9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Teori Etika Teori etika membantu manusia untuk mengambil keputusan moral dan menyediakan justifikasi untuk keputusan tersebut, teori etika terdiri dari : 1. Utilitarianism Theory Utilitarianism theory menyatakan bahwa setiap individu harus berupaya secara optimal untuk melakukan tindakan yang memaksimumkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif (Duska, 2003 dalam Januarti, 2011). Tindakan moral yang memaksimumkan kesejahteraan dalam jumlah terbesar dengan biaya yang minimum. Jadi semakin banyak orang yang menikmati manfaatnya maka semakin baik. Bertens (2000) dalam Januarti (2011) mengelompokkan utilitarisme ke dalam dua macam, yaitu : (1) act utilitarisme, perbuatan yang memberikan manfaat untuk orang banyak dan (2) rule utilitarisme, tidak harus dalam bentuk perbuatan tetapi pada aturan moral yang diterima oleh masyarakat secara luas. 2. Deontologi Theory. Deontologi theory menyatakan bahwa setiap individu memiliki kewajiban untuk memberikan kebutuhan yang menjadi hak orang lain, sehingga dasar untuk menilai baik buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban, bukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
konsekuensi yang dihasilkan oleh perbuatan (Bertens,2000 dalam Januarti,2011). Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, melainkan karena suatu kewajiban yang harus dilakukan. Sehingga deontologi selalu menekankan pada pandangan bahwa perbuatan tidak dihalalkan karena tujuannya. Dengan demikian tujuan yang baik tidak menjadikannya suatu perbuatan itu menjadi baik (Bertens, 2000 dalam Januarti, 2011). Perbuatan yang baik hanya dari segi hukum belum tentu baik dari segi etika. Dari segi hukum yang terpenting adalah legalitas, sedangkan dari etika, legalitas saja tidak cukup melainkan harus diperhatikan moralitas perbuatan baik lahiriah maupun batiniah (Bertens, 2000 dalam Januarti,2011). 3. Teori Keutamaan (Virtue Theory). Teori keutamaan menurut Bertens (2000) dalam Januarti (2011) adalah disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkannya untuk bertingkah laku baik secara moral. Teori keutamaan dibedakan menjadi dua yaitu : pelaku bisnis individual (kejujuran, fairness, kepercayaan dan keuletan) dan taraf perusahaan (keramahan, loyalitas, kehormatan, rasa malu yang dimiliki oleh manajer dan karyawan). Teori ini mempunyai kelebihan karena memungkinkan untuk mengembangkan penilaian etis yang lebih positif (Bertens,2000 dalam Januarti,2011). Berdasarkan bentuk-bentuk teori etika yang telah dijelaskan, penelitian ini menggunakan teori keutamaan atau Virtue Theory. Hal ini dikarenakan dalam teori keutamaan ini menekankan sikap loyalitas,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
kejujuran, keadilan yang merupakan perwujudan perilaku etis akuntan manajemen. Dalam kegiatan bisnis sikap-sikap tersebut sangat dibutuhkan untuk pencapaian tujuan perusahaan, karena perusahaan yang unggul bukan hanya memiliki kinerja dalam bisnis, manajerial dan finansial yang baik akan tetapi juga kinerja etis dan etos bisnis yang baik. 2. Teori Equity/Keadilan Teori ini diajukan oleh Adam (1963) dalam Tjahjono (2009) yang menjelaskan bahwa individu membandingkan rasio usaha mereka dan imbalan dengan rasio usaha dan imbalan pihak lain yang dianggap serupa. Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. Persepsi keadilan tersebut akan menjelaskan berbagai sikap dan perilaku kerja. Teori ini berbasis pada teori pertukaran
sosial
(Tyler,2002
dalam
Tjahjono,2009).
Setiap
individu
mengharapkan bahwa mereka akan mendapatkan pertukaran usaha dan imbalan secara adil dari organisasi. Elemen teori ini bersandar pada tiga asumsi: 1. Teori ini menganggap bahwa orang mengembangkan kepercayaannya tentang apa yang menyebabkan hasil yang adil dan sebanding atas kontribusi yang diberikan dalam pekerjaannya. 2. Teori ini beranggapan bahwa orang cenderung membandingkan apa yang dipersepsikan harus menjadi tukaran mereka dengan organisasi atau majikan dengan apa yang ditukarkan orang lain dengan organisasi atau majikannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
3. Teori ini juga beranggapan bahwa ketika orang percaya bahwa hal tersebut tidak sebanding, maka mereka termotivasi untuk melakukan sesuatu. Terdapat empat ukuran penting di dalam teori tersebut : 1. Orang: individu yang merasakan bahwa dirinya diperlakukan adil atau tidak adil. 2. Perbandingan dengan orang lain : Setiap kelompok atau orang yang serupa dibandingkan oleh seseorang sebagai pembanding rasio usaha dan imbalan. 3. Masukan (input) : karakteristik individual yang dibawa ke dalam pekerjaan, seperti keberhasilan usaha dan karakteristik bawaan. 4. Perolehan (outcome) : Apa yang diterima individu dari pekerjaannya (penghargaan, upah dan tunjangan). Berdasarkan pada rasio tersebut, ketidakadilan akan muncul ketika individu mempersepsikan bahwa rasio antara masukan dan perolehan yang diperolehnya lebih besar atau kurang dibandingkan pihak lain yang dijadikan referensi oleh individu tersebut (Adams, 1963 dalam Tjahjono,2009). Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu: seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar dan mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
3. Komitmen Organisasi Komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu serta tujuan-tujuannya, berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbins, 2009). Komitmen organisasi adalah suatu nilai personal, dimana seringkali komitmen organisasi mengacu kepada loyalitas terhadap perusahaan atau komitmen terhadap perusahaan (Chang et al,2007 dalam Irawati,2012). Konsep komitmen muncul dari studi yang mengeksplorasi kaitan atau hubungan antara karyawan dengan organisasi. Motivasi untuk melakukan studi tentang komitmen didasari suatu keyakinan bahwa karyawan yang berkomitmen akan menguntungkan bagi perusahaan atau organisasi yang bersangkutan karena kemampuan potensialnya untuk mengurangi turnover dan meningkatkan kinerja (Mowday,1998 dalam Djati 2008). Ada dua pandangan awal mengenai komitmen, yang pertama adalah pandangan Porter et.al (1974) dalam Setiawan (2012) mendefinisikan komitmen sebagai suatu kekuatan dari pengidentifikasian dan keterlibatan seorang individu (the strength of an individual’s identification with an involvement) dalam suatu organisasi
tertentu.
Ada
pula
pendapat
Trisnaningsih
(2001)
yang
mendeskripsikan komitmen sebagai suatu tendensi atau kecenderungan untuk mengikatkan diri. Selain itu, komitmen organisasional dapat didefinisikan sebagai derajat seseorang, mengidentifikasikan dirinya sebagai bagian dari organisasi dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
keinginan
melanjutkan
partisipasi
aktif
didalamnya
(Noris,1983
dalam
Trisnaningsih,2001). Menurut Mowday, Porter dan Steers (1998) dalam Husein (2008) dikatakan bahwa komitmen organisasional terdiri dari tiga komponen atau faktor, yaitu : 1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi 2. Kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi, dan 3. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi. Ketiga karakteristik ini menyarankan bahwa komitmen organisasi melibatkan lebih dari hanya loyalitas yang pasif terhadap organisasi. Hal ini melibatkan suatu hubungan yang aktif dengan organisasi dimana para karyawan mempunyai kemauan untuk memberikan diri mereka dan membuat suatu kontribusi
personal
untuk
membantu
organisasi
mencapai
kesuksesan
(Cherrington,1995 dalam Irawati 2012). Menurut Mathieu dan Zajac (1990) dalam Setiawan (2012), hal-hal yang menyebabkan komitmen organisasional antara lain: Karakteristik personal (misalnya: jenis kelamin, usia, kemampuan) Peran (role states), (misalnya: ambiguitas peran) Karakteristik pekerjaan, (misalnya: otonomi tugas, tantangan) Hubungan antara kelompok dengan pemimpin (misalnya: group cohesiveness, struktur kepemimpinan yang inisiatif, pemimpin yang partisipatif)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Karakteristik organisasional, (misalnya: ukuran organisasi, sentralisasi power). Komitmen organisasional menurut Allen dan Meyer (2000) dalam Hussein (2008) adalah suatu desirable quality (kualitas yang diinginkan) yang harus dipelihara dikalangan karyawan. Dalam hal ini haruslah dilihat hal–hal apa saja yang dapat mempengaruhi komitmen seorang karyawan. Allen dan Meyer (2000) mengidentifikasikan tiga komponen yang berbeda dalam pendefinisian komitmen: komitmen sebagai suatu ikatan atau hubungan afektif (affective attachment) pada organisasi, komitmen sebagai suatu biaya yang dirasakan (perceived cost) yang berhubungan dengan meninggalkan organisasi, dan komitmen sebagai suatu kewajiban untuk tetap bertahan dalam organisasi. Oleh Allen dan Meyer (2000) ketiga bentuk dari komponen ini disebut sebagai affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment. 1. Affective commitment didefinisikan sebagai sampai derajad manakah seorang individu terikat secara psikologis pada organisasi yang mempekerjakannya melalui perasaan seperti loyalitas, affection, karena sepakat terhadap tujuan organisasi. 2. Continuance commitment adalah keadaan dimana karyawan merasa membutuhkan untuk tetap tinggal, dimana mereka berfikir bahwa meninggalkan perusahaan akan sangat merugikan bagi diri mereka. 3. Normative commitment didefinisikan sebagai suatu perasaan dari karyawan tentang kewajiban (obligation) untuk bertahan dalam organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
4. Sistem Kompensasi Pada dasarnya manusia bekerja juga ingin memperoleh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah seorang karyawan mulai menghargai kerja keras dan semakin menunjukkan loyalitas terhadap perusahaan, karena itulah perusahaan memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan yaitu dengan jalan memberikan kompensasi. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja, memotivasi dan meningkatkan kinerja para karyawan adalah melalui kompensasi (Mathis dan Jackson, 2000 dalam Fawzi, 2011). Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran karya mereka diantara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kompensasi seringkali juga disebut penghargaan dan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi (Fawzi, 2011). Selain itu dalam penelitian Djati dan Khusaini (2003) terdapat beberapa pengertian kompensasi dari beberapa tokoh yaitu : 1. Menurut William B. Werther dan Keith Davis (1999) kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodik didesain dan dikelola oleh bagian personalia.
2. Menurut Andrew F. Sikula (1990) kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap segai suatu balas jasa atau ekuivalen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
Menurut Djati dan Khusaini (2003) kompensasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Kompensasi finansial
terdiri
dari
kompensasi
finansial
langsung
(direct
financial
compensation) dan kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari gaji, upah, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung disebut juga dengan tunjangan, yakni meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Sedangkan kompensasi non finansial (nonfinancial compensation) terdiri dari kepuasan yang diterima baik dari pekerjaan itu sendiri, seperti tanggung jawab, peluang akan pengakuan, peluang adanya promosi, atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut berada, seperti rekan kerja yang menyenangkan, kebijakan-kebijakan yang sehat, adanya kafetaria, sharing pekerjaan, minggu kerja yang dipadatkan dan adanya waktu luang. Dengan demikian kompensasi tidak hanya berkaitan dengan imbalanimbalan moneter saja, akan tetapi juga pada tujuan dan imbalan intrinsik organisasi seperti pengakuan, maupun kesempatan promosi. Desler (2009) menyatakan bahwa kompensasi merupakan bentuk pembayaran tunai langsung, pembayaran tidak langsung dalam bentuk manfaat bagi karyawan dan insentif yang memotivasi karyawan bekerja keras dalam mencapai produktivitas kerja yang semakin tinggi. Kompensasi merupakan sebuah komponen yang penting dalam hubungannya dengan karyawan. Menurut Hasibuan (2005) dalam Amrullah (2011) kompensasi adalah semua pendapatan berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan perusahaan. Besarnya kompensasi mencerminkan status, pengakuan dan tingkat pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh karyawan bersama keluarga. Semakin besar balas jasa yang diterima oleh karyawan berarti jabatannya semakin tinggi, statusnya semakin baik dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang dinikmatinya semakin banyak. Desler (2009) membagi kompensasi atas dua jenis, yaitu non finansial dan finansial. Kompensasi non finansial antara lain termasuk pujian yang didapatkan untuk menyelesaikan suatu proyek atau berhasil memenuhi beberapa tujuan kerja. Mereka juga mengatakan bahwa efek psikologis dan sosial yang lain dari kompensasi juga merupakan gambaran dari jenis kompensasi non finansial. Kompensasi finansial bersifat terukur, memiliki bentuk imbalan moneter maupun non moneter. Kompensasi ekstrinsik dibagi lagi menjadi dua jenis, yakni kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung, dimana kompensasi langsung meliputi gaji pokok dan gaji variabel, sedangkan kompensasi tidak langsung meliputi tunjangan karyawan, pesangon. 5. Kepuasan kerja Menurut Robbins (2009) mengungkapkan kepuasan kerja adalah pandangan umum seorang karyawan mengenai pekerjaannya. Menurut Luthans (2006) dalam Hussein (2008) kepuasan kerja merupakan suatu keadaan yang menyenangkan atau perasaan emosi yang positif yang dihasilkan dari penilaian terhadap pekerjaan seseorang atau pengalaman. Menurut Kreitner dan Kinicki (2014) definisi kepuasan kerja adalah merupakan tingkat keserasian perasaan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
karyawan terhadap apa yang diperoleh dari organisasi dengan apa yang karyawan harapkan dari organisasi atau perusahaan. Dari beberapa pengertian kepuasan kerja diatas maka dapat disimpulkan bahwa secara umum kepuasan kerja karyawan merupakan keadaan emosional dari setiap individu terhadap pekerjaannya baik yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan. Seorang individu akan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi, yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang didapatnya). Menurut Luthans (2006) dalam Hussein (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: 1. Pekerjaan itu sendiri Pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Ada beberapa unsur yang paling penting dari kepuasan kerja yang menyimpulkan bahwa pekerjaan yang menarik dan menantang, serta perkembangan karir merupakan hal penting untuk setiap karyawan. 2. Gaji Para Karyawan menginginkan gaji yang sesuai dengan beban pekerjaan yang karyawan terima, mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan kerja.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
3. Atasan Hubungan antara atasan dengan karyawan bisa disebut dengan functional attraction yang menjelaskan sejauh mana karyawan merasa atasannya membantu mereka dalam mencapai hasil yang baik. Dengan kata lain konsep atasan ini adalah sejauh mana atasan memberi peluang kepada karyawannya melalui tugas-tugas yang mereka berikan dan umpan balik yang diberikan oleh karyawan. 4. Rekan kerja Rekan kerja memiliki dampak dalam kepuasan kerja. Persahabatan, kerjasama dengan rekan kerja merupakan sumber-sumber utama dari kepuasan kerja secara individu. Kelompok kerja memberikan sumber semangat, kenyamanan, nasihat dan bantuan kepada karyawan individu. Kelompok
kerja
yang
baik
dapat
membuat
pekerjaan
menjadi
menyenangkan. 5. Kondisi kerja Keadaan dan suasana ditempat kerja merupakan faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja. Bila kondisi kerjanya baik, bersih,nyaman maka karyawan akan merasa mudah dalam menjalankan pekerjaannya. 6. Perilaku Etis Perilaku etis merupakan sikap dan perilaku yang sesuai dengan normanorma sosial yang berkaitan dengan peraturan dan kode etik perusahaan yang diterima secara umum sehubungan dengan tindakan-tindakan yang bermanfaat. Dalam hal ini, seorang akuntan manajemen dipekerjakan oleh sebuah organisasi,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
tidak akan ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik. Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan manajemen mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta pentingannya akan hak dan kewajiban dalam perusahaan yang berdasarkan dengan kode etik perusahaan. Faktor yang penting dalam menilai perilaku etis adalah adanya kesadaran para individu bahwa mereka adalah agen moral. Perilaku etis juga sering disebut sebagai komponen dari kepemimpinan, yang mana pengembangan etika adalah hal penting bagi kesuksesan individu sebagai pemimpin suatu organisasi. (Yusuf,2009). Menurut Ricky W. Griffin dan Ronald J. Ebert (2008) dalam Arifiyani (2012) pengertian etika merupakan keyakinan mengenai tindakan yang benar dan yang salah, atau tindakan yang baik dan yang buruk yang mempengaruhi hal lainnya. Perilaku etis dapat menentukan kualitas individu (karyawan) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diperoleh dari luar yang kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam bentuk perilaku. Sedangkan Hansen Mowen (2009) dalam Yusuf (2009) berpendapat bahwa tingkah laku kita mungkin benar dan salah, layak atau tidak layak, dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Meskipun orang sering berbeda pandangan terhadap arti istilah etis, tetapi tampaknya terdapat suatu prinsip umum yang mendasari semua sistem etika. Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
kebaikan anggota lainnya.
Keinginan untuk berkorban demi
kebaikan
kelompoknya merupakan inti dari tindakan yang etis. Pemikiran mengenai pengorbanan kepentingan seseorang untuk kebaikan orang lain menghasilkan beberapa nilai inti yaitu nilai-nilai menjelaskan arti dari benar dan salah secara lebih konkret. Menurut Hansen dan Mowen (2009) terdapat sepuluh nilai inti yang dapat menghasilkan prinsip-prinsip yang melukiskan benar dan salah yaitu : a. Kejujuran b. Integritas dan etika c. Kesetiaan d. Transparansi e. Ketaatan aturan f. Penghargaan terhadap orang lain g. Bertanggung jawab h. Kepedulian terhadap sesama i. Pencapaian sempurna j. Akuntabilitas Pengorbanan kepentingan seseorang untuk kepentingan bersama tidak hanya benar dan memberi suatu nilai bagi individu tetapi juga untuk bisnis. Perusahaan dengan kode etik yang kuat dapat menciptakan loyalitas yang tinggi bagi konsumen dan pekerjanya. Meskipun kebohongan dan kecurangan kadang dapat menghasilkan kemenangan, namun kemenangan tersebut hanya bersifat sementara. Perusahaan yang mampu bertahan dalam jangka panjang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
menemukan bahwa ada manfaat dari memperlakukan segala sesuatu dengan jujur dan loyal. 7. Akuntan Manajemen Akuntan memiliki peran besar untuk meningkatkan transparansi dan kualitas informasi keuangan demi terwujudnya perekonomian nasional yang sehat dan efisien. Tidak ada proses akumulasi dan distribusi sumberdaya ekonomi yang tidak memerlukan campur tangan profesi akuntan. Akuntan berperan di semua sektor : publik, privat, dan nirlaba, Profesi Akuntan menyebar di dalam dan di luar instansi pemerintah. Akuntan manajemen atau bisa juga disebut akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari staf biasa sampai dengan kepala bagian akuntansi dan direktur keuangan. Tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern.
B. Penelitian Sebelumnya 1. Jayanti (2013) variabel terikat penelitian ini adalah perilaku etis dengan indikator perekonomian global dan budaya organisasi. Variabel bebas penelitian ini antara lain pengendalian internal, motivasi dan reward manajemen. Alat uji yang digunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian pengendalian internal, motivasi dan reward manajemen
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
berpengaruh positif secara simultan pada perilaku etis konsultan PT. Orindo Alam Ayu cabang Bali. Perbedaan dengan penulis yang lakukan yaitu pada variabel yang digunakan menggunakan konstruk eksogen, yang digunakan juga sebagai source variable atau independen variabel yaitu variable komitmen organisasi, sistem kompensasi dan kepuasan kerja. Alat yang digunakan dalam penelitian penulis lakukan menggunakan alat uji WrapPLS. 2. Irawati dan Supriyadi (2012) penelitian ini mengambil sampel pada BPK Perwakilan Jawa Tengah. Variabel yang digunakan idealisme, relativisme, komitmen profesional pemeriksa, komitmen organisasi, sensivitas etika serta gender sebagai variabel pemoderasi. Alat uji yang digunakan dengan PLS. Hasil dari penelitiannya berhasil menguji bahwa gender merupakan pemoderasi dalam hubungan antara idealisme orientasi etika terhadap komitmen organisasional dan sensitivitas etika, tetapi penelitian ini tidak berhasil menguji bahwa gender merupakan pemoderasi dalam hubungan antara idealisme orientasi etika terhadap komitmen profesional. Penelitian ini tidak berhasil menguji bahwa gender merupakan pemoderasi dalam hubungan
antara
relativisme
orientasi
etika
terhadap
komitmen
profesional, komitmen organisasional dan sensitivitas etika. Perbedaan dengan penulis yang lakukan yaitu pada variabel yang digunakan menggunakan konstruk eksogen, yang digunakan juga sebagai source variable atau independen variabel yaitu variabel komitmen organisasi, sistem kompensasi dan kepuasan kerja. Sampel yang digunakan yaitu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
akuntan manajemen yang berada pada perusahaan property dan real estate. 3. Januarti (2011) variabel dependen dalam penelitian ini adalah persepsi etis dan pertimbangan etis. Sedangkan variabel independennya adalah pengalaman auditor, komitmen profesional, orientasi etika dan nilai etika organisasi. Populasi dalam penelitian ini adalah auditor BPK se-Jawa. Sampel yang diambil adalah auditor BKP yang ada di Jakarta dan Semarang. Alat uji yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan hanya variabel orientasi etis yang berpengaruh signifikan terhadap persepsi dan pertimbangan etis Auditor BPK. Sedangkan variabel pengalaman, komitmen profesional dan nilai etika organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi dan pertimbangan etis. Perbedaan dengan penulis yang lakukan yaitu pada variabel yang digunakan menggunakan konstruk eksogen, yang digunakan juga sebagai source variable atau independen variabel yaitu variabel komitmen organisasi, sistem kompensasi dan kepuasan kerja. Sampel yang digunakan yaitu akuntan manajemen yang berada pada perusahaan property dan real estate. Alat uji yang penulis lakukan yaitu dengan WrapPLS. 4. Hussein (2008) variabel dalam penelitian ini yaitu pemahaman kode etik, prinsip moral, komitmen organisasional, model peran, kepuasan kerja, konflik peran, perilaku etis. Sampel yang digunakan yaitu akuntan manajemen di seluruh Indonesia. Analisis yang dilakukan adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
pengujian model dan uji hipotesis dengan menggunakan software AMOS. Penelitian ini berhasil mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran dan perilaku etis akuntan manajemen dan kepuasan kerja. Pemahaman kode etik, komitmen organisasional dan model peran mempengaruhi perilaku etis akuntan manajemen. Sedangkan prinsip moral tidak mempengaruhi perilaku etis akuntan manajemen kerja. Perbedaan dengan penulis yang lakukan yaitu pada variabel yang digunakan menggunakan konstruk eksogen, yang digunakan juga sebagai source variable atau independen variabel yaitu komitmen organisasi, sistem kompensasi dan kepuasan kerja. Sampel yang digunakan yaitu akuntan manajemen yang berada pada perusahaan property dan real estate. Alat uji yang penulis lakukan yaitu dengan WrapPLS. 5. Trisnaningsih (2001) variabel dalam penelitian ini adalah komitmen organisasi, komitmen profesional, motivasi, kepuasan kerja auditor. Sampel dalam penelitian ini auditor yang bekerja di kantor akuntan publik di Jawa Timur.Alat ujinya adalah menggunakan SPSS. Hasil penelitian ini yaitu komitmen organisasi dan profesional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja auditor. Perbedaan dengan penulis yang lakukan yaitu pada variabel yang digunakan menggunakan konstruk eksogen, yang digunakan juga sebagai source variable atau independen variabel yaitu variable komitmen organisasi, sistem kompensasi dan kepuasan kerja. Sampel yang digunakan yaitu akuntan manajemen yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
berada pada perusahaan property dan real estate. Alat uji yang penulis lakukan yaitu dengan WrapPLS.
C. Kerangka Pemikiran Indonesia termasuk negara dengan peringkat korupsi tertinggi di dunia (Transparancy International, 2005). Di Indonesia, kecurangan akuntansi dibuktikan dengan adanya likuidasi beberapa bank, diajukannya manajemen BUMN dan swasta ke pengadilan, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, korupsi di komisi penyelenggara pemilu, dan DPRD. Oleh karenanya fenomena ini tidak cukup hanya dikaji oleh ilmu akuntansi, tetapi perlu melibatkan disiplin ilmu yang lain. Teori etika memandang bahwa kejujuran, integritas, rasa percaya dan kesantunan adalah bagian dari nilai-nilai etis yang harus ada dalam apapun yang dilakukan oleh manusia, termasuk di dalam berbisnis, sebagai cerminan keberadaban. Namun di tengah persaingan yang begitu ketat dalam merebut pasar dalam dunia yang penuh dengan ketidakstabilan dan ketidakpastian, sering memaksa pelaku bisnis melakukan berbagai cara untuk mewujudkannya, termasuk dengan menyimpang dari etika dan kepatutan. Jika karyawan yang memilki etika dimana selalu memegang prinsip etika dalam menjalankan aktivitasnya dapat dikatakan karyawan tersebut jujur dan berperilaku etis, apa yang dilakukannya semata mata untuk memuaskan kepentingan banyak. Untuk membentuk karyawan yang beretika dibutuhkannya suatu komitmen organisasi yang tinggi, komitmen organisasi yang dimaksud bukan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
hanya kesetiaan pada organisasi, tetapi suatu proses yang berjalan dimana karyawan mengekspresikan kepedulian mereka terhadap organisasi sehingga mereka dapat berperilaku etis terhadap organisasinya. Tindakan curang yang dilakukan seseorang, disebabkan oleh keinginan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi yang salah satunya diakibatkan karena adanya ketidakpuasan akan lingkungan pekerjaannya dan ketidaksesuaian kompensasi yang diperoleh. Sehingga sistem kompensasi merupakan faktor yang penting dalam terciptanya perilaku etis akuntan manajemen. Sistem kompensasi yang adil diharapkan mampu mengurangi adanya keinginan untuk melakukan tindakan curang dan meningkatkan kepuasan kerja akuntan manajemen. Menurut teori Equity/keadilan karyawan akan merasa puas atau tidak puas tergantung pada persepsi mereka terhadap keadilan. Kepuasan atau ketidakpuasan karyawan merupakan hasil perbandingan antara input-outcomes dirinya dengan perbandingan input-outcomes karyawan lain. Apabila perbandingan tersebut dirasakan adil/equity maka karyawan tersebut cenderung puas, dan sebaliknya jika dirasakan tidak adil/inequity maka ada dua kemungkinan yaitu: (1) over compensation inequity; dan (2) under compensation inequity. Elemen-elemen penting dalam teori keadilan adalah input, outcomes, comparison person, dan equity atau inequity. Kepuasan terhadap tingkat kompensasi didasarkan pada perbandingan antara tingkat kompensasi dengan apa yang seharusnya mereka terima. Karyawan cenderung merasa puas apabila tingkat kompensasi yang seharusnya mereka terima sebanding dengan tingkat kompensasi aktual, dan tidak puas apabila
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
tingkat kompensasi aktual lebih kecil dari tingkat yang seharusnya. Kepuasan kompensasi berhubungan dengan perbedaan tingkat kompensasi pada tingkat pekerjaan atau jabatan yang berbeda-beda dalam suatu organisiasi (Schuler dan Jackson,2002 dalam Thoyibatun,2009). Perbedaan kompensasi berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab dari suatu pekerjaan, dan hirarki atau kedudukan seseorang dalam organisasi. Sehingga pemberian sistem kompensasi secara adil bertujuan agar menimbulkan rasa puas dengan demikian akuntan diharapkan dapat berperilaku etis dalam pekerjaannya dan tidak melakukan tindakan menyimpang. Tindakan menyimpang seperti adanya perilaku tidak etis dan kecurangan akuntansi, diharapkan dapat berkurang dengan adanya sistem kompensasi yang diberikan. Berdasarkan teori dan fenomena diatas dalam penulis mengambil beberapa variabel untuk mengetahui pengaruh variabel yang dapat menciptakan perilaku etis akuntan manajemen. Dimana kemudian terbangun model penelitian seperti terlihat dalam gambar 2.1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
Gambar 2.1 Model Penelitian D. Hipotesis 1. Komitmen Organisasi Akuntan Manajemen dan Perilaku Etis Akuntan Manajemen Komitmen menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh organisasi (Mowday,1995 dalam Husein 2008). Komitmen organisasional bisa tumbuh disebabkan karena individu memiliki ikatan emosional terhadap organisasi yang meliputi dukungan moral dan menerima nilai yang ada serta tekad dari dalam diri untuk mengabdi kepada organisasi. Di bidang etika, Oz (2001) dalam Husein (2008) meneliti tentang hubungan komitmen organisasional dan perilaku etis di lingkungan profesional sistem informasi dan dibandingkan dengan professional lainnya. Dan dapat membuktikan adanya hubungan antara komitmen organisasional dan perilaku etis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Husein (2008) mengungkapkan bahwa komitmen organisasional mempengaruhi secara signifikan perilaku etis akuntan manajemen. Karena akuntan manajemen adalah anggota atau pegawai organisasi, maka komitmennya terhadap organisasi akan mempengaruhi perilakunya. Makin tinggi komitmennya, maka makin sadar akuntan manajemen tersebut untuk berperilaku secara etis. Hasil penelitian ini menekankan pentingnya menumbuh kembangkan komitmen akuntan manajemen pada organisasi. H1 : Komitmen organisasi akuntan manajemen berpengaruh signifikan terhadap perilaku etis akuntan manajemen
2. Pengaruh Komitmen Organisasi Akuntan Manajemen dan Kepuasan Kerja Akuntan Manajemen Komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai 1.) sebuah kepercayaan pada tujuan tujuan dan nilai nilai dari organisasi. 2.) Sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh sungguh guna kepentingan organisasi. 3.) Sebuah
keinginan
untuk
memelihara
keanggotaan
dalam
organisasi
(Trisnaningsih,2001). Sedangkan kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja dan banyaknya yang diyakini yang seharusnya diterima (Robbins,2009). Komitmen organisasi dan kepuasan kerja adalah dua hal yang sering dijadikan pertimbangan saat mengkaji masalah perilaku dan kinerja akuntan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2001) menunjukan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Suatu komitmen yang kuat pada organisasi timbul dari interaksi individu dengan organisasi ketika terdapat alternatif penawaran yang menarik dari suatu pekerjaan atau jabatan bagi seseorang. Pekerjaan/ jabatan yang memberikan harapan yang selaras dengan keinginan, hasrat dan pengalaman masa lalu seseorang yang dapat membahagiakannya akan menimbulkan kepuasan kerja pada diri akuntan. Gregson (1992) dalam Trisnaningsih (2001) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai pertanda awal terhadap komitmen organisasi dalam dunia kerja akuntan. Komitmen organisasi dan komitmen profesional adalah saling melengkapi dan harmonis serta mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kepuasan kerja (Trisnaningsih,2001). H2 : Komitmen organisasi akuntan manajemen berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja akuntan manajemen
3. Sistem Kompensasi Akuntan Manajemen dan Perilaku Etis Akuntan Manajemen Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jayanti (2012) mengatakan bahwa reward manajemen berpengaruh signifikan pada perilaku etis konsultan, ada hubungan antara reward terhadap kedisiplinan waktu, kedisiplinan waktu termasuk dari perilaku etika yang baik. Pemberian reward secara adil dapat mengurangi rasa iri yang dapat memunculkan kecurangan atau perilaku tidak etis,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
dengan kata lain sistem pembagian reward konsultan harus sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima oleh konsultan dan sesuai dengan prosedur perusahaan yang dimana hal tersebut dapat mencegah atau meminimalkan perilaku tidak etis dan meningkatkan perilaku etis oleh konsultan. H3 : Sistem kompensasi akuntan manajemen berpengaruh signifikan terhadap perilaku etis akuntan manajemen
4. Pengaruh Sistem Kompensasi Akuntan Manajemen dan Kepuasan Kerja Akuntan Manajemen Kompensasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
seorang
karyawan.
Setiap
organisasi
sebaiknya
berupaya
untuk
meningkatkan kepuasan kerja karyawannya dengan memberikan program kompensasi yang adil dan layak serta kompetitif. Menurut Robbin (2009) faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja antara lain program kompensasi yang adil dan layak, keamanan pekerjaan, jadwal kerja yang fleksibel, dan program keterlibatan karyawan. Kepuasan terhadap kompensasi ditentukan oleh keadilan kompensasi, tingkat kompensasi, dan praktik-praktik administrasi kompensasi. Kompensasi seringkali menjadi pemicu ketidakpuasan karyawan. Berdasarkan hasil riset Dallas (2002) yang dikutip oleh Thoyibatun (2009) menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja adalah penghargaan, pujian, prestasi, dan kenaikan jabatan, sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah supervisor, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan gaji. Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2013)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. H4 : Sistem kompensasi akuntan manajemen mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja akuntan manajemen
5. Pengaruh Kepuasan Kerja Akuntan Manajemen dan Perilaku Etis Akuntan Manajemen Kepuasan kerja adalah akibat atau konsekuensi dari perilaku etis. Kepuasan kerja (job satisfaction) menurut Kinicki dan Kreitner (2014) adalah respon yang sifatnya afektif atau emosional terhadap berbagai segi pekerjaan dan konsep kepuasan kerja bukanlah konsep yang tunggal. Ada lima penyebab dominan kepuasan kerja seseorang (Kinicki dan Kreitner 2014) yakni sejauh mana pekerjaan memenuhi kebutuhan individu (need fulfillment), harapannya terpenuhi (met expectation), pencapaian nilai (value attainment) termasuk faktor etis, keadilan
(equity),
komponen
disposisional/genetik
(dispositional/genetic
components). Koh dan Boo (2001) dalam Fawzi (2011) menguji keterkaitan antara etika organisasional dan kepuasan kerja dan hasilnya menunjukkan bahwa perilaku etis berpengaruh positif pada kepuasan kerja. Yetmar dan Eastman (2000) dalam Husein
(2008) menguji faktor konflik peran, ambiguitas
peran,kepuasan kerja, komitmen profesional dan orientasi etika, dengan hasil penelitian mengatakan bahwa adanya pengaruh kepuasan kerja terhadap perilaku etis. Penelitian yang dilakukan Husein (2008) menunjukkan bahwa jika akuntan manajemen mampu menjaga perilaku etisnya, maka kepuasan kerjanya semakin
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
tinggi. Dengan demikian kinerja seorang akuntan dapat didorong tidak hanya melalui insentif yang sifatnya keuangan tapi juga dari lingkungan kerja yang kondusif yang salah satunya ditunjukkan oleh perilaku secara etis. H5: Kepuasan kerja akuntan manajemen berpengaruh signifikan terhadap perilaku etis akuntan manajemen
http://digilib.mercubuana.ac.id/