BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Agensi Dalam teori agensi, hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputisan kepada agent tersebut.
Menurut Kim,
Nofsinger, dan Mohr (2010) dalam Hidayanti (2013), pada umumnya terdapat pemisahan antara pemilik perusahaan dengan manajemen yang akan mempengaruhi pertumbuhan dari bisnis suatu perusahaan. Adanya pemisahan kepemilikan antara pemilik perusahaan dengan manajemen yang menjalankan perusahaan ternyata menimbulkan konflik di dalam perusahaan. Adanya pihak manajemen yang dapat melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi membuat para pemilik perusahaan atau pemegang saham menjadi tidak percaya dengan setiap tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Dengan timbulnya berbagai masalah maka akan menambah konflik antara pemegang saham dengan tim manajemen yang membawa dampak buruk terhadap perusahaan. Konflik ini dikenal dengan nama
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
agency problem (Kim,
Nofsinger, dan Mohr,
2010) dalam
(Hidayanti,2013). Konflik yang ditimbulkan antara pemilik perusahaan dengan manajemen juga akan berdampak kepada pemerintah, salah satunya adalah penghindaran pajak melalui tindakan agresivitas pajak yang dilakukan oleh manajemen. Hal ini belum tentu akan disetujui oleh pemilik perusahaan karena pemilik cenderung tidak ini perusahaan mendapat akibat yang lebih fatal ketika melakukan agresivitas pajak. Oleh karena itu, perusahaan dengan kepemilikan keluarga cenderung lebih taat dalam hal perpajakan bagi perusahannya (Chen et al, 2010). Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih ( principal ) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan
wewenang
pengambilan
keputusan.
Principal
merupakan pemegang saham atau investor, sedangkan agent merupakan manajemen yang mengelola perusahaan. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di investor dan pengendalian di pihak manajemen.
2. Teori Legitimasi Teori legitimasi telah digunakan dalam kajian akuntansi untuk mengembangkan teori pengungkapan tanggung jawab sosial dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
lingkungan, seperti dalam Naser et al. (2006) dan Rustiarini (2011) dalam Jessica dan Toly (2014). Teori legitimasi merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah, individu, dan kelompok masyarakat (Gray et al, 1996 dalam Octaviana, 2014), dalam teori tersebut menjelaskan adanya kontrak sosial perusahaan terhadap masyarakat dan adanya pengungkapan sosial lingkungan. Perusahaan dalam hal ini dianjurkan untuk menarik perhatian masyarakat dan menyakinkan akan kegiatan operasi perusahaannya agar dapat diterima dengan baik, hal ini sejalan dengan teori legitimasi. Tindakan tersebut bertujuan agar memperoleh status dimana perushaan tersebut beroperasi dan juga mendapatkan kesan positif (Octaviana, 2014) 3. Teori Stakeholder Teori
stakeholder
memprediksi
manajemen
memperhatikan
ekspektasi dari stakeholder yang berkuasa, yaitu stakeholder yang memiliki kuasa mengendalikan sumber daya yang dibutuhkan perusahaan (Deegan, 2000 dalam Jessica dan Toly, 2014). Menurut Chariri dan Ghazali (2007) teori stakeholder mengatakan bahwa
perusahaan bukanlah
kepentingannya
sendiri
entitas
namun
yang
harus
hanya
beroperasi
memberikan
untuk
manfaat
bagi
stakeholdersnya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat,
analis
dan pihak lain). Dengan kata
http://digilib.mercubuana.ac.id/
lain,
teori
ini
13
mengungkapkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya diukur dari indikator ekonomi dalam laporan tahunannya saja, melainkan juga diukur dari faktor-faktor sosial terhadap lingkungan stakeholder, baik internal maupun eksternal.
4. Kepemilikan Keluarga Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, kepemilikan saham di negara berkembang sebagian besar dikontrol oleh kepemilikan keluarga, termasuk perusahaan di Indonesia (Arifin, 2003) dalam Sari Martani (2010). Menurut Fama dan Jensen (1983) dalam Hidayanti (2013) perusahaan
dengan
kepemilikan
keluarga
lebih
efisien
daripada
perusahaan yang dimiliki publik karena biaya pengawasan yang dikeluarkan atau monitoring cost nya lebih kecil. Andreas (2006) yaitu minimal 5% dari jumlah saham yang ada harus dimiliki oleh keluarga tertentu
atau jika kurang dari 5% terdapat anggota keluarga yang
mempunyai jabatan pada Dewan Direksi atau Dewan Komisaris perusahaan. Dalam penelitian ini, menggunakan kriteria perusahaan keluarga seperti yang digunakan oleh Arifin (2003) dalam Sari dan Martani (2010), yaitu semua individu dan perusahaan yang kepemilikannya tercatat (kepemilikan > 5% wajib dicatat). Yang bukan perusahaan publik, negara institusi keuangan, dan publik (individu yang kepemilikannya tidak wajib dicatat). Dalam penelitian ini kepemilikan keluarga dihitung dari kepemilikan individu anggota keluarga (non direksi dan komisaris), non
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
perusahaan publik, non BUMN, non institusi keuangan, perusahaan afiliasi, dan perusahaan asing yang merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan tersebut. Pemilihan sampel berdasarkan yang disampaikan oleh Arifin karena menggunakan
angka 5% sebagai batas minimal
kepemilikan oleh keluarga karena Bursa Efek Indonesia berdasarkan Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Indonesia nomor Kep-306/BEJ/072004 tentang kewajiban penyampaian informasi yang menyatakan bahwa pemegang saham perusahaan dengaan jumlah 5% atau lebih harus dilaporkan ke Bursa. Sehingga pengelompokkan perusahaan antara perusahaan keluarga dan perusahaan non keluarga dapat lebih mudah dilakukan. 5. Corporate Social Responsibilty Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan nili-niai etika, dengan memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum dan menjunjung tinggi harkat manusia, masyarakat dan lingkungan (Erawan,2011). Definisi dari CSR juga dikemukakan oleh World Bank yang memandang CSR dapat dijelaskan sebagai komitmen perusahaan untuk berkontribusi terhadap bekerjanya pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan karyawan dan perwakilan mereka dalam komunitas setempat dan masyarakat secara luas ntuk meningkatkan kualitas hidup,dengan cara yang baik dimana baik untuk dunia usaha dan pembangunan ( Jessica dan Toly, 2014).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
World Bank sebagai lembaga internasional yang menangani tentang keuangan secara internasional memberikan definisi CSR pada tahun 2013 sebagai berikut: “The commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives the local community and society at large to improve quality of life in ways that are both good for business and good for development.” Dapat disimpulkan bahwa CSR adalah suatu bentuk tanggung jawab perusahaan bukan hanya kepada pemegang saham, konsumen, atau karyawan lebih dari itu perusahaan juga harus memperhatikan lingkungan sekitar dengan ikut memperhatikan kesejahteraan masyarakat disekitar perusahaan, dengan memberikan dampak positif bagi kehidupan dan pengembangan masyarakat di sekitar perusahaan. Apabila perusahaan tidak mengimplementasikan CSR dengan baik, selain mereka akan menerima dampak penolakan secara social, mereka juga akan kehilangan loyalitas dari konsumen. 6. Pengungkapan CSR Ketentuan
mengenai
pengungkapan
Corporate
Social
Responsibility (CSR) di Indonesia menggunakan konsep dari GRI (Global Reporting Initiative) sebagai acuan dalam penyusunan pelaporan CSR. Konsep ini merupakan konsep sustainability report yang muncul sebagai akibat adanya konsep sustainability development. Dengan adanya standar ini diharapkan akan lebih banyak item pengungkapan yang dapat teridentifikasi
dalam
penelitian
ini,
sehingga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
akan
lebih
dapat
16
menggambarkan bagaimana pengaruh pengungkapan CSR perusahaan di Indonesia terhadap agresivitas pajak. Dalam penelitian ini untuk mengidentifikasikan hal-hal yang berkaitan dengan pengungkapan CSR berdasarkan standar GRI (Global Reporting Initiative) versi 4 atau G4 yang memiliki 3 kategori yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial serta didalamnya terdiri dari 91 item indikator. a. Ekonomi, terdiri dari aspek: 1) Kinerja ekonomi (4 indikator) 2) Keberadaan Pasar (2 indikator) 3) Dampak Ekonomi Tidak Langsung (2 indikator) 4) Praktik Pengadaan (1 indikator) b. Lingkungan, terdiri dari aspek: 1) Bahan (2 indikator) 2) Energi (5 indikator) 3) Air (3 indikator) 4) Keanekaragaman Hayati (4 indikator) 5) Emisi (7 indikator) 6) Efluen dan Limbah (5 indikator) 7) Produk dan Jasa (2 indikator) 8) Kepatuhan (1 indikator) 9) Transportasi (1 indikator) 10) Lain-lain (1 indikator)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
11) Asesmen pemasok atas lingkungan (2 indikator) 12) Asesmen mekanisme pengaduan masalah lingkungan (1 indikator) c.
Sosial
Sub kategori : Praktik Ketenagakerjaan Dan Kenyamanan Bekerja, terdiri dari Aspek: 1) Kepegawaian (3 indikator) 2) Hubungan Industrial (1 indikator) 3) Kesehatan dan keselamatan kerja (4 indikator) 4) Pelatihan dan Pendidikan (3 indikator) 5) Keberagaman dan kesetaraan peluang (1 indikator) 6) Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan Laki-laki (1 indikator) 7) Asesmen Pemasok terkait Praktik Ketenagakerjaan (2 indikator) 8) Mekanisme
pengaduan
masalah
ketenagakerjaan
(1
indikator) Sub Kategori : Hak Asasi Manusia, terdiri dari aspek : 1) Investasi (2 indikator) 2) Non diskriminasi (1 indikator) 3) Kebebasan berserikat dan perjanjian kerja bersama (1 indikator) 4) Pekerja anak (1 indikator)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
5) Pekerja paksa atau wajib pajak (1 indikator) 6) Praktik pengamanan (1 indikator) 7) Hak adat (1 indikator) 8) Asesmen pemasok atas hak asasi manusia (2 indikator) 9) Mekanisme pengaduan masalah hak asasi manusia ( 1 indikator) Sub kategori : Masyarakat, terdiri dari aspek: 1) Masyarakat lokal (2 indikator) 2) Anti korupsi (3 indikator) 3) Kebijakan publik (1 indikator) 4) Kepatuhan (1 indikator) 5) Asesmen pemasok atas dampak terhadap masyarakat (2 indikator) 6) Mekanisme pengaduan dampak terhadap masyarakat (1 indikator) Sub Kategori: tanggung jawab atas produk, terdiri dari aspek: 1) Kesehatan dan keselamatan karyawan (2 indikator) 2) Aspek pelebelan produk dan jasa (3 indikator) 3) Aspek komunikasi pemasaran (2 indikator) 4) Privasi pelanggan (1 indikator) 5) Kepatuhan (1 indikator)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
7. Tindakan Agresivitas Pajak Definisi tindakan pajak agresif dalam penelitian ini mengacu pada pengertian pajak agresif yang digunakan oleh Frank et al. (2009) dalam Sari dan Martani (2010), yaitu suatu tindakan yang bertujuan untuk menurunkan
laba
kena
pajak
melalui
perencanaan
pajak
baik
menggunakan cara penghindaran pajak (tax avoidance) atau pengelakan pajak (tax evasion). Untuk menurunkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan pajak (tax avoidance) yaitu dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar
undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas
menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Ada pula cara dengan cara pengelakan pajak (tax evasion), merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya (Sumarsan, 2013:8). Menurut Lanis dan Richardson (2013) dalam Jessica dan Toly (2014), jenis umum transaksi agresivitas pajak yaitu penggunaan berlebihan atas utang perusahaan untuk meminimalisir penghasilan kena pajak dengan mengklaim berlebihan pengurangan pajak untuk beban bunga, penggunaan berlebihan atas kerugian pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Untuk mengukur tindakan pajak agresif terdapat beberapa metode/ ada lima model pengukuran yaitu : 1. effective tax rate (ETR), 2. cash effective tax rate (CTR), 3. book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP), 4. book-tax difference Desai-Dharmapala (BTD_DD) dan 5. tax planning (TAXPLAN). Penelitian ini menggunakan dua model pengukuran saja yaitu : 1) effective tax rate (ETR). ETR
digunakan
karena
dianggap
dapat
merefleksikan
perbedaan tetap antara perhitungan laba buku dengan laba fiskal (Frank et al. 2009 dalam Sari dan Martani, 2010) . 2) cash effective tax rate (CTR) CTR digunakan karena diharapkan dapat mengidentifikasi keagresifan perencanaan pajak suatu perusahaan (Chen et al.2010). Dari pengukuran tersebut diharapkan tindakan pajak agresif dapat diidentifikasi, dan dapat diketahui apakah suatu perusahaan melakukan suatu tindakan pajak agresif atau tidak. Walaupun tidak semua tindakan yang dilakukan perusahaan melanggar peraturan, namun semakin banyak celah yang digunakan perusahaan, maka perusahaan tersebut dianggap semakin agresif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
Sari dan Martani (2010) juga menyatakan suatu agresivitas pelaporan pajak adalah situasi ketika perusahaan melakukan kebijakan pajak tertentu dan suatu hari terdapat kemungkinan tindakan pajak tersebut tidak akan diaudit atau dipermasalahkan dari sisi hukum, namun tindakan ini berisiko karena ketidakjelasan posisi akhir ( apakah tindakan pajak tersebut dianggap melanggar atau tidak melanggar hukum yang berlaku). 8. Keuntungan dan Kerugian dari Tindakan Pajak Agresif Sebelum memutuskan untuk melakukan suatu tindakan pajak agresif, pembuat keputusan (manajer) akan memperhitungkan keuntungan dan kerugian dari tindakan yang akan dilakukan. Ada tiga keuntungan tindakan pajak agresif : a. Keuntungan berupa penghematan pajak yang akan dibayarkan perusahaan kepada negara, sehingga jumlah kas yang dinikmati pemilik/pemegang saham dalam perusahaan menjadi lebih besar. b. Keuntungan bagi manajer (baik langsung maupun tidak langsung) yang mendapatkan kompensasi dari pemilik/pemegang saham perusahaan atas tindakan pajak agresif yang dilakukannya. c. Keuntungan bagi manajer adalah mempunyai kesempatan untuk melakukan rent extraction (Chen et al. 2010). Sedangkan kerugian dari tidakan pajak agresif diantaranya adalah : a. Kemungkinan perusahaan mendapatkan sanksi/penalti dari fiskus pajak, dan turunnya harga saham perusahaan (Sari dan Martani, 2010).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
b. Rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak. c. Penurunan harga saham dikarenakan pemegang saham lainnya mengetahui tindakan pajak agresif yang dijalankan manajer dilakukan dalam rangka rent extraction (Desai dan Dharmapala, 2006 dalam Sari dan Martani,2010) 9. Variabel Kontrol Untuk
mengontrol
kemungkinan
adanya
pengaruh
dari
profitabilitas dan leverage perusahaan, maka penelitian ini memasukkan variabel kontrol return on assets (ROA) dan leverage (LEV) kedalam model regresi yang diuji. a. ROA ROA merupakan proksi dari tingkat pengembalian aset. ROA dapat diukur dengan membandingkan total laba sebelum pajak dengan total aset. Menurut Fatharani (2012), semakin profitable perusahaan cenderung memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi sehingga seolah-oleh perusahaan terlihat lebih less tax agressive dibandingkan perusahaan yang less profitable. b. LEV Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 pasal 6 ayat 1, beban bunga pinjaman dapat dijadikan sebagai pengurang laba kena pajak, sehingga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
pembayaran beban bunga dapat membuat tarif pajak efektif perusahaan menjadi lebih rendah. c. SIZE Menurut Richardson dan Lanis (2007), semakin besar perusahaan atau SIZE maka akan semakin rendah ETR yang dimilikinya, hal ini disebabkan perusahaan mampu menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk membuat suatu perencanaan pajak yang baik. Namun perusahaan tidak selalu dapat menggunakan power yang dimilikinya untuk melakukan perencanaan pajak, karena adanya batasan berupa kemungkinan menjadi sorotan dan sasaran dari keputusan regulator – political cost theory (Watts dan Zimmerman 1986). Oleh karena itu ukuran perusahaan (SIZE) dikontrol. 10. Penelitian Terdahulu Chen et al. (2010) pernah melakukan penelitian yang menguji tentang kepemilikan perusahaan keluarga cenderung lebih aktif dalam melakukan tindakan pajak agresif. Data dalam penelitian ini adalah 1.003 perusahaan dalam indeks S & P 1500 ( S & P 500, S & P Mid Cap 400, dan S & P 600 indeks Small Cap) untuk periode 1996-2000. Hasil penelitian tersebut adalah kepemilikan perusahaan keluarga berpengaruh negatif terhadap agresivitas pajak.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
Watson (2012) melakukan penelitian dengan judul “Corporate Social Responsibility, Tax Avoidance and Tax Aggressiveness”. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa terdapat hubungan negative antara pengungkapan CSR dengan Tax Avoidance yang diukur menggunakan Book Effective Tax Rates
(ETR),
dan
dalam
menghitung
tingkat
Tax
Aggressiveness
menggunakan Unrecognized Tax Benefits (UTB). Penelitian mengenai agresivitas pajak juga dilakukan di Indonesia seperti penelitian Alfiyani Nur Hidayanti dan Herry Laksito pada tahun 2013 berjudul “Pengaruh antara Kepemilikan Keluarga dan Corporate Governance Terhadap Tindakan Pajak Agresif”. Dalam penelitian ini, tindakan pajak agresif mempunyai lima komponen pengukuran, yaitu effective tax rate (ETR), cash effective tax rate (CETR), book-tax difference Manzon-Plesko (BTD_MP), book-tax difference Desai-Dharmapala (BTD_DD) dan tax planning (TAXPLAN). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011. Variabel dependen yang digunakan adalah pajak agresif, sedangkan variabel independennya adalah kepemilikan keluarga dan corporate governance. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan pajak agresif. Sementara tata kelola perusahaan memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan pajak agresif yang diukur dengan cash tarif pajak efektif (CETR). Penelitian yang dilakukan oleh Tao Zeng (2012) berjudul “Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness” menggunakan variable dependen adalah CSR dan variable independen adalah agresivitas pajak. Hasil
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dari penelitian tersebut, dimana menggunakan alat uji statistic yaitu analisis regresi, menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan agresivitas pajak cenderung untuk tidak melakukan pengungkapan tanggung jawab social secara baik, dimana hasil tersebut menjadi bukti empiris atas penelitian ini.
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu Nama Chen et al
Tahun 2010
2.
Sari dan Martani
2010
3.
Alfiyani Nur Hidayanti dan Herry Laksito
2013
1.
No
Variabel penelitian Variabel dependen; Agresivitas pajak ETR, cash ETR, MPBT, dan DDBT. Variabel Independen: kepemilikan perusahaan keluarga Penelitian ini menggunakan crosssection regression Variabel dependen: agresivitas pajak (ETRit, CETRit, BTD_Mpit, BTD_DDit, dan Tax Plan it). Variabel Independen: Stuktur kepemilikan saham dan indeks corporate governance. Menggunakan analisis regresi anova
Hasil Penelitian Hubungan antara perusahaan keluarga dan pajak agresif mempunyai hubungan yang signifikan
Variabel dependen: Agresivitas pajak (ETR,cash affective tax, book- tax diffrence Manzon plesko, book tax diffrence DesaiDharmapala dan tax planning). Variabel Independen: Kepemilikan keluarga dan corporate governance
Menunjukan bahwa kepemilikan keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap tindakan pajak agresif. Sementara tata kelola perusahaan (corporate governance ) memiliki dampak yan signifikan terhadap tindakan pajak agresif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Stuktur kepemilikan keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat agresivitas pajak
26
4.
Jessica dan Toly
2014
5.
Tao Zeng
2012
Menggunakan analisi regresi Variabel dependen: agresivitas pajak (ETR) Variabel Independen: CSR
CSR tidak berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak
Variabel dependen: CSR Variabel independen: Agresivitas pajak Penelitian ini menggunakan analisi regresi
Memberikan bukti empiris bahwa perusahaan yang melakukan kegiatan agresivitas pajak cenderung kurang tertarik untuk bertanggung jawab melakukan CSR.
Sumber : Diolah dari beberapa jurnal B. Rerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu, penelitian ini menggunakan variabel independen Kepemilikan keluarga dan CSR, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah agresivitas pajak. Dengan menggunakan dua model pengukuran yaitu ETR dan CTR. 1. Pengaruh kepemilikan keluarga terhadap tindakan agresivitas pajak dengan menggunakan model pengukuran ETR. Penelitian Chen et al. (2010) yang dilakukan untuk mengetahui apakah perusahaan keluarga lebih agresif dalam tindakan
pajaknya
daripada
perusahaan
non-keluarga,
menunjukkan bahwa pada perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam S&P 1500 Index (periode 1996-2000), perusahaan keluarga memiliki tingkat keagresifan pajak yang lebih kecil daripada perusahaan
non-keluarga.
Hal
ini
diduga
terjadi
karena
dibandingkan perusahaan non-keluarga, family owners lebih rela
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
membayar pajak lebih tinggi, daripada harus membayar denda pajak dan menghadapi kemungkinan rusaknya reputasi perusahaan akibat audit dari fiskus pajak. Pada variable independen dengan menggunakan model pengukuran ETR, yang digunakan untuk merefleksikan perbedaan antara perhitungan laba buku dengan laba fiskal. Kepemilikan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap variable dependen yaitu agresivitas pajak, dan dijadikan sebagai hipotesis 1. 2. Pengaruh corporate social responsibility terhadap tindakan agresivitas pajak dengan mengunakan model ETR. Semakin
tinggi
tingkat
pengungkapan
CSR
suatu
perusahaan, maka akan semakin tinggi pula reputasi perusahaan di mata masyarakat. Jika dikaitkan dengan pajak, reputasi baik juga akan diperoleh dari hal pembayaran pajak perusahaan kepada negara. Hal ini berarti, penerapan CSR dan pengaitannya dengan pembayaran pajak harus berdampak pada masyarakat secara masiv. Apabila pembayaran pajak perusahaan hanya dianggap sebagai sebuah transaksi bisnis dan menjadi biaya begi perusahaan, mungkin tujuan perusahaan tersebut adalah untuk meminimalkan jumlah pajak terutang sebanyak mungkin (Yoehana,2013). Pada kolom variable independen yang kedua dengan menggunakan model pengukuran ETR, yang digunakan untuk merefleksikan perbedaan antara perhitungan laba buku dengan laba
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
fiskal. Variable corporate social responsibility berhubungan langsung pada variabel dependen yaitu agresivitas pajak. Oleh karena itu hipotesis kedua adalah corporate social responsibility berpengaruh secara signifikan terhadap variable dependen yang diukur dengan menggunakan model pengukuran ETR. 3. Pengaruh kepemilikan keluarga terhadap tindakan agresivitas pajak dengan menggunakan model pengukuran CTR. Untuk menentukan apakah tindakan pajak agresif pada perusahaan keluarga lebih rendah atau lebih tinggi daripada perusahaan
non-keluarga,
tergantung
dari
seberapa
besar
keuntungan atau kerugian yang ditanggung pihak keluarga yang menjadi manajemen perusahaan atau family owners ( Chen et al, 2010). Dengan menggunakan model pengukuran CTR, yang digunakan untuk mengidentifikasi keagresifan perencanaan pajak yang dillakukan perusahaan . Oleh karena itu hipotesis yang ketiga adalah Kepemilikan keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap variable dependen yaitu agresivitas pajak, dan dijadikan sebagai hipotesis 3. 4. Pengaruh corporate social responsibility terhadap tindakan agresivitas pajak dengan mengunakan model CTR. Pada penelitian sebelumnya dalam tabel 2.1, Watson (2012), Tao Zeng (2012), berpendapat pada penelitiannya bahwa perusahaan yang tidak bertanggung jawab sosial secara baik sesuai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
dengan ketentuan akan melakukan tindakan agresivitas pajak lebih tinggi. Hal ini terjadi karena perusahaan yang melakukan agresivitas pajak kurang tertarik untuk menerapkan CSR secara baik diperusahaan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh tindakan manajemen yang tidak ingin menaati pajak karena mereka ingin memperoleh laba bersih yang lebih tinggi dan mengganggap bahwa pajak adalah biaya bagi perusahaan yang dapat mengurangi laba bersih perusahaan secara signifikan. Dan sesungguhnya CSR tidak hanya bertanggung jawab kepada masyarakat, tetapi juga bertanggung jawab kepada pemerintah, dengan cara taat membayar pajak dan sesuai dengan yang tertagih untuk perusahaan. Dengan menggunakan model pengukuran CTR, yang digunakan untuk mengidentifikasi keagresifan perencanaan pajak yang dillakukan perusahaan . Oleh karena itu hipotesis keempat adalah
corporate
social
responsibility
berpengaruh
secara
signifikan terhadap variable dependen yang diukur dengan menggunakan model pengukuran CTR. Penelitian ini juga menggunakan variabel kontrol diantaranya ROA, LEV, SIZE. Pada variabel kontrol, terdapat variabel ROA, LEV, SIZE yang dijadikan dalam satu kolom sebelah kiri dan diberi tanda garis terputus mengarah ke variabel independen yang berarti bahwa variabel tersebut mempengaruhi secara tidak langsung. Hal ini ditunjukan pada gambar model konseptual sebagai berikut:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
1) Dengan model pengukuran ETR Kepemilikan Keluarga (X1)
H1 Corporate Social Responsibility (X2)
Tindakan Agresivitas Pajak
H2
(Y1) Variabel kontrol : 1. ROA 2. LEV 3. SIZE
Gambar 2.1 Model konseptual Model ETR 2) Dengan model pengukuran CTR Kepemilikan Keluarga (X1)
H3 Corporate Social Responsibility (X2)
Tindakan Agresivitas Pajak H4 (Y2)
Variabel kontrol : 1. ROA 2. LEV 3. SIZE
Gambar 2.2 Model konseptual Model CTR
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
3) Hipotesis Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian dengan menggunakan dua model pengukuran effective tax rate (ETR) dan cash effective tax rate (CTR) dirumuskan dalam format hipotesis sebagai berikut: 1. H1
:
Kepemilikan
keluarga
berpengaruh
signifikan
terhadap tindakan agresivitas pajak dengan menggunakan model pengukuran ETR 2. H2 : Corporate social responsibility berpengaruh signifikan terhadap
tindakan
agresivitas
pajak
dengan
model
pengukuran ETR 3. H3
: Kepemilikan keluarga berpengaruh signifikan
terhadap tindakan agresivitas pajak dengan menggunakan model pengukuran CTR 4. H4 : Corporate social responsibility berpengaruh signifikan
terhadap
tindakan
agresivitas
pengukuran CTR
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pajak
dengan
model