23
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1.
Kajian Pustaka Teori yang dijadikan dasar dalam menjelaskan pengaruh Profitbilitas dan
Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan dampaknya terhadap Volume Perdaganngan Saham adalah sebagai berikut: 2.1.1.
Profitabilitas
2.1.1.1. Pengertian Profitabilitas Menurut Kasmir (2015:196) pengertian profitabilitas adalah sebagai berikut: “Profitabilitas adalah rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukan efisiensi perusahaan”. Menurut Brigham & Houston (2014: 112) pengertian profitabilitas adalah: “Profitability ratios a group of ratios that show the combined effects of liquidity, assets management, and debt on operating results”. Artinya: "Rasio Profitabilitas merupakan sekelompok rasio yang menunjukkan efek gabungan dari likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil operasi".
24
Menurut Agus Sartono (2012: 122) Proftabilitas adalah “kemampuan perusahaan memperolah laba dalam hubungannya dengan penjualan total aktiva maupun modal sendiri”. Menurut Harahap (2011: 304), profitabilitas adalah “… kemampuan perusahaan mendapatkan laba melaui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya”. Sedangkan menurut Fahmi (2011:68) pengertian profitabilitas adalah sebagai berikut: “Profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi”.
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Perusahaan dapat menunjukan perbandingan antara laba dengan aktiva maupun modal yang dapat menciptakan laba tersebut.
2.1.1.2. Tujuan dan Manfaat Profitabilitas Rasio profitabilitas juga memiliki tujuan dan manfaat, tidak hanya bagi pihak pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak di luar perusahaan, terutama pihak-pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan (Kasmir 2015:197). Menurut Kasmir (2015:197) tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luas perusahaan yaitu:
25
1. “Untuk mengukur laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode tertentu, 2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang, 3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu, 4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, 5. Untuk mengukur produktifitasnya seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. 6. Untuk mengukur produktifitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri, 7. Tujuan lainnya”. Sementara itu, menurut Kasmir (2015:198) manfaat yang diperoleh adalah untuk: 1. “Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh perusahaan dalam suatu perusahaan, 2. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang, 3. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu., 4. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, 5. Mengetahui produktifitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri, 6. Manfaat lainnya”.
2.1.1.3. Metode Pengukuran Profitabilitas a.
Return On Asset (ROA) Menurut Gitman (2012: 81) ROA adalah: “The return on total assets (ROA), often called the return on investment (ROI), measures the overall effectiveness of management in generating profits with its available assets. The higher the firm’s return on total assets the better”. Artinya: "Laba atas total aset (ROA), yang sering disebut laba atas investasi (ROI), mengukur efektivitas keseluruhan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aset yang tersedia. Semakin tinggi return perusahaan pada total aset maka akan lebih baik ".
26
Sedangkan menurut Lasher (2008: 90) ROA adalah: “A business uses assets and the skills of its people to earn a profit. ROA quantifies the success of that effort with respect to assets by stating net income as a percentage of total assets”. Artinya: “Sebuah bisnis menggunakan aset dan keterampilan orang untuk mendapatkan keuntungan. ROA mengkuantifikasi keberhasilan upaya yang berkenaan dengan aset dengan menyatakan laba bersih sebagai persentase dari total aset”. Rumus yang digunakan untuk menghitung ROA adalah:
𝑅𝑂𝐴 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
Sumber: Brigham (2011: 100) b.
Return On Equity (ROE) Menurut Gitman (2012: 82) ROE adalah: “The return on common equity (ROE) measures the return earned on the common stockholders’ investment in the firm. Generally, the owners are better off the higher is this return”. Artinya: "Return On Equity (ROE) mengukur pengembalian yang diperoleh atas investasi pemegang saham biasa dalam perusahaan. Umumnya, para pemilik akan merasa lebih baik jika returnnya semakin tinggi ".
27
Menurut Brigham et al., (2014:113) ROE adalah: “The ratio of net income to common equity; measures the rate of return on common stockholders’ investment”. Artinya: “Rasio laba bersih terhadap ekuitas umum; mengukur tingkat pengembalian atas investasi pemegang saham biasa”. Rumus yang digunakan untuk menghitung ROE adalah:
𝑅𝑂𝐸 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐶𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Sumber: Brigham (2011:100)
Sedangkan menurut Harahap (2011: 304) jenis dan pengukuran Profitabilitas adalah sebagai berikut: a. Profit Margin
𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 =
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
Angka ini menunjukan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap kemampuan perusahaan dalam medapatkan laba cukup tinggi. b. Basic Earning Power 𝐵𝑎𝑠𝑖𝑐 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
28
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan memperoleh laba diukur dari jumlah laba sebelum pajak dikurangi bunga dan pajak dibandingkan dengan total aktiva. Semakin besar rasio ini maka akan semakin baik. c. Earning Per Share 𝐸𝑃𝑆 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐵𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑎𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚
Rasio ini menunjukan berapa menghasilkan laba.
besar kemampuan perlembar saham
d. Contribution Margin 𝐶𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝐾𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan melahirkan laba yang akan menutupi biaya-biaya tetap atau biaya operasi lainnya. Dengan pengetahuan atas rasio ini kita dapat mengontrol pengeluaran untuk biaya tetap atau biaya operasi sehingga perusahaan dapat menikmati laba.
2.1.2.
Ukuran Perusahaan
2.1.2.1. Pengertian Ukuran Perusahaan Menurut Marius Siahaan et, al. (2014: 149) ukuran perusahaan adalah: “Company size is a measurement which describes the largeness or smallness of a company and is stated in the total amount of activa and net sell. Company size is the size or the amount of asset of a company”. Artinya: “Ukuran perusahaan adalah ukuran yang menggambarkan besar atau kecilnya suatu perusahaan yang dinyatakan dalam jumlah total aktiva dan penjualan bersih. Ukuran perusahaan adalah ukuran atau jumlah aset dari perusahaan”.
29
Menurut Brigham & Houston (2010: 4) ukuran perusahaan adalah sebagai berikut: “Ukuran perusahaan merupakan ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan yang ditunjukan atau dinilai oleh total asset, total penjualan, jumlah laba, beban pajak dan lain-lain”. Menurut Andreas et, al. (2015) dalam jurnalnya ukuran perusahaan adalah: “The size of a company depends on a number of factors, such as gross receipts, number of workers and total assets. Total assets reflect the magnitude of the resources owned by the company. Total assets can better represent the company’s assets compared to gross receipt and number of workers.” Artinya: “Ukuran perusahaan tergantung pada sejumlah faktor, seperti penerimaan bruto, jumlah pekerja dan total aset. Total aset mencerminkan besarnya sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Total aset dapat lebih mewakili aset perusahaan dibandingkan dengan penerimaan bruto dan jumlah pekerja”.
Ukuran perusahaan menurut Riyanto (2008: 313) adalah “besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai aktiva” Menurut Hartono (2008: 14) ukuran perusahaan (firm size) adalah sebagai berikut: “Besar kecilnya perusahaan dapat diukur dengan total aktiva /besar harta perusahaan dengan menggunakan perhitungan nilai logaritma total aktiva”. Menurut Husnan (2007: 45), ukuran perusahaan adalah “… suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara antara lain: total aktiva log size, nilai pasar saham dan lain-lain”.
30
Sedangkan menurut Agus Sawir (2004: 101-102), ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi untuk alasan yang berbeda: 1. Ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan atas akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi maupun saham. Meskipun mereka memiliki akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. 2. Ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam ontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran spesial yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang digunakan, semakin besar kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan referensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang. 3. Ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Pada akhirnya, ukuran perusahaan diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan. Karakteristik lain tersebut seperti perusahaan sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu sistem manajemen.
2.1.2.2. Klasifikasi Ukuran Perusahaan Klasifikasi ukuran perusahaan menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 dibagi kedalam 4 (empat) kategori yaitu, usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengertian dari usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 pasal 1 adalah sebagai berikut: 1. “Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha peorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
31
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. 4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia”. Kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 pasal 6 adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Kriteria Ukuran Perusahaan Ukuran Perusahaan
Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar
Assets (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) Maksimal 50 juta >50 juta – 500 juta >10 juta – 10 M >10 M
Penjualan Tahunan
Maksimal 300 juta >300 juta – 2,5 M 2,5 M – 50 M >50 M
2.1.2.3. Metode Ukuran Perusahaan Menurut Harahap (2007: 23) pengukuran ukuran perusahaan adalah sebagai berikut: “Ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural (Ln) dari rata-rata total aktiva (total assets) perusahaan. Penggunaan total aktiva berdasarkan pertimbangan bahwa total aktiva mencerminkan ukuran perusahaan dan diduga mempengaruhi ketepatan waktu”.
32
Sedangkan menurut Hartono (2007: 282) pengukuran perusahaan adalah sebagai berikut:
“Ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva”. 𝑆𝑖𝑧𝑒 = Log 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
2.1.3. Pengungkapan Corporate Social Responsibility 2.1.3.1. Pengertian Corporate Social Responsibility Sebelum kepada pembahasan mengenai pengungkapan Corporate Social Responsibility, penulis akan terlebih dahulu membahas tentang Corporate Social Responsibility. Menurut Johnson and Johnson dalam Nor Hadi (2014: 46) mendefinisikan corporate social responsibility sebagai berikut: “Corporate social responsibility (CSR) is about how companies manage the business processes to produce an overall positive impact on society.” Artinya: "Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah tentang bagaimana perusahaan mengelola proses bisnis untuk menghasilkan dampak positif secara keseluruhan pada masyarakat." Menurut World Business Council on Sustainable Development (WBCSD) dalam Rusdianto (2013: 7) Corporate Social Responsibility adalah sebagai berikut:
33
“Corporate Social Responsibility is the continuing commitment by business to behave ethical and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of local community and society at large” Artinya: "Corporate Social Responsibility adalah komitmen berkelanjutan dari suatu bisnis untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja dan keluarganya serta masyarakat lokal dan masyarakat luas"
Pengertian corporate social responsibility menurut ISO 26000 dalam Rusdianto (2013: 7) adalah sebagai berikut: “Tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang: konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; memperhatikan kepentingan dari para stakeholder; sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan normanorma internasional; terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa.” Sedangkan menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal satu butir tiga adalah sebagai berikut: “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
2.1.3.2. Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility Ranah tanggung jawab sosial (social responsibility) mengandung dimensi yang sangat luas dan kompleks. Disamping itu, tanggung jawab sosial juga mengandung interprestasi yang sangat berbeda, terutama dikaitkan dengan kepentingan pemangku kepentingan (stakeholders). Untuk itu, dalam rangka
34
memudahkan
pemahaman
dan
penyederhanaan,
banyak
ahli
mencoba
menggarisbawahi prinsip dasar yang terkandung dalam tanggung jawab sosial (Nor Hadi, 2014). Crowther David dalam Nor Hadi (2014:59) mengurai prinsip-prinsip tanggung jawab sosial (social responsibility) menjadi tiga, yaitu: 1. “Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumberdaya di masa depan. Keberlanjutan juga memberikan arahan bagaimana penggunaan sumberdaya sekarang tetap memperhatikan dan memperhitungkan kemampuan generasi masa depan. Dengan demikian, sustainbility berputar pada keberpihakan dan upaya bagaimana society memanfaatkan sumberdaya agar tetap memperhatikan generasi masa datang. 2. Accountability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. Akuntabilitas dibutuhkan, ketika aktivitas perusahaan mempengaruhi dan dipengaruhi lingkungan eksternal. 3. Transparancy, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal. Transparansi bersinggungan dengan pelaporan aktivitas perusahaan berikut dampak terhadap pihak eksternal. Dan transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak lingkungan.”
2.1.3.3. Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR Perilaku para pengusaha pun beragam, dari kelompok yang sama sekali tidak melaksanakan sampai ke kelompok yang telah menjadikan CSR sebagai nilai inti (core value) dalam menjalankan usaha. Terkait dengan praktik CSR, pengusaha dapat dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu kelompok hitam, merah, biru, dan hijau (Sukmadi, 2010:136)
35
Tabel 2.2 Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR Peringkat
Keterangan
Hijau
Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi jantung dan inti bisnisnya
CSR tidak hanya dianggap sebagai keharusan, tetapi kebutuhan yang merupakan modal sosial.
Biru
Perusahaan yang menilai praktik CSR akan memberi dampak positif terhadap usahanya karena merupakan investasi bukan biaya.
Merah
Perusahaan peringkat merah yang memulai menerapkan CSR. CSR masih dipandang sebagai komponen biaya yang mengurangi keuntungan perusahaan.
Hitam
Kegiatannya degenerative
Mengutamakan kepentingan bisnis
Tidak peduli aspek sosial disekelilingnya
2.1.3.4. Paradigma Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Perusahaan merupakan satu entitas yang operasinya tak lepas dari pertimbangan trade of antara cost and benefit dalam berbagai keputusan bisnis. Tak terkecuali, dalam pengambilan keputusan meningkatkan tanggung jawab sosial
36
perusahaan (corporate social responsibility), dan keterbukaan lewat pengungkapan social (social disclosure) (Nor Hadi, 2014: 157). Berbagai alasan yang mendasari perusahaan melakukan pengungkapan social (social disclosure), antara lain: (1) keterlibatan sosial perusahaan terhadap masyarakat yang merupakan respon tanggung jawab sosial perusahaan; (2) keterlibatan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mengurangi dampak polusi; (3) meningkatkan nama baik perusahaan, simpati masyarakat, karyawan dan investor; (4) menghindari campur tangan pemerintah dalam melindungi masyarakat; (5) meningkat respon positif norma dan nilai masyarakat; (6) sesuai dengan kehendak investor; (7) membantu program pemerintah seperti konservasi, pelestarian budaya, peningkatan pendidikan, lapangan kerja dan lain sebagainya (Harahap, 1993 dalam Nor Hadi, 2014: 157). Choi et. al. (1993) dalam Nor Hadi (2014:157-158) melakukan pemetaan dan pengklasifikasian fakto-faktor yang mempengaruhi praktik pengungkapan perusahaan dalam satu negara, antara lain: (1) pengaruh lingkungan baik fisik maupun sosial; (2) kebutuhan untuk pemenuhan pasar modal termasuk respon investor; (3) pengaruh non finansial; (4) respon perusahaan terhadap praktik yang dilakukan.
2.1.3.5. Pengertian Pengungkapan Corporate Social Responsibility Menurut Hery (2012: 143) pengungkapan corporate social responsibility adalah sebagai berikut: “Pengungkapan CSR yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, atau social accounting merupakan proses
37
pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan”. Pratiwi dan Djamhuri (2004) dalam Rahmawati (2012: 183) mendefinisikan pengungkapan corporate social responsibility adalah sebagai berikut: “Pengungkapan sosial sebagai suatu pelaporan atau penyampaian informasi kepada
stakeholders
mengenai
segala
aktivitas perusahaan yang
berhubungan dengan lingkungan sosialnya”. Sedangkan menurut Crowther (2008:106) pengertian pengungkapan corporate social responsibility adalah sebagai berikut: “Corporate Social Disclosure can be defined as the provision of financial and non-financial information relating to an organization’s interaction with its physical and social environment, as stated in annual report or separate social reports. Corporate Social Disclosure includes details of the physical and social environment, energy, human resources, products and community involvement matters.” Artinya: "Pengungkapan Corporate Social dapat didefinisikan sebagai penyediaan informasi keuangan dan non-keuangan yang berkaitan dengan interaksi organisasi dengan lingkungan fisik dan sosial, sebagaimana dinyatakan dalam laporan tahunan atau laporan sosial yang terpisah. Pengungkapan Corporate Social mencakup rincian lingkungan fisik dan sosial, energi, sumber daya manusia, produk dan hal-hal keterlibatan masyarakat. " Kewajiban mengungkapkan kegiatan CSR perusahaan dalam annual report perusahaan tercantum dalam pasal 66 ayat (2) dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang- kurangnya: a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang
38
b. c. d. e. f. g.
bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut; laporan mengenai kegiatan Perseroan; laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
2.1.3.6. Faktor - faktor Pengungkapan Corporate Social Responsibility Menurut Deegan dalam Rusdianto (2013:44) menjelaskan ada banyak hal yang membuat perusahaan mengungkapkan CSR-nya, yaitu: 1. Keinginan untuk mematuhi persyaratan yang terdapat dalam undangundang. 2. Pertimbangan rasionalitas ekonomi. 3. Keyakinan dalam proses akuntabilitas untuk melaporkan. 4. Keinginan untuk memenuhi persyaratan peminjaman. 5. Pemenuhan kebutuhan informasi pada masyarakat. 6. Sebagai konsekuensi atas ancaman terhadap legitimasi perusahaan. 7. Untuk mengukur kelompok stakeholder yang mempunyai pengaruh yang kuat. 8. Untuk mematuhi persyaratan industri tertentu. 9. Untuk mendapatkan penghargaan pelaporan tertentu.
2.1.3.7. Teori yang Melandasi Pengungkapan Corporate Social Responsibility 1. Teori Agensi (Agency Theory) Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal (pemegang saham) merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen (manajemen) merupakan pihak yang
39
diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Teori agensi menjelaskan hubungan antara prinsipal dengan agen. Pengungkapan tanggung jawab sosial merupakan salah satu komitmen manajemen untuk meningkatkan kinerjanya terutama dalam kinerja sosial. Dengan demikian, manajemen akan mendapatkan penilaian positif dari stakeholders (Wardani dan Januarti, 2013)
2. Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Legitimasi masyarakat merupakan factor strategis bagi perusahaan dalam rangka mengembangkan perusahaan kedepan. Hal itu, dapat dijadikan wahana untuk mengonstruksi strategi perusahaan, terutama terkait dengan upaya memposisikan diri ditengah lingkungan masyarakat yang semakin maju (Nor Hadi, 2014: 87) Legitimasi merupakan keadaan psikologis keberpihakan orang dan kelompok orang yang sangat peka terhadap gejala lingkungan sekitarnya baik fisik maupun non fisik. O’Donovan (2002) dalam Nor Hadi (2014: 87) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern). Gray et. al, (1996) dalam Nor Hadi (2014: 88) berpendapat bahwa legitimasi merupakan
“…a
systems-oriented
view
of
organization
and
40
society…permits us to focus on the role of information and disclosure in the relationship between organisations, the state, individuals and group”. Definisi tersebut mengisyaratkan, bahwa legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu, sebagai suatu sistem yang mengedepankan kebrepihakan kepada society, operasi perusahaan harus kongruen dengan harapan masyarakat (Nor Hadi, 2014: 88) Legitimacy theory is analysed from a managerial perspective in that it focuses on various strategies managers may choose to remain legitimate (Deegan et al, 2000, Pattern 1992 dalam Nor Hadi, 2014: 88). Deegan (2002) dalam Nor Hadi (2014: 88) menyatakan legitimasi sebagai “…a system-oriented perspective, the entity is assumed to influenced by, and in turn to have influence upon, the society in which it operates. Corporate disclosure are considered to represent one important means by witch
management
can
influence
external
perceptions
about
organisations”. Definisi tersebut, mencoba menggeser secara tegas perspektif perusahaan kearah stakeholder orientation (society). Batasan tersebut mengisyaratkan, bahwa legitimasi perusahaan merupakan arah implikasi orientasi pertanggungjawaban perusahaan yang lebih menitikberatkan pada stakeholder perspective (masyarakat dalam arti luas) (Nor Hadi, 2014: 88).
41
3. Teori Stakeholder (Stakeholder theory) Stakeholder adalah semua pihak baik internal maupun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi, bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. stakeholder is a group or an individual who
can affect, or be affected by, the success or failure of an
organization (Luk, Yau, Tse, Alan, Sin, Leo dan Raymond, 2005). Dengan demikian, stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti: pemerintah, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan internasional, lembaga di luar perusahaan (LSM dan sejenisnya), lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan (Nor Hadi, 2014: 94). Hummels (1998) dalam Nor Hadi (2014: 94)…(stakeholder are) individuals and groups who have legitimate claim on the organization to participate in the decision making process simply because they are affected by the organisation’s practices, policies and actions. Batasan stakeholder tersebut di atas mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholder, karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholder bukan tidak mungkin akan menuai protes dan dapat mengeleminasi legitimasi stakeholder (Nor Hadi, 2014: 94).
42
Jones, Thomas dan Andrew (1999) dalam Nor Hadi (2014: 94) menyatakan bahwa pada hakikatnya stakeholder theory mendasarkan diri pada asumsi antara lain: 1. The corporation has relationship with many constituenty groups (stakeholder) that effect and are affected by its decision (Freeman, 1984). 2. The theory is concerned with nature of these relationship in terms of both processes and outcomes for the firm and its stakeholder. 3. The interests of all (legitimate) stakeholder have intrinsic value, and no set of interests is assumed to dominate the others (Clakson, 1995; Donaldson & Preston 1995). 4. The theory focuses on managerial decision making (Donaldson & Preston 1995). Berdasar pada asumsi dasar stakeholder theory tersebut, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dengan lingkungan sosial (social setting) sekitarnya. Perusahaan perlu menjaga legitimasi stakeholder serta mendudukannya dalam kerangka kebijakan dan pegambilan keputusan, sehingga dapat mendukung dalam pencapaian tujuan perusahaan, yaitu stabilitas usaha dan jaminan going concern (Adam. C.H, 2002 dalam Nor Hadi, 2014:94-95). Esensi teori stakeholder tersebut di atas jika ditarik interkoneksi dengan teori legitimasi yang mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya mengurangi expectatiom gap dengan masyarakat (publik) sekitar guna meningkatkan legitimasi (pengakuan) masyarakat, ternyata terdapat benang
43
merah. Untuk itu, perusahaan hendaknya menjaga reputasinya yaitu dengan menggeser pola orientasi (tujuan) yang semula semata-mata diukur dengan economic measurement yang cenderung shareholder orientation, ke arah memperhitungkan faktor sosial (social factors) sebagai wujud kepedulian dan keberpihakan terhadap masalah sosial kemasyarakatan (stakeholder orientation) (Nor Hadi, 2014: 95).
2.1.3.8. Manfaat Pengungkapan Corporate Social Responsibility Aktivitas CSR memiliki fungsi strategis bagi perusahaan, yaitu sebagai bagian dari manajemen risiko khususnya dalam membentuk katup pengaman sosial (social security). Dengan menjalankan CSR, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, namun juga harus turut berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan jangka panjang. Menurut Rusdianto (2013: 13) terdapat manfaat CSR bagi perusahaan yang menerapkannya, yaitu: -
Membangun dan menjaga reputasi perusahaan. Meningkatkan citra perusahaan. Melebarkan cakupan bisnis perusahaan. Mempertahankan posisi merek perusahaan. Mempertahankan sumber daya manusia yang berkualitas. Kemudahan memperoleh akses terhadap modal (equity) Meningkatkan pengambilan keputusan pada hal-hal yang kritis. Mempermudah pengelolaan manajemen resiko (risk management). Rusdianto (2013: 13) menyatakan bahwa: “Keputusan perusahaan untuk melaksanakan CSR secara berkelanjutan, merupakan keputusan yang rasional. Sebab implementasi program CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan, melainkan juga stakeholder. Bila CSR mampu dijalankan secara
44
efektif maka dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi perusahaan, melainkan juga bagi masyarakat, pemerintah dan lingkungan”.
2.1.3.9. Item-item Pengungkapan Corporate Social Responsibility Menurut Wibisono (2007), terdapat banyak standar yang harus dijadikan pijakan dalam praktik pertanggungjawaban sosial (social responsibility). Equator Principles yang diadopsi beberapa negara, merumuskan beberapa prinsip, antara lain: 1. Accountability’s (AA1000) standard, yang mengacu pada prinsip “Triple Bottom Line” dari John Elkington. Standar berbasis prinsip yang diakui untuk organisasi yang membantu untuk menjadi lebih bertanggungjawab dan berkelanjutan. Standar tersebut adalah kerangka kerja open source yang dikembangkan melalui konsultasi multi-pihak dan proses review. Standar ini dirancang agar kompatibel dengan standar kunci lain termasuk pedoman GRI, SA8000, seri ISO dan standar akuntansi keuangan. 2. Global Reporting Initiative (GRI), yang merupakan panduan pelaporan perusahaan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for Environmental Economies (CERES) dan UNEP pada tahun 1997. GRI merupakan organisasi nonprofit yang mempromosikan keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan. GRI menyediakan kerangka pelaporan keberlanjutan yang komprehensif bagi semua perusahaan dan organisasi yang banyak digunakan diseluruh dunia. Pedoman pengungkapan GRI terdiri dari G3 dan G3.1. G3 atau yang sering dikenal dengan G 3.0 merupakan versi awal dari pedoman GRI yang terdiri dari 79 indikator dan merupakan pedoman yang sering digunakan sampai saat ini. G3.1 merupakan versi pengembangan dari G3 yang didalamnya terkandung 84 indikator termasuk 79 indikator yang digunakan sebelumya pada G3 dengan beberapa perubahan dan tambahan-tambahan lainnya yang dinilai lebih menyempurnakan pedoman GRI. 3. Social Accountability International SA8000 Standard SA 8000 adalah standar yang fokus pada tenaga kerja dan kondisi tempat kerja. SA8000 didasarkan pada ISO 9000 teknik mengaudit, menentukan perbaikan dan tindakan pencegahan untuk terus mendorong perbaikan dan berfokus pada system manajemen dan dokumentasi untuk membuktikan sistem ini. Sertifikasi SA8000
45
dilakukan secara independen, eksternal auditor dan berhubungan dengan kinerja perusahaan.
4. ISO 14000 Environmental Management Standard ISO 14000 adalah standar yang terkait dengan pengelolaan lingkungan yang ada untuk membantu organisasi untuk meminimalkan dampak negatif operasi mereka terhadap lingkungan, memenuhi hukum, peraturan dan persyaratan berorientasi lingkungan dan semakin meningkatkannya. 5. ISO 26000 ISO 26000 adalah standar internasional yang memberikan bimbingan pada pelaporan keberlanjutan yang dibuat oleh International Organization for Standardization (ISO). Untuk melakukan penilaian CSR sebagai acuan, indikator yang digunakan adalah GRI G3. Indikator GRI G3 terdiri dari 3 kategori pengungkapan, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Indikator GRI ini dipilih karena merupakan pedoman yang sering digunakan sampai saat ini. Berikut adalah indikator-indikator pengungkapan CSR sebagaimana dikemukakan oleh GRI: Tabel 2.3 Daftar Indikator Pengungkapan CSR menurut GRI KATEGORI KINERJA EKONOMI Kinerja Ekonomi EC 1 Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan, biaya operasi, imbal jasa karyawan, donasi, dan investasi komunitas lainnya, laba ditahan, dan pembayaran kepada penyandang dana serta pemerintah. EC 2 Implikasi finansial dan risiko lainnya akibat perubahan iklim serta peluangnya bagi aktivitas organisasi. EC 3 Jaminan kewajiban organisasi terhadap program imbalan pasti. EC 4
Bantuan finansial yang signifikan dari pemerintah.
46
Keberadaan Pasar EC 5
Rentang rasio standar upah terendah dibandingkan dengan upah minimum setempat pada lokasi operasi yang signifikan. EC 6 Kebijakan, praktek, dan proporsi pengeluaran untuk pemasok lokal pada lokasi operasi yang signifikan. EC 7 Prosedur penerimaan pegawai lokal dan proporsi manajemen senior local yang dipekerjakan pada lokasi operasi yang signifikan. Dampak Tidak Langsung EC 8
Pembangunan dan dampak dari investasi infrastruktur serta jasa yang diberikan untuk kepentingan publik secara komersial, natura, atau pro EC 9 bono. Pemahaman dan penjelasan dampak ekonomi tidak langsung yang signifikan, termasuk seberapa luas dampaknya. KATEGORI LINGKUNGAN Bahan EN 1
Penggunaan Bahan; diperinci berdasarkan berat atau volume.
EN 2
Persentase Penggunaan Bahan Daur Ulang.
Energi EN 3
Penggunaan Energi Langsung dari Sumberdaya Energi Primer.
EN 4
Pemakaian Energi Tidak Langsung berdasarkan Sumber Primer.
EN 5
Penghematan Energi melalui Konservasi dan Peningkatan Efisiensi. Inisiatif untuk mendapatkan produk dan jasa berbasis energi efisien atau energi yang dapat diperbarui, serta pengurangan persyaratan kebutuhan energi sebagai akibat dari inisiatif tersebut. Inisiatif untuk mengurangi konsumsi energi tidak langsung dan pengurangan yang dicapai.
EN 6
EN 7
Air EN 8
Total pengambilan air per sumber.
EN 9
Sumber air yang terpengaruh secara signifikan akibat pengambilan air.
EN 10 Persentase dan total volume air yang digunakan kembali dan didaur ulang. Keanekaragaman Hayati
47
EN 11 Lokasi dan Ukuran Tanah yang dimiliki, disewa, dikelola oleh organisasi pelapor yang berlokasi di dalam, atau yang berdekatan dengan daerah yang diproteksi (dilindungi) atau daerah-daerah yang memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi di luar daerah yang diproteksi. EN 12 Uraian atas berbagai dampak signifikan yang diakibatkan oleh aktivitas, produk, dan jasa organisasi pelapor terhadap keanekaragaman hayati di daerah yang diproteksi (dilindungi) dan di daerah yang memiliki keanekaragaman hayati bernilai tinggi di luar daerah yang diproteksi (dilindungi). EN 13 Perlindungan dan Pemulihan Habitat. EN 14 Strategi, tindakan, dan rencana mendatang untuk mengelola dampak terhadap keanekaragaman hayati. EN 15 Jumlah spesies berdasarkan tingkat risiko kepunahan yang masuk dalam Daftar Merah IUCN (IUCN Red List Species) dan yang masuk dalam daftar konservasi nasional dengan habitat di daerah- daerah yang terkena dampak operasi. Emisi, Efluen, dan Limbah EN 16 Jumlah emisi gas rumah kaca yang sifatnya langsung maupun tidak langsung dirinci berdasarkan berat. EN 17 Emisi gas rumah kaca tidak langsung lainnya berdasarkan berat. EN 18 Inisiatif untuk mengurangi emisi gas rumah pencapaiannya
diperinci kaca
dan
EN 19 Emisi bahan kimia yang merusak lapisan ozon (ozone-depleting substances/ODS) diperinci berdasarkan berat. EN 20 NO, SO, dan emisi udara signifikan lainnya yang diperinci berdasarkan jenis dan berat. EN 21 Jumlah buangan air menurut kualitas dan tujuan. EN 22 Jumlah berat limbah menurut jenis dan metode pembuangan. EN 23 Jumlah dan volume tumpahan yang signifikan. EN 24 Berat limbah yang diangkut, diimpor, diekspor, atau diolah yang dianggap berbahaya menurut Lampiran Konvensi Basel I, II, III dan VIII, dan persentase limbah yang diangkut secara internasional. EN 25 Identitas, ukuran, status proteksi dan nilai keanekaragaman hayati badan air serta habitat terkait yang secara signifikan dipengaruhi oleh pembuangan dan limpasan air organisasi pelapor. Produk dan Jasa. EN 26 Inisiatif untuk mengurangi dampak lingkungan produk dan jasa dan sejauh mana dampak pengurangan tersebut.
48
EN 27 Persentase produk terjual dan bahan kemasannya yang ditarik menurut kategori. Kepatuhan EN 28 Nilai Moneter Denda yang signifikan dan jumlah sanksi nonmoneter atas pelanggaran terhadap hukum dan regulasi lingkungan. Transportasi EN 29 Dampak lingkungan yang signifikan akibat pemindahan produk dan barang-barang lain serta material yang digunakan untuk operasi perusahaan, dan tenaga kerja yang memindahkan. Keseluruhan EN 30 Dampak lingkungan signifikan dari pengangkutan produk dan barang lain serta bahan untuk operasional organisasi, dan pengangkutan tenaga kerja KATEGORI SOSIAL Sub Kategori Praktik Ketenagakerjaan dan Kenyamanan Bekerja Pekerjaan LA 1 LA 2
Jumlah angkatan kerja menurut jenis pekerjaan, kontrak pekerjaan, dan wilayah. Jumlah dan tingkat perputaran karyawan menurut kelompok usia, jenis kelamin, dan wilayah.
LA 3
Manfaat yang disediakan bagi karyawan tetap (purna waktu) yang tidak disediakan bagi karyawan tidak tetap (paruh waktu) menurut kegiatan pokoknya. Tenaga Kerja/Hubungan Manajemen LA 4 LA 5
Persentase karyawan yang dilindungi perjanjian tawar-menawar kolektif tersebut. Masa pemberitahuan minimal tentang perubahan kegiatan penting, termasuk apakah hal itu dijelaskan dalam perjanjian kolektif tersebut.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja LA 6
LA 7
Persentase jumlah angkatan kerja yang resmi diwakili dalam panitia Kesehatan dan Keselamatan antara manajemen dan pekerja yang membantu memantau dan memberi nasihat untuk program keselamatan dan kesehatan jabatan. Tingkat kecelakaan fisik, penyakit karena jabatan, hari-hari yang hilang, dan ketidakhadiran, dan jumlah kematian karena pekerjaan menurut wilayah.
49
LA 8
Program pendidikan, pelatihan, penyuluhan/bimbingan, pencegahan, pengendalian risiko setempat untuk membantu para karyawan, anggota keluarga dan anggota masyarakat, mengenai penyakit berat/berbahaya.
LA 9
Masalah kesehatan dan keselamatan yang tercakup dalam perjanjian resmi dengan serikat karyawan.
Pelatihan dan Pendidikan LA 10 Rata-rata jam pelatihan tiap kategori/kelompok karyawan.
tahun
tiap
karyawan
menurut
LA 11 Program untuk pengaturan keterampilan dan pembelajaran sepanjang hayat yang menujang kelangsungan pekerjaan karyawan dan membantu mereka dalam mengatur akhir karier. LA 12 Persentase karyawan yang menerima peninjauan kinerja dan pengembangan karier secara teratur. Keberagaman dan Kesetaraan Pulang LA 13 Komposisi badan pengelola/penguasa dan perincian karyawan tiap kategori/kelompok menurut jenis kelamin, kelompok usia, keanggotaan kelompok minoritas, dan keanekaragaman indikator lain. LA 14 Perbandingan/rasio gaji dasar pria terhadap wanita menurut kelompok/kategori karyawan. Sub Kategori Hak Asasi Manusia HR 1
HR 2
Persentase dan jumlah perjanjian investasi signifikan yang memuat klausul HAM atau telah menjalani proses skrining/ filtrasi terkait dengan aspek hak asasi manusia. Persentase pemasok dan kontraktor signifikan yang telah menjalani proses skrining/ filtrasi atas aspek HAM.
HR 3
Jumlah waktu pelatihan bagi karyawan dalam hal mengenai kebijakan dan serta prosedur terkait dengan aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi, termasuk persentase karyawan yang telah menjalani pelatihan. Non Diskriminasi HR 4
Jumlah kasus diskriminasi yang terjadi dan diambil/dilakukan.
HR 5
Segala kegiatan berserikat dan berkumpul yang diteridentifikasi dapat menimbulkan risiko yang signifikan serta tindakan yang diambil untuk mendukung hak-hak tersebut. tindakan yang
Pekerja Anak
50
HR 6
Kegiatan yang identifikasi mengandung risiko yang signifikan dapat menimbulkan terjadinya kasus pekerja anak, dan langkah- langkah yang diambil untuk mendukung upaya penghapusan pekerja anak. Kerja Paksa dan Kerja Wajib HR 7
Kegiatan yang teridentifikasi mengandung risiko yang signifikan dapat menimbulkan kasus kerja paksa atau kerja wajib, dan langkah-langkah yang telah diambil untuk mendukung upaya penghapusan kerja paksa atau kerja wajib.
Praktik Keamanan HR 8
Persentase personel penjaga keamanan yang terlatih dalam hal kebijakan dan prosedur organisasi terkait dengan aspek HAM yang relevan dengan kegiatan organisasi.
Hak Penduduk Asli HR 9
Jumlah kasus pelanggaran yang terkait dengan hak penduduk asli dan langkahlangkah yang diambil.
Sub Kategori Masyarkat Komunitas SO 1
Sifat dasar, ruang lingkup, dan keefektifan setiap program dan praktek yang dilakukan untuk menilai dan mengelola dampak operasi terhadap masyarakat, baik pada saat memulai, pada saat beroperasi, dan pada saat mengakhiri.
Anti Korupsi SO 2
Persentase dan jumlah unit usaha yang memiliki risiko terhadap korupsi.
SO 3
Persentase pegawai yang dilatih dalam kebijakan dan prosedur antikorupsi.
SO 4
Tindakan yang diambil dalam menanggapi kejadian korupsi.
Kebijakan Publik SO 5
Kedudukan kebijakan publik dan partisipasi dalam proses melobi dan pembuatan kebijakan publik.
SO 6
Nilai kontribusi finansial dan natura kepada partai politik, politisi, dan institusi terkait berdasarkan negara di mana perusahaan beroperasi.
Anti Persaingan SO 7
Jumlah tindakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan antipersaingan, anti-trust, dan praktek monopoli serta sanksinya.
51
Kepatuhan SO 8
Nilai uang dari denda signifikan dan jumlah sanksi nonmoneter untuk pelanggaran hukum dan peraturan yang dilakukan.
Kesehatan dan Keselamatan Pelanggan PR 1
PR 2
Tahapan daur hidup di mana dampak produk dan jasa yang menyangkut kesehatan dan keamanan dinilai untuk penyempurnaan, dan persentase dari kategori produk dan jasa yang penting yang harus mengikuti prosedur tersebut. Jumlah pelanggaran terhadap peraturan dan etika mengenai dampak kesehatan dan keselamatan suatu produk dan jasa selama daur hidup, per produk.
Pelabelan Produk dan Jasa PR 3
PR 4 PR 5
Jenis informasi produk dan jasa yang dipersyaratkan oleh prosedur dan persentase produk dan jasa yang signifikan yang terkait dengan informasi yang dipersyaratkan tersebut. Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes mengenai penyediaan informasi produk dan jasa serta pemberian label, per produk. Praktek yang berkaitan dengan kepuasan pelanggan termasuk hasil survei yang mengukur kepuasaan pelanggan.
Komunikasi Pemasaran PR 6
PR 7
Program-program untuk ketaatan pada hukum, standar dan voluntary codes yang terkait dengan komunikasi pemasaran, termasuk periklanan, promosi, dan sponsorship. Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes sukarela mengenai komunikasi pemasaran termasuk periklanan, promosi, dan sponsorship, menurut produknya.
Privasi Pelanggan PR 8 Jumlah pelanggaran peraturan dan voluntary codes sukarela mengenai komunikasi pemasaran termasuk periklanan, promosi, dan sponsorship, menurut produknya. Kepatuhan PR 9 Nilai moneter dari denda pelanggaran hukum dan peraturan mengenai pengadaan dan penggunaan produk dan jasa. Sumber: www.globalreporting.org
52
Menurut Martínez dan Rodríguez (2013), tidak ada satu cara khusus untuk mengukur aktivitas CSR. Maignan dan Ferrel (2000) dalam Martínez dan Rodríguez (2013) mengkategorikan 3 pendekatan utama: (1) expert assessments, (2) single or multiple indicators, dan (3) surveys of management. Turker (2009) dalam Martínez dan Rodríguez (2013) mengembangkan klasifikasi yang telah dibuat oleh Maignan dan Ferrel (2000) menjadi: reputation indices, databases, single and multiple indicators, content analysis of publications dan measurement frameworks at the individual and organizational levels. Reputation indices and databases adalah bagian dari metode yang digunakan untuk menilai aktivitas tanggung jawab sosial. Single and multiple indicators menggunakan indikator one-dimentional dan multidimentional. Content analaysis of publications adalah metode dimana informasi CSR menjadi lebih mudah diakses sebagai akibat dari perhatian yang berkembang bahwa perusahaan memberikan pengungkapan praktik tanggung jawab sosial. Measurement frameworks at the individual andorganizational levels ini merupakan metode yang didasarkan pada penggunaan skala yang mengukur persepsi kegiatan CSR oleh individu. Pada metode-metode sebelumnya mencoba untuk mengukur kinerja aktual dari CSR, sedangkan metode ini mengukur persepsi bahwa stakeholder memiliki konsep CSR. Sedangkan menurut Abbot and Monsen (1979) dalam Vourvachis (2007): “Content Analysis is most often viewed in CSR as a technique for gathering data that consists of codifying qualitative information in anecdotal and literary form into categories in order to derive quantitative scales of varying levels of complexity.” Artinya:
53
"Content Analysis yang paling sering dilihat dalam CSR sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan data yang terdiri dari kodifikasi informasi kualitatif dalam bentuk anekdot dan sastra dalam kategori untuk menurunkan skala kuantitatif berbagai tingkat kompleksitas. "
Menurut Milne and Adler (1999) dalam Vourvachis (2007) “content analysis is most commonly used to assess organisations ‟social and environmental disclosures is content analysis”. Artinya: "Content Analysis ini paling sering digunakan untuk menilai organisasi "pengungkapan sosial dan lingkungan adalah content analysis ". Pengukuran CSRDI (Corporate Social Respinsibility Disclosure Index) mengacu pada penelitian Sembiring (2005), yang menggunakan content analysis dalam mengukur variety dari CSRDI. Content analysis adalah salah satu metode pengukuran CSRDI yang sudah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Item-item pengungkapan corporate social responsibility tersebut diukur dengan menggunakan CSR Index, yang diungkapkan dalam Global Reporting Initiative (GRI) dengan rumus sebagai berikut: 𝐶𝑆𝑅𝐼𝑗 =
∑𝑋𝑖𝑗 𝑁𝑗
Keterangan: CSRIj = Corporate social responsibility index perusahaan j Xij = dummy variabel: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan Nj = jumlah item perusahaan j, Nj ≤ 79
54
2.1.4.
Volume Perdagangan Saham
2.1.4.1. Pengertian Volume Perdagangan Saham Menurut Husnan (2009: 283), volume perdagangan saham adalah: “Volume perdagangan saham (trading volume activity) merupakan rasio antara jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada waktu tertentu terhadap jumlah saham yang beredar pada waktu tertentu. Volume perdagangan saham merupakan salah satu indikator dari reaksi pasar terhadap suatu pengumuman. Trading volume activity merupakan suatu instrumen yang dapat digunakan untuk melihat reaksi pasar modal terhadap informasi melalui parameter volume perdagangan saham”. Menurut Ambarwati (2008) dalam jurnalnya, volume perdagangan saham adalah sebagai berikut: “Volume perdagangan diartikan sebagai jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada hari tertentu. Volume perdagangan yang besar menunjukkan suatu saham yang aktif yang artinya sedang digemari oleh investor”. Menurut Engle dan Lange (1997) dalam Susilawati (2008), volume perdagangan saham adalah sebagai berikut: “Volume perdagangan merupakan ukuran dari aktivitas perdagangan dan peningkatan aktivitas perdagangan akan mendorong spread yang semakin kecil dan terjadi economic of sale dalam biaya transaksi dengan premesi bahwa permintaan di pasar berhubungan dengan informal trader, maka aktivitas perdagangan mendukung informasi harga dimasa yang akan datang. Volume perdagangan sebagai salah satu komponen penentu harga sangat berhubungan dengan aktivitas likuiditas”.
Menurut Firmansyah (2016) dalam jurnalnya, volume perdagangan saham adalah sebagai berikut: “Volume perdagangan saham adalah salah satu indikator yang digunakan untuk melihat reaksi pasar terhadap kejadian atau informasi yang berkaitan dengan suatu saham”.
55
Dari keempat pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa volume perdagangan saham merupakan jumlah lembar saham yang diperdagangkan pada hari tertentu yang terjadi di bursa. Semakin sering suatu saham diperdagangan menandakan bahwa saham tersebut aktif dan diminati investor. Hal tersebut menunjukan suatu saham dapat dinilai dari volume perdagangannya.
2.1.4.2. Pengukuran Volume Perdagangan Saham Trading volume activity (TVA) adalah perbandingan antara jumlah saham yang diperdagangkan dengan jumlah saham beredar, formulasi TVA menurut Husnan (2009:283) adalah: 𝑇𝑉𝐴 =
∑ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑑𝑎𝑔𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡 ∑ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡
Begitu pula dengan (Wismar’ien, 2004), yang menyatakan bahwa perhitungan Trading Volume Activity (TVA) dilakukan dengan membadingkan jumlah saham perusahaan yang diperdagangkan dalam duatu periode tertentu dengan keseluruhan jumlah saham beredar perusahaan tersebut pada kurun waktu yang sama. Akan tetapi, setelah TVA masing-masing saham diketahui, selanjutnya dihitung rata-rata TVA untuk periode di seputar tanggal pengumuman:
∑𝑛𝑖=1 𝑇𝑉𝐴𝑖 X TVA = 𝑁 Dimana: X TVA = Rata-rata TVA
56
Sementara dalam penelitian yang dilakukan oleh Susilawati (2008) variabel dan pengukuran yang digunakan untuk volume perdagangan saham adalah sebagai berikut: a. Perubahan Harga Saham Perubahan harga saham merupakan perbedaan harga yang terjadi antar waktu. Diukur dalam nilai absolut dengan rumus: 𝑅𝑖𝑡 [
𝑃𝑖𝑡 − 𝑃𝑖𝑡−1 ] 𝑃𝑖𝑡−1
Dimana: 𝑅𝑖𝑡
= perubahan harga saham
𝑃𝑖𝑡
= harga saham i pada hari ke-t
𝑃𝑖𝑡−1 = harga saham i pada periode t-1
b. Return Portofolio Return portofolio merupakan rata-rata tertimbang dari setiap saham dengan nilai kapitalisasi pasar saham dengan rumus: 𝑖
𝑅𝑝𝑡 = ∑ 𝑡=1
𝑅𝑖𝑡 𝑥𝑀𝐶𝑖𝑡 𝑀𝐶𝑖𝑡
Dimana: 𝑀𝐶𝑖𝑡 = nilai kapitalisasi pasar saham i pada perode t
57
c. Frekuensi Perdagangan Merupakan jumlah transaksi yang terjadi, dihitung frekuensinya per hari, di beri symbol 𝑋𝑖𝑡 . Frekuensi perdagangan untuk portofolio di tentukan berdasarkan rumus: 𝑖
𝑁𝑝𝑡 = ∑ 𝑖−1
𝑁𝑖𝑡 𝑥𝑀𝐶𝑖𝑡 𝑀𝐶𝑖𝑡
d. Volume Tiap Transaksi (trading size) Merupakan ukuran jumlah saham yang dibeli untuk setiap terjadi transaksi (size). Diukur berdasarkan rumus: 𝑖
𝑆𝑖𝑧𝑒𝑝𝑡 = ∑ 𝑖=𝑡
𝑠𝑖𝑧𝑒𝑖𝑡 𝑥𝑀𝐶𝑖𝑡 𝑀𝐶𝑖𝑡
e. Informasi Publik Merupakan informasi yang diserap oleh pasar yang terefleksi pada return pasar. Diukur dengan menggunakan nilai absolut dari return pasar (𝑅𝑚𝑡 ). Variabel ini diberi simbol MI.
f. Informasi Privat Merupakan informasi yang berasal dari spesifik perusahaan. Proxy dari variabel ini adalah nilai absolut dari return saham i dikurangi dengan return pasar, diberi simbol PI.
58
2.1.5. Penelitian Terdahulu Dasar atau acuan yang berupa teori atau temuan-temuan melalui hasil dari berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang diperlukan dan dapat dijadikan sebagai data pendukung. Salah satu data pendukung yang perlu tersebut adalah penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini. Adapun
penelitian
terdahulu
yang
menjadi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) diantaranya, yaitu:
59
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu NO 1
Penulis
Judul
Variabel
Wardani dan Pengaruh
1. Ukuran Dewan
Januarti
karakteristik
Komisaris (X1)
(2013)
perusahaan
Hasil penelitian 1. Ukuran dewan komisaris
Persamaan 1. Variabel
Perbedaan 1. Variabel
berpengaruh positif signifikan
Profitabilitas
Ukuran Dewan
2. Profitabilitas (X2)
terhadap pengungkapan
(X2)
Komisaris (X1)
terhadap
3. Leverage (X3)
tanggung jawab sosial (CSR)
pengungkapan
4. Pengungkapan
corporate
social
responsibility
2. Profitabilitas berpengaruh
2. Variabel Pengungkapan
2. Varibel Leverage (X3)
Corporate Social
signifikan terhadap
Corporate Social 3. Tidak ada
Respnsibility (Y)
pengungkapan CSR
Respnsibility (Y)
3. Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR
Variabel Z
60
2
Maulana dan
Pengaruh
1. Profitabilitas
Afri karakteristik
(X1)
berpengaruh signifikan
Yuyyeta
perusahaan
2. Leverage (X2)
(2014)
terhadap
3. Size Perusahaan
pengungkapan corporate
social
resposibility
1. Profitabilitas tidak
(X3)
terhadap pengungkapan CSR 2. Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap
4. Ukuran Dewan Komisaris (X4) 5. Pengungkapan
pengungkapan CSR 3. Size Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
Corporate Social
pengungkapan CSR
Respnsibility (Y)
4. Ukuran dewan komisaris
1. Variabel Profitabilitas (X1) 2. Variabel Size Perusahaan (X3) 3. Variabel Pengungkapan Corporate Social
1. Variabel Leverage (X2) 2. Variabel Ukuran Dewan Komisaris (X4) 3. Tidak ada Variabel Z
Respnsibility (Y)
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial CSR
3
Sari (2012)
R.A Pengaruh karakteristik perusahaan
1. Tipe Industri (X1) 2. Size
perusahaan
(X2)
terhadap
3. Profitabilitas (X3)
pengungkapan
4. Leverage (X4)
1. Tipe Industri tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR
1. Variabel Size Perusahaan (X2) 2. Variabel Profitabilitas (X3)
1. Variabel Tipe Industri (X1) 2. Variabel Leverage (X4)
61
corporate
social 5. Growth (X5)
resposibility
6. Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Y)
2. Size Perusahaan berpengaruh
3. Variabel
signifikan terhadap
Pengungkapan
pengungkapan CSR
Corporate Social
3. Profitabilitas berpengaruh
Respnsibility (Y)
3. Variabel Growth (X5) 4. Tidak ada Variabel Z
signifikan terhadap pengungkapan CSR 4. Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR 5. Growth tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR
4
Evi
Mutia Pengaruh Ukuran 1. Ukuran
et, al. (2011) Perusahan,
1. Ukuran Perusahaan
Perusahaan (X1)
Profitabilitas dan 2. Profitabilitas (X2) Ukuran Komisaris terhadap
Dewan 3. Ukuran
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
Dewan 2. Profitabilitas tidak
Komisaris (X3)
berpengaruh terhadap pengungkapan CSR
1. Variabel Ukuran Perusahaan (X1) 2. Variabel Profitabilitas (X2) 3. Variabel Pengungkapan
1. Ukuran Dewan Komisaris (X3) 2. Tidak ada Variabel Z
62
Pengungkapan
4. Pengungkapan
3. Ukuran Dewan Komisaris
Corporate Social Respnsibility (Y)
Corporate Social
Corporate Social
berpengaruh terhadap
Responsibility
Responsibility (Y)
pengungkapan CSR
pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI 5
Agus
Pengaruh
Purwanto
industri,
(2011)
perusahaan
tipe 1. Tipe Industri (X1) ukuran 2. Size dan
perusahaan
(X2) 3. Profitabilitas (X3)
terhadap
4. Pengungkapan social
responsibility
signifikan terhadap
Corporate Social
1. Variabel
Size 1. Variabel Tipe
Perusahaan (X2)
pengungkapan CSR
profitabilitas
corporate
1. Tipe Industri berpengaruh
2. Variabel
2. Size Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
Industri (X1) 2. Tidak ada
Profitabilitas (X3)
Variabel Z
3. Variabel
pengungkapan CSR
Pengungkapan
Responsibility (Y) 3. Profitabilitas tidak
Corporate Social
berpengaruh signifikan
Respnsibility (Y)
terhadap pengungkapan CSR 6
Eddy
Karakteristik
Rismanda
perusahaan
Sembiring
pengungkapan
(2005)
tanggung
1. Size dan
perusahaan 1. Size perusahaan berpengaruh 1. Variabel
(X1) 2. Profitabilitas (X2)
jawab 3. Profile (X3)
signifikan pengungkapan CSR
terhadap
Size 1. Variabel Profile
perusahaan (X1) 2. Variabel Profitabilitas (X2)
(X3)
63
sosial;
studi 4. Ukuran
empiris
pada
Dewan 2. Profitabilitas
Komisaris (X4)
perusahaan yang 5. Leverage (X5) terdapat di BEI
6. Pengungkapan Corporate Social Respnsibility (Y)
tidak 3. Variabel
berpengaruh
signifikan
terhadap pengungkapan CSR 3. Profile berpengaruh positif
2. Variabel
Pengungkapan
Ukuran Dewan
Corporate Social
Komisaris (X4)
Respnsibility (Y)
terhadap pengungkapan CSR 4. Ukuran
Dewan
3. Variabel Leverage (X5)
Komisaris
4. Tidak
berpengaruh positif terhadap
ada
Variabel Z
pengungkapan CSR 5. Leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan CSR 7
Rita Yuliana Pengaruh et al. (2008)
1. Size
karakteristik
perusahaan 1. Size
(X1)
berpengaruh
perusahaan
2. Profitabilitas (X2)
terhadap
3. Tipe Industri (X3)
pengungkapan
4. Ukuran
corporate
social
Dewan
Komisaris (X4)
responsibility dan 5. Konsentrasi dampaknya
perusahaan
tidak 1. Variabel terhadap
pengungkapan CSR 2. Profitabilitas
Industri
Profitabilitas (X2)
terhadap 3. Variabel
pengungkapan CSR 3. Tipe
perusahaan (X1) 2. Variabel
tidak
berpengaruh
Size 5. Variabel
Pengungkapan
Tipe
Industri (X3) 6. Variabel Ukuran Dewan Komisaris (X4) 7. Variabel
berpengaruh
Corporate Social
Konsentrasi
Kepemilikan
positif terhadap pengungkapan
Responsibility (Y)
Kepemilikan
Publik (X5)
CSR
Publik (X5)
64
terhadap
reaksi 6. Pengungkapan
investor
Responsibility (Y)
pengungkapan CSR
Investor 5. Konsentrasi
Andreas al. (2016)
et Determinants
Abnormal Return
Responsibility Disclosure
and
Investor Reaction
Kepemilikan
pengungkapan CSR CSR
Volume
berpengaruh terhadap Reaksi
Perdagangan (Z2)
Investor
1. Ukuran
Perusahaan (X1) 2. Media
Abnormal Return (Z1)
6. Pengungkapan
of 1. Ukuran
Corporate Social
Perdagangan (Z2)
Publik berpengaruh terhadap
(Z1)
8
Komisaris 4. Variabel Volume 8. Variabel
tidak berpengaruh terhadap
(Z)
-
Dewan
Corporate Social
7. Reaksi
-
4. Ukuran
exposure
(X2) 3. Sensitivitas Industri (X3) 4. Pengungkapan corporate
social
responsibility (Y)
exposure, industri
perusahaan, dan secara
media 1. Variabel Ukuran 1. Variabel Media
sensitivitas
Perusahaan (X1)
signifikan 2. Variabel
exposure (X2) 2. Variabel
mempengaruhi pengungkapan
Pengungkapan
Sensitivitas
corporate social responsibility
corporate
Industri (X3)
2. Ukuran exposure,
perusahaan, dan
media
responsibility (Y)
sensitivitas 3. Variabel Volume
industri tidak mempengaruhi reaksi investor
social
Perdagangan (Z)
65
5. Volume Perdagangan (Z)
3. Pengungkapan
corporate
social responsibility secara signifikan reaksi investor
mempengaruhi
66
2.2.
Kerangka Pemikiran
2.2.1. Hubungan Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan It is possible for profitability to affect firm size and vice versa. It is contended in the literature that the profit rates of the firms can persist over time and increasing levels of profits can help firm grow faster and at the same time the size of a firm plays an important role in determining the kind of relationship the firm enjoys within and outside its operating environment. The larger a firm is, the greater the influence it has on its stakeholders (Bababola, 2013) Artinya: Profitabilitas sangat memungkinkan mempengaruhi ukuran perusahaan dan sebaliknya. Dalam literatur berpendapat bahwa tingkat keuntungan dari perusahaan-perusahaan dapat bertahan dari waktu ke waktu dan meningkatkan tingkat keuntungan yang akan membantu perusahaan tumbuh lebih cepat dan pada saat yang sama ukuran suatu perusahaan memegang peranan penting dalam menentukan jenis hubungan didalam dan diluar lingkungan operasional perusahaan. Semakin besar suatu perusahaan, semakin besar pula pengaruh itu pada stakeholder (Bababola, 2013). The size of a firm is the amount and variety of production capacity and ability a firm possesses or the amount and variety of services a firm can provide concurrently to its customers. The size of a firm is a primary factor in determining the profitability of a firm due to the concept known as economies of scale which can be found in the traditional neo classical view of the firm. It reveals that contradictory to smaller firms, items can be produced on much lower costs by
67
bigger firms. In accordance with this concept, a positive relationship between firm size and profitability is expected. Contrary to this, alternative theories of the firms advise that larger firms come under the control of managers pursuing selfinterested goals and therefore managerial utility maximization function may substitute profit maximization of the firms’ objective function (Niresh dan Velnampy, 2014) Artinya: Ukuran perusahaan adalah jumlah dan berbagai kapasitas produksi dan kemampuan suatu perusahaan memiliki atau jumlah dan berbagai layanan perusahaan dapat menyediakan secara bersamaan kepada pelanggannya. Ukuran dari suatu perusahaan merupakan faktor utama dalam menentukan profitabilitas dari suatu perusahaan karena konsep yang dikenal sebagai skala ekonomi yang dapat ditemukan dalam tampilan klasik neo tradisional perusahaan. Ini menunjukkan bahwa bertentangan dengan perusahaan-perusahaan kecil, barang yang bisa diproduksi pada biaya yang jauh lebih rendah oleh perusahaan besar. Sesuai dengan konsep ini, hubungan positif antara ukuran perusahaan dan profitabilitas yang diharapkan. Bertentangan dengan ini, teori-teori alternatif dari perusahaan menyarankan bahwa perusahaan-perusahaan besar berada di bawah kendali manajer mengejar tujuan sendiri tertarik dan fungsi utilitas maksimalisasi karena manajerial dapat mengganti maksimalisasi keuntungan dari fungsi tujuan perusahaan (Niresh Dan Velnampy 2014).
68
2.2.2. Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Ghozali dan Chariri (2007) dalam Rusdianto (2013:45) mengatakan bahwa kegiatan perusahaan dapat menimbulkan dampak sosial dan lingkungan, sehingga pengungkapan sosial dan lingkungan adalah suatu alat manajerial yang dipergunakan untuk menghindari konflik sosial dan lingkungan. Dan sebagai wujud akuntabilitas perusahaan kepada publik untuk menjelasakan berbagai dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan baik dalam pengaruh yang baik atau pegaruh yang buruk. Gray et al. (1995) dalam Rusidanto (2013:45) berpendapat, bahwa teori legitimasi dan teori stakeholder merupakan perspektif teori yang berada dalam kerangka teori ekonomi politik. Karena perusahaan cenderung menggunakan kinerja berbasis lingkungan dan pengungkapan informasi untuk membenarkan atau melegitimasi aktivitas perusahaan di mata masyarakat. Donovan dan Gibson (2000) dalam Rusdianto (2013:45) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan halhal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan. Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut.
69
Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggung jawaban sosial kepada pemegang saham, sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial (Heinze dan Gray, et al. 1976 dalam Wardani dan Januarti, 2013). One purpose of the disclosure is to provide a signal to investors about the company's ability. In company with a low profit, then the signal is necessary in order to maintain investor confidence. But with the rise in profitability, then the signal is becoming less important, because information about the company is able to reflect the earnings capacity of the company. Thus, the higher the profitability of CSR disclosure will decrease (Vence (1975); Belkaoui and Karpik (1989); dalam Istianingsih, 2015). Artinya: Salah satu tujuan dari pengungkapan ini adalah untuk memberikan sinyal kepada investor tentang kemampuan perusahaan. Dalam perusahaan dengan keuntungan yang rendah, maka sinyal ini diperlukan untuk menjaga kepercayaan investor. Tetapi dengan kenaikan profitabilitas, maka sinyal menjadi kurang penting, karena informasi tentang perusahaan mampu mencerminkan kapasitas pendapatan perusahaan. Dengan demikian, semakin tinggi profitabilitas pengungkapan CSR akan menurun (Vence (1975); Belkaoui and Karpik (1989); dalam Istianingsih, 2015) .
70
2.2.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Secara umum dapat dikatakan perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan ini merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. (Rusdianto, 2013: 44) Patten (1991); Cowen et al., (1987) dalam Andreas Tan et, al, (2016) menyatakan bahwa: “Large companies are more likely to do more and thus consequently also have a greater impact on society, which received more attention from the public and is under greater public pressure to implementing social responsibility”. Artinya: “Perusahaan besar lebih mungkin untuk berbuat lebih banyak, dan dengan demikian akibatnya akan memiliki dampak yang lebih besar pada masyarakat, yang mendapat perhatian lebih dari publik dan berada di bawah tekanan publik yang lebih besar untuk melaksanakan tanggung jawab sosial”.
Andreas Tan et. al, (2016) menyatakan bahwa: “Large companies are expected to reveal broader CSR information to describe the company concern, thus legitimizing the existence of the company”.
71
Artinya: “Perusahaan besar diharapkan untuk mengungkapkan informasi CSR yang lebih luas untuk menggambarkan kepedulian perusahaan, sehingga melegitimasi keberadaan perusahaan.”
2.2.4. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Volume Perdagangan Saham Said Kelana dan Chandra Wijaya (2005:91) menyatakan bahwa, aspek kepercayaan (belief) dari investor merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh
dalam
pasar
saham.
Oleh
sebab
itu,
suatu
announcement/disclosure akan ditanggapi oleh investor dengan beragam. Jika tanggapan investor homogen, tidak akan ada reaksi sehingga tidak terjadi transaksi. Hooghiemstra (2000) dalam Andreas Tan et. al (2015) menyatakan bahwa: “Legitimacy theory emphasizes the importance of corporate disclosure strategies, including the corporate social report. This theory has become one of the most cited theories within the social and environmental accounting area. CSR reporting is intended to influence stakeholders and the public perception of the legitimacy of the organization by providing information that will lead the company to pay attention to social responsibility”. Artinya: "Teori Legitimasi menekankan pentingnya strategi pengungkapan perusahaan, termasuk laporan sosial perusahaan. Teori ini telah menjadi salah satu teori yang paling dikutip dalam bidang akuntansi sosial dan lingkungan. Pelaporan CSR ditujukan untuk mempengaruhi para pemangku kepentingan dan persepsi publik legitimasi organisasi dengan memberikan informasi yang akan menggiring perusahaan untuk memperhatikan tanggung jawab sosial”.
72
Lawrence and Weber (2011) dalam Andreas Tan et.al, (2016) menyatakan bahwa: “Stakeholder theory states that the company’s objectives are not solely oriented to intensify value of the owner, but also of other parties who are interested in the company”. Artinya: “Teori stakeholder menyatakan bahwa tujuan perusahaan tidak sematamata berorientasi untuk meningkatkan nilai pemilik, tetapi juga pihak lain yang tertarik pada perusahaan”. Menurut Hapsoro dan Zidni (2015) menyatakan bahwa: “Trading volume reflects the strength of supply and demand which is a reflection of the behavior of investors. The increasing volume of supply and demand for a stock, then the trading volume is increasing as well. High trading volume show that the company’s shares attractive to investors. By doing CSR disclosure practices expected stock companies are increasingly in demand by investors”. Artinya: “Volume perdagangan mencerminkan kekuatan panawaran dan permintaan yang merupakan refleksi dari perilaku investor. Meningkatnya volume penawaran dan permintaan saham, maka volume perdagangan meningkat juga. Volume perdagangan tinggi menunjukkan bahwa saham perusahaan menarik bagi investor. Dengan melakukan praktek pengungkapan CSR perusahaan saham diharapkan makin diminati oleh investor”. 2.2.5. Pengaruh Profitabilitas terhadap Volume Perdagangan Saham Sebuah perusahaan memiliki tujuan atau target dalam melakukan usahanya untuk mendapatkan laba. Alasan perusahaan mencapai laba agar dapat memenuhi kewajiban terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja pimpinan, dan
73
meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan modalnya (Hidayatulloh dan Amalia Mulya, 2012). Profitabilitas perusahaan mempengaruhi
kebijakan investor untuk
berinvestasi. Kemampuan perusahaan menghasilkan profitabilitas yang tinggi dapat menarik perhatian investor untuk menanamkan dana, sebaliknya profitabilitas rendah menyebabkan investor menarik dananya, sedangkan kegunaan profitabilitas bagi perusahaan itu sendiri digunakan untuk evaluasi efektivitas pengelolaan badan usaha (Brigham, 1993:79 dalam Larimanu dan Suaryana, 2015). 2.2.6. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Volume Perdagangan Saham The size of the company would affect its ability to bear risks that may arise as a result of various situation faced by the company. In the case of stock trading on the stock exchange, shares of large companies traded more than shares of small companies, so that investors prefer to trade the stock of large companies than small company stocks (Andreas Tan et. al, 2015). Artinya: Ukuran
perusahaan
akan
mempengaruhi
kemampuannya
untuk
menanggung risiko yang mungkin timbul sebagai akibat dari berbagai situasi yang dihadapi oleh perusahaan. Dalam kasus perdagangan saham di bursa saham, saham perusahaan besar yang diperdagangkan lebih dari saham perusahaan kecil, sehingga investor lebih memilih untuk perdagangan saham perusahaan besar dari saham perusahaan kecil (Andreas Tan et. al, 2015). Andreas Tan et. al, (2016) menyatakan bahwa: “Large companies commonly operate in large scale that can easily attract public attention. Because small companies are more likely to have higher
74
risks than large companies, it is understandable that investors in small companies are not interested in doing stock trading. Investors may avoid any form of investment in small companies. Investing in these companies is at higher risk of losing the money that they have invested. This condition is in contrast to large companies in which a great number of investors trade stocks. This likelihood has resulted in the trend that market reaction is more commonly found in large companies than small firms”. Artinya: “Perusahaan-perusahaan besar biasanya beroperasi dalam skala besar yang dapat dengan mudah menarik perhatian publik. Karena perusahaan kecil lebih mungkin untuk memiliki risiko lebih tinggi dari perusahaan besar, dapat dimengerti bahwa investor di perusahaan kecil tidak tertarik untuk melakukan perdagangan saham. Investor dapat menghindari segala bentuk investasi di perusahaan-perusahaan kecil. Melakukan investasi di perusahaan-perusahaan tersebut berada pada risiko yang lebih tinggi dari kehilangan uang yang mereka ivestasikan. Kondisi ini berbeda dengan perusahaan besar di mana sejumlah besar investor melakukan perdagangan saham. Kemungkinan ini telah menghasilkan tren bahwa reaksi pasar lebih umum ditemukan di perusahaan besar dibandingkan perusahaan kecil”.
Profitabilitas Brigham (2014: 112) Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Volume Perdagangan Saham
Husnan (2009: 283) Crowther (2008: 106) Ukuran Perusahaan Marius Siahaan et, al. (2014: 149)
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
75
2.2. Hipotesis Penelitian Berdasarkan skema kerangka pemikiran tersebut. Maka hipotesis dalam penelitaian ini adalah: H1 : Terdapat hubungan Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan H2 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. H4 : Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility. H5 : Pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh terhadap Volume Perdagangan Saham. H6 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Volume Perdagangan Saham. H7 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Volume Perdagangan Saham. H8 : Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Volume Perdagangan Saham. H9 : Profitabilitas berpengaruh terhadap Volume Perdagangan Saham melalui Pengungkapan Corporate Social Responsibility H10 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Volume Perdagangan Saham melalui Pengungkapan Corporate Social Responsibility. H11 : Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Volume Perdagangan Saham melalui Pengungkapan Corporate Social Responsibility.