BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Produksi Secara Umum Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk (keluaran). Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong (2002), mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan suatu perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari berbagai macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut diatas. Dengan demikian, produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi juga jasa. Menurut Salvatore (2001), produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa.
11
12
Hubungan antara total produksi (TP), produksi rata-rata (AP) dan produksi marjinal (MP) dalam jangka pendek untuk satu input (input lain dianggap tetap/konstan) dapat dilihat pada gambar berikut:
2.1.2 Teori Permintaan Menurut penelitian Dewi Anggraeni (2006), pengertian permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang diminta oleh pasar. Hal ini berasal dari asumsi bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan inilah, maka terciptanya permintaan barang pemenuh kebutuhan manusia. Tetapi, apabila ditinjau dari sisi ilmu ekonomi, permitaan itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah fungsi yang menunjukkan kepada skedul tingkat pembelian yang direncanakan. Dengan kata lain, permitaan baru bisa terjadi pada saat konsumen memiliki kebutuhan akan barang tersebut dan juga memiliki daya beli untuk mendapatkan produk tersebut. Permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli dikenal dengan istilah permintaan efektif, sedangkan permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan saja disebut dengan permintaan potensial. Daya beli konsumen itu sendiri disokong oleh dua faktor mendasar, yakni pendapatan sang konsumen dan juga harga produk yang dikehendaki. Teori mengenai hukum permintaan yang paling sederhana dinyatakan oleh Nicholson (1999), yang berbunyi: “jika harga suatu barang naik, dalam kondisi Ceteris Paribus (faktor-faktor lain dianggap tetap), maka jumlah permintaan barang tersebut akan turun.
13
Ada tiga hal penting dalam permintaan. Pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (desired). Kedua, apa yang diinginkan tidak merupakan harapan kosong, tetapi merupakan permintaan efektif, artinya adalah jumlah orang bersedia membeli pada harga yang mereka harus bayar untuk komoditi tersebut. Ketiga, kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu (Lipsey, 1995). Ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan suatu barang, antara lain: 1. Harga Barang itu Sendiri Berdasarkan hipotesis ekonomi dasar, bahwa harga suatu barang dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama. Dengan kata lain, semakin rendah harga suatu barang maka jumlah yang akan diminta untuk barang itu akan semakin banyak, dan semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah yang diminta. Perubahan harga barang akan menggerakan kurva permintaan. 2. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang besar, maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak barang, walaupun harga barang itu tetap sama. Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan barang tersebut pada setiap tingkat harga yang mungkin. 3. Harga-harga Lainnya Kenaikan harga barang substitusi barang tertentu akan menggeser kurva
14
permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk barang tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Penurunan harga suatu barang komplementer akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menujukkan peningkatan permintaan untuk barang tersebut, lebih banyak yang dibeli pada setiap tingkat harga. 4. Selera Konsumen Selera berpengaruh besar terhadap keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera bisa berubah sangat lama atau sangat cepat. Perubahan selera terhadap suatu barang akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menujukkan peningkatan permintaan untuk barang tersebut, lebih banyak yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. 5. Distribusi Pendapatan Perubahan pada distribusi pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk barang yang dibeli oleh mereka, yang memperoleh tambahan pendapatan tersebut. Dan akan menggeser kurva permintaan kekiri yang menujukkan penurunan permintaan untuk barang yang dibeli oleh mereka yang kurang dalam pendapatannya. 6. Jumlah Penduduk Kenaikan jumlah penduduk akan menggeser kurva permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan terhadap barang tersebut, lebih banyak barang yang dibeli pada setiap tingkat harga.
15
2.1.3 Teori Perdagangan Internasional Berdasarkan teori keuntungan absolut oleh Adam Smith, perdagangan internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keunggulan absolut. Jika suatu negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah barang, namun kurang efisien dibanding dengan negara lain dalam memproduksi barang yang lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing untuk melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan barang lain yang memiliki kerugian absolut. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara digunakan dalam cara yang paling efisien. Teori keuntungan absolut/mutlak didasarkan kepada beberapa asumsi pokok, yaitu: a. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja. b. Kualitas barang yang diproduksi oleh kedua negara yang sama. c. Pertukaran dilakukan menggunakan barter atau tanpa uang. d. Biaya transport ditiadakan. Teori ini hanya memusatkan kepada variabel riil misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut. Namun berdasarkan keunggulan komparatif oleh David Ricardo, meskipun suatu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua barang, masih terdapat keunggulan komparatif dalam melakukan perdagangan
16
internasional. Apabila suatu negara tersebut melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produksi serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif (Salvatore, 1997). Teori ini berlandaskan pada asumsi: a. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya. b. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang. c. Tidak diperhitungkan biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran. d. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala prduksi tidak berpengaruh. Salvatore (1997), merumuskan model sederhana terjadinya perdagangan internasional sebagai berikut: Sebelum terjadinya perdagangan internasional harga relatif barang X di negara A sebesar Pa, sedangkan harga relatif barang X di negara B sebesar Pb. Pada hargaharga tersebut, baik di negara A maupun di negara B, terjadi keseimbangan produksi dan konsumsi. Setelah terjadi perdagangan internasional, harga relatif barang X akan terletak di barang Pa dan Pb jika kedua negara tersebut memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar. Jika harga yang berlaku diatas Pa, maka negara A akan memproduksi
17
barang X lebih banyak daripada tingkat permintaan (konsumsi) domestiknya. Akibatnya, penawaran meningkat menjadi Q2A dan permintaan menurun menjadi Q1A, sehingga terjadi kelebihan penawaran sebesar Q1AQ2A. kelebihan penawaran tersebut, selanjutnya akan diekspor ke negara B. Di lain pihak, jika harga yang berlaku lebih kecil dari Pb maka negara B akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi dari produksi domestiknya. Akibatnya, permintaan di negara B meningkat menjadi Q2B dan penawarannya turun menjadi Q1B. Dengan demikian, terjadi kelebihan permintaan di negara B sebesar Q1BQ2B. Hal ini akan mendorong negara B untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas barang X di negara A.
Negara A (Pengekspor)
Pasar Internasional
Negara B (Pengimpor)
Sumber : Salvatore, 1997 Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional
2.1.4 Impor Permintaan impor suatu negara merupakan selisih konsumsi domestik dikurangi produksi domestik dan dikurangi stok pada akhir tahun lalu. Secara matematik, impor dapat digambarkan sebagai berikut (Purwanti dalam
18
Purnamasari, 2006): Mt = Ct – Qt – St-1 ………………………………………………………… (2.1) Keterangan: Mt = jumlah impor pada tahun ke-t Ct = jumlah konsumsi pada tahun ke-t Qt = jumlah barang pada tahun ke-t St-1 = sisa stok pada tahun ke-t Selain faktor-faktor domestik diatas, fungsi impor suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar negeri, yaitu nilai tukar atau exchange rate (ERt) dan harga impor (P1gt). Dengan demikian, secara teoritis fungsi impor barang pertanian suatu negara dapat ditulis : Mt = f (Qt, Ct, St-1, ERt, Pigt) ……………………………………………… (2.2) Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan internasional, lawannya ekspor. Karena begitu erat kaitannya antara kegiatan impor dan ekspor, maka sebenarnya kebijakan yang diambil untuk kedua bidang ini dalam praktik sulit dipisahkan satu sama lain. Namun untuk memudahkan pembahasan masingmasing segi tersebut dicoba untuk memisahkan. Pada garis besarnya, kebijakan di bidang impor hanya menyangkut masalah tarif, macam-macam kuota impor, dan sebagaiman di bidang impor juga
19
kebijakan valuta asing baik melalui exchange control (kontrol valuta asing) maupun berbagai kebijakan kurs valuta asing.
2.1.5 Teori Cadangan Devisa Cadangan devisa (foreign exchange reserves) adalah simpanan mata uang asing oleh bank sentral dan otoritas moneter. Simpanan ini merupakan asset bank sentral yang tersimpan dalam beberapa mata uang cadangan (reserve currency) seperti dolar, euro, atau yen, dan digunakan untuk menjamin kewajibannya, yaitu mata uang lokal yang diterbitkan, dan cadangan berbagai bank yang disimpan di bank sentral oleh pemerintah atau lembaga keuangan. Menurut Rachbini (2000:113), cadangan devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri. Secara teoritis, cadangna devisa adalah aset eksternal yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Likuid 2. Dalam denominasi mata uang asing utama 3. Dibawah kontrol otoritas moneter 4. Dapat
dengan
segera
digunakan
untuk
penyelesaian
transaksi
internasional. Cadangan devisa meliputi emas moneter (monetary gold), hak tarik khusus (Special Drawing Rights), posisi cadangan di IMF (International Monetary Fund), cadangan dalam valuta asing (foreign exchange), dan tagihan lainnya
20
(other claims). Yang menjadi sumber cadangan devisa tersebut tentunya sumber daya alam yang melimpah ruah dan yang dapat diperdagangkan ke luar negeri. Sumber daya alam yang dimaksud seperti kopi, minyak, gas, karet, kayu, dan lainlain. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar utang luar negeri. Dimana pengelolaannya dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 pasal 13. Pengelolaan itu dilakukan dengan melalui berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat berharga secara tunai atau berjangka termasuk pemberian pinjaman. Sedangkan menurut Bank Dunia, peranan cadangan devisa adalah: 1. Untuk melindungi negara dari gangguan eksternal. Krisis keuangan pada akhir 1990-an membuat para pembuat kebijakan memperbaiki pabdangannya atas nilai dari cadangan devisa sebagai proteksi dalam melindungi dari krisis mata uang. 2. Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam penilaian kelayakan kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan tingkat cadangan devisa yang cukup dapat mencari pinjaman dengan kondisi yang lebih nyaman. 3. Kebutuhan likuiditas untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar. Posisi cadangan devisa suatu negara biasanya dinyatakan aman apabila mencukupi kebutuhan impor untuk jangka waktu setidak-tidaknya tiga bulan. Jika cadangna devisa yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan untuk tiga bulan
21
impor, maka hal itu dianggap rawan. Tipisnya persediaan valuta asing suatu negara dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi negara yang bersangkutan. Bukan saja negara tersebut akan kesulitan mengimpor barang-barang yang dibutuhkannya dari luar negeri, tetapi juga bisa memerosotkan kredibilitas posisi cadangan devisa itu menipis dan semakin tipis, maka dapat terjadi “serbuan” terhadap valuta asing di dalam negeri. Menghadapi keadaan demikian, sering terjadi pemerintah yang bersangkutan akhirnya terpaksa melakukan devaluasi. Menurut Tjahjono, cadangan devisa suatu negara dipengaruhi oleh transaksi berjalan dan impor. Perkembangan transaksi berjalan sautu negara perlu diwaspadai dengan cermat, karena defisit transaksi berjalan yang berlangsung dalam jangka panjang dapat menekan cadangan devisa. Oleh karena itu defisit tranaksi berjalan sering kali dipandang signal ketidakseimbangan makro ekonomi yang memerlukan penyesuaian nilai tukar atau kebijakan makro ekonomi yang ketat. Dalam rumus cadangan devisa dapat dilihat sebagai berikut : Cdvt = (Cdvt1 + Tbt + Tmt) ………………………………………
(2.3)
Keterangan: Cdvt
= Cadangan Devisa Tahun Tertentu
Cdvt1
= Cadangan Devisa Sebelumnya
Tbt
= Transaksi Berjalan
Tmt
= Transaksi Modal
Sistem devisa mengatur pergerakan lalu lintas devisa (valuta asing) ari suatu negara ke negara lain. Pada dasarnya sistem devisa terbagi atas tiga sistem,
22
yaitu: a. Sistem devisa kontrol b. Sistem devisa semi bebas c. Sistem devisa bebas Adapun pembahasan dari sistem devisa diatas sebagai berikut: a. Sistem Devisa Kontrol Pada sistem devisa kontrol, devisa pada dasarnya dimiliki oleh negara. Karena itu devisa yang dimiliki oleh masyarakat harus diserahkan pada negara, dan setiap penggunaan devisa harus memperoleh ijin dari suatu negara. Sistem ini pernah diterapakan di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 1964. Devisa ini juga terbagi atas 2 (dua), yaitu: Devisa Hasil Ekspor (DHE) Devisa Umum (DU) Dimana, setiap perolehan devisa baik itu dari devisa hasil ekspor (DHE) maupun devisa umum (DU), wajib diserahkan kepada negara seperti ke Bank Indonesia (BI). Dan setiap penggunaan devisa tersebut, baik impor maupun keperluan lainnya, harus memperoleh ijin juga dari Bank Indonesia. Dengan kewajiban seperti ini, bank Indonesia sehingga jumlah cadangan devisa, besarnya arus lalu lintas devisa dan penggunaannya dapat dipantau dan diperkirakan secara lebih pasti. b. Sistem Devisa Semi Bebas Pada sistem devisa semi bebas, untuk perolehan dan penggunaan devisa-
23
devisa tertentu wajib diserahkan dan mendapatkan ijin dari negara, sementara untuk jenis devisa lainnya dapat secara bebas digunakan dan diperoleh. Dalam arti, perolehan dan penggunaan devisa hasil ekspor (DHE) wajib diserahkan ke dan memeperoleh ijin dari bank Indonesia, sementara untuk devisa umum (DU) dapat secara bebas diperoleh dan dipergunakan. Sistem devisa ini pernah diterapkan di Indonesia berdasarkan Perpu No. 64 Tahun 1970 menggantikan UU No. 32 Tahun 1964. c. Sistem Devisa Bebas Sistem devisa bebas mulai diterapkan di Indonesia dengan PP No. 1 Tahun 1982 menggantikan baik UU No. 32 Tahun 1964 maupun perpu No. 64 tahun 1970. Dengan peraturan ini, masyarakat dapat secara bebas memperoleh dan menggunakan devisa. Hal ini berlaku baik bagi devisa dalam bentuk devisa hasil ekspor dan devisa umum. Tidak ada pengaturan mengenai kewajiban bagi penduduk untuk melaporkan devisa diperoleh dan dipergunakannya. Kebebasan ini yang kemudian disalahartikan dengan tidak wajib lapor, meskipun di negara-negara lain kewajiban pelaporan ini masih diberlakukan.
2.1.6 Nilai Tukar Nilai tukar adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang yang lainnya. Kurs memainkan peranan penting dalam keputusan-keputusan pembelanjaan karena kurs dapat memungkinkan kita
24
menerjemahkan harga-harga dari berbagai negara ke dalam satu bahasa yang sama. Apabila kondisi yang lainnya tetap, depresiasi mata uang dari suatu negara terhadap segenap mata uang lainnya (kenaikan harga valuta asing bagi negara yang bersangkutan) menyebabkan ekspornya lebih murah dan impornya lebih mahal. Sedangkan apresiasi (penurunan harga valuta asing di negara yang bersangkutan) membuat ekspornya lebih mahal dan impornya lebih murah. Perubahan nilai tukar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut: 1. Tingkat Inflasi Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. 2. Aktivitas Neraca Pembayaran Neraca pembayaran secara langsung dapat mempengaruhi nilai tukar. Dengan demikian, neraca pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan meningkatnya permintaan dari debitur asing. Saldo pembayaran yang pasif menyebabkan kecenderungan penurunan nilai tukar mata uang nasional sebagai seorang debitur dalam negeri mencoba untuk menjual semuanya menggunakan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal mereka. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai tukar ditentukan oleh tingkat keterbukaan ekonomi.
25
3. Perbedaan Tingkat Suku Bunga di Berbagai Negara Perubahan tingkat suku bunga di suatu negara akan mempengaruhi arus modal internasional. Pada prinsipnya, kenaikan suku bunga akan merangsang masuknya modal asing. Itulah sebabnya di negara dengan modal lebih tinggi tingkat suku bunga masuk, permintaan untuk meningkatkan mata uang, dan itu menjadi mahal. Pergerakan modal, terutama spekulatif “uang panas” meningkatkan kestabilan neraca pembayaran. Suku bunga mempengaruhi operasi pasar valuta asing dan pasar uang. Ketika melakukan transaksi, bank akan mempertimbangkan perbadaan suku bunga di pasar modal nasional dan global dengan pandangan yang berasal dari laba. Mereka lebih memilih untuk mendapatkan pinjaman lebih murah di pasar uang asing, dimana tingkat lebih rendah, dan tempat mata uang asing di pasar kredit domestik, jika tingkat harga yang lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan nominal suku bunga di suatu negara menurunkan permintaan untuk mata uang domestik sebagai tanda terima kredit yang mahal untuk bisnis. Dalam hal untuk mengambil pinjaman, pengusaha meningkatkan biaya produk mereka yang pada gilirannya menyebabkan tingginya harga barang dalam negeri. Hal ini, relatif mengurangi nilai mata uang nasional terhadap satu negara. 4. Tingkat Pendapatan Relatif Faktor lain yang dapat mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan pendapatan dalam negeri diperkirakan akan
26
melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan penawaran yang tersedia. 5. Kontrol Pemerintah Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal: a. Usaha untuk menghindari hambatan nilai ukar valuta asing. b. Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri. c. Melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang. Alasan pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah: a. Untuk melancarkan perubahan dari nilai mata uang domestik yang bersangkutan. b. Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang ditentukan. c. Tanggapan atas gangguan yang bersifat sementara. d. Berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga, dan tingkat pendapatan. 6. Ekspektasi Faktor lain yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi nilai tukar di masa mendatang. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valuta asing bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak kedepan. Dan sebagai contoh adalah berita mengenai akan melonjaknya
27
inflasi di Amerika Serikat dapat menyebabkan pedagang valuta asing menjual dolar, karena memperkirakan nilai dolar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar dolar dalam pasar.
2.2
Penelitian Sebelumnya Dalam kaitannya perkembangan sektor finansial suatu negara, terdapat
banyak hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sumber referensi oleh penulis: 1. Penelitian Surifanni (2004) Dalam penelitiannya mengenai permintaan impor kedelai dari Amerika Serikat dan aliran impor kedelai ke Indonesia. Penelitiannya menggunakan data sekunder dalam bentuk data time series dari tahun 1983 sampai 2002 dan data cross section tahun 2001, dengan menggunakan model permintaan impor yang diestimasi dengan teknik Kuadrat terkecil Biasa (OLS). Pada model permintaan impor kedelai Indonesia dari Amerika Serikat, peubah berpengaruh nyata adalah harga impor dan nilai tukar. Sementara sisanya lag volume impor, pendapatan per kapita, penggunaan oleh industri, harga kedelai domestik dan kebijakan kredit ekspor GSM 102 tidak berpengaruh nyata terhadap model. 2. Penelitian Purnamasari (2006) Dalam penelitiannya mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia. Penelitiannya menggunakan data
28
sekunder dalam bentuk time series (data deret waktu) dengan periode waktu 30 tahun yaitu dari tahun 1975 sampai 2004. Dalam metode penelitian, model analisis data yang digunakan adalah persamaan simultan. Masing-masing persamaan penelitian ini diduga dengan menggunakan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jumlah impor kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai. Jumlah impor kedelai responsif terhadap perubahan jumlah produksi dan konsumsi kedelai baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. 3. Popy Anggasari (2008) Popy Anggasari meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor kedelai Indonesia. Metode yang digunakan untuk menganalisis perkembangan produksi kedelai, konsumsi dan impor kedelai adalah metode analisis deskriptif. Metode yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor Indonesia adalah metode analisis linear berganda dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) program Eviews 4.1. Dalam penelitian ini, regresi linear berganda digunakan untuk melihat pengaruh variabel produksi kedelai domestik, harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan dummy tarif impor sebesar 10 dan 5 persen terhadap volume impor kedelai ke Indonesia. Selama kurun waktu 1997 sampai 2006, secara umum produksi kedelai domestik cenderung mengalami penurunan dengan hasil yang relatif rendah. Penurunan produksi tersebut dikarenakan oleh penurunan
29
luas panen kedelai setiap tahunnya dan rendahnya nilai produktivitas. Sementara itu, pertumbuhan permintaan kedelai cukup besar selama beberapa tahun terakhir dan relatif cukup tinggi. Dari tahun ke tahun impor kedelai relatif tinggi, sekitar 60 persen kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan impor. Volume impor kedelai secara nyata dipengaruhi oleh harga kedelai domestik, harga kedelai luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan dummy penetapan tarif impor 10 persen.
2.3
Kerangka Pemikiran Di Indonesia, jumlah kedelai yang diproduksi lebih sedikit, daripada
kebutuhan masyarakat. Berbeda dengan negara-negara produsen kedelai di dunia yang produksinya sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan. Pada saat ini, produksi kedelai di Indonesia mengalami penurunan. Sementara, kebutuhan masyarakat terhadap kedelai semakin tinggi. Kedelai merupakan makanan pokok yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia. Kedelai dapat dijadikan pendamping makanan pokok (nasi) seperti tempe, tahu, kecap dan sebagainya. Cadangan devisa bertambah ataupun berkurang tampak dalam neraca lalu lintas moneter. Cadangan devisa disimpan dalam neraca pembayaran (BOP). Cadangan devisa lazim diukur dengan rasio cadangan resmi terhadap impor, yakni jika cadangan devisa cukup untuk menutupi impor suatu negara selama 3 (tiga) bulan, lazim dipandang sebagai tingkat yang aman, dan jika 2 (dua) bulan atau kurang maka akan menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran (Rustian
30
Kamaludin, 1998). Harga kedelai di pasaran atau kedelai dalam negeri mengalami peningkatan dari harga asal sebesar Rp. 7.000,00 per kg menjadi Rp. 9.000,00 per kg. Hal ini disebabkan jumlah produksi kedelai yang semakin sedikit akibat pengurangan luas lahan produksi yang semakin menyempit. Menurut Adi Lumaksono yang menjabat sebagai Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, penurunan produksi terjadi karena adanya penurunan luas lahan area panen sebanyak 2,96 persen dan penurunan produktivitas 4,65 persen. Untuk luas lahan, pada tahun 2013 lalu lahan kedelai berjumlah 550,78 ribu hektar dengan produktivitas 14,16 kuintal per hektarnya. Maka dari itu, pemerintah harus mengupayakan agar masyarakat dapat terpenuhi kebutuhan terhadap produksi kedelai tersebut. Kurs dollar akan mempengaruhi harga kedelai di pasaran luar negeri. Jika kurs mengalami peningkatan (apresiasi) atau nilai rupiah mengalami depresiasi terhadap USD, maka harga kedelai Volume impor kedelai merupakan besaran yang akan diterima oleh negara Indonesia dalam bentuk kedelai yang diimpor dari negara produsen penghasil kedelai yang lebih besar dari produksi kedelai yang ada di Indonesia. Dari kerangka pemikiran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan variabel sebagai berikut : a. Pengaruh jumlah produksi kedelai dalam negeri terhadap volume impor kedelai di Indonesia Apabila dilihat dari jumlah produksi didalam negeri, jika kedelai diproduksi
31
menghasilkan kedelai lebih sedikit, maka akan melakukan impor kedelai dari luar negeri. Sebaliknya, jika kedelai dalam negeri mengalami peningkatan dalam produksinya, maka tidak perlu melakukan impor kedelai dari luar negeri. Selain itu, dilihat dari faktor-faktor produksinya, seperti sumber alam, tanah, modal, tenaga kerja dan keahlian yang dimiliki suatu negara dalam menghasilkan produknya, tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting dalam melakukan produksi, karena tenaga kerja merupakan faktor produksi yang terkandung dalam unsur fisik dan kemampuan dari tenaga kerja itu sendiri. b. Pengaruh cadangan devisa Indonesia terhadap volume impor kedelai di Indonesia Cadangan devisa berpengaruh postif terhadap volume impor, karena dengan adanya cadangan devisa yang didapat oleh Indonesia dari perdagangan ekspor, adanya tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, dan lain sebagainya, maka dapat menambah devisa suatu negara. Kedelai dalam negeri yang kurang memproduksi kedelai karena permintaan kedelai di Indonesia mengalami peningkatan konsumsi kedelai, maka dari itu Indonesia membeli kedelai yang diimpor dari Amerika dengan menggunakan cadangan devisa tersebut. c. Pengaruh harga kedelai Indonesia terhadap volume impor kedelai di Indonesia Hubungannya adalah apabila kedelai dalam negeri mengalami penurunan harga, maka tidak akan melakukan impor kedelai dari negara lain. Jika
32
sebaliknya, harga kedelai mengalami peningkatan dalam harganya, maka akan cenderung melakukan impor kedelai dari luar negeri. Harga juga tergantung pada permintaan dan penawaran. Hukum permintaan, jika harga naik, maka permintaan konsumen terhadap barang tersebut menurun. Sebaliknya, jika harga barang turun, maka permintaan konsumen terhadap barang tersebut meningkat. Tetapi didalam kasus ini tidak sama, karena jika suatu negara kekurangan jumlah suatu produk (misal kedelai) untuk memenuhi kebutuhan kedelai, impor kedelai dengan harga lebih murah dan dengan kualitas kedelai yang bagus cenderung akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kedelai di Indonesia. Kurs dollar juga dapat mempengaruhi harga kedelai internasional dalam melakukan impor kedelai kedalam negeri. Apabila kurs dollar naik, maka volume impor akan menurun. Sedangkan kurs dollar turun, maka volume impor akan meningkat. d. Pengaruh kurs dollar Amerika terhadap volume impor kedelai di Indonesia Kurs dollar juga dapat mempengaruhi harga kedelai luar negeri dalam melakukan impor kedelai ke dalam negeri. Jika rupiah depresiasi, mata uang dalam negeri akan melemah dan mata uang asing akan menguat, yang menyebabkan ekspor harus lebih ditingkatkan dan impor harus dikurangi. Dimana dengan peningkatan kurs dollar, maka konsumen akan membeli lebih sedikit, sehingga penawaran produsen luar negeri untuk melakukan impor berkurang. Apabila kurs dollar naik, maka volume impor akan turun. Sedangkan kurs dollar turun maka volume impor akan naik.
33
2.4
Hipotesis Menurut Sugiyono (2012:99), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan definisi diatas, hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan paradigma penelitian yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jumlah produksi kedelai dalam negeri dan nilai tukar (KURS) mempunyai hubungan negatif terhadap volume impor kedelai Indonesia dari Amerika Serikat baik secara parsial maupun secara simultan. 2. Cadangan devisa Indonesia dan harga kedelai Indonesia mempunyai hubungan positif terhadap volume impor kedelai Indonesia dari Amerika Serikat baik secara parsial maupun secara simultan.