BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bahasa Kehadiran bahasa sangat penting bagi kehidupan manusia. Semua bidang kehidupan memerlukan bahasa karena bahasa, manusia mengetahui sesuatu yang terjadi dan dihasilkan manusia itu sendiri (Nurgiyantoro, 2014:1). Namun, para pakar linguistik mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri (Chaer, 30:1994). Suatu ungkapan yang mengandung maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain disebut dengan bahasa. Sesuatu yang dimaksudkan oleh pembicara dapat dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara melalui bahasa yang diungkapkan. Chaer (1995:33) fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Tarigan (2009:5-6) bahwa fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi untuk melakukan interaksi. Moeliono (1989:145-147) menyampaikan bahwa bahasa dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan berbeda dengan ragam tulis karena peserta percakapan mengucapkan tuturan dengan tekanan, nada, irama, jeda, atau lagu tertentu untuk memperjelas makna dan maksud tuturan. Selain itu kalimat yang digunakan oleh peserta percakapan tidak selalu merupakan kalimat lengkap. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengamati ragam ujaran dan ragam tulisan.
9
10
Pertama, berhubungan dengan suasana peristiwa. Ketika menggunakan sarana tulisan kita beranggapan bahwa orang yang diajak berbahasa tidak ada di depan mengakibatkan bahasa yang diujarkan perlu lebih terang dan jelas, karena ujaran tidak jelas dapat disertai oleh gerak isysrat, pandangan, atau anggukan, tanpa penegasan di pihak kita atau pemahaman di pihak pendengar. Salah satu bahasa sebagai ragam tulis adalah surat-menyurat baik surat menyurat secara formal maupun non-formal. Keunggulan bahasa tulis tidak perlu bertatap muka dengan informan untuk menyampaikan informasi dan tidak menggunakan suara keras ketika menulis surat. Oleh karena itu, kalimat dalam ragam tulisan harus lebih cermat dan jelas, agar informan tidak salah mengartikan maksud dari penulis surat. Hal kedua yang membedakan ragam lisan dengan ragam tulisan berkaitan dengan beberapa upaya yang kita gunakan dalam ujaran. Misalnya, tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara, serta irama kalimat yang sulit dikembangkan dengan ejaan dan tata tulis yang dimiliki. Jadi, penulis acap kali perlu merumuskan kembali kalimatnya jika ia ingin menyampaikan jangkauan makna yang sama lengkapnya atau ungkapan perasaan yang sama telitinya. Ragam tulis memiliki kelebihan dibanding ragam ujaran. Seperti, huruf kapital, huruf miring, tanda kutip, paragraf atau alinea, dan ragam tulis tidak mengenal padanannya yang sama jelasnya dalam ujaran. Tiap penutur bahasa pada dasarnya dapat memanfaatkan kedua ragam lisan dan tulisan sesuai dengan kebutuhan pemakainya, apa pun latar belakangnya. Meskipun demikian, kita dapat berharap orang yang kurang mendalam proses belajarnya menggunakan ragam tulisan dengan keterampilan orang terpelajar.
11
Kemampuan menggunakan berbagai gaya pada hakikatnya terjangkau oleh setiap orang, namun kemahiran tidak datang dengan sendirinya melainkan diraih dengan pelatihan dan pengalaman. Ketercapaian maksud memungkinkan penutur mengamati dan mencontoh gaya orang yang dianggapnya cocok pada suasana tertentu. Kemampuan seseorang dalam pengembangan bahasa juga dapat dilihat dari luas pergaulan, pendidikan, profesi, kegemaran, dan pengalaman.
2.2 Bahasa dalam Surat Pengertian surat menurut Soedjito dan Solchan (1979:1), surat dapat ditinjau menjadi empat macam, yakni dari segi sifat isinya, ujud penuturannya, fungsi, dan sebagai dokumentasi. Surat ditinjau dari segi isinya merupakan jenis karangan (komposisi) paparan penulis untuk mengemukakan maksud dan tujuannya, dan menjelaskan perasaan yang sedang dialaminya. Ditinjau dari wujud penuturannya, surat adalah percakapan tertulis antara penulis dengan penerima surat. Sejenis dengan ragam percakapan (dialog) yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan jika ditinjau dari fungsinya, surat adalah suatu alat atau sarana komunikasi tulis. Surat juga dipandang sebagai alat komunikasi tulis yang paling efisien, efektif, ekonomis, dan praktis dibanding dengan alat komunikasi lisan. Sedangkan, surat sebagai dokumentasi merupakan alat bukti historis dan dipakai sebagai pengingat sejarah atas keadaan, kegiatan, atau kejadian pada masa lampau. Oleh sebab itu, surat merupakan paparan penulis untuk mengungkapkan maksud, tujuan dan apa yang sedang dialami kala itu. Tulisan yang didokumentasikan menjadi saksi bisu sebuah sejarah perjuangan seseorang dalam menjunjung tinggi martabat bangsa atau negara dan pernyataan
12
tersebut dapat dikategorikan menjadi karya sastra, karena sastra merupakan segala sesuatu yang tertulis dan tercetak serta dapat dinikmati oleh banyak orang. R.A Kartini menulis surat-suratya dengan sangat meyakinkan, sebagai sebuah cerita kejadian yang dialaminya dan sebagai sejarah hidupdalam memperjuangkan hakhak kaum perempuan yang tertindas. Badudu (1983:92-93) mengemukakan bahwa bahasa surat ialah bahasa yang digunakan dalam surat, terutama bahasa dalam bagian inti surat. Bahasa yang digunakan harus tunduk kepada semua aturan bahasa yang berlaku, baik struktur kata dan kalimat maupun penggunaan tanda-tanda baca, pemakaian alinea atau paragraf, dsb., dengan memilih kata yang baik dan benar. Pada alinea pembuka yang merupakan pengantar isi sarat, penulis surat biasanya menggunakan kalimatkalimat khusus yang disesuaikan dengan maksud surat yang akan ditulis. Misalnya, memberitahukan sesuatu, menanyakan sesuatu, meminta sesuatu, membalas surat maupun menjawab pertanyaan. Pada alinea penutup, kalimat penutup surat juga disesuaikan dengan isi surat yang ditulis. Pada umumnya, bagian akhir surat tidak lupa untuk menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan, perhatian, kerjasama yang ditunjukkan baik penulis maupun penerima surat. Penulisan kalimat penutup haruslah ditempatkan pada alinea khusus, yaitu alinea penutup dan jangan disambungkan dengan bagian isi surat. Bahasa dalam surat menurut Soejdito dan Solchan (1993:15-16) dapat dibedakan menjadi dua, yakni bahasa baku dan bahasa efektif. Bahasa baku, ialah bahasa yang diakui benar menurut kaidah yang sudah dilazimkan. Penggunaan bahasa baku dapat membawa wibawa seseorang dan dipandang sebagai lambang status sosial yang tinggi. Penggunaan bahasa baku juga dapat dikenali dari empat
13
segi, yakni ejaan, pemakaian kata, bentuk kata, dan kalimat. Bahasa efektif, bahasa efektif ialah bahasa yang secara tepat dapat mencapai sasarannya. Bahasa efektif dapat dikenali dari pemakaian bahasa yang sederhana/wajar, ringkas, jelas, sopan, dan menarik. Oleh karena itu, penulisan bahasa dalam penulisan surat sebaiknya memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa dan menggunakan bahasa (kalimat atau kata) secara baku dan efektif, agar penerima surat dapat memahami apa maksud dan tujuan penulisan yang ditulis.
2.3 Surat-Surat R.A Kartini Pada akhir Desember 1997 berita mengenai terbitnya kumpulan surat-surat R.A Kartini yang baru merupakan kejutan yang menggembirakan bagi peminat Kartini di luar Indonesia pada umumnya dan pada khususnya di Indonesia. Jumlah surat yang di tulis cukup besar samai seratus lima puluh pucuk surat (Sutrisno, 2000:x-xi). Sutrisno (2000:x-xii) mengungkapkan bahwa Kartini selalu mencurahkan isi hatinya tanpa pembatasan kepada Nyonya Abendanon, seperti yang dinyatakan dalam salah satu suratnya bahwa Nyoya Abendanon yang pertama dan yang pasti tetap satu-satunya di antara teman-temannya di Jawa. Dalam suratnya pula Kartini menyatakan bahwa Nyonya Abendanonlah satu-satunya yang boleh tahu tentang seluk-beluk kehidupan batinnya dan sehubungan dengan hal tersebut Kartini sangat menghormati dan menyayangi Nyonya Abendanon dan memanggilnya dengan sebutan “Kekasih”. Masalah yang sedang dihadapi Kartini adalah mempunyai dua orang ibu tiri, ingin melepaskan diri dari adat istiadat masyarakat Jawa, cita-cita yang tidak
14
dapat ia wujudkan, dan ia dijodohkan dengan Bupati Rembang. Permasalahan tersebut membuat R.A Kartini mengungkapkannya dengan menggunakan kemampuan berbahasanya dengan pilihan kata yang tepat dan apik. Setiap tulisan yang di tulis olehnya mengandung makna yang terpendam dan mempunyai makna yang sangat dalam bagi hidupnya dan perasaannya. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan Kartini dalam suratnya disebabkan oleh penderitaan atau kesengsaraan dalam hidupnya yang tidak dapat ia katakana dengan menggunakan atau memilih bahasa yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya tersebut. Surat-surat yang ditulis R.A Kartini pada tahun seribu sembilan ratus dan diterbitkan oleh penerbit Djambatan. Kumpulan surat R.A Kartini kepada suamiistri Abendanon, saudara, serta sahabat-sahabatnya berjumlah seratus lima puluh surat. umumnya mengisahkan kehidupan sehari-hari kepada Kekasihnya (suamiistri Abendanon), sahabat-sabat, serta saudara-saudaranya. Tulisan tersebut keluhan dan isi hatinya atas kehidupan yang sedang dijalani oleh R.A Kartini. Isi hati yang diungkapkan dalam surat-suratnya berisikan tentang penderitaan seorang perempuan yang menginginkan kebahagiaan di masa muda. Kebahagiaan yang selalu diimpikan oleh kaum perempuan muda adalah tidak dilakukannya poligami paksa, serta dapat melanjutkan pendidikan seperti kaum perempuan elit negeri Belanda. R.A Kartini pada saat menulis surat kepada sahabat, saudara, serta kepada Kekasihnya mengungkapkan perasaannya dengan menggunakan pilihan kata yang dapat mewakili perasaannya dan tidak dapat diungkapkan dengan bahasa yang sederhana. Kata-kata yang dipilih oleh R.A Kartini sebagian besar menceritakan tentang penderitaannya dan kata-kata yang dipilih mengandung makna terpendam
15
bagi perjalananan hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan dan pengalaman yang diterima ketika menjalani hidup dapat membuat R.A Kartini memilih atau menggunakan kata-kata yang dapat mewakili perasaannya yang dalam dan berat.
2.4 Manusia dan Penderitaan Setiap manusia pasti pernah mengalami sebuah cobaan atau musibah, serta gangguan-gangguan dalam kehidupannya. Gangguan-gangguan seperti itu, bisa berupa penderitaan fisik atau batin. Penderitaan fisik yang dialami oleh manusia dapat diatasi dengan bantuan medis untuk menangani atau menyembuhkannya. Penderitaan batin (psikis) disebabkan oleh keadaan batin yang tidak menentu, sedangkan cara untuk menanganinya terletak pada kemampuan manusia atau (si penderita) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang dihadapinya. Penderitaan manusia dapat dibedakan menjadi lima macam. Kelima penderitaan tersebut, ialah rasa takut, kegagalan, siksaan fiksi maupun batin, rasa sakit, serta penderitaan yang paling berat diantara keempat macam tersebut (Suratman, dkk., 2013:62-68). Penderitaan, berasal dari bahasa Sansekerta “dhra”, artinya menahan atau menanggung dan ikut merasakan suatu kejadian yang tidak menyenangkan batin seseorang. Penderitaan merupakan bagian paling berat diantara jenis penderitaan yang lain. Intensitas penderitaan seseorang bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Peranan individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Artinya, suatu penderitaan dapat
16
menjadi energi untuk bangkit atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan (Soelaeman, Tanpa tahun:66). Rasa takut, manusia yang dalam banyak hal sudah menguasai dunia, sebagian besar masih bisa dipermainkan oleh rasa takut. Mereka tidak menyadari terkadang rasa takut datang dari khayalannya sendiri. Kuatnya daya khayal dapat merasuk pada diri seseorang dan dapat menyebabkan gangguan jiwa yang disebut dengan phobia. Sebagian besar phobia dimulai dengan adanya shock emisional atau tekanan batin pada waktu tertentu. Dengan menggunakan akal sehat, rasa takut dapat dihindari dalam diri seseorang dan membiarkan diri menjadi tuan. Artinya, dapat menerima atau menolak suatu hal dengan kehandak sendiri. Kegagalan, banyak orang menganggap kegagalan adalah hal yang wajar dan dianggap sebagai suatu pengalaman dan pengalaman merupakan pelajaran paling baik dalam kehidupan. Kegagalan juga dapat membuat seseorang menjadi frustasi, karena seseorang terlalu memikirkan kegagalan dan terkadang merasa kecewa atau tidak puas dengan hasil yang telah diperbuat. Prof. Dr. Zakiah Daradjat (dalam Suratman, 2013:64) berpendapat “frustasi merupakan suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu yang menghalangi keinginannya”. Artinya, seseorang dapat mengalami frustasi, apabila objek dan tujuannya tidak tercapai, karena satu atau beberapa hal yang menghalanginya. Siksaan, dapat berupa penyakit, siksaan hati, siksaan badan oleh orang lain, dan sebagainya. Manusia dengan siksaannya dapat menimbulkan kreativitas baik yang pernah mengalami atau orang yang berjiwa seni juga dapat menyaksikan
17
langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut terbukti dengan adanya tusilan baik berupa berita, cerpen, ataupun novel yang mengisahkan siksaan orang atau penulisnya sendiri. Dengan membaca hasil seni berupa siksaan dapat diambil hikmahnya, karena dapat menilai arti manusia, harga diri, kejujuran, kesabaran, dan ketakwaan (yang telah dikuasai nafsu syaitan), kesadisan, dan tidak mengenal perikemanusiaan. Rasa sakit, rasa yang tidak enak bagi penderitanya. Penyakit atau sakit sehingga ada rasa sakit dapat menimpa setiap hidup manusia. Rasa sakit atau sakit dalam pengalaman hidup dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni sakit hati, sakit jiwa, dan sakit fisik. Sakit hati dapat menyebabkan seseorang berfikir terus dan mengakibatkan penderita sakit fisik. Misalnya, karena gossip atau celotehan orang mengenai dirinya berupa ejekan atau sindiran, namun banyak hikmah yang dapat diambil kala mengalami nasib tersebut, antara lain dapat menimbulkan rasa kasihan terhadap penderita dan dapat membuka rasa keprihatinan manusia, rasa sosial, dan dermawan.
2.2 Diksi atau Pilihan Kata 2.2.1 Pengertian Diksi atau Pilihan Kata Diksi atau pilihan kata adalah menggunakan atau memilih kata yang tepat untuk menyatakan atau mengungkapkan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Kata yang tepat dapat membantu seseorang dalam mengungkapkan dengan tepat maksud yang ingin disampaikan baik lisan maupun tulisan (Arifin dan Amrah, 1988:145). Sadar tidaknya penulis karangan berhada-
18
pan langsung dengan diksi atau pilihan kata. Komunikasi dapat menjadi efektif dengan menggunakan kosakata tepat (Moeliono, 1989:173-174). Pemakaian bahasa atau pulihan kata dapat dibagi menjadi dua cara, yakni kata yang konkrit dan kata yang abstrak. Kata konkrit mengacu ke barang yang spesifik di dalam pengalaman kita. Kata yang konkrit dapat efektif sekali di dalam karangan pengisahan (narasi) dan pemerian (deskripsi) karena merangsang pancaindera. Namun tidak semua karangan perlu bersifat konkrit. Kata abstrak ialah kata yang merujuk ke sifat (panas, dingin, baik), ke nisban (kepribadian atau keeksistensian, jumlah, urutan), dan gagasan (keadilan, keberterimaan, kesatuan). Kata abstrak sering dipakai untuk mengungkapkan kata gagasan yang rumit. Kata itu nampu menjelaskan perbedaan yang halus di antara gagasan yang bersifat teknis dan khusus. Oleh karena itu, diksi atau pilihan kata merupakan penggunakan atau pemakaian kata yang akan digunakan untuk menyampaikan suatu gagasan dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya yang akan digunakan dalam oleh penulis atau petutur dalam suatu situasi (Keraf, 1984:24).
2.2.2 Jenis Diksi atau Pilihan Kata 1) Kata Denotasi Menurut Moeliono (1989:173-174) jalan untuk mencapai kosa kata yang luas dan untuk memperoleh kepekaaan bahasa yang lebih luas, dapat memilih kata baik karena denotasinya maupun konotasinya. Kakna denitasi adalah hubungan antara kata (atau ungkapan) dengan barang, orang, tempat, sifat, proses, dan kegiatan di luar sistem bahasa (disebut dengan denotatannya). Oleh karena itu,
19
denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Kata denotatif juga sering disebut dengan kata yang umum. Misalnya, denotatan kata “Kuda” ialah kelas hewan mamalia pemakan rumput yang dipelihara manusia untuk mengangkut muatan, barang, atau dikendarai. 2) Kata Konotasi Kata konotasi merupakan jumlah semua tautan pikiran yang menerbitkan nilai rasa. Kata konotasi dapat bersifat pribadi dan bergantung pada pengalaman seseorang dengan kata atau dengan barang atau gagasan yang diacu oleh kata tersebut. Selain itu, berlaku untuk satu kelompok atau bahkan untuk sebagian besar warga masyarakat bahasa yang berbagi sikap dan perasaan. Misalnya, bagi beberapa orang kata ular, jaksa, radikal, dan penyesuaian harga mempunyai nilai rasa tambahan. Kata yang syarat dengan konotasi ialah kata pantang, khususnya yang berupa makian dan yang bersifat cabul, dan nama orang yang menjadi pusat perhatian masyarakat. Kata konotatif sifatnya lebih professional dan operasional dibanding dengan kata denotatif. Kata konotatif disebut sebagai kata khusus yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu. Perhatikan contoh berikut ini. Berikut contoh kata dalam bentuk kalimat. (a) Dia adalah wanita cantik. (b) Dia adalah wanita manis. Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan.
20
3) Idiomatik Moeliono (1989:177) mengemukakan bahwa, di samping konsep denotasi dan konotasi, konkret dan abstrak, umum dan khusus, serta majas, masih ada pokok idiom. Karangan yang cermat, tepat, dan kuat dalam diksinya sebaiknya bersifat idiomatik. Idiomatik merupakan ungkapan-ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari arti unsur-unsurnya. Oleh karena itu, bahasa yang idiomatik diartikan juga sebagai bahasa yang wajar dan dipakai oleh penutur asli. Tidak ada alasan logis mengapa idiom bentuknya harus demikian. Perlu diketahui juga idiom termasuk ke dalama satuan leksikal yang utuh, karena itu tidak dapat diubah tanpa merusak keutuhannya. Tabel 1 Contoh Kata Indiomatik No. Kata Idiomatik Panjang Tangan 1. Rendah Hati 2. Berbesar Hati 3. Terdiri atas 4. Berbeda dengan 5. Sumber: Moeliono, Kembara Bahasa: Kumpulan Karangan Terbesar (1989:177).
4) Kata Indria Kata Indria adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalamaanpengalaman yang diserap oleh pancaindria, yaitu cerapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Oleh sebab itu, pengalaman diserap oleh pancaindria yang khusus maka daya gunanya lebih terjamin (Keraf,1984:94).
21
2.4.2 Makna Diksi atau Pilihan Kata 1) Makna Denotasi dan Makna Konotasi Makna denitatif adalah makna dalam alam wajar secara eksplisit. Makna wajar ini adalah makna apa adanya. Denotatif adalah suatu pengertian yang dikandung sebuah kata secara objektif. Makna denotatif juga sering disebut dengan makna yang umum. Makna konotatif merupakan makna yang timbul sebagai akibat dari sosial, sikap pribadi, dan kriteria tambahan yang dikenakan pada sebuah makna konseptual. Makna konotatif sifatnya lebih professional dan operasional dibanding makna denotatif. Makna konotatif juga disebut sebagai makna khusus yang dikaitkan dengan suatu kondisi dan situasi tertentu. Berikut contoh makna denotatif dan makna konotatif. Tabel 2 Contoh Makna Denotasi dan Makna Konotasi No.
MAKNA DONOTASI
Cantik 1. Rumah 2. Bunting 3. Mati 4. Sumber: Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa (1984:94).
MAKNA KONOTASI Manis, Mancung, Tembem Gedung, Wisma, Graha Hamil, Mengandung Meninggal, Wafat, Almarhum
Berikut contoh kata dalam bentuk kalimat. (a) Dia adalah wanita cantik. (b) Dia adalah wanita manis. Kata cantik lebih umum daripada kata manis. Kata cantik akan memberikan gambaran umum tentang seorang wanita. Akan tetapi, dalam kata manis terkandung suatu maksud yang lebih bersifat memukau perasaan.
22
2) Bentuk Makna dalam Ungkapan Menurut Arifin dan Amran (1988:145-149) Suatu karangan di dalamnya terkadang perlu dipergunakan kata-kata yang berbentuk ungkapan, agar karangan itu lebih hidup dan terlihat konkret. Makna yang terkandung dalam ungkapanungkapan itu disebut makna majasi. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Moeliono (1989:175) untuk mengkonkretkan dan menghidupkan karangan dapat menggunakan majas atau figure of speech. Kata dan ungkapan dapat ditafsirkan menurut arti harfiahnya dan menurut majasi (figurative)-nya. Harfiah sama artinya dengan denotasi kata. Makna majasi diperoleh bila makna denotasi kata dipakai untuk menyatakan makna denotasi kata yang lain. Kata-kata yang mengandung makna majasi itu disebut majas. Oleh karena itu, bentuk-bentuk majas terkadang harus dipakai dalam karangan untuk menghidupkan suatu karangan. Makna tersebut yakni, diksi yang bersifat persamaan, diksi yang bersifat metafora, diksi yang bersifat litites, diksi yang bersifat hiperbol, dan diksi yang bersifat ironi (Moeliono, 1989:176). (1) Diksi yang Bersifat Simile atau Persamaan Majas simile adalah majas persamaan, yaitu persamaan dua hal. Kedua hal itu dapat disela oleh kata seperti, ibarat, atau bagai. Misalnya, Gadis itu seperti bunga melati dan Ia manis bagai pitri dari kayangan. (2) Diksi yang Bersifat Metafora Metafora adalah majas yang mengimplisitkan persamaan. Metafora menyatakan sesuatu secara langsung dua benda yang sama. apabila simile mengungkapkan: Gadis itu seperti bunga melati, metafora mengungkapkan dengan cara lain, yaitu: Aku bertemu dengan bunga melati kampong kami. Dua
23
hal yag diperbandingkan itu dapat berupa beririsan, sehingga membentuk suatu majas metafora. Perhatikan contoh berikut ini. (a) Ia sampah masyarakat. (b) Ia berkenalan dengan bintang film. (3) Diksi yang Bersifat Metomini Metonimi adalah majas yang berorientasi pada bagian kecil suatu benda. Metonimi adalah anggota himpunan yang besar. Melati adalah metonimi bunga; corolla adalah metonimi mobil, dll. Untuk menyebutkan sesuatu, cukup disebutkan bagian metoniminya saja agar makna kalimat itu lebih jelas. Perhatikan contoh berikut ini. (a) Ia datang dengan corolla. (maksudnya mobil) (b) Ia sedang membentul. (sedang merokok) (4) Diksi yang Bersifat Personifikasi Personifikasi adalah majas penginsanan kepada barang yang tidak bernyawa dan idea yang abstrak. Majas ini adalah majas pemanusiaan alam. Alam dianggap manusia, dapat berbicara, bertindak, dan bergerak seperti manusia. Perhatikan contoh berikut ini. (a) angin yang meraung, (b) penelitian menuntut kecermatan, dan (3) cinta itu buta. (5) Diksi yang Bersifat Litotes Litoses adalah majas yang merendahkan diri secara berlebih-lebihan. Contoh, Ia berhuang dengan menitikkan darahnya ke persada tanah tercinta ini dan Engkau menganggap ceritaku hanya angin lalu.
24
(6) Diksi yang Bersifat Hiperbola Hiperbola adalah majas yang melebih-lebihkan sesuatu dengan cara meninggikan hal-hal yang tidak semestinya. Misalnya, Harga sembako sekarang mencekik leher dan Ia mengabadikan keluarga itu.
2.4.3 Ketepatan dan Kesesuaian Diksi atau Pilihan kata Syafi’ie (1990:95-100) berpendapat bahwa pemilihan kata pada dasarnya adalah pendayagunaan kata yang berkaitan ketepatan memilih untuk mengungkapkan suatu gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan dan kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata yang telah dipilihnya. persoalan dalam ketepatan memilih kata dan menggunakannya yang sanggup menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti yang dipikirkan oelh penulis atau pembicara. Oleh larena itu, ketepatan pemilihan kata akan menyangkut makna kata dan kosakata yang dimiliki seseorang. Syarat agar pemilihan kata benar-benar tepat dalam pemilihan kata, yaitu (1) membedakan secara cermat antara denotasi dan konotasi, (2) gunakan kata yang bertenaga, (3) membedakan kata yang mirip dalam ejaan, (4) penggunaan kata kerja (KK) berkata depan, dan (5) waspada terhadap akhiran asing. 1) Membedakan Secara Cermat Antara Denotasi dan Konotasi Berikut cara membedakannya: Tabel 3 Contoh Perbedaan Denotasi dan Konotasi No. KATA I Wanita 1. Istri 2. Gadis 3. Sumber: Syafi’ie, Bahasa Indonesia Profesi (1990:95-100).
KATA II Perempuan Bini Perawan
25
Sikap sosial bangsa Indonesia pada umumnya lebih banyak memakai kata wanita, istri, gadis, dan menghindari kata-kata perempuan, bini, perawan. Sikap sosial menilai kelompok kata I lenih tinggi daripada kelompok kata II. Oleh karena itu Ketepatan penggunaan kata denotasi dan konotasi perlu di perhatikan. 2) Gunakan Kata yang Bertenaga Razak (1988:69-70), mengemukakan bahwa penggunaan sebuah kata dalam kehidupan sehari-hari sering kita gauli, tanpa disadari, tersimpan suatu kekuatan didalamnya. Kekuatan tersebut dapat menghasilkan kalimat yang sugestif, yakni mampu menggerakkan tenaga, pikiran, dan emosi orang. Penulis professional menyadari betul akan hal tersebut. Mereka tahu kata yang kut dan lemat. Studi bahasa menunjukkan bahwa ada sejumlah kata yang sejak lahir sudah ditakdirkan memiliki tenaga kuat. Misalnya, kata tendang lebih kuat dari kata sepak. Perhatikan contoh berikut ini. Tabel 4 Contoh Penggunaan Kata Bertenaga No. 1.
LEMAH KUAT Dalam pikirannya tiba-tiba terasa Dalam pikirannya tiba-tiba muncul suatu suatu gagasan baru. gagasan baru. Ia melihat polisi sedang membongkar Ia menyaksikan polisi sibuk membonkar 2. amunisi. amunisi. Ketika berkemah banyak timbul Ketika berkemah banyak muncul kesan yang 3. kesan yang dapat dijadikan seribu dapat membawa seribu kenangan. kenangan. Sumber: Razak, Kalimat Efektif: Struktur Gaya dan Variasi (1988:69-70).