BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 2.1.1
Kajian Pustaka Teori Keagenan Menurut Anthony & Govindarajan, (2005:269) dalam Jati & Wiryanti
(2010), konsep dari teori ini adalah hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksananakan suatu jasa dan dalam melakukan hal itu principal mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam LPD, warga desa pakraman merupakan prinsipal dan pengurus LPD adalah agen mereka. Setiap periode, pengurus LPD harus melaporkan kegiatan LPD berupa laporan tahunan yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, dan laporan arus kas kepada warga desa pakraman melalui suatu paruman desa karena pengurus LPD diharapkan dapat menjalankan usaha LPD sesuai dengan kepentingan warga desa pakraman. Selain itu, pengurus juga harus melaporkan laporan tahunan kepada LPLPD yang merupakan badan pembina dan pengawas dari LPD tersebut (Jati dan Wiryanti, 2010). 2.1.2
Lembaga Perkreditan Desa (LPD)
1) Pengertian LPD Pengertian LPD berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002 Pasal 2 merupakan badan usaha keuangan milik desa yang melaksanakan usaha di lingkungan desa dan untuk krama desa. LPD ini dapat didirikan pada desa
10
dalam wilayah kabupaten/kota, di mana dalam tiap-tiap desa hanya didirikan satu LPD, pengertian LPD berdasarkan Keputusan Gubernur Bali Nomor 3 Tahun 2003 tanggal 20 Januari 2003, merupakan Lembaga Perkreditan Desa di Desa Pakraman dalam wilayah Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 1998 menyatakan bahwa LPD adalah lembaga perkreditan desa yang merupakan suatu badan usaha simpan pinjam yang dimiliki oleh desa adat. 2) Fungsi dan Tujuan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Menurut Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002, LPD berfungsi sebagai salah satu wadah kekayaan desa yang berupa uang atau surat-surat berharga lainnya, menjalankan fungsinya dalam bentuk usaha-usaha ke arah peningkatan taraf hidup krama desa dan dalam kegiatan usahanya banyak menunjang pembangunan desa. Usaha-usaha LPD dilakukan dengan tujuan: (1) Mendorong
pembangunan
ekonomi
masyarakat
desa
melalui
kegiatan
menghimpun tabungan dan deposito dari krama desa. (2) Memberantas ijon gadai gelap dan lain-lain yang dapat dipersamakan dengan itu. (3) Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja bagi krama desa. (4) Meningkatkan daya beli dan melancarkan lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di desa. Fungsi dan tujuan LPD adalah untuk memberikan kesempatan berusaha bagi para warga desa setempat kemudian untuk menampung tenaga kerja yang ada di
11
pedesaan, serta melancarkan lalu lintas pembayaran, sekaligus menghapuskan keberadaan lintah darat (Suartana, 2009:4). 2.1.3
Ukuran Perusahaan
1) Pengertian Ukuran Perusahaan Menurut Riyanto (2008:313) besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau nilai aktiva. Selanjutnya ukuran perusahaan menurut Scott dalam Torang (2012:93) ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi. Sedangkan Malleret (2008:233) ukuran organisasi adalah seperangkat kebijaksanaan yang ditetapkan dengan baik yang harus dilaksanakan oleh perusahaan yang bersaing secara global. Sementara itu Longenecker (2001:16) mengemukakan bahwa terdapat banyak cara untuk mendefinisikan skala perusahaan, yaitu dengan menggunakan berbagai kriteria, seperti jumlah karyawan, volume penjualan, dan nilai aktiva. Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total aktiva yang merupakan variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi. 2) Klasifikasi Ukuran Perusahaan UU No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke dalam 4 kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut. UU No. 20 Tahun 2008 tersebut
12
mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut: (1) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (2) Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. (3) Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (4) Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahu nan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
13
Tabel 2.1 Kriteria Ukuran Perusahaan
Sumber: UU No.20 tahun 2008 Selanjutnya, klasifikasi ukuran perusahaan menurut Stanley dan Morse dalam Suryana (2006:119) industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk industri kerajianan rumah tangga. Industri kecil menyerap 10-49 orang, industri sedang menyerap 50-99 orang, dan industri besar menyerap tenaga kerja 100 orang lebih. Pernyataan yang dikemukakan oleh Stanley dan Morse tersebut menunjukkan bahwa ukuran perusahaan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah tenaga kerja dalam industri tersebut. Dalam peraturan yang dibuat oleh Bursa Efek Indonesia, saham yang dicatatkan dibuat atas dua papan pencatatan, yaitu papan utama dan papan pengembangan. Papan utama ditujukan untuk perusahaan tercatat yang berskala besar, sementara papan pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan yang belum memenuhi syarat pencatatan di papan utama, termasuk perusahaan yang prospektif namun belum membukukan keuangan. Peraturan Bursa Efek Indonesia menyebutkan salah satu syarat untuk tercatat di papan utama, yaitu Laporan
14
Keuangan Auditan terakhir memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net Tangible Asset) minimal Rp100.000.000.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan berskala besar menurut peraturan Bursa Efek Indonesia memiliki Aktiva Berwujud Bersih minimal Rp100.000.000.000. 3) Ukuran Perusahaan Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Prasetyantoko (2008:257) mengemukakan bahwa, aset total dapat menggambarkan ukuran perusahaan, semakin besar aset biasanya perusahaan tersebut semakain besar. Selanjutnya, Yogiyanto (2007:282) menyatakan bahwa, ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Sementara itu, untuk menghitung nilai total asset Asnawi (2005:274) mengemukakan bahwa, nilai total asset biasanya bernilai sangat besar dibandingkan dengan variabel keuangan lainnya, untuk itu variabel asset diperhalus menjadi log asset atau ln asset. Ukuran perusahaan yang didasarkan pada total assets yang dimiliki oleh perusahaan diatur diatur dengan ketentuan BAPEPAM No. 11/PM/1997, yang menyatakan bahwa perusahaan menengah atau kecil adalah badan hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari Rp. 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah). Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menentukan ukuran perusahaan digunakan ukaran aktiva. Ukuran aktiva tesebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperhalus asset karena nilai dari asset tersebut yang sangat besar dibanding variabel keuangan lainnya.
15
2.1.4
Aset Aset adalah sumber-sumber ekoomi yang dimiliki perusahaan yang biasa
dinyatakan dalam satuan uang. Jenis sumber-sumber ekonomi atau lazim disebut aset perusahaan bisa bermacam-macam. Ada aset yang berupa barang berwujud seperti kas, persediaan barang dagangan, tanah, gedung dan mesin. Ada pula yang tidak berwujud seperti misalnya tagihan kepada pelanggan yang dalam akuntansi disebut piutang usaha, serta berbagai bentuk pembayaran di muka (uang muka) atas jasa tertentu yang baru akan diterima di masa yang akan datang seperti premi asuransi dibayar di muka. Untuk memudahkan pembaca laporan biasanya aset dicantumkan dalam neraca dengan urut-urutan yang sudah tertentu yang dimulai dengtan aset lancer (kas, piutag usaha, persediaan dan sebagainya) dan diikuti dengan aset-aset yang bersifat lebih permanen (tanah, gedung, mesin dan sebagainya) (Al Haryono Jusup, 2012:28). Dalam LPD, aset terdiri dari: kas, bank (giro, tabungan, dan deposito), pinjaman yang diberikan, Cadangan Pinjaman Ragu-ragu, aktiva tetap (harga perolehan dan akumulasi penyusutan), dan aktiva lain-lain (laporan keuangan LPD, 2014). 2.1.5
Laba
1) Pengertian Laba Pengertian laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan yang direalisasi yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Menurut Harahap (2001:267) laba adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada
16
periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan itu. Definisi lain atas pengertian laba dikemukakan oleh Baridwan (1997:31) dimana laba didefinisikan sebagai kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari semua transaksi atau kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha pada suatu periode kecuali yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi oleh pemilik. 2) Karakteristik Laba Chariri dan Ghozali (2003:214) menyebutkan bahwa laba memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut: (1)
Laba didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi.
(2)
Laba didasarkan pada postulat periodisasi, artinya merupakan prestasi perusahaan pada periode tertentu.
(3)
Laba didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran, dan pengakuan pendapatan.
(4)
Laba memerlukan pengukuran tentang biaya dalam bentuk biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan tertentu.
(5)
Laba didasarkan pada prinsip penandingan (matching) antara pendapatan dan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.
3) Pertumbuhan Laba Laba merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur keberhasilan kinerja suatu perusahaan. Adanya pertumbuhan laba dalam suatu perusahaan dapat menunjukkan bahwa pihak-pihak manajemen telah berhasil dalam mengelola sumber-
17
sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien. Suatu perusahaan pada tahun tertentu bisa saja mengalami pertumbuhan laba yang cukup pesat dibandingkan dengan rata-rata perusahaan. Akan tetapi untuk tahun berikutnya perusahaan tersebut bisa saja mengalami penurunan laba. Pertumbuhan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi dengan laba pada periode sebelumnya (Warsidi dan Pramuka, 2000). 4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Laba Menurut
Angkoso
(2006)
menyebutkan
bahwa
pertumbuhan
laba
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Besarnya perusahaan Semakin besar suatu perusahaan, maka ketepatan pertumbuhan laba yang diharapkan semakin tinggi. (2) Umur perusahaan Perusahaan yang baru berdiri kurang memiliki pengalaman dalam meningkatkan laba, sehingga ketepatannya masih rendah. (3) Tingkat leverage Bila perusahaan memiliki tingkat hutang yang tinggi, maka manajer cenderung memanipulasi laba sehingga dapat mengurangi ketepatan pertumbuhan laba.
18
(4) Tingkat penjualan Tingkat penjualan di masa lalu yang tinggi, semakin tinggi tingkat penjualan di masa yang akan datang sehingga pertumbuhan laba semakin tinggi. (5) Perubahan laba masa lalu Semakin besar perubahan laba masa lalu, semakin tidak pasti laba yang diperoleh di masa mendatang. 2.1.6
Permodalan dalam LPD Menurut Munawir (2004:19) modal adalah hak atau bagian yang dimiliki
oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan, atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh utangutangnya. Menurut Riyanto (2001:227-240), modal dapat dibedakan dua yaitu: 1)
Modal sendiri atau ekuitas adalah modal yang berasal dari perusahaan itu sendiri (cadangan laba) atau berasal dari pengambil bagian, peserta atau pemilik (modal saham, modal peserta, dan lain-lain).
2) Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan merupakan “hutang” yang pada saatnya harus dibayar kembali. Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 Tahun 2013 tentang Lembaga Perkreditan Desa modal LPD terdiri dari: 1) Modal Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu:
19
(1) Modal Disetor (2) Modal Donasi (3) Modal Cadangan (4) Laba Tahun Lalu (5) Laba Tahun Berjalan, diperhitungkan 50% (lima puluh persen). 2) Modal inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai faktor pengurang berupa pos: (1) Rugi tahun-tahun lalu (2) Rugi tahun berjalan. 3) Modal Pelengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai faktor pengurang berupa pos: (1) Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap dan Inventaris (2) Cadangan Pinjaman Ragu-ragu (CPRR) adalah cadangan yang wajib dibentuk LPD berdasarkan kualitas pinjaman yang diberikan, diperhitungkan setinggitingginya sebesar 1,25% (satu dua puluh lima per seratus persen) dari aktiva tertimbang menurut risiko. 2.1.7
Hutang Definisi
hutang
menurut
Kieso
(2014:179)
adalah
kemungkinan
pengorbanan masa depan atas manfaat ekonomi yang muncul dari kewajiban saat ini entitas tertentu untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lainnya di masa depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu. Sedangkan menurut Baridwan (2004:23) utang adalah pengorbanan manfaat ekonomis yang akan
20
timbul di masa yang akan datang yang disebabkan oleh kewajiban-kewajiban di saat sekarang dari suatu badan usaha yang akan dipenuhi dengan mentransfer aktiva atau memberikan jasa kepada badan usaha lain di masa yang akan datang sebagai akibat dari transaksi-transaksi yang sudah lalu. Menurut Kieso (2014:179) pembagian dasar hutang, yaitu: 1) Hutang Lancar (Jangka Pendek) Hutang
lancar
pembayarannya
adalah dengan
kewajiban-kewajiban menggunakan
yang
akan
sumber-sumber
diselesaikan
ekonomi
yang
diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau dengan menciptakan hutang yang baru. 2) Hutang Jangka Panjang Hutang jangka panjang terdiri dari pengorbanan manfaat ekonomi yang sangat mungkin dimasa depan akibat kewajiban sekarang yang tidak dibayarkan dalam satu tahun atau siklus operasi perusahaan mana yang lebih lama. Dalam LPD yang termasuk hutang adalah tabungan (tabungan wajib dan tabungan sukarela), simpanan berjangka, pinjaman yang diterima, titipan dan kewajiban lain-lain (laporan keuangan LPD, 2014). 2.1.8
Struktur Modal Struktur
modal
menunjukkan
bagaimana
aktiva-aktiva
perusahaan
dibelanjai, yaitu menyangkut semua sumber pembelanjaan, apakah cenderung menggunakan modal sendiri atau hutang. Dana pinjaman yang diberikan oleh LPD kepada masyarakat dapat bersumber dari modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki oleh LPD berupa modal donasi, cadangan modal, dan laba ditahan maupun dana yang
21
bersumber dari pinjaman atau hutang berupa tabungan, simpanan berjangka maupun pinjaman dari bank atau LPD lain (Jati dan Wiryanti, 2010). Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri. Dari perhitungan tersebut maka pengurus LPD harus dapat mengelola hutangnya agar total hutang harus lebih rendah dari total modal sendiri yang dimiliki oleh LPD (Wati dan Sutama, 2013). 2.1.9
Loan to Deposit Ratio Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004
Loan To Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga (Giro, Tabungan, Sertifikat Deposito, dan Deposito). Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana. Loan to Deposit Ratio (LDR) juga merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dapat dikumpulkan dari masyarakat (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Berdasarkan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/5/BPPP Tanggal 29 Mei 1993, standar LDR antara 80% hingga 110%. Jika rasio LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif).
22
2.1.10
Kinerja Keuangan
1) Pengertian Kinerja Keuangan Pengertian kinerja menurut Bastian (2006:274) adalah gambaran pencapaian pelaksanaan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi suatu organisasi. Konsep kinerja keuangan menurut Gitosudarmo dan Basri (2002:275) adalah rangkaian aktivitas keuangan pada suatu periode tertentu yang dilaporkan dalam laporan keuangan diantaranya laporan laba rugi dan neraca. Menurut Fahmi (2011:2) kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 2) Manfaat Penilaian Kinerja Adapun manfaat dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
23
(1) Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya. (2) Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. (3) Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang akan datang. (4) Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya. (5) Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. 3) Tujuan Penilaian Kinerja Tujuan penilaian kinerja perusahaan menurut Munawir (2000:31) adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih. (2) Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
24
(3) Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. (4) Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk
melakukan
usahanya
dengan
stabil,
yang
diukur
dengan
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan. 2.2
Hipotesis Penelitian Berdasarkan pokok masalah yang telah diuraikan, tujuan penelitian dan
kajian-kajian teori yang relevan, maka hipotesis penelitian sebagai berikut. 2.2.1
Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten Jembrana Variabel ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan ke dalam total
aset dan total karyawan. Margaretha (2011) menjelaskan bahwa semakin besarnya aset perusahaan akan membuat perusahaan semakin lebih mudah dalam memperoleh modal dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki aset yang lebih rendah selain itu, dengan adanya aset yang cukup akan dapat meningkatkan penjualan dan pada akhirnya akan meningkatkan profit yang didapat. Jumlah karyawan merupakan salah satu komponen yang menandakan ukuran dari perusahaan besar (Luthfia dan Prastiwi, 2012). Jumlah perusahaan yang besar termasuk dalam kategori perusahaan yang besar. Adikara (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan sering diukur
25
dengan menggunakan jumlah karyawan, nilai total aset, volume penjualan,dan penjualan bersih. Penelitian Tariq et al. (2013) menemukan pengaruh positif antara ukuran terhadap kinerja keungan perusahaan. Ukuran perusahaan yang dihipotesiskan secara positif terkait dengan kinerja perusahaan, seperti biaya kebangkrutan yang menurun dengan meningkatnya ukuran perusahaan. Dalam hasil penelitiannya Gleason et al. (2000) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Mudambi et al. (1998) telah menemukan pengaruh signifikan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan. Dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa ukuran perusahaan secara positif berhubungan dengan kinerja keuangan. Kuntluru (2008) menemukan hubungan positif yang signifikan antara ukuran perusahaan dan profitabilitas dari perusahaan India.Shergill dan Sarkaria (1999) menemukan hubungan positif antara ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan India. Sebagai perusahaan yang lebih besar memiliki peningkatan diversifikasi perusahaan dapat memperoleh dana dengan biaya rendah. Perusahaan besar dengan akses pasar yang lebih baik mempunyai aktivitas operasional yang lebih luas sehingga mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan lebih besar yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga antara ukuran perusahaan dan kinerja perusahaan memiliki pengaruh yang positif (Izati dan Margaretha, 2014).
26
H1:
2.2.2
Ukuran Perusahaan berpengaruh pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten Jembrana.
Pengaruh Struktur Modal pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten Jembrana Untuk mengukur struktur keuangan atau struktur modal dapat dipergunakan
Debt to Equity Ratio. Debt to Equity Ratio menurut Kasmir (2004:190) yang dikutip oleh Purba dan Sucipto (2009) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri. Dari perhitungan tersebut maka pengurus LPD harus dapat mengelola hutangnya agar total hutang harus lebih rendah dari total modal sendiri yang dimiliki oleh LPD. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar nilai Debt to Equity Ratio menjadi rendah karena semakin rendah Debt to Equity Ratio maka semakin tinggi rentabilitas ekonominya. (Jati dan Wiryanti, 2010). DER yang rendah menunjukkan bahwa, perbandingan yang menguntungkan antara total hutang dengan modal sendiri yang dimiliki oleh LPD, dimana jumlah dari total hutang lebih rendah daripada modal sendiri. Hal tersebut mengakibatkan beban bunga yang akan dikeluarkan oleh LPD dapat diperkirakan rendah sehingga laba LPD menjadi lebih tinggi. Penelitian Coleman (2007) menunjukkan bahwa penggunaan utang yang tinggi berpengaruh positif terhadap kinerja dari institusi microfinance di sub-sahara Afrika. Temuan yang sama juga dilakukan oleh Fama & French (2002), Hovakimian et al. (2001), Frank dan Goyal (2003). H2:
Struktur Modal berpengaruh pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten Jembrana.
27
2.2.3
Pengaruh Loan to Deposit Ratio pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten Jembrana Loan to deposit ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
pertumbuhan kredit yang dihitung dari perbandingan jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga dan modal sendiri. Semakin tinggi LDR maka semakin tinggi profitabilitas LPD, begitu juga sebaliknya semakin rendah LDR maka semakin rendah profitabilitas LPD. Permintaan kredit investasi akan tetap atau meningkat menunjukkan bahwa perolehan atau pendapatan dari bunga kredit akan semakin besar dan meningkatkan profitabilitas (Daryanti dan Idah, 2010). Penelitian yang dilakukan Wirawan (2007), Mahardian (2008), Purwana (2009), Sapariyah (2010), Sudiyatno (2010),
juga
menyatakan loan to deposit ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Menurut Sehrish dkk. (2011) pertumbuhan kredit mempunyai pengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank di Pakistan. Penelitian Rusydi dan Hafid (2007) menunjukkan bahwa penyaluran kredit memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat profitabilitas. Peningkatan dana yang dipinjamkan kepada nasabah akan meningkatkan kinerja bank. Tingginya kredit yang disalurkan menunjukkan penjualan yang tinggi berupa kredit sehingga keuntungan atau laba akan meningkat dan dapat meningkatkan nilai profitabilitas. H3:
Loan to Deposit Ratio berpengaruh pada Kinerja Keuangan LPD di Kabupaten Jembrana.
28