6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Secara sederhana kata kooperatif yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim (Isjoni, 2010:8). Sedangkan Sanjaya (2011:242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara 4-6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Rusman (2011:202) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pada pembelajaran siswa berinteraksi aktif dan positif dalam kelompok. Siswa yang bekerja dalam pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam pembelajaran dua atu lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Pelaksanaan prosedur pembelajaran dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Hal penting dalam pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerjasama dengan teman. Bahwa teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah. Setiap anggota kelompok memberi sumbangan pada prestasi kelompok (Uno dan Nurdin, 2012: 120). Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran kooperatif yang telah disampaikan diatas bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang, dalam kelompok siswa berasal dari
berbagai tingkat kognitif yang berbeda, jenis
kelamin, suku, dan latar belakang sosial yang berbeda. Dalam menyelesaikan 6
7
tugas siswa dalam kelompok saling bekerja sama satu dengan yang lain dan membantu memahamai materi pelajaran dan persoalan yang diberikan. Sehingga setiap siswa memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompok dalam memecahkan masalah atau persoalan dan diperlukan kerjasama yang baik antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
2.1.1.1 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Menurut Ibrahim (2000:6) pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda. 4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. Dari beberapa ciri-ciri pembelajaran yang telah disampaikan diatas bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan belajar dalam kelompok biasa. Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok
lainnya.
Pembelajaran
ini
kelompok
dibentuk
dari
siswa
berkemampuan berbeda-beda. Setiap kelompok terdiri dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, penghargaan berorientasi pada kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif anggota kelompok saling ketergantungan positif, tatap muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok. Pengembangan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah bahwa sinergi yang muncul melalui kerjasama akan meningkatkan motivasi yang jauh lebih besar daripada melalui lingkungan kompetitif individual. Kelompokkelompok social integrative memiliki pengaruh yang lebih besar daripada kelompok yang dibentuk secara berpasangan. Siswa merasa senang karena dalam pembelajaran kooperatif ini mereka bekerja sama mencerminkan aspek saling ketergantungan untuk mencapai tujuan bersama, untuk mencapai tujuan bersama dalam kelompok diperlukan keterampilan sosial
melalui komunikasi antar
anggota secara bertatap muka satu dengan yang lainnya dan berinteraksi secara
8
langsung, namun walaupun bekerja secara berkelompok setuap anggota kelompok bertanggung jawab terhadap hasil anggota kelompok. Selanjutnya proses evaluasi kelompok dilakukan untuk mengevaluasi kerja kelompok dari hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan baik. Oleh karena itu guru harus merancang rencana pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif harus memahami ciri-ciri yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan yang lainnya. Berdasarkan uraian tentang ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang lebih berorientasi pada kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 4-6 orang. Tiap kelompok terdiri dari siswa yang kemampuan, ras, budaya, suku, dan jenis kelamin berbedabeda. Didalam kelompok, siswa bekerjasama dan saling ketergantungan positif untuk menuntaskan materi atau memecahkan persoalan yang diberikan oleh guru. Penghargaan yang diberikan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Keberhasilan dalam kelompok tergantung pada individu dan kerjasama yang baik dalam kelompok demi tercapainya tujuan bersama.
2.1.1.2 Sintak Pembelajaran Kooperatif Menurut Arends (2008:6) terdapat enam fase atau langkah utama yang terdapat dalam pelajaran yang menggunakan model cooperative learning adalah: Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Kooperatif Fase
Tingkah Laku
Fase-1
Mengklarifikasi tujuan dan membangkitkan motivasi belajar.
Fase-2
Mempresentasikan Informasi.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil.
Fase-4
Membentuk kerja tim dalam belajar.
Fase-5
Mempresentasikan hasil diskusi dan mengujikan yang dipelajari.
Fase-6
Memberi pengakuan.
9
Berdasarkan uraian tentang langkah-langkah pembelajaran kooperatif dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan pembelajaran kooperatif dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan motivasi untuk belajar. Selanjutnya siswa dikelompokkan kedalam kelompok-kelompok kecil dan diikuti bimbingan guru kepada siswa untuk bekerjasama menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Tahap terakhir meliputi presentasi hasil diskusi kelompok atau evaluasi dan memberi penghargaan terhadap usaha kelompok.
2.1.2 Matematika Ruseffendi berpendapat dalam Heruman (2012:1) bahwa Matematika adalah bahasa symbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan stuktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Puskur-Dit PTKSD (2003:2) menjelaskan bahwa Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki obyek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima, sehingga keterlibatan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang terdapat pada kurikulum pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, Matematika perlu diajarkan sedini mungkin kepada anak didik. Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau “manthenein”, yang artinya mempelajari. Sedangkan dalam Bahasa Sansekerta berasal dari kata “medha” atau “widya” yang artinya kepandaian, ketahuan, inteligensi (Moch. Masykur 2007:42). Berdasarkan pengertian yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah ilmu yang berupa ide obyek kajian yang abstrak yang memerlukan pembuktian yang logis, karena itu matematika hanya dapat diperoleh dengan mengorganisasikan pola pikir dan penalaran.
10
2.1.2.1 Tujuan Pembelajaran Matematika Dalam KTSP Standar Isi Tahun 2006, mata pelajaran Matematika bertujuan agar peserta didik mempunyai kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran Matematika adalah dapat memahami dan menjelaskan keterkaitan antar konsep Matematika dan menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika serta menggunakan pealaran pada pola dan sifat, mengomunikasikan gagasan dengan tabel, simbol, dan diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah serta menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan.
2.1.3 Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Pencapaian tujuan Matematika yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSNP) tersebut harus dimiliki oleh kemampuan siswa yang berstandar nasional dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci Kompetensi Dasar (KD). Standar Kompentensi merupakan ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif. Penjabaran lebih lanjut ke dalam kompetensi dasar. Kompetensi Dasar adalah kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi
11
guru.Oleh karena itu, dalam pembelajaran di satuan pendidikan harus mengacu pada SK dan KD yang diterbitkan oleh BSNP. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran Matematika pada penelitian ini yang ditujukan bagi siswa kelas V SD Negeri Sidorejo Lor 04 yang disajikan melalui tabel 2.2 Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetesi Dasar Matematika kelas V Semester II SD Negeri Sidorejo Lor 04 Salatiga Standar Kompetensi (SK) 5. Menggunakan Pecahan Dalam Pemecahan Masalah
2.1.4
Kompetensi Dasar (KD) 2.2 Mengalikan dan Membagi Berbagai Bentuk Pecahan. 2.3 Menggunakan Pecahan Dalam Masalah Perbandingan dan Skala
Teori Belajar Menurut Gagne dalam Suprijono (2009:2) “Belajar adalah perubahan
disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiah”. Sedangkan Ahmadi dan Widodo (2008:18) berpendapat bahwa belajar merupakan proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari proses belajar yang telah dilakukan individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Peristiwa belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kegiatan belajar yang disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dengan pengalaman dalam kehidupan sosial di masyarakat. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Sejalan dengan pendapat Slameto, Suprijono mengungkapkan prinsipprinsip belajar ada tiga yaitu: perubahan perilaku sebagai hasil belajar, belajar
12
merupakan proses, belajar merupakan bentuk pengalaman yang pada dasarnya adalah hasil interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Berdasarkan penjelasan disimpulkan bahwa belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu berinteraksi dengan lingkungannya, yang mempengaruhi kegiatan belajar dapat dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar siswa memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar, kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit menangkap mata pelajaran yang sedang dipelajari. Dalam keadaan dimana siswa dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut belajar.
2.1.5 Teori Hasil Belajar Sudjana (2011:22) berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Bahwa hasil belajar itu bersifat menyeluruh artinya bukan sekedar penguasaan pengetahuan dalam materi tetapi juga nampak pada perubahan sikap dan tingkah laku secara terpadu. Lain halnya dengan Mulyono Abdurrahman (2003:37) Ia berpendapat jika hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Dalam kegiatan pembelajaran tujuan yang ingin dicapai ditentukan sebelumnya. Anak yang dikatakan berhasil adalah mereka yang dapat mencapai tujuan-tujuan pelajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sistem Pendidikan Nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan intruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom dalam Sudjana (2011:22) berpendapat bahwa bahwa hasil belajar mencakup 3 hal, meliputi kemampuan kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual, kemampuan afektif yang berkenaan dengan sikap, dan kemapuan psikomotorik yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan. Menurut Slameto (2010:54), adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yang meliputi: 1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi:
13
a. Faktor Jasmaniah b. Faktor Psikologis c. Faktor Kelelahan 2) Faktor yang ada pada luar individu yang di sebut faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dibedakan menjadi 3, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. a. Faktor Keluarga b. Faktor Sekolah c. Faktor Masyarakat Dari beberapa penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa hasil belajar merujuk pada kemampuan yang diperoleh individu dari beberapa aspek yaitu aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar dapat diartikan sebagai perubahan kemampuan yang dimiliki seseorang baik kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor. Kemampuan kognitif berhubungan dengan pengetahuan ingatan, kemampuan afektif berhubungan dengan sikap dan kemampuan psikomotorik berhubungan dengan keterampilan. Perubahan kemampuankemampuan dalam hasil belajar dalam hal ini adalah perubahan ke arah yang lebih baik (perubahan progresif) bukan ke arah kurang baik (regresif). Hasil belajar dalam kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik merupakan perubahan peserta didik setelah mengikuti proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Untuk mengukur hasil belajar maka guru melaksanakan tes. Teknik tes meliputi tes tertulis dan tes tidak tertulis. Teknik tes tertulis dapat berbentuk pilihan ganda atau objektif, uraian, dan isian singkat. Sedangkan teknik non tes meliputi pengamatan atau observasi, angket, jurnal, portofolio dan wawancara. Guru dapat mengetahui hasil belajar siswa dalam bentuk nilai melaui tes yang dilakukan. Pada umumnya hasil belajar dinilai melalui tes, baik tes uraian maupun tes objektif. Pelaksanaan penilaian bisa secara lisan, tulisan, tindakan atau perbuatan. Tes uraian mempunyai keunggulan dari tes objektif karena dapat mengungkap aspek atau kemampuan mental yang lebih tinggi yang tercermin dalam logika berpikir dan kemampuan berbahasa tulisan. Sedangkan tes objektif lebih unggul
14
dalam hal materi yang diujikan dapat lebih banyak dan mudah (praktis) dalam memeriksa dan mengolah hasilnya.
2.1.6 Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT) Number Heads Together merupakan jenis pembelajaran koopereatif yang kemudian disingkat menjadi NHT yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada 1993(Arends, 2008:15). NHT pada dasarnya merupakan varian diskusi kelompok, ciri khasnya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa, cara ini merupakan upaya yang sangat baik untuk meningktakan tanggung jawab individual dalam dikusi kelompok (Nur, 2005:78). NHT melibatkan lebih banyak siswa bekerja dalam sebuah kelompok dalam menelaah berbagai materi melalui pemecahan persoalan yang diberikan, yang dibahas dalam sebuah mata pelajaran tertentu dan untuk memeriksa pemahaman mereka tentang isi dari pelajaran itu. Pembelajaran NHT juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dalam kelompok dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat pada sebuah pertanyaan atau pemecahan masalah dalam kelompok.
2.1.6.1 Penerapan NHT Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Adapun tahapan dalam pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) menurut Kagan dalam Nurhadi (2004:66) langkah-langkah metode pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah: 1) Penomoran (Numbering) 2) Pengajuan Pertanyaan (Questioning) 3) Berpikir Bersama (Head Together) 4) Pemberian Jawaban (Answering) Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga
15
sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. Langkah selanjutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula. Setelah mendapatkan pertanyaanpertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut. Tipe pembelajaran kooperatif ini memiliki langkah-langkah sebagai berikut membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan setiap anggota kelompok diberi nomor kepala. Selanjutnya tiap kelompok melakukan diskusi untuk menjawab permasalahan atau untuk melakukan suatu kegiatan. Kemudian guru mengundi atau mengambil salah satu nomor dan nomor yang dimiliki anggota dari kelompok tersebut harus maju ke depan kelas untuk menjawab atau mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok mereka. 2.1.6.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran NHT Model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) diantaranya adalah: a. Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi secara bersama-sama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
16
b. Siswa pandai maupun siswa lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktiitas belajar kooperatif. c. Dengan bekerja secara kooperatif ini, kemungkinan konstruksi pengetahuan akan menjadi lebih besar untuk siswa dapat mencapai pada kesimpulan yang diharapkan. d. Dapat memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk menggunakan keterampilan yang dimilikinya, keterampilan bertanya, keterampian menjawab, dan kepemimpinanya Kekurangan model Number Heads Together (NHT) adalah: a. Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga akan menimbulkan sikap minder dan pasi dari siswa yang lemah. b. Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang menyalin pekerjaan teman yang pandai c. Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbedabeda sehingga memerlukan waktu khusus d. Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru dan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru (Suwarno, 2010).
2.2 Kajian Teori yang Relevan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muntasip, Institut Agam Islam Negeri Walisongo dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika materi Perkalian dan pembagian Bilangan Bulat Melalui Model Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) di Kelas IV MI Negeri Karangpoh Pulosari pemalang” hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar Matematika kelas IV MI Negeri Karangpoh Pulosari Pemalang pada materi perkalian dan pembagian bilangan bulat. Peningkatan hasil belajar ditunjukkan dengan adanya peningkatan siklus I 70% dari pra siklus, dan 90% pada siklus II. Penelitian yang dilakukan oleh M. Nafik, Universitas Negeri Malang dengan judul “Penerapan Model pembelajaran Kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas IV
17
SDN Ksatrian 2 Malang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika kelas IV SDN Ksatrian 2 Malang pada materi pecahan. Peningkatan hasil belajar ditunjukkan dengan adanya peningkatan yang cukup signifikan dari rata-rata siklus I 65,78 dan meningkat menjadi 92,67 pada siklus II. Penelitian yang dilakukan oleh Ananta, Wahyu Nugroho Sandi, Universitas Kristen Satya Wacana dengan judul “Penerapan Model Number Heads Together (NHT) Dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Negeri Pitosari, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung” hasil penelitian menunjukan menggunakan model Number Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas IV SD Negeri Pitrosari. Pada kondisi awal atau pra siklus siswa yang nilainya diatas KKM terdapat 8 siswa (33%) dan yang belum tuntas dibawah KKM terdapat 16 (67%). Siklus 1 menerapkan model NHT terjadi peningkatan signifikan yaitu terdapat 18 siswa yang diatas KKM (75%) dan 6 siswa (25%) yng belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Kemudian siklus 2 terjadi peningkatan yaitu 21 (87%) siswa yang sudah memenuhi KKM dan 3 (13%) yang belum memenuhi KKM. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sintaks pembelajaran Number Heads Together milik Spancer Kagan, yaitu dengan tahapan numbering, questioning, heads together, dan answering. Namun, peneliti menambahkan atau memodifikasi dari sintaks yang sudah ada yakni berupa pemberian penghargaan atau reward untuk kelompok yang memberikan jawaban dengan benar melalui kompetisi antar kelompok. Pemberian penghargaan ini digunakan sebagai alat agar siswa lebih bersemangat dan menumbuhkan minat dalam mengikuti pelajaran untuk mempelajari atau mengerjakan sesuatu. 2.3 Kerangka Pikir Model pembelajaran Number Heads Together (NHT) adalah pembelajaran kooperatif yang memacu rasa keingintahuan siswa dan menuntut tanggung jawab
18
indvidu walaupun bekerjasama dalam kelompok, sehingga dengan sendirinya siswa termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan/soal yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran ini diharapkan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas yang masih monoton yang hanya berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif akan membantu siswa dalam satu kelas untuk ikut terlibat secara aktif dalam penguasaan materi pembelajaran dengan menyampaikan ide-ide dan pengetahuan yang telah dimiliki siswa . Dalam kegiatan berkelompok siswa dihadapkan pada permasalahan yang harus diselesaikan, dengan model Number Heads Together (NHT) siswa akan menjadi aktif, kegiatan pembelajaran akan menjadi menyenangkan, dan siswa yang berkemampuan kurang, dalam diskusi kelompok dapat terbantu oleh temannya, selain itu akan menemukan banyak ide dan tanggapan yang berbeda dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Kelompok akhirnya menemukan jawaban yang sesuai dari hasil diskusi kelompok yang telah disepakati, kemudian hasil dari kerja kelompok dipresentasikan ke depan kelas dengan cara guru mengambil nomor secara acak agar tiap anggota kelompok siap untuk menyampaikan hasil diskusinya. Melalui cara ini akan menjamin keterlibatan aktif seluruh siswa dalam pembelajaran yang membantu proses belajar siswa lebih maksimal sehingga dapat memacu keaktifan dan tanggung jawab individu yang akan membantu perbaikan hasil belajar siswa.
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut melalui penggunaan model pembelajaran koperatif tipe Number Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas V SD Negeri Sidorejo Lor 04 Kecamatan Sidorejo kota Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014.