BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Teori Produk
Kotler (2005 : 69) mendefinisikan produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk-produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, acara-acara, orang, tempat, properti, organisasi dan gagasan. Kotler (2005 : 72) mengidentifikasikan enam tingkat hierarki produk, yaitu : 1) Keluarga kebutuhan (need family)
yaitu kebutuhan inti yang mendasari
keberadaan suatu produk, contoh: keamanan. 2) Keluarga produk (produk family) yaitu semua kelas produk yang dapat memenuhi suatu kebutuhan inti dengan lumayan efektif, contoh: tabungan dan penghasilan. 3) Kelas produk (produk class) yaitu sekelompok produk dalam keluarga produk yang diakui mempunyai ikatan fungsional tertentu, contoh: instrument keuangan. 4) Lini produk (product line) yaitu sekelompok produk dalam suatu kelas produk yang saling terkait erat karena melaksanakan suatu fungsi yang sama, dijual kepada kelompok pelanggan yang sama, dan dipasarkan melalui saluran yang sama atau masuk ke dalam rentang harga tertentu, contoh : asuransi jiwa.
13
5) Jenis produk (product type) yaitu satu sekelompok produk dalam lini produk yang sama-sama memiliki salah satu dari beberapa kemungkinan bentuk produk tersebut, contoh : asuransi berjangka. 6) Unit produk (item) yaitu suatu unit tersendiri dalam suatu merek atau lini produk yang dapat dibedakan berdasarkan ukuran, harga, penampilan atau ciri lain. contoh : asuransi jiwa berjangka Prudential yang dapat diperpanjang. Pemasar dalam merencanakan tawaran pasarnya, perlu memikirkan secara mendalam lima tingkat produk. Masing-masing tingkat produk akan menambah lebih banyak nilai pelanggan dan kelimanya membentuk hierarki nilai pelanggan (customer value hierarchy). Kotler (2005 : 69) merumuskan hierarki nilai pelanggan tersebut sebagai berikut: 1) Manfaat inti (core benefit), yaitu layanan atau manfaat mendasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan. 2) Produk dasar (basic product), yaitu pada tingkat kedua ini pemasar harus mengubah manfaat inti tersebut menjadi produk dasar. 3) Produk yang diharapkan (expected product), yaitu beberapa atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pembeli ketika mereka membeli produk. 4) Produk yang ditingkatkan (augmented product), yaitu produk pemasar yang melampaui harapan pelanggan. 5) Calon produk (potential product), meliputi segala kemungkinan peningkatan dan perubahan yang mungkin akan dialami produk atau tawaran tersebut pada masa mendatang.
14
2.1.2
Keputusan Produk Individual
Keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pengembangan dan pemasaran produk-produk individual, terpusat kepada keputusan-keputusan mengenai ciri produk, pemberian merek, pengemasan dan pemberian label. Menurut Kotler (2002 : 447) keputusan-keputusan produk individual tersebut adalah sebagai berikut: 1) Keputusan Ciri Produk Mengembangkan produk meliputi mendefinisikan manfaat-manfaat yang akan diberikan produk tersebut. Manfaat
ini dikomunikasikan dan
disampaikan melalui ciri-ciri produk berwujud seperti mutu, tampilan dan desain. 2) Keputusan Merek Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari produk dan pemberian merek dapat menambah nilai produk tersebut. Pemberian merek tersebut menjadi sebuah isu penting dalam strategi produk, dimana disatu sisi mengembangkan produk bermerek memerlukan sejumlah besar investasi dan pemasaran jangka panjang, khususnya untuk periklanan, promosi dan pengemasan. 3) Keputusan Pengemasan Menyebutkan pengemasan sebagai P yang kelima setelah produk, harga, tempat dan promosi (4P), namun kebanyakan pemasar menganggap pengemasan sebagai salah satu unsur strategi produk. Pengemasan mencakup kegiatan-kegiatan dalam mendesain dan memproduksi kontainer atau
15
pembungkus untuk suatu produk. Biasanya keputusan pengemasan terutama didasarkan atas biaya dan faktor-faktor produksi dimana fungsi kemasan adalah untuk membungkus dan melindungi produk. Pengemasan yang inovatif dapat memberikan keunggulan atas pesaing. 4) Keputusan Pemberian Label Penjual bisa mendesain label untuk produk mereka, merentang dari tanda sederhana yang ditempelkan ke produk hingga grafik yang rumit yang menjadi bagian dari kemasan. Label hanya mencantumkan nama merek atau sejumlah informasi.
2.1.3
Teori Merek
American Marketing Association dalam Kotler (2005 : 82) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa pesaing. Merek menjadi tanda pengenal yang sangat penting bagi penjual atau pembuat. Menurut undang-undang merek dagang, penjual diberikan hak ekslusif untuk menggunakan mereknya untuk selamanya. Merek berbeda dari asset lainnya seperti paten dan hak cipta yang mempunyai batas waktu pemilikan. Istilah merek (brand) mempunyai pengertian yang luas, dan oleh American Marketing Association dalam Swastha (2002 : 135) dirumuskan sebagai berikut: 1) Brand adalah suatu nama, istilah, simbol, atau desain (rancangan), atau kombinasinya yang dimaksudkan untuk memberi tanda pengenal barang atau
16
jasa
dari
seseorang
penjual
atau
sekelompok
penjual
dan
untuk
membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan pesaing. 2) Brand name terdiri atas kata-kata, huruf, dan/atau angka-angka yang dapat diucapkan. 3) Brand mark adalah bagian dari brand yang dinyatakan dalam bentuk simbul, desain, atau warna atau huruf tertentu. 4) Trade mark adalah brand yang dilindungi oleh undang-undang karena sudah didaftarkan pada pemerintah dan perusahaan mempunyai hak tunggal untuk menggunakannya. Jadi trade mark terdiri atas kata-kata, huruf atau angkaangka yang dapat diucapkan, termasuk juga brand mark. Merek adalah suatu simbol rumit yang dapat menyampaikan hingga enam tingkat pengertian (Kotler, 2005 : 82) yaitu: 1) Atribut Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Mercedes menyiratkan mobil, yang mahal, kokoh, direkayasa dengan baik, tahan lama, dan bergengsi tinggi. 2) Manfaat Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. Satu merek dapat mempunyai lebih dari seperangkat atribut. Konsumen tidak membeli atribut melainkan manfaat. Atribut mahal dapat diterjemahkan menjadi manfaat emosional seperti prestise, merasa dikagumi, merasa penting dan lain sebagainya.
17
3) Nilai Merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsennya. Mercedes berarti kinerja tinggi, keselamatan, dan gengsi. 4) Budaya Merek
juga
mungkin
melambangkan
budaya
tertentu.
Mercedes
melambangkan budaya Jerman: terorganisir, efisien dan bermutu tinggi. 5) Kepribadian Merek dapat mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mungkin menyiratkan bos yang serius, singa yang berkuasa (binatang), atau istana yang agung (objek). 6) Pemakai Merek menyiratkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Kita akan berharap untuk melihat eksekutif puncak berumur 55 tahun di belakang setir Mrecedes, bukan sekretaris berumur 20 tahun.
2.1.4
Penggolongan Merek
Menurut Swastha (2002 : 135) merek dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu berdasarkan (1) pemilikannya, (2) luas daerah geografis, (3) tingkat pentingnya barang yang menggunakan merek dan (4) banyaknya barang yang menggunakan merek. Berikut akan dijabarkan penggolongan merek tersebut yaitu:
18
1) Pemilikan Berdasarkan pemilikannya, merek dibagi menjadi dua macam yaitu: a.
Merek produsen adalah merek yang dimiliki oleh produsen.
b.
Merek distributor adalah merek yang dimiliki oleh penyalur.
2) Luas daerah geografis Berdasarkan luas daerah geografis dimana merek digunakan, merek dibagi menjadi dua macam yaitu: a.
Merek nasional adalah merek barang dan jasa yang dipasarkan secara nasional atau internasional.
b.
Merek regional adalah merek barang dan jasa yang dipasarkan hanya di daerah tertentu saja, misalnya se-Jawa atau satu propinsi saja.
3) Tingkat pentingnya barang yang memakai merek Menurut tingkat pentingnya barang yang memakai merek, merek dapat dibedakan menjadi: a.
Merek primer adalah merek untuk barang ataupun jasa yang berkualitas tinggi biasanya diutamakan dalam periklanan.
b.
Merek sekunder adalah merek yang digunakan untuk maksud tertentu atau untuk menjual barang atau jasa yang berkualitas rendah.
4) Banyaknya barang yang menggunakan merek Menurut banyaknya barang yang menggunakan merek, merek dapat digolongkan ke dalam dua macam: a.
Merek individual adalah merek yang digunakan pada satu macam barang atau jasa saja.
19
b.
Merek kelompok (family brand) adalah merek yang digunakan pada beberapa macam barang atau jasa. Misalnya merek Honda, selain dipakai untuk merek sepeda motor juga untuk merek mobil dan mesin pembangkit listrik.
2.1.5
Ekuitas Merek (Brand Equity)
Semakin banyaknya jumlah pemain di pasar, menyebabkan semakin meningkatnya ketajaman persaingan diantara merek-merek yang beroperasi di pasar dan hanya produk yang memiliki ekuitas merek kuat yang akan tetap mampu bersaing, merebut, dan menguasai pasar. Sedemikian pentingnya peran ekuitas merek sebagai landasan dalam menentukan langkah dan strategi pemasaran dari suatu produk sehingga seringkali ekuitas merek memperoleh pengkajian yang mendalam. Semakin kuat ekuitas merek suatu produk, semakin kuat pula daya tariknya di mata konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut yang selanjutnya menggiring konsumen untuk melakukan pembelian serta mengantarkan perusahaan untuk meraup keuntungan dari waktu ke waktu. Darmadi Durianto, dkk (2004 : 4) mendefinisikan ekuitas merek (sebagai seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Sedangkan menurut Kotler (2005 : 86) ekuitas merek adalah efek diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap tanggapan pelanggan atas produk atau jasa tersebut.
20
David Aaker dalam Kotler (2005 : 86), menyebutkan bahwa terdapat lima tingkat sikap pelanggan terhadap merek, mulai yang terendah hingga tertinggi, yaitu: 1) Pelanggan akan mengganti merek, khususnya karena alasan harga. Tidak ada kesetiaan merek. 2) Pelanggan merasa puas. Tidak ada alasan untuk berganti merek. 3) Pelanggan merasa puas dan akan mengalami kerugian dengan berganti merek. 4) Pelanggan menghargai merek tersebut dan menganggapnya sebagai teman. 5) Pelanggan sangat setia dengan merek tersebut. Ekuitas merek sangat terkait dengan berapa banyak pelanggan berada dalam kelompok 3, 4, atau 5. Ekuitas merek juga terkait, menurut Aaker, dengan tingkat pengakuan nama merek, persepsi mutu merek, asosiasi mental dan emosional yang kuat, dan aset lain seperti paten, merek dagang, dan hubungan saluran distribusi. Analisis ekuitas merek merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar merek tersebut menjadi merek yang kuat. Kegiatan penyusunan strategi tersebut meliputi kegiatan menciptakan, mengembangkan, mengimplementasikan dan mengelola merek secara terus menerus sampai merek tersebut menjadi kuat. Keberhasilan manajemen merek sangat tergantung pada pemahaman mengenai merek tersebut dan bagaimana strategi suatu merek dapat diterapkan dan dikomunikasikan kepada pelanggan serta bagaimana pelanggan memberikan respon terhadap merek tersebut dengan nilai-nilai yang dimilikinya.
21
2.1.6
Peranan Ekuitas Merek (Brand Equity)
Ekuitas merek merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri di mata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas merek dapat pula mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengenalan masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek dan mempertinggi kepuasan konsumen. Di samping memberi nilai bagi konsumen, menurut Darmadi Durianhto, dkk (2004 : 6) ekuitas merek juga memberikan nilai bagi perusahaan dalam bentuk: 1) Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal dimana ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek. 2) Empat unsur ekuitas merek (kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas merek, loyalitas merek dan aset merek lainnya) dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen. Bahkan seandainya asosiasi merek, persepsi kualitas merek dan asosiasi-asosiasi tidak begitu penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merek-merek lainnya. 3) Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan pesaing. Loyalitas merek adalah salah satu kategori ekuitas merek yang dipengaruhi oleh kategori ekuitas merek lainnya, begitu
22
pula dengan kategori ekuitas merek lainnya yang juga berhubungan satu dengan yang lainnya. 4) Asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk. Suatu analisis terhadap portofolio merek sangat diperlukan untuk mengetahui efektifitas dari perluasan merek yang telah dilakukan. 5) Salah satu cara memperkuat ekuitas merek adalah dengan melakukan promosi besar-besaran yang membutuhkan biaya besar. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menetapkan premium price dan mengurangi ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi. 6) Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut. 7) Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. Dengan ekuitas merek yang kuat, saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat penjualan yang pada akhirnya akan memperbesar volume penjualan produk tersebut. 8) Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki
23
pesaing. Biasanya bila unsur-unsur utama dari ekuitas merek sudah kuat maka otomatis aset ekuitas merek lainnya juga akan kuat. Kotler (2005 : 86) juga mengatakan bahwa ekuitas merek yang tinggi akan memberikan sejumlah keunggulan bersaing bagi perusahaan yaitu: 1) Perusahaan tersebut akan memilki pengaruh perdagangan yang lebih besar dalam melakukan tawar-menawar dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapkannya menjual merek tersebut. 2) Perusahaan tersebut dapat menggunakan harga yang lebih tinggi daripada pesaing-pesaingnya karena merek itu memiliki persepsi mutu yang lebih tinggi. 3) Perusahaan tersebut dapat lebih mudah melakukan perluasan produk karena nama merek itu menyandang kredibilitas yang tinggi. 4) Merek tersebut menawarkan kepada perusahaan itu suatu pertahanan terhadap persaingan harga.
2.1.7
Unsur-Unsur Ekuitas Merek (Brand Equity)
Darmadi Durianto dkk (2004 : 4) mengelompokkan ekuitas merek menjadi lima kategori, yaitu : 1) Brand awareness (kesadaran merek), menunjukkan kesadaran seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari suatu kategori produk tertentu. 2) Brand association (asosiasi merek), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis dan lain-lain.
24
3) Perceived quality (Persepsi kualitas), mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan. 4) Brand loyalty (loyalitas merek), mencerminkan tingkat keterkaitan konsumen dengan suatu merek produk. 5) Other proprietary brand asset (aset-aset merek lainnya), seperti paten, merek dagang, saluran hubungan dan lain-lain.
2.1.8
Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Darmadi Durianto dkk (2004 : 54) menyatakan
bahwa kesadaran merek
adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontimum (continum ranging) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Kontinum ini dapat terwakili dalam tingkatan kesadaran merek yang berbeda yang dapat digambarkan dalam suatu piramida pada gambar 2.1, sebagai berikut:
25
Gambar 2.1
Piramida Brand Awareness
Puncak Pikiran (Top of Mind) Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall) Pengenalan Merek (Brand Recognition) Tidak Menyadari Merek (Brand Unawere) Sumber : Darmadi Durianto dkk, 2004 Pengukuran kesadaran merek didasarkan kepada pengertian-pengertian dari kesadaran merek yang mencakup tingkatan kesadaran merek menurut Darmadi Durianto, dkk (2004 : 58), yaitu : 1) Top of Mind (puncak pikiran) menggambarkan merek yang pertama kali diingat oleh responden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang suatu kategori produk dengan kata lain merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. 2) Brand Recall (pengingatan kembali merek) mencerminkan merek-merek apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek pertama kali disebut. 3) Brand recognition (pengenalan kesadaran merek) merupakan pengukuran kesadaran merek responden di mana kesadarannya diukur dengan diberikan bantuan.
26
4) Brand unaware (tidak menyadari merek) merupakan tingkat kesadaran yang paling rendah dari konsumen, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek yang dikaitkan dengan suatu kategori produk atau jasa tertentu. Peran kesadaran merek terhadap ekuitas merek dapat dipahami dengan membahas bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Darmadi Durianto, dkk (2004 : 56) manegatakan bahwa penciptaan nilai ini dapat dilakukan dengan empat cara, menurut yaitu : 1) Anchor to which other association can be attached, artinya suatu merek dapat digambarkan sebagai suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai tersebut menggambarkan asosiasi dari merek tersebut. 2) Familiarity-Liking, artinya dengan mengenal merek akan menimbulkan rasa terbiasa terutama untuk produk-produk yang bersifat low involvement (keterlibatan rendah) seperti pasta gigi dan tisue. Suatu keterlibatan dapat menimbulkan keterkaitan kesukaan yang kadang-kadang dapat menjadi suatu pendorong dalam membuat suatu keputusan. 3) Subtance or Commitment artinya kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Jika kualitas dari dua merek suatu produk atau jasa sejenis sama, maka kesadaran merek yang menjadi faktor penentu bagi konsumen dalam membuat keputusan pembelian. 4) Brand to consider artinya langkah pertama dari suatu proses pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek yang telah dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang akan dibeli. Jika suatu merek tidak
27
tersimpan dalam ingatan, maka merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen.
2.1.9
Mencapai Kesadaran Merek (Brand Awareness)
Beberapa cara dapat di tempuh oleh perusahaan untuk mencapai tingkat kesadaran merek (Brand Awareness) yang diinginkan atas produk atau jasa yang di pasarkannya (Darmadi Durianto dkk, 2004 : 57), yaitu sebagai berikut: 1) Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan yang lainnya serta harus ada hubungan yang jelas antara merek dengan kategori produknya. 2) Memakai slogan atau
jingle lagu yang menarik sehingga membantu
konsumen untuk mengingat merek. 3) Jika produk memiliki simbol hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan merek. 4) Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat oleh pelanggan. 5) Brand Awareness dapat diperkuat dengan memakai isyarat yang sesuai kategori produk, merek atau keduanya. 6) Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
2.1.10 Mengukur Kesadaran Merek (Brand Awareness) Tingkat kesadaran merek suatu produk atau jasa perusahaan dapat diperoleh dengan cara menggunakan kuisioner yang berisi pertanyaan tunggal, dimana
28
masing-masing pertanyaan menggambarkan maksud dari tingkatan pada Brand Awareness (Darmadi Durianto dkk, 2000 : 58). Maksud tersebut adalah sebagai berikut: 1) Top of Mind Menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau pertama kali disebut ketika yang bersangkutan ditanya tentang sesuatu kategori produk. Top of Mind adalah single respons question, artinya responden hanya boleh memberikan satu jawaban untuk pertanyaan ini. Misalnya dalam penelitian mengenai brand awareness ponsel Nokia, dapat dilontarkan pertanyaan berikut: “ Sebutkan merek ponsel yang Anda ketahui dijual di pasaran?” Atau “ Merek ponsel apa yang pertama kali muncul di benak Anda?” 2) Brand Recall Pengingatan kembali merek yaitu mencerminkan merek-merek apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Brand Recall merupakan multi respons question yang menghasilkan jawaban tanpa dibantu untuk mengingat. Masih dalam konteks penelitian yang sama, dapat dipertanyakan: “ Merek ponsel apa saja yang Anda ketahui?” Atau “ Sebutkan merek ponsel lain selain yang telah Anda sebutkan di atas?”
29
3) Brand Recognition Brand Recognition adalah pengukuran brand awareness responden dimana kesadaran di ukur dengan diberikan bantuan. Pertanyaan yang diajukan dibantu dengan menyebutkan ciri-ciri dari produk merek tersebut. Pertanyaan yang diajukan untuk mengetahui seberapa banyak responden yang perlu diingatkan akan keberadaan merek tersebut. Untuk mengukur pengenalan brand awareness selain mengajukan pertanyaan dapat dilakukan dengan menunjukkan foto yang menggambarkan ciri-ciri merek tersebut (cara ini lebih efektif dilakukan). a.
Mengajukan pertanyaan “Apakah Anda mengenal ponsel merek Nokia?” (merek yang sedang kita teliti disebutkan misalnya merek Nokia). Alternatif jawaban: (i)
Ya, saya mengenal dan telah menuliskannya dalam pertanyaan sebelumnya.
(ii)
Ya, saya mengenalnya setelah mengisi kuisioner ini.
(iii)
Tidak mengenal sama sekali.
Yang termasuk kelompok Brand Recognition adalah yang menjawab alternatif jawaban (ii) karena jawaban (i) sudah termasuk dalam kelompok Brand Recall dan Top of
Mind. Biasanya pertanyaan
diatas dilanjutkan dengan pertanyaan untuk mengetahui bagaimana cara responden mengenal merek tersebut sebagai informasi pendukung dengan pertanyaan:
30
“ Dimana Anda mengenal merek ponsel Nokia?” b.
Menunjukkan foto yang menggambarkan atribut atau ciri produk merek Nokia tanpa menunjukkan mereknya. Terhadap responden dipertanyakan: “Apakah Anda mengetahui merek produk ini?”
4) Brand Unaware Untuk pengukuran Brand Unaware dilakukan observasi terhadap pertanyaan pengenalan Brand Awareness sebelumnya (Brand Recognition) dengan melihat responden yang menjawab alternatif jawaban tidak mengenal sama sekali atau menjawab tidak tahu.
2.1.11 Strategi Pengembangan Merek Kunci sukses program pemasaran dan perencanaan strategi merek terletak pada eksekusi pelaksanaan program pemasaran dan perencanaan merek yang baik. Dalam hal ini harus diperhatikan kesinambungan pelaksanaannya dari waktu ke waktu.
Namun
sebelum
membicarakan
masalah
eksekusi
pelaksanaan
perencanaan merek, kita harus mengkaji dahulu masalah brand platform (landasan merek) yaitu suatu blue print perencanaan merek yang strategis meliputi visi dan misi merek serta wilayah kekuasaan suatu merek dan lain-lain. Brand platform ini sangat penting arinya bagi pengembangan strategi merek karena semua aspek kegiatan operasional perusahaan termasuk strategi komunikasi pemasaran harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam brand platform. Brand platform merupakan salah satu bagian penting dari ketiga elemen merek. Darmadi
31
Durianto, dkk ( 2004 : 165) merumuskan ketiga elemen merek tersebut, sebagai berikut: 1) Brand Platform Brand platform adalah suatu blue print perencanaan merek yang strategis yang meliputi visi dan misi merek serta wilayah kekuasaan dari suatu merek dan lain-lain. 2) Brand Identity and Naming (Identitas Merek) Brand identity mengidentifikasikan keunikan dan diferensiasi suatu merek, sehingga suatu merek akan diidentifikasikan berbeda dengan merek pesaing. Berikut adalah beberapa tugas penting dalam mengelola Brand identity: a. Mengembangkan
nama
merek
yang
tepat
dan
berbeda
yang
mencerminkan strategi. b. Mengembangkan sistem identifikasi visual yang komprehensif yang meliputi grafik, lingkungan dan produk. c. Mengembangkan Brand identity dalam proses pembedaan dengan merek pesaing terutama dikaitkan dengan brand association. 3) Brand Communication (Komunikasi Merek) Suatu merek harus dapat dikomunikasikan dengan terencana dan strategik, dalam arti bahwa seluruh aspek kreatif dalam komunikasi harus disesuaikan dengan platform merek, sehingga komunikasi merek in-line dengan platform mereknya. Jadi komunikasi harus diarahkan untuk melayani merek bukan produknya
sehingga
tercipta
brand
differentiation.
32
differentiation
bukan
product
Kotler (2005 : 89) menyebutkan bahwa penggunaan merek pada suatu produk barang maupun jasa membawa beberapa tantangan bagi pemasar. Tantangantantangan penggunaan merek adalah sebagai berikut: 1) Keputusan Merek Keputusan pertama adalah apakah mengembangkan nama merek untuk suatu produk. Dewasa ini, penggunaan merek sudah merupakan kekuatan yang begitu penting sehingga hampir tidak ada produk yang tidak memiliki merek. Distributor dan pengecer menginginkan nama merek karena merek lebih memudahkan produk tersebut ditangani, mempertahankan produksi memenuhi standar mutu tertentu, memperkuat preferensi pembeli, dan lebih memudahkan mengidentifikasi pemasok. Sedangkan konsumen menginginkan nama merek untuk membantu mereka mengidentifikasi perbedaan mutu dan berbelanja lebih efisien. 2) Keputusan Sponsor Merek Produsen memiliki beberapa pilihan sehubungan dengan penggunaan sponsor merek. Produk tersebut dapat diluncurkan sebagai merek produsen (kadang disebut merek nasional), merek distributor (juga disebut merek penjual ulang, toko, rumah atau pribadi), atau merek lisensi. 3) Keputusan Nama Merek Produsen dan perusahaan jasa yang menggunakan merek untuk produknya harus memilih nama merek mana yang akan digunakan. Tersedia empat strategi, yaitu:
33
a.
Nama masing-masing Keuntungan utama strategi nama masing-masing adalah bahwa perusahaan itu tidak mengaitkan reputasinya dengan reputasi produk itu. Jika produk itu gagal dan tampaknya memiliki mutu yang rendah, nama atau citra perusahaan tadi tidak akan rusak. Strategi ini memungkinkan perusahaan tersebut mencari nama terbaik untuk masing-masing produk baru.
b.
Nama kelompok bersama Nama kelompok bersama juga mempunyai keuntungan yaitu biaya pengembangan akan berkurang karena tidak diperlukan riset “nama” atau pengeluaran iklan besar-besaran untuk menciptakan pengakuan nama merek.
c.
Nama kelompok terpisah untuk semua produk Jika perusahaan menghasilkan produk-produk yang agak berbeda, tidak dianjurkan menggunakan satu nama kelompok bersama. Perusahaan-perusahaan sering menggunakan nama kelompok yang berbeda untuk lini mutu yang berbeda dalam kelas produk yang sama.
d.
Nama perusahaan yang digabung dengan nama masing-masing produk Nama perusahaan tersebut melegitimasikan dan nama masingmasing mengindividualisasi produk baru tersebut.
34
4) Keputusan Strategi Merek Strategi merek akan berbeda berdasarkan apakah merek tersebut adalah suatu merek fungsional, merek citra, atau merek pengalaman (Kotler, 2005 : 96). Konsumen membeli merek fungsional untuk memuaskan kebutuhan fungsionalnya seperti bercukur, mencuci pakaian, meredakan sakit kepala. Merek-merek fungsional memiliki peluang yang paling besar untuk memuaskan pelanggan jika merek tersebut dipandang sebagai sesuatu yang memberikan kinerja yang lebih baik atau penghematan yang lebih tinggi. Merek citra muncul bersama produk atau jasa yang sulit dibedakan atau menilai mutunya atau menyampaikan pernyataan mengenai pengguna. Strateginya
meliputi
upaya
menciptakan
desain
tersendiri,
mengasosiasikannya dengan pengguna selebriti atau mencitakan iklan yang kuat. Sedangkan merek pengalaman melibatkan konsumen di luar sekedar membeli produk. Masing-masing tipe merek tersebut dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa strategi, yaitu: a.
Perluasan lini Perluasan lini terdiri atas pengenalan jenis produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan menggunakan merek yang sama seperti selera, bentuk, warna, unsur tambahan dan ukuran kemasan yang baru.
35
b.
Perluasan merek Suatu perusahaan mungkin menggunakan nama mereknya yang sudah ada untuk meluncurkan produk dalam kategori lain.
c.
Multi merek Strategi multi merek memungkinkan perusahaan mengikat lebih banyak ruang rak distributor dan melindungi merek utamanya dengan menciptakan merek pengapit (flanker brand). Kesulitan utama dalam memperkenalkan produk multi merek yang baru dibeli adalah bahwa masing-masing merek mungkin hanya memperoleh pangsa pasar yang kecil, dan tidak satu pun yang benar-benar menguntungkan.
d.
Merek bersama Merek bersama adalah dua dua atau lebih merek yang terkenal digabungkan dalam satu tawaran. Masing-masing sponsor merek mengharapkan bahwa nama merek lain akan memperkuat preferensi atau minat pembelian.
e.
Merek baru Sebuah perusahaan dapat menciptakan sebuah nama merek baru ketika memasuki sebuah kategori baru. Strategi ini dapat dilakukan karena tidak ada nama merek yang sesuai.
Begitu sudah menentukan strategi nama mereknya, suatu perusahaan akan menghadapi tugas untuk memilih nama merek tertentu. Menurut Kotler (2005 : 94) ada beberapa kriteria nama merek yang baik, yaitu:
36
1) Merek tersebut seharusnya menyatakan sesuatu tentang manfaat produk itu. 2) Merek tersebut seharusnya menyatakan kategori produk atau jasa. 3) Merek
tersebut
seharusnya
menyatakan
mutu
yang
konkret
dan
“perumpamaan yang tinggi”. 4) Merek tersebut seharusnya mudah dieja, dikenali, dan diingat. 5) Merek tersebut seharusnya jelas. 6) Merek tersebut seharusnya tidak mengandung makna jelek di negara dan dalam bahasa lain. Suatu pengertian lazim ditemukan ialah bahwa merek pada dasarnya dibangun oleh iklan. Namun menurut Kotler (2005 : 95) dalam era globalisasi dewasa ini, dimana kemajuan teknologi semakin meningkat, terjadi perubahan pada gaya hidup masyarakatnya. Maka dari itu pemasar beralih ke alat lain untuk menarik perhatian konsumennya, diantaranya adalah: 1) Hubungan masyarakat dan siaran pers: merek dapat memperoleh banyak perhatian dari berita surat kabar dan majalah yang ditempatkan dengan baik, belum lagi muncul secara visual dalam film-film. 2) Kesediaan menjadi sponsor: merek sering dipromosikan dalam acara-acara yang disponsori seperti balap sepeda dan mobil yang terkenal di dunia. 3) Klub dan komunitas konsumen: merek dapat menjadi pusat komunitas pelanggan, seperti para pemilik motor Harley Davidson. 4) Kunjungan pabrik: Hershey’s dan Cadbury, dua perusahaan permen, telah membangun taman hiburan di pabriknya dan kedua perusahaan ini mengundang pengunjung untuk menhabiskan waktu seharian di sana.
37
5) Pameran dagang: pameran dagang merupakan peluang besar untuk membangun kesadaran, pengetahuan, dan minat merek. 6) Pemasaran acara: banyak perusahaan mobil menyelenggarakan suatu acara untuk memperkenalkan mobil model barunya. 7) Fasilitas umum: Perrier, perusahaan air botol, menorehkan identitasnya dalam benak orang banyak dengan membangun lintasan lari di taman-taman umum untuk mempromosikan gaya hidup yang sehat. 8) Pemasaran tujuan sosial: merek dapat memperoleh pengikut dengan mendermakan uang untuk tujuan-tujuan amal. 9) Nilai yang tinggi untuk uang: beberapa merek menciptakan berita dari mulut ke mulut yang positif dengan menawarkan nilai yang luar biasa untuk uang. 10) Kepribadian pendiri atau selebritis: pendiri yang penuh semangat dapat menciptakan efek yang positif terhadap merek. 11) Pemasaran telepon genggam: pelanggan pada masa mendatang akan mendengarkan merek di telepon genggam nir-kabel mereka pada saat perdagangan bertumbuh.
2.1.12 Analisis Citra Mengembangkan komunikasi pemasaran yang efektif dimulai dengan tahap mengidentifikasi pendengar sasaran yang jelas dalam benak calon pembeli produk perusahaan tersebut, pemakai sekarang, penentu kebijakan, atau pihak yang mempengaruhi; orang-orang, kelompok, masyarakat tertentu, atau masyarakat umum. Pendengar sasaran tersebut akan sangat mempengaruhi keputusan
38
komunikator tentang apa yang harus dikatakan, bagaimana mengatakannya, kapan mengatakannya, dimana mengatakannya, dan kepada siapa mengatakannya. Sebagian besar analisis pendengar adalah menilai citra sekarang perusahaan tersebut, produk dan pesaing-pesaingnya. Citra adalah beberapa keyakinan, gagasan, dan kesan yang dimiliki seseorang mengenai suatu objek (Kotler, 2005 : 250). Sikap dan tindakan orang terhadap suatu objek sangat ditentukan citra objek tersebut. Langkah pertama adalah mengukur pengetahuan pendengar sasaran tentang objek tersebut, dengan menggunakan skala pengenalan (familiarity scale) yaitu: Tidak
Hanya Sedikit
Pernah
Mendengar
Mengetahui
Cukup
Sangat
Mengetahui
Mengetahui
Mendengar
Jika sebagian besar responden hanya melingkari dua kategori pertama, tantangannya adalah membangun kesadaran konsumen terhadap produk dan merek yang lebih besar. Responden yang sudah tidak asing lagi dengan produk tersebut dapat ditanya bagaimana perasaan mereka tentang produk tersebut dengan menggunakan skala kesukaaan atau favorability scale (Kotler, 2005 : 251) yaitu: Sangat
Agak Tidak
Tidak Suka
Suka
Sama Saja
Cukup Suka
Sangat Suka
Apabila sebagian besar responden memilih dua kategori pertama, organisasi tersebut harus mengatasi masalah citra yang negatif. Kedua skala tersebut dapat dikombinasikan untuk mengembangkan pemahaman mengenai hakikat tantangan
39
komunikasi pemasaran tersebut. Kombinasi kedua skala pengukuran tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk matriks analisis pengenalan – kesukaan. Adapun matriksnya dapat dilihat pada gambar 2.2, adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Matriks Analisis Pengenalan-Kesukaan Sikap Yang Menyukai B
A
Pengenalan Rendah
Pengenalan Tinggi C
D
Sikap Yang Tidak Menyukai
Sumber: Kotler, 2005 Keterangan: A :
Produk memiliki citra yang positif dimana sebagian besar orang mengenal dan menyukainya.
B :
Produk kurang dikenal sebagian besar orang, tetapi mereka yang mengenal produk tersebut menyukainya.
C :
Produk dipandang negatif oleh orang-orang yang mengenalnya, tetapi untungnya produk tersebut tidak terlalu banyak dikenal orang.
D. :
Produk dipandang buruk oleh sebagian besar orang dimana sebagian besar orang tersebut mengenalnya produk itu.
Apabila produk perusahaan berada pada matriks sel A maka perusahaan harus berjuang mempertahankan nama baiknya dan kesadaran yang tinggi terhadapnya. Jika berada pada matriks sel B maka perusahaan harus berusaha memperoleh
40
perhatian dari lebih banyak orang. Sedangkan apabila produk perusahaan berada pada matriks sel C, perusahaan harus mencari tahu mengapa orang-orang tidak menyukainya dan harus mengambil langkah untuk meningkatkan kualitasnya sambil tetap berusaha untuk menjadi bahan perhatian. Produk yang berada pada matriks sel D harus menurunkan perhatian terhadapnya, meningkatkan mutunya, dan kemudian menarik perhatian masyarakat.
2.1.13 Psikografi Gaya Hidup Konsumen dapat dibedakan menurut karakteristik-karakteristik demografi. Namun adakalanya pembagian ini tidak cukup. Pemasar ingin tahu lebih jauh, apa yang sebenarnya membuat orang-orang yang memiliki usia, penghasilan dan pekerjaan yang sejenis berbeda satu sama lainnya. Konsumen yang memiliki data demografi yang sama ternyata bisamemiliki keinginan yang berbeda. Dalam segmentasi pasar, gaya hidup dapat digunakan untuk mengelompokkan konsumen ke dalam segmen-segmen yang homogen. Dengan mengenali siapa mereka, profesional pemasaran dapat memahami apa yang ada di kepala masing-masing konsumennya. Perilaku konsumen dapat ditinjau dari beberapa sisi. Perilaku itu dipengaruhi oleh berbagai seperti orang lain (keluarga, teman, atasan tempat tinggal/bekerja), diri sendiri (kepribadian, sikap terhadap diri sendiri), kejadian-kejadian penting dalam hidup seseorang, informasi yang diterima (bagaimana otak memprosesnya) dan lain sebagainya. Dimana dalam segmentasi psikografis, perilaku konsumen tersebut diobservasi melalui gaya hidup, nilai-nilai budaya yang dianut dan kepribadiannya. Jadi gaya hidup hanyalah salah satu cara mengelompokkan
41
konsumen secara psikografis. Menurut Rhenald Kasali ( 2000 : 225) gaya hidup pada prinsipnya adalah bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya. Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang pada akhirnya menentukan pilihan-pilihan konsumsi seseorang. Para peneliti pasar yang menganut pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel-variabel AIO yaitu aktivitas, interest (minat), dan opini (pandangan-pandangan). Joseph Plumer dalam Rhenald Kasali (2000 : 226) mengatakan bahwa segmentasi gaya hidup mengukur aktifitas-aktifitas manusia dalam hal: 1) Bagaimana mereka menghabiskan waktunya 2) Minat mereka, apa yang dianggap penting di sekitarnya 3) Pandangan-pandangan baik terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain 4) Karakter-karakter dasar seperti tahap yang mereka telah lalui dalam kehidupan (life cycle), penghasilan, pendidikan, dan dimana mereka tinggal. Komponen-komponen segmentasi gaya hidup dalam bentuk AIO dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Dimensi Gaya Hidup Aktivitas Pekerjaan Hobi Kegiatan-kegiatan sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Komunitas Belanja Olahraga
Minat-minat terhadap Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Fashion Makanan Media Prestasi
Pandanganpandangan Terhadap diri sendiri Isu-isu sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk-produk Masa depan Kebudayaan
Sumber: Joseph Plummer dalam Rhenald Kasali, 2000.
42
Demografi Usia Pendidikan Penghasilan Pekerjaan Tempat tinggal Geografi Besarnya kota Tahap dalam family life cycle
2.1.14 Persepsi Konsumen Suatu studi menemukan bahwa manusia menyimpan informasi dalam bentuk jaringan semantik di dalam memorinya. Jaringan itu terdiri dari berbagai memory nodes (pusat-pusat informasi) yang menyimpan konsep-konsep semantik tertentu. Dimana sebuah nodes hanya akan terkait dengan nodes yang lain kalau keduanya memiliki hubungan asosiasi. Menurut studi yang dilakukan oleh Hutchinson & Moore ada lima jenis informasi yang dapat disimpan dalam memory nodes (Rhenald Kasali, 2000 : 512) yaitu: 1) Nama merek-merek tertentu 2) Karakteristik merek tersebut (biasanya dinyatakan dalam bentuk-bentuk atribut) 3) Iklan-iklan mengenai merek tersebut 4) Kategori produk 5) Hasil evakuasi konsumen terhadap merek-merek tertentu dan iklan-iklannya Selanjutnya konsumen akan melakukan suatu proses yang disebut dengan selective exposure yaitu konsumen secara aktif memilih mau atau tidak mengekspose dirinya terhadap informasi. Jadi sekalipun produsen membidik dengan membabi buta kepada konsumennya, misalnya melalui acara televisi yang menjangkau khalayak luas, konsumen akan menyeleksi benar-benar dalam bentuk mau atau tidak menerima informasi itu. Calon konsumen yang tidak mau akan meninggalkan televisi menuju kamar kecil atau mengajak rekannya berbicara justru ketika informasi itu (iklan) ditayangkan. Kalau itu terjadi, informasi itu tidak akan diproses oleh konsumen tersebut dan akan menguap begitu saja.
43
Sedangkan bagi calon konsumen yang mau mengekspose dirinya oleh informasi itulah yang merupakan pasar sasaran bagi produsen. Mowen dalam Rhenald Kasali (2000 : 522) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu-individu terekspose oleh informasi, menyediakan kapasitas prosesor yang lebih luas dan menginterpretasikan informasi tersebut. Atau secara lebih sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai suatu proses untuk mengartikan sensasi dengan memberi gambar-gambar dan hubungan-hubungan asosiasi di dalam memori untuk menafsirkan dunia di luar dirinya (Myers dalam Rhenald Kasali, 2000 : 522). Persepsi akan memegang peranan penting dalam konsep positioning karena manusia menafsirkan suatu produk atau merek melalui persepsi, yaitu hubungan-hubungan asosiatif yang didimpan melalui proses sensasi. Persepsi membantu memori menafsirkan informasi dengan berbagai penyederhanaan dan mengasimilasikannya dengan pengalaman-pengalaman masa lalu, rekaman-rekaman yang telah dipelajari, nilai-nilai budaya dan sebagainya. Jadi suatu stimulus yang sama bisa diinterpretasikan berbeda oleh dua manusia yang memiliki persepsi yang berbeda.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian yang dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Alit Widiastika pada tahun 2003 yang berjudul “ Analisis Kesadaran Merek Jasa Kursus IEC Pada Siswa Siswi SMU Negeri Di Kota Denpasar ”. Dimana penelitian tersebut menyimpulkan bahwa:
44
1) Penelitian ini menggunakan 99 orang responden dimana 12 orang menyebut IEC sebagai jasa kursus pertama yang mereka ingat atau top of mind 12,12%. 2) Posisi brand recall yaitu sebesar 76,66% atau 76 responden memilih IEC, ini berati bahwa merek atau nama IEC paling sering disebut siswa siswi SMU Negeri di Kota Denpasar. 3) Brand Recognition 9,09% dan Unaware Brand sebesar 3,03% 4) Responden yang sedang atau pernah mengikuti kursus IEC sebanyak 21 orang atau 12,12% Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya tersebut adalah pada objek penelitiannya, teknik analisis, penentuan sampel dan waktu penelitiannya. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah samasama meneliti variabel kesadaran merek. Penelitian kedua yang dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh I B Rahadi Purnawan pada tahun 2005 untuk penelitian yang berjudul “Tingkat Kesadaran Merek Toko Model Manis pada konsumen di kota Denpasar”. Dimana penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Penelitian ini menggunakan 100 orang responden dimana 26 orang menyebut Toko Model Manis sebagai toko wanita pertama yang mereka ingat atau top of mind 26%. 2) Posisi brand recall yaitu sebesar 52% atau 52 responden memilih Toko model Manis, ini berati bahwa merek atau nama Toko model Manis paling sering disebut di Kota Denpasar.
45
3) Brand Recognition 16% , hal ini berarti nama atau merek Toko Model manis belum dapat diterima dengan baik oleh konsumennya. 4) Brand Unaware sebesar 21% ini berarti masih banyak yang belum mengetahui keberadaan Toko model manis. Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya tersebut adalah pada objek penelitiannya, teknik analisis, penentuan sampel dan waktu penelitiannya. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah samasama meneliti variabel kesadaran merek. Penelitian ketiga yang dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Lanang Panca Wardana untuk penelitian yang berjudul “Analisis Kesadaran Merek dan Citra atas Produk KIA Picanto (Studi Kasus pada konsumen di kota Denpasar) ”. Dimana penelitian ini menyimpulkan bahwa: 1) Penelitian ini menggunakan 100 orang responden, dimana merek yang paling diingat oleh responden adalah sebesar 23 % atau top of mind sebesar 23 % adalah KIA Picanto. 2) Posisi brand recall yaitu sebesar 36 %, ini berati bahwa merek KIA Picanto paling sering disebut di Kota Denpasar. 3) Brand Recognition 27% , hal ini berarti merek KIA Picanto masih dapat diterima dengan baik oleh konsumennya. 4) Brand Unaware sebesar 14% ini berarti masih ada yang belum mengetahui keberadaan merek KIA Picanto.
46
5) Hasil analisis citra KIA Picanto menunjukkan bahwa konsumen di kota Denpasar mempunyai pengenalan yang rendah terhadap iklan produk KIA Picanto yang ditayangkan di media massa. Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya tersebut adalah pada objek penelitiannya, subyek penelitiannya dan waktu penelitiannya. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti variabel kesadaran merek dan citra. Penelitian ketiga yang dapat digunakan sebagai dasar acuan bagi penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh I Putu Bayu Yudistama untuk penelitian yang berjudul “analisis persepsi konsumen terhadap posisi produk air minum mineral megumi di kabupaten jembrana.” Dimana penelitian ini menyimpulkan bahwa analisis mengenai persepsi konsumen terhadap posisi produk air minum megumi dengan mengidentifikasi kemungkinan diferensiasi, terutama dari sisi kualitas kandungan mineral air minum megumi dan beberapa lainnya dinilai baik oleh respnden (skor 2,83 sampai dengan 3,44), dari dalam mengembangkan posisi produk dari indikator bermanfaat dan penting, berbeda atau unik, dapat dikomunikasikan dan dapat dijangkau keseluruhan dinilai baik (skor 2,87 sampai dengan 3,25) dan indikator tidak mudah ditiru (skor 3,29). Sehingga dari hasil secara keseluruhan didapat posisi produk air minum megumi yaitu produk air mineral berkualitas tinggi. Perbedaan penelitian ini dari penelitian sebelumnya tersebut adalah pada subyek penelitiannya, tempat penelitian, waktu penelitiannya dan teknik penentuan sampel. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama meneliti variabel persepsi konsumen.
47