BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
KONSEP ANDROPAUSE
2.1.1
Definisi Andropause Kata andropause dibentuk dengan menggabungkan dua kata Yunani yaitu
Andras dalam bahasa Yunani yang berarti manusia laki-laki, Jeda dalam bahasa Yunani berarti penghentian. Andropause adalah suatu kondisi yang timbul pada saat maskulinitas menurun, oleh karena itu andropause adalah sindrom dimana perubahan yang menyertai penuaan terkait dengan tanda-tanda dan gejala defisiensi androgen pada pria yang lebih tua (usia> 50 tahun). Tanda dan gejala yang disertai dengan tingkat serum testosterone yang rendah (Balasubramanian et al., 2012). Andropause juga disebut oleh beberapa ahli sebagai Androgen Deficiency in the Aging Male (ADAM), Artial Androgen Deficiency in the Aging Male (PADAM) atau Aging-Associated Androgen Deficiency (AAAD). Istilah menopause pria tidak pantas karena tidak ada gangguan atau penghentian menstruasi, dan viropause tidak akurat karena tidak ada kehilangan virilisasi (Matsumoto et al., 2002; Morley et al., 2003). Andropause mengacu pada sindrom endokrin, somatik, dan perubahan psikis yang terjadi pada laki-laki normal dengan penuaan. Istilah ini menekankan sifat multidimensi perubahan yang berkaitan dengan usia, termasuk penurunan hormon lain seperti hormon pertumbuhan (GH), Insulin-like Growth Factor-1 (IGF-1),
7
8
Dehydroepiandrosterone (DHEA), dan melatonin, tetapi tidak berhubungan aspek sindrom penuaan laki-laki secara khusus dengan tingkat androgen. Istilah andropause tidak sepenuhnya akurat karena sekresi androgen tidak berhenti sama sekali. Andropause merupakan satu-satunya istilah yang berhubungan dengan sindrom perubahan fisiologis yang berkaitan dengan usia dengan penurunan bertahap dan progresif di tingkat testosteron yang terjadi dengan penuaan, andropause saat ini digunakan para ahli untuk mempertahankan beberapa analogi dengan menopause pada wanita (Matsumoto et al., 2002). Penurunan hormon androgen pada pria andropause mengakibatkan keluhan baik secara fisik maupun psikis sebab androgen memainkan peran penting dalam pengembangan dan pemeliharaan fungsi reproduksi dan seksual laki-laki. Rendahnya tingkat sirkulasi androgen dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan seksual laki-laki, menghasilkan kelainan bawaan pada saluran reproduksi laki-laki. Rendahnya kadar androgen juga menyebabkan kesuburan berkurang, disfungsi seksual, penurunan pembentukan otot dan mineralisasi tulang, gangguan metabolisme lemak, dan disfungsi kognitif. Kadar testosteron menurun sebagai proses penuaan. Gejala dan keluhan akibat penurunan hormon testosteron pada pria dapat memperoleh manfaat dari terapi testosteron (Nieschlag et al., 2010). 2.1.2
Patofisiologi Produksi testosteron pada pria dikendalikan oleh hipotalamus - hipofisis -
gonad (HPG) axis. Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) disekresikan dari hipotalamus, sehingga merangsang kelenjar hipofisis untuk melepaskan hormon
9
luteinizing (LH), yang bekerja pada sel-sel testis Leydig untuk memproduksi testosteron (Tunuguntla, 2005). Sembilan puluh delapan persen dari testosteron dalam plasma terikat dengan protein, 65 % dengan sex hormone binding globulin ( SHBG ) dan 33 % dengan albumin, hanya terdapat 2 % testosteron bebas dalam serum. Bentuk non SHBG terikat testosteron bersama dengan testosteron bebas, merupakan fraksi aktif biologis testosteron. Hipotalamus-Pituitari-Gonad (HPG) merupakan sumbu kompleks dan berinteraksi dengan sejumlah sistem endokrin lainnya, produksi hormon juga dipengaruhi oleh penuaan. Sejumlah hormon mengalami penurunan akibat dari proses penuaan, seperti halnya hormon androgenik (dehydroepiandrosterone dan sulfatnya) yang dilepaskan dari kelenjar adrenal. Hormon melatonin yang disekresikan dari pineal juga berkurang jumlahnya dengan adanya penuaan, dimana hormon ini bertanggung jawab untuk gangguan tidur dan biorhythms. Level growth hormone juga mengalami penurunan dengan adanya proses penuaan sehingga menurunkan massa dan kekuatan otot, hal ini terlihat juga pada pria dengan keadan hipogonadisme (Leifke et al., 2000). Kadar hormon estrogen dan kortikosteroid pada pria tidak tampak signifikan berubah pada saat proses penuaan. Penelitian terbaru membuktikan bahwa hormon yang diproduksi oleh adiposit, leptin dapat berperan dengan androgen dalam mempertahankan massa tubuh. Menurunnya tingkat testosteron total terlihat pada pria hanya dalam dekade keenam kehidupan. Pengurangan kadar testosteron bebas terjadi sebelumnya (1 % penurunan per tahun antara usia 40 tahun dan 70 tahun ). Penurunan
10
ini disebabkan oleh konsentrasi SHBG meningkat pada tingkat 1,2 % pertahun. Fraksi testosteron bebas menurun secara proporsional seiring dengan peningkatan jumlah situs testosteron mengikat SHBG. Penuaan berimbas pula pada fungsi sel Leydig dan menunkan sensitivitas HPG axis. Sekitar 7% pria diantara 40-60 tahun, 20 % pada pria antara usia 60-80 tahun, dan 35 % lebih dari 80 tahun memiliki konsentrasi total testosterone rendah, dibawah tingkat normal 350 ng/dL (Tunuguntla, 2005).
SHBG
Gambar 2.1 Perbandingan testosteron dalam sirkulasi pada pria muda dan tua (Sumber : Morley et al., 2003)
2.1.3
Fisiologi Penurunan Hormon Testosteron Testosteron merupakan hormon seks steroid pria (androgen) yang terpenting,
yang terbentuk dari kolesterol. Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstitial Leydig di dalam testis. Testis mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut dengan androgen, termasuk testosteron, dehidrotestosteron dan
11
androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga dapat dianggap sebagai hormon testiskuler yang terpenting, walaupun sebagaian besar testosteron diubah menjadi hormon dehidrotestosteron yang lebih aktif pada jaringan target. Sebelum testosteron menjadi bioaktif biasanya androgen ini harus diubah terlebih dulu menjadi dehidrotestosteron pada sel-sel target. Androgen pada umumnya (testosteron, dehidrotestosteron, androstenedion, 17-ketosteroid) sangat dibutuhkan untuk perkembangan sifat-sifat seks primer maupun sekunder (maskulinitas) pada laki-laki. Testosteron sebagian besar (95%), disekresikan oleh sel-sel Sertoli di dalam jaringan testis yang berada di antara jaringan-jaringan interstitial yang hanya merupakan sekitar 5% dari seluruh jaringan testis. Testosteron sisanya diproduksi oleh kelenjar adrenal. Disamping hormon-hormon steroid yang disebutkan, testis masih memproduksi androgen yang kurang poten (bersifat androgen lemah) seperti DHEA dan androstendion (Gerhard et al,. 2010). Sel-sel Leydig selain memproduksi estradiol, masih juga mensekresikan (dalam jumlah yang sangat kecil) estron, pregnenolon, progesteron, 17-alfa-hidroksiprogesteron. Perlu diingat bahwa tidak semua dehidrotestosteron dan estradiol disekresikan oleh sel-sel Leydig dari testis, tapi hormon-hormon seks steroid dapat juga dibentuk oleh prekursor androgen dan estrogen pada jaringan perifer lainnya, seperti kelenjar adrenalin bahkan 80% dari hormon steroid tadi yang dapat ditemukan dalam peredaran darah berasal dari prekursor androgen (Rolf et al,. 2010).
12
Androgen dalam peredaran darah pada umumnya didapatkan dalam bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein (binding protein). Hanya sebagian kecil testosteron saja di dalam peredaran darah terdapat dalam bentuk yang bebas sebagai free testosterone. Free testosterone hanya dapat ditemukan sekitar 2% saja. Sekitar 38% testosteron terikat pada protein albumin, selebihnya sebanyak 60% terikat pada globulin (SHBG) sex hormone binding globulin. Ikatan itu terkadang juga ditemukan sebagai testosterone-estradiol-binding-globulin. Dengan ikatan-ikatan seperti itu androgen-androgen menjadi lebih mudah dapat memasuki sel-sel targetnya dan memberikan efek fisiologiknya (Rolf et al,. 2010). Pada sel-sel target testosteron pada umumnya akan diubah menjadi dehidrotestosteron, namun di dalam hepar sebagian besar testosteron akan diubah menjadi berbagai macam metabolit, misalnya menjadi androsteron, epiandrosteron dan etiokholanolon. Metabolit-metabolit tersebut setelah berkonjugasi dengan glucuronic acid akan dikeluarkan melalui urin sebagai 17-ketosteroid. Dalam penentuan kadar 17-ketosteroid di dalam urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 2030% ketosteroid urin itu berasal dari testosteron, sedangkan selebihnya berasal dari metabolit hormon steroid adrenalis dan lainnya. Dengan demikian penentun kadar 17ketosteroid, urin tidak dapat mewakili atau dijadikan pedoman untuk menentukan kadar steroid dari testis (Rolf et al,. 2010). Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dl. Sedangkan kadar testosteron pada pria dewasa adalah sebagai berikut: free testosterone sebesar 0,47 – 2,44 ng/dl atau 1,6% -2,9%. Kadar hormon pada pria dianggap andropause
13
apabila dibawah 200 ng/dl (7 nmol/l), kadar maksimal hormon testosteron pada pria andropause (usia > 50 tahun) diatas 720 ng/dl atau < 0,23 nmol/l untuk kadar free testosterone (Rosner et al., 2007). Kadar hormon testosteron pada pria Indonesia untuk testosteron bebas pada usia 40-59 tahun sebesar 7.2-23 pg/ml, pada usia 60-80 tahun sebesar 5.6-19 pg/ml. Nilai total testosterone pada pria Indonesia sebesar 280-800 ng/dl. Pria pada usia 4559 tahun mulai merasakan gejala dan keluhan andropause pada tingkat rata-rata testosterone bebas sebesar 10.97 pg/ml dan kadar testosterone total sebesar 461.61 ng/dl. Pria pada usia 60-70 tahun merasakan gejala dan keluhan andropause pada level testosterone bebas sebesar 10.10 pg/ml serta kadar testosteron total sebesar 493.99 ng/dl (Pangkahila, 2009). Testosteron total terdiri dari 60% testosteron terikat globulin, 38% testosteron terikat albumin, dan 2% testosteron bebas. Komponen aktif dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang kemudian diubah oleh enzim menjadi estradiol (dengan aromatase) dan dehidrotestosteron (dengan 5α reduktase). Free androgen index (FAI) menunjukan hubungan antara konsentrasi testosteron dengan protein pengikat androgen (Rolf et al,. 2010). 2.1.4
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Hormon Testosteron Penurunan hormon pada hipogonad terjadi secara perlahan sehingga
seringkali tidak menimbulkan gejala. Keluhan baru timbul jika ada penyebab lain yang mempercepat penurunan hormon testosteron dan hormon-hormon lainnya.
14
Beberapa faktor dibawah ini menjadi penyebab penurunan hormon testosteron antara lain : 1. Faktor internal Pengaruh internal bisa dari tubuhnya sendiri atau genetik. Terjadi karena adanya perubahan hormonal/organik. Juga bisa karena sudah mengidap penyakit tertentu seperti hipertensi, hiperkolesterol, obesitas atau DM. 2. Faktor eksternal Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lain kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia bersifat estrogenik yang sering digunakan dalam bidng pertanian,pabrik dan rumah tangga. Juga dapat karena faktor psikis seperti kebisingan dan perasaan tidak nyaman. Gaya hidup tidak sehat seperti merokok, minum-minuman keras, pola makan tidak seimbang (Zen et al., 2009). 2.1.5
Gejala dan Keluhan akibat Penurunan Hormon Testosteron
1. Gangguan vasomotor Tubuh terasa panas, berkeringat, insomnia, rasa gelisah dan takut terhadap perubahan yang terjadi. 2. Gangguan fungsi kognitif dan suasana hati (psikis) Mudah lelah, menurunnya konsentrasi, berkurannya kerjasama mental, keluhan depresi, dan hilanya rasa percaya diri, menurunnya motivasi dan inisiatif terhadap berbagai hal. 3. Gangguan virilitas
15
Menurunnya energi dan tenaga secara signifikan menurunnya kekuatan dan massa otot, perubahan pertumbuhan rambut dan kualitas kulit, penumpukan lemak pada daerah abdominal dan osteoporosis, karena berkurannya massa tulang/densitas tulang, fraktur tulang yang meningkat. 4. Gangguan seksual Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktifitas seksual, kualitas orgasme menurun, berkurannya kemampuan ereksi spontan, berkurannya kemampuan ejakulasi, mengecilnya testis dan menurunnya volume ejakulasi, menurunnya libido yang berimbas pada menurunnya minat terhadap aktivitas seksual (Matsumoto et al., 2002 ; Nandy et al., 2008). 2.2
ANATOMI PENIS
2.2.1
Penis Manusia Penis adalah alat kelamin eksternal dan merupakan organ kopulasi pria yang
juga berfungsi sebagai saluran keluar bersama urin dan semen. Penis terdiri atas: 1) radix penis yang melekat pada regio (trigonum) urogenitale perineum, 2) korpus yang tertutup sempurna oleh kulit, dan 3) glans penis yang berbentuk kerucut bulat. Radix penis terdiri atas tiga masa jaringan erektil pada trigonum urogenitale, yakni dua buah crus dan satu bulbus penis. Masing-masing crus penis melekat erat pada tepi ramus ischiopubis pelvis dan tertutup oleh muskulus ischiocavernosus. Dekat tepi inferior simpisis pubis, kedua crus tersebut membelok ke arah bawah dan depan menjadi korpus kavernosum. Sewaktu melintas ke arah anterior, crus penis bersatu dengan pasangannya. Bulbus penis berada di antara crura penis dan melekat pada aspek
16
inferior membran perinealis. Kearah anterior bulbus penis menyempit menjadi korpus spongiosum, membelok ke arah bawah dan depan. Bulbus penis diliputi oleh m.bulbospongiosus ditembus oleh uretra pars kavernosa yang melintas sampai glans penis. Bagian uretra yang berada dalam bulbus penis ini memiliki pelebaran, sebagai fossa intrabulbar. Kulit penis orang dewasa sangat tipis dan berwarna agak gelap dan longgar (Gunardi, 2007 ; Jordan et al., 2012). Korpus penis terdiri atas tiga masa erektil panjang, yang mampu membesar bila terisi darah sewaktu ereksi. Korpus memiliki permukaan yang penamaannya didasarkan sewaktu ereksi, permukaan sebelah posterosuperior penis disebut dorsum penis dan aspek lawannya disebut permukaan uretral. Masa-masa erektil tersebut adalah korpora kavernosa kanan dan kiri serta korpus spongiosum penis yang letaknya digaris tengah permukaan uretral korpora kavernosa penis. Masa-masa erektil ini saling melekat erat pada seluruh panjangnya. Tunika albuginea lapis luar menutupi ketiga masa jaringan erektil ini. Tunika albuginea lapis dalam menutupi korpora kavernosa penis dan terpisah dengan tunika albuginea lapis dalam yang menutupi korpus spongiosum. Ujung korpora kavernosa berada dalam cekungan pada aspek proksimal glans penis. Permukaan dorsal korpus penis berisi vena dorsalis penis profunda. Dari sini, ke arah lateral kanan dan kiri, berturut-turut dijumpai arteri dorsalis penis dan nervus dorsalis penis (Young et al., 2000). Korpus spongiosum penis dilintasi uretra. Dekat ujung penis, korpus spongiosum membesar, membentuk bangunan semu kerucut yang disebut glans penis. Basis glans penis mempunyai proyeksi melebar yang disebut korona glandis; di
17
belakang korona glandis ini terdapat penyempitan yang disebut kolum penis. Fossa navicularis urethrae berada dalam glans penis dan bermuara lewat celah sagital pada atau dekat apeks glans penis yang dikenal sebagai orificium urethrae externum (Gunardi, 2007). Kulit penutup glans penis terlipat, membentuk preputium penis. Bagian dalam lapis preputium ini dilekatkan pada glans penis dan tepi mukosa orificium urethrae externum melalui sebuah lipatan mukosa digaris tengah yang disebut frenulum preputii. Sensitivitas kulit sekitar frenulum preputii sangat tinggi. Pada korona glandis dan kolum penis dijumpai kelenjar-kelenjar sebasea yang menghasilkan smegma (Young et al., 2000). 2.2.2
Anatomi Penis Tikus Pada beberapa mamalia termasuk tikus, penis sebagai organ kopulasi untuk
mentransfer sperma dari hewan jantan ke betina. Penis memiliki 3 jaringan erektil yaitu 2 korpora kavernosa yang terletak di bagian ventral di sisi kiri kanan penis dan satu korpus spongiosum yang terletak di bagian dorsal. Tiap korpus kavernosum dikelilingi oleh selapis membran tebal yaitu tunika albuginea yang terdiri dari ikatanikatan jaringan kolagen, jaringan fibrous, dan otot-otot polos. Bagian-bagian ini dipisahkan oleh endotel yang selanjutnya berhubungan dengan pembuluh darah (Kelly, 2000). Penis memiliki jaringan tulang yang dinamakan os. Penis atau baculum. Baculum meningkatkan kekakuan dari penis, yang akan membesar dan berubah bentuknya seiring dengan pertambahan usia hewan. Baculum menempati 28% dari
18
ujung distal penis, sedangkan korpus kavernosum menempati sebagian besar panjang penis. Baculum dikelilingi oleh ruang vaskuler dari korpus spongiosum dan ujung proksimalnya berdempetan dengan bagian distal korpus kavernosum oleh selapisan fibrokartilago. Potongan melintang dari baculum dan korpus kavernosum memperlihatkan bahwa kedua struktur dipisahkan oleh selapisan jaringan fibrokartilago dengan ketebalan rata-rata 0,001 mm, serat-serat kolagen pada dinding korpus spongiosum berbatasan langsung dengan baculum (Kelly, 2000). Korpus kavernosum terdiri atas ruang-ruang vaskuler tunggal dan dikelilingi dinding tebal yakni tunika albuginea. Ruang vaskuler bentuknya agak elips, pada bagian ventral terdapat lekukan berbentuk tapal kuda yang dikelilingi oleh korpus spongiosum. Tunika albuginea terdiri atas serat-serat kolagen dalam bentuk ikatan paralel beraturan (Kelly, 2000).
Gambar 2.2 Anatomi Penis Tikus (Sumber : Kelly, 2000)
19
2.3
KONSEP HORMON TESTOSTERON Testosteron adalah hormon seks pria yang tergolong hormon androgen. Istilah
androgen berarti hormon steroid yang mempunyai efek maskulinisasi, terdiri atas testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenedion. Testosteron merupakan hormon utama dan terpenting diantara ketiganya, sedangkan dihidrotestosteron dan androstenedion adalah bentuk androgen yang lemah. Semua androgen merupakan senyawa steroid baik dalam testis maupun dalam adrenal, androgen dapat dibentuk dari kolesterol atau langsung dari asetil koensim A. 2.3.1
Sintesis, Sekresi, dan Regulasi Testosteron terutama disintesis dan disekresikan oleh testis. Testis
memproduksi antara 5-7 mg/hari atau sekitar 95% dari total produksi pada pria dewasa, sisanya diproduksi oleh zona retikularis korteks adrenal. Pelepasan testosteron mempunyai ritme sirkadian (circadian rhythm) dengan levelnya pada sirkulasi mencapai puncaknya antara pukul 06.00-08.00 dan level terendah antara pukul 18.00-20.00. Testosteron disintesis dari kolesterol pada sel Leydig testis. Sumber kolesterol ini bisa berasal dari sintesis pada sel Leydig dan sirkulasi. Untuk mempertahankan testosteron pada tingkat yang tepat maka kecepatan produksi harus seimbang dengan metabolisme dan ekskresi. Pengaturan sintesis dan sekresi testosteron adalah melalui Hypothalamic-Pituitary-Testicular Axis. Hipothalamus mensekresi Gonadotrophin-Releasing Hormone (GnRH) yang mengatur sekresi LH dan FSH (Follicle-Stimulating Hormone) dari hipofisis (pituitary) anterior. LH menstimulasi sekresi testosteron dari sel Leydig dengan meningkatkan cyclic
20
adenosine monophosphate (cAMP) dan level kalsium intraseluler. Bila level testosteron sudah mencukupi, maka testosteron akan menimbulkan negative-feed back ke hipofisis dan hipothalamus. Sedangkan FSH utamanya berpengaruh terhadap sel Sertoli untuk menginisiasi dan pemeliharaan proses spermatogenesis. FSH juga menstimulasi sintesis dan pelepasan hormon inhibin dan activin dari sel Sertoli. Inhibin menyebabkan negative-feed back ke hipofisis sehingga menekan pelepasan FSH (Jones, 2012). 2.3.2
Testosteron pada Sirkulasi Terdapat tiga fraksi testosteron pada serum. Proporsi yang paling besar (50-
80%) adalah testosteron yang terikat dengan sex hormone binding globulin (SHBG), 20-50% berikatan dengan albumin, dan 2-3% yang bebas atau tidak berikatan (free testosteron). Free testosteron dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan mempunyai half-life yang pendek, kira-kira 10 menit. Testosteron berikatan sangat kuat dengan SHBG, tidak mempunyai efek biologis aktif dan mungkin berfungsi sebagai simpanan hormon pada sirkulasi. Testosteron berikatan secara lemah dengan albumin dan bisa lepas untuk menimbulkan efek biologis. Free testosteron dan testosteron yang berikatan dengan albumin disebut bioavailable testosteron (Klingmuller et al., 2006; Jones, 2012). 2.3.3
Metabolisme Testosteron Testosteron dimetabolisme menjadi metabolit aktif dan inaktif. Metabolit aktif
testosteron adalah 17β-estradiol dan 5α-dihydrotestosterone (DHT). Testosteron dikonversi menjadi 17β-estradiol oleh enzim aromatase. Enzim aromatase
21
mempunyai aktivitas yang tinggi pada jaringan lemak, khususnya pada lemak visceral. Makin besar jumlah lemak maka produksi 17β-estradiol akan semakin besar. Tempat lain aktivitas aromatase adalah pada testis, prostat, dan tulang. Konversi testosteron menjadi DHT adalah oleh enzim 5α-reduktase. Proporsi testosteron yang dikonversi menjadi 17β-estradiol dan DHT tergantung dari individu dan jenis jaringan, misalnya produksi DHT lebih tinggi pada prostat dan estradiol lebih tinggi pada tulang (Jones, 2012). Testosteron dan androgen yang lain, termasuk DHT diinaktivasi melalui reduksi, oksidasi, dan hidroksilasi oleh liver, yang kemudian berikatan dengan asam glukoronat. Metabolit ini kemudian akan diekskresikan oleh ginjal (Jones, 2012). 2.3.4
Efek Biologis Testosteron dan Metabolitnya Hormon testosteron secara langsung dapat menimbulkan efek biologis dan
dapat melalui metabolitnya yaitu DHT dan 17β-estradiol. Diferensiasi seksual pada embrio, selama pubertas, dan memelihara virilisasi, utamanya tergantung dari kombinasi efek dari testosteron dan DHT. DHT, mempunyai peran yang lebih besar terhadap kedalaman suara, peningkatan produksi sebum, dan pembesaran dari genetalia eksterna, termasuk panjang penis. Pentingnya DHT pada kasus ini, dapat dibuktikan pada keadaan gangguan fungsi enzim 5α-reduktase, akan menyebabkan terjadinya mikropenis (Jones, 2012). Efek tostosteron dan DHT sangat tergantung dari topografi tubuh. Pertumbuhan jenggot tergantung dari testosterone, sedangkan pertumbuhan rambut aksila dan pubis tergantung dari DHT. DHT menghambat pertumbuhan rambut
22
kepala sehingga bisa menyebabkan kebotakan pada beberapa pria. Pertumbuhan dan kekuatan otot tergantung dari testosteron dan tidak tergantung pada DHT. Testosteron merangsang haematopoiesis melalui dua mekanisme, yaitu: menstimulasi produksi erythropoietin renal dan ekstra-renal dan efek langsung pada sumsum tulang. Estrogen (17β-estradiol) pada pria berguna untuk memelihara kekuatan tulang dan penutupan epifisis. Pria dengan defisiensi enzim aromatase akan menjadi osteoporosis. Terdapat banyak bukti bahwa testosteron mempunyai efek terhadap metabolisme, meningkatkan sensitivitas insulin dan toleransi glukosa, pada metabolisme lemak dapat menurunkan kadar kolesterol dan meningkatkan HDL (high-density lipoprotein). Testosteron juga berefek sebagai vasodilator melalui efek langsung terhadap otot polos. Estradiol juga berefek sebagai vasodilator melalui pengaruhnya terhadap nitrit oksida. Testosteron mempunyai efek psikotropik yang penting terhadap otak, yaitu dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan mood dan libido, meningkatkan fungsi kognitif seperti visual-spatial skill, memori jangka pendek, dan kemampuan matematika (Sakka et al., 2010). Disfungsi ereksi dihubungkan dengan terjadinya defisiensi testosteron. Penelitian yang dilakukan pada binatang, menunjukkan bahwa kekurangan testosterone menyebabkan kehilangan elastik fiber, digantikan dengan jaringan kolagen pada tunika albuginea, selubung saraf, dan otot polos pembuluh darah. Lebih jauh, ditemukan adanya jaringan lemak pada tunika albuginea dan korpus kavernosum. Bukti-bukti ini menggambarkan bahwa testosteron berperan penting dalam mempertahankan struktur penis dan untuk terjadinya aktivitas normal dari NO,
23
yang merupakan zat utama dalam proses terjadinya ereksi, sangat tergantung dari testosterone (Sakka et al., 2010). Setelah umur 40 tahun level testosteron akan turun 1-2% per tahun. Beberapa studi melaporkan terjadi penurunan level testosteron mencapai kurang dari 12 nmol/l pada pria umur 40-60 tahun sebesar 7%, 60-80 tahun sebesar 21%, dan umur lebih dari 80 tahun sebesar 35%. Penurunan produksi testosteron ini terjadi karena kegagalan pada hipothalamus, hipofisis, dan testis. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan kejadian osteoporosis, anemia, penurunan kognitif, depresi, metabolik sindrom, dan disfungsi ereksi pada usia tua (Guyton dan Hall, 2002; Jones, 2012). 2.4
KONSEP TERAPI SULIH TESTOSTERON Hipogonadisme mempengaruhi sekitar 40% dari pria berusia 45 tahun atau
lebih tua, meskipun kurang dari 5% dari orang-orang yang benar-benar didiagnosis dan diobati untuk kondisi tersebut. Meskipun terdapat beberapa kontroversi, terapi sulih testosteron telah ditetapkan sebagai pengobatan utama yang aman dan efektif untuk hipogonaidisme (Bebb, 2011). Indikasi terapi pada pria yakni keadaan hipogonad yang menunjukan gejala klinis yang kompleks seperti adanya gejala-gejala hipogonadisme dan penurunan level hormon testosteron. Ambang batas level hormon testosteron yang menimbulkan gejala-gejala hipogonad bervariasi tergantung jenis gejala dan individu (Arver dan Lehtihet, 2008). Formulasi dari testosteron adalah formula yang mampu menormlisasi level testosteron yang beredar dan juga dapat menimbulkan level yang fisiologis dari
24
metabolit aktifnya yaitu: estradiol dan DHT. Bentuk-bentuk sediaan testosteron adalah testosteron oral, testosteron bukal, testosteron gel, trasdermal testosteron patchess, testosteron injeksi dan implan. Testosteron mempunyai waktu paruh yang pendek tetapi dengan esterifikasi waktu paruhnya dapat diperpanjang setelah injeksi intramuskuler. Jenis-jenis ester yang telah digunakan adalah propionat, fenilpropionat isocaproat, enanthate, undecanoat, decanoat (Arver dan Lehtihet, 2008). Salah satu jenis preparat sulih testosteron yang ada adalah sustanon ‘250’ yang merupakan oil-based injectable esterized testosteron yang terdiri dari testosteron propionat 30 mg, fenilpropionat 60 mg, testosteron isocaproat 60 mg, dan testosteron decanoat 100 mg (Roberts, 2010). Dahulu penurunan kadar testosteron terkait usia dianggap tidak bisa diobati, tetapi paradigma ini sekarang telah berubah. Saat ini terapi sulih hormon adalah yang paling direkomendasikan untuk penanganan andropause. Pemberian testosteron adalah pilihan paling baik saat ini. Belum ada kesepakatan ambang standar untuk memulai pengobatan defisiensi testosteron. Kadar testosteron 200 ng/dl yang diambil pada pagi hari dianggap rendah. Tetapi angka ini tidak dapat dikaitkan dengan usia. Karena nilai 300 ng/dl mungkin normal untuk pria berusia 65 tahun, tapi tidak normal untuk
usia
30
tahun.
Prinsip
penetalaksanaan
terapi
testosteron
adalah
mempertahankan kadar testosteron pada nilai normal, tetapi di berikan jika kadar testosteron cenderung turun, tanpa menunggu kadar testosteron tersebut berada dibawah nilai normal.
25
2.4.1
Preparat Terapi Sulih Testosteron Beberapa jenis sediaan preparat pemberian testosteron yang direkomendasikan
untuk terapi penggantian/sulih testosteron adalah sebagai berikut : 1. Gel
: 5 sampai 10 gram gel testosteron diterapkan setiap hari.
2. Tablet : 80 mg testosteron undecanoate diminum dua kali sehari dengan makanan. 3. Injeksi 1000 mg testosterone undecanoate intramuskular yang diberikan pada pada minggu ke- 0, 6, 18, 30 dan minggu ke- 42 dapat meningkatkan komponen kesehatan mental dan kualitas hidup pada pria hipogonad, khususnya vitalitas ( mencerminkan tingkat energi ), fungsi sosial dan peran fungsi fisik. Meskipun skor komposit kesehatan fisik tidak menunjukkan peningkatan signifikan secara statistik, akan tetapi ada kecenderungan peningkatan yang ditunjukkan pada minggu ke-30, hingga minggu ke-48 menunjukkan peningkatan yang berkelanjutan dalam kekuatan fisik (Bassil et al., 2009). Berikut adalah preparat testosteron yang ada di indonesia: 1.
2.
Per oral a.
Testosteron undecanoat 400 mg
b.
Meterolone tablet 25 mg
Per intramuskular injeksi a.
Kombinasi testosteron propionat 30 mg, testosteron phenypropionat 60 mg, testosteron decanoat 100mg ampul (sustanon)
26
b. 3.
Testosteron undecanoat 1000 mg ampul (nebido)
Testosteron transdermal Gel testosteron (tostrex 2% gel) (Zen et al., 2009). Salah satu jenis preparat sulih testosteron yang ada adalah Sustanon ‘250’ yang
merupakan oil-based injectable esterized testosterone yang terdiri dari testosteron propionat 30 mg, testosteron fenilpropionat 60 mg, testosterone isokaproat 60 mg, dan testosteron dekanoat 100 mg. Ada dua keuntungan menggabungkan beberapa ester dalam formula yang sama seperti pada Sustanon ‘250’. Di sini, dengan menggunakan beberapa ester memungkinkan konsentrasi total cukup tinggi 250 mg/mL tanpa memerlukan persentase besar dari zat yang mempertinggi kelarutan dalam vehicle. Secara umum, kelarutan dari ester yang berbeda dari steroid hampir independen satu sama lain, jadi misalnya jika vehicle (minyak ditambah zat yang dapat mempertinggi kelarutan) dapat melarutkan 100 mg/mL satu ester steroid saja atau 100 mg/mL ester steroid yang lain, hal ini mungkin bisa melarutkan total 200 mg/mL sebagai kombinasi keduanya. Hal ini dapat menambah kenyamanan. Keuntungan kedua dari pencampuran ini adalah bahwa lama kerja obat dapat diperpanjang dengan menggunakan ester long-acting dalam campuran tanpa menyebabkan onset yang lambat bila ester seperti itu diberikan secara terpisah. Dengan demikian kerja sustanon ‘250’ dimulai segera setelah penyuntikan dan dipertahankan selama kurang lebih 3 minggu (Roberts, 2010).
Terapi sulih testosteron dianjurkan untuk pria yang mengalami sindrom defisiensi androgen, agar dapat memperbaiki fungsi seksual dan kepadatan tulang. Hasil terapeutik sebaiknya dapat meningkatkan kadar testosteron sampai kadar 400-
27
800 mg/dl untuk pria dewasa muda. Untuk pria dewasa tua sebaiknya mencapai kadar yang lebih rendah yaitu 300-500 mg/dl (Bhasin et al., 2006). Terapi sulih testosteron pada umumnya dilakukan dalam jangka panjang, dan memerlukan pemeriksaan evaluasi dan monitor yang teratur, termasuk pemeriksaan kadar hormon dan reaksi yang terjadi. 2.4.2 Efek samping testosteron replacement Efek samping dalam penggunaan injeksi testosteron dosis tinggi berbeda pada setiap individu. Gejala-gejala hiperandrogen adalah: 1.
Efek pada gonadotropin, spermatogenesis, dan fungsi seksual
2.
Efek pada metabolisme dan beberapa sistem organ: a.
Efek anabolik (efek pada keseimbangan nitrogen, perkembangan otot, dan sebagainya)
b.
Efek pada hematopoesis dan formasi trombus
c.
Retensi air dan garam
d.
Efek metabolik lainnya (termasuk efek pada ginjal, pernapasan, dan metabolisme tulang)
3.
Efek virilisasi
4.
Mempengaruhi sistem saraf pusat
5.
Efek terhadap hepar dan hipersensitivitas
6.
Efek teratogenik Efek samping testosteron dosis tinggi antara lain hirsutisme, acne, dan
alopecia, dan yang berkaitan dengan sistem reproduksi wanita yaitu amenore dan
28
infertilitas. Hiperandrogenisme juga dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler yang serius (seperti hipertensi, penyakit mikrovaskuler, dan dislipidemi), dan penyakit metabolik lainnya (Diabetes Melitus tipe 2). (Bassil et al., 2009; Wang et al., 2010). 2.5
PERAN ANDROGEN PADA JARINGAN EREKTIL PENIS TIKUS
2.5.1
Androgen Menjaga Integritas Struktur Tunika Albuginea dan Jaringan Ikat Matrix Fibroelastik. Testosteron berperan dalam proses proliferasi sel pada jaringan penis dengan
cara mengubah testosteron menjadi 5α-dihidrotestosteron (DHT) oleh enzim delta 3 ketosteroid-5α-reduktase (5α-reduktase), yang berikatan dengan protein tertentu oleh reseptor androgen (AR). Kompleks reseptor steroid ini bertranslokasi ke dalam inti sel dan memulai gen transkripsi, sehingga mengakibatkan ekspresi gen target androgen yang memainkan peran penting pada pertumbuhan jaringan penis (Yan et al., 2014). Ablasi androgen yang dikarenakan kastrasi pada hewan percobaan menimbulkan tanda yang jelas dalam peningkatan matriks ekstraselular, bersamaan dengan pengurangan pada otot polos hingga jaringan ikat, rasionya mencapai 2 kali lipat. Pengurangan jaringan yang kaya akan fibroelastik ini mempengaruhi struktur jaringan penis dan melemahkan hemodinamik penis, sehingga terjadi disfungsi ereksi. Beberapa studi mengungkapkan bahwa androgen berperan memodulasi matriks ekstraselular melalui ekspresi faktor pertumbuhan (Natoli et al., 2005).
29
Peran faktor pertumbuhan masih perlu diteliti lebih lanjut pada jaringan penis. Penurunan serat elastis dan perubahan fitur mikroskopis dapat menyebabkan disfungsi ereksi dengan merusak fungsi venooklusif dari tunika albuginea. Studi kasus baru-baru ini telah berhasil membuktikan adanya pemulihan fungsi ereksi pada pria yang mengalami disfungsi ereksi yang disebabkan kebocoran vena setelah diberikan terapi androgen. Pengamatan ini menunjukkan bahwa androgen berperan dalam mempertahankan struktur jaringan ereksi (Yassin et al., 2006; Kurbatov et al., 2008; Traish dan Guay, 2009) 2.5.1
Androgen Menjaga Fungsi dan Struktur Endotelia Vaskular Peranan androgen dibuktikan oleh para peneliti bahwa endotel pembuluh
darah memodulasi tonus otot polos korpus kavernosum melalui produksi NO dan faktor parakrin, seperti prostaglandin, endotelin, platelet diturunkan faktor pertumbuhan, dan mengubah faktor pertumbuhan b1 [TGF-b1] (Moreland, 2000; Bivalacqua et al., 2003; Solomon et al., 2003; Guay, 2005, 2007; Musicki dan Burnett, 2007; Watts et al., 2007). Berbagai keadaan pada endothelium (seperti iskemia, hipoksia dan arteriosclerosis) dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan tingkat faktor parakrin, yang mengubah fungsi dan pertumbuhan sel otot polos. Sebuah studi terbaru oleh Liu et al (2007), menunjukkan bahwa kehilangan androgen oleh karena kastrasi atau terapi 5α-reduktase inhibitor menghasilkan kerusakan pada struktur endothelium, sebagaimana yang dibuktikan dengan menggunakan microskop elekron (Moreland, 2000).
30
Endotelium dari hewan yang tidak dikastrasi menunjukkan permukaan yang halus dengan tampilan ultrastruktur yang teratur sedangkan endothelium pada hewan yang dikastrasi memiliki permukaan kasar dan menonjol, serta tampak tidak teratur. Tercatat terdapat perubahan kontak antar sel dan adhesi
sel darah merah pada
permukaan endothelium. Pemberian testosteron pada hewan yang dikastrasi berangsur-angsur terjadi pengembalian struktur integritas pada endothelium dan tercatat masih terdapat beberapa lesi yang tersisa. Data dari penelitian ini menunjukkan bahwa kekurangan androgen menghasilkan kerusakan endotel vaskular dan integritas struktural endotel dipulihkan dengan pemberian androgen (Traish dan Guay, 2009). Akishita et al (2007) melaporkan bahwa dalam 187 pasien rawat jalan lakilaki berturut-turut yang menjalani pengukuran flow-mediated vasodilatasi (PMK) dari arteri brakialis menggunakan ultrasonografi, testosteron bebas dan total secara signifikan berkorelasi dengan persentase PMD. Korelasi ini tergantung dari usia, indeks massa tubuh, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes mellitus, dan merokok, menunjukkan efek perlindungan dari testosteron endogen pada endothelium. Pengembalian atau remodeling dari kerusakan endothelia, sebagian tergantung pada penggabungan Premature Circulating Progenitor Cells (PCs) dan Mature Circulating Endothelial Progenitor Cells (EPCs). Foresta et al (2006, 2008) meneliti efek
terapi
testosteron
berkepanjangan
pada
pria
dengan
hipogonadisme
hipogonadotropik pada PCs dan EPCs. Para penulis menyimpulkan bahwa pasien dengan hipogonadisme mengalami penurunan
tingkat PCs dan EPCs dan terapi
31
testosteron menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam sel-sel ini. Para penulis menyimpulkan bahwa hipogonadisme dikaitkan dengan angka penurunan sirkulasi PCs dan EPCs. Peningkatan proliferasi, migrasi, dan aktivitas koloni-pembentukan EPCs disebabkan oleh androgen melalui jalur AR-mediasi (Foresta et al., 2008). Defisiensi androgen menginduksi cedera pada sel endothelia yang melapisi permukaan vaskular, pada penis mengalami peningkatan sintesis dan pelepasan TGFb1, endothelin dan prostanoids kontraktil, tetapi kadar NO menurun. Secara biologis hasil dari kerusakan endotel akan membawa perubahan fenotipe otot polos, yang menyebabkan peningkatan deposisi ekstraseluler matriks (fibrosis), atrofi sel, dan menghambat pertumbuhan sel (hipoplasia). Fibrosis ini dapat menyebabkan perubahan kontraktilitas yang mengarah ke disfungsi ereksi vaskulogenik (Traish dan Guay, 2009). 2.5.2
Androgen dan Remodeling Struktural Jaringan Kavernosa Trabekular Korpus kavernosum penis mengandung pembuluh darah dengan karakteristik
yang khusus ditandai dengan trabecular angioarchitecture kompleks terdiri dari jenis sel yang berbeda yang berinteraksi dalam matriks ekstraselular dengan komponen utamanya adalah kolagen, serat elastis, dan Hyaluronan. Jenis sel utama termasuk sel otot polos kavernosum (CSMC), sel endotel, sel saraf, dan fibroblas. CSMC berada di kelompok dalam ruang trabekular dan mirip dengan VSMC, mereka berinteraksi dengan sel-sel endotel yang mengatur aliran darah dalam ruang karvenosum karena sifat kontraktil mereka. Testosteron memodulasi proliferasi CSMC dan fibroblas melalui jalur signal AR-dependent (Liu et al., 2006).
32
Dalam
model
hewan
percobaan,
kekurangan
testosteron
dilaporkan
menginduksi perubahan histologis yang signifikan dalam struktur trabekular kavernosum seperti apoptosis sel endotel yang melapisi ruang sinusoidal, dan berkurangnya
CSMC
disertai
dengan
peningkatan
deposisi
jaringan
ikat
menyebabkan hilangnya kavernosus secara bertahap. Evaluasi ultrastruktural menunjukkan disorganisasi spasial CSMC, dengan sejumlah besar vakuola sitoplasma yang mengandung bahan flocculent dan sejumlah penurunan myofilament sitoplasma (Traish dan Guay, 2009). Selain itu, jaringan penis dari kelinci orchiectomized memperlihatkan akumulasi yang mengandung sel-sel lemak (adipocytes) di wilayah subtunika dari corpora cavernosa, diferensiasi sel prekursor stroma ke dalam garis adipogenic yang memproduksi sel-sel lemak atau proses transdiferensiasi melibatkan CSMC telah dikemukakan sebagai mekanisme yang mungkin terjadi (Traish dan Guay, 2009). Dalam sebuah studi oleh Yamamoto et al (2004) mengemukakan apoptosis sel endotel pada jaringan kavernosa dari tikus yang dikastrasi dikaitkan dengan peningkatan ekspresi protein p53. Peningkatan masuknya kalsium ke dalam sel kavernosus setelah kastrasi dan aktivasi endonuklease endogen berikutnya bisa mewakili mekanisme apoptosis yang mungkin terjadi setelah kastrasi. Faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) adalah mediator parakrin yang terlibat dalam remodeling penis. VEGF bertindak melalui mekanisme parakrin meningkatkan integritas CSMC, proliferasi, dan migrasi ke lokasi yang tepat di ruang kavernosa selama proses perkembangan vaskulogenik. Perbedaan usia terkait dalam ekspresi
33
VEGF dan CSMC dari tikus dalam mengekspresikan tingkat VEGF. Injeksi VEGF intrakavernous dalam model tikus menghambat apoptosis dengan mengembalikan integritas CSMC (Rajasekaran et al., 2003). Transformasi faktor pertumbuhan b1 (TGF-b1) adalah sitokin pleiotropik yang disekresi oleh sel-sel otot polos in vitro dan oleh sel endotel in vivo, dalam kondisi normal fungsinya untuk mengatur
homeostasis penis dengan langsung
menghambat proliferasi sel dan sintesis matriks ekstraselular. Peningkatan signal TGF-b1 dilaporkan untuk merangsang fibroblast manusia untuk meningkatkan sintesis kolagen dalam kedua corpora cavernosa dan tunika albuginea. Hipoksia jaringan merupakan penyebab utama untuk meningkatkan ekspresi TGF-b1 dengan konsekuensi fibrosis pada korpus kavernosum selanjutnya terjadi ablasi bilateral saraf kavernosa atau gangguan vaskular aterosklerotik. Dalam model tikus, ekspresi TGF-b1 in-vivo pada penis tampaknya diatur oleh androgen, sementara kekurangan androgen bisa menginduksi TGF-b1 sintesis. Perbaikan struktur kavernosum bersifat reversible, terapi sulih testosteron pada tikus yang dikastrasi mampu menstimulasi DNA baru pada CSMC dan sel endothelial (Ryu et al., 2004; Vincenzo et al., 2009). 2.6 KONSEP RESEPTOR ANDROGEN Reseptor androgen merupakan anggota dari reseptor nuklear. Reseptor androgen memediasi aksi androgen dalam menjalankan fungsinya dalam perkembangan dan fungsi organ reproduksi pada pria dan wanita. Mutasi AR dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti testicular feminization mutation (Tfm) syndrome, kanker prostat dan Kennedy’s disease (Xinchang, 2010).
34
Testosteron paling banyak diproduksi pada testis (pria) dan diubah menjadi DHT pada beberapa target organ termasuk prostat. Androgen memiliki struktur hidrofobik steroid kolesterol, yang memungkinkan untuk bergerak bebas dari luar sel menuju ke dalam sel. Target intraselular androgen adalah AR. Setelah berikatan dengan androgen, AR bergerak menuju nukleus dan mengatur transkripsi pada target gen androgen. (Lambert, 2007). 2.6.1
Struktur Reseptor Androgen pada Manusia Gen AR berada pada kromosom Xq11.2-q12dan disusun dari 8 ekson dengan
rentang 186 kbp . AR NTD dikode oleh bagian wkson 1. Ekson 2 dan 3 mengkode AR DBD yang masing-masing untuk satu zinc cluster domain. AR LBD dikode oleh bagian ekson 4, 5, 6, 7, dan 8. Protein AR terdiri dari 919 asam amino, yang memiliki berat molekul 110 kD dan disusun oleh 3 structural domain: 1. N-Terminal domain (NTD) atau transactivation domain, memiliki tingkat sekuen homologi yang paling sedikit dan paling bervariasi dalam ukuran dibandingkan dengan anggota steroid receptor family. Domain ini berperan dalam meregulasi transkripsi gen target serta regulasi transkripsional via interaksi protein-protein dengan faktor transkripsi lainnya. Karakter penting dari N-terminal domain adalah adanya ulangan GAC, sandi untuk gluutamin. Pada laki-laki normal terdapat 17-29 ulangan. 2. DNA Binding Domain (DBD) terdiri dari 68 asam amino, merupakan bagian yang paling dijaga dari molekul reseptor, yang menentukan spesifisitas interaksi AR dengan DNA. DBD terdiri dari 2 kelompok, salah satunya
35
berperan dalam ikatan DNA secara langsung dan memiliki P-box untuk pengenalan spesifik androgen response element (ARE), sementara yang lainnya berperan dalam interaksi protein dan unit stabilisasi untuk dimerisasi dua molekul reseptor. 3. Ligand Binding Domain (LBD), secara prinsip fungsi LBD adalah mengikat androgen dengan afinitas tinggi. Selain itu, LBD juga berperan dalam lokalisasi nuklear, dimerisasi reseptor, dan berinteraksi dengan protein lainnya. Sekuen asam amino dari region ini menunjukkan homologi sebesar 50% dengan reseptor glukokortikoid, meneralokortikoid, dan progesteron.
Gambar 2.3 Struktur reseptor androgen (sumber: Nieschlag et al., 2010)
36
Antara DBD dan LBD terdapat hinge region (dikode oleh region 5 ekson 4), yang terdiri dari bagian utama AR nuclear targeting signal dan memediasi perpindahan AR dari sitoplasma menuju nukleus.(Galani et al., 2008) Domain androgen binding reseptor meliputi 30% dari seluruh reseptor dan bertanggung jawab untuk pengikatan androgen secara spesifik. Reseptor androgen berinteraksi dengan DNA dalam bentuk homodimer dengan 2 kompleks reseptor hormon yang identik. Kompleks dimer ditransfer dari sitosol masuk ke dalam nukleus, dan kompleks dimer tersebut mengenali sekuen spesifik (androgen sensitive region (ASR)) dari genom DNA yang mengakibatkan rangsangan transkripsi dan sintesis gen androgen-dependent (Galani et al., 2008). Testosteron mencapai target sel melalui difusi pasif. Testosteron terikat dengan reseptor androgen menyebabkan perubahan konfirmasi dan pelepasan Heat Shock Protein (HSP). HSP bertanggung jawab untuk menjaga reseptor dalam keadaan inaktif dan dapat dilepaskan dari kompleks reseptor. Kehilangan protein tersebut menyebabkan pelepasan domain fungsional dari reseptor dan diperlukan dalam transpor nukleus, dimerasi, dan pengikatan DNA. 2.6.2
Regulasi Ekspresi Reseptor Androgen pada Tikus Regulasi dari reseptor androgen pada hewan pertama kali dilakukan pada
prostat. Pada tikus penurunan androgen menyebabkan penurunan kadar reseptor androgen pada prostat. Ukuran prostat tikus menurun hingga 15% dibandingkan kelompok kontrol. Involusi organ prostat merupakan proses yang reversibel. Pemberian hormon testosteron menunjukkan regenerasi prostat yang baik, termasuk
37
ekspresi reseptor androgen. Stabilitas reseptor androgen ditingkatkan oleh ligannya. Androgen menyebabkan regulasi gen untuk mendeteksi regenerasi perkembangan prostat. Regulasi dari ekspresi reseptor androgen tergantung pada usia dan organ yang spesifik. Pada tikus, respon mRNA reseptor androgen menurun terhadap androgen seiring meningkatnya maturasi seksual . Level ekspresi reseptor androgen menurun secara permanen setelah masa pubertas namun hal ini dapat diatasi dengan penambahan androgen. Pada tikus jantan dewasa, keterbatasan perkembangan dari penis direlasikan dengan penurunan dari androgen reseptor pada korpus kavernosum, os penis dan berbagai jaringan erektil pada penis, namun pada nukleus epitel kulit dan sel-sel reseptor uretra androgen masih berekspresi (Tan et al., 2005). Ekspresi androgen reseptor dengan pola yang berbeda ditemukan di testis tikus ketika ekspresi reseptor androgen tergantung pada tingkat tertentu. Reseptor pada sel Sertoli hanya terdeteksi secara spesifik tahap spermatogenik. Mekanisme dependent ekspresi reseptor androgen tidak diketahui secara pasti. Ekspresi reseptor androgen dalam sel peritubular myoid, arteriol, dan sel-sel Leydig tidak berhubungan dengan tahap perkembangan tubulus seminiferus. Testosteron atau metabolitnya mengontrol seluruh ekspresi dari reseptor androgen pada testis tikus. Tidak terdapat reseptor androgen yang terdeteksi setelah pengambilan endogen testosteron. Pada model sel, mRNA reseptor androgen mengalami penurunan sebesar level androgen sedangkan level dari immunoreaktif reseptor androgen sellular meningkat. Penelitian secara in vitro menunjukkan peningkatan paruh waktu reseptor androgen disponsori oleh androgen. Stabilitas perbaikan dari protein reseptor yang diinduksi melalui ligan
38
dapat menghasilkan protein reseptor androgen meskipun tingkat transkripsi gen menurun (Gao et al., 2005). 2.6.3
Molekul Reseptor Androgen pada Tikus Reseptor androgen termasuk superfamili faktor transkripsi ligan-dependent.
Reseptor tersebut termasuk androgen, estradiol, progesteron, glucocorticoids, mineralocorticoids, retinoids, thyroid hormon, dan vitamin D. Reseptor tersebut memiliki 3 karakteristik struktur diantaranya : aminoterminal domain yang terlibat dalam regulasi gen, DNA binding domain yang mengandung dua zinc fingers untuk berikatan dengan DNA, C-terminal domain yang berikatan dengan ligan. Penjagaan dari nukleotida sequence tertinggi pada DNA binding domains dan ligand binding domains. Amino-terminal domains dari reseptor ini menunjukkan sedikit homolog. Ligand binding domain dan DNA binding domain berperan dalam transport nucleus dari reseptor (Tan et al., 2005). Protein reseptor androgen manusia dikodekan oleh satu gen yang terletak pada lengan panjang dari kromosom X. Androgen reseptor eDNA juga telah dikloning untuk tikus, anjing, kelinci percobaan dan katak. Urutan perbandingan reseptor tikus androgen dengan reseptor androgen manusia mengungkapkan 83% nukleotida homolog dan 85% homolog pada tingkat asam amino. Reseptor androgen promotor kedua pada tikus yang diatur oleh 5α-dihidrotestosteron dan elemen penekan di wilayah 5' telah ditemukan, untuk sequence TATA atau CCAAT tidak ditemukan. Ekspresi Sp 1 meningkat selama masa diferensiasi seksual pada tikus. Sp 1 mungkin memiliki fungsi pengaturan dalam transkripsi gen reseptor androgen. An age-
39
dependent factor (ADF) telah dilaporkan sebagai elemen pengaturan direseptor androgen promotor tikus yang terkait dengan usia dan ekspresinya tergantung dari reseptor androgen (Gao et al., 2005). 2.6.4
Reseptor Androgen Signaling Pathway Androgen memediasi sebagian besar perkembangan dan respon fisiologi
organ reproduksi pria. Androgen juga sangat penting untuk deferensiasi seksual pada pria, maturasi organ seksual saat masa pubertas serta proses spermatogenesis dan regulasi gonadotropin. Prinsip steroid androgen, testosteron dan metabolit DHT (5Alpha-dihidrotestosteron) ialah memediasi efek biologis mereka terutama berikatan dengan AR (Androgen Receptor), androgen diinduksi dari anggota superfamili reseptor nukleus dari faktor transkripsi (Heinlein dan Chang, 2002 ; Lee, 2003). Struktur AR dapat dibagi menjadi 4 fungsi domain :
NH2-terminal
transactivation domain (A/B domain), DBD (DNA-Binding Domain), hinge region dan LBD (Ligand-Binding Domain). NH2-terminal AF1 (Activation Function-1) berfungsi pada kinerja ligand-independent ketika artifisialnya dipisahkan dari LBD serta menciptakan reseptor konstitutif aktif.
Fungsi dari Ligand-dependent AF2
bertempat di LBD, dimana sangat responsible untuk mengaktifkan transkripsi yang optimal dalam respon pada ligan (Culig et al., 2003). Androgen Reseptor terikat membentuk kompleks dengan HSP (Heat-Shock Protein). Ikatan androgen ke AR diinduksi dari HSPs sehingga subsequensi reseptor berdimerisasi dan bertranslokasi kedalam nukleus, memfasilitasi AR untuk mengikat elemen respon kognitif serta merekrut koregulator untuk mengekspresi gen target.
40
Aktivitas transkripsional AR sangat dipengaruhi oleh protein regulator. Coactivator seperti halnya ARA70 (Androgen Receptor Coactivator, 70-Kd) dan ARA55 menstabilkan proses pengikat ligan ke AR. Kemampuan dari AR untuk bertranslokasi kedalam nukleus diregulasi oleh beberapa coregulators, sebagai contoh F-Actin binding protein: Filamin. Didalam nukleus, AR berinteraksi dengan DNA dengan menargetkan spesifik nukleotida dengan sequence palindromik ARE (Androgen Response Element) (Lee, 2003). Sejumlah coregulators sendiri melakukan kegiatan enzimatik seperti fosforilasi atau asetilasi, memodifikasi baik kromatin sekitarnya maupun promotor dari gen target atau coregulators lainnya. Prototypic coactivators jenis ini yang memiliki aktivitas acetyltransferase termasuk CBP (CREB Binding Protein) dimana p300 terkait erat dengan coactivators reseptor nucleus, diantaranya pCAF (p300 / CBP Associated Factor), SRC1 (steroid Receptor koaktivator-1), dan SRC3 (Culig et al., 2003). PIAS (Protein Inhibitor of Activated Signal Transducer dan Activator of Transcription (STAT)) dan ANPK (Androgen Receptor-Interacting Nuclear Kinase) juga berinteraksi dengan koaktif AR. Transkripsi aktivasi oleh AR akhirnya membutuhkan perekrutan RNA Pol II (RNA polimerase-II) dengan promotor gen target. Rekrutmen RNA Pol II dimediasi melalui perakitan GTFs (General Faktor Transkripsi) untuk membentuk kompleks pra-inisiasi, langkah pertama adalah pengikatan TBP (TATA box-Binding Protein) dekat lokasi awal transkripsi. TBP adalah bagian dari kompleks multiprotein, TFIID (Transcription Factor-IID), yang
41
juga berisi TAFII umum dan promotor spesifik (Faktor TBP-Associated) protein. TBP binding menginduksi DNA, membawa urutan terakhir dari elemen TATA dalam jarak dekat, hal ini memungkinkan interaksi antara GTFs dan steroid kompleks reseptor-coregulator. TFIID berikatan langsung ke TBP dan berfungsi untuk merekrut kompleks TFIID-RNA Pol II. TFIID domain, selain berinteraksi dengan TFIID dan RNA Pol II, ternyata juga melayani dalam inisiasi transkripsi dan elongasi. ATPase dan kinase TFIIE dan TFIIH helikase kemudian direkrut untuk RNA Pol II untuk memudahkan pemisahan untai DNA sebelum inisiasi transkripsi. TFIID dan TFIIB direkrut untuk RNA pol II asetat oleh p300 dan p/CAF (Lee, 2003). Aktivitas ligase ubiquitin telah diidentifikasi dalam dua AR coactivators, ARA 54 dan E6-AP. Coactivators dengan aktivitas ubiquitin ligase ini berkontribusi dalam transkripsi reseptor nucleus melalui target degradasi represor. AR juga dapat berinteraksi dengan sejumlah faktor transkripsi termasuk Activator Protein-1, SMAD3 (Sma dan Mad Terkait), NF-kappaB (Nuclear Factor-kappaB), SRY (Sexmenentukan Region-Y), dan Ets famili faktor transkripsi. Korepressor transkripsi AR androgen dapat dikaitkan dengan tiga represor: cyclin-D1, calreticulin dan HBO1. Cyclin-D1 berfungsi menghambat AR transaktivasinya melalui mekanisme independen dalam regulasi siklus sel. Calcium-binding protein calreticulin berlokasi didalam
endoplasmic reticulum and nucleus dan juga dapat dikarakteristikkan
sebagai kompresor AR. AR korepressor HBO1 merupakan bagian dari family MYST protein dimana memiliki karakteristik yang homolog dengan zinc finger dan membawa sebuah acetyltransferase domain. AR biasanya dianggap berfungsi sebagai
42
homodimer, namun telah ditemukan heterodimer dengan reseptor nukleus lainnya termasuk ER (Estrogen Receptor), GR (Glukokortikoid Receptor) dan TR4 (testis Orphan Receptor-4) dan dalam setiap hasil kasus penurunan aktivitas transkripsi AR (Petre et al., 2002). Mode transkripsi atau mode genom merupakan tindakan dari steroid, androgen juga dapat mengerahkan efek nongenomik dengan cepat. Steroid nongenomic action biasanya melibatkan second messenger signal transduction cascades. Nongenomic action dari androgen dapat terjadi melalui beberapa reseptor. Androgen dapat mengaktifkan cAMP dan PKA melalui SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) / SHBG kompleks (Heinlein dan Chang, 2002). Androgen juga merangsang elevasi di Ca2 + intraselular melalui GPCR (GProtein yang berpasangan dengan Reseptor) dengan mengaktifkan masuknya nonvoltage-gated Ca2+ channels. Elevasi kalsium intraseluler mengaktifkan kaskade transduksi sinyal, termasuk PKA (Protein Kinase-A), PKC (Protein Kinase-C), dan MAPKs (mitogen-Activated Protein Kinase), yang dapat memodulasi aktivitas ARs dan faktor transkripsi lainnya. AR juga berinteraksi dengan intraseluler tyrosine kinase c-Src, memicu aktivasi c-Src. Salah satu target dari c-Src adalah protein adaptor SHC (SH2 Mengandung Protein), sebuah regulator akhir dari jalur MAPK (Culig et al., 2003). Reseptor androgen difosforilasi oleh ERK2 dikaitkan dengan aktivitas transkripsi AR serta meningkatkan kemampuan untuk merekrut ARA70 koaktivator. Koaktivators famili SRC transkripsi antara lain SRC 1, SRC 3, dan TIF2 (Transkripsi
43
Perantara Factor-2) adalah target dari MAPK fosforilasi yang menghasilkan peningkatan kemampuan dari koaktivators ini untuk merekrut kompleks koaktivator tambahan untuk reseptor DNA-binding. Nongenomic distimulasi secara cepat melalui second messenger cascades oleh androgen pada akhirnya dapat memberi efek biologis melalui modulasi aktivitas transkripsi faktor transkripsi AR atau lainnya. Modulasi tersebut dapat terjadi melalui fosforilasi langsung aktivator transkripsi atau koregulator. AR juga dapat diaktifkan tanpa adanya ligan yang sama. Androgen signaling pathway diprakarsai oleh berbagai faktor pertumbuhan (Heinlein dan Chang, 2002).
Gambar 2.4 Androgen Signaling Pathway (Sumber : Culig, et al., 2003)
44
2.7
KONSEP TIKUS GALUR WISTAR (Rattus norvegicus)
2.7.1
Karakteristik tikus Tikus yang digunakan untuk penelitian di laboratorium terdiri dari beberapa
galur yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-dawley yang berwarna albino putih berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya dan galur wistar yang ditandai dengan kepala besar dan ekor lebih pendek. Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan percobaan di laboratorium. Hewan ini dapat berkembangbiak secara cepat dan dalam jumlah yang cukup besar. Pada percobaan ini, tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa dikondisikan menjadi andropause dengan cara melakukan kasterasi (menghilangkan testis). Tindakan ini akan mengakibatkan penurunan kadar testosteron pada tikus sehingga terjadi andropause. Berikut ini adalah data biologis tikus : Tabel 2.1 Serum LH, FSH dan Level Testosteron (ng/ml serum) pada Tikus Jantan (Sumber: Wang et al., 2005) Usia (hari) 0-5 6-10 11-15 16-20 21-25 26-30 31-40 41-50 51-60 61-70 71-80
LH
FSH
Testosteron
660±58 285±33 282±22 215±37 262±53 421±15 288±32 366±75 193±20 219±55 230±37
3,37±0,5 4,52±0.2 3,86±0,6 2,79±0,3 3,51±0,3 0,61±0,01 1,92±0,3 2,69±0,6 3,24±0,6 5,07±0,2 3,86±0,3
0,76±0,16 0,55±0,10 0,63±0,17 0,87±0,21 0,37±0,07 0,95±0,30 0,78±0,21 0,94±0,19 1,10±0,28 1,82±0,32 2,15±0,32
Nilai serum diatas berdasarkan penelitian pada 14 tikus dan data disajikan dengan nilai Mean±S.E.M
45
Tabel 2.2 Data Biologis Tikus Wistar ( Sumber: Russel et al., 2008)