BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka Menurut Coopers Et.Al (2006) : Bahwa Good Corporate Governance terkait dengan pengambilan keputusan yang efektif oleh pemimpin. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, system, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola resiko dan bertanggung jawab dengan memperhatikan kepentingan Stakeholder. Buku Good Corporate Governance (Siswato Sujoya dan E. John Alridge. 2.2 Budaya Kaizen Kaizen berasal dari bahasa Jepang yaitu "kai" dan "zen" yang artinya perubahan baik, dengan kata lain perbaikan. Kaizen telah menjadi bagian dari teori manajemen Jepang di pertengahan tahun 1980-an dan para konsultan manajemen di Barat dengan cepat mengambil dan menggunakan istilah Kaizen untuk diterapkan dalam praktek manajemen secara luas, yang pada pokoknya Kaizen dianggap milik Jepang dan cenderung membuat perusahaan Jepang menjadi kuat di bidang peningkatan yang terus-menerus dibandingkan dengan inovasi.
7
Sebagian besar orang Jepang menurut sifat alamiahnya, atau dengan latihan, memperhatikan perincian. Orang Jepang memiliki rasa akan kewajiban yang kuat untuk bertanggung jawab agar segala sesuatunya berjalan selancar mungkin, apakah itu dalam kehidupan keluarga atau pekerjaan. Itulah sebabnya mengapa Kaizen sangat sukses di Jepang. (Sheila Cane,1995) Kaizen berarti penyempurnaan, yaitu penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan setiap orang baik manager maupun karyawan. Inti praktik management “khas Jepang” – dapat berupa peningkatan produktivitas, kegiatan PMT (Pengendalian Mutu Terpadu), Gugus Kendali Mutu(GKM), maupun hubungan kerja dapat disingkat menjadi satu kata: KAIZEN. Memakai istilah KAIZEN dari pada kata-kata seperti produktivitas, PMT, ZD (Zero Defect),kamban, dan sistem saran memberikan gambaran yang lebih jelas
tentang
apa
yang
terjadi
dalam
industri
Jepang. (Masaaki
Imai,1989) Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa Kaizen adalah proses perubahan yang terjadi terus-menerus untuk memperbaiki cara kerja, yang melibatkan semua anggota dalam hirarki perusahaan, baik manajemen maupun karyawan.
8
2.2.1 Konsep Budaya Kaizen Budaya kerja kaizen sudahlah mendunia, awalnya berangkat dari konsep dan falsafah hidup orang Jepang yang sudah mendarah daging dan turun temurun dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Budaya kaizen berarti perbaikan berkesinambungan atau continuous improvements. Kaizen, berasal dari bahasa Jepang kai, yang mengandung arti terus-menerus atau berkesinambungan dan zen, yang mengandung arti perbaikan atau perubahan menjadi lebih baik. Perbaikan yang dimaksudkan dalam istilah kaizen, bukanlah perbaikan yang dilakukan langsung secara drastis dan ekstrem dalam waktu singkat, melainkan perbaikan-perbaikan beskala kecil dan sederhana, namun dilakukan secara terus menerus secara konsisten dalam jangka waktu yang sangat panjang.
9
Dalam kehidupan berorganisasi yang sesungguhnya budaya kaizen sangatlah
diperlukan,
apalagi
dengan
adanya
budaya
yang
selalu
memperbaiki, maka perlahan-lahan kekurangan dalam sebuah organisasi tentu akan membaik, Dalam perjalanan sebuah organisasi, ada 2 aktivitas penting yang mampu meningkatkan kinerja organisasi tersebut, yaitu : maintenance (perbaikan) dan improvements (perubahan). Aktivitas maintenance dalam sebuah organisasi adalah upaya-upaya untuk mempertahankan standarisasi manajerial, administrasi, teknik dan operasional organisasi. Berdasarkan aktivitas maintenance tersebut, sebuah organisasi harus menetapkan sebuah kebijakan, peraturan, petunjuk dan standar operasi, sehingga semua pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan telah berdasarkan pada standar yang berlaku. Sedangkan aktivitas improvements dalam sebuah organisasi adalah upaya untuk meningkatkan standar yang sedang berjalan. Berdasarkan aktivitas improvements ini, organisasi harus secara terus-menerus melakukan revisi terhadap standar yang berlaku dan menetapkan target yang lebih tinggi dari tahun ke tahun. Salah satu bentuk aktivitas improvements adalah gerakan kaizen. Dibandingkan dengan gerakan innovation, yang merupakan aktivitas improvement secara besar-besaran dan mengutamakan perubahan drastis, maka kaizen lebih mementingkan proses perbaikan-perbaikan kecil sebagai sebuah hasil upaya simultan dari seluruh perangkat organisasi secara terus menerus.
10
Perwujudan sistem kerja berlandaskan falsafah kaizen ini dilakukan dengan mendorong semua perangkat organisasi untuk menyumbangkan saransaran, ide-ide dan pendapat sebanyak-banyaknya, untuk kemudian saran-saran tersebut dipertimbangkan dan diterapkan sehingga mampu meningkatkan standart kerja yang berlaku (suggestion system). Pada praktiknya, proses pengumpulan dan pelaksanaan saran-saran perbaikan dari seluruh perangkat organisasi dalam bentuk Gugus Kendali Mutu yang merupakan grup-grup kecil yang berorientasi pada pengusulan saran-saran perbaikan di lingkungan kerja. (Karen Martin, Oktober 2007) 2.2.2 Kaizen dalam praktek Pendekatan tradisional Kaizen: 1) Menganalisis setiap bagian proses sampai pada perincian yang paling kecil. 2) Melihat bagaimana setiap bagian proses bisa ditingkatkan. 3) Melihat bagaimana berbagai kegiatan karyawan,peralatan, dan bahan bisa ditingkatkan. 4) Melihat cara menghemat waktu dan mengurangi limbah. Pendekatan ini bisa diterapkan dalam banyak cara kecil oleh individu yangakan
melaksanakan
bisnis
normal
sehari-hari
mereka.
Guna
memampukan perusahaan untuk mengadakan peningkatan secara nyata, maka seluruh bagian mekanisme perusahaan harus dikembangkan. Hal ini mencakup:
11
1) Daur control kualitas, sekelompok manusia yang tugasnya adalah meningkatkan kualitas secara terus-menerus. 2) Manajemen yang berorientasi proses, lebih memperhatikan bagaimana prosesnya dibandingkan dengan hanya mempertanyakan apa tugasnya. 3) Manajemen yang terbuka, bisa dilihat dan bisa ditemui. 4) Manajemen fungsional-silang, bekerja menurut pembagian fungsi untuk menciptakan persatuan yang lebih besar dan visi yang luas. 5) Manajemen tepat waktu (JIT: Just-in-time manajemen), mengontrol stock untuk menghindari biaya yang tidak perlu. 6) Kanban, teknik manual penjadwalan produksi untuk mengontrol aliran persediaan. 7) Proses pengontrolan secara statistik agar setiap operator mesin mampu mengontrol dan mengukur kualitas. 8) Proses
Perencanaan,
Pelaksanaan,
Pengecekan,
Tindakan
untuk
memecahkan masalah. Secara spesifik, semua atau sebagian besar dari mekanisme ini digunakan dalam pendekatan Jepang pada Kaizen yang holistik. Pendekatan ini sangat kontras dengan Barat, dimana beberapa dari mekanismenya secara individual telah
diperkenalkan
sebagai
jawaban
atas
setiap
masalah,
tanpa
mempertimbangkan konteks bahwa mekanisme tersebut didesain agar berjalan secara efektif. (Sheila Cane,1995)
12
2.3 Lingkungan Kerja 2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses
produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja
mempunyai melaksanakan
pengaruh proses
langsung produksi
terhadap tersebut.
para
karyawan
Lingkungan
kerja
yang yang
memusatkan bagi karyawannya dapat meningkatkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja karyawan. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rencangan sistem kerja yang efisien. Beberapa ahli mendifinisikan lingkungan kerja antara lain sebagai berikut : Menurut Alex S Nitisemito (2000:183) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut :
13
“Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan”. Menurut Sedarmayati (2001:1) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai berikut : “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja. 2.3.2 Jenis Lingkungan Kerja Sedarmayanti (2001:21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. A. Lingkungan kerja Fisik Menurut Sedarmayanti (2001:21), “Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung.
14
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni : 1. Lingkungan
yang
langsung
berhubungan
dengan
karyawan
(Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya) 2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :temperatur,
kelembaban,
sirkulasi
udara,
pencahayaan,
kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lainlain. Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai. B. Lingkungan Kerja Non Fisik Menurut Sadarmayanti (2001:31), “Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan. Menurut Alex Nitisemito (2000:171-173) Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di
15
perusahaan.
Kondisi
yang
hendaknya
diciptakan
adalah
suasana
kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Suryadi Perwiro Sentoso (2001:19-21) yang mengutip pernyataan Prof. Myon Woo Lee sang pencetus teori W dalam Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, bahwa pihak manajemen perusahaan hendaknya membangun suatu iklim dan suasana kerja yang bisa membangkitkan rasa kekeluargaan untuk mencapai tujuan bersama. Pihak manajemen perusahaan juga hendaknya mampu mendorong inisiatif dan kreativitas. Kondisi seperti inilah yang selanjutnya menciptakan antusiasme untuk bersatu dalam organisasi perusahaan untuk mencapai tujuan. 2.4 Kinerja Kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.Veizal Rivai ( 2004 : 309) Manajemen kinerja adalah aktivitas untuk memastikan bahwa sasaran organisasi telah dicapai secara konsisten dalam cara-cara yang efektif dan juga efisien. Manajemen kinerja bisa berfokus pada kinerja dari suatu organisasi, departemen, karyawan, atau bahkan proses untuk menghasilkan produk atau layanan, dan juga di area yang lain. Baik di tingkatan organisasi ataupun individu, salah satu fungsi kunci dari manajemen adalah mengukur dan mengelola kinerja. Antara gagasan, tindakan dan hasil terdapat suatu perjalanan yang harus ditempuh. Dan barangkali istilah yang paling sering digunakan di
16
keseharian yang menggambarkan perkembangan dari perjalanan tersebut dan juga hasilnya adalah "kinerja" (Brudan 2010). Dari beberapa pengertian kinerja di atas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalam pekerjaan itu. 2.4.1 Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Henry Simamora (2004:338), Mejia (2004:222-223) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses yang terdiri dari: 1) Identifikasi, yaitu menentukan faktor-faktor kinerja yang berpengaruh terhadap kesuksesan suatu organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengacu pada hasil analisa jabatan. 2) Pengukuran, merupakan inti dari proses sistem penilaian kinerja. Pada proses ini, pihak manajemen menentukan kinerja pegawai yang bagaimana yang termasuk baik dan buruk. Manajemen dalam suatu organisasi harus melakukan perbandingan dengan nilai-nilai standar atau memperbandingkan kinerja antar pegawai yang memiliki kesamaan tugas.
17
3) Manajemen, proses ini merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian kinerja. Pihak manajemen harus berorientasi ke masa depan untuk meningkatkan potensi pegawai. 2.5 Hubungan Budaya Kaizen dan Lingkungan Kerja Dengan kinerja karyawan Dalam perbaikan suatu sistem diperusahaan ada hal-hal yang terkait satu dengan yang lainnya, dengan perbaikan yang terus menerus dilakukan sebuah perusahaan maka akan meningkatkan dan memacu motivasi karyawan untuk bekerja sebaik mungkin dan kinerja yang baik yang akan meningkatkan mutu dari produk tersebut. Budaya kaizen adalah budaya untuk memperbaiki secara berkesinambungan dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang. Dan Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar karyawan pada saat bekerja, baik yang berbentuk fisik ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaanya saat bekerja. Sedangkan kinerja adalah
suatu prestasi yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya, sesuai dengan standar kriteria yang ditetapkan dalam pekerjaan itu. Maka dengan budaya kaizen dan lingkungan kerja yang baik yang diterapkan diperusahaan, seorang karyawan akan selalu memperbaiki diri maupun system kerjanya dengan adanya dukungan dari lingkungan kerja yang baik
sehingga
dia
dapat
mengembangkan
18
pengetahuannya
dan
keterampilannya untuk menciptakan atau menambah nilai produk dengan melakukan kinerja secara baik. Apabila dirasa respon dari pelanggan baik, dan terjadi peningkatan kinerja karyawan. Maka perusahaan dapat memberikan apresiasi lebih kepada
karyawan
tersebut,
dengan
berpatokan
pada
kepuasan
pelanggan, peninggkatan penjualan, dan kenaikan mutu produk karena adanya kinerja yang baik dari seorang karyawan. 2.6 Kerangka Pemikiran Berdasarkan pada informasi yang telah diuraikan sebelumnya mengenai budaya kaizen yang mempengaruh inovasi kerja karyawan PT.Mikcropiranti computer, maka dengan ini penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai “Pengaruh Budaya Kaizen dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan PT.Micropiranti computer” di mana kerangka model untuk penelitian tersebut, penulis sajikan pada gambar 2.1
Lingkungan Kerja
Budaya Kaizen
Kinerja
Gambar 2.1 Kerangka Model Penelitian
19
20