9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Ruang Lingkup Koperasi 2.1.1.1 Pengertian Koperasi Kata Koperasi, berasal dari bahasa Inggris : co-operation, cooperative, atau bahasa Latin: coopere atau dalam bahasa Belanda: cooperatie, cooperatieve. Yang berarti bekerja bersama-sama, atau kerja sama, atau usaha bersama atau yang bersifat kerja sama. Kata Koperasi tersebut dalam bahasa Indonesia sebelum tahun 1958, dikenal dengan ejaan Kooperasi (dengan dua ’o), tetapi selanjutnya berdasarkan undang-undang Nomor 79 Tahun 1958 kata kooperasi telah diubah menjadi Koperasi (dengan satu ’o). Menurut Calvert, Koperasi adalah organisasi orang-orang yang hasratnya dilakukan sebagai manusia atas dasar kesamaan untuk mencapai tujuan ekonomi masing-masing. Sedangkan menurut A. Chaniago, koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang memberi kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya. (Iskandar Soesilo, 2008:3) Pada UU No. 25 tahun 1992, Koperasi didefenisikan sebagai “ badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum Koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas kekeluargaan”. Pengertian ini tidak hanya disusun berdasar pada konsep Koperasi sebagai organisasi ekonomi dan sosial tetapi secara lengkap telah mencerminkan norma-norma/kaidah-kaidah yang berlaku bagi bangsa Indonesia. Norma-norma atau kaidah-kaidah tersebut tercermin dari fungsi dan peranan Koperasi sebagai :
10
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Memenuhi kebutuhan anggota untuk memajukan kesejahteraannya Membangun sumber daya anggota dan masyarakat Mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota Mengembangkan aspirasi ekonomi anggota dan masyarakat di lingkungan kegiatan koperasi Membuka peluang kepada anggotanya untuk mengaktualisasikan diri dalam bidang ekonomi secara optimum. Wadah penigkatan taraf hidup dan ketangguhan berdaya saing para anggota koperasi dan masyarakat di lingkungannya. Bagian integral dari sistem ekonomi nasional Pelaku strategis dalam sistem ekonomi rakyat Wadah pencerdasan anggota dan masyarakat di lingkungannya. (Iskandar Soesilo, 2008:10)
Sebagai badan usaha, Koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha mengerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas, dan dalam mengembangkan Koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota serta menghadapi persaingan didalam pasar, maka Koperasi harus mampu bekerja efisien mengikuti prinsip-prinsip Koperasi dan kaidah kaidah ekonomi. Prinsip-prinsip Koperasi yang dijadikan dasar kegiatan oleh berbagai Koperasi didunia adalah prinsip Koperasi dari Rochdale. Prinsip-prinsip tersebut adalah : a. b. c. d. e. f. g. h.
Keanggotaan yang bersifat terbuka ( open membership and voluntary) Pengawasan secara demokratis (democtratic control) Bunga yang terbatas atas modal (limited interest of capital) Pembagian SHU yang sesuai dengan jasa anggota (proportional distribution of surplus) Penjualan dilakukan sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara tunai (trading in cash) Tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, suku, agama dan politik (political, racial,religious netrality) Barang-barang yang dijual harus merupakan barang asli, tidak rusak atau palsu (adulted goods forbiden to sell) Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan (promotion of education). (Hendar dan Kusnadi,1999 : 2)
Sedangkan prinsip-prinsip Koperasi Indonesia berdasarkan pasal 5 UU No 25 tahun 1992 tentang perkoperasian sebagai berikut : Pertama, keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan Koperasi
11
mengandung makna bahwa menjadi anggota Koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan juga mengandung makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari Koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar Koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun. Kedua, pengelolaan dilakukan secara demokratis. Prinsip demokratis menunjukan bahwa pengelolaan Koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Ketiga, pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam Koperasi tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota terhadap Koperasi. Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan. Keempat, pemberian balas jasa terhadap modal. Modal dalam Koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Modal yang dihimpun dari anggota digunakan untuk melakukan usaha bagi kepentingan anggota. Kelima, kemandirian yang mengandung pengertian dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab , otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak mengelola diri sendiri. Disamping melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsipprinsip Koperasi yang berlaku secara universal, keberadaan koperasi Indonesia adalah juga berdasarkan landasan idiil, yaitu Pancasila dan landasan struktural, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
12
Agar Koperasi lebih dipahami dan dapat dibedakan dengan bentuk-bentuk badan usaha lain, misalnya perseroan terbatas, maka perlu diketahui terlebih dahulu ciri-ciri Koperasi sebagai badan usaha. Menurut Hendar dan Kusnadi (1999 : 114) ciri-ciri Koperasi sebagai badan usaha, yaitu: a. Dimiliki oleh anggota yang bergabung atas dasar sedikitnya ada satu kepentingan ekonomi yang sama. b. Para anggota bersepakat untuk membangun usaha bersama atas dasar kekuatannya sendiri atau azas kekeluargaan. c. Didirikan, dimodali, dibiayai, dan diawasi serta dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya. d. Tugas pokok badan usaha Koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi angggota dalam rangka memajukan kesejahteraan anggota. Organisasi buruh sedunia (International Labour Organization/ILO) dalam resolusinya nomor 127 yang dibuat pada tahun1966, membuat batasan mengenai ciri-ciri utama Koperasi yaitu: (1)
Merupakan perkumpulan orang-orang
(2)
Yang secara sukarela bergabung bersama
(3)
Untuk mencapai tujuan ekonomi yang sama
(4)
Melalui pembentukan organisasi bisnis yang diawasi secara demokratis, dan
(5)
Yang memberikan kontribusi modal yang sama dan menerima bagian dari resiko dan manfaat yang adil dari perusahaan dimana anggota aktif berpartisispasinya (Iskandar Soesilo, 2008:3)
Ada beberapa hal pokok yang membedakan Koperasi dengan Badan Usaha Non Koperasi. Hal tersebut antara lain adalah: 1. Koperasi adalah kumpulan orang, sebagaimana perusahaan non Koperasi.
bukan
kumpulan
modal
2. Kalau di dalam suatu Badan Usaha lain yang non Koperasi, suara ditentukan oleh besarnya jumlah saham atau modal yang dimiliki oleh pemegang saham, dalam Koperasi setiap anggota memiliki suara yang sama, yaitu satu orang mempunyai satu suara dan tidak bisa diwakilkan (one man, one vote, by proxy).
13
3. Pada Koperasi, anggota adalah pemilik sekaligus pelanggan (owneruser), oleh karena itu kegiatan usaha yang dijalankan Koperasi harus sesuai dan berkaitan dengan kepentingan atau kebutuhan ekonomi anggota. Sedangkan badan usaha non Koperasi, pemegang saham tidak harus menjadi pelanggan. Badan usahanyapun tidak perlu harus memberi atau melayani kepentingan ekonomi pemegang saham. 4. Tujuan Badan Usaha Non Koperasi pada umumnya adalah mengejar laba yang setinggi-tingginya. Sedangkan Koperasi adalah memberikan manfaat pelayanan ekonomi yang sebaik-baiknya (benefit) bagi anggota. 5. Anggota Koperasi memperoleh bagian dari sisa hasil usaha sebanding dengan besarnya transaksi usaha masing-masing anggota kepada Koperasinya, sedangkan pada Badan Usaha Non Koperasi, pemegang saham memperoleh bagia keuntungan sebanding dengan saham yang dimiliki. (Iskandar Soesilo, 2008:12) 2.1.1.2 Manajer Koperasi Berdasarkan UU Koperasi No 25 tahun 1992 pasal 32 ayat 1 yang dinyatakan bahwa “ pengurus Koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.” Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa pengurus diperbolehkan mengangkat pelaksana (manajer) untuk mengelola usaha koperasi yang bersangkutan. Pengembangan usaha Koperasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan manajer dalam mengelola kegiatan-kegiatan perusahan Koperasi sehingga kepentingan para anggota dapat dipenuhi, Koperasi itu tetap berusaha atas landasan yang kokoh. Oleh karena itu menurut Munkner yang dikutif Lizza Susanti (2001 : 12) bahwa “yang mengemban tugas pengurus tersebut harus memenuhi persyaratan : (1) keterampilan kepemimpinan, (2) Keterampilan manajerial dan (3) kemampuan bertindak sebagai pengusaha pembangunan bagi kepentingan anggota”. Thoby Mutis ( 1992 : 153) menyatakan bahwa untuk membedakan pekerjaan yang dilakukan oleh pengurus dan manajer agar tidak terjadi ketimpanganpekerjaan maka dilakukan pembagian kerja sebagai berikut : a. Manajer lebih diutamakan menjalankan bisnis ekonomis yang lebih praktis dari Koperasi tetapi dia perlu mengerti dan menghayati urusan
14
b.
c. d.
e.
sosial keanggotaan Koperasi supaya penataan dari Koperasi yang memiliki social content tidak terabaikan. Badan pengurus lebih menjadi pemantau apa yang dilakukan manajer sesuai dengan patokan bisnis yang diberikan oleh mereka secara teratur dan berkala. Urusan yang berkaitan dengan pembinaan anggota dan pembinaan solidaritas serta keorganisasian lebih menjadi urusan pengurus. Komite baik dalam hal investasi, kredit, pendidikan, dan lain-lain, anggota badan pengurus tetap menjadi ketuanya, sedangkan manajer menjadi unsur yang mengarap inti pelaksanaanya. Komite-komite yang berkaitan dengan bisnis Koperasi sebagai lembaga bisnis manajer perlu menjadi sekretaris eksekutifnya sedangkan urusan diluar itu manajer dapat menjadi anggota penuh.
Hal yang keempat dan kelima ini dimaksudkan supaya manajer juga dapat dilibatkan secara langsung dalam proses pengambilan keputusan kendati dia sebagai pelaksana. Dengan demikian, tidak terjadi gap atau kesenjangan yang tidak perlu terjadi. 2.1.2 Konsep Kemampuan Manajerial Sebagai seorang pemimpin perusahaan, pengusaha harus mampu mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya secara efisien dan efektif agar mencapai tujuan perusahaan. Menurut Atom Ginting (1999:3) kemampuan manajerial adalah “Kemampuan atau keahlian pimpinan untuk menjalankan fungsi manajemen”. Dalam bidang manajemen, factor kemampuan manajerial sangat penting dan menentukan, karena factor tersebut berkaitan dengan aktivitas pokok suatu organisasi yaitu memimpin organisasi yang bersangkutan dalam usahanya mencapai tujuan. Hal tersebut senada dengan pendapat yang akan dikemukakan oleh Siagian (1994:14), Kemampuan manajerial adalah suatu kemampuan pimpinan untuk menggunakan sumber daya (manusia dan bukan manusia) dan alat-alat sehingga penggunaanya berjalan efisien, ekonomis dan efektif, sangat menentukan bagi suksesnya pencapaian tujuan organisasi yang telah ditentukan. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan maka pimpinan dalam sebuah organisasi
15
harus
memiliki
kemampuan
dalam
mengimplementasikan
prinsip-prinsip
manajemen yang biasa dikenal dengan sebutan kemampuan manajerial. GR.Terry dalam Maman Ukas (1999:32) menerangkan empat fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), penggerakkan (actuating), dan kontrol (controling).serta diarahkan pada pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dengan empat ketrampilan tersebut maka perkembangan koperasi dapat menjadi lebih baik. Menurut Robert L. Kazt dalam Ulber Silalahi (2002:56) kemampuan dan kompetensi yang dibutuhkan manajer untuk sukses mencapai tujuan, terdiri dari tiga keterampilan manajemen : 1. Kemampuan teknis, merupakan kompetensi spesifik untuk melaksanakan tugas atau kemampuan menggunakan teknik-teknik, alat-alat, prosedur-prosedur, metode-metode dan pengetahuan tentang lapangan yang dispesialisai secara benar dan tepat dalam pelaksanaannya. 2. Kemampuan kemanusiaan, merupakan tingkat keterampilan berkomunikasi dan memotivasi serta keterampilan untuk bekerja dengan mengerti, dan memotivasi orang lain secara individual dan di dalam group. Artinya dalam hal ini ada 2 jenis keterampilan interpersonal yang haurs dipahami manajer, yaitu : hubungan pirbadi dan hubungan antar pirbadi. 3. Kemampuan konseptual, merupakan kemampuan mengkoordinasi dan mengintergrasi semua kepentingan-kepentingan dan aktivitas-aktvitas organisasi atau kemampuan mental untuk mendapatkan, menganalisa dan menginterpretasi informasi yang diterima dari berbagai sumber. Untuk itu seorang manajer harus memiliki pengetahuan tentang keseluruhan (kompleksitas) dari perusahaan yang dipimpinnya. Robert L. Kazt dalam Ulber Silalahi (2002;59), mengungkapkan bahwa kemampuan konseptual menunjuk pada kemampuan untuk : 1. Melihat organisasi sebagai keseluruhan dan dalam hubungannya dengan lingkungan eksternal 2. Mengerti bagaimana masing-masing unit dan fungsi organisasi tergantung satu sama lain dan bagaimana perusahaan dalam suatu unit dapat mempengaruhi unit-unit lainnya 3. Memahami perbedaan tipe-tipe masalah yang ditandai oleh masingmasing unti sebagi suatu masalah keseluruhan atau organisasi atau organisasional yang berhubungan dengan lingkungan 4. Mengembangkan dan sekaligus menggunakan model-model atau kerangka kerja untuk mengelola true-to-llife masalah manajemen.
16
Ketiga kemampuan tersebut merupakan penentu keberhasilan dalam bidang manajemen. Kemampuan tersebut dibutuhkan untuk menentapkan tujuan, kebijakan, strategi perusahaan serta membuat keputusan jangka panjang. Menurut J. Sterling Livingstone dalam Stoner (2002:8) ada tiga karakteristik yang dapat dikaitkan dengan manajer yang berhasil, yaitu harus memiliki: 1. Kebutuhan untuk mengelola Artinya hanya orang-orang yang ingin mempengaruhi prestasi orang lain dan merasa puas kalau dapat melakukannya, bisa menjadi manajer yang efektif 2. Kebutuhan terhadap kekuasaan Manajer yang baik mempunyai kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain. Untuk dapat melakukan hal ini dia tidak mengandalkan pada prioritas kedudukannya tetapi pada pengetahuan dan kemampuannya. 3. Kemampuan untuk empati Manajer yang efektif membutuhkan kemampuan untuk memahami dan mengatasi reaksi emosional orang lain yang sering tidak terungkapkan agar dapat menggalang kerjasama. Selain mempunyai kemampuan manajerial, manajer juga harus memiliki motivasi kerja yang tinggi. Motivasi yang ada dalam diri manajer timbul dengan dilandasi
oleh
keinginan
untuk
mendapatkan
sesuatu
guna
memenuhi
kebutuhannya. Ini akan memperkuat manajer dalam menetapkan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Motivasi adalah kekuatan yang memacu seseorang melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam suatu organisasi, motivasi anggota sangat penting karena tanpa keteguhan motivasi anggota maka upaya mencapai tujuan organisasi tersebut tidak akan berhasil dengan baik. 2.1.3 Konsep Motivasi Kerja Bila berbicara masalah motivasi tidak lepas dari kata motif. Menurut Robbins (2002:198) ”motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya ke arah yang tinggi untuk tujuan organisasi.” Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan
17
sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Berawal dari kata motif itu, maka motivasi dapat “diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif”. Motivasi juga berarti kehendak yang mendorong upaya ketingkat tertinggi dalam mencapai tujuan organisasi, di dorong kemampuan organisasi memuaskan kebutuhan individu anggotanya (Hamdan Mansoer, 1989:361). Motivasi bagi individu dalam kehidupan sehari-hari merupakan hubungan yang komplementer yang berarti saling melengkapi satu sama lain. Motivasi merupakan pendorong bagi perbuatan seseorang terutama dalam berorientasi pencapaian tujuan. Unsur motivasi seseorang melakukan perbuatan sesuatu karena terdorong oleh nalurinya, keinginan mencapai kepuasan atau mungkin kebutuhan hidupnya yang sangat mendesak. Siagian (2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para manajer. Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu: (1) Filsafat hidup manusia berkisar pada prinsip “quit proquo”, yang dalam bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada budi ada balas”, (2) Dinamika kebutuhan manusia sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat psikologis, (3) Tidak ada titik jenuh dalam pemuasan kebutuhan manusia, (4) Perbedaan karakteristik individu dalam organisasi atau perusahaan, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda. 2.1.3.1 Teori-teori Motivasi Secara umum terdapat beberapa kelompok yang menjelaskan tentang teori motivasi, para ahli mengklasifikasikan beberapa teori tersebut yang terdiri dari: 1. Teori Kepuasan ( Content Theory) Teori ini mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta berperilaku dengan cara tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Teori ini
18
mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan seseorang dan apa yang mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasan baik materiil maupun nonmateriil yang diperolehnya sebagai imbalan balas jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Apabila materiil dan nonmateriil yang diterimanya semakin memuaskan, semangat kerja seseorang akan semakin meningkat jadi pada dasarnya teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak atau semangat bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. a) Teori Hierarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Need Hierarchy Theory) Salah satu teori motivasi kepuasan adalah teori motivasi yang dikemukakan oleh Maslow yang dikenal dengan Maslow’s Need Hierarchy Theory (Teori Hierarki Kebutuhan Maslow). Teori ini merupakan salah satu karya yang sering digunakan oleh para ahli sebagai bahan referensi dalam membahas tingkat-tingkat kebutuhan manusia. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjanjang. Artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan
seterusnya
sampai
tingkat
kebutuhan
kelima.
Beberapa
ahli
mendefinikasikannya kembali berdasarkan pendapat mereka, akan tetapi masingmasing memiliki arti yang sama dan sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Maslow. Kelima tingkatan kebutuhan tersebut antara lain terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5.
Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs) Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan (Safety and security Needs) Kebutuhan sosial (Affiliation or Acceptance Needs or Belongingness) Kebutuhan akan penghargaan atau prestise (Esteem or Status Needs) Kebutuhan kesempatan mengembangkan potensi / Aktualisasi Diri (Self Actualization)
19
Lebih jelasnya, kelima kebutuhan tersebut diuraikan sebagai berikut: 1). Kebutuhan fisiologis (Physiological Needs) Physiological Needs yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk kedalam kebutuhan ini adalah kebutuhan makan, minum, perumahan, udara da sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku atau bekerja giat. Contoh: seorang bayi akan menangis atau meronta apabila merasa haus atau lapar. Jika semakin besar ia menyatakannya dalam bentuk gerak atau katakata. Yang menjadi motif dari kelakuan tersebut adalah dorongan rasa lapar. Proses ini berlangsung terus tanpa disadari dan berkembang menurut besarkecilnya jenis kepuasan yang diinginkan. Dalam dunia perusahaan, industri atau pemerintahan, pemenuhan kebutuhan
seperti
ini
sudah
seharusnya
ada.
Akan
tetapi,
Maslow
memperingatkan bahwa kebutuhan ini mempunyai kekuatan untuk menarik individu kembali kesuatu pola kelakuan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan. Misalnya tidak ada seorangpun yang memikirkan kebutuhan akan udara, pemenuhan kebutuhan tersebut dianggap sudah semestinya. Akan tetapi, apabila karena sesuatu hal tidak bisa mengambil napas, kita akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut tanpa memperhatikan kebutuhan lainnya. 2). Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan (Safety and Security Needs) Safety and security Needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni
merasa
aman
dari
ancaman
kecelakaan
dan
keselamatan.Dalam
melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk. Pertama: kebutuhan akan keamanan jiwa terutama keamanan jiwa ditempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja. Para pekerja membutuhkan alat pelindung seperti masker bagi tukang las yang harus dipenuhi oleh manajer. Dalam arti luas, setiap manusia membutuhkan keamanan dan keselamatan jiwanya dimanapun ia berada. Kedua: kebutuhan akan keamanan harta ditempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja, seperti motor yang disimpan jangan sampai hilang. Pentingnya memuaskan
20
kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat pada organisasi modern. Organisasi selalu mengutamakan
keamanan
dengan
menggunakan
alat-alat
canggih
atau
pengawalan untuk tempat pimpinan. Bentuk lain dari pemuasan kebutuhan adalah dengan memberikan perlindungan asuransi (astek) kepada para karyawan. 3). Kebutuhan sosial (Affiliation or Acceptance Needs or Belongsingness) Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Pada dasarnya manusia normal tidak akan mau hidup menyendiri seorang diri di tempat terpencil. Ia selalu membutuhkan kehidupan berkelompok. Karena manusia adalah makhluk sosial, sudah jelas ia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri dari empat golongan. Pertama: kebutuhan akan perasaan diterima orang lain dilingkungan tempat tinggal dan bekerja (sense of belonging). kedua: kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance). Serendah-rendahnya pendidikan dan kedudukan seseorang, ia tetap merasa dirinya penting. Oleh karena itu, dalam memotivasi bawahan, pimpinan harus dapat melakukan tindakan yang menimbulkan kesan bahwa tenaga mereka diperlukan dalam proses pencapaian tujuan perusahaan. Ketiga: kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement). Setiap orang senang akan kemajuan dan tidak seorang pun yang menyenangi kegagalan. Kemajuan, baik dalam bidang karier, harta, jabatan dan sebagainya merupakan kebutuhan serta idaman setiap orang. Keempat: kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation). Setiap individu anggota organisasi akan merasa senang jika ia diikutsertakan dalam berbagai kegiatan organisasi, dalam arti diberi kesempatan untuk memberikan saran-saran atau pendapat-pendapatnya kepada pimpinan mereka. 4). Kebutuhan akan penghargaan atau prestise (Esteem or Status Needs). Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan
serta
penghargaan
prestise
dari
karyawan
dan
masyarakat
lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak
21
selamanya demikian. Akan tetapi, perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status itu. Misalnya: dengan kursi meja yang istimewa, memakai dasi, untuk membedakan seorang kepala dengan anak buahnya, dan tempat parkir mobilnya tertentu. 5). Kebutuhan kesempatan mengembangkan potensi/ Aktualisasi Diri (Self Actualization). Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/ luar biasa. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan pimpinan perusahaan dengan menyelenggarakan pendidikan dan latihan. Kebutuhan aktualisasi diri berbeda dengan kebutuhan lain dalam dua hal. Pertama: kebutuhan aktualisasi diri tidak dapat dipenuhi dari luar, pemenuhannya berdasarkan keinginan atas usaha individu itu sendiri. Kedua: aktualisasi diri berhubungan dengan pertumbuhan seorang individu. Kebutuhan ini berlangsung terus terutama sejalan dengan meningkatkan jenjang karier seorang individu. Adapun pendapat dari Robbins tentang teori hierarki kebutuhan. Mengatakan bahwa teori motivasi yang paling dikenal baik adalah hierarki kebutuhan
Abraham
Maslow.
Menurut
pendapat
Robbins,
Maslow
menghipotesiskan bahwa didalam diri semua manusia ada lima janjang kebutuhan berikut: 1. Psikologis: Antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lain. 2. Keamanan: Antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. 3. Sosial: Mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima-baik, dan persahabatan.
22
4. Penghargaan: Mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor hormat eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian. 5. Aktualisasi diri: Dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi: mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya, dan pemenuhan diri. Satria H. Lubis (2007:20) mengemukakan kembali tentang teori kebutuhan Maslow bahwa: “Menurut Maslow pada setiap diri manusia itu terdiri dari atas lima kebutuhan yaitu; kebutuhan secara fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. “Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut: Aktualisasi Diri (Kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi, kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu)
Penghargaan Diri (kebutuhan akan harga diri, kebutuhan dihormati dan dihargai orang lain)
Kepemilikan Sosial (Kebutuhan rasa memiliki, kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berafiliasi berinteraksi dan kebutuhan untuk dicintai dan mencintai)
Rasa Aman (Kebutuhan aman, kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup)
Kebutuhan Fisiologis (Kebutuhan fisiologis, kebutuhan makan, minum, perlindungan fisik, seksual sebagai kebutuhan terendah)
Gambar 2.1 Hierarki kebutuhan Maslow Sumber : Stephen P. Robbins (2002:57)
Sebelum tutup usia, Abraham Maslow menyatakan bahwa teori motivasi yang digagasnya itu perlu direvisi. Menurut yang ditulis Danah Zohar dan Ian Marshall, hierarki Kebutuhan
yang digagasnya mestinya perlu dibalik
(www.google.com / jurnal ekonomi dan bisnis islam, UIN Makasar). Sedangkan menurut Stephen R Covey, dalam bukunya First Thing First (1994) kebutuhan aktualisasi yang paling tinggi bukan lagi aktualisasi diri tapi masih ada kebutuhan yang lebih tinggi lagi yaitu Self Transdence atau kebutuhan spiritual. Di sisi lain, Al-Ghazâli melalui pendekatan tasawufnya banyak
23
mengungkap hakikat dan perilaku manusia. Dari pemikiran-pemikiran Al-Ghazâli yang fenomenal ini banyak terlahir pemikir-pemikir baru di bidang psikologi Islam. Diantara pemikiran Al-Ghazâli adalah konsepnya tentang fitrah yang dikenal dengan sebutan al-Nafs al-Rabbâniyyah. Konsep fitrah Al-Ghazâli berkaitan erat dengan pembahasan tentang motivasi. Untuk menjelaskan motivasi perilaku manusia, Al-Ghazâli menyuguhkan konsep syahwat sebagai motivasi mendekat (al-sabab al-dâkhili) dan ghadlab sebagai motivasi menjauh (al-sabab al-khâriji).
b) Teori X dan Y Teori ini dicetuskan oleh Dauglas Mc. Gregor, teori ini menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yakni manusia jenis X dan Manusia jenis Y yang masing-masing memiliki karateristik tertentu, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.1
Tabel 2. 1. Karakteristik Manusia Jenis X dan Jenis Y Jenis X 1) Ingin menghindari pekerjaan bila mungkin 2) Tidak punya inisiatif dan senang diarahkan 3) Kebutuhan tingkat rendah Sumber: Hasibuan (160:2003)
Jenis Y 1) Senang bekerja 2) Punya inisiatif dan tidak senang diarahkan 3) Kebutuhan tingkat tinggi
c) McClelland’s Theory of Needs (Three needs theory) Teori ini dikemukakan oleh David Mc Clelland, yang mengatakan bahwa ada 3 (tiga) kebutuhan manusia, yaitu: 1) Kebutuhan berprestasi, yaitu keinginan untuk melakukan sesuatu lebih baik dari sebelumnya. 2) Kebutuhan untuk berkuasa, yaitu kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpengaruh terhadap orang lain. 3) Kebutuhan afiliasi, yaitu kebutuhan untuk disukai, mengembangkan atau memelihara persahabatan dengan orang lain.
24
Mc.Clelland mengatakan bahwa jika kebutuhan seseorang sangat kuat, maka memotivasinya akan kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya, seseorang yang memepunyai kebutuhan berprestasi, maka akan terdorong untuk menetapkan tujuan yang penuh tantangan, adan ia akan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut serta menggunakan keahlian untuk mencapainya (Satria H. Lubis, (2007:25) ) d) ERG Theory Teori ini dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang menyatakan bahwa ada 3 (tiga) kelompok kebutuhan manusia, yaitu: 1) Existence, berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang dalam hidupnya. 2) Relatedness, berhubungan dengan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain. 3) Growth, berhubungan dengan kebutuhan pengembangan diri. Teori ERG berpendapat seperti Maslow bahwa kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan menghantar ke hasrat kebutuhan yang lebih tinggi. Namun halangan terhadap kebutuhan yang lebih tinggi dapat menghasilkan regresi ke tingkat kebutuhan yang lebih rendah (Satria H. Lubis, 2007:24)
e) Teori dua factor (Hezberg’s Two Factor Theory) Teori ini disebut juga motivation-hygiene theory dan dikemukakan oleh Frederick Herzberg. Teori dua faktor tentang motivasi ini menyatakan bahwa terdapat faktor yang membuat orang merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang puas. Faktor yang membuat orang tidak puas lebih disebabkan faktor higienis (ekstrinsik). Faktor kesehatan atau pemeliharaan adalah: pembayaran, status, jaminan, kondisi kerja, tunjangan tambahan, kebijakan, dan praktek administrasi dan hubungan interpersonal. Herzberg menyatakan bahwa dalam suatu lingkungan kerja, faktor higienis ini berhubungan dengan konteks atau suatu pekerjaan akan cenderung menghilangkan ketidakpuasan kerja, jika hal itu ada
25
pada orang-orang dalam batas wajar. Karena Herzberg yakin bahwa faktor higienis bukanlah motivator, ia memusatkan perhatian pada apa yang dapat dilakukan oleh manajer untuk memunculkan kebutuhan individu yang berhubungan dengan pencapaiannya yang berasal dari rasa bangga dan kepercayaan terhadap diri sendiri. Yang termasuk faktor motivasi adalah: pencapaian,
tanggungjawab,
berarti,
minat,
tantangan,
rasa
berprestasi,
pengakuan, aktualisasi diri dan kesempatan bagi pertumbuhan dan kemajuan (Carol W. Ellis, 2008:93) Model Herzberg pada dasarnya mengasumsikan bahwa kepuasan bukanlah konsep berdimensi satu. Diperlukan dua variabel untuk menafsirkan kepuasan kerja secara tepat. Artinya, untuk mencapai motivasi optimum dibutuhkan dua kondisi intrinsik dan ekstrinsik yang sama-sama memuaskan. 2. Teori Motivasi Proses (Process Theory) Teori motivasi proses pada dasarnya berusaha menjawab pertanyaan bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara, dan menghentikan perilaku individu agar setiap individu bekerja sesuai dengan keinginan atasan. Apabila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab dan akibat bagaimana seseorang bekerha serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, hasilnya akan diperoleh baik untuk hari esok. Jasi, hasil yang akan dicapai tercermin pada bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Yang termasuk ke dalam teori motivasi proses dalam Satria H. Lubis (2007:26) adalah : 1. Teori harapan (expectancy theory), teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom. Vroom mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu: a) harapan (expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. b) Nilai (valence), adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai/martabat tertentu (daya atau nilai memotivasi) bagi setiap individu tertentu. c) Pertautan (instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
26
2. Teori
keadilan
(equacty
theory).
Karena
egonya,
manusia
selalu
mendambakan keadilan dalam pemberian hadiah maupun hukuman terhadap setiap perilaku yang relatife sama. Bagaimana perilaku bawahan dinilai atasan, akan mempengaruhi semangat kerja seseorang. Jadi, atasan harus bertindak adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara objektif (baik/salah), bukan atas suka/tidak suka. Pemberian kompensasi harus berdasarkan internal kontingensi, demikian pula dalam pemberian hukuman harus didasarkan pada penilaian yang objektif dan adil. Jika dasar keadilan diterapkan dengan baik oleh atasan, gairah kerja bawahan cenderung meningkat. 3. Teori pengukuhan (reinforcement theory). Teori ini berdasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi. Misalnya, promosi tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Bonus kelompok tergantung pada tingkat produksi kelompok. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku itu. Teori pengukuhan terdiri dari dua jenis, yaitu: a) Pengukuhan positif (positive reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh positif diterapkan secara bersyarat. b) Pengukuhan negatif (negative reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi apabila pengukuh negatif dihilangkan secara bersyarat. Jadi, prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dari tanggapan, apabila diikuti oleh suatu stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) diikuti oleh rangsangan yang bersyarat. 2.1.3.2 Bentuk-bentuk Motivasi. Menurut Hadari Nawawi (1996:367) bentuk-bentuk motivasi dapat dibedakan secara sederhana ke dalam dua bentuk, yaitu:
27
1. Motivasi intrinsik Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri karyawan sebagai individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Dengan kata lain motivasi ini bersumber dari pekerjaan yang dikerjakan, baik karena mampu memenuhi kebutuhan, maupun menyenangkan atau memungkinkan mencapai suatu tujuan, maupun karena memberikan harapan tertentu yang positif dimasa depan. 2. Motivasi ekstrinsik Motivasi ini adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang menharuskan melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam bekerja karena upah yang tinggi, jabatan yang terhormat atau memiliki kekuasaan yang besar. Disuatu perusahaan terlihat kecenderungan pengguna motivasi ekstrinsik lebih dominan dari pada motivasi instrinsik. Kondisi itu terutama disebabkan tidak mudah untuk menumbuhkan kesadaran dari dalam diri karyawan, sementara kondisi kerja disekitarnya lebih banyak menggiringnya pada mendapatkan kepuasan kerja yang hanya dapat dipenuhi dari luar dirinya. Sedangkan menurut Armstrong karyawan dapat dimotivasi secara positif dengan apa yang telah dilakukan oleh perusahaan terhadap mereka (seperti penggajian, promosi, kesempatan-kesempatan pelatihan dll). Atau apa yang dilakukan oleh para manajer mereka(memberi kenaikan gaji, memberi pujian, merekomondasi promosi). Hal ini disebut memotivasi secara ekstrinsik karena menggambarkan apa yang telah dilakukan terhadap atau kepada karyawan untuk memotivasi mereka. Karyawan dapat juga dimotivasi dengan factor-faktor yang melekat dalam pekerjaannya, tidak dipaksakan dari luar. Factor-faktor dari pekerjaan tersebut mencakup tanggung jawab (pekerjaan yang sangat penting dan memungkinkan untuk mengontrol berbagai sumber daya), rasa berprestasi, kebebasan bertindak, ruang lingkup untuk menggunakan dan mengembangkan keterampilan dan
28
kemampuan mereka, pekerjaan yang menarik dan menantang serta kesempatankesempatan untuk maju. Motivasi ini disebut sebagai motivasi intrinsic, karena timbul dari pekerjaan itu sendiri dan tidak dipaksakan dari luar. 2.1.3.3 Kaitan Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik terhadap Teori Kebutuhan Maslow. Pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja. Kita tidak mungkin dapat memotivasi kerja pegawai tanpa memperhatikan apa yang dibutuhkan. Abraham Maslow mengemukakan hierarki kebutuhan pegawai sebagai berikut: 1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum, perlindungan fisik, bernafas dan seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling mendasar. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan gaji yang layak pada pegawai. 2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya dan lingkungan kerja. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu memberikan tunjangan kesehatan dan keselamatan, aasuransi kecelakaan, dan dana pensiun. 3. Kebutuhan sosial atau rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu menerima eksistensi atau keberadaan pegawai sebagai anggota kelompok kerja, melakukan interaksi kerja yang baik dan hubungan kerja yang harmonis. 4. Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dihargai oleh orang lain. Dalam hubungan dengan kebutuhan ini, pemimpin tidak boleh sewenangwenang memperlakukan pegawai karena mereka perlu dihormati, diberi penghargaan terhadap prestasi kerjanya. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi, mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian, kritik dan berprestasi. Dalam hubungannya dengan kebutuhan ini, pemimpin perlu memberikan
29
kesempatan kepada pegawai bawahan agar mereka dapat mengaktualisasikan diri secara baik dan wajar diperusahaan. Jika dikaitkan dengan bentuk motivasi secara Intrinsik dan Ekstrinsik, motivasi dalam hal pemenuhan kebutuhan berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow tersebut mencakup unsure-unsur yang terdapat dalam hal memotivasi secara ekstrinsik dan intrinsik. Kebutuhan fisiologis, rasa aman dan penghargaan tercakup dalam bentuk motivasi secara ekstrinsik, sedangkan kebutuhan sosial dan aktualisasi diri tercakup dalam bentuk motivasi secara intrinsik. 2.1.3.4 Faktor-faktor dalam Memotivasi Karyawan Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan factor-faktor individual dan factor-faktor organisasional. Yang tergolong pada factor-faktor yang sifatnya individual adalah: “Kebutuhan-kebutuhan (needs), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitudes), dan kemampuan-kemampuan (abilities).” Sedangkan yang tergolong pada factor-faktor yang berasal dari organisasi meliputi: “Pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praiso), dan pekerjaan itu sendiri (job-self).” (Carol W. Ellis 2008:93)
2.1.3.5 Tujuan dan Asas-asas Motivasi Tujuan dari pemberian motivasi menurut Hasibuan (2003:146) antara lain untuk: 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan. 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan. 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan. 6. Menciptakab suasana dan hubungan kerja yang baik. 7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi karyawan. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan. 9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya. 10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
30
Sedangkan asas-asas motivasi menurut Hasibuan (2003:146) mencakup asas-asas sebagai berikut: 1. Asas mengikutsertakan. Asas mengikutsertakan maksudnya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengajukan ide-ide, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan. 2. Asas komunikasi. Asas komunikasi maksudnya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendalakendala yang dihadapi 3. Asas pengakuan. Asas pengakuan maksudnya memberikan penghargaan dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya 4. Asas wewenang yang didelegasikan. Mendelegasikan sebagian wewenang dan kebebasan untuk mengambil keputusan-keputusan dan kreativitas kepada bawahan. 5. Asas perhatian timbale balik. Memotivasi bawahan dengan mengemukakan kegiatan atau harapan kita kepada mereka dan memahami serta berusaha memenuhi kebutuhan yang diharapkan bawahan dari perusahaan. 2.1.3.6 Metode Motivasi Menurut Hasibuan (2003:149) terdapat dua metode motivasi, yaitu: 1. Motivasi Langsung (Direct Motivation) Motivasi langsung adalah motivasi (materil dan non materil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, bintang jasa. 2. Motivasi Tak Langsung (Indirect Motivation) Motivasi tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/ kelancaran tugas,
sehingga para
pekerjaannya.
karyawan
betah
dan
bersemangat
melakukan
31
2.1.3.7 Proses Motivasi Proses Motivasi yang dikemukakan oleh Veithzal (2004:458) pada dasarnya dapat digambarkan; jika seseorang tidak puas akan mengakibatkan ketegangan, yang pada akhirnya akan mencari jalan atau tindakan untuk memenuhi dan terus memcari kepuasan yang menurut ukurannya sendiri sudah sesuai dan harus terpenuhi. Misalnya beberapa karyawan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berbicara atau berdiskusi sesuatu di kantor, yang sebenarnya hanya untuk memuaskan kebutuhan sosioalnya. Langkah ini adalah usaha yang bagus, namun tidak produktif dalam mewujudkan hasil kerja atau target kerja. Unsatisfied need Tension Drivers Search behavior Satisfied need Reduction of tention Gambar 2.2. Proses Motivasi Sumber : Veithzal Rivai (2004:457)
Menurut Hasibuan (2003:150) proses motivasi terdiri dari : 1. Tujuan Dalam proses motivasi perlu diterapkan terlebih dahulu tujuan organisasi, baru kemudian para karyawan dimotivasi kea rah tujuan itu. 2. Mengetahui Kepentingan Hal yang penting dalam proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak melihat dari sudut kepentingan pimpinan atau perusahaan apa. 3. Komunikasi Efektif Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan syarat-
32
syarat apa saya yang haurs dipenuhinya supaya sensitife tersebut diperolehnya. 4. Integrasi Tujuan Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan, sedangkan tujuan individu karyawan adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi. 5. Fasilitas Manajer penting untuk memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. 6. Team Work Manajer harus membentuk team work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
1. Kebutuhan yang tidak terpenuhi
6. Kebutuhan yang tidak terpenuhi dinilai kembali oleh karyawan
2. Mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan Karyawan
5. Imbalan atau hukuman
3. Perilaku yang berorientasi pada tujuan 4. Hasil karya (evaluasi Gambar 2.3dari Alurtujuan Motivasi yang tercapai) Gambar 2.3 Alur Motivasi Sumber : Hasibuan (2003:151)
33
2.1.4 Konsep Keberhasilan Koperasi Keberhasilan Koperasi tidak hanya cukup dengan partisipasi kontributif ( kontribusi keuangan dan kontribusi dalam pengambilan keputusan), tetapi yang lebih penting adalah partisipasi insentif anggota terhadap Koperasinya. Kontribusi insentif dalam hal ini adalah pemanfaatan jasa pelayanan yang diberikan Koperasinya. Semakin banyak pelayanan Koperasi, akan semakin banyak kontribusi anggota terhadap pembentukan sisa hasil usaha Koperasinya. Menurut Thoby Mutis (1992:40) keberhasilan Koperasi secara makro antara lain sangat di tentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Kemampuan menciptakan posisi pasar oleh Koperasi dengan cara (1) bertindak bersama dalam menghadapi pasar melalui pemusatan kekuatan bersaing dari anggota, (2) memperpendek jaringan pemasaran, (3) memiliki manajer yang cukup trampil, berpengetahuan luas, dan memiliki idealisme, (4) mempunyai dan meningkatkan kemampuan Koperasi sebagai satu unit usaha dalam mengatur jumlah dan kualitas barang-barang yang dipasarkan melalui kegiatan pergudangan, penelitian kualitas yang cermat dan sebagainya. b. Kemampuan Koperasi menghimpun dan menanamkan kembali modal dengan cara pemupukan berbagai sumber keuntungan sejumlah besar anggota. c. Penggunaan faktor-faktor produksi yang lebih ekonomis dan mengusahakan peningkatan kapasitas yang pada akhirnya menghasilkan biaya per unit yang relatif kecil d. Terciptanya keterampilan dibidang produksi, pengolahan dan pemasaran yang tidak mungkin dapat dicapai para anggota secara sendiri-sendiri. e. Pembebanan risiko dari anggota-anggota kepada Koperasi sebagai satu unit usaha yang selanjutnya hal tersebut ditanggung kembali secara bersama oleh anggota-anggotanya. f. Pengaruh Koperasi terhadap anggota-anggotanya yang berkaitan dengan perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih sesuai dengan perubahan tuntutan lingkungan, seperti perubahan teknologi, perubahan pasar, dan dinamika masyarakat. Koperasi yang berhasil adalah Koperasi yang mampu mengembangkan partisipasi
anggota
Keberhasilan
sebagai
Koperasi
dapat
subyek
dalam
tercapai
pengembangan
antara
lain
Koperasinya.
dikarenakan
lebih
mengutamakan pendidikan anggota yang sesuai dengan konteks kebutuhan yang dirasakan oleh anggota, peningkatan kegiatan usaha untuk menambah pendapatan
34
anggota, peningkatan motivasi anggota melalui berbagai kegiatan anggota, melibatkan anggota untuk berperan lebih aktif dalam Koperasi sehingga anggota memilki pengalaman yang lebih baik lagi, mengutamakan mutu pelayanan Koperasi atas dasar pelayanan yang murah, mudah, efisien sehingga anggota Koperasi mendapat pelayanan ekonomis yang tepat serta tidak tergoda oleh lembaga lain. Alfred Hanel (1989:205) berpendapat bahwa ”Koperasi dapat dikatakan berhasil dapat dilihat dari 3 komponen yaitu business success, member succes, dan development. Suatu Koperasi dikatakan berhasil didalam perkembangan usahanya bila setelah jangka waktu tertentu Koperasi beroperasi mengalami peningkatan baik dalam permodalan, volume usaha, SHU, Jenis usaha, manajemen dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Thoby Mutis (1992:49) yang menjelaskan tentang keberhasilan Koperasi, antara lain : Keberhasilan , antara lain bisa dilihat sebagai suatu penigkatan dalam kuantitas asset usaha, jasa, perolehan (pendapatan) atau hal-hal lain. Lebih khusus untuk Koperasi keberhasilan mungkin dapat ditinjau baik aspek peningkatan aktual atau relatif keanggotaan, simpan pinjam, SHU, kekayaan modal mandiri, jasa/pelayanan, dan sebagainya Dalam penelitian ini, penulis mengkaji permasalahan pada perkembangan usaha Koperasi yang meliputI volume usaha, Sisa Hasil Usaha (SHU) dan modal. 1. Volume Usaha Volume usaha adalah total nilai penjualan atau penerimaan dari barang dan jasa pada suatu periode atau tahun buku yang bersangkutan. Dengan demikian, volume usaha Koperasi adalah akumulasi nilai penerimaan barang dan jasa sejak awal tahun buku sampai dengan akhir tahun buku. (Arifin, 2001 :142) Volume usaha menunjukan besarnya pelayanan Koperasi kepada anggota dan non anggota, baik dalam bentuk transaksi pembelian maupun transaksi penjualan barang dan jasa. Volume usaha juga dapat dijadikan indikator untuk menunjukan fungsi Koperasi dalam peranannya membina ekonomi para anggota. Semakin besar
35
volume usaha yang dicapai Koperasi maka dapat diartikan bahwa fungsi dan manfaat Koperasi semakin dirasakan oleh para anggotanya, dan sebaliknya semakin kecil volume usaha yang dicapai Koperasi maka dapat diartikan fungsi dan manfaat Koperasi belum dirasakan oleh para anggota. 3. Sisa Hasil Usaha (SHU) Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992, sisa hasil usaha (SHU) Koperasi adalah pendapatan Koperasi yang diperoleh di dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya penyusutan dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan. Pada dasarnya harus diadakan pemisahan antara penggunaan pendapatan yang diperoleh dari pelayanan terhadap anggota sendiri dan terhadap pihak ketiga (bukan anggota). Sehingga ada 2 ( dua ) macam sisa hasil usaha Koperasi yaitu : Sisa Hasil Usaha (SHU) berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota, dibagi untuk : a. b. c. d. e. f.
Cadangan Koperasi Anggota sebanding dengan jasa yang diberikannya. Dana pengurus. Dana pegawai/karyawan Dana pendidikan Koperasi Dana sosial
Sisa Hasil Usaha (SHU) yang berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk bukan anggota, dibagi untuk : a. b. c. d. e.
Cadangan Koperasi Dana pengurus Dana pegawai/karyawan Dana pendidikan Koperasi Dana sosial (Arifin, 2001 : 89)
Sisa hasil usaha yang diperoleh dari pelayanan terhadap pihak ketiga termasuk bukan anggota, tidak boleh dibagikan kepada anggota, karena bagian pendapatan ini bukan diperoleh dari jasa anggota. Sisa hasil usaha pada dasarnya adalah hasil usaha Koperasi setelah dikurangi harga pelayanan. Jadi sisa hasil usaha muncul sebagai konsekuensi
36
adanya transaksi antara Koperasi. Semakin banyak transaksi seorang anggota akan semakin besar kontribusinya terhadap pembentukan SHU. Besarnya SHU ini nantinya akan menjadi dasar bagi perhitungan jasa anggota yang pada akhirnya akan menentukan besarnya SHU yang diterimanya. Dengan demikian SHU adalah manfaat ekonomi yang tidak langsung dirasakan oleh anggota. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan Koperasi dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan anggota, peningkatan dalam kuantitas asset, SHU, volume usaha, kekayaan modal sendiri, jumlah keanggotaan Koperasi serta peningkatan pelayanan. 3. Modal Berdasarkan
Undang-undang
Nomor
25
Tahun
1992
tentang
Perkoperasian, modal Koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Sebagai badan usaha , Koperasi harus memiliki modal sendiri sebagai modal perusahaan. Atas dasar itu kedudukan dan status modal Koperasi secara hukum dipertegas dengan menetapkan modal sendiri sebagai modal ekuitas, sedangkan modal pinjaman merupakan modal penunjang. Dalam Pasal 41 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa : 1. Modal terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman 2. Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah. 3. Modal pinjaman dapat berasal dari anggota, Koperasi lainya atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat utang lainnya dan sumber lainya yang sah. Dalam penjelasan Pasal 41 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang mengandung risiko atau disebut modal ekuitas. Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya, yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada Koperasi pada saat masuk menjadi anggota, dan simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada Koperasi dalam waktu dan
37
kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksud untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian Koperasi bila diperlukan. Hibah merupakan sumbangan pihak tertentu yang diserahkan kepada Koperasi dalam upaya turut serta mengembangkan Koperasi, dan hibah tidak dapat dibagikan kepada anggota selama Koperasi belum dibubarkan. Sedangkan simpanan sukarela adalah suatu jumlah tertentu dalam nilai uang yang diserahkan oleh anggota/bukan anggota terhadap Koperasi atas kehendak sendiri sebagai simpanan. Dengan demikian dalam rangka pengembangan Koperasi, dalam pelaksanaan pelayan kepada anggota memerlukan adanya modal demi lancarnya berbagai usaha dalam bidang ekonomi. 2.2 Kerangka Pemikiran Koperasi
adalah
lembaga
ekonomi
rakyat
yang
menggerakan
perekonomian rakyat dalam memacu kesejahteraan sosial masyarakat. Oleh karena itu pertumbuhan Koperasi dari waktu kewaktu perlu selalu ditingkatkan. Dalam menggerakkan Koperasi dibutuhkan keterampilan tekhnik, ekonomis, sosial,
dan
ketekunan
serta disiplin
tertentu
sesuai
dengan
dinamika
keprofesionalan dan partisipasi anggota Koperasi saat ini dan mendatang. Kenyataan yang ada, kemampuan Koperasi Karyawan (KOPKAR) untuk bergerak sesuai dengan yang diharapkan masih sangat rendah, hal ini bisa terlihat dari kinerja KOPKAR-KOPKAR di Cirebon. Dengan fasilitas dan kebijakan yang diberikan pemerintah seharusnya Koperasi mampu mandiri dan mencapai tujuan yang telah digariskan yaitu mencapai kesejahteraan anggota dan keberhasilan Koperasi. Terdapat beberapa masalah mendasar yang di hadapi oleh Koperasi, yaitu: pengurus yang tidak professional, rendahnya tingkat partisipasi anggota, masalah modal dan tingkat teknologi yang digunakan, mekanisme pasar yang tidak
38
mendukung terhadap perkembangan Koperasi dan masalah kebijakan pemerintah terhadap Koperasi. Berbicara masalah keberhasilan Koperasi, ada beberapa faktor yang menentukan berhasil atau tidaknya usaha Koperasi. Seperti yang diungkapkan oleh Alfred Hanel (1989:205) bahwa ”Koperasi dapat dikatakan berhasil dapat dilihat dari 3 komponen yaitu business success, member succes, dan development succes. Sedangkan menurut Ropke “keberhasilan dan perkembangan usaha Koperasi berhubungan dengan beberapa factor yang meliputi : pengelola, pelayanan, partisipasi anggota, permodalan dan pembinaan pemerintah. Hans H. Munker (1989:36) mengungkapkan ukuran keberhasilan koperasi ialah: 1. Kesejahteraan anggota nampak nyata dan konkrit, pegembalian SHU kepada anggota dilakukan, meskipun pemasara dilakukan dengan harga dan mutu bersaing dalam pasar yang sarat dengan persaingan keras. 2. Efisiensi ekonomi cukup tinggi 3. Penggunaan SHU untuk tujuan koperasi 4. Investasi secara sistematis yang berkaitan dengan basis keanggotaan (adanya pengurus yang khusus bertaggungjawab pada hubungan dengan anggota, asaluran informasi komunikasi yang baik) 5. Profil koperasi yang jelas 6. Kepemimpinan dengan konsep Koperasi yang jelas
Faktor pengelola atau manajer, merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan
usaha
Koperasi.
Manajer
Koperasi
adalah
orang
yang
bertanggungjawab terhadap jalannya usaha Koperasi sehari-hari. Tk. Purba dalam Lizza Susanti (2001:33) memberikan batasan manajer Koperasi sebagai pengelola, orang yang dipercayakan mengelola atau mengurus perusahaan atau bidang-bidang usaha Koperasi. Oleh karena itu, seorang manajer dituntut untuk memiliki kemampuan untuk mengelola sebuah Koperasi. Diantaranya yaitu kemampuan manajerial. Kemampuan manajerial adalah suatu kemampuan pimpinan untuk menggunakan sumber daya (manusia dan bahan baku), dan alatalat sehingga penggunaannya berjalan efisien, ekonomis adan efektif, sangat
39
menentukan bagi suksesnya pencapaian tujuan organisasi yang telah ditentukan (Siagian, 1998:14). Dalam penelitian ini keberhasilan lebih ditekankan pada business succes (keberhasilan usaha) yang dapat dilihat dari pertumbuhan nilai volume usaha, SHU dan modal sendiri. Tentunya untuk dapat mencapai suatu keberhasilan usaha, manajer selaku pengelola bisnis koperasi harus memiliki kemampuankemampuan khusus di bidang manajemen. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan manajerial. Kemampuan
manajerial
memiliki
pengaruh
tersendiri
terhadap
keberhasilan Koperasi, oleh karena itu dalam mengelola Koperasi diperlukan penerapan fungsi-fungsi manajemen oleh manajer, diantaranya : 1. 2. 3. 4. 5.
Perencanaan Pengorganisasian Pengarahan Pengkoordinasian Pengawasan (Depkop,1985 :23)
GR.Terry dalam Maman Ukas (1999:32) menerangkan empat fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), penggerakkan (actuating), dan kontrol (controling).serta diarahkan pada pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dengan empat ketrampilan tersebut maka perkembangan koperasi dapat menjadi lebih baik. Menurut Robert L. Kazt dalam Ulber silalahi (2002:56) kemampuan dan kompetensi yang dibutuhkan manajer untuk sukses mencapai tujuan, terdiri dari 3 ketrampilan manajemen,yaitu: 1. Kemampuan teknis, 2. Kemampuan kemanusian, 3. Kemampuan konseptual, Kemampuan manajerial harus dimiliki oleh seorang manajer agar dapat menjalankan kegiatan usaha yang tertib sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen. Kemampuan-kemampuan tersebut dibutuhkan oleh manajer dalam menetapkan tujuan, kebijakan, strategi usaha serta membuat keputusan jangka panjang tentunya yang berkaitan dengan kegiatan usaha Koperasi.
40
Selain dibekali dengan kemampuan manajerial, manajer juga harus memiliki motivasi kerja yang tinggi. Hal ini akan memperkuat manajer dalam menetapkan tujuan0tujuan yang akan dicapai. Dalam suatu organisasi, motivasi sangat penting karena tanpa keteguhan motivasi maka upaya pencapaian tujuan organisasi tersebut tidak akan berhasil dengan baik. Menurut Abraham Maslow, Teori Hirarki Kebutuhan-nya mengutarakan, motivasi manusia berdasarkan lima kebutuhan sebagai berikut: fisiologis -> keamanan -> sosial -> harga diri -> aktualisasi diri. (Satria H. Lubis, 2007:22) Frederick Herzberg juga mengemukakan teori motivasi yaitu motivationhygiene theory. Teori dua faktor meliputi faktor motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. (Carol W. Ellis, 2008:92) Faktor motivasional yaitu hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik yang bersumber dari diri sendiri. Sedangkan faktor hygiene atau pemeliharaan yaitu faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan. Dalam penelitian ini, teori motivasi yang digunakan adalah perpaduan antara teori motivasi Maslow dan Herzberg. Karena teori Maslow masih bersifat teoritis, maka perlu ditambahkan teori motivasi yang aplikatif. Teori yang ditambahkan adalah teori motivasi dua faktor dari Herzberg yaitu faktor-faktor pendorong motivasi yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Dengan berdasar pada pemikiran-pemikiran diatas dan dukungan teoriteori yang ada maka hubungan teori-teori tersebut dapat disederhanakan dalam sebuah kerangka berpikir sebagai berikut :
41
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir Kemampuan Manajerial Manajer (X1) Keberhasilan Koperasi Diukur dari X1
Pertumbuhan Volume Usaha (Y1)
X1
X1
Pertumbuhan SHU (Y2) X2 X2
Pertumbuhan Modal Sendiri (Y3) X2
Motivasi Kerja Manajer (X2)
2.3 Hipotesis
Setelah peneliti mengadakan penelaahan yang mendalam terhadap berbagai sumber maka selanjutnya dapat dirumuskan hipotesis. Menurut Suharsimi “Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul.” Hipotesis penelitiannya adalah:
42
1. Kemampuan manajerial berpengaruh terhadap keberhasilan Koperasi diukur dari pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan SHU dan pertumbuhan modal sendiri. 2. Motivasi kerja manajer berpengaruh terhadap keberhasilan Koperasi diukur dari pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan SHU dan pertumbuhan modal sendiri. 3. Kemampuan manajerial dan motivasi kerja manajer terhadap keberhasilan Koperasi diukur dari pertumbuhan volume usaha, pertumbuhan SHU dan pertumbuhan modal sendiri.