output program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output pada pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan. Dari beberapa pengertian efektivitas diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah kesuksesan atau kegagalan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. 2.1.5. Karakteristik Efektivitas Organisasi Efektivitas juga dapat diartikan sebagai penggambaran siklus input dan proses output. Petters dan Waterman mengemukakan tentang karakteristik umum dari perusahaan-perusahaan efektif, yaitu :
1. Mempunyai bias terhadap setiap tindakan dan penyelesaian pekerjaan yang dilakukan. 2. Selalu dekat dengan para pelanggan agar dapat mengerti secara penuh apa yang dibutuhkan oleh para pelanggan. 3. Memberikan tingkat otonomi yang tinggi pada para pegawai serta memupuk semangat kewirausahaan pegawai tersebut.
15
4. Berusaha untuk meningkatkan produktivitas lewat partisipasi para pegawai perusahaan. 5. Para pegawai telah mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh perusahaan dan para manajer perusahaan terlibat secara aktif pada masalah disetiap tingkatan. 6. Selalu berdekatan dengan usaha yang diketahui dan dipahami oleh pegawai perusahaan. 7. Memiliki struktur organisasi yang bersifat luwes dan sederhana, dengan jumlah individu-individu yang minimal dalam aktivitas staf yang mendukung bidangnya. 8. Menggabungkan kontrol yang sifatnya ketat dan desentralisasi yang bertujuan mengamankan nilai-nilai inti perusahaan dengan kontrol yang longgar pada bagian-bagian lain untuk mendorong pengambilan resiko serta inovasi.
Gibson dalam Yulianti (2012) mengemukakan pula kriteria efektivitas organisasi yang terdiri dari 5 (lima) unsur, yaitu : 1. Produksi. Produksi merupakan kriteria efektivitas yang mengacu pada ukuran keluaran utama dari organisasi. Ukuran dari produksi mencakup tentang keuntungan, penjualan, pangsa pasar, dokumen yang diproses, rekanan yang dilayani, dan sebagainya. Ukuran tersebut memiliki hubungan secarqa langsung dengan pelanggan dan rekanan organisasi yang bersangkutan.
16
2. Efisiensi. Efisiensi merupakan kriteria efektivitas mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang langka oleh organisasi. Efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan. Ukuran efisiensi terdiri dari keuntungan dan modal, biaya per unit, pemborosan, waktu terluang, biaya per orang, dan sebagainya. Efisiensi diukur berdasarkan rasio antara keuntungan dengan biaya atau waktu yang digunakan. 3. Kepuasan. Kepuasan merupakan kriteria efektivitas yang mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan dan anggotaanggota perusahaan tersebut. Ukuran dari kepuasan meliputi sikap karyawan, penggantian karyawan, absensi, kelambanan, keluhan, kesejahteraan dan sebagainya. 4. Keadaptasian. Keadaptasian merupakan kriteria efektivitas yang mengacu pada tanggapan organisasi terhadap perubahan eksternal dan internal. Perubahanperubahan
eksternal
seperti
persaingan,
keinginan
para
pelanggan, kualitas produk, dan sebagainya serta perubahan internal seperti ketidakefisienan, ketidakpuasan, dan sebagainya merupakan adaptasi terhadap lingkungan.
5. Kelangsungan hidup.
17
Kelangsungan hidup merupakan kriteria efektivitas mengacu pada tanggung jawab organisasi atau perusahaan dalam usaha memperbesar kapasitas dan potensinya untuk dapat berkembang. Indikator-indikator yang digunakan ialah produktivitas, efisiensi, kecelakaan, pergantian pegawai, absensi, kualitas, tingkat keuntungan, moral, dan kepuasan karyawan atau anggota perusahaan.
2.1.6. Pendekatan Efektivitas Menurut Martani dan Lubis dalam Mochyi (2012), ada tiga pendekatan dalam mengukur efektivitas organisasi, yaitu: 1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. 3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Steers mengemukakan bahwa efektivitas bersifat abstrak, oleh karena itu hendaknya efektivitas tidak dipandang sebagai keadaan akhir akan tetapi merupakan proses yang berkesinambungan dan perlu
dipahami
bahwa
komponen
dalam
suatu
program
saling
18
berhubungan satu sama lain dan bagaimana berbagai komponen ini memperbesar kemungkinan berhasilnya program. Menurut Gibson yang dikutip oleh Yulianti (2012) mengungkapkan tiga pendekatan mengenai efektivitas yaitu: 1. Pendekatan Tujuan. Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian tujuan sebagai kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh yang kuat atas pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan tujuan ini adalah pendekatan teori sistem. 2. Pendekatan Teori Sistem. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-prosespengeluaran dan beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok atau organisasi.
19
Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan: a. Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan-proses-keluaran, bukan keluaran yang sederhana, dan b. Kriteria efektivitas harus mencerminkan hubungan antar organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasai itu berada. Jadi efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah konsep komponen. c. Tugas manajerial adalah menjaga keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya 3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini adalah perspektif yang menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan individual dalam hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan pentingnya 16 hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu
organisasi.
Dengan
pendekatan
ini
memungkinkan
mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem guna memperoleh pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi.
Menurut Robbins dalam Mochyi (2012) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas organisasi:
20
1. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach). Pendekatan ini memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya
(ends) daripada caranya
(means). Kriteria
pendekatan yang populer digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan dan lain sebaginya. metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dekenal dengan Management By Objectives (MBO) yaitu falsafah manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. 2. Pendekatan sistem. Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya, mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya. 3. Pendekatan konstituensi-strategis. Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
21
4. Pendekatan nilai-nilai bersaing. Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada. Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya tujuan yang jelas, 2. Struktur organisasi. 3. Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, 4. Adanya sistem nilai yang dianut.
Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi. Di bawah ini penulis menguraikan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yang dikemukakan oleh Steers dalam Gammahendra (2014):
1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka
22
menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas. 2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi. 3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi. 4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai.
Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber
23
daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi. 2.1.7. Pengelolaan Dana 2.1.7.1.Pengelolaan Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2013) adalah penyelenggaraan,
pengurus
atau
proses
yang
membantu
merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan organisasi. Pengelolaan sama halnya manajemen, karena pengelolaan dalam sebuah organisasi
dengan
memerlukan
pelaksanaan tanggung jawab manajerial secara terus menerus. Dan tanggung jawab tersebut secara kolektif sering disebut sebagai fungsi manajemen. Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakantindakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. (Siswanto, 2013) Dikatakan manajemen adalah suatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pengorganisasian, memimpin, dan pengendalian organisasi manusia, keuangan, fisik dan informasi sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, apabila dalam sistem dan proses perencanaan,
pengorganisasian,
pengarahan,
penganggaran,
dan
sistem
pengawasan tidak baik, proses manajemen secara keseluruhan tidak lancar sehingga proses pencapaian tujuan akan terganggu atau mengalami kegagalan (Siswanto, 2013).
24
Berdasarkan definisi manajemen diatas secara garis besar tahap-tahap dalam
melakukan
manajemen
meliputi
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan merupakan proses dasar dari suatu kegiatan pengelolaan dan merupakan syarat mutlak dalam suatu kegiatan pengelolaan.
Kemudian
pengorganisasian
berkaitan
dengan
pelaksanaan
perencanaan yang telah ditetapkan. Sementara itu pengarahan diperlakukan agar menghasilkan sesuatu yang diharapkan dan pengawasan yang dekat. Dengan evaluasi, dapat menjadi proses monitoring aktivitas untuk untuk menentukan apakah individu atau kelompok memperoleh dan memepergunakan sumbersumbernya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Berkaitan dengan aktivitas pengelolaan, seorang manajer dituntut untuk mampu melaksanakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya, tak terkecuali dalam hal pengelolaan dana organisasi. Mengingat dana merupakan salah satu unsur yang sangat signifikan dalam upaya pencapaian tujuan sebuah organisasi, maka konsentrasi yang penuh dalam pengelolaannya perlu untuk dilakukan. Oleh karenanya, pengelola dalam tubuh organisasi merupakan salah satu hal yang terpenting dalam upaya mewujudkan semua hal agar menjadi lebih baik. 2.1.7.2.Dana Dana sering diartikan sebagai kas, sedangkan kas merupakan uang tunai yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau lembaga. Dana atau kas adalah merupakan bentuk aktivitas yang paling likuid yang bisa digunakan segera untuk memenuhi kewajiban keuangan dalam suatu organisasi. Karena sifat likuidnya
25
tersebut, kas memberikan keuntungan yang paling rendah. Pengertian dana juga merupakan sebuah istilah keuangan yang umum di dalam perusahaan yang merupakan area fungsi bisnis yang bertanggung jawab untuk mendapatkan dana, mengelolanya dan menentukan alternatif penggunaan terbaik. (Siswanto, 2013) Dalam mendapatkan dana tersebut, maka diperlukan adanyan sumber-sumber dana. Secara umum sumber dana dalam sebuah organisasi dapat diklasifikasikan berasal dari dua sumber (Siswanto, 2013) yaitu : a. Sumber dana dari dalam 1)
Intern Financing yang merupakan penggunaan laba, cadangancadangan, dan laba yang tidak dibagi.
2)
Intensif Financing yang merupakan dana yang berasal dari penyusutan-penyusutan aktiva tetap.
b. Sumber dana dari luar Kebutuhan dana yang diambil dari sumber-sumber diluar perusahaan, dapat digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan. Sumber dana dari pemilik atau calon pemilik yang artinya akan membentuk modal sendiri. PKBL sebagai sebuah program sosial yang dilakukan oleh BUMN tentunya memiliki mekanisme pengelolaan dana tersendiri, terpisah dari kegiatan utama BUMN tersebut Pengelolaan dana di setiap BUMN dapat dilakukan dengan cara yang berbeda beda sesuai dengan kebijakan masing-masing BUMN. Namun, pada prinsipnya pengelolaan dana tersebut seharusnya dapat dikelola dengan baik sesuai dengan tata kelola perusahaan yang berlaku.
26
Dalam Penelitian ini, pengelolaan dana PKBL BUMN khususnya program kemitraan akan dinilai efektivitas nya dengan mengacu pada indikator tingkat kesehatan BUMN yang diatur dalam PER-10/MBU/2014. Kemudian dihubungkan dengan kebijakan menteri BUMN terbaru pada tahun 2013 tentang dana kemitraan yaitu Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 surat edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013 yang menyatakan bahwa pengelolaan dana kemitraan PKBL BUMN diserahkan pada pihak ketiga. Sehingga akan dibandingkan efektivitas pengelolaan dana kemitraan antara sebelum dan sesudah terbitnya peraturan tersebut. Hal ini dilakukan juga bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan yang diterapkan pemerintah. 2.1.8. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, definisi BUMN adalah : 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah Badan Usaha yang seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya di sebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
27
3. Perusahaan Perseroan Terbuka, yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteia tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perudang-undangan di bidang pasar modal.
2.1.9. Program Kemitraan Program Kemitraan merupakan salah satu
instrumen perwujudan
tanggung jawab sosial BUMN yang wajib dilaksanakan bagi seluruh BUMN sebagai wujud kontribusi perusahaan terhadap masyarakat. Program Kemitraan ditujukan bagi para pengusaha menengah dan kecil agar mereka dapat meningkatkan kemampuan usahanya sehingga bisa menjadi tangguh dan manidiri melalui pemanfaatan bagian laba BUMN. Berdasarkan Peraturan Menteri BUMN No. 20/MBU/2012 mengenai Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan yang dimaksud dengan kemitraan adalah kerjasama usaha
antara
usaha kecil dengan usaha menengah dan atau usaha besar (termasuk BUMN) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.
28
Kinerja Program Kemitraan dilihat dari indikator penyaluran (efektivitas) dan indikator peengembalian (kolektibilitas) menjadi salah satu indikator penilaian kinerja BUMN berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-10/MBU/2014 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN. Sumber dana Program Kemitraan terdapat perubahan dimana sumber dana semula berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan maksimum sebesar 2% namun pada
tahun 2013 menjadi beban operasional perusahaan. Program
Kemitraan diberikan dalam beberapa bentuk, yaitu : a) Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan. b) Pinjaman khusus untuk memenuhi kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha mitra binaan (MB). c) Biaya pembinaan yang bersifat hibah, yang meliputi biaya pendidikan, pelatihan, pemagangan,pemasaran, promosi
dan hal lain yang
menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan serta untuk pengkajian atau Penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan. Tujuan dari Program Kemitraan adalah untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi pengusaha yang tangguh dan mandiri pemanfaatan dana BUMN, penjaminan bagi
memperluas akses terhadap
UMKM untuk keperluan investasi
melalui
pembiayaan dan
dan modal kerja, serta
meningkatkan citra BUMN melalui program kemitraan ini. Sasaran yang ingin
29
dicapai yaitu mengarahkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang besar dan berkembang dengan meningkatkan kemampuan manajerial dalam kewirausahaan dan pemasaran dengan memberikan bimbingan, pinjaman modal kerja maupun investasi sehingga usaha kecil yang kurang sehat akan menjadi seha, yang sehat akan menjadi tangguh mandiri dan berkembang dan akhirnya mampu mendapatkan pinjaman lembaga perbankan. Kewajiban BUMN dalam membina usaha kecil dan koperasi antara lain menyusun Standard Operating Procedure (SOP) yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direksi, menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), melakukan evaluasi dan seleksi atas kelayakan usaha dan menetapkan calon Mitra Binaan secara langsung, menyiapkan serta menyalurkan dana Program Kemitraan kepada Mitra Binaan, melakukan pemantauan dan pembinaan terhadap Mitra Binaan, mengadministrasikan kegiatan pembinaan, melakukan pembukuan atas Program Kemitraan, menyampaikan laporan pelaksanaan program yang meliputi laporan berkala baik triwulanan maupun tahunan kepada Menteri dan menyampaikan laporan tersebut kepada Koordinator BUMN Pembina di wilayah masing— masing. Selain pemberian pinjaman, BUMN juga wajib melakukan pembinaan dengan memberikan pelatihan manajerial dan pemasaran. Pembinaan terhadap usaha kecil diberikan untuk jangka waktu maksimal 5 tahun. Penggunaan dana Program Kemitraan tersebut diaudit dan dipertanggungjawabkan di RUPS.
30
Kewajiban mitra binaan terhadap
BUMN pembina antara lain
melaksanakan kegiatan usaha sesuai rencana yang telah disetujui oleh BUMN Pembina, menyelenggarakan pencatatan atau
pembukuan dengan tertib,
membayar kembali pinjaman secara tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dan menyampaikan laporan perkembangan usaha setiap triwulan. Pinjaman Program Kemitraan dituangkan dalam Surat Perjanjian yang memuat ; a. Nama dan Alamat BUMN Pembina dan Mitra Binaan. b. Hak dan Kewajiban BUMN Pembina dan Mitra Binaan. c. Jumlah pinjaman dan peruntukannya. d. Syarat-syarat pinjaman (jangka waktu, besarann angsuran pokok dan jasa administrasi) e. Besaran jasa administrasi pinjaman pertahun sebesar 6% (enam persen) dari limit pinjaman atau lain oleh Menteri.
31
Kualitas pinjaman dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut : Tabel 2.1. Kualitas Pinjaman Waktu Pembayaran Kualitas Pinjaman Angsuran Pokok & Jasa Lancar
Tepat waktu/keterlambatan maks 30 hari
Kurang lancar
Keterlambatan > 30 hari s/d 180 hari
Diragukan
Keterlambatan > 180 hari s/d 270 hari
Macet
Keterlambatan > 270 hari
Sumber : Laporan PKBL Perumnas Tahun 2013 2.1.10. Pengukuran Kinerja Program Kemitraan Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-10/MBU/2014 tentang Indikator Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara Jasa Keuangan Bidang Usaha Perasuransian dan Jasa Penjaminan, efektivitas penyerapan dana dan tingkat kolektibilitas Program Kemitraan dapat dinilai dengan rumus sebagai berikut : a. Tingkat Kolektibilitas Rumus :
Rata-rata Tertimbang Kolektibilitas Pinjaman Jumlah Pinjaman yang Disalurkan
Definisi:
Rata-rata tertimbang perkalian antara pinjaman untuk
kolektibilitas pinjaman adalah
bobot kolektibiltas (%)
dengan saldo
masing-masing kategori kolektibilitas
32
sampai
dengan
periode
akhir
tahun
buku
yang
bersangkutan. Bobot masing-masing tingkat kolektibilitas adalah sebagai berikut : a. Lancar 100 % b. Kurang lancar 75 % c. Ragu-ragu 25 % d. Macet 0 % Jumlah pinjaman yang disalurkan adalah seluruh pinjaman kepada Usaha Kecil dan Koperasi sampai dengan periode akhir tahun buku yang bersangkutan. Tabel 2.2. Penilaian Skor Kolektibilitas Tingkat Kolektibilitas Pinjaman Dana Kemitraan Tingkat Pengembalian (%)
Skor
> 70
3
40 s.d 70
2
10 s.d 40
1
<10 0 Sumber : Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-10/MBU/2014
b. Efektivitas Penyaluran Dana Rumus :
Jumlah Dana yang Disalurkan Jumlah Dana yang Tersedia
Definisi :
Jumlah dana tersedia adalah seluruh dana pembinaan yang tersedia dalam tahun yang bersangkutan yang terdiri atas :
33
a. Saldo awal b. Pengembalian Pinjaman c. Setoran eks pembagian laba yang diterima dalam tahun yang bersangkutan d. Pendapatan bunga dari pinjaman Jumlah dana yang disalurkan adalah seluruh dana yang disalurkan kepada usaha kecil dan koperasi dalam tahun yang bersangkutan yang terdiri dari hibah dan bantuan pinjaman,
termasuk
dana
penjaminan
(dana
yang
dialokasikan untuk menjamin pinjaman usaha kecil dan koperasi kepada Lembaga Keuangan). Skor penilaian efektivitas penyaluran dana : Skor 0 : Penyaluran < 80% dari dana tersedia Skor 1 : 80% ≤ penyaluran ≤85% dari dana tersedia Skor 2 : 85% ≤ penyaluran ≤90% dari dana tersedia Skor 3 : penyaluran >90% dari dana tersedia Tabel 2.3. Penilaian Skor Efektivitas Penyaluran
Efektivitas Penyaluran Tingkat Penyerapan Dana Kemitraan (%) Skor > 90 3 85 s.d 90 2 80 s.d 85 1 < 80 0 Sumber : Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. PER-10/MBU/2014
34
2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian-Penelitian sebelumnya banyak yang membahas tentang tanggung jawab sosial BUMN, terdapat beberapa Penelitian yang relevan dengan Penelitian penulis diantaranya yang dilakukan oleh : a. Rahardjo yang menghasilkan kesimpulan bahwa kepedulian yang ditunjukkan oleh Manajemen PT. Angkasa Pura II (Persero) dalam pelaksanaan tanggung jawab eksternal, ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan sesungguhnya dari masyarakat lokal. Penyebab pokok dari keadaan ini adalah tidak ada kebijakan operasional yang memadai dan dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan CSR. Sehingga dalam melakukan kegiatannya,
tidak didasari perencanaan yang baik, tidak
adanya keterpaduan antar program, struktur organisasi
yang kurang
mendukung serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak memadai. b. Nursahid yang menyimpulkan bahwa : a.
Sebagian besar bantuan sosial yang diberikan korporasi
(PT.
Krakatau
Steel,
oleh ketiga
PT. Pertamina,
dan
PT.
Telekomunikasi Indonesia) kepada masyarakat masih bersifat filantropi. Bantuan tersebut masih ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan sesaat, belum memikirkan aspek keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat secara optimal.
35
b. Meskipun pelaksanaan program ini didorong oleh kesadaran untuk bertanggung jawab secara sosial, namun pembentukan citra positif korporasi melalui bantuan terasa lebih menonjol. c. Korporasi
belum
memiliki
blueprint
terkait
dengan
penyelenggaraan bantuan sosial. Ketiadaan ini menyebabkan program belum dapat sepenuhnya dilakukan berdasarkan tujuan, target dan pengukuran tingkat keberhasilan secara jelas. d. Pada umumnya stakeholder mempunyai persepsi positif terhadap korporasi terkait dengan penyelenggaraan bantuan. c. Yulianti menunjukan bahwa : a. Terdapat beberapa program-program PTPN 7 Peduli
yang
pelaksanaannya dinilai efektif yaitu program peduli lingkungan, peduli pendidikan, dan peduli keagamaan. Sedangkan program yang tidak efektif antara lain adalah peduli bencana alam, peduli kesehatan,
peduli pembangunan, dan peduli pelestarian
lingkungan. d. Steurer menyimpulkan bahwa kebijakan publik mengenai tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh BUMN di Amerika dan Inggris di awali dengan adanya kepentingan politik oleh masing-masing negara. Sehingga pelaksanaanya masih belum maksimal dan kebijakannya terus berubah ubah sesuai dengan pemerintahan yang berlangsung. Namun seiring
36
dengan perkembangan waktu, implementasi atas kebijakan tanggung jawab sosial memiliki dampak positif dimana perusahaan baik BUMN maupun swasta menjadi lebih mudah dalam perizinan bisnisnya. Secara tidak langsung berefek pada pemangkasan birokrasi serta biaya yang dikeluarkan kedua belah pihak. 2.3. Kerangka Pemikiran Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) yang dijalankan perusahaan BUMN mencakup dalam berbagai bidang, diantaranya Industri, perdagangan, pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, jasa, dan bidang lainnya. Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dilakukan sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang menyatakan mengenai Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan penyelenggaraan usaha kecil (Pasal 14) dan Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembiayaan bagi pengembangan usaha kecil (Pasal 21). Kemudian dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dimana disebutkan bahwa salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat (Pasal 2). Serta adanya Keputusan Menteri BUMN No. Per-07/MBU/2013 tanggal 03 April 2013 dan Surat Edaran bernomor S-92/DS.MBU/2013 yang menyatakan bahwa mulai tahun 2013, alokasi laba untuk Program Kemitraan ditiadakan, sedangkan Program Kemitraan yang sudah berjalan agar tetap terus dijalankan, namun sudah tidak ada lagi aktivitas penyaluran pinjaman baru dan hanya dilakukan kegiatan penagihan serta monitoring terhhadap Mitra Binaan. Tentunya dengan adanya
37
peraturan tersebut akan memberikan beberapa dampak terhadap pelaksanaan Program Kemitraan selama tahun 2013. Dalam melaksanakan Program Kemitraan, perusahaan perlu mengetahui perilaku mitra binaan termasuk didalamnya adalah karakteristik mitra binaan dan atribut Program Kemitraan yang dipentingkan oleh mitra binaan agar dapat melaksanakan Program Kemitraan yang sesuai dengan harapan mitra binaan perusahaan. Selain itu, Program Kemitraan sebagai salah satu program CSR perusahaan perlu untuk dilakukan evaluasi dengan cara menganalisis efektivitas Program Kemitraan. Program sosial dirancang untuk mengembangkan banyak orang. Program bisa memberikan perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku individu. Dengan kriteria tertentu, Penelitian mengenai evaluasi program akan menggambarkan kesimpulan mengenai keefektifan, manfaat, dan kesuksesan program yang diteliti. Untuk mengukur efektivitas suatu program, pengukuran dilakukan berdasarkan kesesuaian efek program dengan tujuan dari program tersebut. Menurut Gibson yang dikutip oleh Yulianti (2012) ukuran efektivitas adalah sebagai berikut : 1) Kejelasan tujuan yang hendak kucapai 2) Kejelasan strategi pencapaian tujuan 3) Proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap 4) Perencanaan yang matang 5) Penyusunan program yang tepat 6) Tersedianya sarana dan prasarana
38
7) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik Efektivitas Program Kemitraan diukur berdasarkan ketercapaian tujuan dalam Program Kemitraan baik itu tujuan Program Kemitraan secara keseluruhan maupun tujuan dari program-program yang terdapat di dalamnya seperti Program Pelatihan, Pembinaan, Promosi, dan Kredit Murah. Efektivitas juga diukur dari pelaksanaan program-program tersebut. Mekanisme Pengukuran Kinerja PKBL secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-10/MBU/2014 Tentang Indikator Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara Jasa Keuangan Bidang Usaha Perasuransian Dan Jasa Penjaminan. Dalam Permen tersebut kinerja PKBL kolektibilitas.
diukur dari efektivitas penyaluran dan tingkat
39
Kerangka pemikiran diatas dapat digambarkan melalui model Tabel berikut : Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Efektivitas Pengelolaan Dana Program Kemitraan Sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013
Uji Beda Efektivitas Penyaluran
Tingkat Kolektibilitas
Efektivitas Pengelolaan Dana Program Kemitraan Setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013
Efektivitas Penyaluran
Tingkat Kolektibilitas
40
2.4.
Hipotesis
2.4.1. Efektivitas Pengelolaan Dana Program Kemitraan Sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S92/DS.MBU/2013 Berdasarkan pada
uraian telaah teori maka dapat dikembangkan
efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan sebelum Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013 dengan menilai efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas sesuai dengan Indikator Penilaian Kinerja PKBL yang diatur dalam Peraturan Menteri BUMN. Maka, hipotesis yang diajukan adalah : H1 :
Terdapat perbedaan
efektivitas penyaluran dana Program
Kemitraan sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013. H2 :
Terdapat perbedaan tingkat kolektibilitas dana Program Kemitraan sebelum penerapan peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013.
2.4.2. Efektivitas Pengelolaan Dana Program Kemitraan Setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S92/DS.MBU/2013 Efektivitas pengelolaan dana Program Kemitraan setelah Penerapan Peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-
41
92/DS.MBU/2013 dapat diukur dengan menilai efektivitas penyaluran dan tingkat kolektibilitas sesuai dengan Indikator Penilaian Kinerja PKBL yang diatur dalam Peraturan Menteri BUMN. Maka, hipotesis yang diajukan adalah : H3 : Terdapat perbedaan efektivitas penyaluran dana Program Kemitraan setelah penerapan peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013. H4 : Terdapat perbedaan tingkat kolektibilitas dana Program Kemitraan setelah penerapan peraturan Menteri BUMN No 05/MBU/2013 Surat Edaran Nomor S-92/DS.MBU/2013.