Geologi Regional
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Cekungan Kutai (gambar 2.1) di bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah baratlaut - tenggara, di bagian barat dibatasi oleh tinggian Kuching yang berarah utara - selatan, berupa batuan dasar berumur Pra-Tersier. Pada bagian selatan dibatasi oleh oleh tinggian Meratus dan Busur Paternoster. Kelurusannya dikontrol oleh Sesar Adang (Adang Fault) dengan arah baratlaut – tenggara. Ke arah timur Cekungan Kutai terbuka semakin dalam ke Selat Makasar (Ott, 1987).
Gambar 2.1 Fisiografi Cekungan Kutai (Biantoro dkk., 1992)
5
Geologi Regional
2.2 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang sangat penting. Menutupi daerah seluas + 60.000 km2 dan mengandung endapan umur Tersier dengan ketebalan mencapai 14 km. Cekungan Kutai terletak di tepi bagian timur dari Paparan Sunda, yang dihasilkan sebagai akibat dari gaya ekstensi di bagian selatan Lempeng Eurasia (Howes, 1977 dalam Allen & Chambers, 1998). Kerangka tektonik di kalimantan bagian timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi antara lempeng pasifik, lempeng indiaausralia, dan lempeng eurasia, serta dipengaruhi juga oleh tektonik regional di asia bagian tenggara (Biantoro dkk., 1992). Tapponnier (1982 dalam Asikin, 1987) menginterpretasikan asia bagian tenggara sebagai fragmen dari lempeng Eurasia yang melejit ke arah tenggara sebagai akibat tumbukan antara kerak benua india dengan kerak benua asia, yang terjadi 40 50 juta tahun yang lalu. Pada perkembangannya, proses geotektonik tersier menyebabkan terus terdorongnya fragmen dari lempeng eurasia. Fragmen ini dikenal dengan nama Lempeng Mikro Sunda. Kalimantan merupakan salah satu bagian dari lempeng tersebut. Pada Tersier awal Cekungan Kutai dan Cekungan Barito merupakan satu cekungan besar berarah utara timurlaut – selatan baratdaya. Cekungan tersebut mulai terpisah setelah pengangkatan blok Meratus, dicirikan oleh kelurusan zone Paternoster yang dikontrol oleh sesar Adang (Adang Fault) dan disebut sebagai South Kutai Boundary Fault (Ott, 1987). Pemisahan ini diduga terjadi selama Miosen Tengah, berdasarkan facies yang berbeda pada lapisan sedimen antara kedua cekungan dari Miosen Akhir sampai Resen (Biantoro dkk., 1992). Pada bagian utara, Cekungan Kutai terpisah dari cekungan Tarakan oleh tinggian Mangkalihat. Pemisahan ini mungkin terjadi sejak Oligosen (Biantoro dkk., 1992). Pengangkatan pada bagian utara cekungan ini nampaknya terjadi dalam dua (2) tahap. Tahap pertama, membentuk kelurusan blok sesar berarah hampir barat – timur sepanjang sungai (gambar 2.2). Kelurusan ini sebagai batas dua (2) facies ketebalan sedimen yang sangat berbeda di bagian utara dan selatan sungai Bengalun (Sunaryo dkk., 1988). Di bagian selatan Sungai Bengalun sedimen Tersier sangat tebal
6
Geologi Regional
dibandingkan dibagian utaranya. Perbedaan tersebut menyebabkan daerah di sebelah utara sungai Bengalun ini sering disebut sebagai sub Cekungan Bengalun. Blok sesar sepanjang sungai Bengalun ini menyebabkan perbedaan litologi dan stratigrafi antara sub Cekungan Bengalun dengan Cekungan Kutai khususnya daerah Sangatta (Biantoro dkk., 1992). Tahap kedua, pengangkatan di bagian utara yang merupakan sub Cekungan Bengalun membentuk tinggian yang sekarang ditemukan di Sangkulirang, Tinggian Kuching dan Tinggian Mangkalihat yang dalam perkembangannya mempengaruhi proses sedimentasi di Cekungan Kutai.
Gambar 2.2 Struktur Geologi Cekungan Kutai (Allen & Chambers, 1998) Secara regional, urutan aktivitas tektonik pada Cekungan Kutai adalah sebagai berikut: Paleosen Akhir sampai Eosen Tengah – Oligosen Awal : cekungan secara intensif mengalami penurunan, melibatkan rifting pada batuan dasar (Darman
7
Geologi Regional
& Sidi, 2000). Proses ini menghasilkan sistem sesar ekstensional dan membentuk half graben. Oligosen : interupsi penurunan cekungan oleh proses pengangkatan di daerah Kalimantan bagian tengah. Kemudian terjadi lagi proses penurunan cekungan secara tepat melalui mekanisme sagging (Darman & Sidi, 2000) Oligosen Akhir: terjadi proses pengangkatan di bagian tepi cekungan. Di bagian utara cekungan Kutai juga terjadi proses pengangkatan yaitu pada punggungan Mangkalihat. Menurut Biantoro dkk.. (1992), pengangkatan di bagian utara ini terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama menghasilkan pola kelurusan sesar Bengalun berarah hampir timur – barat dan tahap kedua yang menghasilkan bagian tertinggi dari pengangkatan yaitu di daerah teluk Sangkulirang. Hasil proses tektonik ini yaitu: Punggungan Mangkalihat, Sesar Bengalun, dan Sangkulirang di batas bagian utara memisahkan Cekungan Kutai dengan Cekungan Tarakan. Selama Eosen – Oligosen, Cekungan Kutai ini diinterpretasikan terbuka ke arah barat (Ott, 1987) Miosen Awal: terjadi pemekaran di laut Cina Selatan yang memacu proses subduksi sepanjang batas baratlaut Kalimantan (Palawan Trough) dengan gaya kompresi berarah baratlaut – tenggara. Proses ini juga menghasilkan pengangkatan di Pegunungan Kalimantan bagian tengah (Tinggian Kuching). Pengangkatan pada Kala Miosen Awal memacu dua peristiwa penting dalam evolusi geologi Cekungan Kutai. Pertama, menjadikan Tinggian Kuching sebagai sumber bagi suplai sedimen kompleks delta berumur Neogen yang berprogradasi kea rah timur. Dan peristiwa kedua adalah asosiasinya dengan lipatan dan sesar pada Tinggian Kuching (Ott, 1987). Lipatan yang terbentuk berupa lipatan asimetris, sayap lipatan sebelah barat lebih terjal daripada sebelah timur akibat pengaruh gaya kompresi di atas.
8
Geologi Regional
Gambar 2.3 Diagram rekonstruksi pembentukan struktur pada Cekungan Kutai (Ott, 1987)
9
Geologi Regional
• Miosen Tengah: proses progadasi awal deltaik berlangsung di bagian timur. Proses sedimentasi ini dipengaruhi juga oleh tektonik pengangkatan (gambar 2.3). • Miosen Akhir: terjadi interaksi konvergen berupa tumbukan (collision) Bangai – Sula yang sangat kuat di bagian barat Sulawesi. Hal ini memacu terjadinya inverse struktur, pemekaran di Selat Makassar, Paternoster Platform, dan proses sedimentasi delta di bagian timur (Delta Mahakam) yang semakin terakumulasi dan terlipat. Pada Mio-Pliosen, dihasilkan rangkaian antiklin yang terbentuk bersamaan dengan proses sedimentasi. Rangkaian antiklin ini umum dikenal dengan nama Antiklinorium Samarinda, sedangkan McClay dkk. (2000), menyebutnya dengan nama Mahakam Fold Belt yang memiliki trend struktur umum Cekungan Kutai saat ini. • Pliosen Awal: ditandai dengan berlanjutnya proses inversi struktur (Biantoro dkk., 1992) • Pliosen – Pleistosen: proses inversi dan pengangkatan Pegunungan Meratus yang sangat intensif di bagian selatan Cekungan Kutai mengindikasikan berlanjutnya proses kontraksi regional (Biantoro dkk., 1992). Terjadinya thrusting pada Mahakam Fold Belt. Hal ini diinterpretasikan sebagai produk dari interaksi konvergen antara lempeng Indo-Australia dan Busur Banda (van de Weerd & Armin, 1992). • Cekungan Kutai masih terus mengalami penurunan sampai saat ini dan proses pengendapan sedimen deltaik pun masih berlangsung, meluas ke arah timur menuju lepas pantai (Darman & Sidi, 2000).
2.3 Stratigrafi Cekungan Kutai Batuan dasar yang mendasari Cekungan Kutai, teramati di tepi Cekungan Kutai bagian utara, tepatnya di tinggian Kuching terdiri dari batuan Bancuh berumur Mesozoikum (Yura-Kapur). Satuan stratigrafi Tersier Cekungan Kutai tertua diendapkan secara tidak selaras diatas batuan dasar yang merupakan batuan bancuh
10
Geologi Regional
tersebut. Proses pengendapannya dibeberapa tempat berlangsung bersamaan dengan pembentukan struktur sesar (syn-depositional fault) Cekungan Kutai secara umum tersusun atas endapan-endapan sedimen berumur Tersier yang memperlihatkan hasil siklus transgresi dan regresi laut. Urutan transgresi dapat ditemukan dengan baik sepanjang pinggir cekungan berupa lapisan klastik yang berbutir kasar dan serpih yang diendapkan di lingkungan paralik pantai hingga laut dangkal (F.Beriun berumur Eosen, F.Antan berumur Oligosen Awal dan F.Marah berumur Oligosen Akhir). Pengendapan dalam lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan menandakan periode genang laut maksimum. Sistem delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur disertai oleh tumbuhnya delta yang terusmenerus yang diselingi oleh fase genang laut secara lokal (gambar 2.4).
Gambar 2.4 Model Pengendapan Cekungan Kutai (Biantoro, dkk., 1992) Urutan regresi di Cekungan Kutai terdiri dari endapan delta hingga paralik mengandung banyak lapisan batubara. Urutan regresi ini diwakili oleh Formasi Pamaluan, F.Bebulu (Miosen Awal – Miosen Tengah), F.Pulubalang, F.Balikpapan
11
Geologi Regional
(Miosen Tengah – Miosen Atas), F.Kampung Baru (Miosen Akhir-Pliosen) dan Delta Mahakam (Kuarter). Formasi Pamaluan memperlihatkan ciri litologi batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping dan batulanau berlapis sangat baik serta mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Bebulu. Formasi Bebulu mempunyai litologi berupa batugamping pasiran dengan serpih, mengandung foram besar antara lain Lepidocyclina sumatraensis Brady, Miogypsina sp, Miogysinoides sp, Operculina sp.
2.4 Geologi Daerah Sangatta Daerah Sangatta terletak di antara delta Mahakam dan tinggian Mangkalihat Peninsula serta termasuk di dalam Cekungan Kutai bagian utara. Berdasarkan hasil analisa Formasi Balikpapan di Lapangan Sangatta disimpulkan bahwa sistem delta di Sangatta adalah merupakan perkembangan delta tersendiri yang berkembang di bagian utara Cekungan Kutai dan terpisah dari Sistem Delta Mahakam purba di bagian selatan (Sadirsan dkk., 1994). Sistem delta Sangatta ini terbentuk bersamaan dengan proto delta Mahakam dan diperkirakan mulai berlangsung sejak Miosen awal (Duval dkk, 1992, dalam Snedden dan Sarg, 1996). Penurunan dasar Cekungan selama kala Eosen hingga Oligosen Awal menyebabkan terjadinya transgresi regional yang berlangsung dari timur ke barat. Pengangkatan tinggian Kuching pada kala Oligosen Akhir telah mengubah arah umum sedimentasi di Cekungan Kutai dengan dimulainya fase regresi utama dari barat ke timur. Sedimentasi delta mencapai puncak perkembangannya pada kala Miosen Akhir hingga Pliosen. Akibat dari kegiatan tektonik Oligosen Akhir tersebut di daerah Sangatta tidak begitu nyata. Kemungkinan daerah Mangkupa di sebelah utara Sungai Bengalun terangkat dan daerah lainnya termasuk Sangatta masih berada dalam fase transgresi. Sedimentasi dan tektonik di daerah Sangatta – Bangalun telah berjalan secara sinkron. Pengangkatan yang diikuti erosi disebelah barat menyebabkan sedimentasi di daerah timur (sekitar daerah Sangatta). Sebaliknya bila intensitas pengangkatan berkurang (mengalami penurunan), transgresi dari timur berlangsung ke arah barat.
12
Geologi Regional
Di kawasan Sangatta – Bengalun pengendapan delta yang cepat pada Miosen Tengah mulai membebani endapan lempung tebal berumur Te dan mengakibatkan masa lempung yang belum mampat (kompak) itu menjadi labil. Akibatnya masa lempung mencuat, berdiapirik menerobos sedimen regresif diatasnya, membentuk sruktur antiklin yang sempit, memanjang dan sejajar dengan garis pantai. Antiklin – antiklin sempit ini dipisahkan oleh sinklin – sinklin yang lebar, berlangsung setahap demi setahap, beruntun bersamaan dengan progradasi pengendapan delta. (van de Weerd dan Amin, 1992). Stratigrafi umum pada Cekungan Kutai bagian utara dari yang berumur tua hingga muda (Sukardi dkk, 1995) adalah sebagai berikut : -
Formasi Maluwi, terdiri dari batulempung, batulempung pasiran dengan sisipan napal, serpih kelabu, serpih pasiran, sedikit karbonan, ke arah atas berangsur menjadi batugamping dengan sisipan napal dan batulempung kelabu kecoklatan. Di banyak tempat ditemukan konkresi lempung gampingan yang kaya akan fosil, berumur Miosen Tengah bagian bawah. Lingkungan pengendapan ditafsirkan sebagai endapan neritik / paralik lagun sampai neritik dangkal.
-
Formasi Tendenhantu, terdiri dari batugamping terumbu muka, batugamping koral dan batugamping terumbu belakang, setempat berlapis, kuning muda, pejal dan berongga berumur Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapannya ditafsirkan laut dangkal, tebal kurang lebih 300 meter, berhubungan menjemari dengan Formasi Menumbar.
-
Formasi Menumbar, terdiri dari perselingan batulumpur gampingan dengan batugamping di bagian bawah dan di bagian atas batupasir masif mengandung glaukonit, dan memperlihatkan perlapisan silang – siur. Batulumpur gampingan, kelabu, lunak, mengandung foram menunjukkan umur Miosen Tengah bagian atas – Miosen Akhir bagian bawah. Lingkungan pengendapan neritik dalam – luar dengan ketebalan kurang lebih 1000 meter.
13
Geologi Regional
Gambar 2.5 Stratigrafi umum daerah Sangatta – Bengalun (Biantoro dkk., 1992) -
Formasi Balikpapan, terdiri dari batupasir, batulempung, batubara dan batugamping.
Pada
perselingan
batupasir
kuarsa,
lempung
dan
lanau
memperlihatkan struktur silang-siur. Setempat mengandung sisipan batubara. Batulempung berwarna kelabu, getas, mengandung muskovit, bitumen dan oksida besi. Berumur Miosen Tengah – Miosen Akhir dengan ketebalan Formasi kurang lebih 2000 meter. Lingkungan pengendapan muka – dataran delta. -
Formasi Golok, terdiri dari Napal sisipan batugamping dan batulempung. Napal berwarna coklat kekuningan, setempat pasiran, lunak, berbutir halus sampai sedang. Lempung dan batugamping banyak mengandung fosil berumur Miosen Akhir – Plio Plistosen. Ketebalan Formasi kurang lebih 1325 meter (gambar 2.5).
14