BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Fakta Sosial Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam yaitu: 1. Dalam bentuk material, Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap dan diokservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world). Fakta sosial yang berbentuk material mudah dipahami. Norma hukum misalnya jelas merupakan barang sesuatu yang nyata dan berpengaruh terhadap kehidupan individu. 2. Dalam bentuk non material. Yaitu sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat intersubjektive yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Diatas telah dikemukakan bahwa menurut Durkheim tidak keseluruhan fakta soial itu merupakan barang sesuatu yang nyata. Sebagian yakni yang berbentuk non material adalah sesuatu yang dinyatakan atau yang dianggap sebagai barang sesuatu yang nyata (Geor. Ge Ritzer 1985) Secara garis besarnya fakta sosial terdiri atas dua tipe. Masing-masing adalah struktur sosial (social institution) dan pranata sosial (social insituition). Secara lebih terperinci, fakta sosial itu terdiri atas kelompok, kesatuan masyarakat tertentu (societies), sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan dan sebagainya. Menurut Peter Blau, ada dua tipe dasar fakta sosial yaitu : Pertama, nilai12 Universitas Sumatera Utara
nilai umum (cammon values). Kedua, norma yang terwujud dalam kebudayaan atau dalam sub kultur. Dalam sosiologi modern, pranata sosia cenderung dipandang sebagai antar hubungan
norma-norma dan nilai-nilai yang mengitari aktivitas
manusia atau kedua masalahnya. Dalam fakta sosial ini terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta hubungan antara individu dengan pranata sosial.
2.2. Kelompok sosial Munculnya kelompok-kelompok biasanya tidak jauh dari latar belakang kehidupan mereka sehingga muncullah kelompok etnis yaitu kelompok-kelompok dilatarbelakangi oleh persamaan etnis dan selanjutnya ada kelompok agama, kelompok profesi, kelompok berdasarkan asal usul dan banyak lagi kelompokkelompok yang terdapat dalam masyarakat. Beberapa kelompok sosial sifatnya lbeih stabil dari pada kelompok-kelomok sosial lainnya, atau dengan perkataan lain strukturnya tidak mengalami perubahan yang menyolok Adapula kelompok sosial yang mengalami prtubahan yang cepat. Tetapi pada umumnya kelompok sosialnya mengalami perubahan sebagai proses formasi atau informasi dari pola-pola didalam kelompok tersebut. Keadaan yang tidak stabil dalam kelompok sosial terjadi karena konflik antara individu-individu dalam kelompok tersebut atau karena adanya konflik antara bagian kelompok masyarakat. Ada bagian atau golongan didalam masyarakat itu yang ingin merebut kekuasaan dengan mengorbankan lainnya. Ada kepentingan yang tidak seimbang sehingga muncul ketidakadilan, adapula perbedaan paham tentang cara-
Universitas Sumatera Utara
cara memenuhi tujuan kelompok. Kesemuannya itu mengakibatkan perpecahan didalam kelompok masyarakat. Konflik merupakan kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersiafat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat. Konflik biasanya dapat diselesaikan tanpa kekerasan dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik lagi bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat. Karena itu konflik tetap berguna dan merupakan bagian dari keberadaan manusia. Kesenjangan status sosial, kurang terhadap sumber daya serta kekuasaan yang tidak seimbang kemudian menimbulkan masalah-masalah seperti diskriminasi, pengangguran, kemiskinan, penindasan, dan kejahatan (Ritzer, 2002:26-27). Teori yang mendukung dalam penelitian ini adalah ladasan paradigma fakta sosial dalam teori konflik. Dalam teori fungsionalisme struktural masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan, maka menurut teori konflik malah sebaliknya dimana masyarakat senantiasa berada dalam perubahan yang ditandai dalam pertentangan yang terus menerus diantara unsurunsurnya. Menurut teori fungsionalisme struktural setiap element atau setiap institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas maka teori konflik setiap element memberikan sumbangan terhafap disintegrasi sosial. Kontras lainnya adalah bahwa penganut teori fungsionalisme struktural melihat anggota masyarakat terikat secara informal oleh norma-norma, nilai-nilai dan moralitas umum, maka teori konflik menilai keteraturan yang terdapat dalam masyarakat itu hanyalah disebabkan karena adanya tekanan atau paksaan kekuasaan
Universitas Sumatera Utara
dari atas oleh golongan yang berkuasa. Konsep sentral dalam teori ini adalah wewenang dan posisi. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Kareana wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian masyarakat disebut oleh Dahrendof sebagai persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (imperatively coorninated associtations). Kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung diantara golongangolongan itu. Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap unsur. Dahrendorf berpendapat bahwa konsep-konsep seperti kepentingan nyata terlibat dalam konflk itu atas dua tipe. Kelompok semu (quasi group) dan kelompok kepentingan (inerest group). Kelompok semu merupakan kumpulan dari pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok yang kedua yakni kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Hal inilah yang terjadi pada masyarakat Pakpak Bharat dalam rangka pembentukan Provinsi Tapanuli terlihat munculnya kelompok penguasa dan kelompok pemegang kekuasaan karena memiliki tujuan. Dahrendorf berpendapat bahwa konsep-konsep seperti kepentingan nyata dan kepentingan laten, kelompok kepentingan dan kelompok semu, posisi dan wewenang merupakan unsur-unsur dasar untuk dapat menerangkan bentuk-bentuk dari konflik. Aspek terakhir dari teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan perubahan
sosial.
Konflik
menurutnya
memimpin
kearah
perubahan
dan
pembangunan. Menurut Karl Marx, (Doyle, 1986 : 122) didalam masyarakat senantiasa ada konflik. Konflik ini adalah gejala yang melekat dan bersifat kekal pada masyarakat. Setiap masyarakat disusun berdasarkan diferensiasi sosial atau sistem bertingkattingkat (sistem kelas-kelas). Kondisi tersebut memungkinkan munculnya perbedaanperbedaan yang dapat melahirkan kepentingan yang berbeda kelas antar kelas. Kepentingan dan nilai yang sama dalam masing-masing kelompok dan apabila kepentingan-kepentingan yang bertentangan dari kelompok dari masing-masing ditekan”. Simmel menganalisa beberapa cara atau bentuk mengakhiri konflik tersebut dengan menghilangkan dasar konflik dari tindakan-tindakan mereka yang berkonflik kemenangan pihak yang satu dan kekalahan. Pihak yang lain, kompromi dan perdamaian, kemenangan pihak yang satu tidak selalu berarti pihak yang kalah sama sekali kehilangan kekuasaan untuk berjuang. Dalam membahas berbagai situasi konflik, Coser ( 1956 : 45 ) juga membagi konflik atas dua perbedaan besar yakni : Pertama, konflik yang realistis dan yang
Universitas Sumatera Utara
kedua, konflik non realistis. Konflik yang realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan yang khusus yang terjadi dalam hubungan untung rugi antara partisipan yang ditujukan/ diarahkan kr objek yang dianggap mengecewakan. Konflik non realistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan pasangan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak salah satu pihak.
Universitas Sumatera Utara