BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) APBD merupakan suatu rencana kegiatan pemerintah daerah yang disampaikan kedalam bentuk angka dan menunjukan adanya suatu sumber dalam penerimaan yang merupakan target terendah dan biaya yang merupakan sebagai batas tertinggi sebagai suatu periode anggaran (Halim, 2007:12). APBD berperan dalam pengurusan umum yaitu sebagai inti dari pengurusan umum keuangan daerah. Menurut Mamesah (Halim, 2007:19), APBD merupakan rencana operasional keuangan pemda, dan pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran yang tinggi, untuk membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek di daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dari beberapa sumber penerimaan daerah untuk menutupi pengeluaran yang dimaksud. Pada orde lama, telah dikemukakan oleh Wajong (Halim, 2007:19), APBD merupakan rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat agar suatu jangka waktu badan legislatif DPRD memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah), untuk melakukan pembiayaan demi kebutuhan rumah tangga daerah yang sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar dalam penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan agar dapat menutup pengeluaran yang berlebihan.
14
Menurut Halim (2007:19), adapun unsur-unsur anggaran daerah yaitu yang dirangkum menurut dua pengertian ahli sebelumnya. a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya yang secara rinci b. Terdapat sumber penerimaan yang merupakan suatu target terendah dalam menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan terdapat biaya yang merupakan batasan tertinggi pengeluaran yang akan dilaksanakan. c. Jenis kegiatan dan proyek yang disampaikan dalam bentuk angka d. Dan memiliki periode anggaran selama satu tahun. Pada era reformasi menurut Halim (2007:20), karakteristik APBD dijabarkan menjadi enam, yaitu. 1) Menurut pasal 30 UU Nomor 5 Tahun 1975, APBD disusun oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah 2) Adapun pendekatan yang digunakan dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan lineitem atau pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Adapun jenis pendekatan yang lebih maju, yaitu. a. Program budgeting Merupakan anggaran yang disusun berdasarkan pekerjaan yang akan dijalankan b. Performance budgeting Merupakan
pengukuran
hasil
pekerjaan
sehingga
output
dibandingkan dengan pengeluaran dana yang telah dilakukan. c. Planning, programming, and budgeting system (PPBS)
15
dapat
Merupakan pendekatan variasi dari Performance budgeting. PPBS menggabungkan tiga unsur, yaitu perencanaan hasil, pemrograman kegiatan fisik untuk mencapai hasil yang diharapkan dan penganggaran alokasi dana yang diharapkan. d. Zero bused budgeting Merupakan pendekatan penganggaran dasar nol yang juga merupakan variasi dari performance budgeting yang terfokus pada efisiensi anggaran. 3) Dalam siklus APBD terdiri atasa perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, juga penyusunan dan penetapan perhitungan APBD. 4) Pada tahap pengawasan pemeriksa serta penyususn dan penetapan perhitungan APBD, dalam pengendaian dan pemeriksaan /audit terdapat APBD yang bersifat keuangan. 5) Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu unsur ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, unsure kehematan dan efisiensi, dan hasil program utamanya untuk proyek-proyek di daerah. 6) Penyusunan anggaran dan pembukuan saling keterkaitan dan mempengaruhi. Pada era pasca reformasi, dalam bentuk APBD mengalami banyak perubahan. Sejalan dengan perubahan yang terjadi, dalam bentuk APBD saat ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yaitu mengenai Pedoman Pengelolaan Uang Daerah. Pada era reformasi keuangan daerah menginginkan laporan yang lebih informatif, oleh karena APBD terdiri dari tiga bagian yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pembiayaan
16
merupakan upaya agar APBD semakini informatif, yaitu dalam segi memisahkan antara pinjaman dari pendapatan daerah. Dalam bentuk APBD yang baru, pendapatan juga dibagi menjadi tiga, yaitu PAD, dana perimbangan, dan pendapatan Lain-lain daerah yang sah. Selain itu belanja dibagi menjadi empat, yaitu belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, juga belanja tidak terduga. Dalam belanja aparatur daerah dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu belanja administrsasi
umum,
belanja
operasi
dan
pemeliharaan,
serta
belanja
modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi tiga yaitu, belanja administrsai umum, belanja operasi dan pemeliharaan, juga belanja modal. Pembiayaan telah dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu terdapat sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan merupakan sumber sisa lebih dari anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan asset daerah yang dipisahkan, juga terdapat transfer dari cadangan. Sumber pembiayaan yang berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dalam dana cadangan, dan sisa anggaran tahun yang sedang berlangsung (Halim, 2007:22-23) 2.1.2 Belanja Tidak Langsung Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan bahwa, belanja daerah yaitu semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
17
daerah. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (provinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Menurut Mahmudi (2009:97), bahwa belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait secara langsung dengan kegiatan yang dilaksanakan. Belanja tidak langsung diarahkan kepada pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan ketersediaan pelayanan umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, belanja merupakan penyelenggaraan urusan wajib dan diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Menurut Haryanto (2013), belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak digunakan secara langsung oleh adanya program atau kegiatan, Belanja tidak langsung diarahkan kepada pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan ketersediaan pelayanan umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
18
2.1.3 Pengangguran Menurut Lembaga Demografi FEUI (2010:201-202), pengangguran merupakan bagian dari angkatan kerja, dimana saat pencatatan sedang aktif dalam mencari pekerjaan yang juga sering disebut pengangguran terbuka (open unemployment). Ada empat jenis pengangguran menurut Lembaga Demografi FEUI (2010:201-202), yaitu. 1) Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) Pengangguran terbuka terdiri dari. a. Mereka yang mencari pekerjaan b. Mereka yang mempersiapkan usaha c. Mereka yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (discouraged workers) d. Mereka yang sudah mendapat pekerjaan, namun belum mulai beerja. 2) Setengah Menganggur (Underemployed) Setengah menganggur (Underemployed) merupakan mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal, yaitu kurang dari 35 jam dalam seminggu. Adapun setengah menganggur yang terdiri dari. a. Setengah pengangguran terpaksa, yaitu dimana mereka yang dibawah jam kerja normal, yaitu 35 jam dalam seminggu dan mereka yang masih mencari pekerjaan ataupun masih menerima pekerjaan tambahan. b. Setengah menganggur sukarela, yaitu dimana mereka yang bekerja kurang dari jam kerja normal dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain atau
19
disebut juga sebagai pihak yang menyebutkan sebagai pekerja paruh waktu atau part time worker. 3) Pengangguran Tidak Kentara (Disguised Unemployment) Dalam hal ini pengangguran tidak kentara masih termasuk dalam kegiatan bekerja, karena mereka masih memenuhi dari persyaratan yang termasuk golongan bekerja. Apabila dilihat dari segi produktivitas dalam pekerjaan sehingga mereka masih disebut menganggur. Contohnya, terdapat lima orang yang bekerja untuk membuat sebuah almari, dalam bobot sebenarnya sebuah almari tersebut dapat dikerjakan oleh tiga orang saja dengan waktu yang sama. Keadaan seperti itu yang pada umumnya disebut dalam pengangguran tidak kentara disguised unemployment.
Pada umumnya hal semacam ini
terjadi karena adanya kelebihan penawaran pada pasar kerja dan kesempatan kerja dalam pasar kerja. 4) Pengangguran Friksional Pengangguran friksional merupakan pengangguran yang terjadi karena, seseorang mengalami masa tenggang waktu sebelum mendapat pekerjaan. Dalam analisis ketenaga kerjaan, tenggang watu tersebut disebut dengan waiting time. Contohnya, seseorang yang telah berhenti bekerja karena ingin pindah pekerjaan atau mencari pekerjaan baru, biasanya tidak langsung bekerja atau tidak langsung mendapatkan pekerjaan baru, sehingga membuat seorang tersebut berstatus pengangguran karena masih aktif dalam mencari pekerjaan.
20
Menurut
Todaro
(1995:297-298),
yang
menyebabkan
terjadinya
pengangguran, yaitu selain dari kurangnya kesempatan keja atau belum dimanfaatkanya sumber daya manusia, dan masih rendahnya produktivitas bagi yang telah bekerja sepanjang hari. Selain itu juga terjadinya ketidak sesuaian antara keinginan yang berlebihan dan harapan mendapatkan pekerjaan, utamanya dikalangan anak-anak yang berpendidikan, dan ketersediaan adanya pekerjaan di kota dan di desa. Khususnya banyak yang enggan untuk melakukan pekerjaanpekerjaan manual, juga untuk tetap tinggal di desa bekerja di bidang-bidang pertanian yang ada, selain itu juga akibat dari pendidikan yang menanamkan pada pekerjaan yang berjenis halus (white collar) atau bekerja kantoran bukan lapangan yang telah menyebaban kekhawatiran yang dalam bagi Negara-negara miskin yang berusaha mempercepat laju pembangunan nasional. Selain itu terdapat tiga alasan utama untuk mengurangi analisis ekonomi menurut Todaro (1995:298-299), yang tidak konvensional dalam masalah pengangguran, yaitu. 1) Pengangguran yang secara teratur dan kronis akan lebih banyak mempengaruhi proporsi angkatan kerja, yang berbeda dengan pengangguran secara terbuka di Negara-negara yang telah menerapkan sistem industri. 2) Pada Negara dunia ketiga memerlukan banyak macam kebijakan untuk mengantisipasi terjadinya pengangguran, seperti pada kebijakan-kebijakan ekonomi makro yang sederhana, yaitu model Keynes, untuk memperluas permintaan secara keseuruhan. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang sempit
21
yang dapat mencapai ciri-ciri kelembagaan, sosial dan sikap yang dimiliki oleh masyarakat yang tinggal di Negara-negara dunia ketiga. 3) Lingkungan manusia yang miskin dan tingkat hidup yang rendah selalu berkaitan dengan rendahnya produktivitas kerja yang jarang dialami oleh Negara-negara yang sekarang telah tergolong maju. Perlunya Negara berkembang menyesuaikan kembali kebijakan-kebijakan dalam negaranya yang menyangkut dalam menciptakan lapangan pekerjaan sebagai tujuan sosial ekonomi, sementara itu Negara yang telah maju hendahnya meninjau kembali dan menyesuaikan kebijakan ekonomi tradisionalnya dalam keterkaitannya secara timbal balik dengan Negara yang sedang berkembang, utamanya dalam alih teknologi dan pertukaran perdagangan. 2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sesuai dengan Undang-Undang 33 Tahun 2004 mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah dapat didefinisikan sebagai pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah menyatakan bahwa sumber-sumber pendapatan asli daerah, yaitu: pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah dan lain-lain hasil usaha daerah yang sah. Pajak yaitu sumber keuangan pokok bagi daerah-daerah di samping retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pembayaran-pembayaran kepada daerah yang dilakukan oleh para pengguna jasa-jasa daerah. Perusahaan daerah adalah suatu
22
badan usaha yang dibentuk oleh daerah untuk memperkembangkan perekonomian daerah dan untuk menambah penghasilan daerah (Kaho, 1988:127). Menurut Halim (2007:24), pendapatan asli daerah terdiri dari pajak dan retribusi daerah, bagian laba usaha daerah, ,dan lain-lain pendapatan asli daerah. Pajak merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada pemerintah tanpa balas jasa langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pajak ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Santosa (2013) mengatakan bahwa, peningakatan pendapatan asli daerah yang dianggap sebagai modal secara akumulasi akan lebih banyak menimbulkan efek positif dan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya peningkatan pendapatan asli daerah pada akhirnya akan dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan Perusahaan daerah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam peningkatan PAD, namun pada beberapa daerah kontribusi perusahaan daearh terlalu rendah. Dalam mengoptimalkan perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan
dalam
peningkatan
pendapatan
asli
daerah
perlu
adanya
profesionalisme dalam menjalankan perusahaan tersebut. Menurut Mahmudi (2009:26-27), pendapatan daerah yang berasal dari lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain: hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi, komisi, potongan, keuntungan
23
selisih kurs, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak dan retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan atas fasilitas sosial dan fasilitas umum, dan pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan penelitian. Menurut Halim (2007:264-268), yang tergolong Pendapatan PAD yang masuk ke dalam provinsi, yaitu. a. Pajak Daerah terdiri dari pajak kendaraan bermotor, pajak kendaraan diatas air, bea balik nama kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor dan pajak air permukaan. b.
Retribusi Daerah terdiri dari restribusi jasa umum, restribusi jasa usaha, dan restribusi perizinan tertentu.
c.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terdiri dari bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/ BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, bagian laba atas pernyataan modal pada perusahaan patungan/milik swasta.
d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah terdiri dari hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, tuntutan ganti rugi (TGR), komisi, potongan dan keuntungan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan denda atas keterlambatan peaksanaan pekerjaan, pendapatan daerah pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atau jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
24
Adapun yang tergolong PAD yang masuk ke dalam susunan pendapatan kabupaten/kota, yaitu. a. Hasil Pajak Daerah terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, pajak parkir, pajak parkir bawah tanah, pajak sarang burung wallet, pajak lingkungan b.
Hasil Retribusi Daerah terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu
c.
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan terdiri dari bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.
d.
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah terdiri dari hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, pendapatan bunga deposito, tuntutan ganti kerugian daerah, komisi, potongan dan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan pendapatan dari anggaran/cicilan rumah.
2.1.5 Dana Perimbangan Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 yang dimaksud dengan Dana Perimbangan,
25
yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN dan dana yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak atau Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Tujuan dari adanya dana perimbangan, yaitu dana perimbangan bertujuan untuk dapat mengurangi kesenjangan fiskal yang terjadi antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah juga antara Pemerintah Daerah. Menurut pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa tujuan dari Dana Perimbangan yaitu agar dapat menciptakan keseimbangan keuangan antar Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Pemerintahan Daerah. Dana perimbangan terdiri dari : dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, yang jumlahnya ditetapkan setiap tahunnya anggaran. (1) Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh). Sesuai dengan pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh pada Pasal 21 dibagi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dana bagi hasil dari sumber daya alam yang berasal dari: kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan
minyak
bumi,
pertambangan
gas
bumi,
dan
pertambangan panas bumi. Pada tahun 2015 menurut Perpres No 36 Tahun 2015 tentang Rincian APBN yaitu pada pasal 5 ayat 1b tentang Rincian Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa bagian rincian Dana Bagi Hasil terdiri atas, DBH Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak orang pribadi dalam
26
negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut provinsi/kabupaten/kota, DBH Pajak Bumi dan Bangunan menurut provinsi/kabupaten/kota, DBH Cukai Hasil Tembakau menurut provinsi, DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan dan Pengusaha Panas Bumi menurut provinsi/kabupaten/kota. (2) Dana Alokasi Umum merupakan jumlah keseluruhan DAU yang ditentukan sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dasar untuk menentukan berapa jumlah DAU yang diterima oleh satu daerah, yaitu provinsi, kabupaten/kota merupakan apa yang disebut celah fiskal dan alokasi dasar. (3) Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan setiap tahun dalam APBN untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan dari daerah dan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Adapun kriteria umum ditetapkannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khususnya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah.
2.1.6 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Belanja Tidak Langsung Pendapatan asli daerah berpengaruh erat dengan Belanja tidak langsung karena setiap pengeluaran yang dilakukan pemerintah harus disesuaikan dengan pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Semakin tinggi pendapatan asli daerah, maka semakin tinggi juga belanja yang dilakukan pemerintah. Menurut hukum Wagner, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif
27
pengeluaran pemerintah pun akan meningkat (Mangkoesoebroto, 1993:171). Dapat dilihat bahwa peningkatan pendapatan per kapita secara tidak langsung mempengaruhi PAD yang dapat meningkatkan pengeluaran pemerintah. Menurut Prakosa (2004), pendapatan asli daerah berpengaruh positif terhadap belanja daerah, dengan menggunakan pengaruh pendapatan asli daerah yang lebih dominan sehingga berpengaruh terhadap belanja daerah. Belanja daerah tersebut kemudian dialokasikan untuk belanja tidak langsung. Terdapat indikasi bahwa pemerintah daerah kurang berhati-hati dalam menyusun anggaran belanjanya dan kurang mengambil pelajaran dari realisasi anggaran tahun yang telah lalu. Menurut Lamartina dan Zaghini (2008), terdapat indikasi korelasi positif struktural antara belanja publik dan PDB per kapita yang konsisten dengan apa yang disebut hukum Wagner. 2.1.7 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Belanja Tidak Langsung Adapun hubungan antara Dana Perimbangan dengan Belanja Tidak langsung, yaitu jika dilihat dari pengertiannya bahwa apabila biaya perimbangan tinggi akan membuat pengeluaran untuk Belanja Tidak Langsung juga semakin tinggi, dan membuat biaya untuk menunjang kesejahteraan masyarakat makin tinggi pula. Menurut Holzt-Eakin et al (1994), terdapat suatu keterkaitan yang sangat erat antara transfer di Pemerintah Pusat dengan Belanja di Pemerintah Daerah. Terdapat bukti empiris bahwa dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja daerah (Legrenzi and Milas, 2001). Sesuai dengan tujuan dari adanya Belanja Tidak Langsung tersebut, maka apabila dana perimbangan yang didapat dalam jumlah yang kecil akan membuat biaya yang dikeluarkan untuk
28
Belanja Tidak Langsung akan sedikit pula dan kesejahteraan masyarakat yang ditunjang dari dana tersebut akan semakin menurun. 2.1.8 Hubungan antara Belanja Tidak Langsung dengan Pengangguran Belanja
Tidak
Langsung
berhubungan
erat
dengan
tingkat
penggangguran. Ini dikarenakan apabila Belanja Tidak Langsung semakin tinggi, secara tidak langsung maka kesejahteraan masyarakat semakin tinggi pula, karena fungsi Belanja Tidak Langsung adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Setiap daerah mampu untuk mengoptimalkan dan mengelola pendapatan sendiri, sehingga akan meningkatkan potensi di masing-masing sektor yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Daerah akan dapat menekan tingkat pengangguran, karena pengangguran berhubungan erat dengan ketersediaan lapangan kerja dan lapangan kerja berhubungan erat dengan belanja pembangunan (Belanja Tidak Langsung). Meningkatnya belanja pembangunan akan dapat menekan jumlah pengangguran (Setyawati dan Hamzah, 2007) Belanja Tidak Langsung yang semakin meningkat otomatis biaya untuk tunjangan sekolah, kehidupan bagi masyarakat yang kurang mampu akan meningkat. Pendidikan yang cukup, sehingga akan meningatkan jumlah masyarakat dengan tenaga kerja ahli. Dengan memiliki keahlian lebih akan mempermudah memperoleh pekerjaan, mengingat persaingan arus globalisasi semakin meningkat. Menurut teori Keynes, apabila terjadi penurunan tingkat upah akan mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat. Bila terjadinya penurunan daya beli masyarakat akan menurunkan tingkat pengeluaran dan berakibat pada
29
turunnya tingkat permintaan terhadap harga barang dan jasa akibat lemahnya daya beli masyarakat, sehingga berakibat penurunan kapasitas produksi yang berarti akan terjadinya penurunan jumlah tenaga kerja. Dengan terjadinya penurunan tingkat upah tidak akan dapat menciptakan tenaga kerja penuh (Full Employment). Oleh karena itu, untuk peningkatan sistem perekonomian akan berakibat pada pencapaian tingkat penggunaan tenaga kerja yang penuh. Selain itu Keynes menyatakan bahwa baik, Negara maupun sektor swasta memegang peranan penting untuk kebangkitan sistem perekonomian. Selain itu lebih dipertegas oleh Keynes, bahwa pada hakekatnya dalam analisis Keynes yang menyatakan dalam tingkat ekonomi Negara ditentukan besarnya permintaan efektif, yaitu permintaan yang disertai oleh kemampuan untuk membayar suatu barang dan jasa yang diminta yang terwujud dalam suatu perekonomian. Apabila bertambah besar permintaan efektif yang wujud dalam perekonomian, maka bertambah pula tingkat produksi yang akan dicapai oleh sektor perusahaan. Dalam keadaan ini akan menciptakan pertambahan dalam tingkat kegiatan ekonomi dan penggunaan tenaga kerja dan faktor-faktor produksi. Meningkatan belanja tidak langsung dapat menurunkan tingkat pengangguran. 2.1.9 Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Tingkat Pengangguran Pendapatan Asli Daerah erat kaitannya dengan pengangguran dan kemiskinan. Pada saat ini masih banyak adanya pengangguran dan kemiskinan. Dengan adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah akan lebih meningkatkan
30
sistem perekonomian, sehingga dapat mensejahterakan masyarakat. Dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Menurut Setiyawati (Kresnandra dan Erawati, 2013), apabila terjadi peningkatan pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen penyusun PAD akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerahnya. Apabila setiap daerah mampu mengelola pendapatan dari pajak dan retribusi daerah secara optimal, sehingga daerah akan mampu meningkatkan sektor-sektor yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian daerah akan dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada di daerahnya. Dari adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah, masyarakat dan pemerintah berarti sudah bisa dalam pengelolaannya menjadi lebih baik.
2.1.10 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Tingkat Pengangguran Adapun hubungan dari Dana Perimbangan dan Pengangguran juga memiliki kaitan yang erat dengan adanya dana perimbangan maka bertambah pula anggaran Pemerintah daerah untuk menunjang kesejahteraan rakyatnya. Menurut teori Harrod-Domar (Sukirno, 2006:256), peranan pembentukan modal dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Menurut Hugh Patrick (Todaro dan Smith, 2006:310), pembangunan sektor keuangan menghasilkan pertumbuhan ekonomi di masa-masa awal pembangunan modern, namun bila sistem keuangan yang stabil ada, membuatnya akan kearah sektor riil. Terjaganya sistem keuangan akan membuat setabilnya pula pengeluaran pemerintah untuk menunjang kemajuan daerah. Dengan dana perimbangan pemerintah daerah dapat mengalokasikannya untuk meningkatkan perekonomian
31
masyarakatnya, sehingga nantinya akan dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan, dan pada akhirnya mengurangi pengangguran dan meningkatan kesejahteraan masyarakat.
2.2 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu. 1) Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Tidak Langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Belanja Tidak Langsung berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat Pengangguran pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. 3) Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan berpengaruh signifikan terhadap tingkat Pengangguran melalui Belanja Tidak Langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali.
32