BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pemasaran Menurut American Marketing Association (AMA) dalam Kotler (2005), pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanakan pemikiran, penetapan harga, promosi, dan penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi sasaransasaran individu organisasi. Menurut Kotler (2005), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial, dimana seseorang dan kelompok memperoleh apa yang dibuktikan dan tunjukkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai. 2.1.2 Segmentasi Pasar Segmentasi adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang menentukan bauran pemasaran tersendiri (Kotler, 2005). Berdasarkan definisi diatas diketahui bahwa pasar suatu produk tidaklah homogen, akan tetapi pada kenyataannya adalah heterogen. Menurut Kotler (2005) segmen pasar adalah kelompok pelanggan yang memiliki seperangkat keinginan yang sama. Segmentasi merupakan unsur pertama dalam strategi pemasaran. Menurut Kartajaya (2008), segmentasi diartikan sebagai melihat pasar secara kreatif. Segmentasi merupakan seni mengidentifikasi serta memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar.
6
7
2.1.3 Penentuan Target Pasar (Targeting) Setelah perusahaan memilih segmen pasar, strategi selanjutnya adalah menentukan target pasar atau pasar sasaran. Definisi umum dari targeting adalah merupakan kegiatan yang berisi dan menilai serta memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki oleh suatu perusahaan.
Menrut
Kotler
(2005),
targeting
adalah
strategi
mengalokasikan sumber daya perusahaan secara efektif. 2.1.4 Penetapan Posisi (Positioning) Penetapan posisi (positioning) adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan sehingga menempati posisi yang khas (diantara para pesaing) di dalam benak pelanggan sasarannya (Kotler, 2005). Perusahaan memiliki tiga pilihan strategi positioning (Kotler, 2005), yaitu : a. Memperkuat posisi dirinya saat ini di dalam benak konsumen. b. Mencari dan merebut posisi baru yang belum ditempati. c. Menggeser (deposition) dan mengubah (reposition) posisi persaingan. Boyd dalam Fitri (2006), menyebutkan bahwa terdapat tujuh strategi posisi pasar yang relevan dengan sejumlah besar situasi, yaitu : a. Penentuan posisi monosegmen Mengembangkan program pemasaran dan produk yang dirancang untuk preferensi segmen tunggal. Implementasi yang sukses dari strategi ini akan memberi merek keunggulan yang jelas di dalam segmen sasaran, tetapi tidak akan menghasilkan banyak penjualan
8
dari pelanggan untuk segmen-segmen lain. Strategi ini paling baik digunakan dalam pemasaran masal. b. Penentuan posisi multisegmen Penentuan posisi produk agar menarik konsumen dari segmensegmen yang berbeda. Penentuan posisi ini biasanya cocok untuk segmen-segmen individual kecil, seperti yang biasa terjadi dalam tahap-tahap awal daur hidup produk. c. Penentuan posisi siaga (standby positioning) Perusahaan dapat menentukan untuk mengimplementasi strategi penentuan posisi monosegmen hanya bila terpaksa. Dengan tujuan meminimalkan waktu tanggapan, perusahan menyiapkan rencana siaga yang menspesifikasi produk dan atributnya, seperti halnya rincian program-program pemasaran yang akan digunakan untuk memposisikan produk baru. d. Penentuan posisi tiruan (initiative positioning) Penentuan posisi ini mungkin merupakan strategi yang tepat jika perusahaan tiruan memiliki keunggulan berbeda diluar penentuan posisi, misal akses yang lebih baik ke saluran distribusi, armada penjualan yang lebih efektif, atau jumlah uang yang sangat besar untuk dibelanjakan. e. Penentuan posisis antisipatif Perusahaan
dapat
memposisikan
produk
baru
untuk
mengantisipasi evolusi kebutuhan segmen. Hal ini cocok ketika merek baru tidak diharapkan untuk diakui lebih cepat dan pangsa
9
pasar akan terbentuk, ketika kebutuhan konsumen semakin disesuaikan dengan manfaat-manfaat yang ditawarkan. f. Penentuan posisi adaptif Secara periodik memposisikan kembali sebuah merek untuk mengikuti evolusi kebutuhan segmen. g. Penentuan posisi defensif Perusahaan dapat mendayagunakan strategi-strategi kompetitif dengan memperkenalkan merek tambahan dalam posisi yang sama untuk segmen yang sama. Hal tersebut akan mengurangi profitabilitas dalam jangka pendek, tetapi membuat perusahaan melindungi dirinya dengan baik melawan pesaing dalam jangka panjang. 2.1.5 Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Bauran pemasaran atau marketing mix adalah kumpulan dari variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan dimana digunakan oleh suatu perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran. Kotler (2005) menyebutkan bahwa dalam pemasaran terdapat empat prinsip dasar bauran pemasaran yang terdiri dari Product, Price, Place, Promotion. Dalam penelitian ini, dasar teori yang digunakan adalah price dan place. 2.1.5.1 Product Kebijakan mengenai produk atau jasa meliputi jumlah barang atau jasa yang akan ditawarkan perusahaan, pelayanan khusus yang ditawarkan perusahaan guna mendukung penjualan barang dan jasa, dan bentuk barang ataupun jasa yang ditawarkan.
10
Produk merupakan elemen yang paling penting, sebab dengan inilah perusahaan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan dari konsumen, namun keputusan itu tidak berdiri sendiri sebab produk atau jasa sangat erat hubungannya dengan target market yang dipilih. Suatu produk pada dasarnya merupakan kumpulan atributatribut, dan setiap produk baik barang maupun jasa dapat dideskripsikan dengan menyebutkan atribut-atributnya. Engel, et al. (1994) mendefinisikan atribut sebagai karakteristik atau sifat suatu produk yang umumnya mengacu pada karakteristik yang berfungsi sebagai kriteria evaluatif selama masa pengambilan keputusan. Kotler (2005) mendefinisikan atribut sebagai mutu ciri dan model produk. Pengukuran perilaku konsumen membutuhkan atribut-atribut yang dianggap sah oleh obyek perilaku konsumen tersebut. Menurut Simamora (2002), ada dua pengertian yang dapat diberikan tentang atribut obyek pada perilaku konsumen. Pertama, atribut sebagai karakteristik yang membedakan produk dari yang lain. Atribut produk dalam pengertian ini meliputi dimensidimensi yang terkait, deperti performa, daya tahan, keandalan, desain, dan lain-lain. Kedua, atribut merupakan faktorfaktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan dalam pembelian kategori produk, yang melekat pada produk atau menjadi bagian dari produk itu sendiri. Atribut dalam pengertian kedua ini selain merupakan dimensi-dimensi produk
11
juga menyangkut apa saja yang dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan
untuk
membeli,
menonton,
dan
memperhatikan suatu produk, seperti harga, ketersediaan produk, harga jual kembali, merek, dan sebagainya. Menurut Sumarwan (2004) atribut produk dibedakan ke dalam
atribut
fisik
dan
atribut
abstrak.
Atribut
fisik
menggambarkan ciri-ciri fisik suatu produk, misalnya ukuran, warna, dan bentuk. Atribut abstrak menggambarkan karakteristik subyektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen. Konsumen akan mempertimbangkan atribut fisik dan atribut abstrak dalam menilai suatu produk. Pertimbangan ini akan sangat ditentukan oleh informasi yang tersimpan di dalam memorinya. Menurut Simamora (2002), ada beberapa cara untuk mengetahui atribut produk, yaitu : a. Metode judgement, yaitu peneliti menyusun sendiri atribut produk. Akurasi atribut dengan metode ini tergantung dari kredibilitas peneliti yang subyektif. b. Metode focus group, dimana peneliti mengumpulkan 10 hingga 20 responden yang dianggap memahami produk, kemudian secara bersamasama membahas atribut produk tersebut. c. Metode survei, yaitu dengan menggunakan presentase brainstorming atau metode iterasi.
12
2.1.5.2 Price Kebijakan harga erat kaitannya dengan keputusan tentang jasa yang dipasarkan. Hal ini disebabkan harga merupakan penawaran suatu produk atau jasa. Dalam penetapan harga, biasanya didasarkan pada suatu kombinasi barang atau jasa ditambah dengan beberapa jasa lain serta keuntungan yang memuaskan. Berdasarkan harga yang ditetapkan ini konsumen akan mengambil keputusan apakah dia membeli barang tersebut atau tidak. Selain itu konsumen juga menetapkan berapa jumlah barang atau jasa yang harus dibeli berdasarkan harga tersebut. 2.1.5.3 Place Setelah perusahaan berhasil menciptakan barang atau jasa yang dibutuhkan dan menetapkan harga yang layak, tahap berikutnya menentukan metode penyampaian produk atau jasa ke pasar melalui rute-rute yang efektif hingga tiba pada tempat yang tepat, dengan harapan produk atau jasa tersebut berada ditengahtengah kebutuhan dan keinginan konsumen yang haus akan produk/jasa tersebut. 2.1.5.4 Promotion Aspek ini berhubungan dengan berbagai usaha untuk memberikan informasi pada pasar tentang produk atau jasa yang dijual, tempat dan saatnya. Ada beberapa cara menyebarkan informasi ini, antara lain periklanan (advertising), penjualan pribadi (personal selling), promosi penjualan (sales promotion) dan publisitas (publicity).
13
2.1.6 Perilaku Konsumen Menurut Kotler (2005), konsumen adalah individu atau kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang atau jasa untuk kehidupan pribadi atau kelompoknya. Menurut Engel, et al. (1994), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyertai tindakan ini. American
Marketing
Association
(AMA)
dalam
Kotler
(2005)
mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kognisi, perilaku dan lingkungan dimana manusia melakukan aspek pertukaran dalam hidup mereka. Sumarwan (2004) mengungkapkan bahwa perilaku konsumen pada hakikatnya adalah untuk memahami mengapa konsumen melakukan apa yang mereka inginkan. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa, dan setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Engel, et al. (1994) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu : a. Pengaruh lingkungan Konsumen hidup dalam lingkungan yang sangat kompleks, oleh karena itu lingkungan akan mempengaruhi proses keputusan yang akan dilakukan oleh seorang konsumen. Pengaruh lingkungan meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi. b. Perbedaan individu
14
Perbedaan individu merupakan faktor internal yang menggerakkan dan
mempengaruhi
perilaku.
Perbedaan
individu
meliputi:
sumberdaya konsumen, motivasi, pengetahuan tentang produk, sikap, kepribadian/gaya hidup, dan demografi. c. Proses psikologis Proses psikologis merupakan proses sentral yang membentuk semua aspek motivasi dan perilaku konsumen. Proses psikologis meliputi pengenalan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. 2.1.6.1 Proses Keputusan Pembelian Perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian mencerminkan
tanggapan
konsumen
terhadap
berbagai
rangsangan, baik dari pemasar berupa rangsangan pemasaran maupun dari dirinya sendiri yang berupa pengaruh lingkungan, perbedaan individu, dan proses psikologis. Menurut Engel, et al. (1994), konsumen harus melalui lima urutan tahapan dalam proses pengambilan keputusan baik yang bersifat mental maupun fisik. Kelima tahapan proses keputusan pembelian, yaitu : a. Pengenalan masalah Proses dimulai saat konsumen menyadari adanya masalah atau kebutuhan. Konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. b. Pencarian informasi
15
Konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). c. Evaluasi alternatif Konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih. d. Keputusan Pembelian Konsumen memilih barang atau jasa yang disukai setelah memperoleh alternatif yang dipilih untuk
melakukan
pembelian. e. Perilaku Sesudah Pembelian Konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan sesudah digunakan sehingga
konsumen
akan
mengalami
kepuasan
atau
ketidakpuasan. 2.1.6.2 Preferensi Konsumen Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang dan jasa) yang dikonsumsi.
Preferensi
konsumen
menunjukkan
kesukaan
konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada (Kotler, 2005). Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Menurut Nicholson (2002), hubungan preferensi pada umumnya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar, yaitu :
16
a. Kelengkapan (completeness) Jika A dan B merupakan dua kondisi, maka tiap orang harus dapat menspesifikasikan apakah : 1. A lebih disukai daripada B 2. B lebih disukai daripada A 3. A dan B sama-sama disukai b. Transitivitas (transitivity) Jika seorang mengatakan ia lebih menyukai A daripada B, dan lebih menyukai B daripada C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C. c. Kontinuitas (continuity) Jika seorang mengatakan A lebih disukai daripada B maka situasi yang mirip dengan A harus lebih disukai daripada B. Berdasarkan ketiga sifat diatas, diasumsikan bahwa tiap orang dapat membuat atau menyusun rangking semua kondisi atau situasi mulai dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai. Pada sejumlah alternatif yang ada, orang lebih cenderung memilih sesuatu yang memaksimumkan kepuasannya (Nicholson, 2002). Preferensi konsumen dapat keputusan diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai kepentingan relatif setiap atribut. Atribut fisik ini akan menumbuhkan
daya
tarik
yang
pembelian konsumen terhadap produk.
dapat
mempengaruhi
17
2.1.7 Pengertian Perumahan Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia No 403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sehat adalah : a. Rumah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Rumah sebagai tempat membina keluarga, tempat berlindung dari iklim dan tempat menjaga kesehatan keluarga. b. Rumah Sehat Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi ketetapan atau ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni rumah dari bahaya atau gangguan kesehatan, sehingga memugkinkan penghuni memperoleh derajat kesehatan yang optimal. c. Perumahan Kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. d. Permukiman Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
18
Menurut UU RI No.4 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat (2), rumah mempunyai arti bangunan dan lingkungan tempat tinggal dilengkapi dengan sarana dan prasarana fasilitas yang memenuhi syarat-syarat guna mendukung kehidupan manusia. Menurut Arthur C.S. (Housing : Symbol, Structure, Site, 1990), filosofi rumah sama dengan tubuh manusia yang membutuhkan penutup berupa rumah atau shelter. Menurut Sam Davis (The Form of Housing), rumah kemudian akan disebut menjadi perumahan apabila menjadi sekumpulan kesatuan di atas petak-petak lahan individu atau sebagai kelompok rumah gandeng atau sebagai bangunan apartemen. Sebagai wadah kehidupan manusia, rumah dituntut untuk dapat memberikan sebuah lingkungan binaan yang aman, sehat dan nyaman. Untuk
itulah
Pemerintah
dengan
wewenang
yang
dimilikinya
memberikan arahan, standar peraturan dan ketentuan yang harus diwujudkan oleh pihak pengembang. Pembangunan perumahan dapat dilaksanakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta. 2.1.8 Unsur-Unsur Permukiman Menurut C.A. Doxiadis (Time-Savern Standards for Urban Design, McGraw-Hill, 1966), terdapat lima unsur permukiman, yang menurutnya cukup tepat untuk sebuah pendekatan yang menyeluruh terhadap permukiman, unsur-unsur itu disebut Ekistic Element, yaitu : a. Individu (man) Manusia sebagai individu, meliputi perempuan dan laki-laki.
b. Masyarakat (society)
19
Kegiatan berhadapan dengan orang-orang dan saling berinteraksi dengan kecenderungan populasi, menggolongkan perilaku, kebiasaan sosial,
jabatan,
pendudukan,
pendapatan,
dan
pemerintahan.
Meningkatkan arti pentingnya bermasyarakat adalah hal berharga yang tidak bisa dipisahkan dalam komunitas masyarakat kecil setelah menjadi komunitas yang lebih besar (permukiman). c. Alam (nature) Alam menghadirkan ekosistem untuk orang (individu) dan masyarakat beroperasi dan menempatkan kota dan permukiman. Interelasi antara manusia, mesin, permukiman dan alam adalah arti penting seperti halnya daya dukung daerah, benua dan terakhir keseluruhan planet. d. Pelindung (shells) Pelindung digunakan sebagai istilah yang umum untuk semua bangunan dan struktur. e. Jaringan (network) Jaringan untuk transportasi, komunikasi dan kegunaan mendukung permukiman, mengikatnya bersama dengan organisasi dan struktur. Perubahan sangat mempengaruhi pola kota dan sering juga pengembangan
di
(dalam)
jaringan
dapat
mengakibatkan
pengembangan baru terhadap kota besar dan masyarakatnya. Doxiadis menemukan kesimpulan untuk permukiman manusia dari perkataan Aristoteles, “bahwa sasaran permukiman untuk sebuah kota besar adalah untuk membuat individu yang bahagia dan aman. Keselamatan tidaklah hanya terbatas pada keselamatan dari peperangan, tetapi keselamatan dari kejahatan, polusi dan bencana alam”. Doxiadis
20
percaya bahwa untuk selamat, untuk tinggal atau hidup dan untuk mencapai kebahagiaan, manusia membangun permukiman yang selalu mengikuti prinsip pokok, yaitu prinsip dasar seorang individu mencari kebahagiaan : a. Kontak/interaksi maksimal (maximal contacts) b. Usaha minimum (minimum effort) c. Ruang optimal (optimum space) d. Lingkungan yang berkualitas (quality of environment) e. Optimal dalam mengkaji prinsip-prinsip (optimum in the synthesis of all principles). 2.1.9 Atribut Perumahan 1. Harga
Harga adalah satu-satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan penjualan. Pada perusahaan-perusahaan besar, penetapan harga biasanya ditangani oleh manajer divisi atau lini produk, akan tetapi pihak manajemen teras tetap menentukan tujuan dan kebijakan umum mengenai harga jual, dan sering juga menyetujui usulan harga yang diajukan oleh para manajernya (Kotler, 2004: 120). Terdapat enam langkah pokok dalam penetapan harga jual suatu produk yang dapat dilakukan oleh produsen (Kotler ,2004 : 162), yaitu dengan: a. Penetapan tujuan pemasaran. Seperti misalnya bertahan hidup, maksimalisasi keuntungan jangka pendek, unggul dalam pangsa pasar, atau unggul dalam kualitas produk.
21
b. Penentuan kurva permintaan yang akan memperlihatkan jumlah produk yang akan dibeli di pasar dalam waktu tertentu, pada berbagai tingkat harga. Makin inelastis permintaan, makin mampu perusahaan menaik - turunkan harganya. c. Perusahaan memperkirakan perilaku biaya pada berbagai tingkat produksi dan perilaku biaya dalam kurva pengalamannya. d. Perusahaan menguji dan mengambil harga - harga pesaing sebagai dasar penetapan harga jualnya sendiri. e. Perusahaan memilih salah satu dari berbagai metode harga, yaitu : cost plus, analysis break even dan target profit, perceived value, going rate dan sealed-bid pricing. f. Menentukan harga akhir yang harus mencerminkan cara-cara psikologis yang paling efektif, harus mempertimbangkan reaksireaksi yang mungkin timbul dari distributor, dealer, tenaga penjualan perusahaan, pesaing, pedagang dan pemerintah. Penetapan harga yang dilakukan oleh produsen, dalam hal ini developer perumahan, memiliki beberapa tujuan (Peter, J.Paul & Olson, Jerry C, 2000 : 238), yaitu : a. Meningkatkan penjualan b. Menargetkan pangsa pasar c. Keuntungan jangka panjang maksimum d. Keuntungan jangka pendek maksimum e. Pertumbuhan f. Stabilisasi pasar g. Menurunkan sensitivitas konsumen terhadap harga
22
h. Mempertahankan kepemimpinan harga i. Menakut - nakuti pendatang baru j. Mempercepat runtuhnya perusahaan - perusahaan marjinal Ada dua komponen dasar yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam menafsirkan harga rumah secara rasional (Surowiyono, Tutu TW, 2007:101), yaitu : 1. Harga tanah a. Status tanah Hal ini menyangkut surat tanah, apakah berupa Sertifikat atau Girik. Sertifikat itu sendiri ada yang berupa Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Guna Bangunan. Dengan status yang berbeda-beda maka harga tanah pun juga akan berbedabeda. b. Lokasi tanah Dalam hal ini tidak membandingkan lokasi di pinggir kota dan di tengah kota yang harganya sudah pasti berbeda. Tetapi lokasi tanah yang terkait dengan NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak). Misalnya pada suatu kawasan banyak terdapat NJOP yang sama tetapi harga jual tanahnya berbeda untuk seluruh kawasan tersebut. Karena dalam kawasan itu ada tanah yang terdapat dalam gang dan ada yang di tepi jalan besar. Contoh lain, ada tanah yang terdapat pada lokasi yang sama tetapi salah satu tanah yang dimaksud kondisinya ada di bawah permukaan jalan, jadi sebelum dibangun harus diuruk dulu.
23
Sehingga harganya lebih murah padahal menurut NJOP mempunyai nilai yang sama. 2. Harga bangunan a. Permanensi bangunan Permanensi bangunan dibagi menjadi empat, yaitu bangunan tidak
permanen,
semi
permanen,
permanen,
dan
monumental.. b. Usia bangunan Semakin tua usia sebuah bangunan atau rumah maka akan semakin murah harganya. Karena dianggap ada penyusutan (4% per tahun). Nilai penyusutan ini bisa berubah, semakin terawat sebuah rumah, maka nilai penyusutannya akan semakin kecil dan begitu juga sebaliknya. c. Bentuk dan ukuran bangunan Dari segi bentuk, sebaiknya konsumen menilai bentuk bukan dalam arti model saja, tetapi juga pengorganisasian ruang. Dalam arti, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan atau belum. Dari segi ukuran sudah bisa dipastikan bahwa semakin besar sebuah rumah maka harganya akan semakin tinggi. Tetapi untuk rumah yang luasnya sama harganya bisa berbeda - beda tergantung jumlah pembagian ruang di dalamnya. Seperti dikutip dari penelitian Muhammad Taufik & Eduardus Tandelilin (2007) bahwa harga merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Hasil tersebut sejalan dengan
24
hasil studi sebelumnya (Rahmawati, 2005) yaitu bahwa transaksi suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Dan juga hukum permintaan yang menyatakan bahwa semakin rendah harga barang maka akan semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut ataupun sebaliknya (Arsyad, 1997 : 22). 2. Lokasi
Menurut Sudharto P. Hadi (2005 : 104) tahapan dalam pengembangan permukiman secara garis besar dibagi ke dalam tahap perencanaan awal dan pada tahap operasional (ketika permukiman telah mulai dihuni). Dilihat dari sisi lingkungan, setidaknya ada dua persoalan yang muncul ketika letak pembangunan permukiman telah diputuskan. Pertama, apakah daerah tersebut layak secara ekologis. Karena banyak permukiman yang dibangun di daerah yang seharusnya menjadi daerah konservasi seperti di daerah perbukitan atau daerah resapan air. Sehingga menimbulkan banjir dan berkurangnya cadangan air tanah. Kedua, permukiman yang dibangun oleh suatu badan usaha (real estate) hampir seluruhnya menempati daerah pinggiran kota. Menurut Leaf (1995) kondisi ini dianggap memperburuk dampak lingkungan di perkotaan. Karena menciptakan penghuni kota yang bergantung pada alat transportasi kendaraan bermotor, terutama mobil. Lokasi kawasan perumahan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain : a. Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)
25
b. Dapat disediakan air bersih (air minum) c. Memberikan
kemungkinan
untuk
perkembangan
pembangunannya. d. Mempunyai aksesbilitas yang baik. e. Mudah dan aman mencapai tempat kerja. f. Tidak berada di bawah permukaan air setempat g. Mempunyai kemiringan yang rata. Dalam menentukan lokasi kawasan perumahan harus pula diperhatikan segi-segi seperti adanya tempat-tempat keramat / bersejarah dan penghidupan penduduknya. Selain itu, pembangunan diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah bukan perkotaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah. 3. Bangunan
Fenomena desain bangunan tema arsitektur perumahan memang menjadi tren yang berkembang pesat pada masa kini, hingga masingmasing perumahan selalu tampil dengan desain bangunan tema tertentu untuk mengembangkan lingkungannya. Perkembangannya desain arsitektur perumahan masa kini muncul sebagai sebuah komoditi komsumsi manusia sehingga terjadi perubahan makna fungsi hunian sebagai rumah tinggal yang dapat dikembangkan ruangruangnya bertambah pada kenyamanan, keamanan, kebanggaan dan keindahan yang akan ditempati. Fenomena bangunan tematik berawal dari semakin tipisnya batas ruang dan waktu di era teknologi informasi sehingga kita bisa melihat karya-karya arsitektur di tempat
26
yang berbeda hanya dengan berupa visualisasi gambar, hal ini membuat sumber-sumber ide dapat diambil dari mana saja. Namun sampai sejauh mana makna yang ingin ditampilkan perancang melalui visualisasi bangunan. Gelombang arsitektur tematik dalam desain urban memang mempengaruhi perilaku masyarakat, dimana berbagai ragam artefak fisik karya arsitektur yang dilepas begitu saja dari konteks ruang geografis dan waktu kemudian direproduksi sebagai komoditas yang saat ini banyak digunakan sebagai tema keseharian dalam kompleks perumahan urban. Semua desain tersebut merupakan tawaran tempat tinggal sekaligus menawarkan keindahan fisik bangunan yang berbeda. Namun sampai sejauh mana makna yang ingin ditampilkan perancang melalui visualisasi bangunan tersebut sampai kepada penggunanya, diperlukan wawasan yang lebih luas tentang pentingnya pemahaman bahwa perancangan harus kembali kepada manusia sebagai penggunanya, bila kita mengingat kembali teori Vitruvius tentang venustas yang berarti keindahan, memang pengertian keindahan luas sekali yang didalamnya terdapat ekspresi, proporsi, dan komposisi yang pada prinsipnya masih tergantung dari persepsi pengamatnya seperti yang dikatakan Raskin (1954). Maka dari itu diperlukan wawasan yang cukup bagi konsumen yang akan membeli rumah untuk mengetahui sejauh mana nilai keindahan dari bangunan tersebut. Faktor untuk mempertimbangkan desain rumah yaitu dengan memperhatikan bentuk denah rumah, luas lahan/luas bangunan, tampak rumah. Yang perlu menjadi perhatian adalah: Kemungkinan
27
pengembangan rumah (luasan tanah yang besar memberikan konsumen berbagai pilihan untuk memperluas rumah). Kualitas bahan bangunan dan desain bangunan menjadi pertimbangan konsumen karena kualitas yang baik akan memberikan ketahanan dan kenyaman dalam rumah, serta desain bangunan yang sesuai dengan kriteria konsumen akan berpangaruh terhadap harga rumah itu dan akhirnya mempengaruhi keputusan pembelian akan rumah tersebut, seperti dikutip dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Efendi (1996). 4. Lingkungan
Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah ”kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia
dan
perilakunya,
yang
mempengaruhi
kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya”. Dengan demikian maka pengelolaan lingkungan bermakna pengaturan keadaan komponen lingkungan masing-masing dan saling nasabahnya untuk memperoleh maslahat sebaik-baiknya secara berkelanjutan
bagi
perikehidupan
manusia.
Menurut
tinjauan
produksi, istilah lingkungan dapat dipadankan dengan istilah lahan. Lahan ialah keseluruhan lingkungan alamiah dan budaya yang di dalamnya dilangsungkan kegiatan berproduksi (Shoper & Baird, 1978).
28
Melihat tren perkembangan perumahan sekarang yang memiliki pengaruh gaya berbagai macam aliran, sering kali melupakan bahwa gaya yang diterapkan kadang tidak sesuai dengan kondisi iklim tropis di Indonesia. Membangun di daerah dengan iklim tropis seperti Indonesia, diperlukan pengolahan terhadap kendala yang disebabkan oleh kondisi iklim tropis. Panas sinar matahari yang berlebih, curah hujan yang tinggi, dan kelembaban udara yang tinggi, semua ini perlu ditangani. Tentunya dengan kombinasi dari potensi alam dan desain arsitektural yang tepat akan menciptakan suatu hunian yang nyaman. Prioritas untuk merespon iklim tropis dalam perancangan arsitektural kawasan perumahan sangatlah penting karena faktor ini akan berpengaruh langsung terhadap kenyamanan lingkungan perumahan yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap rumah- rumah yang ada. Menurut Hall et.al (2000) ukuran yang sering digunakan indikator-indikator lingkungan yang baik yaitu terkait dengan kondisi jalan dan lingkungan ketetanggaan hidup (liveable), penataan bangunan, kepadatan lingkungan, integrasi aktivitas berhuni, tempat kerja, belanja, umum, spiritual, dan rekreasi. Indikator-indikator tersebut berpengaruh terhadap rumah yang akan dihuni. Dalam penelitian Abadi (2001) faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keputusan pembelian rumah. 2.1.10 Analisis Konjoin Analisis
konjoin
merupakan
salah
satu
teknik
analisis
multivariat yang digunakan untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap suatu produk baik berupa barang atau jasa. Namun berbeda
29
dengan Analisis Multivariat lainnya, proses konjoin tidak membutuhkan ujis asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas dan lainnya. Teknik analisis konjoin penting karena ada banyak faktor yang mempengaruhi penilaian konsumen dalam menentukan pilihan suatu produk. Pada dasarnya, tujuan analisis konjoin adalah untuk menganalisis estimates preference dan actual preference dari konsumen dalam membeli rumah. Hasil utama Conjoint Analysis adalah suatu bentuk (desain) produk barang atau jasa, atau objek tertentu yang diinginkan oleh sebagian besar Responden. Conjoint Analysis pada awalnya populer digunakan pada Riset Pemasaran, khususnya pada berbagai riset untuk mengetahui bagaimana preferensi Konsumen terhadap berbagai desain produk. Menurut Hair et al. (2005, p410) “Conjoint analysis is a multivariate technique developed specifically to understand how respondents develop preferences for any type of object (products, services, or ideas). It is based on the simple premise that consumers evaluate the value of an object (real or hypothetical) by combining the seperate amounts of value provided by each attribute. (Analisis konjoin adalah salah satu teknik multivarian yang khusus digunakan untuk mengetahui bagaimana responden mengembangkan preferensinya terhadap semua jenis objek (produk, jasa, atau ide). Analisis ini berdasarkan alasan yang sederhana karena konsumen dapt mengevaluasi nilai – nilai dari produk tersebut (nyata atau hipotesis) melalui kombinasi beberapa nilai yang terpisah – pisah dari setiap atribut).”
30
Menurut Aaker (2003, p607-608) “Dalam menentukan pilihannya untuk membeli suatu produk, konsumen sering mempertimbangkan berbagai faktor. Bagi konsumen faktor tersebut bersifat trade-off yang membuat konsumen serba salah. Misalnya antara harga dan kualitas, mana yang harus dipilih, haruskah memilih harga rendah dengan kualitas rendah atau harga tinggi dengan kualitas prima tergantung dari preferensi konsumen. Menurut
Santoso
(2010,
p281)
“Conjoint
termasuk
dalam
Multivariate Dependance Method”, dengan model : Y1 Metrik / Non Metrik
=
X1 + X2 + ... + Xn Non Metrik
Dimana : • Variabel independen (X1 dan seterusnya) adalah Faktor, yang berupa data non-metrik (Aroma Parfum, Harga Parfum, dan sebagainya). Termasuk disini adalah bagian dari Faktor (Level) • Variabel Dependen (Y1) adalah pendapat keseluruhan (overall preference) dari seorang responden terhadap sekian faktor dan level dari sebuah produk. Variabel dependen ini juga mencakup tingkat kepentingan faktor dari seorang responden terhadap atribut – atribut produk. Secara umum model dasar dalam analisis konjoin dapat diltuliskan dalam bentuk persamaan berikut (Surjandari, 2010, p31) :
Dimana :
31
U(x)
= Utilitas total
Βij
= Part-worth atau nilai kegunaan dari atribut ke-i taraf ke-j
Ki
= Taraf ke-j dari atribut ke-i
M
= Jumlah atribut
Xij
= Dummy variable atribut ke-i taraf ke-j (bernilai 1 bila taraf yang berkaitan muncul dan 0 bila tidak)
Untuk menentukan tingkat kepentingan atribut ke-i (Wi), ditentukan melalui persamaan berikut (Surjandari, 2010, p32) :
Dimana: Ii=(max(βij) - min(βij)), untuk setiap i. Dalam pemasaran teknik analisis conjoint biasanya digunakan untuk halhal sebagai berikut : 1. Menentukan tingkat kepentingan relatif atribut-atribut pada proses pemilihan yang dilakukan oleh konsumen. 2. Membuat estimasi pangsa pasar suatu produk tertentu yang berbeda tingkat atributnya. 3. Untuk menentukan komposisi produk yang paling disukai oleh konsumen. 4. Untuk membuat segmentasi pasar yang didasarkan pada kemiripan preferensi terhadap tingkat-tingkat atribut. Manfaat yang dapat diambil dari penggunaan analisis konjoin ini adalah produsen dapat mencari solusi kompromi yang optimal dalam merancang
32
atau mengembangkan suatu produk. Menurut Green & Krieger (1991) analisis ini dapat juga dimanfaatkan untuk : 1. Merancang harga 2. Memprediksi tingkat penjualan atau penggunaan produk (market share), uji coba konsep produk baru 3. Segmentasi preferensi 4. Merancang strategi promosi Proses dasar analisis konjoin menurut Singgih Santoso, yaitu : 1. Menentukan Faktor (atribut spesifik) kemudian Level (bagian-bagian dari faktor). 2. Mendesain Stimuli. Kombinasi antara Faktor dengan Level disebut sebagai satu Stimuli atau Treatment. 3. Mengumpulkan pendapat responden terhadap setiap stimuli yang ada. 4. Melakukan proses konjoin. Dari pendapat responden atas sekian stimuli, dilakukan proses konjoin untuk memperkirakan (prediksi) bentuk produk yang diinginkan responden. 5. Menentukan Predictive Accuracy (Ketepatan Prediksi). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh peneliti sebelum mengumpulkan data (Hair et.al, 2006, p485-492). Peneliti harus menentukan tipe presentasi stimuli (trade-off, full profile, atau pairwise comparison), tipe variabel respon, dan metode pengumpulan data (Hair et al., p493-494). Terdapat 3 metode presentasi stimuli, yaitu : 1. Metode presentasi trade-off, yang membandingkan atribut secara berpasangpasangan dengan mengurutkan semua kombinasi level. Kelebihannya adalah sederhana bagi responden dan mudah untuk
33
dilakukan,
dan
menghindari
pembebanan
informasi
dengan
merepresentasikan atribut secara berpasangan. 2. Metode presentasi full-profile, merupakan metode yang paling popular,
terutama
karena
realisme
yang
didapatkan
dan
kemampuannya untuk mengurangi jumlah perbandingan dengan menggunakan desain faktorial. Kelebihan metode ini adalah deskripsi yang lebih realistis dengan mendefiniskan stimulus sebagai level untuk setiap faktor, penggambaran yang eksplisit terhadap trade-off diantara semua faktor dan korelasi keadaan yang ada diantara atribut, dan kemungkinan penggunaan tipe penilaian preferensi yang lebih banyak, seperti kehendak untuk membeli, keinginan untuk mencoba, dan kemungkinan untuk mengganti pilihan – semua ini sulit dijawab melalui metode trade-off. 3. Metode presentasi pairwise comparison, yang menggabungkan kedua metode sebelumnya. Karakteristik paling khusus dari metode ini adalah profil ini tidak mengandung semua atribut, namun hanya beberapa atribut per kesempatan yang digunakan dalam membangun profil. Berikutnya adalah membuat stimuli. Berikut ini dijelaskan cara merancang stimuli untuk setiap metode presentasi (Hair et al., 2006, p495-496), yaitu : 1. Metode presentasi trade-off, dimana jumlah matriks trade-off ditentukan berdasarkan jumlah faktor dan dihitung sebagai berikut : Jumlah matriks trade-off = Dimana N adalah jumlah faktor.
34
2. Metode presentasi full-profile atau pairwise comparison, dengan desain yang paling umum digunakan adalah faktorial fraksional, yang memilih sampel stimuli yang mungkin dengan jumlah stimuli tergantung pada tipe aturan omposisional. Desain yang optimal adalah yang bersifat orthogonal (tidak ada korelasi antar level pada atribut) dan seimbang (tiap level dalam faktor muncul dalam jumlah yang sama). Jika jumlah faktor dan level sedikit, maka responden dapat mengevaluasi semua stimuli yang mungkin atau disebut desain faktorial. Metode pengukuran preferensi konsumen secara umum dapat dilakukan dengan melakukan pengurutan (rank-ordering) atau dengan pemberian nilai (rating). Metode trade off hanya menggunakan metode ranking, sedangkan metode pairwise comparison dapat mengevalusai preferensi dengan rating terhadap stimuli yang lebih disukai. Metode full-profile juga mengakomodasi baik metode ranking maupun rating. Masalah yang sering dihadapi dalam analisis konjoin, yaitu : 1. Menentukan jumlah stimuli Menurut Aaker (2003, p608), jumlah stimuli yang terlalu banyak akan menimbulkan kesulitan bagi responden untuk menilai setiap profil stimuli yang ditanyakan, hingga menyebabkan responden akan mengacuhkan
variasi
stimuli
yang
kurang
penting
serta
membutuhkan waktu yang lama untuk menjawabnya. Menurut Santoso (2010, p 281), untuk jumlah stimuli yang terlalu banyak, bisa dilakukan pengurangan stimuli dengan ketentuan stimuli minimal, yaitu :
35
Minimum Stimuli = Jumlah level – Jumlah factor + 1 2. Menentukan jumlah level Jumlah level antar factor-faktor yang ada harus diusahakan seimbang. Telah ditemukan bahwa tingkat kepentingan relatif yang diestimasi dari suatu variabel meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah level. Diasumsikan bahwa dengan adanya jumlah level yang lebih banyak, konsumen akan lebih fokus pada atribut tersebut. Jumlah stimuli yang dilibatkan dalam analisis berakibat langsung terhadap efisiensi statistik dan reliabilitas hasilnya. Dengan bertambahnya faktor dan level, meningkatkan jumlah parameter yang harus diestimasi membutuhkan stimuli yang lebih banyak atau terjadi pengurangan dalam reliabilitas hasil.
2.2 Kerangka Penelitian 1. Kami melakukan survey pertama dengan menyebar kuesioner kepada 30 responden untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli rumah. 2. Setelah kami melakukan survey terbuka, kami menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam membeli rumah, antara lain sebagai berikut : a. Harga b. Bonus c. Diskon d. Lokasi e. Bangunan f. Desain
36
g. Keamanan h. Kenyamanan i. Kebersihan j. Lingkungan 3. Kemudian kami menganalisis faktor- faktor tersebut untuk dikelompokkan menjadi atribut-atribut, yaitu : a. Harga (promo, diskon) b. Lokasi (pusat perbelanjaan, pusat pemerintahan, pusat pendidikan) c. Bangunan (standar, modern) d. Lingkungan (kondisi fasilitas umum, kondisi masyarakat) 4. Kemudian kami melakukan survey tertutup kepada 100 responden untuk mengetahui preferensi konsumen dalam membeli rumah berdasarkan kuesioner yang telah kami tentukan atributnya (harga, lokasi, bangunan, lingkungan). 5. Mengolah data yang telah kami dapatkan melalui analisis konjoin. 6. Membuat kesimpulan dan saran berdasarkan hasil pengolahan data.
2.3 Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis korelasional. Menurut Sugiyono (2009) “Hipotesis korelasional adalah penelitian yang sifatnya menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih”. Ho = Tidak ada hubungan antara preferensi konsumen dengan preferensi produsen. Ha = Adanya hubungan antara preferensi konsumen dengan preferensi produsen.
37
2.4 Riset Sebelumnya 1. Dalam jurnal yang berjudul “Preferensi Pengguna Layanan Perpustakaan Dengan Menggunakan Analisis Konjoin : Studi Kasus Pada Universitas Sriwijaya”. Jurnal Penelitian Sains Vol. 14, No. 2(A), April 2011 : 53-59; Oki Dwipurwani dan Dian Cahyawati S. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa pengguna layanan perpustakaan Universitas Sriwijaya mengharapkan layanan dengan kombinasi pembuatan kartu anggota melalui email, perpanjangan peminjaman literatur dapat dilakukan melalui email, dan penelusuran informasi literatur dapat melalui internet. 2. Dalam jurnal yang berjudul “Atribut Yang Menjadi Pertimbangan Konsumen Dalam Membeli Produk Perumahan : Studi Kasus Di Kota Surabaya”. Jurnal Manajemen Bisnis Vol. 2, No. 2, Agustus 2009 : 141-153; Damelina B. Tambunan. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa atribut paling penting dari produk perumahan bagi responden di Kota Surabaya secara berurutan adalah jumlah kamar tidur, luas tanah, tipe rumah, desain, dan jumlah kamar mandi. 3. Dalam jurnal yang berjudul “Penerapan Analisis Konjoin Untuk Kebijakan Asuransi Kesehatan”. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 5, No. 1, 2002 : 31-37; Bhisma Murti. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa pelayanan kesehatan yang disediakan asuransi memberikan kepuasan bagi konsumen.
38
Adapun beberapa penelitian terdahulu terangkum pada tabel berikut : Tabel 2.1 Tabel Penelitian Terdahulu Nama Peneliti
Alat Judul Penelitian
dan Tahun
Hasil Penelitian Analisis
Analisis Konjoin
Pengguna layanan perpustakaan Universitas Sriwijaya mengharapkan layanan dengan kombinasi pembuatan kartu anggota melalui email, perpanjangan peminjaman literatur dapat dilakukan melalui email, dan penelusuran informasi literatur dapat melalui internet.
Damelina B. Tambunan (2009)
Atribut Yang Menjadi Pertimbangan Konsumen Dalam Membeli Produk Perumahan : Studi Kasus Di Kota Surabaya
Analisis Konjoin
Atribut paling penting dari produk perumahan bagi responden di Kota Surabaya secara berurutan adalah jumlah kamar tidur, luas tanah, tipe rumah, desain, dan jumlah kamar mandi.
Bhisma Murti (2002)
Penerapan Analisis Konjoin Untuk Kebijakan Asuransi Kesehatan
Analisis Konjoin
Pelayanan kesehatan yang disediakan asuransi memberikan kepuasan bagi konsumen.
Oki Dwipurwani dan Dian Cahyawati S (2011)
Preferensi Pengguna Layanan Perpustakaan Dengan Menggunakan Analisis Konjoin : Studi Kasus Pada Universitas Sriwijaya