BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Motivasi dan kepribadian sangat erat hubungannya. Motivasi merupakan kekuatan yang enerjik yang menggerakkan perilaku dan memberikan tujuan dan arah pada perilaku. Konsumen dipacu untuk memenuhi kebutuhan dan kinginannya bedasarakan skala prioritas dan kebutuhan tersebut berupa barang primer maupun barang sekunder. Di jaman sekarang karya seni berkembang dengan pesat dan banyak pengrajin yang kreatif menghasilkan karya seni seperti lukisan, patung, batu, kain yang unik sehingga menghasilkan karya seni yang bernilai tinggi dan harganya semakin mahal. Kebutuhan masyarakat tersebut ditangkap oleh pekarya sebagai peluang untuk mengembangkan karya dan kreativitas untuk memenuhi kebutuhan para konsumen dengan melakukan pengamatan kepada perilaku konsumen. Kinerja bisnis akan tercapai dengan baik apabila pemasaran bekerja dengan maksimal dalam usaha memperoleh konsumen yang potensial. 2.1.1 Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami mengapa konsumen melakukan dan apa yang mereka lakukan. Schifman dan Kanuk (2008:6) mengemukakan bahwa studi perilaku konsumen terpusat cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini
10
11
mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka membeli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya. Istilah perilaku konsumen erat hubunganya dengan objek yang studinya diarahkan pada permasalahan manusia. Defenisi perilaku konsumen menurut Nugroho dan Setiadi (2013:2) perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang
mendahului dan menyusuli tindakan ini. Dari dua pengertian diatas dapat diperoleh dua hal yang penting, yaitu :
(1) sebagai kegiatan fisik, dan (2) sebagai proses pengambilan keputusan. Berdasarkan beberapa defenisi yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi. a. Model Perilaku Konsumen Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh keadaan dan situasi lapisan masyarakat dimana ia dilahirkan dan berkembang. Ini berarti lapisan konsumen berasal dari lapisan masyarakat atau lingkungan yang berbeda akan mempunyai penilaian, kebutuhan, pendapat, sikap, dan selera yang berbeda-beda, sehingga pengambilan keputusan konsumen dalam tahap pembelian dipengaruhi oleh beberapa faktor.
12
Keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, kepribadian, dan psikologis dari pembeli. Menurut Nugroho dan Setiadi (2013:10 ) faktor-faktor yang mempengaruhi terdiri dari : 1. Faktor Kebudayaan, Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Bila makhluk-makhluk lainnya bertindak berdasarkan naluri maka perilaku manusia umumnya dipelajari. Faktor kebudayaan terdiri dari : Kebudayaan, Subbudaya, dan kelas sosial 2. Faktor Sosial,
Sosial merupakan kelompok referensi seseorang yang
terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Faktor sosial terdiri dari : Kelompok refensi, keluarga, peran dan status. 3. Faktor Pribadi, Pribadi merupakan kepribadian yang memiliki kontribusi terhapad perilaku konsumen terdiri dari : umur dan tahapan dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. 4. Faktor Psikologis, psikologis merupakan pilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor psikologis yaitu terdiri dari : motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap. Dari faktor-faktor di atas dapat ditarik kesimpulan kita sekarang dapat menghargai berbagai kekuatan yang mempengaruhi perilaku komsumen. Keputusan membeli seseorang merupakan hasil atau hubungan yang saling memengaruhi dan yang rumit antara faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis.
13
Banyak dari fakor-faktor ini tidak banyak dipengaruhi oleh pemasar. Namun faktor-faktor ini sangat berguna untuk mengidentifikasi pembeli-pembeli yang mungkin memiliki minat terbesar dalam suatu produk. b. Tahap-Tahap Dalam Proses Pembelian Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam pembelian mereka. Menurut Nugroho dan Setiadi (2013:14) Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut :
Mengenali kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan Membeli
Perilaku Pasca Pembelian
Sumber : Nugroho dan Setiadi (2013:14) Gambar 2.1 Proses Pembelian Konsumen Gambar 2.1 mengisyaratkan bahwa konsumen melewati kelima tahap seluruhnya pada setiap pembelian. Namun dalam pembelian yang lebih rutin, konsumen sering kali melompati atau membalik beberapa tahap ini. Model tersebut menunjukkan semua pertimbangan untuk muncul ketika konsumen menghadapi situasi membeli yang kompleks dan baru.
14
Secara perinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Pengenalan masalah. Proses membeli dimulai saat membeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi yang diinginkannya. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh rangsangan internal maupun external. 2. Pencarian informasi, Seseorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. Kita dapat membedakan dua tingkat yaitu : Proses mencari informasi secara aktif dimana ia mencari bahan-bahan bacaan, menelepon teman-teman dan melakukan kegiatan untuk mempelajari yang lain, mencari informasi yang sedang-sedang saja yang disebut perhatian yang meningkat. Sumbersumber informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok: a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, dan kenalan b. Sumber komersial : iklan, tenaga penjualan, penyalur, kemasan, dan pameran. c. Sumber umum : media massa, dan organisasi konsumen. d. Sumber
pengalaman
:
pernah
menangani,
menguji,
dan
menggunakan produk. 3. Evaluasi alternatif. Bagaimana konsumen memproses informasi tentang pilihan merek umtuk membuat keputusan akhir? Ternyata tidak ada proses evaluasi yang sederhana yang tunggal yang digunakan oleh konsumen atau bahkan oleh satu konsumen pada seluruh situasi membeli. Konsumen
15
mungkin mengembangkan seperangkat kepercayaan merek tentang dimana setiap merek berada pada ciri masing-masing. Karena kepercayaan merek menimbulkan citra merek. 4. Keputusan membeli. Pada tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi terhadap merek-merek yang terdapat pada perangkat pilihan. Konsumen mungkin juga membentuk tujuan membeli pada merek yang paling disukai. 5. Perilaku sesudah pembelian. Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen tersebut juga akan terlibat dalam tindakan sesudah pembelian dan pengguanaan produk yang akan menarik minat pemasar, pekerjaan pasar tidak akan berakhir pada saat suatu produk dibeli, tetapi akan terus berlangsung hingga periode sesudah pembelian. 2.1.2 Motivasi Konsumen Menurut Schifman dan Kanuk (2008:72) motivasi merupakan sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Nugroho dan Setiadi (2013:26) mendifinisikan motivasi konsumen sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk
16
mencapai kepuasan. Dalam pengertian sehari-hari, motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk berperilaku tertentu. a. Model Motivsi Konsumen Motivasi dapat
digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri
individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Tujuan tertentu yang mereka pilih dan pola tindakan yang mereka lakukan dan pola tindakan yang mereka lakukan untuk mencapai tujuan tersebut merupakan hasil dari pemikiran dan proses belajar individu.
Belajar 1.Kebutuhan 2. Keinginan 3. Hasrat yang belum
Ketegangan
Dorongan
Perilaku
Proses Kesadaran
Penemuan Tujuan atau Kebutuhan
Pengurangan Ketegangan
Sumber : Schiffman dan Kanuk ( 2008:&72) Gambar 2.2 : Model Proses Motivasi Dari gambar 2.2 didalamnya digambarkan motivasi sebagai keadaan tertekan karena dorongan kebutuhan yang “membuat” individu melakukan
17
perilaku yang menurut anggapannya akan memuaskan kebutuhan dan dengan demikian akan mengurangi ketegangan. Tujuan khusus yang ingin dicapai konsumen, dan rangkaian tindakan yang mereka ambil untuk mencapai semua tujuan ini, dipilih atas dasar proses berpikir ( kesadaran ) dan proses belajar sebelumnya. 1. Kebutuhan, setiap orang mempunyai berbagai kebutuhan; beberapa darinya adalah kebutuhan sejak lahir; yang lain adalah yang diperoleh kemudian, kebutuhan setiap orang antara lain kebutuhan dasar, kebutuhan primer, kebutuhan perolehan dan kebutuhan sekunder. 2. Sasaran adalah hasil yang diinginkan dari perilaku yang didorong oleh motivasi. 3. Pemilihan sasaran, untuk setiap kebutuhan tertentu, ada beberapa sasaran yang berbeda dan sesuai. Sasaran yang dipilih oleh individu tergantung pada pengalaman pribadi, kemampuan fisik dan nilai yang berlaku, serta kemudahan mencapai sasaran itu dalam lingkungan fisik dan sosial. b. Saling ketergantungan antara kebutuhan dan sasaran Kebutuhan dan sasaran saling tergantungan, tidak ada yang akan bisa eksis tanpa yang lainnya.Tetapi kesadaran orang terhadap sasarannya sering tidak sebesar orang itu terhadap kebutuhannya. Schiffman dan Kanuk (2008:76) Orang biasanya lebih menyadari kebutuhan fisiologisnya daripada kebutuhan psikologisnya. Kebanyakan orang mengetahui kapan mereka lapar, haus, atau dingin, dan mereka akan mengambil langkah yang
18
tepat untuk memuaskan semua kebutuhan ini. Orang tersebut mungkin tidak menyadari kebutuhan mereka akan pengakuan, harga diri, status. Tetapi, mereka mungkin secara tidak sadar telah terlibat dalam perilaku yang memuaskan kebutuhan psikologis ( kebutuhan perolehan prestasi ) mereka. c. Motivasi Positif dan Motivasi Negatif Arah motivasi dapat positif atau negarif. Kita dapat merasakan adanya tenaga pendorong ke arah atau menjauhi/menghindari obyek atau keadaan tertentu. Sebagai contoh, seseorang mungkin terdorong pergi ke restoran tertentu karena kebutuhan akan rasa lapar, dan meninggalkan alat angukatan sepeda motor untuk memenuhi kebutuhan keselamatan. Beberapa psikolog menyebut dorongan positif sebagai kebutuhanm keinginan, atau hasrat dan menyebut dorongan negatif sebagai rasa takut atau keengganan. Tetapi walaupun kekuatan motivasi positif dan negatif kelihatan sangat berbeda dari sudut kegiatan fisik (dan kadang-kadang bersifat emosional), keduanya pada dasarnya sama, yaitu keduanya bermanfaat untuk memenuhi dan menunjang perilaku manusia. Sasaran juga dapat positif dan negatif. Sasaran positif adalah sasaran yang menjadi arah perilaku ; jadi sasaran sering disebut obyek yang didekati. Sedangkan sasaran negatif adalah sasaran yang dihindari oleh perilaku, dan disebut obyek yang dijauhi Scihffman dan Kanuk (2008:77).
19
d. Motif Rasional Versus Emosional Beberapa pakar perilaku konsumen membedakan antara apa yang dinamakan motif rasional dan motif emosional. Mereka menggunakan istilah rasional dalam pengertian ekonomi tradisional, yang menganggap bahwa para konsumen berperilaku alternatif yang memberikan kegunaan yang terbesar kepada mereka. Asumsi yang membedakan perbedaan ini adalah bahwa kriteria subyektif atau emosional tidak memaksimalkan kegunaan atau kepuasan. Tetapi, masuk akal jika diasumsikan bahwa para konsumen selalu berusaha memilih berbagai alternatif yang, menurut pandangan mereka, membantu memaksimalkan kepuasan. e. Sifat Dinamis Motivasi Motivasi merupakan konsepsi yang dinamis yang terus-menerus berubah sebagai reaksi terhadap berbagai pengalaman hidup. Kebutuhan dan sasaran terusmenerus bertumbuh berubah sebagai jawaban terhadap keadaan fisik, lingkungan, pengalaman, dan interaksi individu dengan orang lain. Beberapa alasan mengapa kegiatan manusia yang didorong kebutuhan tidak pernah berhenti Schiffman dan Kanuk (2008:79) adalah sebagai berikut : a. Banyak kebutuhan yang tidak pernah terpuaskan sepenuhnya ; kebutuhan tersebut terus mendorong tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai atau mempertahankan kepuasan.
20
b. Setelah kebutuhan terpuaskan, kebutuhan baru dan urutanya lebih tinggi timbul yang menyebabkan tekanan dan mendorong kegiatan. c. Orang-orang yang berhasil mencapai sasaran mereka menetapkan sasaran baru dan lebih tinggi untuk diri mereka. f. Pemicu Berbagai Motif Kebanyakan kebutuhan khusus perorangan sering sekali tidak disadari oleh yang bersangkutan. Munculnya serangkaian kebutuhan khusus pada waktu tertentu mungkin disebabkan oleh rangsangan yang terdapat di dalam kondisi psikologis individu, oleh proses emosi atau kesadaran, atau oleh rangsangan yang berasal dari lingkungan di luar dirinya. a. Pemicu Psikologis. Kebutuhan jasmani pada waktu tertentu didasarkan pada keadaan psikologis seseorang pada waktu tersebut. b. Pemicu Emosional. Kadang-kadang menjadi pemicu atau rangsangan terhadap kebutuhan yang terpendam. Orang yang bosan atau kecewa dalam usaha mencapai sasaran mereka sering terjerumus ke dalam lamunan ( pemikiran yang autisitik ), di mana mereka membayangkan diri mereka dalam segala macam situasi yang diinginkan. c. Pemicu kesadaran. Kadang-kadang pemikiran yang tidak disengaja dapat menimbulkan kesadaran pikiran akan kebutuhan. d. Pemicu lingkungan. Serangkaian kebutuhan yang dialami orang pada waktu
tertentu
dilingkunganya.
sering dihidupkan oleh berbagai isyarat
khusus
21
g. Teori Motivasi Konsumen Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat beogenis ; kebutuhan tersebut timbul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, dan tidak nyaman. Satu perangkat proses psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan cukup mampu mendorong seseorang bertindak. Teori Motivasi Freud. Sigmund Freud mengasumsikan bahwa kekuatan psikologis yang membentuk perilaku manusia sebagaian besar tidak disadari dan bahkan seseorang tidak dapat sepenuhnya memahami motivasi. Ketika seseorang mengamati merek-merk tertentu, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan yang terlihat nyata pada merek-merek tersebut, melainkan juga pada petunjuk ( clues ) lain yang samar. Wujud, ukuran, berat, bahan, warna, dan nama merek dapat memicu asosiasi (arah pikiran) dan emosi tertentu. Teknik yang disebut penjenjangan (laddering) alat sampai ke motivasi yang lebih bersifat tujuan. Kemudian pemasar dapat memutuskan pada tingkat mana pesan dan daya tarik mau dikembangkan. Teori
Motivasi
Abraham
Maslow.
Abraham
Maslow
berusaha
menjelaskan mengapa orang didorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Mengapa seseorang menghabiskan waktu dan tenaga yang besar untuk mendapatkan penghargaan dari sesamanya? Jawaban Maslow adalah karena
22
kebutuhan manusia tersusun dalam hierarki, dari yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak. Berdasarkan urut tingkat kepentingaanya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan pengharagaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. 1. Kebutuhan fisik seperti makanan, minuman, tempat tinggal 2. Kebutuhan keamanan seperti keamanan dan perlindungan 3. Kebutuhan sosial seperti perasaan diterima sebagai anggota kelompok, dicintai 4. Kebutuhan penghargaan seperti harga diri, pengakuan, status 5. Kebutuhan aktualisasi diri seperti pemahaman dan pengembangan diri Teori Herzberg . Frederick Herzberg mengembangkan teori dua-faktor yang membedakan dissatisfiers (faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan) dan satisfiers (faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan). Tidak adanya dissatisfiers saja tidak cukup, sebaliknya satisfiers harus ada secara aktif untuk memotivasi pembelian. Teori motivasi Herzberg memiliki dua implikasi. Pertama, para penjual harus berusaha sebaik-baiknya menghindari dissatisfier. Kedua, para pabrikan harus mengidentifikasi satisfier atau motivator utama pembelian di pasar dan kemudian menyediakan faktor satisfier itu. Satisfier itu akan menghasilkan perbedaan besar terhadap merek apa yang dibeli pelanggan.
23
a. Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih,
mengorganisasi,
dan
menginterprestasi
masukan
informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti b. Pembelajaran Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan, dan penguatan. c. Memori Semua informasi dan pengalaman yang dihadapi orang ketika mereka mengarungi hidup dapat berakhir dalam memori jangka panjang. Para psikolog kognitif membedakan memori jangka panjang
(STM-short-term
memory)-satu
gudang
informasi
sementara dan memori jangka panjang (LTM-long-term memory)gudang yang lebih. 2.1.3 Kepribadian Pendekatan studi mengenai kepribadian telah dilakukan oleh para pakar teori dengan bermacam-macam cara. Beberapa diantaranya menekankan pada pengaruh ganda keturunan dan pengalaman masa kanak-kanak terhadap perkembangan kepribadian; para pakar lain menekankan pengaruh sosial dan lingkungan yang lebih luas dan kenyatannya bahwa kepribadian berkembang secara berkesinambunagan dari waktu ke waktu.
24
Menurut Schifman dan Kanuk (2008;107) kepribadian adalah sifat-sifat dalam diri atau sifat-sifat kejiwaan-yaitu, kualitas, sifat, pembawaan, kemampuan mempengaruhi orang, dan perangai khusus yang membedakan satu individu dari individu lainnya. Sifat-sifat yang sudah sangat mendarah daging dan kita namakan kepribadian cenderung mempengaruhi cara konsumen merespon usaha promosi para pemasar dan kapan, dimana, dan bagaimana mereka mengkonsumsi produk atau jasa tertentu. Karena itu, identifikasi terhadap karakteristik kepribadian khusus yang berhubungan dengan perilaku konsumen telah terbukti sangat berguna dalam penyusunan strategi segmentasi pasar perusahaan. Menurut Supranto (2007;104) kepribadian konsumen dan mengarahkan perilaku yang dipilih untuk mencapai untuk mencapai tujuan dalam situasi yang berbeda. Kepribadian (personality) merupakan suatu karakteristik individu mengenai kecenderungan merespon lintas situasi yang mirip. Kebanyakan teori tersebut menyatakan bahwa karakteristik atau trait itu diturunkan (inherited) atau dibentuk pada usia anak-anak (early age) dan secara relatif tidak berubah menurut perubahan waktu (sekali agresif tetap agresif). Perbedaan antara teori kepribadian berpusat pada definisi, mana antara trait dan karakteristik yang paling penting.
25
a. Karakteristik kepribadian 1. “Single-trait theories” menekankan suatu trait kepribadian khusus, relevan, pada pemahaman suatu set perilaku. Mereka tidak menganjurkan bahwa trait lainnya tidak ada atau tidak penting, mereka mempelajari “a single trait” karena relevan dengan suatu set perilaku. Dalam kasus ini, “consumption-related behaviour”. Beberapa contoh ,teori “single trait” yang telah ditunjukan dan berkaitan dengan pemasaran ialah yang berkenaan dengan gangguan emosi (neuroticim), “consumer conformity”, kesombongan atau ”vanity”, “affect intensity”, “trait anxiety”, locos of control”, sensation seeking”, self monitoring”, and “the need for cognitive closure”, 2. “Romanticism/ Classicism”
merupakan variabel kepribadian
yang
menawarkan “uself potential” kepada pemasar. Romantis mempunyai ciriciri sebagai: “inspirational, “imaginative”, “creative”, and “intuitive”. Lebih mendasar pada perasaan (feeling) dari pada fakta (fact). Klasik cenderung lebih terus terang “unadorned”, tidak emosional, tidak boros (ekonomis), dan “carefully propotional”. 3. “Single-trait theory” lainnya yang digunakan pemasar disebut: ”consumer need
for
uniqueness”
yang
didefinisikan
sebagai
pengejaran
ketidaksamaan sesorang relatif terhadap lainnya yang dicapai melalui kemahiran, pemanfaatan, dan diposisi barang-barang konsumsi untuk maksud pengembangan dan peningkatan identitas perorangan dan sosial sesorang.”consumer’need for uniquenees” mempengaruhi pemilihan dan
26
nilai konsumen, mengapa mereka memiliknya, dan bagaimana mereka menggunakannya. Konsep ini cocok dengan praktek pemasaran yang sengan sengaja melakukan kesengajaan (scarity), artinya memproduksi produk lebih sedikit dari pada permintaan yang diramalakan. Strategi seperti itu membantu memelihara keunikan produk dan meningkatkan “destinctivenessand status” pemiliknya. b. Sifat-sifat dasar kepribadian Dalam studi kepribadian terdapat tiga hal berbeda yang sangat penting yaitu : 1. Kepribadian mencerminkan perbedaan individu Karena karakteristik dalam diri yang membentuk kepribadian individu yang merupakan kombinasi unik berbagai faktor, tidak ada dua individu yang betul-betul sama. Walaupun demikian, banyak individu yang mungkin mirip dari sudut, satu karakteristik pribadi, tetapi tidak dari sudut karakteristik pribadi lain. Kepribadian merupakan konsep yang berguna karena memungkinkan kita untuk menggolongkan konsumen ke dalam berbagai kelompok yang berbeda atas dasar satu atau beberapa sifat. 2. Kepribadian bersifat konsisten atau bertahan lama Kedua sifat ini sangat penting jika para pemasar harus menjelaskan atau meramalkan perilaku konsumen berdasarkan kepribadian. Walaupun para pemasar tidak dapat menguubah kepribadian konsumen supaya sesuai dengan produk mereka, mereka dapt brusaha menarik perhatian melalui
27
sifat-sifat relavan yang melekat pada kelompok konsumen yang menjadi target mereka. 3. Kepribadian dapat berubah Kepribadian dapat megalami perubahan pada berbagai keadaan tertentu. Sebagai contoh, kepribadian individu tertentu mungkin berubah karena adanya berbagai peristiwa hidup yang utama, seperti kelahiran anak, kematian orang yang dicintai, perceraian, atau promosi karir yang besar. c. Teori kepribadian 1. Teori freud Teori psikoanalitis mengenai kepribadian dari Sigmund Freud merupakan dasar dari psikiologi modern. Teori ini dibangun atas dasar pemikiran bahwa kebutuhan atau dorongan yang tidak disadari, terutama dorongan seksual dan dorongan biologis lainnya, merupakan inti dari motivasi dan kepribadian manusia. Freud menyusun teorinya atas dasar ingatan para pasien terhadap pengalaman masa kanak-kanak mereka, analisis berbagai mimpi mereka, dan sifat khusus masalah penyesuain mental dan fisik mereka. Freud mengemukakan bahwa kepribadian manusia terdiri dari tiga sistem yang saling mempengaruhi: id, superego, dan ego. a. Konsep id dirumuskan sebagai “gudang” dari berbagai dorongan primitif dan impulsif-kebutuhan fisiologi dasar seperti haus, rasa lapar, dan sex-yang diusahakan individu untuk dipenuhi segera
28
terlepas dari apa cara-cara khusus yang digunakan untuk memenuhi kebutuhsn itu. b. Berlawanan dengan id, konsep superego dirumuskan sebagai pernyataan ini individu mengenai moral dan kode etika yang berlaku dalam masyarakat dengan cara-cara yang diterima oleh masyarakat. Peran superego adalah untuk menjaga agar individu dapat diterima masyarakat. c. Jadi, superego merupakan semacam ”rem” yang mengendalikan atau mencegah berbagai kekuatan id yang implusif. Akhirnya, ego merupakan pengendalian individu secara sadar. Fungsinya sebagai pemantau dalam diri yang berusaha menyeimbangkan tuntutan id yang implusif dan kendala sosiobudaya atas superego. 2. Teori kepribadian neo-freud Teori neo-freud menganut percaya bahwa hubungan sosial menjadi dasar pembentukan dan pengembangan kepribadian. Riset yang diadakan barubaru ini menemukan bahwa anak-anak yang mempunyai nilai tinggi dalam percaya diri –yang lebih suka segala sesuatunya tanpa tergantung kepada orang lain (yaitu, kepribadian yang ingin lepas)-kecil kemungkinan untuk setia pada merek dan lebih besar kemungkinan untuk mencoba berbagai produk yang berbeda. 3. Teori sifat Teori sifat merupakan awal penting berpisahnya dari pengukuran kualitatif yang menjadi ciri khas gerakan pengikut freud dan non freud. Sifat didefinisikan
29
sebagai cara yang khas dan relatif bertahan lama yang dapat membedakan seorang individu dari individu lain. Para peneliti sifat telah menemukan bahwa biasanya lebih realistis mengharapkan kepribadian berhubungan dengan cara konsumen membuat pilihan mereka dan dengan pembelian atau konsumsi golongan produk yang luas, bukannya merk tertentu. d. Dimensi Kepribadian Sekumpulan riset yang mengesankan mendukung bahwa lima dimensi kepribadian mendasari semua dimensi lain, Nugroho “Costa & McCrae,1992” (2013:79.Faktor lima besar yaitu : 1. Ekstravesi, suatu dimensi kepribadian yang memberikan seseorang yang senang bergaul, banyak bicara dan tegas. 2. Sifat menyenangkan, suatu dimensi kepribadian yang memberikan seorang yang baik hati, kooperstif dan mempercayai. 3. Sifat
mendengarkan kata hati,
suatu
dimensi kepribadian yang
memberikan seseorang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan , tekun, dan berorientasi prestai. 4. Kemantapan emosional, suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang tenang bergairah, terjamin (positif) lawan tegang gelisah,murung,dan tak kukuh (nrgatif). 5. Keterbukaan terhadap hal-hal baru, suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang imajinatif, secara artistik peka dan intelektual.
30
2.1.4 Intensi Berprilaku Sebelum terjadinya suatu perilaku, ada hal utama dalam menentukan yaitu intensi. Schiffman (dalam Barata, 2007) yang mengatakan bahwa intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Selain itu, menurut Ajzen (2005), intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan. Intensi merefleksikan kesediaan individu untuk mencoba melakukan suatu perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Dalam referensi lainnya, Ajzen (dalam Teo & Lee, 2010), mengemukakan definisi intensi yaitu indikasi seberapa kuat keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku (Ajzen, 2005). Berdasarkan uraian di atas, maka intensi adalah suatu kemungkinan individu untuk melakukan suatu perilaku tertentu. a. Aspek Pembentuk Intensi Intensi dapat dijelaskan melalui teori perilaku terencana yang merupakan pengembangan dari teori tindakan beralasan oleh Fishbein dan Ajzen (Ajzen, 2005). Teori perilaku terencana didasarkan pada asumsi bahwa individu dapat berperilaku secara bijaksana, sehingga mereka memperhitungkan semua informasi
31
yang ada baik secara implisit maupun eksplisit dan mempertimbangkan akibat dari perilaku mereka. Teori ini mengatakan bahwa intensi seseorang untuk menunjukkan atau tidak menunjukkan suatu perilaku adalah faktor yang paling menentukan apakah suatu perilaku terjadi atau tidak. Berdasarkan teori ini pula, Ajzen (2005) mengemukakan bahwa intensi terdiri dari tiga aspek, yaitu : 1. Sikap Terhadap Perilaku Sikap berasal dari Bahasa Latin, yaitu aptus yang berarti sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau berbuat sesuatu (Ismail & Zain, 2008). Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Berdasarkan teori ini, sikap individu terhadap suatu perilaku diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, yang di istilahkan dengan behavioral beliefs (keyakinan terhadap perilaku). Keyakinan terhadap perilaku menghubungkan perilaku dengan hasil tertentu, atau beberapa atribut lainnya seperti biaya atau kerugian yang terjadi saat melakukan suatu perilaku. Dengan perkataan lain, seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya.
32
2. Norma Subjektif Norma subjektif didefinisikan sebagai adanya persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu perilaku. Individu memiliki keyakinan bahwa individu atau kelompok tertentu akan menerima atau tidak menerima tindakan yang dilakukannya. Apabila individu meyakini apa yang menjadi norma kelompok, maka individu akan mematuhi dan membentuk perilaku yang sesuai dengan kelompoknya. Ajzen (2005) mengasumsikan bahwa norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif dan keinginan untuk mengikuti. Keyakinan normatif berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu, seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Norma subjektif tidak hanya ditentukan oleh orang dan kelompok, tetapi juga ditentukan oleh motivasi. Secara umum, individu yang yakin bahwa kebanyakan orang akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, akan merasakan tekanan sosial untuk melakukannya. Sebaliknya, individu yang yakin bahwa kebanyakan orang akan tidak menyetujui dirinya menampilkan perilaku tertentu, dan tidak adanya motivasi untuk mengikuti perilaku tertentu, maka hal ini akan menyebabkan dirinya memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk menghindari melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2005).
33
b. Intensi Membeli Howard dan Sheth (dalam Tirtiroglu & Elbeck, 2008) mendefinisikan intensi membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan keputusan membeli. Sedangkan menurut Spears dan Singhs (dalam Liu, Chu-Chi & Chen, 2006) intensi membeli adalah rencana yang dilakukan individu secara sadar yang merupakan usaha untuk membeli sebuah produk. Menurut Assael (dalam Barata, 2007) intensi membeli merupakan tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini akan dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk, dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen, selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk tersebut. Hasil evaluasi inilah yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli. Infosino (dalam Sun & Morwitz, 2008) mendefinisikan intensi membeli sebagai kesediaan individu untuk membayar dan kemungkinan individu untuk membeli suatu produk. Sehingga, pengetahuan akan intensi membeli dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengetahui kecenderungan konsumen terhadap suatu produk maupun dalam memprediksi perilaku konsumen di masa mendatang (Barata, 2007). Berdasarkan uraian di atas, maka intensi membeli adalah kecenderungan individu untuk membeli suatu produk di masa yang akan datang.
34
c. Aspek Intensi Membeli. Menurut Ajzen (2005), Intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat digunakan untuk meramalkan perilaku. Hal ini dapat juga berlaku pada perilaku membeli. Dengan mengukur intensi membeli individu, dapat meramalkan bahwa individu tersebut akan melakukan perilaku membeli. Terdapat 3 aspek intensi membeli yang berasal dari aspek-aspek intensi berperilaku dari Ajzen (2005), yaitu sebagai berikut: 1. Sikap konsumen terhadap perilaku membeli Seseorang yang yakin bahwa sebuah tingkah laku dapat menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut akan memiliki sikap yang positif, begitu juga sebaliknya. Sehingga apabila individu yakin perilaku membeli yang dia lakukan akan menghasilkan outcome yang positif, maka individu tersebut memiliki sikap yang positif terhadap perilaku membeli, begitupun sebaliknya. 2. Norma subjektif terhadap perilaku membeli Aspek ini berkenaan dengan harapan-harapan yang berasal dari orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu, seperti orang tua, pasangan, teman dekat, rekan kerja atau lainnya, tergantung pada perilaku yang terlibat. Sehingga individu yang yakin bahwa kebanyakan orang akan menyetujui dirinya menampilkan perilaku membeli, dan adanya motivasi untuk melakukan perilaku membeli
35
pada suatu produk, maka hal ini akan menyebabkan individu tersebut memiliki norma subjektif yang menempatkan tekanan pada dirinya untuk melakukan pembelian terhadap suatu produk. 3. Kontrol perilaku terhadap perilaku membeli. Kontrol perilaku merupakan keyakinan tentang ada atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi dan menghalangi individu untuk melakukan suatu perilaku. Dalam hal ini, contoh dari faktor-faktor yang memfasilitasi adalah misalnya adanya uang yang dapat digunakan individu untuk membeli suatu produk. Contoh lainnya adalah adanya transportasi dan waktu yang memungkinkan individu untuk membeli suatu produk. Sedangkan contoh faktor-faktor yang menghalangi individu untuk membeli suatu produk adalah tidak adanya dana, waktu dan habisnya suatu produk yang ingin dibeli seseorang. d.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Menurut Ajzen, (2005), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan membeli pada konsumen yaitu : 1. Faktor Individu, yang terdiri dari lima kategori a. Sikap Sikap adalah evaluasi individu secara positif atau negatif terhadap benda, orang, institusi, kejadian, perilaku atau minat tertentu. Intensi membeli dipengaruhi secara kuat oleh sikap terhadap suatu
36
produk. b. Kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda yang dapat mempengaruhi
intensi
membelinya.
Kepribadian
adalah
karakteristik psikologis yang terdapat pada seseorang yang menyebabkan
respon
yang
relatif
konsisten
terhadap
lingkungannya (Kotler & Keller, 2012). c. Nilai Intensi membeli konsumen juga dipengaruhi oleh nilai. Perbedaan nilai yang dianut oleh tiap konsumen akan menyebabkan adanya perbedaan intensi membeli. d. Emosi Respon individu tidak hanya didasarkan pada pengaruh kognitif dan rasional saja, tetapi juga dipengaruhi oleh emosi (Kotler & Keller, 2012). d. Intelijensi Intelijensi juga berpengaruh pada intensi membeli konsumen.
37
2. Faktor Sosial Selain faktor individu, faktor sosial juga mempengaruhi intensi membeli, yaitu: a. Usia dan jenis kelamin Perbedaan umur dan jenis kelamin seseorang akan mempengaruhi intensi membeli individu tersebut. b. Ras dan etnis Ras dan etnis adalah bagian dari budaya. Perilaku seseorang dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi, keinginan dan perilaku antara seseorang yang tinggal pada daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di lingkungan yang lain pula (Kotler & Keller, 2012). c. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi intensi membeli konsumen. d. Pendapatan Keadaan ekonomi seseorang juga akan mempengaruhi pilihan produk yang akan dibelinya. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan, tabungan dan aset, hutang, dan sikap terhadap membelanjakan uang atau menabung (Kotler & Keller, 2012). e. Agama Agama dipertimbangkan memegang peranan penting terhadap
38
intensi seseorang. 3. Faktor Informasi a. Pengalaman Salah satu aspek dalam intensi membeli adalah kontrol perilaku. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu individu dan juga perkiraan individu mengenai seberapa sulit atau mudahnya untuk melakukan suatu perilaku. b. Pengetahuan Pengetahuan juga berperan dalam intensi membeli konsumen. Pengetahuan didefinisikan sebagai informasi yang disimpan di dalam memori dan meliputi aturan-aturan yang luas mengenai ketersediaan dan karakteristik dari suatu produk, dimana membeli suatu produk dan bagaimana menggunakan suatu produk (Engel, et al, 1995). c. Paparan Media Paparan media mempengaruhi intensi membeli pada suatu produk.
39
2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu No.
1
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel
Jessica
Hubungan antara
Variabel (X)
Scolastica
Motivasi dengan
Hasil Penelitian
1.
hubungan
Terdapat
antara
motivasi dengan intensi membeli X1=
Febrin Wisal
pada konsumen tas branded.
Intensi Membeli Motivasi pada Konsumen
2.
Motivasi konsumen yang sedang
Universitas Branded
Variabel(Y)
dan intensi membeli yang sedang
Surabaya sehingga Fakultas Psikologi
Y= Intensi membeli pada konsumen Branded
disimpulkan
bahwa
dorongan dan niat untuk membeli tidak
begitu
besar.Hal
ini
disebabkan
karena
adanya
berbagai
faktor
yang
(2013)
mempengaruhi , yaitu gaya hidup, pengaruh
sosial,
dan
kriteria
subjek. 3.
Kelas sosial ekonomi seseorang belum tentu menentukan loyalitas konsumen untuk membeli terusmenerus suatu tas branded
Sumber : https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/download/437/406
40
Lanjutan : Ringkasan Penelitian Terdahulu No.
2
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Dwiyadi
Pengaruh
Surya
Kepribadian
Wardana
Konsumen
Sekolah
pada Pilihan
Tinggi Ilmu
Merek
Ekonomi
sebagai
Widya Manggala (2011)
Variabel
Variabel(X)
Produk
Dari
hasil
terhadap X1: Pekerja kersa X2:Positif X3: Skeptis X4: Petualang
Konsep Diri pada Kategori
Hasil Penelitian
Y1: Konsep Kelas Atas Y2 : Konsep Jujur
statistik
data
dapat
disimpulkan
seluruh
kepribadian konsumen dalam penelitian
ini
akan
mempengaruhi
seleksi
konsumen
terhadap
kepribadian Variabel (Y)
uji
merek
yang
sesuai dengan konsep diri mereka.
Konsumen
lebih
menyenangi membeli sebuah produk yang sesuai dengan kepribadiannya.
Sumber : http://jurnal.widyamanggala.ac.id/index.php/asetwm/article/download/21/17
41
2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan kajian pustaka da penelitian terdahulu
yang telah diuraikan,
maka sebuah model untuk penelitian ini yang nampak pada gambar 3.1 Model tersebut terdiri dari dua variabel independen diantaranya Pengaruh Kepribadian, Motivasi dan satu variabel dependen yaitu Intensi Berprilaku.
Kepribadian
H1
( X1) Intensi Beperilaku (Y)
Motivasi ( X2 )
H2
H3
Gambar 3.1 : Kerangka Berpikir pengaruh kepribadian dan motivasi terhadap intensi berperilaku( memilih karya seni).
42
2.3 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas H1
: Kepribadian (X1) berpengaruh positif terhadap Intensi Perilaku Memilih Karya Seni Lukis
H2
: Motivasi (X2) berpengaruh positif terhadap Intensi Perilaku Memilih Karya Seni Lukis
H3
: Kepribadian (X1) dan Motivasi (X2) berpengaruh positif terhadap Intensi berprilaku Memilih Karya Seni Lukis