BAB II EKSISTENSI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM MELAKUKAN PEMBERANTASAN KORUPSI
Korupsi tidak mungkin sepenuhnya dihilangkan karena manusia pada dasarnya menyandang naluri corruption di samping sifat hanif (tidak lepas dari berbuat dosa). Karena itu, hal yang terpenting adalah bagaimana mencegah potensi korupsi tidak menjadi aktual dan bagaimana menciutkan ruang gerak korupsi secara sistemik. Tetapi untuk menemukan terapi yang tepat diperlukan diagnosis yang benar. 56 Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa faktor-faktor penyebab korupsi mencakup berbagai dimensi, bisa dari bidang moral, sosial, ekonomi, politik, budaya, administrasi, dan sebagainya. Menghadapi faktor-faktor penyebab korupsi tersebut, perangkat hukum (pidana) saja bukanlah merupakan alat yang paling efektif untuk menanggulangi korupsi. Upaya penanggulangan korupsi tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan perangkat hukum (pidana). 57 Keterbatasan kemampuan hukum pidana itu, menurut Barda Nawawi Arief, disebabkan hal-hal berikut: 58 1. Sebab-sebab terjadinya kejahatan (khususnya korupsi) sangat kompleks dan berada di luar jangkauan hukum pidana.
56
Adnan Buyung Nasution, dkk, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media, 1999), hlm. iii. 57 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 86. 58 Ibid, hlm. 87.
Universitas Sumatera Utara
2. Hukum pidana hanya merupakan bagian kecil (subsistem) dari sarana kontrol sosial yang tidak mungkin mengatasi masalah kejahatan sebagai masalah kemanusiaan dan kemasyarakatan yang sangat kompleks (sebagai masalah sosiopsikologis, sosiopolitik, sosioekonomi, sosiokultural, dan sebagainya). 3. Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan hanya merupakan “kurieren am symptom” (penanggulangan/pengobatan gejala), oleh karena itu, hukum pidana hanya merupakan “pengobatan simptomatik” dan bukan “pengobatan kausatif”. 4. Sanksi hukum pidana hanya merupakan “remedium” yang mengandung sifat kontradiktif/paradoksal dan mengandung unsur-unsur serta efek sampingan yang negatif. 5. Sistem pemidanaan bersifat fragmentair dan individual/personal, tidak bersifat structural/fungsional. 6. Keterbatasan jenis sanksi pidana dan sistem perumusan sanksi pidana yang bersifat kaku dan imperative. 7. Bekerjanya/berfungsinya hukum pidana memerlukan sarana pendukung yang lebih bervariasi dan lebih menuntut “biaya tinggi”. Oleh karena itu, sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa untuk melakukan penegakan hukum, khususnya pemberantasan terhadap tindak pidana korupsi maka ada beberapa unsur atau komponen yang harus dipenuhi secara keseluruhan, yang meliputi: 59 1. Materi hukum/substansi hukum. 2. Aparat penegak hukum. 3. Budaya hukum. 4. Sarana dan prasarana hukum. Dalam kaitan ini, sesuai dengan fokus permasalahan yaitu eksistensi pengadilan tindak pidana korupsi dalam melakukan pemberantasan korupsi, maka terhadap unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam melakukan penegakan hukum,
59
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
khususnya pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dipaparkan diatas dapat dimasukkan/dikategorikan kedalam aparat penegak hukum yang akan diuraikan sebagai berikut: A. Jenis-Jenis Putusan Pidana Pada Umumnya. Terhadap pengertian putusan dapat ditemukan perumusannya baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP maupun dari pandangan doktrin. Berdasarkan KUHAP, diberikan batasan tentang putusan pengadilan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang. 60 Sedangkan menurut pandangan doktrin, pengertian putusan pengadilan diberikan batasan sebagai berikut: 61 Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat berbentuk tertulis maupun lisan. Demikian dimuat dalam buku ”Peristilahan Hukum Dalam Praktik” yang dikeluarkan Kejaksaan Agung RI. 1985 halaman 221. Rumusan diatas terasa kurang tepat. Selanjutnya jika dibaca pada buku tersebut, ternyata putusan dan keputusan dicampur adukkan. Ada juga yang mengartikan putusan (vonis) sebagai vonnis tetap (definitief). Rumusan-rumusan yang kurang tepat terjadi sebagai akibat penerjemahan ahli bahasa yang bukan ahli hukum. Sebaliknya, dalam pembangunan hukum yang sedang berlangsung diperlukan kecermatan dalam penggunaan istilah-istilah. Mengenai kata putusan yang diterjemahkan dari vonnis adalah hasil akhir dari pemeriksaan perkara disidang pengadilan. Ada juga yang disebut: interlocutoire yang diterjemahkan dengan keputusan antara atau keputusan sela dan preparatoire
60
Perhatikan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. 61 Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, (Bandung: Alumni, 2007), hlm. 318.
Universitas Sumatera Utara
yang diterjemahkan dengan pendahuluan/keputusan persiapan serta keputusan provisionele yang diterjemahkan dengan keputusan untuk sementara. Berdasarkan perumusan KUHAP dan pandangan doktrina sebagaimana dipaparkan diatas, pada asasnya putusan Hakim/Pengadilan dapat digolongkan kedalam 2 (dua) jenis, yaitu: 62 1. Putusan akhir. Dalam praktik sering disingkat dengan istilah putusan saja. Putusan ini dapat terjadi apabila Majelis Hakim memeriksa terdakwa tindak pidana korupsi yang hadir dipersidangan sampai pokok perkaranya selesai diperiksa. Disebut dengan pokok perkaranya selesai diperiksa karena Majelis Hakim sebelum menjatuhkan putusan telah melalui proses-proses berupa: sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum, pemeriksaan identitas dan peringatan Ketua Majelis kepada terdakwa supaya mendengar dan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi didalam persidangan, pembacaan catatan/surat dakwaan, acara keberatan/eksepsi dari terdakwa dan atau penasehat hukumnya dan pendapat jaksa/penuntut umum, penetapan/putusan sela, pemeriksaan alat bukti, tuntutan pidana (requisitoir), replik-duplik, re-replik dan re-duplik, pernyataan pemeriksaan ditutup serta musyawarah Majelis Hakim dan pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum dan harus ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah putusan dibacakan.
62
Ibid, hlm. 319. Perhatikan juga Pasal 182 ayat (3), (8), Pasal 195, Pasal 197, Pasal 199 dan Pasal 200 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Universitas Sumatera Utara
2. Putusan yang bukan putusan akhir. Dalam praktik, bentuk daripada putusan yang bukan merupakan putusan akhir dapat berupa penetapan atau putusan sela atau sering pula disebut dengan istilah bahasa Belanda tussen-vonnis. Putusan jenis ini mengacu pada ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yakni dalam hal terdakwa dan atau penasehat hukum mengajukan keberatan atau eksepsi terhadap surat dakwaan jaksa/penuntut umum. Penetapan atau putusan sela ini secara formal dapat mengakhiri perkara apabila terdakwa dan atau penasehat hukum serta penuntut umum telah menerima apa yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim tersebut. Akan tetapi secara material perkara tersebut dapat dibuka kembali apabila perlawanan atau verzet dari penuntut umum oleh pengadilan tinggi dibenarkan sehingga pengadilan tinggi melanjutkan pemeriksaan perkara yang bersangkutan. Kalau dijabarkan lebih lanjut mengapa putusan ini disebut sebagai bukan keputusan akhir karena disamping dimungkinkan perkara tersebut secara material dibuka kembali karena adanya verzet atau perlawanan yang dibenarkan, juga karena dalam hal ini materi pokok perkara yang sebenarnya yaitu dari keterangan para saksi, terdakwa serta proses berikutnya belum diperiksa oleh Majelis Hakim. Pengambilan putusan oleh Majelis Hakim dilakukan setelah masing-masing Hakim Anggota Majelis mengemukakan pendapat atau pertimbangan serta keyakinan atas suatu perkara lalu dilakukan musyawarah untuk mufakat. Ketua Majelis berusaha agar diperoleh permufakatan bulat. Jika permufakatan bulat
Universitas Sumatera Utara
tidak diperoleh, putusan diambil dengan suara terbanyak. Ada kalanya para Hakim berbeda pendapat atau pertimbangan sehingga suara terbanyakpun tidak dapat diperoleh. Jika hal tersebut terjadi maka putusan yang dipilih adalah pendapat Hakim yang paling menguntungkan Terdakwa. Pelaksanaan (proses) pengambilan putusan tersebut dicatat dalam buku Himpunan Putusan yang disediakan secara khusus untuk itu yang sifatnya rahasia. 63 Berdasarkan
pemaparan
tersebut
diatas,
apabila
dikaitkan
dengan
pemberantasan korupsi melalui putusan pengadilan tindak pidana korupsi, maka bentuk putusan pengadilan tindak pidana korupsi sama halnya dengan bentuk putusan pengadilan pada umumnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 UndangUndang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. 64 Adapun bentuk-bentuk putusan pengadilan tindak pidana korupsi dalam melakukan pemberantasan korupsi adalah sebagai berikut: 1. Putusan yang menyatakan tidak berwenang mengadili. Dalam hal menyatakan tidak berwenang mengadili dapat terjadi setelah persidangan dimulai dan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan maka terdakwa atau penasehat hukum terdakwa diberi kesempatan untuk mengajukan eksepsi (keberatan). Eksepsi tersebut antara lain dapat memuat bahwa Pengadilan Negeri tersebut tidak berkompetensi (berwenang) baik
63
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 52. Perhatikan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa: Pemeriksaan disidang pengadilan tindak pidana korupsi didasarkan pada hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. 64
Universitas Sumatera Utara
secara relatif maupun absolut untuk mengadili perkara tersebut. 65 Jika Majelis Hakim berpendapat sama dengan penasehat hukum maka dapat dijatuhkan putusan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili. 66 2. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum. Pengadilan Negeri dapat menjatuhkan putusan yang menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum. Baik hal itu oleh karena atas permintaan yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat hukum dalam eksepsi maupun atas wewenang hakim karena jabatannya. Alasan utama untuk membatalkan surat dakwaan demi hukum adalah apabila surat dakwaan tidak menjelaskan secara terang segala unsur konstitutif yang dirumuskan dalam Pasal pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Artinya adalah bahwa beberapa alasan pokok yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum adalah: 67 a. Apabila dakwaan tidak merumuskan semua unsur dalih yang didakwakan. b. Tidak merinci secara jelas peran dan perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam dakwaan. 65
Pengadilan tidak berkompetensi (berwenang) secara relatif maksudnya adalah berkaitan dengan wilayah hukum bagi setiap pengadilan, pengadilan tertentu hanya mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk mengadili suatu perkara pada suatu wilayah hukum yang menjadi kekuasaan atau wewenangnya. Sedangkan pengadilan tidak berkompetensi (berwenang) secara absolut maksudnya adalah berkaitan dengan lingkungan peradilan yang terdiri dari 4 (empat) yaitu: lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer dan lingkungan peradilan tata usaha negara, tegasnya apa yang menjadi wewenang peradilan umum secara mutlak hanya dapat diperiksa dan diadili oleh peradilan umum, sedangkan peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara secara mutlak tidak boleh memeriksa dan mengadilinya dan demikian juga sebaliknya. Perhatikan M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hlm. 92. 66 Evi Hartanti, op.cit, hlm. 53. Perhatikan juga Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 67 M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 359.
Universitas Sumatera Utara
c. Dakwaan kabur atau obscuur libel karena tidak dijelaskan bagaimana kejahatan dilakukan. 3. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima. Putusan yang menyatakan bahwa dakwaan tidak dapat diterima pada dasarnya termasuk kekurangcermatan penuntut umum, sebab putusan tersebut dijatuhkan karena: 68 a. Pengaduan yang diharuskan bagi penuntutan dalam delik aduan tidak ada. b. Perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa sudah pernah diadili (nebis in idem). c. Hak untuk menuntut hukuman telah hilang karena daluwarsa (verjaring).
4. Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum. Pada dasarnya, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) dapat terjadi apabila Majelis Hakim beranggapan bahwa apa yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan, akan tetapi sekalipun terbukti Hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana. 69 Putusan yang menyatakan bahwa terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum juga dapat terjadi disebabkan oleh karena: 70 a. Materi hukum pidana yang didakwakan tidak cocok dengan tindak pidana.
68
Evi Hartanti, op.cit, hlm. 53. Lilik Mulyadi, op.cit, hlm. 324. 70 Evi Hartanti, op.cit, hlm. 54. Perhatikan Juga Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50 dan Pasal 51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 69
Universitas Sumatera Utara
b. Terdapat keadaan-keadaan istimewa yang menyebabkan terdakwa tidak dapat dihukum. Keadaan istimewa tersebut antara lain: 1. Tidak mampu bertanggungjawab. 2. Melakukan dibawah pengaruh daya paksa (overmacht). 3. Adanya pembelaan terdakwa. 4. Adanya ketentuan Undang-Undang. 5. Adanya perintah jabatan.
5. Putusan bebas. Putusan bebas berarti terdakwa dijatuhi putusan bebas atau dinyatakan bebas dari tuntutan hukum (vrij spraak) atau acquittal. Inilah pengertian terdakwa diputus bebas, terdakwa dibebaskan dari tuntutan hukum, dalam arti dibebaskan dari pemidanaan. Tegasnya terdakwa tidak dipidana. Adapun yang menjadi alasan paling mendasar dijatuhkannya putusan bebas adalah apabila Majelis hakim berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang pengadilan kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. 71 Adapun yang dimaksud dengan perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adalah tidak cukup bukti menurut penilaian Hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana. 72
71
M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 347. Perhatikan Penjelasan Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 72
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, secara yuridis dapat disebutkan bahwa putusan bebas apabila Majelis Hakim setelah memeriksa pokok perkara dan bermusyawarah beranggapan bahwa: a. Tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Pembuktian yang diperoleh dipersidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa dan sekaligus kesalahan terdakwa yang tidak cukup terbukti itu, tidak diyakini oleh Hakim atau dengan perkataan lain bahwa ketiadaan alat bukti seperti ditentukan dalam asas minimum pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif (negatief wettelijke bewijs theorie) sebagaimana dianut oleh KUHAP. 73 b. Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian. Maksudnya adalah bahwa kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja. 74 Putusan bebas pada umumnya didasarkan pada penilaian dan pendapat Hakim tentang: 75 1. Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti, semua alat bukti yang diajukan dipersidangan baik berupa
73
Lilik Mulyadi, op.cit, hlm. 323. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP, agar cukup untuk membuktikan kesalahan seorang terdakwa harus dibuktikan dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Dalam ketentuan Pasal 183 sekaligus terkandung 2 (dua) asas, yaitu: pertama, asas pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif, yang mengajarkan prinsip hukum pembuktian bahwa disamping kesalahan terdakwa cukup terbukti harus pula dibarengi dengan keyakinan hakim akan kebenaran kesalahan terdakwa. Kedua, asas batas minimum pembuktian, yang dianggap cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa harus sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti yang sah. 75 M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 348. 74
Universitas Sumatera Utara
keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk maupun keterangan terdakwa tidak dapat membuktikan kesalahan yang didakwakan. Berarti perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena menurut penilaian Hakim semua alat bukti yang diajukan tidak cukup atau tidak memadai untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, atau 2. Secara nyata Hakim menilai, pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi ketentuan batas minimum pembuktian. Misalnya: alat bukti yang diajukan dipersidangan hanya terdiri dari seorang saksi saja. Dalam hal yang seperti ini, disamping tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian juga bertentangan dengan asas unus testis nullus testis atau seorang saksi bukanlah saksi, atau 3. Putusan bebas bisa juga didasarkan atas penilaian, kesalahan yang terbukti itu tidak didukung oleh keyakinan hakim. Penilaian yang demikian sesuai sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP yang mengajarkan pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif. Keterbuktian kesalahan yang didakwakan dengan alat bukti yang sah, harus didukung oleh keyakinan Hakim, sekalipun secara formal kesalahan terakwa dapat dinilai cukup terbukti, namun nilai pembuktian yang cukup tersebut akan lumpuh apabila tidak didukung oleh keyakinan Hakim. Dalam keadaan penilaian yang seperti ini,
Universitas Sumatera Utara
putusan yang akan dijatuhkan pengadilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum. 6. Putusan pemidanaan pada terdakwa. Putusan pemidanaan dalam tindak pidana korupsi apabila perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Hakim dalam hal ini membutuhkan kecermatan, ketelitian serta kebijaksanaan memahami setiap yang terungkap dalam persidangan. Sebagai Hakim ia berusaha untuk menetapkan suatu hukuman yang dirasakan oleh masyarakat dan oleh terdakwa sebagai suatu hukuman yang setimpal dan adil. Untuk mencapai penjatuhan yang setimpal dan adil, maka Hakim harus memperhatikan: 76 a. b. c. d. e. f. g.
Sifat tindak pidana. Ancaman hukuman terhadap tindak pidana. Keadaan dan suasana waktu dilakukannya tindak pidana. Pribadi terdakwa. Sebab-sebab melakukan tindak pidana. Sikap terdakwa dalam pemeriksaan. Kepentingan umum.
Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seorang terdakwa tiada lain daripada putusan yang berisi perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang disebut dalam Pasal pidana yang didakwakan. Memang benar Hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman pidana yang akan dikenakan kepada terdakwa adalah bebas. Undang-Undang memberi kebebasan kepada Hakim untuk menjatuhkan 76
Evi Hartanti, op.cit, hlm. 55.
Universitas Sumatera Utara
pidana antara hukuman minimum dan maksimum yang diancamkan dalam pidana yang bersangkutan. Namun demikian, titik tolak Hakim menjatuhkan putusan pemidanaan harus didasarkan pada ancaman yang disebutkan dalam Pasal pidana yang didakwakan. 77 Untuk melihat status terdakwa yang dapat diperintahkan pengadilan berbarengan dengan saat putusan diucapkan, ada berbagai status yang dapat diperintahkan pengadilan terhadap seorang terdakwa yang dijatuhi dengan putusan pidana, yaitu: 78 a. Jika terdakwa tidak ditahan. 1. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam status tidak ditahan. Tidak semua putusan pemidanaan dibarengi dengan perintah supaya terdakwa ditahan. Sekalipun terdakwa berada dalam status tidak ditahan,
kemudian
putusan
yang
dijatuhkan
berupa
putusan
pemidanaan, pengadilan dapat memerintahkan dalam putusan supaya terdakwa tidak ditahan. 79 Tidak ada kemestian bagi pengadilan untuk memerintahkan supaya terdakwa ditahan sekalipun terhadap terdakwa dijatuhi putusan pemidanaan. Tindakan atau kebijaksanaan pengadilan yang tidak 77
M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 354. Perhatikan Pasal 12 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 553 K/Pid/1982 Tertanggal 17 Januari 1983, yang menegaskan bahwa mengenai ukuran hukuman adalah wewenang judex factie yang tidak tunduk pada kasasi, kecuali apabila judex factie menjatuhkan hukuman yang tidak diatur oleh Undang-Undang atau kurang memberikan pertimbangan tentang hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman. 78 M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 355-357. 79 Perhatikan pasal 193 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Universitas Sumatera Utara
memerintahkan terdakwa supaya ditahan dalam suatu putusan pemidanaan tentu ada baik dan buruknya. Segi keburukannya adalah seolah-olah putusan pemidanaan itu dianggap masyarakat kurang sungguh-sungguh, dari segi kebaikannya adalah mungkin Hakim berpendapat untuk apa buru-buru memerintahkan terdakwa agar ditahan sekalipun kepadanya telah dijatuhkan putusan pemidanaan, bukankan masih besar kemungkinan putusan itu akan dibatalkan oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi. 2. Pengadilan dapat memerintahkan supaya terdakwa ditahan. Jika terdakwa tidak ditahan pada saat putusan dijatuhkan, maka pengadilan dapat memerintahkan supaya terdakwa ditahan. Berarti pada saat pengadilan menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap terdakwa, sekaligus memerintahkan supaya terdakwa ditahan. Dalam hal seperti ini sebelum pengadilan memerintahkan penahanan, terlebih dahulu meneliti apakah perkara yang didakwakan memenuhi syarat ketentuan Pasal 21 KUHAP. Tidak semua tindak pidana memenuhi syarat sah perintah penahanan sesuai dengan ketentuan Pasal 21. perintah
penahanan
terhadap terdakwa baru sah dan
memenuhi
syarat apabila tindak pidana yang didakwakan memenuhi syarat yang ditentukan pada Pasal 21. 80
80
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memuat tentang syarat-syarat penahanan (perlunya penahanan) yaitu: 1. Ada bukti penahanan
Universitas Sumatera Utara
b. Jika terdakwa berada dalam status tahanan. 1. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. Alternatif
pertama
yang
dapat
dipilih
pengadilan
adalah
memerintahkan atau menetapkan terdakwa yang ditahan supaya tetap berada dalam tahanan. Jadi, kalau pada saat pengadilan menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap terdakwa yang kebetulan sedang ditahan, pada saat putusan dijatuhkan atau diucapkan sekaligus dibarengi dengan perintah supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan. 2. Memerintahkan pembebasan terdakwa dari tahanan. Alternatif
kedua
yang
dapat
ditempuh
pengadilan
adalah
mengeluarkan perintah pembebasan terdakwa dari tahanan. 81. Apabila pengadilan menempuh kebijaksanaan yang demikian, pada saat penjatuhan pemidanaan terhadap terdakwa, sekaligus pengadilan membarengi putusan dengan perintah untuk membebaskan terdakwa dari tahanan. Hal seperti ini terasa mengandung kontradiksi. Mungkin orang akan bertanya mengapa Undang-Undang memperbolehkan pengadilan memerintahkan pembebasan terdakwa dari tahanan, padahal pengadilan sendiri menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap yang cukup, 2. Adanya kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, 3. Merusak atau menghilangkan barang bukti, 4. Mengulangi melakukan kejahatan. Perhatikan juga Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, Perbandingan KUHAP Dengan HIR dan Komentar, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), hlm. 50. 81 Perhatikan Pasal 193 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Universitas Sumatera Utara
orangnya.. benar ketentuan ini seolah-olah terasa kurang sejalan. Akan tetapi
terhadap
hal
yang
demikian
Undang-Undang
sendiri
membatasinya, yaitu sepanjang perintah pembebasan itu mempunyai alasan yang benar-benar masuk akal. Seandainya putusan pidana yang dijatuhkan pengadilan terhadap terdakwa sama dengan masa tahanan yang telah dijalani, atau jika putusan pidana yang dijatuhkan pengadilan terhadap terdakwa melampaui masa tahanan yang dijalani. Akhirnya dapat disimpulakn bahwa sebelum menjatuhkan pidana, majelis hakim sebaiknya mengevaluasi terlebih dahulu semua permasalahan jalannya sidang, dimana sebaiknya hakim memperhatikan juga hal-hal sebagai berikut: 1. Apakah akibat perbuatan terdakwa akan meresahkan umum atau tidak. 2. Apakah terdakwa memang penjahat kambuhan atau bukan, dalam melakukan kejahatan terlalu sadis, faktor usia dan sebagainya. 3. Sosial ekonomi terdakwa. 82 Berdasarkan bentuk-bentuk putusan sebagaimana dipaparkan diatas, maka apabila ditinjau dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang yang terbentuk mulai Tahun 2010 dan telah memutus berbagai perkara tindak pidana korupsi dalam kaitannya dengan pemberantasan tindak pidana korupsi melalui putusan pengadilan tindak pidana korupsi, dapat dilihat bahwa keseluruhan putusan yang dijatuhkan adalah putusan pemidanaan terhadap terdakwa. 82
Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, op.cit, hlm. 270.
Universitas Sumatera Utara
B. Pemberantasan Korupsi Melalui Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Untuk melihat eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Khususnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang) dalam melakukan pemberantasan korupsi melalui putusan pemidanaan terhadap Terdakwa dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Terhadap Putusan Perkara Nomor: 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. a. Identitas Terdakwa. Nama Lengkap
: Setiabudi Bin Dharma Budi Alim.
Tempat Lahir
: Malang.
Umur / Tanggal Lahir
: 43 Tahun/21 Juli 1967.
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Kebangsaan
: Indonesia.
Tempat Tinggal
: Pondok Mutiara RC-12 A Rt. 31 Rw. 09, Desa Banjar Bendo, Kec. Sidoarjo, Kab. Sidoarjo.
Agama
: Khatolik.
Pekerjaan
: Swasta (Direktur CV. Mutiara Abadi).
b. Kasus Posisi. Terdakwa selaku Direktur CV. Mutiara Abadi bersama-sama dengan Miduk Sitompul (telah meninggal dunia) selaku Ketua Pengadaan Jasa Pemborongan Pekerjaan Rehabilitasi/Modernisasi Lift Gedung Keuangan Negara Semarang
Universitas Sumatera Utara
II secara melawan hukum telah melakukan evaluasi terhadap data-data yang diajukan oleh CV. Mutiara Abadi sebagai pemenang lelang dan menyatakan data-data tersebut telah memenuhi syarat dan benar, padahal seharusnya CV. Mutiara Abadi milik Terdakwa tersebut dinyatakan gugur atau tidak memenuhi syarat, baik administrasi, keuangan, maupun teknik karena dokumen penawaran: 83 a. Tidak dilengkapi dengan sertifikat keahlian dari para personil inti CV. Mutiara Abadi sebagaimana dipersyaratkan. b. Sisa kemampuan keuangan CV. Mutiara Abadi hanya memiliki nilai minus 0,09 atau minus Rp. 106.851.000 dari yang seharusnya 0,2 dari nilai paket yang ditawar atau sebesar Rp. 250.049.800. c. CV. Mutiara Abadi hanya mempunyai sub bidang jalan, jembatan, landasan, dan lokasi pengeboran darat dengan kualifikasi K2 (kecil), seharusnya kualifikasi non kecil. Bahwa selain tidak memenuhi syarat administrasi, proses pekerjaan rehabilitasi/modernisasi lift gedung keuangan negara Semarang II yang dikerjakan oleh Terdakwa tidak sesuai dengan Keputusan Presiden Tentang Pedoman
Pelaksanaan
Pengadaan
Barang/Jasa
Instansi
Pemerintah
sebagaimana telah beberapa kali diubah dan terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, yaitu:
83
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
a. Pasal 28 ayat (1) butir b, dinyatakan bahwa: Pelelangan umum dan terbatas dinyatakan gagal oleh Panitia/Pejabat Pengadaan apabila tidak ada penawaran yang memnuhi persyaratan administrasi dan teknis. b. Pasal 28 ayat (3) butir b, dinyatakan bahwa: Pelelangan/seleksi dinyatakan gagal oleh Pejabat Pembuat komitmen atau pejabat berwenang lainnya apabila pelaksanaan pelelangan/seleksi tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen pengadaan yang telah ditetapkan. c. Pasal 32 ayat (3), dinyatakan bahwa: Penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan
tanggungjawab
seluruh
pekerjaan
utama
dengan
mensubkontrakkan kepada pihak lain. d. Pasal 36 ayat (3), dinyatakan bahwa: Pejabat pembuat komitmen seharusnya menerima penyerahan pekerjaan setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak. Bahwa
menurut
temuan
Kejaksaan,
pekerjaan
proyek
rehabilitasi/overhoull lift Gedung Keuangan Negara II Semarang yang dikerjakan oleh Terdakwa sebagai pemenang lelang tidak sesuai dengan bestek, karena komponen-komponen lift baru yang dipasang seharusnya merek Jepang ternyata merek Cina, sehingga dengan perbuatan Terdakwa menimbulkan kerugian keuangan Negara.
Universitas Sumatera Utara
c. Amar Pertimbangan Unsur Pidana Yang Dilakukan Oleh Majelis Hakim. 1. Terhadap unsur setiap orang. Majelis Hakim berpendapat bahwa, yang diajukan oleh Penuntut Umum kepersidangan adalah Terdakwa Setia Budi Bin Dharma Budi Alim yang selama pemeriksaan persidangan Terdakwa dapat menjawab dengan jelas, terang dan terinci identitasnya, nama, tempat lahir, tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, agama, pekerjaan dan alamat, telah sesuai dengan identitas sebagaimana tertera dalam dakwaan maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan dakwaan yang didakwa kepadanya dan Terdakwa adalah seorang yang sehat jasmani dan rohani, oleh karena itu Terdakwa adalah subjek hukum yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya, sehingga Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Terdakwalah yang dimaksudkan dalam dakwaan Penuntut Umum tersebut. 84 2. Terhadap unsur yang secara melawan hukum. Majelis Hakim berpendapat berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa seluruh pekerjaan rehabilitasi/modernisasi lift tidak dilaksanakan sendiri oleh Terdakwa, akan tetapi seluruh pekerjaan tersebut
diserahkan
(disubkontrakkan)
kepada
pihak
lain
dan
barang/komponen lift yang dipasang adalah lift type/merk ex China yang tidak sesuai dengan barang/komponen yang telah ditetapkan/disepakati
84
Ibid, hlm. 151.
Universitas Sumatera Utara
dalam kontrak yaitu lift type/merk ex Jepang adalah merupakan perbuatan melawan hukum. 85 3. Terhadap unsur melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa yang memberikan seluruh pekerjaan rehabilitasi lift dikantor keuangan negara Semarang II dengan merk yang tidak sesuai kontrak adalah perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. 86 4. Terhadap
unsur
yang
dapat
merugikan
keuangan
negara
atau
perekonomian negara. Majelis Hakim berpendapat berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, bahwa perbuatan Terdakwa yang memasang komponen lift dengan merk Cina yang seharusnya merk Jepang sesuai dengan kesepakatan adalah perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 87 2.
Terhadap Putusan Perkara Nomor: 10/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. a. Identitas Terdakwa. Nama Lengkap
: Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi
85
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 156. 86 Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 160. 87 Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 164.
Universitas Sumatera Utara
Utomo. Tempat Lahir
: Pati.
Umur/Tanggal Lahir
: 50 Tahun/30 Desember 1960.
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Kebangsaan
: Indonesia.
Tempat Tinggal
: Jl. Kolonel Sugiono GWB II No. 19 Desa Winong RT 06 RW 02 Kec. Pati Kab. Pati.
Agama
: Islam.
Pekerjaan
: Swasta (Mantan Ketua DPRD Kab. Pati Periode 2002-2004).
Pendidikan
: Strata Satu (S-1).
b. Kasus Posisi. Terdakwa selaku Ketua DPRD Kabupaten Pati Periode 2002-2004 bersamasama dengan Bupati Pati, Wakil Bupati Pati, Sekretaris Daerah serta Panitia Anggaran DPRD Kabupaten Pati dan Tim Anggaran Eksekutif dalam menetapkan anggaran LPJ Bupati dan bantuan untuk pihak ke III adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, secara bersama-sama
dengan
eksekutif
bertindak
sewenang-wenang
karena
memutuskan dan mengeluarkan keuangan yang tidak sesuai dengan maksud dari dibuatnya ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga kepada mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. c. Amar Pertimbangan Unsur Pidana Yang Dilakukan Oleh Majelis Hakim.
Universitas Sumatera Utara
1. Terhadap unsur setiap orang. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang dalam memutus perkara Nomor 10/Pid.Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. mengemukakan bahwa unsur setiap orang maksudnya adalah orang perorang atau termasuk korporasi, yaitu kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum atau bukan badan hukum. 88 Atau siapa saja yang menjadi subjek hukum pidana, yang melakukan suatu tindak pidana dan diancam pidana, dan kepadanya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana serta apakah tidak ada alasan pemaaf atau alasan pembenar yang menghapuskan ancaman pidananya. 89 Berdasarkan fakta yang doperoleh dipersidangan bahwa Terdakwa yang dihadapkan didepan persidangan adalah manusia seorang laki-laki yang mempunyai hak dan kewajiban hukum, oleh karenanya jelas termasuk orang dalam arti hukum dan disamping itu juga, Terdakwa selama pemeriksaan persidangan dapat menjawab dengan jelas, terang dan terinci identitasnya, nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, agama, pekerjaan dan alamat, dan setelah diperiksa dengan seksama telah sesuai dengan identitas sebagaimana tertera dalam dakwaan penuntut umum, maupun dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan dakwaan
88
Perhatikan Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 89 Perhatikan Putusan Perkara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 10/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
penuntut umum, dan Terdakwa adalah orang yang sehat jasmani dan rohani, oleh karenanya Terdakwa adalah subjek hukum yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya, serta selama dipersidangan tidak diperoleh hal-hal yang dapat menghapuskan tuntutan atas diri terdakwa, sehingga unsur setiap orang telah terpenuhi. 90 2. Terhadap unsur dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, maka kata “atau” dalam rumusan tersebut dirumuskan secara alternatif, artinya cukup salah satu atau apabila salah satu saja telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa, maka unsur delik itu dianggap telah terpenuhi. Oleh karena itu, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan maka dapat disimpulkan Terdakwa sebagai Ketua DPRD Kabupaten Pati Periode Tahun 2002-2004 dan juga sebagai Ketua Panitia Anggaran, telah menyetujui anggaran LPJ Bupati Kabupaten Pati dalam masa pertanggungjawaban Tahun 2002 dan bantuan untuk pihak ke III bersama dengan pihak eksekutif, Bupati, Wakil Bupati, Sekda dan perangkat lainnya yang berhubungan dengan anggaran Kabupaten Pati serta seluruh anggota DPRD, dengan masing-masing sebesar Rp. 250.000.000,- untuk pertanggungjawaban LPJ Bupati Kabupaten Pati dan
90
Ibid, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
Rp. 1.650.000.000,- untuk bantuan keuangan Pihak ke III, sehingga jumlah total Rp. 1.900.000.000,- 91 Bahwa perbuatan Terdakwa, Bupati, Wakil Bupati, Sekda, semua anggota
DPRD
dan
Panitia
Anggaran
Eksekutif
lainnya
yang
mengeluarkan anggaran LPJ Bupati dan bantuan untuk Pihak ke III adalah sebagai
satu
kesatuan
yang
tidak
dapat
dipisahkan
dalam
pertanggungjawaban hukum, karena tindakan tersebut tidak dibenarkan oleh hukum sebagimana maksud dari ketentuan Undang-Undang terutaa menurut Undang-Undang Keuangan Negara dan pihak yang seharusnya menerima dana bantuan keuangan untuk pihak ke III yaitu tidak sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002, karena belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang penggunaannya adalah belanja kepada organisasi kemasyarakatan, antara lain: panti sosial kemasyarakatan, panti jompo, dan lain-lain. 92 3. Terhadap Unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Majelis Hakim mengemukakan bahwa kewenangan, kesempatan dan sarana karena jabatan dan kedudukan dari Terdakwa sebagai Ketua DPRD Kabupaten Pati Tahun 2002-2004 telah dipergunakan dengan maksud dan tujuan lain, sehingga LPJ Bupati Pati dan bantuan keuangan pihak ke III
91 92
Ibid, hlm. 17. Ibid, hlm. 21.
Universitas Sumatera Utara
disetujui dan dibuatkan Perda serta dibagi-bagi tersebut adalah sangat mencederai rasa keadilan masyarakat, karena sebagai Ketua DPRD dan wakil rakyat, Terdakwa bersama-sama dengan Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Panitia Anggaran DPRD dan Eksekutif serta bagian anggaran dan perbendaharaan Kabupaten Pati tidak perduli kepada kondisi sosial kemasyarakatan sendiri, tidak peka terhadap responsibility social didaerahnya sendiri. 93 Lahirnya peraturan daerah yang dibuat sebagai akibat dari LPJ Bupati Pati dan bantuan keuangan Pihak ke III adalah digunakan sebagai alat untuk melegitimasi dibagi-baginya dan LPJ Bupati dan bantuan keuangan kepada pihak ke III setidak-tidaknya dijadikan alat untuk mensahkan perbuatan terdakwa secara bersama-sama tersebut, padahal masih banyak kebutuhan masyarakat yang harus menjadi bagian dari pembangunan masyarakat Kabupaten Pati. Oleh karena itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan telah terpenuhi dan terbukti. 94 4. Terhadap unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan Terdakwa bersamasama dengan Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Panitia Anggara Eksekutif dan 93
Putusan Perkara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 10/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 21. 94 Ibid, hlm.22.
Universitas Sumatera Utara
Legislatif serta seluruh anggota DPRD Kabupaten Pati yang telah menetapkan dana LPJ sebesar Rp. 250.000.000,- dan bantuan keuangan untuk pihak ke III sebesar Rp. 1.650.000.000,- sehingga total keseluruhannya berjumlah Rp. 1.900.000.000,- dan telah dibagi-bagi sedemikian rupa, dimana Terdakwa mendapat bahagian sebesar Rp. 7.000.000,- untuk LPJ Bupati Tahun Anggaran 2002, sedangkan untuk bantuan keuangan Pihak ke III Terdakwa mendapat bahagian sebesar Rp. 30.000.000,-, sehingga total yang diterima terdakwa adalah sebesar Rp. 37.000.000,-. Oleh karena itu, sesuai dengan fakta yang terungkap dipersidangan,
negara
telah
mengalami
kerugian
sebesar
Rp.
1.900.000.000,- dimana atas jumlah tersebut Terdakwa telah menerima dan menikmati sebesar Rp. 37.000.000,- 95 3.
Terhadap Putusan Perkara Nomor: 24/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. a. Identitas Terdakwa. I. Nama Lengkap
: Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji.
Tempat Lahir
: Boyolali.
Umur/Tanggal Lahir
: 37 Tahun/5 Juli 1973.
Jenis Kelamin
: Laki-Laki.
Kebangsaan
: Indonesia.
Tempat Tinggal
: Dukuh Palemrenteng, Desa Kacangan RT.
95
Putusan Perkara Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 10/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
07/RW. 02 Kec. Andong, Kab. Boyolali. Agama
: Islam.
Pekerjaan
: PNS/Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kadipaten Kec. Andong Kab. Boyolali.
Pendidikan II. Nama Lengkap
: Strata Satu (S-1). : Wahyudi Bin Minto Diyono.
Tempat Lahir
: Karanganyar.
Umur/Tanggal Lahir
: 39 Tahun/14 November 1971.
Jenis Kelamin
: Laki-laki.
Kebangsaan
: Indonesia.
Tempat Tinggal
: Kasuran RT. 002/RW. 003, Kel. Gajahan, Kec. Colomadu, Kab. Boyolali.
Agama
: Islam.
Pekerjaan
: Swasta.
Pendidikan
: STM.
b. Kasus Posisi. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010 terdapat pos dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan yang dialokasikan melalui Satuan Kerja Biro Bina Mental Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Tengah. Untuk mendapatkan bantuan tersebut harus mengajukan permohonan yang dilengkapi dengan
Universitas Sumatera Utara
proposal yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah. Keterkaitan Terdakwa I (PNS/Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kadipaten, Kec. Andong, Kab. Boyolali) dan Terdakwa II (wiraswasta) serta saksi-saksi lainnya dalam proses permohonan, persetujuan, pencairan dan penggunaan dana bantuan tersebut diatas adalah diawali dari perkenalan antara Terdakwa I dengan Terdakwa II melalui Joko Sulistiyo (teman Terdakwa I) sehubungan dengan Terdakwa II dapat menghubungkan pengajuan proposal ke Propinsi Jawa Tengah melalui saksi Ashari dan saksi Afnan (Staf Biro Bina Mental Propinsi Jawa Tengah), yakni untuk mendapatkan dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan, dengan kesepakatan apabila dana bantuan cair akan dipotong 50% untuk operasional dan orang-orang yang menjembatani proposal. Berangkat dari kesepakatan tersebut, kemudian Terdakwa I menawarkan dana bantuan kepada para Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Roudhotul Atfal (RA) di Kecamatan Andong dengan ketentuan bahwa surat permohonan dan pertanggungjawaban dibuat oleh Terdakwa I dan apabila dana bantuan cair akan dipotong sebesar 50%. Kemudian tawaran tersebut disetujui oleh 27 MI/RA yang berminat menjadi calon penerima bantuan. Selanjutnya Terdakwa I membuat proposal permohonan bantuan untuk 27 MI/RA di Kecamatan Andong untuk diteruskan kepada Saksi Ashari dan oleh Saksi Ashari diserahkan kepada Saudara Afnan (Staf Biro Bina Mental Propinsi Jawa Tengah) uuntuk diproses/ditindaklanjuti.
Universitas Sumatera Utara
Setelah melalui proses permohonan disetujui dan untuk menjaga kemungkinan penerima bantuan menghindar dari kesepakatan pemotongan 50%, maka saksi Ashari memerintahkan kepada Terdakwa II agar rekening para Kepala Sekolah diminta dan Terdakwa I meminta rekening para Kepala Sekolah dan diserahkan kepada Terdakwa II. Setelah dokumen pencairan dilengkapi, maka biro sekretariat daerah Propinsi Jawa Tengah mentransfer dana bantuan langsung kepada rekening masing-masing Kepala Sekolah penerima bantuan melalui Bank Jateng sehingga sejak saat itu Kepala Sekolah sudah dapat mengambil dana bantuan melalui rekeningnya masing-masing. Selanjutnya, mengetahui dana bantuan sudah cair, Saksi Afnan menginformasikan
kepada
Saksi
Ashari,
selanjutnya
saksi
Ashari
menginformasikan kepada Terdakwa II, lalu Terdakwa II Menginformasikan kepada Terdakwa I dan seterusnya diinformasikan kepada para Kepala Sekolah untuk mengambil dana bantuan di Bank Jateng bersama-sama dengan Terdakwa I dan Terdakwa II. Akhirnya sesuai dengan kesepakatan, pemotongan dana bantuan sebanyak 50% dilaksanakan dan hasilnya dibagi untuk Terdakwa I, Terdakwa II, saksi Ashari serta Saksi Afenan dan Saksi Budi.
Universitas Sumatera Utara
c. Amar Pertimbangan Unsur Pidana Yang Dilakukan Majelis Hakim. 1. Terhadap unsur setiap orang. Majelis Hakim mengemukakan bahwa dalam perkara ini unsur setiap orang maksudnya adalah orang perorang atau termasuk korporasi yaitu kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum atau bukan badan hukum (Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), atau siapa saja yang menjadi subjek hukum pidana, yang melakukan suatu tindak pidana
dan
diancam
pidana,
dan
kepadanya
dapat
dimintai
pertanggungjawaban pidana sebagai akibat dari perbuatannya, serta apakah tidak ada alasan pemaaf atau alasan pembenar yang menghapuskan ancaman pidanannya. 96 Oleh
karena
itu,
berdasarkan
fakta-fakta
yang
terungkap
dipersidangan, maka Majelis Hakim mempertimbangkan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II selama pemeriksaan persidangan dapat menjawab dengan jelas, terang dan rinci identitasnya, nama, tempat lahir, tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, agama, pekerjaan dan alamat serta setelah diperiksa dengan seksama telah sesuai dengan identitas sebagaimana tertera dalam dakwaan penuntut umum maupun dengan
96
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 24/Pid.sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
segala sesuatu yang berkaitan dengan dakwaan penuntut umum, dan Terdakwa I dan Terdakwa II adalah orang yang sehat jasmani dan rohani, oleh karenanya Terdakwa I dan Terdakwa II adalah subjek hukum yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya, serta selama dipersidangan tidak diperoleh hal-hal yang dapat menghapuskan tuntutan atas diri Terdakwa I dan Terdakwa II, sehingga Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Terdakwa I dan Terdakwa II lah yang dimaksud Penuntut Umum. 97 2. Terhadap unsur secara melawan hukum. Pertimbangan Majelis Hakim terhadap unsur melawan hukum dalam perkara ini adalah bahwa Perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II yang dilakukan bersama-sama atau bekerjasama dengan saksi Ashari dan saksi Afenan sebagaimana terungkap dipersidangan membuktikan bahwa telah terjadi penyimpangan yang berkategori perbuatan melawan hukum yakni penyimpangan/penyalahgunaan
dana
Bantuan
Pengembangan
dan
Peningkatan Pendidikan alokasi Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali dari APBD Propinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010. 98 3. Terhadap unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II yang tanpa hak melakukan pemotongan sebesar 50% terhadap dana bantuan Pengembangan dan Peningkatan 97
Ibid, hlm. 14. Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 24/Pid.sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 19. 98
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah adalah termasuk dalam kategori memperkaya diri sendiri. 4. Terhadap unsur yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Terhadap
unsur
dapat
merugikan
keuangan
negara
atau
perekonomian negara, dalam perkara ini Majelis Hakim berpendapat bahwa Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah pada Tahun Anggaran 2010 mendapat alokasi bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan, namun dana bantuan tersebut ternyata tidak diterima seluruhnya oleh penerima bantuan karena adanya pemotongan tanpa hak sebesar 50% oleh Terdakwa I dan Terdakwa II dengan alasan untuk biaya operasional dan orang yang menjembatani proposal adalah perbuatan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 99 5. Terhadap unsur yang melakukan atau turut serta melakukan. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan, Terdakwa I, Terdakwa II, Saksi Ashari, Saksi Afenan secara bersama-sama dengan perannya masing-masing, yaitu: Terdakwa I mencari dan mengumpulkan calon
penerima
bantuan,
membuat
proposal
dan
membuat
pertanggungjawaban pengguna dana bantuan serta melakukan pemotongan dana bantuan sebesar 50% bersama-sama dengan Terdakwa II. Sedangkan
99
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 24/Pid.sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
Saksi Ashari bertindak sebagai penghubung, menerima hasil pemotongan dana bantuan untuk kemudian diserahkan kepada saksi Afenan. Oleh karena itu, dengan adanya kerjasama sejak awal pertemuan antara Terdakwa I dengan Terdakwa II, Terdakwa II dengan saksi Ashari, dan saksi Ashari dengan saksi Afenan adalah merupakan rangkaian kerjasama para penerima hasil pemotongan dana bantuan baik dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada pembagian hasilnya yang telah mereka nikmati yang bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 100
4. Terhadap Putusan Perkara Nomor: 26/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. a. Identitas Terdakwa. Nama Lengkap
: Niken Prabarini Binti Sudaryanto.
Tempat Lahir
: Boyolali.
Umur/Tanggal Lahir
: 50 Tahun/06 Juli 1960.
Jenis Kelamin
: Perempuan.
Kebangsaan
: Indonesia.
Tempat Tinggal
: Jetis Barat RT. 004 RW. 010 Kel. Sidorejo Lor Kec. Sidorejo Kota Salatiga.
Agama
: Kristen.
100
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 24/Pid.sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
Pekerjaan
: Pegawai Negeri Sipil.
Pendidikan
: SMEA.
b. Kasus Posisi. Terdakwa selaku Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dan berdasarkan Keputusan Camat Ampel Kabupaten Boyolali
Nomor:
01/03/40110
tanggal
02
Februari
2010
Tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Pendistribusian Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) diwilayah Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali Tahun 2010, Terdakwa diangkat selaku anggota pelaksana distribusi raskin di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali yang mempunyai tugas dan tanggungjawab sehari-hari sebagai berikut: 101 1. Memberikan surat jadwal pengambilan raskin kepada anggota pelaksana distribusi raskin di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ditingkat desa yaitu satgas desa. 2. Menerima setoran berupa uang pembayaran hasil penjualan beras raskin dari satgas desa. 3. Mengkoordinasi keseluruhan setoran uang pembayaran hasil penjualan beras raskin dari satgas desa tersebut dengan cara mentransfer ke rekening Sub. Dolog Wilayah III Surakarta di Delanggu.
101
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 26/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 7.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan tugasnya, Terdakwa selaku anggota pelaksana pendistribusian beras untuk rumah tangga miskin dikecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dibantu oleh anggota pelaksana pendistribusian raskin desa di Kecamatan Ampel ditingkat desa. Kemudian pada bulan Oktober sampai dengan bulan November 2010 Terdakwa telah menerima setoran uang pembayaran hasil penjualan beras raskin dari satgas desa sewilayah Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali untuk penyaluran raskin bulan Oktober 2010 sebesar Rp. 133.896.000,-. Kemudian Terdakwa tidak menyetorkan uang
pembayaran hasil penjualan beras raskin Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali ke Sub. Dolog Wilayah III Surakarta dari satgas desa sebesar Rp. 133.896.000,- sebagaimana yang diterimanya, melainkan hanya menyetorkan sebesar Rp. 64.678.000, sedangkan sisanya sebesar Rp. 69.218.000,- tidak Terdakwa setorkan ke Sub. Dolog III Surakarta, melainkan Terdakwa gunakan untuk kepentingan Terdakwa sendiri. 102 Bahwa perbuatan Terdakwa menggunakan uang pembayaran hasil penjualan beras raskin satgas desa yang diperoleh dari Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat (RTS-PM) pada Bulan Oktober 2010 untuk kepentingan pribadi telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 69.218.000,-. c. Amar Pertimbangan Unsur Pidana Yang Dilakukan Majelis Hakim.
102
Ibid, hlm. 9.
Universitas Sumatera Utara
1. Terhadap unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Majelis Hakim berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan tersebut haruslah meliputi tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Dengan demikian, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah kehendak dan tujuan dari Terdakwa karena Terdakwa telah mempergunakan uang setoran pembayaran raskin dari 8 desa yang keseluruhannya berjumlah Rp. 69.218.000,- untuk setoran bulan Oktober 2010 dan sesuai pengakuan Terdakwa
bahwa uang tersebut dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan Terdakwa sendiri yaitu biaya berobat dan opname atau mondok dirumah sakit. 103 2. Terhadap unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Majelis Hakim berpendapat bahwa Terdakwa menerima setoran uang untuk pembayaran beras raskin adalah disebabkan karena selain sebagai PNS di Kantor Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali juga karena kedudukan Terdakwa sebagai anggota satuan tugas pendistribusian beras untuk rumah tangga miskin diwilayah Kecamatan Ampel. Akan tetapi 103
Ibid, hlm. 44.
Universitas Sumatera Utara
kewajiban Terdakwa setelah menerima uang setoran raskin tersebut adalah meneruskan menyetorkan ke rekening Sub. Dolog Wilayah III Surakarta di Delanggu dan kenyataannya bahwa ada setoran pembayaran beras raskin dari delapan desa sejumlah Rp. 69.218.000,- tidak disetorkan dan dipakai Terdakwa untuk kepentingan pribadi Terdakwa. Dengan demikian, menurut Majelis Hakim perbuatan Terdakwa yang tidak menyetorkan uang pembayaran raskin sebagaimana tersebut diatas adalah bentuk penyalahgunaan kedudukan Terdakwa sebagai anggota satgas pendistribusian beras untuk rumah tangga miskin diwilayah Kecamatan Ampel yang seharusnya uang tersebut disetorkan ke Sub. Dolog Wilayah III Surakarta. 104 3. Terhadap unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena Terdakwa
telah
menggunakan uang setoran pembayaran raskin dari delapan desa diwilayah
Kecamatan
Ampel
sejumlah
Rp.
69.218.000,-
untuk
kepentingan pribadi, adalah jelas-jelas merupakan tindakan yang dapat merugikan keuangan negara karena telah memakai uang raskin yang berasal dari uang negara karena program pengentasan kemiskinan dibiayai oleh APBN, demikian pula telah sedikit banyak menggangu
104
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 26/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 45.
Universitas Sumatera Utara
perekonomian negara karena telah menggangu perekonomian masyarakat miskin desa khususnya Rumah Tangga Sasaran-Penerima Manfaat (RTSPM) sebab dengan tidak disetorkannya uang pembayaran raskin pada Bulan Oktober 2010 menjadikan pembagian raskin kepada kedelapan desa tersebut menjadi tersendat pada bulan berikutnya. 105
C. Analisis Terhadap Amar Pertimbangan Unsur Pidana Yang Dilakukan Oleh Majelis Hakim. 1. Analisis terhadap unsur pidana 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg.
dalam
putusan
perkara
nomor:
a. Terhadap Unsur Setiap Orang. Berdasarkan uraian Majelis Hakim tentang setiap orang sebagaimana dikemukakan diatas, apabila dilakukan analisa bahwa yang dimaksud dengan setiap orang dalam dunia hukum berarti pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum yang terdiri dari manusia (persoon) dan badan hukum (rechtspersoon) 106. Sedangkan menurut Soedjono, setiap orang yaitu subjek hukum atau subject van een recht adalah orang yang mempunyai hak, baik manusia pribadi atau badan hukum yang berhak, berkehendak atau melakukan perbuatan hukum. 107
105
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 26/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 47. 106 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 117. 107 Soedjono sebagaimana dikutip oleh Sudarsono dalam buku Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1995), hlm. 275.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu boleh dianggap menjadi kehendak dari yang melakukan perbuatan itu. 108 Oleh karena itu, dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa Terdakwa adalah merupakan orang sebagai subjek hukum yang kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban akibat dari perbuatannya. b. Terhadap Unsur Yang Secara Melawan Hukum. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan unsur melawan hukum adalah tersangka/terdakwa tidak mempunyai hak untuk menikmati atau menguasai suatu benda, dalam hal ini berupa uang. Dari penjelasan umum UUPTK disebutkan bahwa melawan hukum diartikan seperti
dalam hukum perdata, yang pengertiannya meliputi: perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma kesopanan yang lazim atau bertentangan dengan keharusan dalam pergaulan hidup untuk bertindak cermat terhadap orang lain, barangnya maupun haknya. Jadi unsur melawan hukum itu tidak hanya menjadikan perbuatan melawan hukum sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum, melainkan melawan hukum itu adalah untuk melakukan perbuatan yang dapat dihukum, dalam hal ini memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. 109
108
Ibid, hlm. 289. Moch. Faisal Salam, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: Penerbit Pustaka, 2004), hlm. 92. 109
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa perbuatan Terdakwa yang dilakukan bersama-sama dengan Miduk Sitompul melakukan evaluasi terhadap data-data yang diajukan oleh CV. Mutiara Abadi sebagai pemenang lelang dan menyatakan data-data tersebut telah memenuhi syarat dan benar, padahal seharusnya CV. Mutiara Abadi milik Terdakwa tersebut dinyatakan gugur atau tidak memenuhi syarat, baik administrasi, keuangan, maupun teknik dan juga perbuatan Terdakwa yang memasang komponen lift dengan barang merk Cina padahal sesuai dengan kesepakatan seharusnya adalah merk Jepang adalah merupakan perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara. c. Terhadap Unsur Melakukan Perbuatan Memperkaya Diri Sendiri Atau Orang Lain Atau Suatu Korporasi. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa memperkaya artinya bertambah kaya, sedangkan kata kaya artinya mempunyai banyak harta, uang dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memperkaya berarti menjadikan orang yang belum kaya menjadi kaya atau orang yang sudah kaya bertambah kaya. 110 Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan perbuatan Terdakwa yang melakukan pekerjaan rehabilitasi lift gedung keuangan negara Semarang II dengan memasang komponen lift yang tidak sesuai dengan kesepakatan, 110
Ibid, hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
karena seharusnya yang dipasang adalah merk Jepang, akan tetapi yang dipasang Terdakwa adalah Merk Cina adalah perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa untuk memperkaya diri Terdakwa atau orang lain atau suatu korporasi. d. Terhadap
Unsur
Yang
Dapat
Merugikan
Keuangan
Negara
Atau
Perekonomian Negara. Berdasarkan pendapat Majelis Hakim sebagaimana tersebut diatas, dapat dikemukakan analisa sebagai berikut: Bahwa kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. 111 Keuangan negara maksudnya adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 112 Sedangkan perekonomian negara maksudnya adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik ditingkat pusat
111
Perhatikan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 112 Perhatikan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Universitas Sumatera Utara
maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberi manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. 113 Oleh karena itu, berdasarkan pengertian keuangan negara dan perekonomian negara sebagaimana dikemukakan diatas dan dikaitkan dengan perbuatan Terdakwa, maka perbuatan Terdakwa adalah perbuatan yang telah merugikan keuangan negara.
2. Analisis terhadap unsur pidana 10/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg.
dalam
putusan
perkara
nomor:
a. Terhadap unsur setiap orang. Berdasarkan uraian Majelis Hakim tentang setiap orang sebagaimana dikemukakan diatas, apabila dilakukan analisa bahwa yang dimaksud dengan setiap orang dalam dunia hukum berarti pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum yang terdiri dari manusia (persoon) dan badan hukum (rechtspersoon) 114. Sedangkan menurut Soedjono, setiap orang yaitu subjek hukum atau subject van een recht adalah orang yang mempunyai hak, baik manusia pribadi atau badan hukum yang berhak, berkehendak atau melakukan perbuatan hukum. 115 Sedangkan perbuatan hukum adalah setiap perbuatan yang akibatnya diatur 113
Perhatikan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 114 C.S.T. Kansil, op.cit, hlm. 117. 115 Soedjono sebagaimana dikutip oleh Sudarsono dalam buku Pengantar Ilmu Hukum, op.cit, hlm. 275.
Universitas Sumatera Utara
oleh hukum, karena akibat itu boleh dianggap menjadi kehendak dari yang melakukan perbuatan itu. 116 b. Terhadap unsur dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Berdasarkan uraian unsur dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagaimana dipaparkan diatas, maka dapat dilihat bahwa secara harafiah, memperkaya artinya bertambah kaya, sedangkan kata kaya artinya mempunyai banyak harta, uang dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memperkaya berarti menjadikan orang yang belum kaya menjadi kaya atau orang yang sudah kaya bertambah kaya. 117 Pembuat Undang-Undang tidak memberikan penjelasan apa yang dimaksud dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, akan tetapi apabila dihubungkan dengan Pasal 37 ayat (4) UndangUndang
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Korupsi,
tersangka/terakwa
berkewajiban memberikan keterangan tentang sumber kekayaan sedemikian rupa sehingga kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilan atau penambahan dapat digunakan sebagai alat bukti. 118
116
Ibid, hlm. 289. Moch. Faisal Salam, op.cit, hlm. 92. 118 Perhatikan Pasal 37 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang berbunyi: Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat 117
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, penafsiran istilah memperkaya adalah adanya perubahan kekayaan seseorang atau pertambahan kekayaan yang diukur dari penghasilan yang diperolehnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat dikemukakan bahwa perbuatan Terdakwa bersama dengan Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Tim Anggaran Eksekutif dan seluruh anggota DPRD yang mengeluarkan anggaran untuk kepentingan LPJ Bupati dan bantuan kepada pihak ke III yang diterima oleh Terdakwa, Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Tim Anggaran Eksekutif dan seluruh anggota DPRD sendiri yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, karena mereka tidak berhak untuk menerimanya adalah perbuatan yang memperkaya atau menambah kekayaan mereka, sehingga perbuatan tersebut merugikan keuangan negara. c. Terhadap unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Berdasarkan
pertimbangan
Majelis
Hakim
terhadap
unsur
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dapat dikemukakan bahwa penyalahgunaan wewenang dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap asas keadilan atau kewajaran (principle of reseonableness or prohibition of arbitrariness) yang merupakan salah satu asas dari Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi.
Universitas Sumatera Utara
(AAUPB). Dalam asas ini menuntut ditegakkannya aturan hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Berdasarkan hal tersebut suatu keputusan yang didasarkan pada kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan wewenang dapat dibatalkan. Asas ini disebut juga asas tidak boleh melakukan detournement de pouvouir. 119 Menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya sebagaimana dipaparkan diatas, apabila dikaitkan dengan pengertian keuangan negara atau perekonomian negara maka tidak terlepas dari manajemen sehingga jabatan atau kedudukan tersebut berada dalam ruang lingkup perencanaan dan pengawasan, atau dengan perkataan lain bahwa menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dimaksudkan bahwa
yang bersangkutan
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajibannya. 120 Oleh karena itu, perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban Terdakwa dalam perkara ini adalah bahwa Terdakwa selaku Ketua DPRD Kabupaten Pati bersama-sama dengan Bupati, Wakil Bupati, Sekda, Panitia Anggara Eksekutif dan Legislatif serta seluruh anggota DPRD Kabupaten Pati telah menggunakan anggaran untuk LPJ Bupati Pati dan bantuan untuk pihak ke III yang diterima oleh Terdakwa bersama-sama dengan Bupati, Wakil
119
Saiful Anwar dan Marzuki Lubis, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Medan: Gelora Madani Press, 2004) hlm. 58. 120 Leden Marpaung, Tindak Pidana Korupsi, Pemberantasan dan Pencegahan, (Jakarta: Djambatan, 2004), hlm. 44.
Universitas Sumatera Utara
Bupati, Sekda, Panitia Anggaran Legislatif dan Eksekutif serta seluruh anggota DPRD Kabupaten Pati, sedangkan penerimaan tersebut bertentangan dengan hak mereka atau dengan perkataan lain peraturan perundang-undangan telah mengatur bahwa bantuan untuk pihak ke III tidak diperuntukkan untuk perangkat daerah dan tidak ada dikenal istilah anggaran LPJ. d. Terhadap unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim terhadap unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana diuraikan diatas, dapat dikemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teori yang berkaitan dengan unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu teori Von Buri dan teori Von Kries, yaitu: 121 1. Teori dari Von Buri terkenal dengan nama ekivalensi teori atau teori conditio sine quanon, yaitu: semua syarat yang turut serta menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor yang bersangkutan harus dianggap sebagai sebab akibat. 2. Teori Von Kries mengatakan bahwa diantara faktor-faktor dalam rangkaian faktor-faktor yang dapat dihubungkan dengan terjadinya tindak pidana, ada satu yang dianggap menjadi causa faktor yang seimbang (adaequaat) dengan terjadinya perbuatan yang bersangkutan. Di Indonesia menganut teori yang dikemukakan oleh Von Kries, dengan demikian dapat dilihat bahwa unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sangat luas jangkauannya dan mudah membuktikan tentang adanya kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam penjelasan
121
Moch. Faisal Salam, op.cit, hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cekup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. 122
3. Analisis terhadap unsur pidana 24/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg.
dalam
putusan
perkara
nomor:
a. Terhadap unsur setiap orang. Berdasarkan uraian pertimbangan Majelis Hakim tentang setiap orang sebagaimana dikemukakan diatas, apabila dilakukan analisa bahwa yang dimaksud dengan setiap orang dalam dunia hukum berarti pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban dan disebut sebagai subjek hukum
yang
terdiri
dari
manusia
(persoon)
dan
badan
hukum
(rechtspersoon) 123. Sedangkan menurut Soedjono, setiap orang yaitu subjek hukum atau subject van een recht adalah orang yang mempunyai hak, baik manusia pribadi atau badan hukum yang berhak, berkehendak atau melakukan perbuatan hukum. 124 Sedangkan perbuatan hukum adalah setiap perbuatan
122
Ibid, hlm. 95. C.S.T. Kansil, op.cit, hlm. 117. 124 Soedjono sebagaimana dikutip oleh Sudarsono dalam buku Pengantar Ilmu Hukum, op.cit, hlm. 275. 123
Universitas Sumatera Utara
yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu boleh dianggap menjadi kehendak dari yang melakukan perbuatan itu. 125 Oleh karena itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Perbuatan
hukum Terdakwa I dan Terdakwa II sebagai subjek hukum yang melakukan pemotongan sebesar 50% dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan dianggap menjadi kehendak dari Terdakwa I dan Terdakwa II dan tidak terdapat alasan pemaaf dan pembenar dari perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II, maka sebagai subjek hukum Terdakwa I dan Terdakwa II harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum. b. Terhadap unsur secara melawan hukum. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim terhadap unsur secara melawan hukum sebagaimana dipaparkan diatas, dapat dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan unsur melawan hukum adalah tersangka/terdakwa tidak mempunyai hak untuk menikmati atau menguasai suatu benda, dalam hal ini berupa uang. Dari penjelasan umum UUPTK disebutkan bahwa melawan hukum diartikan seperti dalam hukum perdata, yang pengertiannya meliputi: perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma kesopanan yang lazim atau bertentangan dengan keharusan dalam pergaulan hidup untuk bertindak cermat terhadap orang lain, barangnya maupun haknya. Jadi unsur melawan hukum itu tidak hanya menjadikan perbuatan melawan hukum sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum, melainkan melawan 125
Ibid, hlm. 289.
Universitas Sumatera Utara
hukum itu adalah untuk melakukan perbuatan yang dapat dihukum, dalam hal ini memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. 126 Oleh karena itu, pengertian melawan hukum sebagaimana dikemukakan diatas, apabila dikaitkan dengan perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II yang melakukan pemotongan sebesar 50% terhadap dana bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah dan tidak mempunyai hak untuk menikmatinya adalah perbuatan melawan hukum. c. Terhadap unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa memperkaya artinya bertambah kaya, sedangkan kata kaya artinya mempunyai banyak harta, uang dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa memperkaya berarti menjadikan orang yang belum kaya menjadi kaya atau orang yang sudah kaya bertambah kaya. 127 Apabila pengertian memperkaya sebagaimana tersebut diatas dikaitkan dengan perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II tanpa hak melakukan pemotongan sebesar 50% terhadap dana Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah adalah perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
126 127
Moch. Faisal Salam, op.cit, hlm. 91. Ibid, hlm. 92.
Universitas Sumatera Utara
d. Terhadap unsur yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim tentang unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana tersebut diatas, dapat dikemukakan analisa sebagai berikut: Bahwa kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. 128 Keuangan negara maksudnya adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 129 Sedangkan perekonomian negara maksudnya adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
128
Perhatikan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 129 Perhatikan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
Universitas Sumatera Utara
berlaku yang bertujuan memberi manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. 130 Berdasarkan pengertian keuangan negara dan perekonomian negara sebagaimana dipaparkan diatas, maka apabila dikaitkan dengan perbuatan Terdakwa I dan Terdakwa II yang tanpa hak melakukan pemotongan sebesar 50% terhadap dana bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah dari dana APBD Propinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010 adalah perbuatan yang telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. e. Terhadap unsur yang melakukan atau turut serta melakukan. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim terhadap unsur yang melakukan atau turut serta melakukan sebagaimana dipaparkan diatas, maka dapat dikemukakan analisa sebagai berikut: Bahwa penyertaan melakukan tindak pidana (deelneming) diadakan 5 (lima) golongan peserta tindak pidana, yaitu: 131 1. Yang melakukan perbuatan (plegen/dader). Adalah orang yang langsung melakukan tindak pidana. 2. Yang menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen/middelijke dader). Ini terjadi apabila seorang lain menyuruh sipelaku melakukan perbuatan yang biasanya merupakan tindak pidana. 3. Yang turut melakukan perbuatan (medeplegen/mededader). Dalam hal ini ada 2 (dua) syarat bagi adanya turut melakukan, yaitu: pertama: kerjasama yang disadari antara para turut-pelaku, hal mana 130
Perhatikan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 131 Wirjono Prodjodikoro, op.cit, hlm. 100.
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu kehendak bersama (af-spraak) antara mereka. kedua: mereka harus bersama-sama melakukan perbuatan itu. 4. Yang membujuk supaya perbuatan dilakukan (uitlokken/uitlokker). Pembujukan yang dapat dikenakan hukuman yang dimaksud disini adalah: pembujukan yang dilakukan dengan sengaja, tetapi ini tidak berarti bahwa hal kesengajaan ini harus meliputi semua bagian dari tindak pidana. 5. Yang membantu perbuatan (medeplichtig zijn/medeplichtige). Membantu perbuatan terdiri dari 2 (dua) golongan, yaitu: pertama: perbuatan bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan, kedua: perbuatan bantuan sebelum pelaku utama bertindak, bantuan mana dilakukan secara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, apabila dikaitkan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa I dan Terdakwa II bersama-sama dengan saksi Ashari, saksi Afenan adalah merupakan rangkaian kerjasama dalam melakukan tindak pidana, yaitu: Terdakwa I mencari dan mengumpulkan calon penerima bantuan, membuat proposal dan membuat pertanggungjawaban pengguna dana bantuan serta melakukan pemotongan dana bantuan sebesar 50% bersama-sama dengan Terdakwa II. Sedangkan Saksi Ashari bertindak sebagai penghubung, menerima hasil pemotongan dana bantuan untuk kemudian diserahkan kepada saksi Afenan.
4. Analisis terhadap unsur pidana 26/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg.
dalam
putusan
perkara
nomor:
a. Terhadap unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim terhadap unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sebagaimana
Universitas Sumatera Utara
tersebut diatas, dapat dikemukakan analisa sebagai berikut: Bahwa kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. 132 Keuangan negara maksudnya adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 133 Sedangkan perekonomian negara maksudnya adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberi manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. 134 Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan perbuatan Terdakwa yang tanpa hak mempergunakan uang setoran raskin dari satgas desa sebesar Rp. 69.218.000,- kendati dengan alasan dipergunakan untuk berobat atau mondok
132
Perhatikan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 133 Perhatikan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. 134 Perhatikan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
di rumah sakit tidak dapat dibenarkan secara hukum sehingga mengakibatkan kerugian pada keuangan negara. b. Terhadap unsur menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim tentang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sebagaimana dipaparkan diatas, maka dapat dikemukakan bahwa penyalahgunaan wewenang dapat diartikan sebagai pelanggaran terhadap asas keadilan atau kewajaran (principle of reseonableness or prohibition of arbitrariness) yang merupakan salah satu asas dari Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Dalam asas ini menuntut ditegakkannya aturan hukum agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Berdasarkan hal tersebut suatu keputusan yang didasarkan pada kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan wewenang dapat dibatalkan. Asas ini disebut juga asas tidak boleh melakukan detournement de pouvouir. 135 Oleh karena itu, pengertian penyalahgunaan kewenangan sebagaimana dikemukakan diatas, apabila dikaitkan dengan perkara ini, maka dapat dikemukakan bahwa perbuatan Terdakwa termasuk kategori perbuatan penyalahgunaan kewenangan atau kedudukan, karena dengan kedudukannya sebagai sebagai anggota satgas pendistribusian beras untuk rumah tangga miskin diwilayah Kecamatan Ampel dengan tidak menyetorkan uang hasil 135
Saiful Anwar dan Marzuki Lubis, loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
penjualan beras raskin, akan tetapi mempergunakannya untuk kepentingan pribadi adalah perbuatan Terdakwa yang dilakukan karena terkait dengan kedudukannya. c. Terhadap unsur yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim tersebut, dapat dikemukakan bahwa Keuangan negara maksudnya adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. 136 Sedangkan perekonomian negara maksudnya adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijaksanaan pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberi manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. 137 Oleh karena itu, perbuatan Terdakwa yang tidak menyetorkan hasil pembayaran penjualan beras raskin sebesar Rp. 69.218.000,-, akan tetapi mempergunakannya untuk kepentingan pribadi, maka perbuatan Terdakwa
136
Perhatikan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara. 137
Perhatikan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
tersebut telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 69.218.000,Berdasarkan keseluruhan uraian tentang dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang sebagaimana dikemukakan diatas, khususnya dalam kaitan dengan pembahasan unsur-unsur tindak pidana yang dipergunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi dalam kaitannya dengan pemberantasan korupsi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (khususnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang) dalam menguraikan unsur-unsur dari suatu tindak pidana korupsi telah sesuai dengan konteks atau disiplin ilmu hukum.
D. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Melalui Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sanksi/pemidanaan yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi melalui putusan pengadilan tindak pidana korupsi sesungguhnya tidak terlepas dari tujuan pemidanaan itu sendiri. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa dalam memberikan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana yang dalam hal ini juga adalah pelaku tindak pidana korupsi dikenal 3 (tiga) teori tujuan pemidanaan, yaitu: 138 1. Teori absolut. Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena seseorang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana 138
Evi Hartanti, op.cit, hlm. 57-60.
Universitas Sumatera Utara
merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. 2. Teori relatif. Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. 3. Teori gabungan. Teori ini menjabarkan bahwa tetap menganggap pembalasan sebagai asas dari pidana dan beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil. Namun, teori ini berpendirian bahwa pidana mempunyai pelbagai pengaruh, antara lain perbaikan suatu yang rusak dalam masyarakat dan prevensi general. Dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi oleh pengadilan tindak pidana korupsi, berbeda halnya dengan tindak pidana umum yang dikenai sanksi dengan menggunakan KUHP, karena Hakim pengadilan tindak pidana korupsi harus memperhatikan adanya sanksi minimum dan maksimum.
Hal
tersebut
memperlihatkan
kesungguhan
untuk
mencegah/memberantas tindak pidana korupsi dengan kesadaran bahwa tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang sangat tercela walaupun jumlah yang dikorupsi tidak seberapa. 139 Penjatuhan sanksi pidana dalam putusan pengadilan tindak pidana korupsi dapat dihadiri oleh terdakwa maupun tanpa hadirnya terdakwa. 140 Pada dasarnya, apabila ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ditilik secara lebih intens, detail dan terinci, sebenarnya jenis-jenis sanksi pidana yang
139 140
Leden Marpaung, op.cit, hlm. 78. Moch. Faisal Salam, op.cit, hlm. 1289.
Universitas Sumatera Utara
dapat dilakukan Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap terdakwa pelaku tindak pidana korupsi dapat berupa: 1. Terhadap orang yang melakukan tindak pidana korupsi. a. Pidana mati. Sanksi pidana mati dijatuhkan kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dilakukan dalam keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahwa yang dimaksud dengan dalam keadaan tertentu adalah sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan
terhadap
dana-dana
yang
diperuntukkan
bagi
penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan penanggulangan tindak pidana korupsi. 141 b. Pidana penjara. Sanksi pidana penjara yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan tindak pidana korupsi terhadap pelaku tindak pidana korupsi didasarkan pada jenis
141
Perhatikan Penjelasan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana korupsi tersebut, dalam hal ini dapat diuraikan sebagai berikut: 142 1. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupaih) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara (Pasal 2 ayat (1) UUPTK). 2. Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3 UUPTK). 3. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 209 KUHP (Pasal 5 UUPTK). 142
Lilik Mulyadi, op.cit, hlm. 308-314.
Universitas Sumatera Utara
4. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 KUHP (Pasal 6 UUPTK). 5. Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling sedikir Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 387 atau Pasal 388 KUHP (Pasal 7 UUPTK). 6. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 KUHP (Pasal 8 UUPTK). 7. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 416 KUHP (Pasal 9 UUPTK).
Universitas Sumatera Utara
8. Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 417 KUHP (Pasal 10 UUPTK). 9. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418 KUHP (Pasal 11 UUPTK). 10. Pidana penjara seumur hidup dan/atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, Pasal 435 KUHP (Pasal 12 UUPTK). 11. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
Universitas Sumatera Utara
penuntutan dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi (Pasal 21). 12. Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, UU No. 31 Tahun 1999 yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar (Pasal 22 UUPTK). 13. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,000 (tiga ratus juta rupiah) bagi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429 dan Pasal 430 KUHP (Pasal 23 UUPTK). 14. Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) bagi saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 (Pasal 24 UUPTK).
Universitas Sumatera Utara
c. Pidana tambahan. Bagi terdakwa pelaku tindak pidana korupsi, selain dijatuhi sanksi pidana penjara dapat juga dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan barangbarang yang dimiliki dari hasil korups, yaitu:. 143 1. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut. 2. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. 3. Penutupan seluruh atau sebahagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun. 4. Pencabutan seluruh atau sebahagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebahagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana. 5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut. 6. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan UU No. 31 Tahun 1999 dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan. 2. Terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi. Terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, pidana pokoknya yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda
143
Moch. Faisal Salam, op.cit, hlm. 130. Perhatikan juga Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
dengan ketentuan maksimum ditambah 1/3 (satu per tiga). Penjatuhan pidana terhadap suatu korporasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 144 a. Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. b. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh suatu korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersamasama. c. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus kemudian pengurus yang mewakili korporasi tersebut dapat mewakilkan kepada orang lain. d. Hakim pengadilan tindak pidana korupsi dapat memerintahkan seupaya pengurus korporasi menghadap sendiri dipengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa kesidang pengadilan. e. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, panggilan untuk menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus ditempat tinggal pengurus berkantor. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka eksistensi pengadilan tindak pidana korupsi dalam melakukan pemberantasan korupsi apabila dikaitkan dengan sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana korupsi melalui putusan pengadilan tindak pidana korupsi dapat dilihat dari berbagai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang sebagai berikut: 1. Perkara Nomor 02/Pid. Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. Nama Terdakwa: Setia Budi Bin Dharma Budi Alim. Terbukti melanggar Pasal: 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UUPTK. 144
Evi Hartanti, op.cit, hlm. 15. Perhatikan juga Pasal 20 ayat (1-6) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Universitas Sumatera Utara
Dihukum: 145 a. Menyatakan Terdakwa Setia Budi Bin Dharma Budi Alim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar 400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan. c. Menghukum terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 958.068.600, jika uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terpidana akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. d. Menetapkan membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 5000. 2. Perkara Nomor 10/Pid. Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. Nama Terdakwa: Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo. Terbukti melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) UUPTK. Dihukum: 146
145
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 172. 146 Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 10/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 28.
Universitas Sumatera Utara
a. Menyatakan Terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. b. menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun. c. Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo sebesar Rp. 50.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. d. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan rumah tahanan negara Kls. I Semarang. e. Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 10.000 kepada terdakwa. 3. Perkara Nomor 24/Pid. Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. Nama Terdakwa: 1. Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji. 2 Wahyudi Bin Minto Diyono. Terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UUPTK Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dihukum: 147 II. Terhadap Terdakwa Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji.
147
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 24/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
a. Menyatakan Terdakwa I Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji selama 4 Tahun, denda sebesar Rp. 200.000.000,00 subsidair 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 76.500.000,- dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. c. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. d. Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- kepada Terdakwa. III. Terhadap Terdakwa Wahyudi Bin Minto Diyono. a. Menyatakan Terdakwa II Wahyudi Bin Minto Diyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa II Wahyudi Bin Minto Diyono selama 4 Tahun, denda sebesar Rp. 200.000.000,00 subsidair 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 83.400.000,dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. c. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Universitas Sumatera Utara
d. Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- kepada Terdakwa. 5. Perkara Nomor 26/Pid. Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. Nama Terdakwa: Niken Prabarini Binti Sudaryanto. Terbukti melanggar pasal 3 Jo. Pasal 18 UUPTK. Dihukum: 148 a. Menyatakan Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 Tahun 8 Bulan. c. Menjatuhkan pidana denda kepada Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto sebesar Rp. 50.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. d. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 59.218.000,- dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka untuk mengetahui lebih lanjut eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam memberikan sanksi pidana
148
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 26/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 50.
Universitas Sumatera Utara
terhadap pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dipaparkan diatas dalam rangka melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi akan diuraikan sebagai berikut: 1.
Terhadap Putusan Nomor 02/Pid. Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. Dengan Terdakwa Setia Budi Bin Dharma Budi Alim yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) UUPTK, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan putusan: 149 a. Menyatakan Terdakwa Setia Budi Bin Dharma Budi Alim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar 400 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan. c. Menghukum terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 958.068.600, jika uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terpidana akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.
149
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 02/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 172.
Universitas Sumatera Utara
d. Menetapkan membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 5000. Putusan Majelis Hakim yang dijatuhkan terhadap Terdakwa Setia Budi Bin Dharma Ali sebagaimana tersebut diatas masih berada pada ambang batas maksimum dan minimum sanksi, yaitu: pidana penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah 6 Tahun, sedangkan pidana yang diancamkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPTK adalah paling singkat 4 Tahun dan paling lama 20 tahun. Sedangkan terhadap pidana denda juga berada pada ambang batas maksimum dan minimum, yaitu: pidana denda yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah 400 Juta, sedangkan pidana denda yang diancamkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPTK paling sedikit 200 Juta dan paling banyak 1 Miliar. 2.
Terhadap Putusan Nomor 10/Pid. Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. Dengan Terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1) UUPTK, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan putusan: 150 a. Menyatakan Terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
150
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 10/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 28.
Universitas Sumatera Utara
b. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun. c. Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo sebesar Rp. 50.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. d. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan rumah tahanan negara Kls. I Semarang. e. Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 10.000 kepada terdakwa. Putusan Majelis Hakim yang dijatuhkan terhadap terdakwa Wiwik Budi Santoso, SH Bin Ramlan Mardi Utomo masih berada pada ambang batas maksimum dan minimum sanksi, yaitu: pidana penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah 4 Tahun, sedangkan pidana yang diancamkan dalam Pasal 3 UUPTK adalah paling singkat 1 Tahun dan paling lama seumur hidup. Sedangkan terhadap pidana denda juga berada pada ambang batas maksimum dan minimum, yaitu: pidana denda yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah 400 Juta, sedangkan pidana denda yang diancamkan dalam Pasal 3 UUPTK paling sedikit 50 Juta Juta dan paling banyak 1 Miliar. 3.
Terhadap
Putusan
Nomor
24/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg.
dengan
Terdakwa: I.
Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji.
Universitas Sumatera Utara
II. Wahyudi Bin Minto Diyono. Terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan putusan: 151 1.
Terhadap Terdakwa I Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji: a. Menyatakan Terdakwa I Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa I Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji selama 4 Tahun, denda sebesar Rp. 200.000.000,00 subsidair 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 76.500.000,- dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. c. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. d. Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- kepada Terdakwa.
151
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 24/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 29.
Universitas Sumatera Utara
2.
Terhadap Terdakwa II Wahyudi Bin Minto Diyono: a. Menyatakan Terdakwa II Wahyudi Bin Minto Diyono telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa II Wahyudi Bin Minto Diyono selama 4 Tahun, denda sebesar Rp. 200.000.000,00 subsidair 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp. 83.400.000,dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan Hakim
mempunyai
kekuatan
hukum
tetap
terpidana
tidak
mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. c. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. d. Membebankan biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- kepada Terdakwa. Putusan Majelis Hakim yang dijatuhkan terhadap Terdakwa I Joko Muhammad Dahlan Bin Sumarji dan Terdakwa II Wahyudi Bin Minto Diyono masih berada pada ambang batas maksimum dan minimum sanksi, yaitu: pidana penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada masing-masing Terdakwa adalah 4 Tahun, sedangkan pidana yang diancamkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPTK adalah paling singkat 4 Tahun dan paling lama 20 tahun. Sedangkan terhadap pidana denda juga berada pada ambang batas maksimum dan minimum, yaitu: pidana denda yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim kepada Terdakwa I adalah sebesar 200 Juta dan kepada Terdakwa II pidana denda yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah sebesar 200 juta,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan pidana denda yang diancamkan dalam Pasal 2 ayat (1) UUPTK paling sedikit 200 Juta dan paling banyak 1 Miliar. 4.
Terhadap Putusan Nomor 26/Pid. Sus/2011/PN. Tipikor.Smg. Dengan Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo. Pasal 18 UUPTK, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan putusan: 152 a. Menyatakan Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. b. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 Tahun 8 Bulan. c. Menjatuhkan pidana denda kepada Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto sebesar Rp. 50.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. d. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 59.218.000,- dengan ketentuan apabila dalam waktu 1 bulan setelah putusan Hakim mempunyai kekuatan hukum tetap terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan.
152
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor: 26/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg. hlm. 50.
Universitas Sumatera Utara
Putusan Majelis Hakim yang dijatuhkan terhadap Terdakwa Niken Prabarini Binti Sudaryanto masih berada pada ambang batas maksimum dan minimum sanksi, yaitu: pidana penjara yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah 1 Tahun 8 Bulan, sedangkan pidana yang diancamkan dalam Pasal 3 UUPTK adalah paling singkat 1 Tahun dan paling lama seumur hidup. Sedangkan terhadap pidana denda juga berada pada ambang batas maksimum dan minimum, yaitu: pidana denda yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim adalah 50 Juta, sedangkan pidana denda yang diancamkan dalam Pasal 3 UUPTK paling sedikit 50 Juta dan paling banyak 1 Miliar. Berdasarkan putusan Pengadilan tindak pidana korupsi sebagaimana dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi semarang telah menjalankan amanat Undang-Undang yang berkaitan dengan pemberian sanksi terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam rangka melakukan pemberantasan korupsi. Hal tersebut dapat diketahui dari sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi tersebut yaitu tidak lebih dan tidak kurang dari ancaman yang diamantkan oleh Undang-Undang sesuai dengan Pasal yang dilanggar oleh terdakwa, baik itu sanksi pidana penjara maupun sanksi pidana denda. Selain pidana sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dipaparkan diatas, Majelis Hakim juga menjatuhkan sanksi tambahan yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara sesuai jenis-jenis sanksi pemidanaan yang dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap terdakwa pelaku tindak pidana korupsi.
Universitas Sumatera Utara