BAB II GEOLOGI REGIONAL
2.1
Fisiografi Daerah Papua Pulau Papua secara administratif terletak pada posisi 130019’ BT - 150048’
BT dan 0019’ LS – 10043’ LS. Pulau ini terletak di bagian paling timur Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Irian Jaya (sekarang Papua) merupakan ekspresi permukaan dari batas utara deformasi blok kontinen Australia dan Lempeng Pasifik. Secara fisiografi, van Bemmelen (1949) telah membagi Papua menjadi 3 bagian utama (Gambar 2.1), yaitu:
Kepala
Badan Ekor
Lokasi Penelitian
.
Gambar 2.1 Peta lokasi Papua dan lokasi daerah penelitian (http://en.wikipedia.org/wiki/New_Guinea). Pada peta diatas, tampak pembagian dari fisiografis regional dari Pulau Papua yang tampak seperti seekor burung. Pulau ini terbagi menjadi bagian-bagian seperti bagian kepala, badan dan ekor. Wilayah yang berada di dalam lingkaran merupakan lokasi penelitian yag terletak pada bagian ”badan” dari pulau tersebut.
6
Bagian Kepala Burung, yaitu bagian semenanjung di sebelah utara yang terhubung dengan bagian badan utama oleh bagian leher yang menyempit. Bagian ini terletak pada koordinat 1300 BT– 1350 BT. Bagian Tubuh Burung, merupakan bagian daratan utama Pulau Papua yang didominasi oleh struktur berarah barat-baratlaut pada daerah Central Range. Bagian ini terletak pada koordinat 1350 BT– 143,50 BT. Bagian Ekor Burung, terletak pada bagian timur New Guinea Island. Bagian ini terletak pada koordinat 143,50 BT– 1510 BT. Kenampakan Pulau Papua digambarkan sebagai seekor burung yang terbang ke arah barat dengan mulut terbuka. Pulau Papua merupakan daerah yang sangat kompleks secara geologi yang melibatkan interaksi antara 2 lempeng, yaitu Lempeng Australia dan Lempeng Pasifik. Struktur tertua di Papua berasal dari pergerakan bumi pada Zaman Paleozoikum dan hanya terdapat sedikit data yang terekam dan dapat menjelaskan fasa tektonik pulau tersebut. Geologi Papua dipengaruhi oleh dua elemen tektonik yang saling bertumbukan dan serentak aktif pada Zaman Kenozoikum. Adanya aktifitas tektonik pada Miosen Akhir ini yang menyebabkan pola struktur pada pulau ini menjadi sangat rumit dan khas. Fasa tektonik pada zaman ini menyebabkan terjadinya orogenesa Melanesia dan telah membentuk fisiografi Papua yang ada sekarang ini (Dow dan Sukamto, 1984 dalam Darman dan Sidi, 2000). Daerah Sorong yang termasuk ke dalam fisiografi Bagian Kepala Burung memiliki enam jenis bentang alam sebagai hasil dari proses geologi yang komplek. Keenam bentang alam yang didefinisikan secara luas sebagai fisiografi daerah Sorong antara lain: -
Perbukitan Kasar Daerah perbukitan kasar yang berarah timur – timurlaut berkembang di bagian pantai utara daratan Papua, Pulau Batanta, dan Pulau Salawati dengan puncak tertinggi di utara Pulau Salawati yaitu setinggi 931. Sungai Warsamson yang memiliki lembah yang lebar terbentang sejajar dengan perbukitan kasar tersebut dan memotong di daerah Papua Timur. 7
-
Lembah Antargunung Lembah antargunung mempunyai dua lembah yang dipengaruhi oleh sesarsesar di bagian timurlaut Papua, yaitu lembah Warsamson dan Dore Hum. Lembah Warsamson berdampingan dengan Sistem Sesar Sorong yang membentuknya. Di atasnya ditutupi oleh endapan danau, yaitu lumpur, pasir, kerikil, dan gambut. Lembah Dore Hum dibatasi di utara dan selatan oleh sesar dan bertemu pada ujung barat dan ditutupi oleh rawa.
-
Perbukitan dan Pegunungan Kars Fisiografi ini berkembang pada batugamping yang tersingkap di Pegunungan Morait dan di baratdayanya, Pulau Batanta bagian tengah dan barat, dan di Pulau Mansuar. Daerah itu berbentuk tonjolan dengan lekukan sempit yang memanjang yang merupakan pola khas terumbu yang terangkat.
-
Daaerah Perbukitan Rendah Fisiografi ini meluas kearah barat meliputi Pulau Salawati. Daerah perbukitan ini menempati jalur yang berarah barat - baratdaya yang meliputi bagian tengah dari Papua yaitu di sekitar daerah Klasaman dan Klamogun. Di sekitar Klasaman daerah itu terdiri dari daerah perbukitan yang menyerupai kars.
-
Dataran Aluvium Fisiografi terletak pada elevasi 0-50 mdpl menutup bagian selatan daerah Papua, bagian timur, selatan, dan baratdaya, Pulau Salawati, dan sejumlah Pulau di Selat Sele.
-
Terumbu Koral Terangkat Fisiografi ini membentuk seluruh atau bagian tertentu pulau yang termasuk ke dalam Kepulauan Schildpad, Mainsfield, Boo, Fam, Kofiau, dan Doif.
2.2
Stratigrafi Regional Susunan litologi Kepala Burung periode pra-tumbukan dianggap sebagai
bagian dari Benua Indo-Australia, sehingga susunan endapan sedimen periode ini dapat diilustrasikan melalui perkembangan tektonik dan stratigrafi cekungan Benua Indo-Australia bagian utara (Peck dan Soulhol, 1986; dan Henage, 1993). Dua 8
kecenderungan arah cekungan ditemui pada bagian utara kerak benua ini, yaitu cekungan Paleozoikum (600 – 400 jtl) dan cekungan Mesozoikum (sekitar 200 jtl). Hal ini menunjukkan adanya dua periode pemekaran (rifting). Pemekaran Paleozoikum, pemekaran ini tidak diikuti oleh suatu break-up, tetapi oleh penurunan umum dan transgresi laut, membentuk pengendapan sistem rift. Pemekaran Mesozoikum ditunjukkan oleh Formasi Tipuma sebagai endapan syn-rift pada TriasJura, diikuti oleh break-up benua dan bergesernya benua India serta pembentukan pengendapan lingkungan pasif margin. Daerah Sorong dapat dibedakan menjadi empat mandala geologi utama. Dari selatan ke utara, mandala itu adalah: Bongkah Kemum, Sistem Sesar Sorong, Bongkah Tamrau, dan Mandala Batanta-Waigeo (Gambar 2.2).
Daerah penelitian
Gambar 2.2 Mandala geologi dan unsur tektonik utama daerah Sorong (Amri dkk., 1990). Gambar di atas merupakan pembagian mandala-mandala geologi utama di daerah penelitian. Dari selatan ke utara terdiri dari Blok Kemum, Sistem Sesar Sorong, Bongkah Tamrau, dan Mandala Batanta-Waigeo. Daerah penelitian termasuk ke dalam 3 mandala yang terkait, yaitu: Blok Kemum, Sistem Sesar Sorong, dan Blok Tamrau.
9
Gambar 2.3 Stratigrafi regional daerah Sorong (Amri dkk., 1990). Pada gambar di atas tampak bahwa daerah Sorong dipengaruhi oleh mandala-mandala geologi yang mempunyai urutan-urutan stratigrafi yang berbeda. Batas dari setiap mandala adalah batas tektonik. Hal ini menggambarkan kompleknya proses geologi yang terjadi di daerah Sorong.
10
Stratigrafi daerah Kepala Burung khususnya daerah Sorong termasuk kedalam empat mandala diatas. Setiap mandala geologi mempunyai stratigrafi yang berbeda (gambar 2.3). Hal ini diakibatkan karena proses geologi yang terjadi di daerah ini. 2.3.1 Blok Kemum Batuan dasar Blok Kemum terdiri dari metasedimen Paleozoikum yang diterobos oleh granit Perm. Batuan dasar ini tersingkap di daerah Tinggian Kemum. Sedimen klastik Mesozoikum dan suksesi karbonat Tersier menutupi batuan dasar ini. Formasi Kemum berumur Silur-Devon terdiri dari batusabak, filit greywacke, batupasir dan kuarsit yang mengalami metamorfosa derajat rendah selama Devon atau selama awal atau pertengahan Karbon. Di atas Formasi Kemum diendapkan secara tidak selaras Kelompok Aifam, yang terdiri dari Formasi Aimau, Formasi Aifat, dan Formasi Ainim. Karbonat masif, serpih, batulanau, dan batupasir kuarsitan merupakan ciri endapan Karbon-Perm di daerah Kepala Burung dan sekitarnya. Formasi Aimau diendapkan pada umur Karbon, endapannya berupa batupasir sisipan serpih. Formasi Aifat diendapkan di atas Formasi Aimau, terdiri dari serpih dan napal. Formasi ini memiliki kisaran umur Karbon – Perm. Jenis litologi ini menunjukkan peristiwa transgresi dari laut dangkal menjadi laut dalam, tetapi endapan regeresi ditemukan di bagian atas formasi ini. Formasi Ainim berumur Perm, diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Aifat dengan batuannya berupa perlapisan serpih hitam dan batu pasir, terdapat pula lapisan batubara. Formasi ini mengindikasikan pengendapan pada lingkungan fluviatil non marin – lakustrin. Formasi Tipuma diendapkan di atas Formasi Ainim pada umur Trias – Jura. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan batuannya meliputi perlapisan antara batupasir dan serpih. Diendapkan pada lingkungan alluvial-kontinental dengan regresi laut. Formasi ini tersingkap di daerah barat Papua, dibatasi oleh tinggiantinggian tua, dan mengisi graben-graben yang ada. Kelompok Kembelangan diendapkan di atas Formasi Tipuma. Kelompok ini terdiri dari Formasi Kembelangan Bawah dan Formasi Jass. Formasi Kembelangan Bawah diendapkan pada umur Jura – Kapur, berupa endapan pasir laut dangkal yang 11
berlapis dengan serpih. Formasi Jass diendapkan di atas Formasi Kembelangan Bawah pada umur Kapur, terdiri dari perlapisan batulempung dan serpih lanauan. Formasi Ekmai memiliki umur Kapur endapannya terdiri dari endapan batupasir dan serpih, ditemukan di daerah Badan Burung bagian Central Range. Di atas formasi berumur Kapur ini diendapkan Kelompok Batugamping New Guinea yang terdiri dari Formasi Waripi, Formasi Fumai, Formasi Sirga, dan Formasi Kais. Formasi Faumai diendapkan pada umur Eosen dengan batuannya berupa batugamping. Formasi Sirga memiliki umur Oligosen Akhir – Miosen Awal, formasi ini diendapkan di atas Formasi Fumai. Formasi Sirga terdiri dari endapan batugamping. Formasi Kais terendapkan pada umur Miosen Awal – Miosen Tengah, dengan litologinya berupa batugamping dengan banyak dijumpai pecahan koral. Formasi Klasafet diendapkan di atas Formasi Kais yaitu diendapkan pada umur Miosen Akhir. Formasi Steenkool mulai diendapkan pada umur Pliosen, terdiri dari perlapisan antara serpih dan batupasir. Formasi Sele diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Steenkool pada umur Pleistosen. Endapan Formasi Sele terdiri dari konglomerat, batupasir, dan batulempung. 2.3.2 Sistem Sesar Sorong Sistem Sesar Sorong merupakan jalur bancuh yang mencakup fragmenfragmen batuan sedimen, batuan karbonat, granit, ultramafik dan batuan gunungapi dengan ukuran yang berkisar dari kerakal sampai bongkah dengan panjang beberapa kilometer. Penyebaran fragmen-fragmen tersebut dipengaruhi oleh Sesar Sorong antara Miosen Akhir dan Kuarter. Fragmen-fragmen yang terdapat pada sistem sesar sorong terdiri dari fragmen batuan dari Formasi Kemum, Formasi Tamrau, Formasi Waiyaar, Batugamping Faumai, Formasi Klasafet, Formasi Klasaman, Batuan Gunungapi Dore, dan Batugamping Sagewin. Fragmen-fragmen daru Sistem Sesar Sorong yang tidak homogen yang tidak dapat dipetakan disebut sebagai bancuh tak terpisahkan. Konglomerat Asbakin tersusun dari fragmen yang berasal dari bancuh dan diendapkan antara Miosen Akhir dan Plistosen di sekitar daerah Asbakin, Konglomerat Sele di Lembah Warsamson dan endapan aluvial.
12
2.3.3 Bongkah Tamrau Satuan tertua adalah Formasi Tamrau yang berumur Jura Tengah sampai Kapur Atas yang tersusun oleh batuan metamorf derajat rendah. Diatas satuan ini diendapkan secara tidak selaras oleh Batugamping Formasi Koor. Batugamping Sagewin diendapkan diatas batuan gunungapi Dore yang berumur Miosen. Batuan gunungapi di Pulau Salawati menutupi Formasi Waiyaar yang pembentukannya sama dengan Formasi Tamrau yang tersingkap di sekitar Sistem Sesar Sorong. Endapan sungai, litoral dan pantai Kuarter diendapkan diatas batuan yang lebih tua. 2.3.4 Mandala Batanta-Waigeo Mandala ini mencakup pulau-pulau di utara dan barat dari Pulau Salawati dengan batuan dasarnya berupa batuan gunungapi Tersier dan batuan ultramafik sampai mafik yang berumur mesozoikum. Batuan yang berumur Mesozoikum itu berupa batuan ofiolit di Kepulauan Fam. Batuan yang berumur lebih muda termasuk ke dalam Formasi Saranami, batuan metamorf derajat rendah dan batuan gunungapi andesit. Batuan-batuan tersebut mempunyai batas sesar dengan batuan Gunungapi Batanta. Batuan Gunungapi Batanta mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Yarifi dan batugamping Dayang yang berumur Oligo-Miosen, lalu diatasnya diendapakan secara tak selaras batugamping Formasi Waigeo yang berumur Miosen Atas sampai Pliosen. Batuan sedimen Formasi Marchesa di Batanta Timur yang berumur Plio-Pleistosen diendapkan diatas Formasi yarifi dan batuan Gunungapi Batanta. Batuan yang berumur paling muda adalah terumbu karang yang terangkat dan endapan pantai dan sungai.
2.3 Tatanan Tektonik Dan Struktur Regional Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif. Pada saat ini, Lempeng Samudera Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan kecepatan 7,5 cm/th, sedangkan Lempeng Benua IndoAustralia bergerak ke utara dengan kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia. 13
Kompresi ini hasil dari interaksi yang bersifat konvergen miring (oblique convergence) antara Lempeng Benua Indo-Australia dan Lempeng Samudera PasifikCaroline (Dow dan Sukamto, 1984) (Gambar 2.4).. Konvergensi tersebut diikuti oleh peristiwa tumbukan yang bersifat kolisi akibat interaksi pergerakan antara busur kepulauan dengan lempeng benua yang terjadi selama Zaman Kenozoikum (Dewey & Bird, 1970; Abers & McCafferey, 1988 dalam Sapiie, 1998). Interaksi kolisi ini pergerakannya hampir membentuk sudut 2460 terhadap Lempeng Australia (Quarles van Ufford, 1996 dalam Sapiie, 1998).
Gambar 2.4 Kondisi tektonik Pulau Papua (Nillandaroe dan Barraclough, 2003). Pada gambar di atas tampak struktur sesar geser mengiri hadir sebagai zona-zona sesar utama. Pada bagian utara Pulau New Guinea terdapat Zona Sesar Sorong yang menerus berarah barattimur. Pada bagian selatan terdapat Zona Sesar Tarera-Aiduna yang memiliki pola mirip dengan Zona Sesar Sorong.
Tektonik Papua, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu Badan Burung atau Papua bagian timur dan Kepala Burung atau Papua bagian barat. Kedua bagian ini menunjukkan pola kelurusan barat-timur yang ditunjukan oleh 14
Tinggian Kemum di Kepala Burung dan Central Range di Badan Burung, kedua pola ini dipisahkan oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara di daerah Leher Burung dan juga oleh Teluk Cenderawasih. Para ahli berpendapat mengenai kejadian utama kolisi yang terjadi berdasarkan data-data penentuan umur kelompok batuan. Visser dan Hermes (1966) berpendapat bahwa kejadian kolisi terjadi pada Oligosen setelah pengendapan sedimen karbonat yang berubah menjadi pengendapan sedimen klastik akibat proses pengangkatan. Batuan metamorf yang hadir di kawasan ini memberikan umur proses kolisi terjadi pada Miosen (Pigram dkk., 1989 dalam Darman dan Sidi, 2000). Dari kedua fakta terjadinya umur batuan tersebut, maka Dow dkk (1988 dalam Darman dan Sidi, 2000) menyimpulkan bahwa Irian Jaya dan Papua Nugini merupakan produk dari dua kolisi utama yang terjadi pada Kala Oligosen (Orogenesa Peninsula) dan diikuti oleh proses kolisi yang terjadi pada Miosen (Orogenesa Melanesia). Daerah Kepala Burung mengalami kompresi ke selatan sejak Oligosen sampai Resen. Elemen-elemen struktur utama adalah Sesar Sorong, Blok Kemum – Plateu Ayamaru di utara, Sesar Ransiki, Jalur Lipatan-Anjakan Lengguru dan Cekungan Bintuni dan Salawati di timur dan Sesar Tarera-Aiduna, Antiklin Misool-OninKumawa dan Cekungan Berau di selatan dan baratdaya. Cekungan-cekungan Bintuni, Berau dan Salawati diketahui sebagai cekungan-cekungan Tersier. Sistem Sesar Sorong memanjang dari daratan Irian Jaya bagian utara yang mengikuti garis pantai melewati Selat Sele dan bagian utara Pulau Salawati. Lebarnya sampai 10 km dan berarah barat-baratdaya. Sistem sesar itu berkembang sebagai hasil proses yang sangat rumit. Strike-slip dan sesar normal berkembang di sepanjang bidang sesar yang terputus-putus. Sungai Warsamson yang berarah timur-barat dan perbukitan sempit yang memanjang di utaranya dipengaruhi oleh sesar dan merupakan batas selatan struktur tersebut. Sistem Sesar Sorong merupakan strike-slip bergerak mengiri sebagai hasil interaksi antara Lempeng Australia-India di selatan dan lempeng-lempeng di sebelah utara (Visser & Hermes, 1962; Hamilton, 1979; Dow & Sukamto, 1984; Pieters dkk, 1983). Pergerakan Sesar Sorong ditunjukkan oleh kehadiran struktur yang relatif 15
tegak dan menyamping dan jenis batuan yang memiliki sejarah geologi yang berbedabeda. Pergerakan Sesar Sorong yang terjadi di sepanjang Sistem Sesar Sorong itu kemungkinan berlangsung dari Miosen Akhir sampai Pliosen dan setelah itu terjadi pensesaran disertai pengangkatan wilayah bagian utara dan timur Kepala Burung pada kala Pliosen dan Kuarter. Blok Kemum adalah bagian dari tinggian batuan dasar, dibatasi oleh Sesar Sorong di utara dan Sesar Ransiki di timur. Dicirikan oleh batuan metamorf, pada beberapa tempat diintrusi oleh granit Permo-Trias. Batas selatannya dicirikan oleh kehadiran sedimen klastik tidak termetamorfosakan berumur PaleozoikumMesozoikum dan batugamping-batugamping Tersier (Pigram dan Sukanta, 1981; Pieters dkk., 1983). Blok Kemum terangkat pada masa Kenozoikum Akhir dan merupakan daerah sumber sedimentasi utama pengisian sedimen klastik di utara Cekungan Bintuni. Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, di bagian timurnya dibatasi oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru. Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak (Gambar 2.5). Plateu Ayamaru dan Pematang Sekak merupakan tinggian di tengah Kepala Burung, dicirikan oleh sedimen tipis berumur Mesozoikum dan Tersier. Kedua tinggian ini memisahkan Cekungan Bintuni dan Salawati (Visser and Hermes, 1962; Pigram and Sukanta, 1981). Antiklin Misol-Onin-Kumawa merupakan bagian antiklinorium bawah laut yang memanjang dari Peninsula Kumawa sampai ke Pulau Misool (Pigram dkk., 1982). Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah baratdaya-tenggara diperlihatkan oleh suatu seri bentukan ramps dan thrust. Di bagian selatannya, jalur ini terpotong oleh Zona Sesar Tarera-Aiduna (Hobson, 1997).
16
Gambar 2.5. Elemen Tektonik Kepala Burung (dimodifikasi dari Pigram dkk., 1982).
17
Tanjung Wandaman pada arah selatan-tenggara, merupakan jalur sesar yang dibatasi oleh batuan metamorf. Daerah ini dapat dibagi menjadi zona metamorfisme derajat tinggi di utara dan derajat rendah di selatan (Pigram dkk., 1982). Zona Sesar Tarera-Aiduna merupakan zona sesar mendatar mengiri di daerah selatan Leher Burung. Jalur Lipatan Anjakan Lengguru secara tiba-tiba berakhir di zona berarah barat-timur ini. Sesar ini digambarkan (Hamilton, 1979 dalam Pigram dkk., 1982) memotong Palung Aru dan semakin ke barat menjadi satu dengan zona subduksi di Palung Seram.
18