BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kompetensi 2.1.1.1 Pengertian Kompetensi
Banyak pihak sering menggunakan istilah kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk berkinerja (the ability to perform). Hal ini dikarenakan efektif tindaknya suatu hasil pekerjaan sangat dipengaruhi oleh keterampilan, pengetahuan, perilaku (sikap) dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Senada dengan yang dikemukakan oleh Berge, Z. et al. dalam Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2009:21) yang menyatakan bahwa kesuksesan suatu organisasi saat ini dan mendatang tergantung pada kombinasi kompetensi kepemimpinan dan kompetensi tenaga kerja. Beberapa pakar memberikan pengertian kompetensi sebagai berikut : 1. Lyle Spencer & Signe Spencer dalam Moeheriono (2009:3) “A competency is an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterian referenced effective and or superior performance in a job or situation.” Karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau situasi tertentu.
15
16
2. Mc. Clelland dalam Sedarmayanti (2007:126) mengemukakan bahwa kompetensi adalah karakteristik mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memprediksikan kinerja dengan sangat baik. 3. Wibowo (2010:324) mengemukakan bahwa kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. 4. Michael Armstrong dalam Sudarmanto (2009:92) mengemukakan bahwa kompetensi adalah apa yang orang bawa pada suatu pekerjaan dalam bentuk tipe dan tingkat-tingkat perilaku yang berbeda-beda. Kompetensi menentukan aspek-aspek proses kinerja pekerjaan. Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah alat penentu untuk memprediksikan keberhasilan seseorang pada suatu posisi tertentu. Dalam persepsi tentang kompetensi, terdapat perbedaan antara pendekatan Amerika Serikat dengan pendekatan Inggris. Pendekatan Amerika cenderung memandang kompetensi dari “perspektif perilaku” dimana karakteristik perilaku tersebut dapat menyebabkan kinerja unggul dalam pekerjaannya. Kompetensi dalam perspektif atau pendekatan Amerika Serikat sering kali menggunakan terminologi “Competencies”. Definisi Amerika merujuk pada keterampilan atau perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan sedangkan pengertian kompetensi dalam pendekatan Inggris merujuk pada pengakuan aktivitas dalam bentuk hasil kerja atau sebagai kemampuan memenuhi syarat efektif. Pendekatan Inggris memakai penyebutan “Competence”.
17
2.1.1.2 Karakteristik Kompetensi Menurut Boyatzis dalam Sudarmanto (2009:51) komponen-komponen kompetensi terdiri dari : a. Motive (dorongan); “perhatian berulang terhadap pernyataan tujuan atau kondisi yang muncul dalam bayangan yang mendorong, memerintahkan atau menyeleksi perilaku individu” (Mc. Clelland, 1971, Boyatzis, 1982). Motive juga termasuk pemikiran-pemikiran yang berhubungan dengan pernyataan tujuan atau tema tertentu. Motive ini hadir dalam level kesadaran atau ketidaksadaran setiap orang. Contoh dari motive adalah kebutuhan atau dorongan berprestasi, kebutuhan atau dorongan berkuasa. b. Traits (ciri, sifat, karakter pembawaan); merupakan pemikiran-pemikiran dan aktivitas psikomotorik yang berhubungan dengan kategori umum dari kejadian-kejadian. Ketika orang dengan sifat ini menemui atau menghadapi masalah atau isu-isu dalam aspek hidup, mereka akan mengambil inisiatif untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah atau mengetahui isu-isu itu. Contoh dari sifat ini adalah sikap berani mengambil inisiatif mengambil resiko. c. Self image (citra diri); merupakan persepsi orang terhadap dirinya dan evaluasi terhadap citranya tersebut. Definisi dari self image ini termasuk di dalamnya self concept (konsep diri) dan self esteem (harga diri). d. Social role (peran sosial); merupakan persepsi orang terhadap seperangkat norma sosial perilaku yang diterima dan dihargai oleh kelompok sosial atau organisasi yang memilikinya.
18
e. Skill (keterampilan); kemampuan yang menunjukkan sistem atau urutan perilaku yang secara fungsional berhubungan dengan pencapaian tujuan kinerja. Skill juga merupakan kapabilitas seseorang yang secara fungsional dapat efektif atau tidak efektif dalam situasi pekerjaan. Hasil dari skill adalah sesuatu yang dapat dilihat dan diukur. Sebagai contoh, kemampuan perencanaan. Seseorang yang memiliki skill ini dapat mengidentifikasi urutan dan tindakan tertentu yang perlu diambil dalam menyelesaikan sasaran tertentu. Spencer dan Spencer dalam Wibowo (2007:325) menyatakan bahwa ada lima karakteristik kompetensi, yaitu sebagai berikut : 1. Motif (Motive) adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan tertentu. 2. Sifat (Trait) adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi dan informasi. 3. Konsep diri (Self Concept) adalah sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang. Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir di setiap situasi adalah bagian dari konsep diri orang. 4. Pengetahuan (Knowledge) adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan.
19
5. Keterampilan (Skill) adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berfikir analitis dan konseptual.
Sumber : Spencer, M., Lyle, Jr & Signe M. Spencer, 1993, Competence at Work “Models for Superior Performance”, John Wiley & Sons Inc., New York Gambar 2.1 Central and Surface Competencies
Kompetensi pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) cenderung lebih tampak (visible) dan relatif berada di permukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia. Kompetensi konsep diri (self concept), sifat (trait) dan motif (motive) lebih tersembunyi (hidden) dan berada pada titik sentral kepribadian seseorang. Kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan relatif lebih mudah untuk dikembangkan dengan cara program pelatihan untuk karyawan. Inti kompetensi yaitu motif dan sikap sulit untuk dinilai dan dikembangkan serta memakan biaya besar untuk memilih karakteristik tersebut. Sedangkan konsep diri berada diantara keduanya. Sikap dan nilai seperti percaya diri dapat diubah
20
melalui pelatihan dan psikoterapi atau pengalaman pengembangan yang positif, walaupun memerlukan jangka waktu yang lebih lama dan sulit. 2.1.1.3 Dimensi-dimensi Kompetensi Dalam kompetensi individu dapat dikategorikan atau dikelompokkan menjadi dua, yang terdiri atas (1) threshold competence atau dapat disebut kompetensi minimum yaitu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seseorang misalnya kemampuan membaca dan menulis dan (2) differentiating competence yaitu kompetensi yang membedakan seseorang yang berkinerja tinggi atau berkinerja rendah dengan karyawan lainnya. Kompetensi sebagai suatu dasar manajemen sumber daya manusia memiliki memiliki gugus dan dimensi. Gugus merupakan pengelompokkan dari dimensi-dimensi sejenis atau serumpun (cluster), dimensi merupakan aspek-aspek yang lebih spesifik. Richard E. Boyatzis dalam Sudarmanto (2009:67) membagi kompetensi dalam cluster (gugus) dan dimensi sebagai berikut . a. Kemampuan manajemen tujuan dan tindakan, memiliki dimensi sebagai berikut : efisiensi, perencanaan, inisiatif, perhatian kepada hal yang detail, kontrol diri, fleksibilitas. b. Kemampuan manajemen orang, memilki dimensi sebagai berikut : empati, persuasif,
jaringan
kerja,
negoisasi,
percaya
diri,
manajemen
kelompok/tim, pengembangan orang lain, komunikasi lisan. c. Kemampuan logika analitis, memiliki dimensi sebagai berikut : menggunakan
konsep,
pengakuanpola-pola,
pengembangan
teori,
21
penggunaan teknologi, analisis kuantitatif, objektivitas sosial, komunikasi tertulis. Selanjutnya Spencer and Spencer (1993:19) dalam Wibowo (2007:331) menyusun kelompok kompetensi dalam enam cluster sebagai berikut : 1. Kompetensi berprestasi dan tindakan (achievement and action) Merupakan cluster yang terdiri dari orientasi terhadap prestasi, perhatian terhadap order, kualitas dan akurasi, inisiatif dan pencarian informasi. 2. Kompetensi melayani (helping human service) Merupakan cluster yang terdiri dari pemahaman secara interpersonal dan orientasi terhadap pelayanan pelanggan. 3. Kompetensi memimpin (influence) Merupakan cluster yang terdiri dari dampak dan pengaruh, kewaspadaan organisasi, dan membangun hubungan baik. 4. Kompetensi mengelola (managerial) Merupakan cluster yang terdiri dari pengembangan orang lain, pengarahan, ketegasan dan penggunaan, kekuasaan berdasar posisi, teamwork dan kerjasama, team leadership. 5. Kompetensi befikir (cognitive) Merupakan cluster yang terdiri dari pemikiran analitis, pemikiran konseptual, keahlian teknis/profesional/manajerial. 6. Kompetensi kepribadian yang efektif (personal effectiveness) Merupakan cluster yang terdiri dari pengendalian diri, percaya diri, fleksibilitas, komitmen terhadap organisasi.
22
Sedangkan menurut Michael Zwell (2000:25) dalam Wibowo (2007:330) memberikan lima kategori kompetensi yang terdiri dari : 1. Task achievement, merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan kinerja baik. Kompetensi yang berkaitan dengan task achievement ditunjukkan oleh : orientasi pada hasil, mengelola kinerja, mempengaruhi, inisiatif, efisiensi produksi, fleksibilitas, inovasi, peduli pada kualitas, perbaikan berkelanjutan, dan keahlian teknis. 2. Relationship, merupakan kategori kompetensi yang berhubungan dengan komunikasi dan bekerja baik dengan orang lain dan memuaskan kebutuhannnya. Kompetensi yang berhubungan dengan relationship meliputi kerja sama, orientasi pada pelayanan, kepedulian antarpribadi, kecerdasan organisasional, membangun hubungan, penyelesaian konflik, perhatian pada komunikasi dan sensitivitas lintas budaya. 3. Personal attribute, merupakan kompetensi intrinsik individu dan menghubungkan
bagaimana
orang
berfikir,
merasa,
belajar
dan
berkembang. Personel attribute merupaka kompetensi yang meliputi : integritas dan kejujuran, pengembangan diri, ketegasan, kualitas keputusan, manajemen stress, berpikir analitis dan berpikir konseptual. 4. Managerial, merupakan kompetensi yang secara spesifik berkaitan dengan pengelolaan,
pengawasan
dan
pengembangan
orang.
Kompetensi
manajerial berupa : memotivasi, memberdayakan, dan mengembangkan orang lain.
23
5. Leadership, merupakan kompetensi yang berhubungan dengan memimin organisasi dan orang untuk mencapai maksud, visi, dan tujuan organisasi. Kompetensi berkenaan dengan leadership meliputi kepemimpinan visioner,
berpikir
strategis,
orientasi
kewirausahaan,
manajemen
perubahan, membangun komitmen organisasional, membangun fokus dan maksud, dasar-dasar dan nilai-nilai. Adapun yang menjadi dasar dari indikator kompetensi pada penelitian ini, penulis menggunakan dimensi kompetensi yang dikemukakan oleh Lyle Spencer dan Signe Spencer yaitu kompetensi berprestasi dan tindakan, kompetensi melayani, kompetensi memimpin, kompetensi mengelola, kompetensi berfikir, kompetensi kepribadian yang efektif. 2.1.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kompetensi Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat dipengaruhi. Michael Zwell (2000:25) dalam Wibowo (2007:339) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai berikut : 1. Keyakinan dan nilai-nilai Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan sangat mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau berbeda dalam melakukan sesuatu. Untuk itu, setiap orang harus
24
berfikir positif baik tentang dirinya maupun terhadap orang lain dan menunjukkan ciri orang yang berfikir ke depan. 2. Keterampilan Keterampilan memainkan peran di kebanyakan kompetensi. Berbicara di depan umum merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikan dan diperbaiki. Keterampilan menulis juga dapat diperbaiki dengan instruksi, praktik dan umpan balik. Dengan memperbaiki keterampilan berbicara di depan umum dan menulis, individu akan meningkat kecakapannya dalam kompetensi tentang perhatian terhadap komunikasi. Pengembangan keterampilan yang secara spesifik berkaitang dengan kompetensi dapat berdampak baik pada budaya organisasi dan kompetensi individual. 3. Pengalaman Keahlian
dari
banyak
kompetensi
memerlukan
pengalaman
mengorganisasi orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah dan sebagainya. Orang yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar dan kompleks tidak mungkin mengembangkan kecerdasan organisasional untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan tersebut. Orang yang pekerjaannya memerlukan sedikit pemikiran strategis kurang mengembangkan kompetensi daripada mereka yang telah menggunakan pemikiran strategis bertahun-tahun. Pengalaman merupakan elemen
25
kompetensi yang perlu, tetapi untuk menjadi seorang ahli tidak cukup dengan pengalaman. Seorang resepsionis atau operator mesin tidak kuat dalam pemikiran yang bersifat strategis, karena kurang pengalaman. Namun terdapat pula eksekutif dengan banyak kesempatan berfikir strategis, tetapi tetap lemah dalam kompetensi. Namun demikian, pengalaman merupakan aspek lain kompetensi yang dapat berubah dengan perjalanan waktu dan perubahan lingkungan. 4. Karakteristik kepribadian Dalam kepribadian termasuk banyak faktor yang diantaranya sulit untuk berubah. Akan tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapt berubah. Kenyataannya, kepribadian seseorang dapat berubah sepanjang waktu. Orang merespon dan berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan sekitar. Kepribadian dapat mempengaruhi keahlian manajer dan pekerja dalam sejumlah kompetensi, termasuk dalam penyelesaian konflik, menunjukkan kepedulian interpersonal, kemamouan bekerja dalam tim, memberikan pengaruh dan membangun hubungan. Orang yang cepat marah mungkin sulit untuk menjadi kuat dalam penyelesaian konflik daripada mereka yang mudah mengelola respon emosionalnya. Walaupun dapat berubah, kepribadian tidak cenderung berubah dengan mudah. Tidaklah bijaksana untuk mengharapkan orang memperbaiki kompetensinya dengan mengubah kepribadiannya.
26
5. Motivasi Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan memberikan dorongan, apresiasi terhadap bawahan, memberikan pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi bawahannya. Apabila manajer dapat mendorong motivasi pribadi seorang pekerja, kemudian menyelaraskan dengan kebutuhan bisnis, mereka akan sering menemukan peningkatan penguasaan dalam sejumlah kompetensi yang memengaruhi kinerja. Kompetensi menyebabkan orientasi bekerja seseorang pada hasil, kemampuan mempengaruhi orang lain, meningkatnya inisiatif dan sebagainya. Pada gilirannya, peningkatan kompetensi akan meningkatkan kinerja bawahan dan kontribusinya pada organisasi pun menjadi meningkat. 6. Isu emosional Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai atau tidak menjadi bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan inisiatif. Perasaan
tentang
kewenangan
dapat
mempengaruhi
kemampuan
komunikasi dan menyesaikan konflik dengan manajer. Orang mungkin mengalami kesulitan mendengarkan orang lain apabila mereka tidak merasa didengar. Mengatasi pengalaman yang tidak menyenangkan akan memperbaiki penguasaan dalam banyak kompetensi.
27
7. Kemampuan intelektual Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi. Sudah tentu faktorfaktor seperti pengalaman dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi ini. 8. Budaya organisasi Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber daya manusia dalam kegiatan sebagai berikut. a. Praktek rekrutmen dan seleksi karyawan mempertimbangkan siapa diantara pekerja yang dimasukkan dalam organisasi dan tingkat keahliannya tentang kompetensi. b. Sistem penghargaan mengkomunikasikan pada pekerja bagaimana organisasi menghargai kompetensi. c. Praktik pengambilan keputusan memengaruhi kompetensi dalam memberdayakan orang lain, inisiatif dan memotivasi orang lain. d. Filosofi organisasi-misi, visi dan nilai-nilai berhubungan dengan semua kompetensi. e. Kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada pekerja tentang berapa banyak kompetensi yang diharapkan. f. Komitmen pada pelatihan dan pengembangan mengkomunikasikan pada pekerja tentang pentingnya kompetensi tentang pembangunan berkelanjutan.
28
g. Proses
organisasional
yang
mengembangkan
secara
langsung
mempengaruhi kompetensi kepemimpinan. 2.1.1.5 Pengukuran Kompetensi Spencer
dan
Mc.
Clelland
dalam
Sedarmayanti
(2009:131)
mengemukakan ada beberapa teknik yang dapat dipergunakan untuk mengukur kompetensi yaitu sebagai berikut : Tabel 2.1 Behavior Event Interview (BEI) Method Assesment center Interview (BEI) Work sample tests Ability tests Personality tests Biodata References Interview (non-BEI)
Criterion Validity 0,65 0,48 – 0,61 0,54 0,53 0,39 0,38 0,23 0,05 – 0,19
Sumber : Spencer & Mc. Clelland dikutip dari Sedarmayanti (2007:131)
1. Behavior Event Interview (BEI) Teknik interview ini telah terbukti sebagai teknik yang memiliki akurasi tinggi dalam mengidentifikasi kompetensi yang dimiliki seseorang. Prinsip BEI adalah mencari data rinci dari pengalaman masa lalu kandidat tentang : a. Apa yang dilakukan kandidat pada situasi tertentu, bukan apa yang mungkin dilakukan. b. Apa yang dipikirkan dan dirasakan pada situasi tertentu
29
Hal yang pernah dilakukan merupakan bukti terbaik apakah seseorang memiliki kompetensi atau tidak. Melalui teknik ini, kita tidak sekedar dapat mengidentifikasi bahwa seseorang memiliki kompetensi tertentu saja melainkan dapat menentukan dengan tepat tingkatan/level kompetensi yang dimiliki, yang menjadi dasar aplikasi kompetensi pada berbagai aspek pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. BEI membutuhkan keterampilan dan pengalaman cukup agar seseorang dapat melakukan wawancara yang baik dan melakukan proses pengkodean dengan tepat dan akurat. 2. Tes Bermacam tes dapat dipakai untuk mengukur kompetensi, misal : worksample test, mental-ability test dan personality test. Beberapa contoh tes dan kompetensi yang diukur adalah : a. Picture Story Exercise (PSE) mengukur achievement dan impact and influence. b. Weschler Adult Intelligence Survey mengukur conceptual thinking dan analytical thinking. c. The Watson-Glaser Critical Thinking Appraisal mengukur conceptual dan analytical thinking. 3. Assesment Center Kandidat dikumpulkan disuatu tempat selama beberapa hari untuk melakukan beberapa kegiatan dan dinilai oleh assesor.
30
Beberapa kegiatan yang biasanya dilakukan adalah in-basket exercise, “stress” exercise dan wawancara, presentasi mengenai visi, misi, strategi atau leaderless groupe exercise. 4. Biodata Beberapa kompetensi dapat diprediksi berdasarkan pengalaman kerja seseorang, misalnya achievment motive dengan melihat prestasi akademis, team leadership dari kegiatan organisasi yang dipimpinnya, atau relationship building dari kegiatan sosial yang diikutinya. 5. Rating Rating dapat dilakukan oleh pimpinan, rekan kerja, bawahan, pelanggan, atau spesialis. Sering disebut “360 assesment”, dan beberapa metode rating antara lain competency assesment questionnaires, customer survey, managerial style serta organization climate.
2.1.2 Motivasi 2.1.2.1 Pengertian Motivasi Motivasi, kadang-kadang istilah ini dipakai silih berganti dengan istilah lainnya, seperti misalnya kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive) atau impuls. Orang yang satu berbeda dengan lainnya selain terletak pada kemampuannya untuk bekerja juga bergantung pada keinginan mereka untuk bekerja atau tergantung pada motivasinya. Adapun motivasi seseorang ini tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri. Dorongan ini yang
31
menyebabkan mengapa seseorang itu berusaha mencapai tujuan-tujuan, baik sadar ataupun tidak sadar. Dorongan ini pula yang menyebabkan seseorang berprilaku, yang dapat mengendalikan dan memelihara kegiatan-kegiatan, dan yang menetapkan arah umum yang harus ditempuh oleh seseorang tersebut. Beberapa pakar memberikan pengertian motivasi sebagai berikut : 1. Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003:190) dalam Wibowo (2010:379) berpendapat bahwa motivasi merupakan serangkaian proses yang membangkitkan (arouse), mengarahkan (direct), dan menjaga (maintain) perilaku manusia menuju pada pencapaian tujuan. 2. Onong Uchyana Effendi dalam Manullang dan Marihot (2008:193) berpendapat bahwa motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan pada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. 3. Richard M. Steers dalam Sedarmayanti (2007:233) menyatakan bahwa motivasi merupakan kekuatan kecendrungan seseorang individu melibatkan diri dalam kegiatan yang berarahkan sasaran pekerjaan. Ini bukan perasaan senang yang relatif terhadap hasil berbagai pekerjaan sebagaimana halnya kepuasan tetapi lebih merupakan perasaan sedia/rela bekerja untuk mencapai tujuan pekerjaan. 4. Manthis dan Jackson (2006:114) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. 5. Veitzal Rivai (2004:455) mengemukakan bahwa motivasi adalah serangkain sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa motivasi adalah suatu serangkaian proses dalam menggerakan individu untuk
32
mencapai
tujuan
yang
dikehendaki
sesuai
dengan
kemampuan
dalam
pencapaiannya. 2.1.2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Motivasi Dalam salah satu studi untuk meningkatkan motivasi yang dikutip dari Winardi (2004:380), para supervisor diminta mengurutkan berbagai macam hal yang diinginkan para pekerja dari pekerjaan mereka. Di samping para supervisor, para pekerja diminta untuk melakukan hal yang sama. Ternyata dari hasil yang dikumpulkan bahwa para supervisor tersebut menginginkan : • • • •
upah/imbalan baik kepastian pekerjaan promosi kondisi-kondisi kerja baik
Di lain pihak, para pekerja menginginkan hal seperti berikut : • • •
penghargaan penuh untuk pekerjaan yang dilakukan perasaan “tahu dan terlibat” dalam pekerjaan pengertian dan pemahaman simpatik tentang problem-problem pribadi. Menurut teori kaitan imbalan dengan prestasi dalam Sondang P Siagian
(2010:295) mengemukakan bahwa motivasi seorang karyawan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk pada faktor-faktor internal adalah : a. b. c. d. e. f. g.
persepsi seseorang mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan, kepuasan kerja, prestasi kerja yang dihasilkan
33
Sedangkan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi motivasi seseorang antara lain ialah : a. b. c. d. e.
jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerjadimana seseorang bergabung, organisasi tempat bekerja, situasi lingkungan pada umumnya, sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Interaksi positif antara kedua kelompok faktor tersebut pada umumnya menghasilkan tingkat motivasi yang tinggi. Sumber-sumber motivasi baik di perusahaan swasta maupun instansi pemerintahan dan BUMN yang dikutip dari Ishak Arep dan Hendri Tanjung (2004:51) yaitu (1)Kepemimpinan, (2)Hubungan antar manusia, (3)Upah, gaji, imbalan/balas jasa, (4)Kebijakan manajemen dan aturan administrasi, (5)Jaminan sosial dan keamanan, (6)Kondisi lingkungan kerja, (7)Pengakuan, (8)Pelatihan dan pengembangan, (9)Prestasi. Kesembilan faktor tersebut dirangkum dalam 6 faktor secara garis besar, yaitu : Faktor kebutuhan manusia, mencakup : kebutuhan dasar (ekonomis), kebutuhan rasa aman (psikologis) dan kebutuhan sosial. Faktor kompensasi, mencakup : upah, gaji, imbalan/balas jasa, kebijakan manajemen dan aturan administrasi pengupahan. Pengakuan pihak manajemen terhadap karyawan. Faktor komunikasi, mencakup : hubungan antara manusia, baik hubungan atasan-bawahan, hubungan sesama atasan dan hubungan sesama bawahan. Faktor kepemimpinan, mencakup : gaya kepemimpinan dan supervisi. Faktor pelatihan, mencakup : pelatihan dan pengembangan serta kebijakan manajemen dalam mengembangkan karyawan.
34
Faktor prestasi kerja, mencakup : prestasi dan kondisi serta lingkungan kerja yang mendorong prestasi kerja tersebut. Faktor rohani (agama) Menurut Veithzal Rivai (2004:456) sumber motivasi terdiri dari tiga faktor, yaitu: (1) Kemungkinan untuk berkembang (2) Jenis Pekerjaan dan (3) Apakah mereka merasa bangga menjadi bagian dari perusahaan tempat mereka bekerja. Selain itu terdapat beberapa aspek yang dapat berpengaruh pada motivasi kerja karyawan, yaitu: rasa aman dalam bekerja, mendapat gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan adil dari manajemen. Dari berbagai faktor yang diungkapkan para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah faktor internal dan faktor ekternal dari setiap individu. Faktor-faktor tersebut timbul karena kebutuhan individu yang mendorongnya berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya. 2.1.2.3 Asas-Asas, Alat-Alat dan Jenis-Jenis Motivasi Malayu S.P. Hasibuan (2008:146-150) mengemukakan bahwa terdapat asas-asas, alat-alat dan jenis-jenis motivasi yaitu sebagai berikut : Asas-Asas Motivasi 1. Asas
mengikutsertakan,
artinya
mengajak
bawahan
untuk
ikut
berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.
35
2. Asas komunikasi, artinya menginformasikan secara jelas tentang tujuan yang ingin dicapai, cara-cara mengerjakannya dan kendala-kendala yang dihadapi. 3. Asas pengakuan, artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapai. 4. Asas wewenang yang didelegasikan, artinya memberikan kewenangan, dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik. Misalnya, ini tugas anda dan saya berharap anda mampu mengerjakannya. 5. Asas adil dan layak, artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan. Misalnya, pemberian hadiah atau hukuman terhadap semua keryawan harus adil dan layak kalau masalahnya sama. 6. Asas perhatian timbal balik, artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik, maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Alat-Alat Motivasi 1. Materiil incentif : alat motivasi yang diberikan itu berupa uang atau barang yang mempunyai nilai pasar, jadi memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya : kendaraan, rumah dan lain-lainnya. 2. Nonmaterial incentive adalah motivasi (daya perangsang) yang tidak berbentuk materi. Misalnya : penempatan yang tepat, pekerjaan yang
36
terjamin, piagam penghargaan, bintang jasa, perlakuan yang wajar dan sejenisnya. Jenis-Jenis Motivasi a. Motivasi positif (intensif positif), manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia menyukai sesuatu yang baik. b. Motivasi negatif (insentif negatif), manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam praktek, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu perusahaan. Penggunaannya harus tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif merangsang gairah kerja karyawan. Motivasi positif efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif efektif untuk jangka pendek dan manajer harus konsisten dan adil dalam menerapkannya. 2.1.2.4 Teori-Teori Motivasi Banyak teori motivasi yang mulai berkembang pada dasawarsa 1950-an. Terdapat tiga teori awal tentang motivasi yaitu teori jenjang kebutuhan Maslow, teori X dan Y McGregor dan teori dua faktor Herzberg. Ketiga teori tersebut merupakan pondasi dari teori motivasi kontemporer seperti teori ERG Adefler,
37
teori 3 kebutuhan McClelland, teori evaluasi kognitif, teori penetapan tujuan Locke, serta masih banyak teori yang datang menyusul dengan adanya perubahan serta perkembangan yang terjadi dalam menjelaskan motivasi pegawai. •
Teori awal tentang motivasi
a. Teori Jenjang Kebutuhan Maslow Teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, yaitu hirarki lima kebutuhan dengan tiap kebutuhan secara berurutan dipenuhi, maka kebutuhan berikutnya menjadi dominan. Dalam setiap manusia terdapat lima tingkat kebutuhan : 1. Fisiologis, antara lain : rasa lapar, haus, perlingdungan (pakaian dan perumahan), seks, dan kebutuhan lain. 2. Keamanan, antara lain : keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. 3. Sosial, mencakup : kasih sayang, rasa dimiliki, diterima dengan baik dan persahabatan. 4. Penghargaan, mencakup faktor rasa hormat internal seperti : harga diri, otonomi dan prestasi, dan faktor hormat. Eksternal seperti : status, pengakuan dan perhatian. 5. Aktualisasi diri, yaitu dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup : pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan diri.
38
b. Teori X dan Teori Y Douglas McGregor mencirikan dua tipe manusia yang mutlak berbeda, yaitu tipe pemalas yang ditandai dengan teori X dan tipe pekerja yang ditandai dengan teori Y. Pengandaian tersebut akan mempengaruhi sikap dan perilaku manajer terhadap bawahannya. Oleh karena itu, untuk dapat memotivasi karyawan dengan baik, seorang manajer harus mengetahui tipe karyawannya dan memotivasi sesuai dengan kondisi yang cocok. Tabel 2.2 Pengandaian Teori X dan Teori Y Teori X : pengandaian bahwa karyawan itu negatif tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggungjawab dan harus dipaksa agar berprestasi. • Karyawan secara inheren (tertanam dalam dirinya) tidak menyukai kerja dan bilamana dimungkinkan akan mencoba menghindarinya. • Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan. • Kayawan akan menghindari tanggungjawab dan mencari pengarahan formal bilamana dimungkinkan • Kebanyakan karyawaan meletakan keamanan di atas semua faktor lain yang dikaitkan dengan kerja dan akan menunjukkan sedikit saja ambisi. Teori Y : pengandaian bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggungjawab, dan dapat menjalankan pengarahan diri. Pada dasarnya manusia itu positif. • Karyawan dapat memandang kerja, sama wajarnya seperti istirahat dan bermain. • Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran. • Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan tanggungjawab. • Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif tersebaar meluas dalam populasi dan tidak hanya milik manajemen. Bila seorang karyawan bertipe X maka motivasi yang cocok adalah dengan mengawasi secara ketat dan mengendalikan bawahan atau manajer menggunakan sumber daya yang kurang termanfaatkan. Meski orang pada
39
dasarnya malas, Mc Gregor menganut keyakinan bahwa pengandaian teori Y lebih sahih daripada teori X. Oleh karena itu, dia mengusulkan ide-ide seperti pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang dan hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatanpendekatan yang memaksimalkan motivasi pekerjaan seorang karyawan. c. Teori Dua Faktor Herzberg Teori Herzberg juga sering disebut teori motivasi higiene. Kebutuhan motivator berkaitan dengan kesempatan untuk maju, promosi jabatan, pengakuan, tanggung jawab dan pekerjaan itu sendiri yang mempengaruhi kepuasan kerja. Sedang higiene faktor adalah hal-hal yang mempengaruhi kepuasan kerja yang terdiri dari supervisor, kondisi kerja, gaji, hubungan interpersonal dan kebijakan perusahaan. Pemahaman yang benar tentang halhal yang merupakan faktor pemotivasi dan hal-hal yang merupakan faktor pemelihara sangat diperlukan untuk dapat memotivasi karyawan dengan benar. Herzberg mengatakan bahwa gaji dan upah bukanlah pemotivasi melainkan pemelihara, oleh karena itu janganlah memotivasi karyawan dengan gaji. Seseorang yang dinaikkan gajinya mungkin akan bekerja lebih giat sebagai tanda termotivasi tetapi tidak dalam jangka panjang. Manalaka karyawan merasa gajinya secara relatif “kurang” maka karyawan menjadi tidak puas. Berbeda dengan kesempatan untuk maju dan pemberian tanggung jawab,
menurut
Herzberg
merupakan
faktor
pemotivasi.
Pemberian
tanggungjawab yang lebih besar atau pemberian pekerjaan yang lebih beragam
40
akan memotivasi karyawan karena dengan itu karyawan akan mendapat pemerkaya tugas (job-enrichment) sehingga merasa penting dan berarti. •
Teori kontemporer motivasi
a. Teori Existence, Relatedness dan Growth (ERG) Alderfer Clayton P. Alderfer merevisi jenjang kebutuhan Maslow dengan melakukan riset empiris. Hasilnya, jenjang kebutuhan Maslow tersebut diringkas hanya menjadi tiga kebutuhan inti manusia yaitu kebutuhan existence yang mencakup kebutuhan fisik dan keamanan Maslow, relatedness yang menunjukkan kebutuhan untuk memelihara hubungan antarpribadi yang relatif sama dengan kebutuhan sosial Maslow, serta growth yang mencirikan kebutuhan manusia untuk berkembang yang relatif sama dengan jenjang kebutuhan untuk berprestasi, mendapat penghargaan dan aktualisasi diri. Berbeda dengan teori Maslow yang berjenjang maka teori ERG ini tidak harus berjenjang dalam arti kebutuhan untuk memelihara hubungan antarpribadi yang baik tidaklah harus menunggu kebutuhan fisik dan rasa aman terpenuhi, demikian pula kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri akan muncul tanpa menunggu kebutuhan bersosial terpenuhi. Jadi tidak bersifat hierarkis dan dalam satu waktu kebutuhan manusia bisa berada dalam dua kelompok kebutuhan. Hal lain yang membedakan dengan teori maslow adalah jika kepuasan dari suatu kebutuhan tingkat lebih tinggi tertahan maka hasrat untuk memuaskan kebutuhan lebih rendah akan meningkat. Dengan demikian teori ERG menyiratkan akan adanya dimensi frustasiregresi. Ketidakmampuan memuaskan kebutuhan sosial, misalnya, akan
41
meningkatkan hasrat untuk memiliki lebih banyak uang, bersikap mewah dan sebagainya. Jadi frustasi (halangan) akan dapat mendorong (mempengaruhi) ke pencapaian kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah. Manajer sedikit leluasa memotivasi karyawan dengan teori ini, karena bila karyawan sudah berada pada tingkat kebutuhan tertentu masih bisa dimotivasi dengan alat pemotivasi pada tingkat yang sama meski tidak optimal hasilnya. Sebagai contoh, karyawan yang sudah berada pada tingkat relatedness masih bisa dimotivasi dengan uang dalam bentuk insentif karena uangnya akan digunakan untuk membangun rumah yang lebih baik lagi, meskipun motivasinya akan lebih efektif bila berupa penghargaan atau pemberian kesempatan untuk mengaktualisasikan diri dengan memberi kesempatan untuk menduduki jabatan baru yang lebih tinggi.
b. Teori 3 Kebutuhan McClelland McClelland mengemukkan teori yang berfokus pada 3 kebutuhan manusia yaitu : Kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement) Peraih prestasi (nAch) tinggi lebih menyukai tantangan menyelesaikan masalah dan menerima baik tanggungjawab pribadi untuk sukses atau gagal, tidak mengandalkan kebetulan atau karena pertolongan orang lain. Mereka menghindari tugas-tugas yang mudah atau yang terlalu sukar. Mereka menyukai tugas denga derajat kesulitan menengah dan mempunyai peluang untuk sukses. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power)
42
Individu dengan nPow tinggi menerima tanggungjawab, mempengaruhi orang lain, menyukai suasana kompetitif, gengsi, dibanding mencapai kinerja yang efektif. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) Pribadi dengan nAff tinggi lebih menyukai persahabatan, suasana kooperatif, menyukai hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbal balik yang tinggi. Karyawan dengan nAch tinggi akan termotivasi bila pekerjaan menuntut tanggung jawab pribadi yang tinggi, terdapat umpan balik, dan resiko pekerjaan dengan derajat sedang. Sedang karyawan dengan nPow tinggi akan termotivasi bila pekerjaannya tidak menuntut tanggung jawab pribadi yang tinggi tapi dapat mempengaruhi orang lain, kompetitif dan bergengsi tinggi. Sementara itu karyawan dengan nAff tinggi akan termotivasi dengan pekerjaan yang memerlukan derajat kooperatif tinggi, dalam suasana persahabatan. Oleh karena itu menurut McClelland, manajer yang baik adalah manajer yang tinggi dalam nPow dan rendah nAff. Karena nPow yang tinggi adalah syarat keefiktifan manajerial. c. Teori Keadilan Adams J. Stacey Adams mengatakan bahwa karyawan akan membandingkan diri mereka dengan kawannya, tetangganya, rekan sekerjanya, rekan dalam organisasi lain atau pekerjaan masa lalu. Karyawan akan termotivasi bila setelah dibandingkan, melahirkan persepsi keadilan. Rasa adil tersebut akan
43
dimoderatori oleh faktor-faktor jenis kelamin, masa kerja, level dalam organisasi, tingkat pendidikan atau profesionalitas. Keadilan dibedakan dalam keadilan distributif (keadilan yang dipahami berdasarkan jumlah dan alokasi imbalan di antara para individu) dan keadilan prosedural (keadilan yang dipahami berdasarkan proses yang digunakan untuk menetapkan distribusi imbalan). Oleh karena itu manajer dapat memotivasi karyawan bila karyawan mempersepsikan bahwa imbalan yang didapat telah memenuhi asas keadilan, sebaliknya bila dipersepsi tidak adil maka yang terjadi adalah demotivasi yang diindikasikan dengan tindakan-tindakan karyawan yang tidak produktif seperti tidak berupaya keras, tidak memperhatikan kualitas, atau mungkin keluar dari pekerjaan. d. Teori Harapan Vroom Victor H. Vroom mengatakan bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk berusaha keras bila ia meyakini akan dinilai baik, dan penilaian itu mengantarkannya pada imbalan organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, promosi atau lain-lain imbalan yang dapat memuaskan tujuan pribadinya. Oleh karena itu teori ini memusatkan pada 3 hubungan yaitu : hubungan upaya kinerja, hubungan kinerja-imbalan, hubungan imbalan-tujuan pribadi. Seperti terlihat dalam gambar 2.4 Nadler dan Lawyer mengajukkan 4 asumsi dasar bagi teori pengharapan ini, yaitu : a) tingkah laku ditentukan oleh kombinasi faktor-faktor dalam individu dan faktor-faktor dalam lingkungan b) individu secara sadar membuat keputusan mengenai tingkah laku mereka
44
dalam organisasi c) individu mempunyai kebutuhan, keinginan, dan sasaran berbeda d) individu memilih dintara alternatif tingkah laku atas dasar harapan mereka bahwa suatu tingkah laku atas dasar harapan mereka bahwa suatu tingkah laku akan menghasilkan yang diinginkannya.
Gambar 2.2 Teori Harapan Vroom sumber : Sentot Wahjono (2010:56)
2.1.3 Kinerja Karyawan 2.1.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan Sasaran utama manajemen sumber daya manusia adalah menciptakan sistem pemberdayaan personil yang dapat menampilkan kinerja produktif. Produktivitas kerja menunjukkan tingkat kemampuan pegawai dalam mencapai hasil (output). Produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama yaitu : produktivitas fisik dan produktivitas nilai. Produktivitas fisik diukur dari aspek kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan sedangkan produktivitas nilai diukur atas dasar nilai-nilai kemampuan, sikap, perilaku, disiplin, motivasi dan komitmen dalam pekerjaan. Produktivitas mencakup sikap mental dan perilaku yang berorientasi pada perbaikan berkelanjutan dan mempunyai pandangan bahwa kinerja hari ini harus lebih baik dari kinerja sebelumnya.
45
Beberapa pakar memberikan pengertian kinerja sebagai berikut : 1. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:9) kinerja SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. 2. Hasibuan (2005:94) mengemukakan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. 3. Sedamayanti (2008:260) adalah hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara kongkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan). 4. Veitzal Rivai (2004:309) kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. 5. Faustino Cardoso Gomes (2003:135) memberi batasan mmengenai kinerja (performance) sebagai “.... the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time periode”, (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan yang dapat diukur dalam periode tertentu sesuai dengan tugas dan perannya dalam perusahaan. 2.1.3.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja Faktor yang mempengaruhi pencapaian kerja adalah faktor kemampuan (ability) dan motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67) yang merumuskan bahwa :
46
Human Performance Motivation Ability a.
= Ability x Motivation = Attitude x Situation = Knowledge x Skill
Faktor Kemampuan Secara umum kemampuan ini terbagi menjadi dua, yaitu kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Seorang karyawan seharusnya memiliki kedua kemampuan tersebut agar mereka lebih mudah dalam mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
b.
Faktor Motivasi Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Situasi kerja yang positif akan menimbulkan motivasi yang tinggi, dan motivasi yang tinggi bagi karyawan sangat penting untuk meningkatkan kinerjannya. Menurut Henry Simamora yang dikutip pada A. A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2009:14), kinerja (performance) dipengauhi oleh tiga faktor, yaitu: a. Faktor individual yang terdiri dari : 1. Kemampuan dan keahlian 2. Latar belakang 3. Demografi b. Faktor psikologis yang terdiri dari : 1. Persepsi 2. Attitude 3. Personality 4. Pembelajaran 5. Motivasi c. Faktor organisasi yang terdiri dari : 1. Sumber daya 2. Kepemimpinan
47
3. Penghargaan 4. Struktur 5. Job design
Menurut A. Dale Timple dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:15) mengemukakan bahwa faktor-faktor penentu kinerja karyawan terdiri dari faktor internal dan faktor eksernal. a. Faktor Internal (disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang. Bila kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi dan pekerja keras sedangkan seseorang mempunyai kinerja kurang baik disebabkan kemampuannya rendah dan tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki kemampuannya. b. Faktor Eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi. Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu berasal dari internal (individu) dan eksternal (lingkungan organisasi) yang akan menghasilkan output (hasil kerja) yang sesuai dengan target yang telah ditentukan. 2.1.3.3 Indikator Kinerja Adapun aspek – aspek kriteria performansi menurut Faustino Cardoso Gomes (2003:142) adalah sebagai berikut: 1. Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Quality of work, kualitas yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
48
3. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilan. 4. Creativeness, keaslian gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi). 6. Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran. 7. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dalam memperbesar tanggung jawab. 8. Personal qualities, kepemimpinan dan integritas pribadi. Malayu S. P. Hasibuan (2005:95) mengemukakan bahwa yang menjadi tolok ukur atau indikator dalam kinerja, yaitu: a. Kesetiaan Penilai menilai kesetiaan pekerja terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab. b. Prestasi kerja Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya. c. Kedisiplinan Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang diberikan kepadanya. d. Kerjasama Penilai menilai kemampuan karyawan itu berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya, vertikal atau horizontal, di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik. e. Kepribadian Penilai menilai sikap perilaku, kesopanan, disukai, memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik dan penampilan simpatik. f. Prakarsa Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinil dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya. g. Tanggung jawab Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakannya.
49
Sedangkan Husein Umar dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:18) membagi aspek-aspek kinerja sebagai berikut: 2. Mutu pekerjaan 3. Kejujuran karyawan 4. Inisiatif 5. Kehadiran 6. Sikap 7. Kerjasama 8. Keandalan 9. Pengetahuan terhadap pekerjaan 10. Tanggung jawab 11. Pemanfaatan waktu kerja
Berdasarkan pada beberapa unsur diatas yang digunakan sebagai indikator kinerja karyawan adalah yang dikemukakan oleh Faustino Cardoso Gomes yaitu, Quantity of work, Quality of work, Job knowledge, Cooperation, Dependability, Initiative, Personal qualities. 2.1.3.4 Penilaian Kinerja Karyawan Definisi kata “to appraise” (menilai) adalah menetapkan “harga atau untuk” atau “menilai suatu benda.” Jika menggunakan istilah penilaian kinerja berarti terlibat dalam proses menentukan nilai karyawan bagi perusahaan dengan maksud meningkatkannya (Attwood Margaret & Stuart Dimmock dalam Sedarmayanti, 2008:260) Menurut Leon C. Megginson dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:69) penilaian kinerja adalah suatu proses yang digunakan majikan untuk menentukan apakah seorang pegawai melakukan pekerjaannya sesuai dengan yang dimaksudkan.
50
Sedarmayanti (2008:261) mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang/kelompok. Dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan kegiatan perusahaan dalam menilai hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggungjawabnya dan menjadi tolak ukur dalam pengambilan kebijakan bagi perusahaan maupun karyawan. 2.1.3.5 Tujuan Penilaian Kinerja Veitzal Rivai (2004:311) mengemukakan bahwa suatu perusahaan melakukan penialaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu : (1) manajer memerlukan evaluasi yang obejektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang akan digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang dan (2) manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaannya, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karier dan memperkuat kualitas hubungan antarmanajer yang bersangkutan dengan karyawannya. Tujuan dari penilaian kinerja menurut Sedarmayanti (2008:264) adalah : 1. Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan 2. Sebagai
dasar
perencanaan
bidang
kepegawaian
penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja
khususnya
51
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin sehingga dapat diarahkan jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan 4. Mendorong terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan 5. Mengetahui
kondisi
organisasi
secara
keseluruhan
dari
bidang
kepegawaian khususnya kinerja karyawan dalam bekerja 6. Secara pribadi, karyawan mengetahui kekuatan dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan yang menilai akan lebik memperhatikan dan mengenal bawahan/karyawannya sehingga dapat lebih mermotivasi karyawan 7. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dapat bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian 2.1.3.6 Manfaat Penilaian Kinerja Menurut Veitzal Rivai (2004:315) kegunaan penialain kinerja ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen SDM, yaitu: (1) posisi tawar (2) perbaikan kinerja (3) penyesuaian kompensasi (4) keputusan penempatan (5) pelatihan dan pengembangan (6) perencanaan dan pengembangan (7) evaluasi proses staffing (8) defisiensi proses penempatan karyawan (9) ketidakakuratan informasi (10) kesalahan dalam merancang pekerjaan (11) kesempatan kerja yang adil (12) mengatasi tantangan-tantangan ekternal (13) elemen-elemen pokok sistem penilaian pekerjaan (14) umpan balik ke SDM.
52
Gambar 2.3 Mekanisme Penilaian Kineja Karyawan (Veithzal Rivai 2004:317)
Manfaat penilaian kinerja menurut Sedarmayanti (2008:264-265) (2008:264 265) adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Meningkatkan prestasi kerja Memberi kesempatan kerja yang adil Kebutuhan pelatihan dan pengembangan Penyesuaian kompensasi Keputusan promosi omosi dan demosi Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan Menilai proses rekrutmen dan seleksi
2.2 Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Karyawan Setiap organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu dan apabila tercapai, barulah dapat disebut sebagai sebuah keberhasilan. Untuk mencapai keberhasilan, diperlukan landasan yang kuat berupa kompetensi kepemimpinan, kompetensi pekerja, dan budaya organisasi organisasi yang mampu memperkuat dan memaksimumkan kompetensi. Dengan demikian, kompetensi menjadi sangat berguna untuk membantu organisasi menciptakan budaya kinerja tinggi.
53
Kompetensi merupakan karakteristik individu yang mendasari kinerja atau perilaku di tempat kerja. Kinerja di tempat kerja dipengaruhi oleh (a)pengetahuan, kemampuan dan sikap (b)gaya kerja, kepribadian, kepentingan/minat, dasar-dasar, nilai sikap, kepercayaan dan gaya kepemimpinan. Dengan demikian, seorang pelaksana yang unggul adalah mereka yang menunjukkan kompetensi pada skala tingkat lebih tinggi, dengan frekuensi lebih tinggi dan dengan hasil yang lebih baik dari pada pelaksana biasa atau rata-rata. Becker, Huselid and Ulrich (2001:256) dalam Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2009:22) menyatakan bahwa “Competence refers to an individual’s knowledge, skills, abilities or personality characteristic that directly influences his or her job performance”, bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, kemampuan dan keahlian (keterampilan) atau ciri kepribadian yang dimiliki seseorang yang secara langsung mempengaruhi kinerjanya. Senada dengan Lyle Spencer dan Signe Spencer (1993) dalam Sudarmanto (2009:31) karakteristik dasar kompetensi memiliki hubungan kausal atau sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan efektif atau berperformasi superior di tempat kerja atau situasi tertentu. Karakteristik personal yang mencakup dorongan, sifat/watak, citra diri dan pengetahuan akan menentukan bagaimana perilaku orang dalam bekerja. Perilaku yang merupakan tindakan seseorang dalam pekerjaan juga ditentukan oleh sejauh mana ia didukung oleh keterampilan dan keahlian yang dimiliki. Asumsinya semakin terampil seseorang atau semakin ahli orang dalam pekerjaan tertentu maka semakin mendorong penampilan kerja yang baik atau unggul.
54
2.3 Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Karyawan Setiap perusahaan dalam melakukan aktivitasnya pasti memiliki tujuantujuan tertentu yang akan dicapai, untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut dibutuhkan karyawan yang memiliki kinerja baik. Kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang ditunjukkan oleh karyawan sesuai dengan peran dan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugasnya di perusahaan dengan tujuan mencapai target perusahaan. Keith Davis dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah kemampuan dan motivasi. Secara psikologis kemampuan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan reality. Dengan IQ dan pendidikan yang memadai dalam mengerjakan tanggungjawabnya (pekerjaan) maka akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Hal itu akan terjadi bila pegawai tersebut ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai secara terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja. Dengan motivasi yang kuat serta kemampuan yang memadai akan mencapai kinerja yang optimal dengan ditempatkannya karyawan pada posisi yang tepat sesuai dengan skill yang dimilikinya.
55
Manthis Jackson (2004:113) mengemukakan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi bagaimana individu bekerja yaitu (1) kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut meliputi bakat, minat, faktor kepribadian (2) tingkat usaha yang dicurahkan meliputi motivasi, etika kerja, kehadiran, rancangan tugas dan (3) dukungan organisasi meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kerja, manajemen dan rekan kerja. Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada di dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor ini dikurangi atau tidak ada. Seperti yang dikemukakan oleh McClelland dalam Mangkunegara (2009:68) bahwa “terdapat hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja”. 2.4 Kerangka Pemikiran Dalam pencapaian target perusahaan tidak terlepas dari pada unsur sumber daya manusia. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu program dalam pencapaian target perusahaan. Dengan peningkatan kualitas SDM maka kinerja perusahaan pun akan meningkat. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, menurut Manthis Jackson (2006:113) terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi nagaimana individu yang ada bekerja. Faktor-faktor tersebut adalah (1) kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut meliputi bakat, minat, faktor kepribadian (2) tingkat
56
usaha yang dicurahkan meliputi motivasi, etika kerja, kehadiran, rancangan tugas dan (3) dukungan organisasi meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kerja, manajemen dan rekan kerja. Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha (Effort-E) x Dukungan (Support-S) Usaha yang dicurahkan • Motivasi • Etika Kerja • Kehadiran • Rancangan tugas
Kinerja Individual (termasuk kuantitas dan kualitas)
Dukungan Organisasional • Pelatihan dan pengembangan • Peralatan dan teknologi • Standar kerja • Manajemen dan rekan kerja
Kemampuan Individual • Bakat • Minat • Faktor kepribadian
Gambar 2.4 Komponen Kinerja Individual Sumber : Manthis Jackson (2006:114)
Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen tersebut ada di dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu faktor dikurangi atau tidak ada. Faustino Cardoso Gomes (2003:135) memberi batasan mengenai kinerja (performance) sebagai “.... the record of outcomes produced on a specified job
57
function or activity during a specified time periode”, (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu). Adapun indikator dalam penilaian kinerja karyawan, yaitu : 1. Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. 2. Quality of work, kualitas yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. 3. Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilan. 4. Creativeness, keaslian gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. 5. Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi). 6. Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran. 7. Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dalam memperbesar tanggung jawab. 8. Personal qualities, kepemimpinan dan integritas pribadi. Banyak pihak sering menggunakan istilah kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk berkinerja (the ability to perform). Hal ini dikarenakan afektif tindaknya suatu hasil pekerjaan sangat dipengaruhi oleh keterampilan, pengetahuan, perilaku (sikap) dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Senada dengan yang dikemukakan oleh Berge, Z. et al. dalam Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2009:21) yang menyatakan bahwa kesuksesan suatu organisasi saat ini dan mendatang tergantung pada kombinasi kompetensi kepemimpinan dan kompetensi tenaga kerja. Spencer dan Spencer (1993:9) dalam Tjutju Yuniarsih dan Suwatno (2009:21) menyatakan bahwa kompetensi seseorang menjadi ciri dasar individu dikaitkan dengan standar kriteria kinerja yang efektif dan superior. Hal tersebut
58
dimaksudkan bahwa kompetensi disamping menentukan perilaku dan kinerja seseorang juga menentukan apakah seseorang melakukan pekerjaannya dengan baik berdasarkan standar kriteria yang telah ditentukan. Selanjutnya Spencer and Spencer (1993:19) dalam Wibowo (2007:331) menyusun kelompok kompetensi dalam enam cluster sebagai berikut : 1. Kompetensi berprestasi dan tindakan (achievement and action) Merupakan cluster yang terdiri dari orientasi terhadap prestasi, perhatian terhadap order, kualitas dan akurasi, inisiatif dan pencarian informasi. 2. Kompetensi melayani (helping human service) Merupakan cluster yang terdiri dari pemahaman secara interpersonal dan orientasi terhadap pelayanan pelanggan. 3. Kompetensi memimpin (influence) Merupakan cluster yang terdiri dari dampak dan pengaruh, kewaspadaan organisasi, dan membangun hubungan baik. 4. Kompetensi mengelola (managerial) Merupakan cluster yang terdiri dari pengembangan orang lain, pengarahan, ketegasan dan penggunaan, kekuasaan berdasar posisi, teamwork dan kerjasama, team leadership. 5. Kompetensi befikir (cognitive) Merupakan cluster yang terdiri dari pemikiran analitis, pemikiran konseptual, keahlian teknis/profesional/manajerial. 6. Kompetensi kepribadian yang efektif (personal effectiveness)
59
Merupakan cluster yang terdiri dari pengendalian diri, percaya diri, fleksibilitas, komitmen terhadap organisasi. Selain Kompetensi, kinerja karyawan dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah motivasi. Seperti yang diungkapkan oleh Keith Davis dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah kemampuan dan motivasi. Senada dengan yang dikemukakan oleh David McClelland (dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2009:67) bahwa ada hubungan positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dari diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja). McClelland mengemukkan teori yang berfokus pada 3 kebutuhan manusia yaitu kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan akan kekuasaan (need for power), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation). Berdasarkan uraian diatas, kompetensi dan motivasi memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Hubungan teoritis antara kedua konsep tersebut merupakan kerangka yang dijadikan landasan berpikir yang digambarkan sebagai berikut :
60
VARIABEL (X1) MOTIVASI • kebutuhan akan prestasi • kebutuhan akan kekuasaan • kebutuhan akan afiliasi David McClelland dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2009:67
VARIABEL (X2) KOMPETENSI • Kompetensi berprestasi dan tindakan • Kompetensi melayani • Kompetensi memimpin • Kompetensi mengelola • Kompetensi befikir • Kompetensi kepribadian yang efektif Spencer and Spencer dalam Sudarmanto, 2010:71
• • • • • • • •
VARIABEL (Y) KINERJA KARYAWAN Quantity of work Quality of work Job knowledge Creativeness Cooperation Dependability Initiative Personal qualities
Faustino Cardoso Gomes (2003:135)
Gambar 2.5 Paradigma Penelitian Hubungan Motivasi dan Kompetensi dengan Kinerja Karyawan
2.4 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka penulis menentukan hipotesis sebagai berikut : terdapat pengaruh positif antara kompetensi dan motivasi terhadap kinerja karyawan PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero).