BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka A.1. New Institutional Theory New Institutional Theory (NIT) adalah sebuah pengembangan teori institusional konvensional, dimana teori ini merupakan teori dari sosiologi tentang organisasi. Menurut teori ini, perkembangan organisasi bukan semata-mata proses teknis yang berorientasi pada faktor efisiensi, akan tetapi lebih merupakan konsekuensi langsung dari motivasi dan rasionalitas yang dimiliki oleh pelaku di dalamnya. Motivasi dan rasionalitas ini didasarkan pada tujuan organisasi yaitu untuk memperoleh legitimasi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Scott dan Meyer (1994), elemen teori institusional adalah institusi, organisasi dan pelaku. Institusi memberikan aturan-aturan yang harus diikuti oleh organisasi dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya dan dalam keterlibatannya dalam persaingan. Institusi juga akan mempengaruhi perilaku dan pandangan yang dimiliki oleh para pelaku dalam organisasi secara individual. Namun para pelaku juga mempengaruhi institusi dengan cara membuat atau melakukan transformasi pada institusi yang telah ada menjadi bentuk institusi baru. Dengan demikian institusi memberikan pilihan-pilihan tindakan yang merupakan batasan yamg harus dihadapi pelaku dalam pengambilan keputusan.
- 13 -
- 14 -
Menurut NIT, ada dua jenis lingkungan yang harus dihadapi sebuah organisasi, yaitu lingkungan teknis dan lingkungan institusional. Lingkungan teknis adalah lingkungan dimana barang dan jasa diproduksi dan dipertukarkan dalam pasar, dan juga merupakan lingkungan dimana organisasi menerima legitimasi untuk efisiensi yang dilakukannya. Lingkungan institusional merupakan kolaborasi antara nilai-nilai sosial dan budaya yang harus dipenuhi agar organisasi dapat memperoleh legitimasi untuk dapat bertahan. Karenanya, dalam menganalisis lingkungan organisasi, maka fokusnya perlu meliputi pihak-pihak yang melakukan pertukaran secara institusi (misal badan pembuat undang-undang, organisasi politik dan sosial, organisasi profesi, dan sebagainya). Seringkali lingkungan teknis dan institusional tidak dapat dipisahkan dengan mudah. Agar suatu organisasi dapat menjadi efisien secara teknis, perusahaan tersebut harus memperhatikan lingkungan institusional dimana dia berada dan memperoleh legitimasi darinya untuk dapat bertahan dalam jangka panjang. Scott (1995) menunjukkan bahwa, untuk bertahan hidup, organisasi harus mematuhi aturan-aturan dan sistem kepercayaan yang berlaku di lingkungan, karena isomorphism kelembagaan, baik struktural dan prosedural, akan mendapatkan legitimasi organisasi. Perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai negara dengan berbagai lingkungan kelembagaan akan menghadapi berbagai tekanan. Beberapa dari tekanan di rumah tuan rumah dan lingkungan kelembagaan yang bersaksi untuk mengerahkan pengaruh mendasar pada strategi kompetitif dan praktik manajemen sumber daya manusia.
- 15 -
Kaitan antara New Institutional Theory terhadap Adopsi IFRS Legitimasi dapat dicapai jika organisasi menjalankan kegiatan mereka sesuai dengan norma-norma, peraturan dan nilai-nilai dalam lingkungan kelembagaan mereka. Laporan keuangan, sebagai produk dari praktik akuntansi, dapat digunakan sebagai patokan untuk melegitimasi aktivitas organisasi. Praktik pelaporan keuangan dapat memainkan peran dalam membangun sebuah cerita retoris tentang tindakan organisasi yang ada sesuai dengan keyakinan sosial yang dikenakan tentang bagaimana organisasi harus bertindak. Laporan keuangan juga dapat berperan sebagai simbol dari komitmen organisasi dengan nilai-nilai eksternal, seperti kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas publik. Menurut pandangan tersebut, sangat beralasan bahwa lebih bermanfaat untuk memahami dinamika praktik pelaporan keuangan pada saat studi berfokus pada konteks organisasi. Ini dapat dilakukan dengan memahami bagaimana pemain dalam sebuah organisasi berinteraksi satu sama lain dan mengembangkan atau mengambil aturan, norma, dan keyakinan untuk membentuk organisasi. Mezias (1990) memberikan argumen menarik tentang mengapa teori kelembagaan berguna dalam memahami praktik pelaporan keuangan. Menurut Mezias (1990) praktik pelaporan keuangan relatif bersifat rutin dan melibatkan kepentingan berbagai pihak antara lain profesi akuntansi, individu dalam sebuah organisasi, dan lembaga regulator. Dari argumen-argumen di atas, dapat dirumuskan bahwa teori institusional dapat digunakan untuk memahami mengapa adopsi IFRS pada sebuah perusahaan itu penting dilakukan. Di antaranya adalah untuk mendapatkan legitimasi dari lingkungan sekitar perusahaan tersebut bahwa perusahaan, dalam
- 16 -
hal ini ada GA, merupakan sebuah organisasi yang profesional. Regulator, dalam hal ini pemerintah dan IAI, memberikan aturan-aturan yang harus diikuti oleh GA dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya dan dalam keterlibatannya dalam persaingan. GA jugaakan mempengaruhi perilaku dan pandangan yang dimiliki oleh para pelaku dalam organisasi secara individual. Namun para pelaku juga mempengaruhi GA dengan cara membuat atau melakukan transformasi pada institusi yang telah ada menjadi bentuk institusi baru. Dengan demikian regulator memberikan pilihan-pilihan tindakan yang merupakan batasan yag harus dihadapi pelaku dalam pengambilan keputusan. Teori Legimitasi (Legitimacy Theory). Legitimasi masyarakat merupakan faktor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan ke depan. Hal itu dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri di tengah lingkungan masyarakat semakin maju. Legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern). Definisi tersebut mengisyaratkan, bahwa legitimasi
merupakan
sistem
pengelolaan
perusahaan
berorientasi
pada
keberpihakan terhadap masyarakat (society), Pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem mengedepankan keberpihakan kepada society, operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat. Suatu organisasi mungkin menerapkan empat strategi legitimasi ketika menghadapi berbagai ancaman legitimasi.
- 17 -
A.1.1 Profitabilitas a. Pengertian Profitabilitas Profitabilitas
merupakan
kemampuan
suatu
perusahaan
untuk
mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Pengertian yang sama disampaikan oleh Husnan (2001) bahwa Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Sedangkan Menurut Michelle & Megawati (2005) Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit) yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan. Profitabilitas menggambarkan kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shapiro (1991:731) “Profitability ratios measure managements objectiveness as indicated by return on sales, assets and owners equity.” Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan. Kemampuan peurusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut. Menurut Brigham (1993:79) “Profitability is the net result of a large number of policies and decision. The ratio examined thus far reveal some interesting thing about the wry the firm operates, but the profitability ratio
- 18 -
show the combined objects of liquidity, asset management, and debt management on operating multy.” Profitabilitas perusahaan merupakan salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, untuk itu dibutuhkan suatu alat analisis untuk bisa menilainya. Alat analisis yang dimaksud adalah rasio-rasio keuangan. Ratio profitabilitas mengukur efektifitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Profitabilitas juga mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan
profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat
profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. Seperti diungkapkan oleh Giulio Battazzi, Angelo Secchi, and Federico Tamagni (July 2008) dalam jurnalnya yang berjudul “Productivity, Profitabilty, and Financial Performance” menyatakan bahwa A comparative analysis of two crucial dimensions of firms performance: profitability and productivity, and find independently from the particular sector of activity and from financial conditions, there seems to be weak market pressure and little behavioral inclination for the more efficient and more profitable firms to grow faster. b. Rasio Profitabilitas Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Keuangan Penilaian profitabilitas adalah proses untuk menentukan seberapa baik aktivitas-aktivitas
bisnis
dilaksanakan
untuk
mencapai
tujuan
strategis,
- 19 -
mengeliminasi pemborosan-pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan penyempurnaan secara berkesinambungan (Supriyono. 1999). Ada beberapa pengukuran kinerja terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan seorang analis untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan volume penjualan jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Profitabilitas keuangan perusahaan dideskripsikan dalam bentuk laporan labarugi yang merupakan bagian dari laporan keuangan korporasi, yang dapat digunakan oleh semua pihak yang berkepentingan untuk membuat keputusan ekonomi. Berdasarkan financial report yang diterbitkan perusahaan, selanjutnya dapat digali informasi mengenai posisi keuangan perusahaan,
struktur
permodalan, aliran kas, kinerja keuangan dan informasi lain yang mempunyai relevansi
dengan
laporan
keuangan
perusahaan.
Profitabilitas
keuangan
perusahaan sudah tentu merupakan kinerja perusahaan yang ditinjau dari kondisi keuangan perusahaan. Profitabilitas keuangan perusahaan tercermin dari laporan keuangannya, oleh sebab itu untuk mengukur profitabilitas keuangan perusahaan diperlukan analisis terhadap laporan keuangannya. Menurut pendapat Shapiro (1991) yang menunjukkan bahwa profitabilitas sangat cocok untuk mengukur efektivitas manajemen dan pengevaluasian kinerja manajemen dalam menjalankan bisnis dan produktivitasnya dalam mengelola aset-aset perusahaan secara keseluruhan seperti yang nampak pada pengembalian
- 20 -
yang dihasilkan oleh penjualan dan investasi, serta untuk mengevaluasi kinerja ekonomi dari bisnis. Secara umum profitabilitas merupakan pengukuran dari keseluruhan produktivitas dan kinerja perusahaan yang pada akhirnya akan menunjukkan efisiensi dan produktivitas perusahaan tersebut. Dwi Prastowo (2008) menyatakan bahwa informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan, sehingga dapat memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta untuk merumuskan efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya. Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dan mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkkan efisiensi perusahaan. Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada dilaporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut. Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Jika berhasil mencapai target yang telah ditentukan mereka dikatakan telah berhasil mencapai target untuk periode atau beberapa periode, sebaliknya jika gagal atau tidak
- 21 -
berhasil mencapai target yang telah ditentukan, ini akan menjadi pelajaran bagi manajemen untuk periode ke depan. Kegagalan ini harus diselidiki dimana letak kesalahan dan kelemahannya sehingga kejadian tersebut tidak terulang. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus memungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Rasio Profitabilitas ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen. Sama halnya dengan rasio-rasio lain, rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak diluar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu; 1) Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu; 2) Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; 3) Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu; 4) Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; 5) Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri; 6) Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri;
- 22 -
7) Dan tujuan lainnya. Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode; 1) Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang; 2) Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu; 3) Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri; 4) Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri 5) Manfaat lainnya.
c.
Jenis-jenis Rasio Profitabilitas Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, terdapat beberapa jenis rasio
profitabilitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu atau untuk beberapa periode. Penggunaan seluruh atau sebagian rasio profitabilitas tergantung dari kebijakan manajemen. Jelasnya, semakin lengkap jenis rasio yang digunakan semakin sempurna hasil yang akan dicapai. Artinya pengetahuan tentang kondisi dan posisi profitabilitas perusahaan dapat diketahui secara sempurna. Dalam prakteknya, menurut Kasmir (2008 : 199) jenis-jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan adalah : 1) Profit margin (profit margin on sales) yang terbagi atas : a. Gross Profit Margin (GPM)
- 23 -
b. Net Profit Margin (NPM) 2) Return on Assets (ROA) 3) Return on equity (ROE) 4) Earning Per Share (EPS)
A.1.2. Pajak Penghasilan Badan Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak baik orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Dasar hukum pajak penghasilan yaitu Undang-undang No.17 Tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang rinciannya diatur melalui Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, pengertian Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
- 24 -
Untuk keperluan penghitungan pajaknya, subjek pajak badan dibagi ke dalam 2 kelompok Subjek Pajak, yaitu: 1) Subjek Pajak Dalam Negeri, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Pajak Penghasilan dihitung dari tarif pajak dikalikan penghasilan neto.
2) Subjek Pajak Luar Negeri, yaitu:
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia atau yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Pajak Penghasilan dihitung dari tarif pajak dikalikan penghasilan bruto.
Konsep Dasar Akuntansi Keuangan mengenal istilah Hystorical Cost yang artinya dimana pada sebuah pembelian sebuah asset maka akan dicatat sebesar harga perolehan yang kita keluarkan pada saat membeli asset tersebut. Padahal dalam IFRS tidak dikenal Hystorical Cost/Harga Perolehan ini, dalam IFRS hanya dikenal Fair Value/Nilai saat ini. Perbedaan ini nantinya akan sangat berpengaruh terhadap laporan keuangan suatu perusahaan yang ujungnya akan berdampak pada laba perusahaan tersebut dan pembayaran pajak perusahaan tersebut.
- 25 -
A.1.3. Dasar Perbedaan antara GAAP lokal (PSAK) dan IFRS Banyaknya manfaat dari pengadopsian IFRS , tidak terlepas dari adanya perbedaan yang signifikan antara IFRS dan US GAAP (basis PSAK sebelumnya), misalnya, IFRS tidak mengijinkan metode Last In First Out (LIFO) sebagai metode penilaian persediaan, IFRS menerapkan adanya revaluasi (revaluation model) pada penilaian aktiva dalam keadaan tertentu, IFRS menggunakan single step method untuk penghapusan penurunan nilai (impairment) daripada two step method yang digunakan US GAAP, sehingga membuat penghapusan lebih mungkin, selanjutnya, IFRS juga mensyaratkan kapitalisasi biaya pengembangan, ketika kriteria tertentu terpenuhi. Adapun perbedaan dasar antara IFRS dengan PSAK berlandaskan US GAAP adalah : a. Nilai wajar Terdapat beberapa karakteristik IFRS yang membedakannya dengan US GAAP, pertama yaitu adanya penerapan nilai wajar (fair value) yang diatur secara khusus di IFRS 13, dengan ruang lingkup seperti aset tetap (PSAK 16), properti investasi (PSAK 13), instrumen keuangan (PSAK 50,55,60), aset tak berwujud (PSAK 19), penurunan nilai aset tidak lancar dimiliki untuk dijual dan operasi yang dihentikan (PSAK 48, 58). Sebelumnya, US GAAP menerapkan nilai historis (historical cost) untuk penilaian asetnya. Nilai historis (historical cost) adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh aset pada saat perolehan atau konstruksi, atau jika dapat diterapkan jumlah yang dapat diatribusikan langsung ke aset pada saat
- 26 -
pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu didalam PSAK lain (Ari Dewi, 2011). Kelebihan dari nilai historis ini adalah dipercaya lebih relevan dalam membuat keputusan ekonomi; selama sejarah, laporan keuangan
yang
menggunakan nilai historis sangat berguna; nilai historis berdasarkan pada transaksi yang sesungguhnya, tidak pada kemungkinan; dan nilai historis merupakan pengertian terbaik mengenai konsep keuntungan dari harga jual (Yolinda, 2010). Disamping kelebihan dari nilai historis, terdapat kelemahannya, yaitu pengungkapannya yang kurang mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan perubahan nilai mata uang dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, harga tanah pada 30 tahun yang lalu lebih tinggi dibandingkan harga perolehan yang dicatat di neraca, hal ini terjadi karena nilai historis hanya dapat digunakan jika kondisi ekonomi normal (tidak terjadi inflasi). Karena kelemahan atas nilai historis diatas, maka digunakan nilai wajar untuk mengatasinya. Nilai wajar (fair value) dalam IFRS 13 diartikan sebagai harga yang diterima atas penjualan aset atau pembayaran untuk mentransfer liabilitas dalam transaksi antar pihak yang berkepentingan pada tanggal pengukuran (Dwi Martani, 2012). Penentuan nilai wajar sendiri dilakukan dengan kuotasi harga di pasar aktif, namun, jika pasar tidak aktif, maka menggunakan teknik lain seperti menggunakan transaksi-transaksi pasar terkini yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mengerti atau menyewa jasa penilai, dan bilamana ada, mencari referensi atas nilai wajar terkini dari instrumen lain yang secara
- 27 -
substansial sama, seperti menganalisis arus kas yang didiskonto (discounted cash flow analysis), dan model penetapan harga opsi (option pricing model). Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen tentang nilai wajar bisa menjadi salah dalam memprediksi dan asumsi yang salah serta memberi
kesempatan
dan
ketidakjujuran
manajemen
dalam
mengambil
keuntungan dari penilaian dan estimasi yang digunakan untuk proses manipulasi angka laba yang diinginkan. Namun, ada beberapa keuntungan dari nilai wajar ini, yaitu pengungkapan dengan nilai wajar menyebabkan relevansi laporan keuangan meningkat, karena mengungkapkan keadaan yang sebenarnya.
b. Principle Based Sebelum adanya konvergensi PSAK ke IFRS, PSAK yang berlandaskan US GAAP berbasis rule based, yang berarti segala sesuatu diatur dalam batasanbatasan. Contohnya, sesuatu materialitas ditentukan misalkan diatas 75% dianggap material dan ketentuan-ketentuan jelas lainnya. Standar rule based ini akan meningkatkan konsistensi dan keterbandingan antar perusahaan dan antar waktu, namun di sisi lain mungkin kurang relevan karena ketidakmampuan standar merefleksi kejadian ekonomi entitas yang berbeda antar perusahaan dan antar waktu. Beda halnya dengan US GAAP yang menggunakan rule based, standar akuntansi IFRS menggunakan principle based, yang mana berisi prinsip-prinsip yang dapat dijadikan bahan pertimbangan Akuntan / Manajemen perusahaan sebagai
dasar
acuan
untuk
kebijakan
akuntansi
perusahaan.
Namun
- 28 -
kelemahannya, principle based sangat memerlukan penalaran, judgement, dan pemahaman yang cukup mendalam dari pembaca aturan dalam menerapkannya. Standar semacam ini konsisten dengan tujuan pelaporan keuangan untuk dapat menggambarkan kejadian yang sesungguhnya di perusahaan. Standar berbasis prinsip memberi keunggulan dalam hal memungkinkan manajer memilih perlakuan akuntansi yang merefleksikan transaksi atau kejadian ekonomi yang mendasarinya, meskipun hal sebaliknya dapat terjadi. Standar berbasis prinsip memungkinkan manajer, anggota komite audit, dan auditor menerapkan judgment profesionalnya untuk lebih fokus pada merefleksi kejadian atau transaksi ekonomi. A.1.4. International Financial Reporting Standards (IFRS) dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Badan pengatur standar akuntansi di Indonesia adalah Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang merupakan lembaga dibawah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Dalam hukum Indonesia, baik sektor pemerintah maupun perusahaan swasta harus mematuhi standar akuntansi yang dikeluarkan oleh DSAK-IAI. Tujuan Indonesia dalam mengadopsi IFRS adalah untuk memperbaiki standar pelaporan nasional (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan – PSAK) dan mengkonvergensinya secara bertahap dengan tujuan untuk meminimalisasi psychological impact (IASplus – Deloitte dalam Dima, David and Paiusan, 2010). Tahap pertama dari pengadopsian IFRS telah dilaksanakan pada tahun 2008 sampai 2010. Tahap kedua, yang merupakan masa transisi dari PSAK berbasis US
- 29 -
GAAP menjadi PSAK berbasis IFRS dilaksanakan pada tahun 2011. Tahap ketiga, yaitu tahap pengimplementasian IFRS yang dilaksanakan pada tahun 2012. Dalam IFRS framework paragraph 46, penggunaan nilai wajar dalam laporan keuangan mengharuskan pelaporan keuangan perusahaan disajikan dengan basis ’true and fair’, artinya pengungkapan atas laporan keuangan harus memberikan pengakuan, pengukuran, penyajian dengan pandangan yang benar (informasi yang diberikan obyektif dan tidak bias) dan adil. Menurut Ardian (2011) manfaat dari adanya suatu standar global: 1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadar pelaporan keuangan berkualitas 2. tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal. 3. Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik. 4. Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi.
Pada sebuah artikel dalam Seputar Indonesia, Ketua Tim Implementasi IFRS Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan mengatakan manfaat IFRS di Indonesia, yaitu: 1. Bisa meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan dan mengurangi biaya penyusunan laporan. 2. Meningkatkan kredibilitas dari laporan keuangan. 3. Menyelaraskan dengan pengaturan yang berlaku secara internasional.
- 30 -
4. Meningkatkan arus investasi ke dalam dan ke luar. 5. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan.
A.2. Kajian Riset Terdahulu Berbagai penelitian tentang IFRS telah banyak dilakukan, namun fokus penelitian tentang adopsi IFRS tentang tingkat profitabilitas dan besaran pajak masih terbatas. Penelitian Ria Febria (2013) menyatakan bahwa tidak terdapat penurunan dalam earnings management pada periode setelah pengadopsian IFRS. Hasil value relevance juga menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan nilai relevansi terhadap informasi akuntansi setelah periode pengadopsian IFRS. Penelitian Yunni Angela Yustisia (2012) menyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara jumlah total aset sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi dan terdapat perbedaan signifikan antara laba perusahaan sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi. Penelitian Ilham (2010) menyatakan bahwa penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi yang mengizinkan perusahaan menggunakan nilai wajar pada penilaian properti investasi berdampak signifikan terhadap profit perusahaan. Hellman (2011) dan Murni (2011) mengatakan bahwa terjadi peningkatan pada net profit, shareholder’s equity, assets dan liability setelah adanya standar IFRS. Zeghal, Chtourou dan Fourati (2012) yang menyatakan bahwa pengadopsian IFRS dapat meningkatkan kualitas financial reporting, dengan spesifikasi bahwa IFRS mampu menurunkan earnings management, meningkatkan timeliness, conditional conservatism, dan value relevance.
- 31 -
Tabel 2.1 Kajian Riset Terdahulu Nama & Tahun Penelitian
Variabel
Indikator
Ria Febria (2013)
Earning Quality
Earnings Management dan Value Relevance
Yunni Angela Yustisia (2012)
Laba Persahaan
Nilai properti investasi, laba bersih dan total aset investasi
Zeghal, Chtourou dan Fourati (2012)
Earnings management
timeliness, conditional conservatism, dan value relevance
Hellman (2011) dan Murni (2011)
Laba Persahaan
net profit, shareholder’s equity, assets dan liability
Ilham (2010)
Laba Persahaan
profit perusahaan
Hasil Uji
Tidak terdapat penurunan dalam earnings management pada periode setelah pengadopsian IFRS. Hasil value relevance juga menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan nilai relevansi terhadap informasi akuntansi setelah periode pengadopsian IFRS. Terdapat perbedaan signifikan antara jumlah total aset sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi dan terdapat perbedaan signifikan antara laba perusahaan sebelum dan sesudah penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi Pengadopsian IFRS dapat meningkatkan kualitas financial reporting, dengan spesifikasi bahwa IFRS mampu menurunkan earnings management, meningkatkan timeliness, conditional conservatism, dan value relevance. terjadi peningkatan pada net profit, shareholder’s equity, assets dan liability setelah adanya standar IFRS penerapan PSAK 13 (pasca adopsi IFRS) tentang properti investasi yang mengizinkan perusahaan menggunakan nilai wajar pada penilaian properti investasi berdampak signifikan terhadap profit perusahaan
B. Kerangka Pemikiran Standar pelaporan keuangan internasional (International Financial Reporting Standards – IFRS) mensyaratkan kepada perusahaan yang mengadopsi IFRS untuk mengungkapkan berbagai informasi tentang risiko baik kualitatif maupun kuantitatif. IFRS yang menganut standar akuntansi berbasis prinsip
- 32 -
berpengaruh
terhadap
meningkatnya
transparansi,
akuntabilitas
dan
keterbandingan laporan keuangan antar entitas secara global sangat berbeda dengan PSAK yang menganut standar akuntansi berbasis aturan, sehingga IFRS dapat meyakinkan investor akan informasi keuangan perusahaan. Penerapan International Financial Reporting Standard (IFRS) memberikan berbagai dampak signifikan terhadap rasio keuangan perusahaan dan menyebabkan pengaruh terhadap pengungkapan laporan keuangan. IFRS sebagai standar global juga memberikan pengaruh pada tingkat profitabilitas perusahaan karena profitabilitas merupakan rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan dalam memperoleh laba
(Irawan,
2010).
Laporan
keuangan
lebih
berkualitas
setelah
mengimplementasikan IFRS. Implementasi IFRS terbukti berpengaruh positif terhadap profitabilitas pada kebanyakan perusahaan pada sektor industri tahun 2004-2005. Profitabilitas dengan ROA sebagai indikator akan meningkat bila keuntungan dibawah penerapan standar IFRS juga meningkat. Sebaliknya, profit yang rendah akan menyebabkan ROA menjadi semakin rendah. Pada saat yang bersamaan, profitabilitas ROE dapat meningkat setelah penerapan IFRS bila laba bersih meningkat sedangkan ekuitas
pada posisi menurun. Peningkatan laba
setelah penerapan IFRS ini seharusnya berpengaruh positif juga pada pajak penghasilan yang dibayarkan perusahaan. Yang mana pembayaran pajak penghasilan perusahaan ini adalah konstribusi perusahaan kepada negara untuk pembangunan dan seharusnya mengalami peningkatan juga setelah implementasi IFRS.
- 33 -
Bukti yang ada menunjukkan bahwa informasi akuntansi kurang bermanfaat pada keadaan pasar. Misalnya, Ball dkk. (2000) menemukan bahwa terjadi transparansi laba yang rendah pada Hong Kong, Malaysia, Singapura dan Thailand. Mereka berpendapat bahwa hal ini disebabkan lemahnya penegakan standar akuntansi di masing-masing negara. Penelitian ini menunjukkan, sistem hukum yang lemah dan kurangnya standar akuntansi dan transisi infrastruktur ekonomi pasar modal, negara berkembang mungkin menghadapi masalah yang berat dalam mengawasi keputusan manajemen perusahaan. Pengenalan prinsip dan praktik akuntansi internasional di negara berkembang telah terbukti dapat meningkatkan likuiditas pasar, yaitu dengan berkurangnya biaya transaksi dan membaiknya efisiensi harga (Feldman dan Kumar, 1995). Hal ini masih merupakan pertanyaan besar apakah penerapan standar akuntansi internasional dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi dan menambah tingkat profitabilitas perusahaan. Sejumlah penelitian lain lebih difokuskan pada konsekuensi ekonomi yang disebabkan pengadopsian IFRS. Daske et al. (2008) menyatakan penurunan harga modal perusahaan dan meningkatnya penilaian ekuitas, tetapi hanya ketika kemungkinan akuntansi terjadi sebelum tanggal resmi adopsi. Mereka juga menunjukkan bahwa terdapat manfaat pasar modal di negara yang perusahaannya memiliki insentif untuk menjadi transparan dan penegakan hukumnya kuat. Demikian pula, Li (2010) menyatakan bahwa pengurang biaya ekuitas hanya terjadi pada negara-negara yang memiliki penegakan hukum yang kuat dan
- 34 -
pengungkapan informasi meningkat dibandingkan dengan dua mekanisme dibalik penurunan ini. Bagi auditor, kerumitan dari pengimplementasian IFRS dan kurangnya persiapan klien potensial dapat meningkatkan ketidaktentuan dan resiko bagi catatan audit perusahaan. Sebagai contoh, Hoogendoorn (2006) berpendapat bahwa perusahaan memiliki salah pengertian tentang kompleksitas, dampak dan biaya atas IFRS (sumber lain Jermakowicz dan Gornik-Tomaszewski, 2006). Pada negara Uni Eropa ada beberapa bukti atas persiapan masa transisi ke IFRS (PricewaterhouseCoopers, 2004; ICAEW,2004). Negara Finlandia dalam masa transisinya ke IFRS menyatakan memerlukan biaya besar untuk perusahaan yang diaudit dan untuk perusahaan auditor sendiri (Kementerian Perdagangan dan Industri 2003b; KPMG 2006). Misalnya, untuk meningkatkan kualitas audit dan assurance, KPMG Finlandia mendirikan tim audit khusus IFRS bagi kliennya 32 (KPMG, 2009). Selanjutnya, dibandingkan dengan GAAP lokal, IFRS lebih menjanjikan dalam penilaian oleh pihak manajemen dalam memutuskan bagaimana mereka akan mematuhi IFRS (Marden dan Brackney, 2009). Penelitian (Street, Gray dan Bryant, 1999; Street dan Bryant 2000; Glaum dan Street, 2003) memiliki bukti yang signifikan dalam ketidakpatuhan atas pengungkapan IFRS diberbagai daerah. Hodgdon et al (2009) menunjukkan bahwa hukum audit (AICPA) memainkan peran penting dalam aturan IFRS. Perubahan signifikan akuntansi, dari standar akuntansi lokal menjadi IFRS menambah resiko klien dan lebih menyita waktu dalam pengauditan untuk auditor.
- 35 -
Hasil para peneliti yang bertentangan ini, mendorong peneliti menguji secara empiris perspektif profitabilitas dan besaran pajak penghasilan badan sebelum dan sesudah implementasi standar akuntansi baru (IFRS), yang diukur dengan tingkat rata-rata Return on Asset, Return on equity (ROE) dan tingkat rata-rata besaran pajak penghasilan badan.
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Impelementasi IFRS Sebelum Implementasi IFRS di Indonesia (2009-2010)
Sesudah Implementasi IFRS di Indonesia (2011-2012) Tingkat Profitabilitas & Besaran Pajak Penghasilan
C. Hipotesis 1.
Terdapat Perbedaan Rata-Rata Tingkat Profitabilitas Perusahaan Sebelum dan Sesudah Implementasi IFRS. Tahun 2011, seluruh perusahaan di Indonesia harus mempersiapkan laporan
keuangan konsolidasi mereka berdasarkan IFRS. Salah satu alasan utama dalam peraturan universal ini adalah bahwa IFRS dapat membuat pelaporan keuangan lebih transparan dan dapat dibandingkan. Itulah sebabnya mengapa hal ini diyakini bahwa IFRS dapat menyebabkan penurunan Tingkat Profitabilitas, yang
- 36 -
artinya Return on Asset, Return on equity (ROE) menurun dan meningkatnya besaran pajak penghasilan badan perusahaan menurun. Hal ini dikarenakan ketatnya peraturan yang berlaku di IFRS dan manajer menjadi memiliki kesempatan yang kecil dalam usahanya mempengaruhi laporan keuangan. Tujuan utama dari implementasi IFRS adalah membuat laporan keuangan lebih handal dan transparan. Menurut Soderstrom dan Sun “improvement is based upon the premise that change to IFRS constitutes change to a GAAP that induces higher quality financial reporting” (Soderstrom dan Sun, 2007, p.676). Pernyataan Soderstrom dan Sun tersebut menyatakan bahwa IFRS mengarahkan pelaporan keuangan yang berkualitas tinggi. Alasan yang diberikan atas fenomena ini adalah bahwa standar akuntansi IFRS berlandaskan pengukuran dengan nilai wajar (fair value). Subjektifitas dalam memperkirakan aset dan pendapatan memberikan lebih banyak ruang bagi manajer untuk mengelola Assets. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis pertama yang diajukan adalah : H01 = Terdapat Perbedaan Rata-Rata Return on Asset, Return on equity (ROE) sebelum dan setelah penerapan IFRS.
2. Terdapat Perbedaan Rata-Rata
Besaran Pajak Penghasilan Badan
sebelum dan sesudah implementasi IFRS. Beberapa penelitian membandingkan standar akuntansi IFRS terhadap standar akuntansi dibawah GAAP lokal pada negara-negara tertentu. Schiebel (2007) menyimpulkan bahwa standar GAAP Jerman dan Cina secara signifikan lebih relevan daripada IFRS. Sebaliknya, Hung dan Subramanyam (2007)
- 37 -
menunjukkan bahwa total aset dan nilai buku ekuitas, serta variabilitas nilai buku dan pendapatan, secara signifikan lebih tinggi dibawah standar IAS daripada berdasarkan standar akuntansi GAAP Jerman. Bellas et al (2007) meneliti nilai relevansi dari nilai buku tahun 2004 pada nilai pasar tahun 2004 dan membandingkan nilai relevansi dari nilai buku tahun 2004 dengan IFRS pada nilai pasar 2004. Mereka menemukan bahwa nilai buku modal menjadi lebih relevan dibawah standar IFRS bagi perusahaan Yunani. Namun, mereka tidak dapat menunjukkan hasil yang sama untuk laba setelah pajak. Jermakowich et al (2007) meneliti hubungan antara nilai buku laba dan modal dengan nilai pasar untuk perusahaan DAX-30 selama periode 1995-2004 untuk menilai apakah dengan mengadopsi IFRS dapat meningkatkan atau memperburuk hubungan antara nilai buku laba dan harga saham. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan mengadopsi IFRS secara signifikan meningkatkan nilai relevansi atas laba relatif pada harga pasar. Penelitian yang dilakukan oleh Callao et al (2007) sebagian berfokus pada dampak dari standar baru atas nilai relevansi laporan keuangan di Spanyol. Mereka menemukan bahwa belum ada peningkatan dalam nilai relevansi laporan keuangan untuk harga pasar saham, karena ada kesenjangan anta nilai buku dan nilai pasar yang lebih luas ketika IFRS diterapkan. Morais dan Curto (2007) meneliti apakah dengan mengadopsi IFRS dapat meningkatkan nilai relevansi untuk perusahaan yang terdaftar di Portugis. Mereka menemukan bahwa nilai relevansi informasi akuntansi menurun dengan menggunakan standar IFRS. Akhirnya, Gjerde et al (2008) menguji perusahaan yang terdaftar di Oslo Stock
- 38 -
Exchange di Norwegia. Mereka menguji apakah angka akuntansi IFRS berkorelasi lebih kuat dengan nilai pasar saham daripada standar umum yang diterima prinsip akuntansi yang sesuai. Hasil penelitian mereka menemukan sedikit bukti tentang peningkatan nilai relevansi setelah implementasi IFRS dengan membandingkan dan mengevaluasi dua periode berbeda. Pada perkembangannya, IFRS banyak mengadopsi nilai wajar yang menggunakan nilai realisasi dan nilai kini. Penggunaan nilai wajar dianggap memberikan informasi yang lebih relevan dalam pengambilan keputusan. Penggunaan IFRS meminta pengungkapan yang lebih dibanding dengan standar lokal yang ada, IFRS juga meningkatkan reliabilitas, transparansi, dan komparabilitas laporan keuangan sehingga memungkinkan penurunan rasio-rasio keuangan perusahaan. IFRS merupakan prinsip akuntansi yang fokus pada neraca, dan penilaian dengan fair value saat mengukur sebagian aset dan kewajiban; seperti pada properti, tanah dan peralatan dan aset tidak berwujud serta penilaian kembali untuk aset yang tidak dapat diukur dengan fair value. Perdebatan tentang nilai wajar akuntansi dengan nilai historis akuntansi berkaitan erat dengan perbedaan relevansi dan keandalan. Nilai wajar akuntansi dipercaya menyediakan informasi tentang kondisi pasar saat ini, dan juga sebagai dasar ekspektasi daripada nilai historis dengan informasinya yang outdated. Pendekatan nilai wajar merupakan ukuran paling relevan untuk aset dan kewajiban, namun beberapa pendapat menyatakan nilai historis merupakan cara yang paling tepat untuk mengukur aset dan kewajiban yang dimiliki hingga jatuh tempo. Contoh dari penggunaan nilai wajar pada laporan keuangan yang telah dikenal ialah : (1)
- 39 -
Pengukuran instrumen keuangan dengan tujuan untuk diperdagangkan (trading) atau lebih dikenal dengan mark-to-market, (2) Pada penggabungan usaha (business combination) untuk menentuntukan nilai dari intagible asset/goodwill, dan (3) Pada penurunan nilai (impairment) long-lived asset untuk menentukan apakah long-lived asset tersebut memenuhi kriteria untuk diturunkan nilainya yang bersifat permanen. Nilai wajar akuntansi mencerminkan perubahan dalam kondisi keuangan sebagai hasil dari fluktuasi suku bunga, kualitas kredit dan pergerakan harga mata uang asing. Masalah paling kontroversial berkaitan dengan instrumen keuangan adalah penilaian dengan menggunakan nilai wajar (fair value). Meskipun nilai wajar akuntansi merupakan informasi yang relevan dalam memprediksi arus kas masa depan, perhatian lebih ditujukan pada keandalan dari pengukuran nilai wajar (Hitz, 2007) terutama dalam periode krisis ekonomi. Nilai wajar akuntansi telah menjadi pilihan yang lebih disukai untuk akuntansi instrumen keuangan daripada nilai historis (Hassan, 2004). Perpindahan penilaian dengan nilai wajar diyakini dapat memberi informasi harga pasar saat ini dan memiliki data keuangan yang relevan untuk pengguna laporan keuangan. Pengungkapan informasi nilai wajar diharapkan memberikan informasi yang lebih bermanfaat bagi pengguna untuk menilai efek dari transaksi derivatif (Rasch dan Wilson, 1998). Penelitian sebelumnya meneliti tentang manfaat nilai wajar informasi berdasarkan relevansi dan keandalan atas pengakuan informasi dan pengungkapan laporan keuangan yang diperlukan oleh standar akuntansi.
- 40 -
H2 = Terdapat Perbedaan Rata-Rata pada besaran pajak penghasilan badan sebelum dan setelah penerapan IFRS. Secara bersamaan, pada penelitian ini digabungkan bukti empiris mengenai dampak dari kewajiban pengadopsian IFRS atas besaran pajak penghasilan yang dibayarkan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode penelitian pada literatur ini menggunakan periode dimana pengadopsian IFRS di Indonesia dilaksanakan, yaitu tahun 2010-2012, dan dibandingkan dengan periode sebelum pengadopsian IFRS, yaitu tahun 2008-2009 dan penambahan tingkat profitabilitas dan besaran pajak penghasilan badan untuk mengatasi permasalahan penelitian.