9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut
Robbins
dan
Clouter
(2012:36):
“Management
involves
coordinating and overseeing the work activities of other so that their activities are completed efficiently and effectively. Efficiency refers to getting the most output from the least amount of inputs. Effectiveness is often described as “doing the right things”
–that
is,
not
wasting
resources.”
Manajemen
adalah
proses
mengoordinasikan aktivitas-aktivitas kerja sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektik dengan dan melalui orang lain. Pengertian efisiensi itu tersebut adalah memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil, digambarkan sebagai “melalukan segala sesuatu secara benar.” Dan pengertian dari efektivitas adalah menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai, digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu yang benar.” Menurut Freddy Numberi (2010:5): Manajemen adalah dimana suatu usaha yang bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dengan masyarakat yang sudah semakin modern dengan segala aktivitasnya yang terancang sangat membutuhkan peran manajemen. Ada 2 sebutan lain untuk manajenen, yaitu: 1) Dimana suatu proses pendelegasian/pelimpahan wewenang kepada beberapa pihak yang bertanggung jawab dengan tugas-tugas kepemimpinan 2) Dimana suatu proses penggerakan dan binbingan pengendalian terhadap semua sumber daya manusia dan sumber material dalam kegiatan organisasi
10
Oleh karena itu, dimana manajemen mengharapkan terjadi perpaduan semua usaha dan kegiatan yang mengarah pada tujuan organisasi. Dan menjalin kerja sama yang baik demi kelancaran dan meningkatkan efektivitas kerja sehingga mendapatkan hasil yang berguna. Menurut Thomas S & Baleman Scott A Snell (2008:20): Manajemen (Management) adalah sebuah proses bekerja dengan orang-orang dan sumber daya yang ada demi mencapai tujuan organisasi. Biasanya para manajer akan melakukan dengan baik sehingga akan berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam sebuah organisasi atau perusahaan baik itu oragsisasi atau perusahaan baru atau yang sudah lama berdiri dan menjalankan aktivitasnya, perlu adanya peran manajemen agar dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan. Baik buruknya manajemen dapat mencerminkan organisasi atau perusahan tersebut, maka dari itu penting bagi pihak organisasi atau perusahaan untuk menjaga mutu manajemennya sehingga dapat menjalankan manajemen yang baik. Dan aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam manajemen di harapkan dapat terselesaikan dengan efektif dan efisien. Efektif yaitu suatu pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya, sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. 2.1.1.1 Fungsi Manajemen Untuk dapat melaksanakan tugas dan menjalankan perannya dengan baik dan benar, maka sebuah manajemen memiliki peran yang dapat mendukung dan membantu dalam penerapannya. Dalam manajemen terdapat 4 (empat) fungsi atau aktifitas menurut beberapa ahli, sebagai berikut:
11
1. Perencanaan dan Pengambilan Keputusan (Planning) Menurut Robbins dan Clouter (2012:37): “As managers engage in planning, they set goals, establish strategies for achieving those goals, and develop plans to integrate and coordinate activities.” Perencanaan (Planning) adalah fungsi manajemen yang mencangkup proses mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan sejumlah kegiatan. Menurut Thomas S & Baleman Scott A Snell (2008:21): Perencanaa (Planning) adalah membuat rincian tujuan-tujuan yang akan dicapai dan tindakan-tindakan tepat yang
diperlukan untuk mencapai tujuan akan
diputuskan di awal. Dan terdapat aktivitas dalam perencanaan yang meliputi: menganalisis situasi-situasi saat ini yang sedang terjadi, mengantisipasi masa depan, menentukan sasaran-sasaran yang akan dicapai, menentukan jenis aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan perusahaan, dan menentukan sumbersumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. 2. Pengorganisasian (Organizing) Menurut Robbins dan Clouter (2012:37): “When ,amagers organize, they determine what task are to be done, who is to the, how the tasks are to be grouped, who reports to whom, and where decisions are to be made.” Pengorganisasian (Organizing) adalah fungsi manajemen yang mencangkup proses menentukan tugas apa yang harus dilakukan, siapa yang melakukan, bagaimana cara mengelompokkan tugas-tugas itu, siapa harus melapor ke siapa, dan di mana keputusan harus dibuat. Menurut Thomas S & Baleman Scott A Snell (2008:21): Pengorganisasian (Organizing) adalah mengumpulkan dan mengoordinasikan
12
manusia/karyawan, keuangan, hal-hal fisik , dan sumber daya lainnya yang diperlukan utuk penunjang dalam mencapai tujuan organisasi. Terdapat beberapa aktivitas pengorganisasian, yaitu: menarik orang-orang ke dalam perusahaan,
menentukan
tanggung
jawab
pekerja,
mengelompokkan
pekerjaan-pekerjaan, meyusun dan mengalokasiakan sumber-sumber daya yang dibutuhkan, serta menciptakan kondisi-kondisi yang nyaman dan beberapa hal-hal lainnya dalam bekerja sama untuk mencapai kesuksesan yang optimal. 3. Kepemimpinan (Leading) Menurut Robbins dan Clouter (2012:37): “This is the leading fuction. When managers motivate subordinates, help resolve work group conflicts, influence individuals or team as they work, select the most effective communication channel, or deal in any way with employe behavior issues, they,re leading.” Kepemimpinan (Leading) adalah fungsi manajemen yang mencakup memotivasi bawahan, memengaruhi individu atau tim sewaktu mereka bekerja, memiliki saluran komunikasi yang paling efektif, dan memecahkan dengan berbagai cara masalah perilaku karyawan. Menurut Thomas S & Baleman Scott A Snell (2008:22): Kepemimpinan (Leading) adalah memotivasi orang-orang dalam organisasi agar berkinerja tinggi. Kepemimpinan meliputi motivasi dan berkomukasi dengan para pekerja/karywaan, komuniksi dan motivasi yang diberikan baik secara perorang maupun kelompok. Dimana kepemimpianan mencangkup membina hubungan yang erat dengan orang-orang, membantu membimbing dan memberikan inspirasi mereka ke arah pencapaian tujuan-tujuan tim dan organisasi.
13
4. Pengendalian (Controlling) Menurut Robbins dan Clouter (2012:37): “The final management function is controlling. After goal and plans are set (planning), task and structural arrangements put in place (organizing), and people hired, trained, and motivated (leading), there has to be some evaluation of whether things are going as planned.” Pengendalian (Controlling) adalah fungsi manajemen yang mencakup memantau kinerja aktual, membandingkan actual dengan standar, dan membuat koreksinya, jika perlu. Menurut Thomas S & Baleman Scott A Snell (2008:22): Pengendalian (Controlling) adalah memantau kinerja dan mengimplementasikan beberapa perubahan-perubahan yang diperlukan. Kegiatan pemantauan adalah sebuah aspek penting dalam pengendalian. Keempat fungsi di atas, tidak ada yang paling baik dan buruk.Karena keempat fungsi tersebut yang terdiri dari Perencanaan dan Pengambilan Keputusan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Kepemimpinan (Leading), dan Pengendalian (Controlling) memiliki fungsi masing-masing yang bermanfaat bagi sebuah manajemen sehingga keempat fungsi tersebut tidak dapat dipisahkan atau dihilangkan salah satunya. Dan keempat fungsi manajemen ini adalah merupakan rangkaian yang bisa dikatakan dengan istilah selangkah demi selangkah (step by step) dalam menjalankan fungsi manajemen dalam sebuah organisasi atau perusahaan. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Robbins (2006:67): Manajemen sumber daya manusia adalah mengenai penggunaan karyawan secara organisasional untuk mendapatkan atau memelihara keunggulan kompetitif terhadap para pesaing.
14
Menurut Yani (2012): manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu unsure dalam organisasi yang dapat diartikan sebagai manusia yang bekerja dalam suatu organisasi, dan Sumber Daya Manusia (SDM) juga dapat disebut sebagai personil, tenaga kerja, pekerjaan, karyawan, potensi manusiawi sebagai peggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. Menurut Mathis (2006:3): MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peran tenaga kerja secara efisien dan efektiif sehingga tercapai tujuan bersama perusahaan dan karyawan. Manajemen Sumber daya Manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan eifisien guna mecapai tujuan-tujuan organisasi. Manajemen
sumber
daya
manusia
adalah
bagaimana
perusahaan
menggunakan sumber daya manusia yang berupa karyawan secara efektif dan efisien. Sehingga potensi dan bakat yang dimiliki oleh karyawan dapat tersalurkan dengan baik dan benar. Dan sumber daya manusia juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja secara efektif sehingga dapat
mencapai tujuan organisasi dan perusahaan. Dalam suatu organisasi atau perusahaan, sumber daya manusia merupakan asset terpenting yang harus dijaga dan terus dikembangkan. 2.1.3 Etika Dalam buku Manajemen edisi kedelapan (Robbins dan Clouter, 2007:44), dikemukakan bahwa kebanyakan manajer terus berlaku dengan sikap etika yang tinggi, penyalahgunaan etika yang banyak dipublikasikan menunjukkan suatu kebutuhan untuk “memperbarui” strandar etika. Hal ini dijawab pada dua tingkatan, yaitu yang pertama adalah pendidikan etika terutama ditekankan di kurikulum
15
universitas. Dan kedua adalah organisasi itu sendiri mengambil peran yang lebih aktif dalam menciptakan dan menggunakan kode etik, menyediakan program etika, dan mempekerjakan para petugas etika. Menurut Nurudin (2007:242): Etika berasal dari kata Latin Ethic, sedangkan dalam bahasa Gerik Ethikos (a body of moral principle or values). Dengan demikian, ethic berarti kebiasaan, habit, custom. Yang dimaksud dengan baik atau buruk dalam hal ini yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat atau tidak, meskipun kebiasaan masyarakat itu akan berubah sejalan dengan perkembangan masyarakat. Etika dengan sendirinya bisa diartikan sebagai ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang jahat. Menurut John C. Maxwel (2008:19): Etika adalah bagaimana kita menghadapi tantangan untuk berbuat baik ketika hal tersebut lebih mahal dari apa yang ingin kita bayar. Etika adalah suatu pandangan yang mengungkap benar, salah baik, jahat, dan sebagainya. Dengan adanya etika maka diharapkan karyawan dan masyarakat dapat bertindak atau berperilaku dapat melewati suatu pertimbangan terdahulu, sehingga terhindar dari tindakan atau perbuatan yang dia anggap ilegal atau dapat merugikan pihak lain. Penelitian ini juga mengungkapkan pengetahuan para karyawan terhadap etika yang ada di perusahaan, dan apakah etika dapat memerngaruhi perilaku karyawan serta meningkatkan komitmen karyawan terhadap perusahaan di tempat mereka bekerja. Dari hasil penelitian yang akan dilakukan maka dapat menjawab dari beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan etika serta dampak yang akan terjadi ketika etika diabaikan atau tidak dijalani dengan baik dan benar.
16
2.1.3.1 Dimensi Etika Menurut Robbins dan Clouter (2007:133) Terdapat 4 sudut pandang mengenai etika bisnis, yaitu sebagai berikut: 1. Pandangan Etika Utilitarian (Ulititarian View of Ethics) Menyatakan bahwa keputusan-keputusan etika dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau akibat keputusan itu.Teori ultilitarian menggunakan metode kuantitatif untuk membuat keputusan-keputusan etika dibuat semata-mata berdasarkan hasil atau akibat keputusan itu. 2. Pandangan Etika Hak (Right View of Ethics) Pandangan yang peduli terhadap penghormatan dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi individu, seperti hak terhadap kerahasiaan, kebebasan suara hati, kemerdekaan berbicara, dan proses semestinya. 3. Pandangan Etika Teori Keadilan (Theory of Justice View of Ethics) Pandangan etika di mana para manajer memaksakan dan mendorong peraturan secara adil dan tidak memihak dan tindakan itu dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan perundang-undangan di bidang hukum. 4. Pandangan Etika Kontrak Sosial Terpadu (Integrative Social Contracts Theory) Pandangan etika yang mengusulkan bahwa keputusan etika harus didasarkan pada keberadaan norma-norma etika dalam industri dan masyarakat sehingga menentukan apakah undang-undang benar atau salah. Keempat sudut pandang mengenai etika bisnis ini akan dijadika sebagai dimensi etika, karena dari Pandangan Etika Utilitarian (Ulititarian View of Ethics), Pandangan Etika Hak (Right View of Ethics), Pandangan Etika Teori Keadilan (Theory of Justice View of Ethics), dan Pandangan Etika Kontrak Sosial Terpadu (Integrative Social Contracts Theory) memiliki hubungan yang dapat memengaruhi
17
etika bisnis seseorang. Dan setiap penjelasannya mengungkapkan suatu tindakan dan pandangan yang dapat terjadi atau dirasakan.
2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Etika Karyawan Robbins dan Clouter (2012:158) Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi apakah individu berperilaku etis atau tidak etis, yaitu sebagai berikut:
Gambar 2.1Penentu Intensitas Masalah Robbins dan Clouter (2012:158-161) 1. Tahap-tahap Perkembangan Moral (stage of moral development) “Research divides moral development into three levels, each having two stages. At each successive stage, an individual’s moral judgment becomes less
dependent
on
outside
influences
and
more
internalized.”
Penelitianmembagiperkembangan moralmenjadi tiga tingkatan, masingmasing
memilikidua
moralindividumenjadi
tahap.
Padasetiap
kurangtergantung
tahapan, padapengaruh
penilaian luardan
lebihdiinternalisasi 2. Karakteristik Individu (individual characteristics) “Each person comes to an organization with a relativey entrenched set of persona; values, which represent basic convictions about what is right and
18
wrong. Two personality variable4s have been found to influence an individual’s actions according to his or her beliefs about what is right or wrong: ego strength and locus of control. Ego strength measures the strength of a person’s convictions. Locus of control is the degree to which people believe they control their own destines.” Setiap orang memasuki suatu organisasi dengan serangkaian nilai yang relative tekah tertanam. Nilai adalah keyakinan dasar tentang apa yang benar dan yang salah. Dua variabel kepribadian juga telah ditemukan untuk memengaruhi tindakan individu menurut keyakinannya tentang apa yang benar atau salah: kekuatan ego dan tempat kendali. Kekuatan ego (ego strength) adalah ukuran kepribadian tentang kekuatan keyakinan seseorang.Tempat kendali (locus of control) adalah sifat kepribadian yang mengukur derajat sampai berapa oaring yakin behawa mereka mampu mengendalikan nasib mereka sendiri. 3. Variabel-variabel Struktural (structural variables) “An organization’s structural design can influence whether employees behave ethically. Those structures that minimize ambiguity and uncertainty withformal rules and regulations and those that continously remid employees of what is ethical are most lonely to encourage ethical behavior. Other structural variables that influence ethical choice include goals, performance appraisal systems, and reward allocation procedures.” Desain struktural organisasi menolong membentuk perilaku etis para pekrjanya.Beberapa struktur memberikan bimbingan yang kuat, sementara struktur lainnya hanya menciptakan ketidakjelasan dan ketidakpastian. Desain strukural yang meminimalkan
ketidakjelasan
dan
terus-menerus
mengingatkan
karyawan tentang apa yang etis lebih cenderung mendorong perilaku etis.
para
19
4. Budaya Organisasi (organization’s culture) “If a culture is strong and supports high ethical standards, it has a powerful and positive influence on the decisions to act ethically or unethically. For example, IBM has a strong culture that has long stresses ethical dealings with customers, employees, business partners, and communities. To reinforce the importance of ethical behaviors, the company developed an explicitly detailed set of guidelines for business conduct and ethics.” Jika budaya yang kuat dan mendukung standar etika yang tinggi, memiliki pengaruh yang kuat dan positif pada keputusan untuk bertindak etis atau tidak etis. Sebagai contoh, IBM memiliki budaya yang kuat yang telah lama menekankan hubungan etika dengan pelanggan, karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat. Untuk memperkuat pentingnya perilakuetis, perusahaan mengembangkan satu seteksplisit rinci tentang pedoman perilaku bisnis dan etika. 5. Intensitas Masalah (issue intensity) “Six characteristics determine issues intensity or how important an ethical issues is to an individual: greatness of harm, concensus of wrong, probability of harm, immediacy of consequences, proximity to victim(s), and consentration of effect.”
20
Gambar 2.2 Penentu Intensitas Masalah Robbins dan Clouter (2012:161) Sebagai diperlihatkan oleh Gambar 2.2, enam karakteristik telah didefinisikan sebagai hal yg relevan dalam menentukan intensitasmasalah: besarnya kerugian, konsensus tentang kesalahan, kemungkinan kerugian, kecepatan akibatnya, jarak terhadap korban, dan konsentrasi akibat. Keenam faktor itu menentukan seberapa pentingnya masalah etika bagi seseorang. 2.1.3.3 Kode Etik Menurut Robbins dan Clouter (2012:164): “A code of ethics, a forma; statement of an organization’s values and the ethical rules it expects employee to follow, is a popular choice for reducing that ambiguity”. Kode etik adalah pernyataan formal mengenai nilai utama dan peraturan etika organisasi yang diharapkan akan diikuti oleh para karyawan, adalah pilihan yang populer untuk mengurangi ketidak jelasan kode etik. Menurut Liberti Pandiangan (2008:45): Kode etik adalah tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan sesuatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupaka
21
pola aturan atau tata cara sebagai pedoaman berperilaku. Dalam kaitannya dalam profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Kode etik merupakan susunan moral yang terdiri atas nilai-nilai yang tersusun baik dalam suatu system yang suadah tetap. Jadi kode etik memuat aturan-aturan atau norma-norma yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas fungsi semua orang yang terlibat dalam suatu organisasi. Nilai-nilai atau norma-norma itu terkandung didalam suatu system yang dijadiakan pedoman untuk bertingkah laku ataupun dalam menjalankan tugas yang berlaku bagi sekelompok orang yang terlibat dalam kelompok profesi. Kode etik saat ini dimiliki oleh seluruh perusahaan atau organisasi di seluruh dunia, akan tetapi pengaruhnya dengan persepsi karyawan dan perilaku belum sepenuhnya ditangani. Dengan adanya kode etik akan dihubungkan dengan kesalahan yang kurang dirasakan dalam perusahaan atau organsasi. Kode etik perusahaan atau organisasi berbeda dengan kode etik professional, karena kode etik professional tidak mempengaruhi perbuatan yang salah yang dirasakan dalam perusahaan atau organsasi. 2.1.3.4 Prinsip-prinsip Etika Profesi Terdapat 4 prinsip-prinsip etika profesi (Modul Pratikum CB; Professional Development, Universitas Bina Nusantara 2012:38-41). 1. Prinsip Tanggung Jawab a) Tanggung jawab Tuntutan dasar dalam kehidupan manusia dan khusu dalam menjalankan segenap profesi adalah agar pelaku profesi selalu bertanggung jawab. Tagging jawab mengandung tiga makna sekaligus yakni; dapat membedakan yang baik dan yang buruk, dapat memilih apa yang
22
diketahuinya baik atau menolak apa yang diketahuinya buruk dan mau menerima resiko atas pilihanya. b) Bertanggung jawab meliputi dua arah: 1) Kita diharapkan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang kita lakukan terhadap hasilnya. 2) Kita harus bertanggung jawab terhadap dampak pekerjaan kita pada kehidupan orang lain, saat ini atau kemudian. c) Ciri-ciri orang yang bertanggung jawab 1) Tanggung jawab yang paling sederhana. 2) Manusia harus mencari bagaimana mencari hasil yang gemilang. 3) Pekerjaan yang bertanggung jawab terhadap cinta kasih antar manusia. 4) Pekerjaan yang bertangung jawab karena panggilan dan cinta terhadap Tuhan. 2. Hormat terhadap Hak Orang Lain Prinsip ini tak lain adalah tuntutan keadilan. Keadilan menuntut agar kita memberikan kepada siapa saja apa yang mejadi haknya. Dalam rangka pelaksanaan sebuah profesi tuntutan keadilan itu berarti; di dalam pelaksanaannya kita tidak boleh melanggar hak orang, atau lembaga lain, ataupun hak negara. 3. Prinsip otonomi Prinsip otonomi adalah prinsip yang menegaskan tentang independinsi seseorang professional dalam menjalankan pfofesinya. Bahwa seorang professional harus bebas dalam menjalankan profesinya. Artinya ia tidak boleh terpengaruh kepentingan pihak luar yang hendak ikut campur tangan dalam pelaksanaan profesi tersebut.
23
4. Prinsip integritas Prinsip integritas hendak menegaskan bahwa professional dalam menjalankan profesinya memiliki komitmen pribadi yang kuat untuk menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan juga kepentingan orang lain atau masyarakat. Dalam prinsip-prinsip etika profesi yang disebutkan dan dijelaskan di atas merupakan beberapa kewajiban yang harus dijaga dan dilakaukan seseorang yang sudah bekerja secara professional di profesinya sekarang. 2.1.4 Komunikasi Menurut Robbins dan Coulter (2012:432): “Communications is the transfer and understanding of meaning. Note the emphasis on the transfer of meaning: if information or ideas have not been conveyed, communication hasn’t taken place. The speaker who isn’t heard or the writer whose materials aren’t read hasn’t communicated.” Komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman suatu maksud. Hal pertama yang harus diperhatikan tentang definisi itu adalah penekanan pada penyampaian maksud. Itu artinya bahwa jika tidak ada informasi atau ide yang disampaikan, komunikasi tidak terjadi. Hal yang harus diingat adalah komunikasi yang baik sering kali diartikan secara keliru oleh komunikator sebagai persetujuan terhadap pesan bukannya memahami dengan jelas pesan tersebut. Menurut Deddy Mulyana (2009:46): Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin Communis yang berarti “sama,” communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make
common).
Komunikasi
didefinisikan
secara
luas
sebagai “berbagai
pengalaman. ”Sampai batas tertentu, setiap makhluk dapat dikatan melakukan komunikasi dalam pengertian berbagai pengalaman. Dalam buku ini yang dimaksud
24
dengan komunikasi adalah komunikasi manusia yang dalam bahasa Inggrisnya adalah human communication. Komunikasi adalah suatu penyampaian informasi kepada orang lain, yang diharapkan dapat dimengerti dan dipahami apa yang diharapkan oleh si penyampai informasi. Dengan adanya komunikasi dapat memudahkan seseorang dalam mengerjakan sesuatu karena mendapat informasi dan arahan yang sudah diterima dengan salah satunya melalui komunikasi. Komunikasi dilakukan oleh manusia, hewan maupun tumbuhan tetapi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah komunikasi yang terjadi antara sesama karyawan maupun terhadap atasan. 2.1.4.1 Dimensi Komunikasi yang Efektif Menurut Robbins dan Clouter (2012:433-434) Terdapat 4 fungsi utama, yaitu: 1. Kontrol (control) “Communication acts to contro employee behavior in several ways. For instance, when employee are required to communicated any job relates grievance to their immediate manager, to follow their job description, or to comply with company policies, communication is being used to control. Informal communication also controls behavior. When a work group teases a member who’s ignoring the norms by working too hard, they’re infolmally controlling the member’s behavior.” Komunikasi bertindak sebagai kontrol perilaku anggota dalam berbagai cara. Seperti, organisasi mempunyai hierarki wewenang dan pedoman resmi yang harus diikuti karyawan. 2. Motivasi (motivation) “Communicatios acts to motivate by clarifying to employee what is to be done, how well they’re doing, and what can be done to improve performance if it’s
25
not up par. As employee set specific goals, work toward those goals, and receive feedback on progress towars goal, communication is required.” Komunikasi mendorong motivasi dengan menjelaskan pada karyawan apa yang harus diselesaikan, seberapa baik mereka melakukannya, dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja jika tidak sederajat. Ketika karyawan menetapkan tujuan tertentu, bekerja untuk tujuan itu, dan menerima umpan balik dari perkembangan tujuan itu, maka komunikasi diperlukan. 3. Ekspresi Emosional (emotional expression) “For many employees, their work group is a primary source of social interaction. The communication that takes place within the group is a fundamental mechanism by which members share frustrations and feelings of satisfaction. Communications, therefore, provides a release for emotionl expression of feelings and for fulfillment of social needs.” Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka adalah sumber utama dari interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok adalah mekanisme fundamental di mana anggotanya berbagi rasa frustasi dan perasaan puas. Oleh karena itu, komunikasi memberikan penyaluran perasaan bagi ekspresi emosional dan untu memenuhi kebutuhan sosial. 4. Informasi (information) “Finally, individuals and groups need information to get things done in organizations. Communication provides that information.” Individu dan kelompok memerlukan informasi untuk menyelesaikan sesuatu dalam organisasi. Oleh karena itu, komunikasi menyediakan informasi tersebut. Dalam komunikasi terdapat 4 fungsi yaitu: Kontrol (control), Motivasi (motivation), Ekspresi Emosional (emotional expression), Informasi (information). Dengan adanya
26
keempat fungsi tersebut diharapkan dalam komunikasi dapat membawa keuntungan dan sisi positif bagi diri sendiri, orang lain, maupun organisasi atau perusahaan dimana karyawan berkerja. Jadi komunikasi yang terjadi tidak hanya sebuah omongan kosong yang tidak berguna bagi pengembangan maupun keserhasilan suatu pekerjaan. 2.1.4.2 Hambatan Komunikasi Efektif Menurut Robbins (2012:437-438) Terdapat beberapa hambatan-hambatan yang lebih termuka terhadap komunikasi yang efektif, yaitu sebagai berikut: 1. Penyaringan (filtering) “Filtering is the deliberate manipulation of to make it appear ,more favorable to the receiver.” Mengacu pada pengirim yang memanipulasi informasi sedemikian rupa sehingga akan tampak lebih menguntungkan di mata si penerima. 2. Emosi (emotion) “How a receiver feels when a message is received influences how her or she interprets it. Extreme emotions are most likely to hinder effectives communication. In such instances, we often disregard out rational and objective thinking processes and substitute emotional judgments.” Bagaimana perasaan penerima ketika pesan diterima bagaimana memengaruhi ia menafsirkannya. Emosi ekstrem yang paling mungkin untuk menghambat komunikasi yang efektif, dalam contoh tersebut, kita sering mengabaikan proses-proses rasional dan obyektif dan pengganti pertimbangan emosional. 3. Kelebihan Informasi (information overload) “Information overload, which is when information exceeds our processing capacity.” Suatu kondisi ketika informasi mengalir masuk melebihi
27
kemampuan pengolahan seorang individu. Individu-individu memiliki suatu kapasitas terbatas untuk mengolah data. 4. Defensif (defensiveness) “When people feel they’re being threated, they tend to react in ways that hinder effective communication and redunce their ability to achieve mutual understanding. They become defensive-verbally attacking other, making sarcastic remarks, being overly judgmental, or questioning others’ motives.” Bila orang merasa terancam, mereka cenderung bereaksi dengan cara yang mengurangi kemampuan mereka untuk mencapai pemahaman timbal balik. Artinya, mereka menjadi defensive-terlibat dalam perilaku seperti menyerang orang lain secara verbal, ungkapan-ungkapan yang kasar, terlalu mengadili, menanyakan motif-motif orang lain. Dengan demikian bila individu menafsirkan pesan orang lain sebagai ancaman, mereka sering menanggapi dengan cara mengganggu komunikasi yang efektif. 5. Bahasa (language) “In an organization, employee come from diverse backgrounds and have different patterns of speech. Even employees who work for the same organization but in different departments often have different jargonspecialized terminology or technical language that members of a group use to communicate among themselves.” Kata-kata diartikan sesuatu yang berbeda pada orang yang berbeda pula.“Makna kata-kata tidaklah dalam kata-kata itu; maknanya ada pada diri kita.”Usia, pendidikan, dan latar belakang budaya merupakan tiga variabel yang jelas memengaruhi bahasa yang digunakan seseorang dan didefinisi yang dia berikan kepada kata-kata itu. 6. Budaya Nasional (national culture)
28
“In an individualistic country like the United States, communication is more formal and is clearly spelled out. Managers rely heavily on reports, memos, and
other
formal forms
yangindividualistisseperti
of communication.” Amerika
Dalamsebuah negara
Serikat,
komunikasiyanglebih
formaldanjelas dipaparkan. Manajersangat bergantung padalaporan, memo, dan bentukformal lainnyakomunikasi. Dalam komunikasi tidak selalu berjalan dengan mulus, pasti ada hambatan di awal atau tengah atau akhir dari proses sebuah komunikasi. Dengan adanya hambatan tersebut dapat mengakibatkan komunikasi tidak berjalan dengan efektif, sehingga pada hasil akhirnya yang dapat berupa kinerja atau output tidak sesuai dengan harapan karyawan tersebut atau tujuan pencapaian perusahaan. Hambatan-habatan tersebut yang sudah dijelaskan secara singkat di atas berupa: Penyaringan (filtering), Emosi
(emotion),
Kelebihan
Informasi
(information
overload),
Defensif
(defensiveness), Bahasa (language), dan Budaya Nasional (national culture). 2.1.4.3 Komunikasi Verbal Menurut Deddy Mulyana (2009:260): Komunikasi verbal tidak semudah yang kita bayangkan. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang dilakukan secara lagsung yang menggunakan percakapan langsung dari si penyampai terhapat di penerima (pendengar) yang dapat dilakukan dengan tatap muka langsung atau melalui alat bantuan yang berupa (telepon, video call, dan lain sebagainya).
29
2.1.4.4 Komunikasi Nonverbal Menurut Deddy Mulyana (2009:325): komunikasi nonverbal lebih tua dari komunikasi verbal. Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Kominikasi nonverbal mencakup semua rangsangan (kecuali tangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengiriman atau penerimaan. Jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari epristiwa komunikasi secara keseluruhan, karena kita banyak mengirim banyak banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain. Komunikasi non verbal sendiri merupakan komunikasi yang terjadi secara tidak langsung atau tidak lisan. Dimana komunikasi non verbal dapat melalui beberapa cara, misalya: tatapan mata, gerakan tubuh, intonasi suara, cara menarik atau menghelah nafas, dan lain sebagainya. Banyak yang mengganggap komunikasi non verbal lebih efektif dari komunikasi verbal, karena pada saat melakukan komunikasi verbal maka seseorang masi memiliki potensi untuk melakukan suatu kebohongan dan pada saat komunikasi non verbal sulit untuk melakukan kebohongan. Bahkan ada pepetah yang mengatakan dari mata turun ke hati, dimana dapat diartikan bahwa tatapan mata dari seseorang sulit untuk berbohong dan cenderung memberikan respon yang sebenarnya dari apa yang dirasakan. 2.1.5 Kepuasa Kerja (Job Satisfaction) Menurut Robbins and Coulter (2012:403): “Job satisfaction refers to a person’s general attitude toward his or her job. A person with a high level of job satisfaction has a positive attitude towards his or her job. A person who is dissatisfied has a negative attitude. When people speak of employee attitudes, they
30
usually are referrings to job satisfaction.” Kepuasan kerja mengacu pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif. Ketika orang berbicara tentang sikap karyawan, mereka biasanya mengacu pada kepuasan kerja. Menurut Mathis dan Jackson (2006:121): Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) adalah keadaan emosisonal yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan muncul ketika harapan seseorang tidak dipenuhi. Menurut Gibson (2009:106): Kepuasa kerja erat kaitannya dengan sikap karyawan terhadap pekerjaanya. Hal ini merupakan hasil dari persepsi karyawan atas pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah suatu tindakan atau perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan selama bekerja di suatu organisasi atau perusahaa. Ketika karyawan tersebut merasa puas dengan perkerjaannya sekarang maka karyawan tersebut akan memberikan suatu timbale balik yang lebih baik, bisa berupa peningkatan kinerja atau komitmen terhadap organisasi atau perusahaan dimana dia bekerja. Sedangkan ketika karayawan tidak merasa puas maka karyawan cenderung belakukan keterbalikan dari ketika merasa puas dengan pekerjaannya. 2.1.5.1 Dimensi Kepuasan Kerja Kepuasan kerja tergantung kesesuaian atau keseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Ada lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan Jos Descriptive Index (JDI) (Gibson, et al., 2009:106): 1. Pekerjaan itu sendiri
31
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab.Hal ini menjadi sumber mayoritas kepuasan kerja. 2. Gaji Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapanharapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. 3. Kesempatan atau promosi Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan. 4. Supervisior Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan.Hubungan
fungsional
mencerminkan
sejauh
mana
atasan
membantu tenaga kerja untuk memuaskan nila-nilai pekerjaan yang penting bagi tenaga kerja.Hubungan keseluruhan didasari pada keterkaitan antar pribadi yang mencerminkan sikap dasar dan nilai-nilai yang serupa. 5. Rekan kerja Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan. 2.1.5.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2002: 149-150): faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan yaitu sebagai berikut:
32
1) Kerja yang secara mental menantang, karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang member mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan yang masi mereka miliki, menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai beapa baik mereka bekerja. 2) Imbalan yang pantas. Para karyawan menginginkan system upah dan kebijakan yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai hasil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan komunikasi kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. 3) Kondisi kerja yang mendukung. Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun memudahkan mengerjakan tugas yang baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan aman. 4) Rekan kerja yang mendukung. Bagi kenyamanan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dari mendukung menghantar kepada kepuasan kerja yang meningkat.
2.1.5.3 Meningkatkan Kepuasan Kerja Ada beberapa cara untuk membuat pekerjaan menjadi ringan atau tidak terlalu terbebani sehingga meninmbulkan kepuasan dan dapat meningkatkan kepuasan kerja juga. Menurut Greenberg dan Baron (2003:159), terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan, yaitu: 1. Make jobs fun
33
Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan, tetapi ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hamper setiap pekerjaan. Teknik-teknik kreatif yang telah diterapkan misalnya mengoper buket bunga dari meja satu ke meja yang lainnya setiap setengah jam dan mengambil
gambar
lucu
orang
lain
ketika
sedang
bekerja
lalu
memasukkannya ke papan bulletin. 2. Pay people fairly Ketika orang merasa bahwa mereka dibayar atau diberikan imbalan secara adil, maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat. 3. Match people to jobs that fit their interests Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari pekerjaan tersebut. 4. Avoid boring, repetitive jobs Orang jauh lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mencapai keberhasiulan dengan memiliki control secara bebas tentang bagaimana mereka melakukan tugas-tugas mereka.
2.1.5.4 Dampak Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2008: 111-112): terdapat konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis (kerangka keluar-pengaruhkesetian-pengabdian) sangat bermanfaat dalam memehami konsekuensi dari ketidakpuasan. Dalam bagan berikut menunjukkan empat respons kerangka tersebut,
34
yang berbeda dari satu sama lain bersama dengan dua dimensi: konstruktif/destruktif dan aktif/pasif. Respon-respon tersebut didefinisikan sebagai berikut: 1. Keluar (exit) Perilaku yang ditunjukan untuk meningkatkan organisasi termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri. 2. Aspirasi (voice) Secara aktif dan kontruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan, dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja. 3. Kesetiaan (loyality) Secara pasif tetapi optimis mengunggu mebaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajernya untuk “melakukan hal yang benar”. 4. Pengabdian (neglect) Secara
pasif
membiarkan
kondisi
menjadi
lebih
buruk,
termasuk
ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-menerus kurangnya usaha, dan meningkatkan angka kesalahan.
2.1.6 Komitmen Organisasi Menurut Robbins and Coulter (2012:405): “Organizational commitment is the degree to which an employee identifies with a participates in it, and considers his or her job performance to be important to his or her self-worth”. Komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang karyawan mengenali tujuan organisasi tertentu dan menganggap kinerja pekerjaannya menjadi penting bagi diri. Sedangkan keterlibatan
35
kerja adalah mengidentifikasi dengan pekerjaan Anda, komitmen organisasi adalah mengidentifikasi dengan organisasi yang mempekerjakan Anda. Menurut Mathis dan Jackson (2006:122): Komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serat berkeinginan untuk tinggal bersama organisasi tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa orang-orang yang relative puas denngan pekerjaannya akan sedikit lebih berkomitmen terhadap organisasi. Sedangkan karyawan yang tidak puas dengan pekerjaanya atau tidak berkomitmen terhadap organisasi memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meninggalkan organisasi, mungkin lewat ketidakhadiran atau perputaran secara permanen. Menurut Gibson, et al. (2009:183): Komitmen karyawan merupakan suatru bentuk identifikasi, loyalitas dan keterlibatan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan suatu kesetiaan atau loyalitas yang ditujukan pada organisasi atau perusahaan dimana karyawan bekerja. Ketika karyawan sudah memiliki komitmen terhadap oarganisasi atau perusahaan dimana dia bekerja maka cenderung bertahan lama dan memiliki keinginan yang tinggi dalam pengembangan karir selama bekerja. Dan biasanya karyawan yang memiliki komitmen organisasi pastinya sudah memiliki kepuasan dalam bekerja baik itu di lingkungan maupun pada pekerjaan itu sendiri. Setiap organisasi atau perusahaan sangat membutuhkan orang (karyawan) yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi atau perusahaan.
36
2.1.6.1 Dimensi Komitmen Organisasi Allen dan Meyer dalam Robbins dan Judge (2007:74); greenberd dan Baron (2003:161) mengklasifikasikan komitmen organisasi ke dalam tiga dimensi, yaitu sebagai berikut: 1) Komitmen afektif (affective commitment) Keterlibatan emosi pekerja terhadap organisasi.Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan apabila keterlibatan dalam organisasi terbutki menjadi pengalaman yang memuaskan. 2) Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) Keterlibatan komitmen berdasrkan biaya yang dikeluarkan akibat keluarnya pekerja dari organisasi.Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan pada saat indivisu melakukan investasi. 3) Komitmen normatif (normative commitment) Keterlibatan perasaan pekerja terhadap tugas-tugas yang ada di organisasi. Komitmen normatif dipengaruhi dan atau dikembangkan sebagai hasil dari internalisasi tekanan normatif untuk melakukan tindakan tertentu, dan menerima keuntungan yang menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus dibalas.
2.1.6.2 Meningkatkan Komitmen Organisasi Karena komitmen organisasi sangat penting dan harus terus dipertahankan maka terdapat beberapa cara dalam membatu untuk meningkatkan komitman organisasi. Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen yang mungkin mebantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan Luthans (2006:250):
37
1) Berkomitmen pada nilai utama manusia Dilakukan dengan membuat aturan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik dan tepat mempertahankan komunikasi. 2) Memperjelas dan mengomunikasikan misi Memperjelas misi dan ideologi; kharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi berdasarkan nilai; menekankan orientasi berdasarkan nilai stres dan pelatihan; membentuk tradisi. 3) Menjamin keadilan organisasi Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang komprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif. 4) Menciptakan rasa komunitas Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama; saling mendukung; dan kerja tim; berkumpul bersama. 5) Mendukung perkembangan karyawan Melakukan aktualisasi; memberikan pekerjaan menantang pada tahap pertama; memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan kepada karyawan.
2.2
Kajian Hasil Penelitian Terdahulu 1) Hasil Penelitian yang telah dilakukan oleh Somers, Mark Jhon (2001) “Ethical codes of conduct and organizational context: A study of the relationship
between
codes
of
conduct,
employee
behavior
and
organizational values: JBE” mengatakan bahwa dalam hipotesis RQ3
38
terdapat pertanyaan: Apakah karyawan lebih berkomitmen kepada organisasi yang telah mengadopsi kode etik?. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara kelompok (F = 3,89 2, 594 df, p <0,05) dengan organisasi yang telah mengadopsi kode etik formal menunjukkan tingkat tertinggi komitmen karyawan. Secara khusus, tingkat rata-rata adalah 3,65 komitmen untuk organisasi-organisasi ini, 3,45 dalam organisasi tanpa kode etik formal dan 3,53 dalam organisasi di mana responden tidak yakin jika kode yang diadopsi. 2) Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Areerat Phattanacheewapul dan Phapruke Ussahawanitchakit (2008) tentang “Corporate Ethical Codes: Effective Instruments For Influencing Behavior Betsy Stevens” mengatakan bahwa semua kode memankan peran dalam memengaruhi perilaku karyawan dan mengamati perilaku etis yang tepat. 3) Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Areerat Phattanacheewapul dan Phapruke Ussahawanitchakit (2008) tentang “Organizational justice versus organizational support: the driven-factors of employee satisfaction and employee commitment on job performance” mengatakan bahwa untuk komunikasi organisasi memiliki efek positif pada keadilan organisasi dan kepuasan karyawan. Dan dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa untuk komunikasi organisasi memiliki dukungan efek positif organisasi dan komitmen karyawan. 4) Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Areerat Phattanacheewapul dan Phapruke
Ussahawanitchakit
(2010)
tentang
“Job
Satisfaction
and
Organizational Commitment among Employees in the Sultanate of Oman” mengatakan bahwa ada hubungan posistif antara aspek kepuasan kerja dan
39
komitmen organisasi dan semua aspek kepuasan kerja yang secara signifikan berhubungan dengan komitmen organisasi. 5) Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Areerat Phattanacheewapul dan Phapruke Ussahawanitchakit (2012) tentang “Organizational Commitment and Job Satisfaction in Islamic Azad University” mengatakan bahwa ada kolerasi yang signifikan anatar komitmen organisasi dan kepuasan kerja. 6) Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Muhadi (2007) Suraya: Program Studi Magister Manajemen. tentang “Analisis pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi dalam mempengaruhi kinerja karyawan” mengatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh posistif signifikan terhadap komitmen organisasi, hal ini mengandung pengertian bahwa komitmen organisasi dapat ditingkatkan apabila kepuasan kerja karyawan merasa terpenuhi dengan baik. Variabel kepuasan kerja merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen organisasional karena semakin tinggi komitmen organisasi seorang karyawan maka secara otomatis kinerja semakin baik pula 7) Hasil penelitian yang dilakukan oleh Achmad Sudiro (2005) “Pengaruh Komunikasi yang Efektif dalam Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Bagian Produksi (Studi Pada PT Tirta Investama Pandaan)” mengatakan bahwa komunikasi yang efektif berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Komunikasi yang efektif sangatlah penting bagi perusahaan, mengingat sumber dayamanusiamemiliki peranan yang sangat berarti bagi perusahaan. Demi menjaga itu semua, maka perusahaan harus dapat secara terus-menerus untuk mengevaluasi dan memperbaiki komunikasinya.
40
2.3
Kerangka Pemikiran Penelitian ini meliputi variabel kode etik perilaku, komunikasi yang efektif,
kinerja karyawan, dan komitmen organisasi. Berdasarkan pada uraian mengenai variabel-variabel tersebut yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka peneliti mendefinisikan variabel-variabel tersebut sebagai berikut:
KODE ETIK PERILAKU (X1) 1. Etika Utilitarian 2. Etika Hak 3. Etika Teori Keadilan 4. Etika Kontrak Sosial Terpadu
KOMITMEN ORGANISASI (Z) KEPUASAN KERJA KARYAWAN (Y) 1. Pekerjaan itu sendiri 2. Gaji 3. Kesempatan atau promosi 4. Supervisor 5. Rekan kerja
KOMUNIKASI YANG EFEKTIF (X2) 1. Kontrol 2. Motivasi 3. Ekspresi Emosional 4. Informasi Sumber: Penulis, 2012
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Keterangan: Menggambarkan pengaruh secara simultan Menggambarkan pengaruh secara parsial
1. Komitmen afektif (affective commitment) 2. Komitmen berkelangsungan (contimuance commitment) 3. Komitmen normatif (normative commitment)
41
Menggambarkan hubungan (korelasi) antar variabel Secara garis besar, melalui penelitian ini penulis akan: 1. Meneliti dan menganalisis seberapa besar pengaruh kode etik perilaku dan komunikasi yang efektif terhadap kepuasan Kerja karyawan pada agen asuransi Prudential yang bernaung di kantor agensi PT. Synergy Adhi Manunggal secara parsial maupun simultan. (T-1) 2. Meneliti dan menganalisis seberapa Seberapa besar pengaruh kode etik perilaku dan komunikasi yang efektif terhadap kepuasan kerja karyawan yang berdampak pada komitmen organisasi pada agen asuransi Prudential yang bernaung di kantor agensi PT. Synergy Adhi Manunggal secara parsial maupun simultan. (T-2)
2.4
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, hipotesis penelitian dietetapkan sebagai
berikut: Hipotesis Pertama Ho:
Kode Etik Perilaku (X1) dan Komunikasi yang Efektif (X2) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Y) pada agen asuransi Prudential yang bernaung di kantor agensi PT. Synergy Adhi Manunggal.
Ha:
Kode Etik Perilaku (X1) dan Komunikasi yang Efektif (X2) memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan (Y) pada agen asuransi Prudential yang bernaung di kantor agensi PT. Synergy Adhi Manunggal.
42
Hipotesis Kedua Ho:
Kode Etik Perilaku (X1) dan Komunikasi yang Efektif (X2) dan Kepuasan Kerja Karyawan (Y) tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Komitmen Organisasi (Z) pada agen asuransi Prudential yang bernaung di kantor agensi PT. Synergy Adhi Manunggal.
Ha:
Kode Etik Perilaku (X1) dan Komunikasi yang Efektif (X2) dan Kepuasan Kerja Karyawan (Y) memiliki kontribusi yang signifikan secara parsial maupun simultan terhadap Komitmen Organisasi (Z) pada agen asuransi Prudential yang bernaung di kantor agensi PT. Synergy Adhi Manunggal.