BAB II DESKRIPTIF IMF DAN INDONESIA
A. IMF Sebagai Organisasi Internasional IMF ( International Monetary Fund) atau dalam bahasa Indonesia disebutkan sebagai Dana Keuangan Internasional merupakan sebuah organisasi internasional dibawah naungan organisasi PBB. IMF merupakan salah satu orgasnisasi internasional yang bergerak di bidang ekonomi dengan tujuan utama untuk membantu negara – negara anggotanya yang mengalami krisis dalam bidang ekonomi khususnya untuk menjaga stabilitas keuangan dalam posisi terkendali, mendorong kerjasama moneter, serta memfasilitasi perdagangan internasional. IMF juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Serta mengurangi kemiskinan negara anggotanya menjadi agenda utama dari berdirinya organisasi ini. Kerjasama yang dilakukan oleh negara – negara anggota IMF tentu saja memiliki dampak terhadap negara tersebut dengan organisasi ini ataupun negara – negara yang bersedia memberikan bantuan terhadap negara yang memerlukan. Peranan pemerintah sebagai pihak yang tentu saja mengetahui apa yang menjadi kepentingan nasional dalam negaranya merupakan fokus yang harus dibawa ke tengah – tengah hubungan kerjasama dengan organisasi ini. Dan tentu sebaliknya, pihak yang memberikan bantuan tetap mengedepankan kepentingan nasionalnya. Kepentingan yang pada akhirnya tentu saja menjadi bekal bagi sebuah negara untuk hadir dan ikut berperan serta aktif dalam sebuah kerjasama internasional haruslah didasarkan kepada apa yang menjadi tujuan untuk kesejahteraan masyarakat banyak. Pemerintah melalui sebuah mekanisme seharusnya mampu menganalisis apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mencoba untuk mengagregasi kepentigan tersebut dalam kerjasama dengan organisasi internasional ataupun kerjasama dengan negara – negara lain.
Bantuan yang diberikan oleh IMF adalah berupa pencairan dana atau bantuan dana terhadap negara – negara yang membutuhkan bantuan tersebut. Dana yang tentu saja berasal dari negara – negara anggotanya untuk kemudian diberikan kepada negara anggota yang sedang mengalami krisis. IMF memfasilitasi bantuan – bantuan tersebut melalui mekanisme yang diatur dalam organisasi ini. Sebagai sebuah organisasi internasional, IMF jelas memiliki anggota yang terdiri dari negara – negara. Negara – negara anggota ini tentu saja harus menyepakati tujuan bersama dari didirikannya IMF. Negara tersebut juga berhak untuk merumuskan ketentuan – ketentuan bersama dalam anggaran dasar dari IMF. Dalam Anggaran Dasar ( Articles of Agreement ) organisasi ini jelas termuat poin – poin yang menjadi tujuan dari dibentuknya organisasi ini. Dalam hal ini, pasal 1 dari Anggaran Dasar tersebut yang berisikan “ Tujuan Pendirian” menyebutkan : •
•
•
•
•
Untuk mendorong kerjasama moneter internasional melalui suatu lembaga yang permanen yang menyediakan mekanisme untuk konsultasi dan kerjasama dalam pemecahan permasalahan moneter internasional. Untuk membantu tercapainya perluasan dan keseimbangan pertumbuhan perdagangan internasional, dan untuk menyumbang tercapainya tingkat employment dan tingkat pendapatan nasional yang tinggi serta untuk pengembangan sumber daya produktif dari semua negara anggota sebagai tujuan utama kebijakan ekonomi. Untuk mendorong stabilitas nilai tukar, mempertahankan sistem nilai tukar yang teratur antar negara anggota serta untuk mencegah terjadinya persaingan untuk melakukan depresiasi mata uang. Untuk membantu penciptaan dari sistem pembayaran multilateral antarnegara anggota dan penghapusan hambatan transaksi valuta asing yang menghambat pertumbuhan perdagangan dunia. Untuk menciptakan kembali kepercayaan di negara anggota dengan memberikan bantuan keuangan secara temporer dengan tetap memperhatikan unsur keamanan dana tersebut, sehingga
•
dapat memberikan kesempatan untuk memperbaiki ketidakseimbangan neraca pembayaran tanpa harus menggunakan cara – cara yang merusak kemakmuran nasional atau internasional. Berkaitan dengan hal – hal di atas, untuk memperpendek jangka waktu dan mengurangi tingkat kesulitan yang terjadi dalam permasalahan ketidakseimbangan neraca pembayaran negara – negara anggota. 38
Melalui uraian tujuan dari organisasi ini kita dapat melihat bahwa IMF juga memiliki kepentingan terutama yang berkaitan dengan eksistensi organisasi tersebut di tengah – tengah negara anggotanya. IMF sebagai organisasi keuangan fokus menganalisa mengenai apa yang menjadi permalasahan perekonomian negara anggotanya. Kemudian IMF mencoba untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menyampaikan dan membahasnya dalam forum – forum yang dilakukan antar negara anggota. Mengingat
bahwa
IMF
merupakan
sebuah
organisasi
yang
memberikan bantuan terhadap negara anggotanya, tentu kita perlu memahami darimana bantuan tersebut berasal. Hal tersebut dikarenakan agar kita mengetahui bagaimana sifat dan lembaga ini bekerja dalam memberikan bantuannya kepada negara – negara anggotanya. Negara anggota yang terdiri dari negara – negara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman tentu saja memiliki peranan besar. Pada akhirnya kembali lagi peranan dari masing – masing utusan pemerintah ataupun kepala pemerintah menjadi sangat disoroti mengingat bahwa IMF sebelumnya menyampaikan apa yang menjadi permasalahan ekonomi secara menyeluruh terhadap forum antar – negara dalam organisasi ini. Negara – negara kemudian melakukan analisis terhadap apa yang terjadi pada negara mereka
38 Cyrillus Harinowo, IMF Penanganan Krisis & Indonesia Pasca – IMF, Jakarta, P.T. Gramedia Pustaka Utama, 2004, hal. 80.
dan coba untuk meleburkan permasalahan tersebut terhadap apa yang menjadi kepentingan negara lainnya. Dalam proses yang demikian, tentu saja IMF memiliki peranan yang sesuai dengan tujuannya. Proses yang terjadi haruslah sesuai dengan aturan main yang ada dalam organisasi ini. Sebagai sebuah organisasi internasional, prosedur – prosedur inilah yang harus diikuti jika sebuah negara tergabung dalam keanggotaan IMF dan juga ikut bekerjasama dengan IMF melalui tujuan – tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi ini. A.1. Sejarah Terbentuknya IMF dan Perkembangannya Sampai Saat Ini IMF adalah salah satu organisasi ekonomi internasional yang membantu anggota – anggotanya keluar dari permasalahan ekonomi terutama yang menyangkut masalah pembangunan dalam negara tersebut. IMF menjadi organisasi yang digunakan oleh beberapa negara sebagai ‘penyelamat’ mereka dari masalah – masalah ekonomi yang menghimpit negara tersebut. Pada awal berdirinya organisasi ini sebenarnya sudah konsisten dalam menjaga perekonomian internasional dalam keadaan stabil serta tidak terpengaruh oleh keadaan – keadaan yang dapat mengancam arus berjalannya ekonomi dunia. IMF menjadi organisasi yang bergerak dalam bidang perekonomian untuk menyelamatkan negara – negara dari keterpurukan krisis. IMF hadir untuk membantu negara terutama negara yang telah menjadi anggota dari organisasi ini. Kesediaan IMF untuk membantu suatu negara dalam mengahadpi krisis, misalnya, sering menjadi suatu bahan spekulasi sehingga akhirnya sangat menentukan turun naiknya nilai tukar negara yang bersangkutan. 39
Sebuah
keadaan
yang
mempertanyakan
sebenarnya
bagaimanakah ketentuan yang ada berdasarkan peraturan dalam organisasi ini untuk membantu perekonomian sutu negara.
39
Ibid., hal. 81.
Yang menarik dari awal terbentuknya IMF adalah bahwa sebenarnya negara – negara mengirimkan para pengambil kebijakan di bidang perekonomian untuk berkumpul membicarakan bagaimana menyelesaikan permasalahan ekonomi di masing – masing negara setelah terjadinya perang dunia kedua tersebut. Jadi para pemikir dari IMF sendiri adalah memang mereka yang memahami permasalahan perekonomian dari masing – masing negaranya untuk kemudian dibahas dan dibicarakan dalam pertemuan tersebut. Konferensi Keuangan Internasional tersebut berlangsung pada tanggal 1 Juli dan berakhir pada tanggal 22 Juli tahun 1944. 40 Konferensi yang berlangsung di Bretton Woods, Amerika Serikat ini dihadiri oleh perwakilan 44 negara. Salah satu negara yang mengutus ekonom terkenal dari negaranya yaitu Amerika Serikat dan Inggris, dimana delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Harry Dexter White, sedangkan delegasi Inggris dipimpin oleh John Maynard Keynes. 41 Keynes memberikan sumbangan pemikiran yang pada saat itu menjadi perkembangan perekonomian dunia sebagai acuannya. Menurut Keynes dalam sistem ekonomi pasar bebas, pasar tidak boleh ditinggalkan pada kehendaknya sendiri, tetapi disini semua negara harus berpartisipasi untuk meregulasi agar tidak terjadi kegagalan pasar, free-riding ( penunggang bebas) dan monopoli. Harus terdapat kontrol yang dapat meminimalisir terjadinya permasalahan dalam sistem ekonomi pasar ini. Semuanya adalah bentuk untuk mengurangi kebijakan perdagangan, pembayaran dan nilai tukar yang memiliki dampak yang menghambat perdagangan internasional. Dalam konferensi tersebut perdebatan – perdebatan mengenai keberlangsungan perekonomian dunia berlangsung sengit terutama pada bagian pengawasan dari berlangsungnya sistem perdagangan bebas tersebut. Keynes menyebutkan kemudian, keyakinan bahwa pemerintah harus memikul 40 41
Ibid., hal. 73. Ibid., hal. 74.
tanggung jawab bersama untuk mengatur sistem ekonomi internasional pun tumbuh dan satu negara ditunjuk untuk memangku tanggung jawab sebagai pemimpin global yang dianggap mampu untuk mengemban tugas untuk mengawasi jalannya perekonomian dunia. Konferensi yang berlangsung pada saat itu jelas mengutamakan penyelesaian permasalahan ekonomi yang terjadi terutama setelah meletusnya Perang Dunia II yang mengeluarkan biaya perang yang tinggi dari masing – masing negara yang berseteru. Kebijakan ekonomi liberalis yang ditetapkan oleh mekanisme pasar serta banyaknya biaya yang dikeluarkan akibat perang menyebabkan dunia ekonomi kapitalis mengalami masa sulit dengan adanya inflasi tinggi dan banyaknya pengangguran. Konferensi yang terjadi di Bretton Woods juga adalah sebagai reaksi dari negara – negara atas kebijakan proteksionisme pada tahun 1930-an. Pada saat itu negara – negara liberalis dalam sistem perdagangan bebas berusaha untuk menyelamatkan produk – produk mereka sehingga tidak mengalami kerugian yang sangat besar. Negara – negara yang menganut paham liberalis kemudian tidak dapat mengontrol perekonomian ketika lahir negara – negara dominan lainnya selain Inggris dan Amerika Serikat. Industri yang sebelumnya dikuasai oleh Inggris sebagai salah satu negara dengan perkembangan industri yang cukup pesat menjadi tidak lagi diakui sebagai kiblat perekonomian dunia ketika konstalasi politik dunia berubah pada sekitar tahun 30 – an tersebut. Perkembangan dari ekonomi liberalis juga terganggu manakala negara – negara seperti Amerika Serikat harus mengurusi permasalahan – permasalahan perang yang timbul pasca Perang Dunia II sambil harus terus memantau bagaimana perkembangan perekonomian dunia. Pola perekonomian internasional tersebut secara drastis berubah ketika terjadi Great Depression pada 1929 hingga 1934 yaitu krisis besar yang terjadi karena krisis yang sifatnya struktural. Pada saat itu perekonomian dunia runtuh, perdagangan internasional mandek, terjadi inflasi dan
pengangguran yang massif dan sporadis yang dipicu oleh proteksi perdagangan serta devalusai mata uang yang dilakukan banyak negara. 42 Konferensi Bretton Woods menjadi salah satu jalan keluar dalam menyikapi permasalah yang terjadi pada waktu itu terutama bagi negara – negara dalam memikirkan jalan keluar untuk permasalahan – permasalahan ekonomi mereka. Dalam negosiasi – negosiasi yang terjadi di Bretton Woods ini sebenarnya ingin mengurai krisis yang sedang terjadi yang dianggap salah satu penyebab utamanya adalah proteksionisme perdagangan negara – negara pada waktu itu. Kemudian negara Amerika Serikat dan Inggris sebagai pelopor
berlangsungnya
konferensi
ini,
terutama
Amerika
Serikat
mengundang beberapa negara untuk dapat berdiskusi dan memutuskan rencana yang akan diambil untuk menyelesaikan krisis tersebut dengan mengadakan konferensi. Yang menarik adalah ketika beberapa kalangan dalam bukunya menyebutkan bahwa Inggris dan Amerika Serikat dalam konferensi ini memiliki
kepentingan
laten.
Kedua
negara
ini
ingin
mengetahui
perkembangan perekonomian dunia pasca terjadinya Perang Dunia II dengan mengundang beberapa negara untuk membicarakan permasalahan ekonomi mereka. Konferensi yang terjadi di Bretton Woods dikatakan sebagai suatu formalitas belaka atas kesepakatan sebelumnya antara Inggris dan Amerika yang telah berjalan negosiasinya selama dua setengah tahun dalam rangka untuk mengontrol kebijakan perekonomian internasional. 43 Apa yang menjadi kepentingan dari kedua negara ini tentu saja terkait dengan proses pengagregasian kepentingan nasional dari masing – masing negara. Kepentingan nasional yang mungkin saja menjadi tujuan dari negara tersebut mengingat bahwa Amerika dan Inggris pada saat itu menginginkan adanya sebuah tatanan dunia yang dikuasai oleh mereka. Kedua negara
42
Richard, Peet, Bretton-Woods: Emergence of a Global Economic Regime, London: Zed Books, 2003, hal. 30. 43 Ibid., hal. 40.
tersebut menginginkan eksistensi mereka di dunia internasional tetap berjalan dan mereka juga dapat melaksanakan apa yang menjadi kepentingan nasional negara
mereka
sehingga
tercipta
kesinambungan
dalam
hubungan
internasional dan kerjasama dalam organisasi tersebut. Di balik berbagai pendapat dari kalangan tersebut IMF pada akhirnya dapat menjadi sebuah organisasi internasional yang sampai saat ini diminati oleh negara – negara dunia. Terbukti sampai saat ini negara yang menjadi anggota IMF adalah sebanyak 187 negara. 44 Negara – negara tersebut tentu saja mengalami kerjasama yang menguntungkan bagi negaranya ketika masuk menjadi anggota IMF serta melakukan perjanjian – perjanjian dengan organisasi tersebut. IMF sendiri, setelah melalui persiapan yang lama, termasuk proses ratifikasi di DPR / Kongres dari masing – masing negara anggota , akhirnya mulai berdiri dan beroperasi pada tanggal 1 Maret 1947. 45 Tentu saja negara – negara yang menjadi founding father dari organisasi ini dan yang tergabung ke dalam keanggotaan harus menandatangani Anggaran Dasar dari IMF tersebut dan segera meratifikasi undang – undang yang ada pada negaranya sesuai Anggaran Dasar tersebut. Saat ini negara – negara anggota bekerjasama untuk mengurangi dampak – dampak krisis yang terjadi di dunia. Negara – negara tersebut bersedia melakukan kerjasama dengan IMF dan menjadikan organisasi ini sebagai salah satu bentuk jalan keluar untuk mengatasi masalah yang terutama terkait dengan masalah pembangunan pada masing – masing negara tersebut. Berbagai bentuk ratifikasi undang – undang juga dilaksanakan sebagai bentuk persetujuan kerjasama dengan IMF. IMF juga mulai membenahi diri dengan menghasilkan kebijakan – kebijakan baru yang sesuai dengan kondisi perekonomian dunia saat ini. IMF
44
http://id.wikipedia.org/wiki/Dana_Moneter_Internasional diakses pada tanggal 18 Oktober 2102 pukul 6.42. 45 Harinowo, Op. Cit., hal. 74.
melalui direktur pelaksana utamanya saat ini, Christine Lagarde menggagas agar negara – negara anggotanya saat ini lebih mengutamakan kejasama multilateral terutama dalam permasalahan krisis global yang terjadi. Kerjasama tersebut tentu saja mendorong proses terjadinya mekanisme perdagangan yang menguntungkan masing – masing negara anggota. Dalam hal kebijakan, IMF melakukan perubahan dalam proses pemberian pinjaman terhadap negara anggotanya. Hal yang dibahas dalam sidang tahunan IMF pada 9 – 14 Oktober 2012 yang lalu di Tokyo mengisyaratkan IMF benar – benar harus membenahi diri melalui kebijakannya. Menurut Ligarde, IMF akan lebih memiliki dimensi kemanusiaan dalam kebijakannya. Pertumbuhan ekonomi yang bersifat inklusif atau melibatkan seluruh sektor ekonomi, termasuk UMKM, adalah kunci penting untuk keluar dari krisis saat ini. 46 Kebijakan inilah yang diharapkan mampu mengatasi krisis kepercayaan negara – negara di dunia terhadap isu tentang dampak buruk yang terjadi jika bekerjasama dengan IMF. Berbagai perombakan dalam sistem kebijakan dan proses bantuan yang dilakukan oleh IMF ini menunjukkan kepada kita bahwa memang saat ini mengalami sebuah kemunduran terutama jika berkaitan dengan bantuan – bantuan dalam bentuk kucuran dana dari negara – negara dengan modal yang besar. Kita lihat bahwa keputusan yang kontroversial dari negara Indonesia ketika Indonesia pada akhirnya memberikan pinjaman kepada IMF ketika organisasi ini mengalami kesulitan terutama sejak krisis global. Mekanisme yang dilakukan IMF dalam mengharapkan bantuan dari Indonesia adalah dengan menerbitkan surat obligasi lalu kemudian ditawarkan kepada negara anggota G – 20 dimana Indonesia termasuk di dalamnya. Dalam hal inilah
46
Diakses dari http://internasional.kompas.com/read/2012/10/12/17323836/Sidang.IMF.Didominasi.Pembahasan.Krisis.Glo bal.pada tanggal 17 Oktober pukul 8.10.
Indonesia memiliki peranan yang cukup penting mengingat Indonesia bukanlah sebagai negara dengan dominasi kuat pada organisasi ini. Kontroversi dari bantuan ini pada saat itu adalah ketika DPR mempertanyakan apakah bentuk kesepakatan yang terjadi antara negara – negara anggota G – 20 sesuai pada saat itu, dimana surat obligasi yang ditawarkan oleh IMF adalah berhubungan langsung dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral dan bukan seperti kerjasama G to G dalam organisasi G20. Memang pada saat itu, IMF tidak mempertimbangkan bagaimana mekanisme sebuah negara untuk memberikan bantuan terhadap IMF. Yang diperlukan oleh IMF adalah dana segar untuk menyelamatkan krisis Eropa dan krisis global pada saat itu. Indonesia yang memanfaatkan cadangan devisanya untuk membantu IMF pada saat itu berkeyakinan negara dapat berperan aktif dalam menyelamatkan krisis global. Pemerintah menjelaskan bahwa dengan membantu IMF tidak akan mengurangi cadangan devisa, malah Indonesia dapat berinvestasi dikarenakan Indonesia membeli surat obligasi IMF yang sewaktu – waktu dapat dijual kembali jika Indonesia sedang mengalami masalah. Hal inilah yang menjadi alasan pemerintah untuk membantu IMF ketika manajer IMF, Christin Ligarde, mengunjungi Indonesia pada pertengahan tahun 2012 kemarin. A.2. Letter of Intent Sebagai Prasyarat Sebagai Anggota IMF Dengan mengetahui apa saja yang menjadi syarat sebuah negara untuk masuk ke dalam organisasi ini, maka kita akan mengetahui sebagian dari mekanisme pelaksanaan dari organisasi IMF tersebut. Syarat merupakan hal – hal yang harus dipenuhi oleh suatu anggota organisasi sebelum ia resmi menjadi anggota dari organisasi tersebut. Dalam sebuah organisasi tentu saja, syarat – syarat sebagai anggota diatur dalam sebuah anggaran dasar yang telah disusun oleh para pendirinya ataupun anggaran dasar yang telah direvisi dan disepakati anggota pada saat rapat – rapat anggota organisasi ini berlangsung. IMF sebagai organisasi tentu
saja memiliki utusan – utusan yang berasal dari setiap negara anggota untuk menjabat dalam struktur IMF dan membantu kepengurusan IMF dalam pelaksanaannya pada setiap negara anggota. Untuk Indonesia, kedudukan sebagai Gubernur IMF dipegang oleh Gubernur Bank Indonesia, sedangkan wakilnya (penggantinya, yang resminya disebut Alternate Governor) adalah Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. 47 Hal – hal yang berkaitan dengan pengesahan syarat – syarat dalam keanggotaan IMF untuk kemudian disesuaikan dengan kondisi Indonesia dan undang – undang yang berlaku di Indonesia menjadi tanggungjawab dari kedua pelaksana tugas IMF tersebut di Indonesia. Syarat – syarat yang diberlakukan oleh IMF tentu saja harus dipatuhi oleh seluruh negara anggota. Apakah kemudian syarat tersebut menyangkut ke dalam rangkaian penyusunan kebijakan perekonomian sebuah negara merupakan tugas para utusan pemerintah dalam organisasi tersebut untuk mengawasinya. Tugas – tugas yang diemban oleh para delegasi seharusnya lebih kepada aktualisasi dari kepentingan – kepentingan ekonomi negara baik secara makro ataupun mikro yang tentu saja harus dipenuhi. Pembangunan – pembangunan akan terbentur terhadap masalah pengadaan dari sumber modal baik yang direncanakan dalam penyusunan anggaran ataupun yang direncanakan dalam daftar pinjaman luar negeri sebuah negara. Gubernur Bank Indonesia dalam hal ini mengupayakan hal – hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan keputusan bersama dalam rapat bersama lembaga politik lainnya. Hasil keputusan dalam rapat tersebutlah yang kemudian disusun sebagai sebuah kebijakan untuk menyiasati permasalahan modal dalam pembangunan tersebut. IMF tentu saja bukan sebuah organisasi tanpa syarat. Paket reformasi IMF yang menyertai bantuan dana, terdiri dari pembenahan sektor keuangan,
47
Harinowo, Op. Cit., hal. 85.
kebijakan fiskal, kebijakan moneter, termasuk kurs mata uang , dan sektor riil yang disebut “penyesuaian struktural sebagai perluasan dan pendalaman dari program deregulasi”. 48 Beberapa ketentuan – ketentuan tersebutlah yang harus diadaptasi oleh sebuah negara dalam pelaksanaan kerjasama dengan organisasi ini. Sebuah ketentuan yang harus diatur dalam revisi ataupun pembuatan paket kebijakan baru sesuai dengan paket reformasi IMF tersebut. IMF sebagai suatu badan keuangan dunia yang dikuasai oleh negara – negara – negara maju selalu menyodorkan perangkat kebijakan kepada negara – negara sedang berkembang yang mengalami persoalan neraca pembayaran, sebagai berikut. 1. Liberalisasi impor dan pelaksaan aliran uang yang bebas; 2. Devaluasi; 3. Pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal di dalam negeri, yaitu : (a) pembatasan kredit; (b) pengenaan tingkat bunga kredit yang tinggi; (c) penghapusan subsidi; (d) peningkatan kadar pajak; (e) peningkatan harga public utilities; dan (f) penekanan tuntutan kenaikan upah; 4. Pemasukan investasi asing yang lebih lancar. 49 Pelaksanaan dari perangkat – perangkat kebijakan di atas tentu saja akan bersinggungan langsung dengan undang – undang yang berlaku dalam sebuah negara. Hal ini menggambarkan bahwa proses kerjasama suatu negara dengan IMF mengharuskan negara tersebut melakukan ratifikasi kebijakan IMF dalam penyusunan undang – undang negara. Hal ini tentu saja berkaitan dengan anggaran dasar yang berlaku dalam organisasi tersebut. Yang menarik yang menjadi pembahasan nantinya dalam penelitian skripsi ini adalah yang berkaitan dengan poin ke – 4 dalam kebijakan di atas yang jika diteliti mendalam terdapat hal – hal yang berlawanan dengan undang – undang yang berlaku di Indonesia. Tentu saja Indonesia sebagai negara anggota IMF harus mengikuti dan mematuhi keputusan – keputusan 48
Kwik Kian Gie, Gonjang – Ganjing Ekonomi Indonesia : Badai Belum Akan Segera Berlalu, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama & STIE IBBI, 1998, hal. 65. 49 Prof. Dr. Sritua Arief, IMF/ Bank Dunia & Indonesia, Jakarta : Muhammadiyah University Press, 2001, hal. 2.
dalam rapat tertinggi organisasi tersebut. Tetapi apakah selanjutnya keputusan tersebut kemudian mencederai kepentingan nasional dalam negara kemudian menjadi fakta yang harus ditemukan terutama jika hal tersebut berkaitan dengan kepentingan nasional secara keseluruhan. Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah negara untuk mendapatkan permintaan bantuan keuangan terhadap IMF adalah berupa LOI (Letter of Intent) yang ditandatangani oleh presiden secara langsung sebagai bentuk persetujuan terhadap kerjasama dengan IMF. LOI berisikan program yang disusun oleh IMF dan harus diimplementasikan dalam kebijakan di sebuah negara jika ingin memulai kerjasama dengan IMF dan sesuai dengan pengawasan organisasi tersebut. IMF dalam penyusunan LOI menggunakan jangkauan – jangkauan yang berkenaan dengan bantuan yang akan diberikan. Bantuan yang diberikan tidak serta merta hanya diberikan secara langsung melainkan harus sesuai dengan apa yang menjadi agenda dari IMF terhadap negara peminjam tersebut. Oleh karena itu, LOI ini mengatur syarat yang bersifat sesuai dengan kondisi peminjaman yang harus dipatuhi oleh negara peminjam setiap pencairan pinjaman berlangsung. Kondisi – kondisi yang dimaksudkan adalah agar ketika sebuah negara melakukan sebuah pinjaman, apa yang merupakan tujuan dari IMF juga akan terlaksana terutama yang berkaitan langsung dengan paket reformasi IMF. Letter of Intent merupakan kesanggupan formal untuk menjalankan program penyesuaian yang memungkinkan penghapusan defisit neraca pembayaran. 50 Jika sebuah negara tidak mampu menutupi pembayaran sesuai dengan perjanjiannya dengan IMF, maka organisasi ini tentu saja memiliki wewenang untuk memberikan pinjaman berikutnya atau tidak.
50
Indra Ismawan, Di Bawah Cengkraman IMF : Peran IMF dalam Krisis Ekonomi Indonesia, Solo : Pondok Edukasi, 2002, hal. 24.
“ If any time any limit in (i) above would prevent a purchase under the stand – by arrangement that would not increase the Fund’s holding of (member’s) currency beyond the first credit tranche, the limit will not apply to that purchase.” 51 Dari kutipan standar persetujuan di atas, dapat dilihat bahwa ada bentuk syarat yang mengharuskan sejumlah keadaan jika negara peminjam menginginkan bentuk kredit yang berkelanjutan. Maka ada sejumlah pembayaran yang harus diselesaikan dan IMF akan memberikan tambahan pencairan dana pinjaman terhadap negara tersebut. Dalam penelitian ini, butir dalam LOI yang paling berkenaan langsung adalah berupa penghapusan peraturan – peraturan atau kebijakan yang dapat menghambat investor asing masuk ke Indonesia. Hal ini dapat dilihat melalui paket reformasi IMF yang telah disebutkan bahwa investasi asing diperkenankan untuk melakukan kegiatan perekonomian di Indonesia. Prasyarat yang diberlakukan IMF yang mengakibatkan sebuah bentuk kerjasama yang berkelanjutan sebenarnya dapat dianalisis sebgai suatu bentuk adanya keinginan IMF untuk terus menjalin kerjasama. Hal ini tentu saja akan memberatkan negara peminjam apabila tidak mempersiapkan negaranya terhadap prasyarat yang tentu saja akan memberatkan perekonomian melalui neraca pembayaran utang luar negerinya. A.3. IMF dan Kepentingannya Sebagai Organisasi Internasional Catatan tentang pengaruh IMF terhadap Indonesia memang dirasakan hanyalah sebuah perangkap yang sebenarnya menjebak perekonomian Indonesia. Banyak para ekonom mengatakan bahwa turut campurnya IMF dalam menangani masalah perekonomian di Indonesia lebih tepat disebut sebagai langkah awal menuju kepada sebuah ketergantungan berkelanjutan. Hak pemerintah sebagai pengawasan terhadap lalu lintas utang juga dirasa sangat minim. Ditambah lagi dengan transaksi utang luar negeri yang dapat 51
Mary Sutton,Graham Bird,Tony Killick, Jennifer Sharpley , The Quest for Economic Stabilisation : The IMF and The Third World, England : Gower Publishing Company Limited, 1985, hal. 144.
menjadi berlebihan terutama berasal dari pihak swasta dan birokrasi tidak dapat mengelola keuangannya. Dalam hal ini, IMF sebagai sebuah organisasi internasional yang beranggotakan negara – negara kreditur yaitu negara – negara maju dan besar seperti AS, Inggris, dan yang lainnya tentu memiliki sebuah kepentingan yang diusung dalam lembaga ini. Yang harus dipahami adalah bagaimana IMF ini bekerja dalam membantu negara – negara yang melakukan pinjaman. Apakah IMF memmbuat syarat – syarat berdasarkan keadaaan ekonomi dari negara debitur tersebut ataukah berdasarkan kepada syarat yang diberlakukan atas keadaan ekonomi global. Persoalannya tidak lain karena ancaman IMF memang terlalu berat dan AS berada di belakang IMF, sebagai “pemilik modal” (sekaligus pemilik pengaruh) terbesar di lembaga tersebut. 52 Pengambilan keputusan di IMF dilakukan berdasarkan suara ( votes ), dimana konstituensi Asia Tenggara, termasuk Indonesia, memiliki 3,18 % suara. 53 Sebuah angka yang memiliki suara akan tetapi kurang cukup untuk dipertimbangkan dalam setiap pengambilan keputusan organisasi. Sementara itu Amerika Serikat yang merupakan negara anggota terbesar, memiliki kekuatan sebesar 17,10 % dari seluruh suara. 54 Jelas bahwa Amerika sendiri mendapatkan porsi yang cukup besar sebagai sebuah negara untuk memberikan keputusan dalam setiap voting yang dilakukan. Sangat signifikan sebenarnya karena Amerika Serikat sendiri sebagai sebuah negara yang berdaulat dan bukan negara – negara di kawasan Latin ataupun kawasan utara Amerika lainnya dalam mekanisme voting yang dilakukan. Negara – negara Eropa secara keseluruhan memiliki kekuatan sekitar 40 % dari seluruh suara di IMF, sementara selebihnya terbagi pada negara – negara berkembang. 55 Itulah alasan mengapa pada saat terjadi krisis di
52 Prof. DR. Didik J. Rachbini, Analisis Kritis Ekonomi Politik Indonesia, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2001, hal. 164. 53 Harinowo, Op. Cit., hal. 86. 54 Ibid., 55 Ibid.,
kawasan Eropa, dunia dan IMF
menjadi pihak yang sangat diharapkan
bantuannya mengingat Eropa memiliki persentase suara yang tinggi dalam IMF. IMF terkesan memiliki tanggungjawab yang cukup besar untuk menyelamatkan Eropa karena selama ini Eropa telah menjadi kunci dalam dinamika perekonomian internasional terutama dalam bidang industry yang sekarang telah dikuasai oleh Cina. IMF dalam kapasitasnya sebagai organisasi internasional dianggap mampu dalam menyelesaikan permasalahan utang Indonesia melalui restrukturisasi utang pemerintah. Melalui beberapa langkah yang digunakan mengingat presiden Sukarno meninggalkan utang luar negeri yang cukup besar pada saat itu. Utang pemerintah yang menjadi beban yang hampir tidak tertanggungkan, dan adanya risiko kebangkrutan pemerintah di awal Orde Baru, pada akhirnya berhasil ditata dengan lebih baik melaui serangkaian perundingan di Paris Club, dimana IMF adalah salah satu motornya. 56 Hal ini adalah keberhasilan IMF dalam melakukan tugasnya sebagai lembaga keuangan. Akan tetapi yang perlu diingat setelahnya adalah bagaimana IMF ketika telah berhasil menyelamatkan Indonesia pada saat itu. Terdapat beberapa peristiwa yang tentu saja menjadi menarik untuk dikaji. Setelah sebelumnya Indonesia mengundang IMF melaui Technical Assistance Mission untuk mensurvei perkembangan yang terjadi di sektor perekonomian dan perbankan pada tahun 1969 pada Sidang Tahunan IMF di kota Hongkong. Ini merupakan langkah pertama sebelum sebuah negara melakukan kerjasama dengan IMF. Dalam perjalanan waktu yang begitu pendek, undangan untuk misi Technical Assistance tersebut ternyata beubah menjadi undangan untuk memberikan bantuan ‘program’ ke Indonesia. 57 IMF mulai menawarkan program – program pinjaman jangka pendek yang bersifat kondisionalitas. Kondisionalitas yang dimaksudkan disini adalah bahwa utang jangka pendek 56
Ibid., hal. 33. Ibid.,
57
tersebut dapat terus diupgrade oleh IMF apabila Indonesia memenuhi tata cara yang ditentukan IMF sesuai dengan penjelasan prasyarat di atas. Program – program pinjaman ini disesuaikan dengan kondisi ekonomi dan perbankan yang ada di Indonesia. Pemerintah kemudian merespon bantuan dari IMF tersebut secara langsung dengan merancang kebijakan pembangunan. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kegiatan produksi yang selama ini dirasa kurang, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama. Usaha pemerintah tersebut ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembangunan lima tahun (Repelita) secara bertahap dengan target-target pembangunan yang berkelanjutan. IMF dan pemerintah Indonesia membangun sebuah kerjasama yang mulus. Sebuah penyatuan dari visi dan misi pembangunan serta visi dan tujuan dari IMF. Kerjasama ini terlihat seperti sebuah bentuk kerjasama yang saling menguntungkan bagi kedua negara. Indonesia dengan konsep pembangunannya serta IMF yang bertujuan untuk menyelamatkan negara dari ancaman krisis dan kehancuran keuangan. Sebuah kerjasama yang memang dicita- citakan dari awal oleh kedua belah pihak. Akan tetapi jika kita melihat lagi bahwa sebenarnya adakah pemerintah Orde Baru pada saat itu memasukkan apa yang menjadi kepentingan nasional terhadap kerjasama tersebut. Kepentingan yang pada akhirnya berguna untuk tujuan hajat hidup masyarakat Indonesia. Hal ini tentu saja mendapatkan perhatian lebih karena pada akhirnya sampai saat ini mulai dari awal Indonesia masuk kepada IMF, kita mengalami sebuah efek ketergantungan yang berlebihan. Kita seperti tidak bisa melakukan kegiatan ekonomi jika tidak ditopang ataupun dibantu oleh lembaga pendonor seperti IMF. Antisipasi pemerintah terhadap kepentingan IMF dan negara – negara kreditur sepertinya terabaikan dengan masalah pembangunan. Dalam kerjasama berkelanjutan dengan IMF tentu saja Indonesia harus terus
memperbaharui syarat – syarat sesuai dengan kondisi.Dalam jangka menengah sampai jangka panjang, yang lebih penting adalah paket reformasinya. 58 Berbagai paket reformasi kebijakan yang ditawarkan IMF tentu saja harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sesuai dengan syarat – syarat yang telah disepakati. Paket reformasi yang dibuat sudah tentu berdasarkan kepada kepentingan dari pihak – pihak kuat yang berada di belakang IMF. IMF melalui pinjaman – pinjaman dan syaratnya merupakan kepentingan yang harus diakomodir juga oleh pemerintah Indonesia. Kita melakukan pinjaman terhadap lembaga tersebut. Mereka hanya memberikan nasehat dengan harapan akan dilaksanakan,karena untuk itu, mereka memberikan insentif berbentuk utang. 59 IMF membantu pemerintah Indonesia membiayai program pembangunannya dengan sendirinya membuka peluang bagi kedua lembaga tersebut untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi Indonesia. Pengaruh IMF setidak-tidaknya dapat dilihat dari kesungguhan upaya pemerintah Indonesia untuk merumuskan dan menjalankan suatu kebijakan ekonomi yang sejalan dengan visi dan kebijakan organisasinya. Salah satu kebijakan IMF yang diikuti oleh pemerintah Indonesia adalah deregulasi di sektor perdagangan dan investasi guna memacu pertumbuhan ekspor. Pertumbuhan ekspor merupakan upaya untuk meningkatkan pendapatan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk membayar cicilan utang dan bunganya. Kebijakan-kebijakan besar yang menyangkut program ekonomi banyak didasarkan pada acuan yang diberikan oleh para pengamat ekonomi IMF yang melakukan survei ke Indonesia. Kebijakan – kebijakan yang dilakukan IMF jika lebih kita lihat merupakan sebuah bentuk kebijakan kepada arah liberalisasi ekonomi di Indonesia. IMF menginginkan Indonesia memperbaharui kebijakan – 58 59
Kwik Kian Gie, Op. Cit., hal. 60. Ibid., hal. 62.
kebijakan sebelumnya yang cenderung menutup akses masuknya pengaruh asing baik yang berasal dari sektor swasta ataupun pemerintah. Pemerintah membuka akses yang selama ini tertutup untuk jalan masuk bagi asing. Berbagai produk kebijakan yang dipengaruhi oleh syarat – syarat yang diberlakukan IMF akhirnya disahkan dan menjadi pedoman pemerintah dalam melaksanakan kegiatan ekonominya. Tentu saja hal ini merupakan pengaruh yang sangat kuat akan kepentingan IMF.
B. Indonesia Pada Era Orde Baru Presiden Suharto ketika menjalankan pemerintahannya pada 22 Februari 1967 memang telah melakukan banyak perubahan undang – undang ataupun paket kebijakan yang sebelumnya telah dibuat oleh mantan presiden Sukarno. Salah satu perubahan yang dibuat adalah dengan mengeluarkan paket kebijakan Tap MPRS RI Nomor XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia. Kebijakan tersebut dianggap menjadi salah satu gaya berpolitik presiden Suharto pada saat itu dimana memang secara langsung presiden tersebut menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara yang tertutup terhadap berbagai kerjasama organisasi internasional. Indonesia ingin meninggalkan gaya berpolitik presiden sebelumnya yang cenderung lebih menunjukkan kerjasama G to G dan menutup akses kerjasama dengan organisasi internasional pada saat itu. Yang perlu dikaji adalah apa motivasi presiden Suhato sebenarnya dalam membuka kerjasama dan menjadikan negara Indonesia pada saat itu menjadi anggota dari beberapa organisasi. Bahkan, di bawah pemerintahan presiden Suharto jugalah Indonesia menjadi pelopor kerjasama organisasi ASEAN pada wakti itu dipelopori oleh 5 negara. Menteri Luar Negeri pada saat itu dijabat oleh Adam Malik menjadi utusan dari negara Indonesia dan dikenal sebagai tokoh pendiri dari ASEAN.
Presiden Suharto juga mengangkat para pejabat seperti wakil presiden, menteri – menteri yang memiliki kecakapan di bidang diplomasi. Presiden menginginkan agar pejabat yang berada di bawah kepemimpinannya dapat mendukung
program
pemerintahannya
terutama
dalam
memulai
pemerintahan yang ingin melaksanakan sistem politik yang cenderung liberal. Suharto tidak sembarang menentukan orang – orangnya di pemerintahan dengan melihat latarbelakang para pejabatnya itu pada masa pemerintahan presiden Sukarno sebelumnya. Suharto
melalui
ideologi
pembangunannya
berusaha
untuk
melanggengkan apa yang menjadi visi dan tujuan dari presiden ini. Dia menginginkan perubahan sebesar – besarnya dan perbaikan dalam berbagai struktur ekonomi Indonesia. Suharto berharap pada akhirnya Indonesia dapat lebih dikenal di dunia internasional melalui pembangunan ataupun percepatan model pembangunan ekonomi yang memang selama ini sedikit mandeg di bawah pemerintahan Sukarno yang lebih dikenal dengan isu – isu pembangunan politik. Indonesia telah melakukan pinjaman atas luar negeri sudah dimulai sejak masa pemerintahan Sukarno hingga saat ini. Pemerintah merasa perlu untuk melakukan kebijakan ini demi menunjang dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pada masa orla, kebijakan pinjaman dilakukan untuk menutupi defisit anggaran selain dengan mencetak uang baru dan menurunkan nilai uang. Kebijakan uang tersebutlah yang disinyalir mengakibatkan inflasi yang tinggi pada masa pemerintahan presiden Sukarno. Setelah jatuhnya pemerintahan orde lama, pada sekitar tahun 1967 pemerintah mulai melakukan kembali utang terhadap luar negeri dan dalam tempo 6 tahun kemudian, akumulasi utang luar negeri pemerintah meningkat per tahunnya. Hal ini dikarenakan kecenderungan pemerintah pada saat itu untuk melakukan pinjaman dalam pelaksaaan proyek – proyek pembangunan. Pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto menggunakan konsep pembangunan yang mengadopsi model pembangunan Rostow dalam
menjalankan kebijakan ekonominya. Teori Rostow mengasumsikan sikap manusia tradisional dianggap sebagai masalah, dan development akan berjalan dengan baik jika melalui akumulasi modal dan bantuan luar negeri. 60 Model pembangunan yang dilakukan Suharto memang pada akhirnya membuat negara Indonesia mau tidak mau harus melakukan kerjasama terhadap organisasi – organisasi internasional terutama yang memiliki tujuan untuk membantu pembangunan sebuah negara seperti IMF. B.1. Keadaan Politik dan Ekonomi Indonesia Pada Era Orde Baru Dengan mengetahui bagaimana keadaan ekonomi yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru maka akan lebih jelas mengenai apa yang menjadi kepentingan Indonesia atas IMF. Pertumbuhan di bidang ekonomi tentu saja memperlihatkan kita keadaan negara apakah mengalami surplus ataupun defisit sehingga kita dapat mengindikasikan bahwa negara memang perlu melakukan kerjasama dengan IMF. Di awal pemerintahan Orde Baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha – usaha untuk mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok masyarakat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan pemerintah. Masa – masa pergantian dari pemerintahan Sukarno kepada Suharto merupakan polemik yang cukup besar diakibatkan permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh pemerintah Suharto. Pemerintah di bawah Soeharto mewarisi keadaan ekonomi yang sudah hampir ambruk. Utang luar negeri Indonesia berjumlah $ 24 juta, laju inflasi mencapai 20 – 30 % sebulan,
60
Islamika, “Neo – Liberalis Jalan Menuju Kesejahteraan (?)”, diakses dari http://blog.umy.ac.id/islamika/2010/12/26/%E2%80%9Cneo-liberalisme-jalan-menujukesejahteraan%E2%80%9D/ , pada tanggal 21 Oktober 2012 pukul 8.18.
infrastruktur berantakan, kapasitas produksi sektor – sektor industri dan ekspor sangat merosot dan pengawasan atas anggaran serta penarikan pajak sudah tidak berfungsi lagi. Pemerintahan Suharto memutuskan untuk menerapkan tiga langkah pembangunan ekonomi berikut pada masa awal pemerintahannya. Langkah – langkah tersebut adalah : Pertama, menjadwalkan kembali pelunasan utang luar negeri sebagai langkah awal untuk mengembalikan kepercayaan pihak luar negeri. Kedua, mengendalikan inflasi yang tak terkontrol melalui program impor komoditi besar-besaran yang dibiayai oleh pinjaman – pinjaman hasil re – negoisasi. Ketiga, mengundang investasi sebesar – besarnya, terutama investasi asing, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. 61 Pemerintah pada saat itu meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi karena suntikan modal dari lembaga pendonor dan teknologi akan berimbas secara spontan ke seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan di bidang infrastruktur akan menciptakan lapangan pekerjaan dan teknologi sebagai bidang yang harus dikendalikan manusia merupakan sarana menciptakan lapangan pekerjaan yang sebesar – besarnya untuk masyarakat. Selain itu, pemerintahan Suharto dikenal dengan konsep trilogi pembangunannya yaitu : 1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. 3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang disebutkan sebelumnya, pemerintahan Suharto pada awalnya juga kerap kali melakukan perubahan kebijakan yang berdampak kepada program rehabilitasi terhadap pengalaman hiperinflasi yang terjadi pada tahun 1962 – 1966 karena pemerintah mengalami defisit keuangan. Program stabilisasi diperkenalkan pada tahun 61
Diakses dari “ http://www.scribd.com/doc/59531683/Pola-Kebijakan-Ekonomi-Orde-BaruPeriodeOktober-1965-Sampai-Maret-1966-Adalah-Periode-Yang-Penuh-Dengan-Ketidak-Pastian “, pada tanggal 21 Oktober 2012 pukul 20.00.
1966 terdiri kebijakan fiskal dan kredit, dan pertukaran keuangan dan reformasi perdagangan. 62 Tentu saja langkah ini dapat menambah pemasukan kas negara serta mampu mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor penting dalam perekonomian di Indonesia. Keadaan politik pada awal masa pemerintahan Suharto tentu saja banyak dipengaruhi oleh kegiatan – kegiatan untuk melakukan diplomasi dengan negara – negara yang dianggap sebagai Blok Barat tentunya guna mendapatkan bantuan – bantuan ataupun simpati terhadap kepemimpinan Suharto. Setelah sebelumnya Sukarno lebih mengutamakan kerjasama dengan pemerintahan – pemerintahan Uni Soviet dan Cina. Suharto juga mulai menata ulang kebijakan – kebijakan politik terutama yang berkaitan dengan kerjasama dengan lembaga – lembaga multilateral asing. Suharto seperti yang diketahui melalui para menteri ataupun diplomat – diplomat yang diangkatnya membuka jalan bagi sektor swasta asing untuk membantu gerakan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya memang telah direncanakan Suharto. Masuknya Indonesia ke lembaga – lembaga internasional jelas adalah salah satu hal yang perlu disoroti. Hal ini dikarenakan lembaga ini sifatnya yang terdiri dari beberapa negara anggota dan tak jarang negara maju sebagai pengawas ataupun penggerak dari organisasi tersebut. Bahwa adanya intervensi dari suatu negara perlu juga menjadi bahan kajian. Konstalasi politik yang terjadi dunia memang mengharuskan negara – negara terbagi atas blok – blok yang telah dibuat oleh aktor utama dari perang dingin tersebut. Melalui lembaga – lembaga kerjasama multilateral juga sebuah blik dapat melakukan intervensi terhadap sebuah negara. Terkait dengan kepentingan AS untuk menjaga dominasi hegemoninya pasca Perang Dingin, penggunaan lembaga multilateral sangat mungkin terjadi. 63 Terlihat dengan bagaimana pola kerjasama 62 63
Mary Sutton, Op. Cit., hal. 9 (terjemahan) Indra Ismawan, Op.Cit., hal. 56.
multilateral itu selanjutnya akan dibangun.
Indonesia pada saat itu lebih terlihat menjalin kerjasama dengan negara – negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris guna mendapatkan bantuan terhadap pembangunan. Pada masa Orde Baru, stabilisasi politik dimaksudkan untuk menjaga kelancaran pembangunan nasional. Usaha – usaha untuk menciptakan stabilisasi politik adalah dengan mengurangi secara besar – besaran pengaruh – pengaruh komunis dan sisa – sisa pemerintahan Presiden Sukarno dalam semua lembaga – lembaga politik yang disusun dan diangkat oleh Suharto sendiri secara langsung. Hal ini bertujuan agar Presiden Suharto dapat melaksanakan apa yang menjadi program – program kerjanya tanpa ada pihak yang menjadi kontrol yang justru mengganggu stabilitas politik tersebut. Kebijakan
yang
dinilai
sangat
berpengaruh
terutama
dalam
permasalahan politik Indonesia pada awal pemerintahan Suharto adalah disahkannya TAP MPRS No. XX/1966 dimana dalam kebijakan ini terdapat perumusan konsensus nasional yang berisikan sebagai berikut : 1.
Penyederhanaan partai politik.
2.
Indoktrinasi ideologi Pancasila secara murni yang tertuang dalam P4 (Pedoman Penghayatan Pengalaman Pancasila)
3.
Dwifungsi ABRI, terutama dalam fungsi stabilisator dan dinamisator negara.
Hal – hal inilah kemudian yang dijalankan oleh pemerintahan Suharto untuk mengurangi pengaruh dari pemerintahan Sukarno sebelumnya.
B.2. Masuknya IMF Pada Pemerintahan Era Orde Baru Masa kepemimpinan Presiden Suharto ditandai dengan dikeluarkannya Supersemar yang berisikan pengalihan pimpinan kekuasaan dari Presiden Sukarno terhadap Suharto yang pada saat itu menjabat sebagai salah satu pimpinan angkatan darat Indonesia. Suharto akhirnya diangkat sebagai presiden kedua Indonesia menggantikan Sukarno dan inilah sebagai awal mula dari pemerintahan Orde Baru di Indonesia.
Pemerintahan Orde Baru dikenal sebagai pemerintahan yang sangat disenangi oleh pimpinan – pimpinan negara Barat karena dianggap sebagai pemerintah yang terbuka terhadap kerjasama dengan asing khususnya kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Sejak setelah dikeluarkannya Tap MPRS RI Nomor XII/MPRS/1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia, negara menjadi sebuah kawasan lalu lintas kerjasama internasional. Pada saat pemerintahan presiden Sukarno sebenarnya Indonesia telah sempat memutuskan untuk tidak bekerjasama lagi dengan IMF. Hal ini dengan tegas dilakukan Sukarno melalui penetapan UU No. 1/ 1966 tentang Penarikan Diri Republik Indonesia dari Keanggotaan Dana Moneter Internasional
(IMF)
dan
Bank
Internasional
Untuk
Rekonstruksi
Pembangunan (IBRD). Pasal – pasal yang mengenai masalah ini yaitu : Pasal 1 (1) Republik Indonesia menarik diri dari keanggotaan Dana Moneter International dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan mulai 17 Agustus 1965. (2) Undang-undang No. 5 Tahun 1954 tentang keanggotaan Republik Indonesia pada Dana Moneter Internasional dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan dengan ini dicabut. Pasal 2 Menteri Koordinator Kompartemen Luar Negeri/Menteri Luar Negeri dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri diberi kuasa untuk menyatakan tentang penarikan diri Republik Indonesia dari keanggotaan kedua Badan tersebut dalam pasal 1 ayat (1) diatas. 64 Sukarno menghendaki agar pemerintah Indonesia mengelola sendiri perekonomiannya secara mandiri serta tidak bergantung kepada bantuan – bantuan yang ditawarkan oleh lembaga pendonor asing. Sukarno menjadikan Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk mengawasi dan menjalankan perekonomian demi kepentingan masyarakat banyak.
64
Diakses melalui http://www.dpr.go.id/uu/uu1966/UU_1966_1.pdf pada tanggal 22 Oktober 2012 pukul 12.40.
Akan tetapi, setelah melemahnya pemerintahan Sukarno setelah terjadinya pemberontakan yang menelan korban para jenderal angkatan darat, serta meningkatnya inflasi pada saat itu maka Presiden Sukarno terpaksa menandatangani undang – undang yang baru serta mundur dari jabatannya sebagai presiden Indonesia. Presiden menandatangani UU 8/1966 tentang Keanggotaan Republik Indonesia Dalam Bank Pembangunan Asia (ADB). 65 Sebuah kenyataan yang bertolak belakang dengan kebijakan yang sebelumnya telah disahkan oleh presiden Sukarno. Melalui undang – undang inilah kemudian sebagai cikal bakal dari pemerintah Indonesia membuka peluang kerjasama dengan organisasi keuangan internasional. Presiden Suharto muncul sebagai sosok yang ingin merubah arah politik dan ekonomi Indonesia pada awalnya. Segera setelah dia diangkat menjadi presiden, Suharto menunjuk Prof. Widjoyo Nitisastro untuk menata sistem ekonomi Indonesia yang baru, yang sesuai dengan konsep pembangunan di bidang ekonomi yang diinginkan oleh presiden Suharto. Suharto benar – benar menginginkan adanya sebuah perubahan secara menyeluruh dalam perekonomian yang sedang mengalami kemerosotan pada saat itu. Presiden membuat kesepakatan untuk mengolah hasil kekayaan bumi Indonesia serta ekonomi Indonesia secara global kepada internasional. Indonesia melalui Hamengkubuwono IX dan Adam Malik untuk menghadiri Konferensi Tokyo pada tahun 1967. Konferensi mengeluarkan pernyataan tentang program ekonomi yang lengkap yang dibawakan oleh kedua utusan dari Indonesia tersebut. Pernyataan itu mengusulkan APBN yang berimbang, kebijakan kredit yang dikelola dengan baik, tempat yang layak untuk kekuatan pasar, dan penciptaan kaitan yang tepat antara ekonomi dalam dan luar negeri melalui nilai tukar yang realistis. 66 Berbagai program tersebut disampaikan oleh mereka ketika ingin meyakinkan IMF dan negara –
65
Diakses melaui http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu1966_8.pdf pada tanggal 22 Oktober 2012 pukul 12.57 Mohammad Arsyad Anwar,dkk, Esai Dari 27 Negara Tentang Widjojo Nitisastro: Penghargaan Dari Para Tokoh, Jakarta, PT. Kompas Media Nusantara, 2010, hal. 142. 66
negara pendonor lainnya dengan kesiapan Indonesia dalam menyambut kedatangan kelompok asing yang ingin membantu Indonesia. Ketika itu pejabat IMF tertarik dengan pernyataan yang disampaikan oleh kedua delegasi Indonesia tersebut. Sementara itu, IMF juga memberikan tim khusus untuk memantu keadaan perekonomian Indonesia. Setelah kedua belah pihak sepakat, pada akhirnya Indonesia memperoleh bantuan berupa Stand – By Arrangements dari mereka. 67 Perjanjian ini berupa pinjaman jangka pendek yang diberikan oleh IMF untuk menyelesaikan permasalahan utang – utang yang ditinggalkan presiden Sukarno. Perjanjian ini tentu saja berisikan syarat – syarat kondisionalitas yang ditetapkan oleh IMF. Pemerintahan Orde Baru tentu saja telah benar menunjukkan keinginan mereka untuk bekerjasama dengan IMF sehingga terkadang isu tentang naiknya pemerintahan Orde Baru diboncengi juga oleh kepentingan asing terutama negara Barat. Indonesia merupakan sebuah kawasan yang sangat strategis dalam pengeloaan sumber daya alamnya serta masyarakat yang dapat dijadikan sebagai tenaga kerja dalam proses industrialisasi yang ingin dilakukan dalam pembangunan ekonomi. Melalui program REPELITA yang pada saat itu telah direncanakan oleh pemerintah Orde Baru tentu saja memerlukan pendanaan yang cukup besar serta mengharuskan masuknya investasi asing dalam kegiatan tersebut. Proyek – proyek yang dikerjakan oleh pemerintah pada masa orde Baru memang menjadi sasaran empuk bagi investor – investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. B.3. Kesepakatan Pemerintah Indonesia Pada Awal Masuk IMF Pada Era Orde Baru Pemerintahan Suharto yang telah menjalin kerjasama dengan IMF pada saat itu pada akhirnya harus mengikuti segala syarat yang telah ditentukan oleh organisasi. Secara terbuka Indonesia menunjukkan kepada dunia bahwa
67
Harinowo, Op. Cit., hal. 31.
negara ini sangat mendukung program – program luar negeri yang diberlakukan oleh IMF dan negara – negara anggotanya. Indonesia juga secara terbuka menginginkan negara – negara Barat memfokuskan bantuan kepada pembangunan yang direncanakan Indonesia. Hanya dalam waktu yang singkat pada akhirnya IMF mencairkan bantuan untuk Indonesia. Hibah sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi. 68 Dalam waktu kurang dari setahun kemudian sejak tahun 1967, IMF memberikan kembali bantuan kepada Indonesia dalam program restrukturisasi utang sebesar 534 juta. Utang tersebut diberikan setelah Indonesia mematuhi sebagian syarat dari IMF yang salah satunya berupa pengesahan Undang – Undang Penanaman Modal Asing. IMF pada saat itu memberlakukan pinjaman jangka pendek terhadap Indonesia dimana batas peminjaman adalah pada tahun 1971 dan Indonesia diharuskan untuk membayarkan secara teratur bunga dari seluruh total pinjaman Indonesia. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club, disepakati moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok sebagian besar utang. 69 Presiden Suharto yang tentu saja sepakat dengan keputusan yang dihasilkan pada Paris Club dan kemudian menandatangani persetujuan tersebut. Pada awal kerjasamanya, semua utang baru itu bisa dikatakan sebagai pinjaman yang diberikan oleh IMF ataupun negara – negara lain dengan syarat yang diberlakukan adalah syarat lunak. Ada jenis pinjaman yang biasa disebut bantuan program, yang terdiri dari bantuan devisa kredit dan bantuan pangan. Hal ini biasanya diberikan oleh negara- negara maju kepada negara berkembang yang mungkin sedang mengalami bencana ataupun negara yang sedang berusaha untuk membangun negaranya pasca kemerdekaan. Bantuan
68
Diakses melalui http://galerikemenkeulib.blogspot.com/2012/07/kmb-dan-utang-indonesia.html pada tanggal 13 November 2012 pukul 9.22. 69 Ibid.,
program ini berbentuk devisa tunai atau hak untuk memperoleh sejumlah komoditi yang ditentukan oleh negara kreditur. Adapula bantuan proyek, yang pada dasarnya adalah utang bagi pembagunan proyek tertentu dengan syarat-syarat pelunasan yang lunak. Hal ini dikarenakan pinjaman dalam bentuk ini sifatnya pasti dalam jangka panjang dan berkala mengingat pembangunan dalam sebuah negara tentu saja dilaksanakan secara kontiniu. Bahkan, ada dana berbentuk sumbangan atau hibah yang berfungsi sebagai ”dana pendamping” dari utangnya sehingga negara debitur tertarik untuk melakukan pinjaman. Setelah Indonesia benar – benar melakukan apa yang telah disahkan mengingat pada saat UUPMA Nomor 1 Tahun 1967, maka secara langsung Indonesia menjadi pasar yang terbuka bagi investor – investor asing untuk menjalankan usaha mereka apalagi jika usaha tersebut berkenaan langsung dengan model pembangunan Indonesia. Kesepakatan pemerintah RI – IMF berdampak sangat penting terhadap upaya untuk membongkar struktur monopoli / oligopoli. 70 Monopoli yang terjadi dalam hal ini adalah monopoli yang dilakukan oleh swasta dengan seluas – luasnya atas pengesahan dari negara. Menyerahkan dinamika perekonomian pada mekanisme pasar seperti yang dilakukan oleh Indonesia pada awal melakukan kesepakatan dengan IMF tentu saja akan berdampak langsung terhadap masyarakat itu sendiri. Masyarakat tentu saja akan mengalami ketidaksiapan mengingat pada saat itu sebenarnya Indonesia mengalami ketidakstabilan dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini memicu terjadi guncangan dalam masyarakat terutama ketika masyarakat harus dihadapkan dengan keadaan masuknya asing ke perekonomian Indonesia. Pada saat pemerintahan Soeharto mulai menerima bantuan utang luar negeri dan beberapa tahun setelahnya, perkembangan wacana keuangan 70 Indra Ismawan, Di Bawah Cengkraman IMF : Peran IMF Dalam Krisis Ekonomi di Indonesia, Solo : Pondok Edukasi, 2002, hal. 103.
internasional memang sedang kondusif. Dunia yang pada saat itu diwakili oleh kekuatan – kekuatan kapitalis sedang mengalami suatu keadaan yang memungkinkan mereka untuk melakukan ekspansi ekonomi terhadap negara – negara berkembang. Selain yang dinyatakan sebagai dimensi kemanusiaan, serta keterkaitan dengan masalah perebutan pengaruh politik Blok Barat dan Blok Komunis, konsep dan praktik keuangan internasional memang tengah marak mengembangkan berbagai bentuk bantuan ataupun utang luar negeri. Ada dua pemicu utama dari sisi wacana keuangan dan perekonomian dunia. Pertama adalah upaya bagi banyak negara maju untuk merestukturisasi sekaligus mengembangkan industri pengolahannya, yang berlangsung mulai era 1960-an. Negara – negara industri seperti Amerika tentu saja harus mulai untuk membangun pengolahan yang sebelumnya sempat terbengkalai akibat Perang Dunia Kedua. Yang menjadi pertimbangan ataupun hal yang harus dipikirkan oleh negara industri dalam jangka waktu yang panjang adalah suplai sumber energi, bahan baku, pemindahan sebagian tahap produksi, sampai kepada penetrasi pasar yang menjamin adanya mekanisme pasar yang stabil. Kedua, mulai ada kelebihan likuiditas pada lembaga keuangan internasional,
yang
kemudian
mendapat
momentum
lanjutan
dari meningkatnya harga dolar Amerika yang menjadi patokan dalam nilai tukar pada saat itu akibat kenaikan harga minyak sejak awal 70 – an. Selain disimpan pada bank dan lembaga keuangan komersial, dolar dari negaranegara produsen minyak ini juga bisa diakses oleh IMF. Maka pada saat itu IMF dan negara maju tersebut sepakat untuk memberikan bantuan kepada negara berkembang yang sifatnya akan menguntungkan satu sama lain.
BAB III