BAB II DESKRIPSI DESA RUMAH SUMBUL SEBELUM TAHUN 1953
Gambaran umum Desa Rumah Sumbul sebelum tahun 1953 sebagai lokasi penelitian ini adalah, wilayah dan bentuk pemerintahan, komposisi penduduk, dan mata pencarian. Hal ini untuk menggambarkan bagaimana situasi dan kondisi Desa Rumah Sumbul tentang keberadaan penduduk yang homogen sebelum tahun 1953. Adapun persoalan yang dibahas adalah wilayah dan bentuk pemerintahan, komposisi penduduk, dan mata pencarian. Persoalan yang dibahas ini sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan maupun perkembangan penduduk kuta 8sebelum transisi wilayah. Keadaan desa ini sebelum terbentuk terbagi dalam bentuk kuta-kuta dan terdapat delapan kuta menjadi bagian dari desa. Delapan kuta ini memiliki adat istiadat yang homogen, yang mempengaruhi bentuk pemerintahan yang sejalan dari kedelapan kuta tersebut. Untuk memperjelas deskripsi Desa Rumah Sumbul sebelum tahun 1953 akan dibahas dalam uraian di bawah ini. 2.1 Wilayah dan Bentuk Pemerintahan Kata Rumah Sumbul berasal dari bahasa Karo, yang terdiri dari dua kata, yaitu Rumah yang berarti tempat tinggal sebuah keluarga, dan Sumbul yang berarti 8
Kuta memiliki istilah yang sama dengan kampung, namun kuta lebih spesifik kepada sekelompok manusia yang membentuk perkampungan atas persamaan marga yang sama dalam Suku Karo.
mata air. Dengan demikian dapat diartikan bahwa Rumah Sumbul berarti tempat tinggal / pemukiman yang berada dekat dengan sumber mata air. Desa Rumah Sumbul terbentuk dari gabungan delapan kuta. Kuta tersebut adalah Kuta Langguren, Kuta Lau Perira, Kuta Rumah Perira, Kuta Tanjung Jahe, Kuta Sigempual, Kuta Surbakti, Kuta Sulo dan Kuta Bintang Asi. Delapan kuta ini menggabungkan diri pada tahun 1953. Luas Desa Rumah Sumbul berkisar 2.100 ha, dengan lahan berbukit 450 ha, dataran tinggi 350 ha, dan dataran rendah 1.300 ha. Ketinggian dari permukaan laut kira kira 350 meter s/d 600 meter 9. Desa Rumah Sumbul merupakan salah satu desa di Kecamatan STM-Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Adapun batas-batas Desa Rumah Sumbul adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Desa Gunung Manupak A dan Desa Durian IV Belang Sebelah Timur : Kecamatan Bangun Purba Sebelah Selatan : Desa Tanah Gara Hulu Sebelah Barat
: Desa Tiga Juhar
Desa ini memiliki tiga dusun 10 yaitu dusun I, dusun II, dan dusun III. Konsentrasi pertanian berada di Dusun II dan Dusun III, sedangkan Dusun I sebagian besar adalah tempat pemukiman penduduk. Jarak antara Desa Rumah Sumbul dengan Desa Tiga Juhar selaku Ibu Kota Kecamatan kurang dari 1 km. Desa Rumah Sumbul beriklim sedang, dengan dua musim yaitu: musim
9
Wawancara, dengan Sadam Ginting, Desa Rumah Sumbul, 20 Oktober 2014. Ibid
10
penghujan dan musim kemarau 11. Biasanya musim penghujan terjadi pada bulan Agustus sampai bulan Januari, dan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Februari sampai Juli. Kedua musim ini dipengaruhi oleh dua arah angin yang disebut angin laut dan angin Gunung. Angin laut membawa musim hujan terjadi awal bulan Agustus, sedangkan angin gunung membawa musim kemarau terjadi pada bulan Februari. Desa ini dialiri oleh tiga sungai yakni Sungai Batu Mukak, Sungai Gerpang, dan Sungai Belukum 12. Ketika Belanda berkuasa di Sumatera Timur, wilayah ini masuk dalam keresidenan Sumatera Timur. Kebijakan ini bertujuan agar pengawasan terhadap wilayah ini lebih terkontrol yang sebelumnya berada dalam wilayah kerajaan. Senembah Tanjung Muda dibagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Senembah Tanjung Muda Hilir dan Kecamatan Senembah Tanjung Muda Hulu pada masa penjajahan Belanda disebut VAN.N. Pada masa pemerintahan Belanda Senembah Tanjung Muda Hulu dipimpin oleh perbapaan bermarga 13 Barus dan tunduk kepada Sultan Serdang di Perbaungan. Setelah terbentuknya kecamatan STMHulu maka kecamatan ini dibagi menjadi 20 desa, salah satunya adalah Desa Rumah Sumbul. Terbentuknya Desa Rumah Sumbul pada tahun 1953 tidak terlepas dari tindakan gerombolan yang menyerang kuta-kuta yang merupakan bagian cikal bakal
11
Badan Pusat Statistik Kecamatan STM-Hulu Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka
2002. 12 13
Ibid. Marga merupakan bagian identitas diri dalam ruang lingkup suku adat karo.
dari Desa Rumah Sumbul. Kemelut yang terjadi pada tahun 1950 dengan banyaknya pihak yang ingin mendominasi bentuk negara sesuai maklumat partai dan ideologi masing-masing, di awal kemerdekaan mengantarkan pergolakan antara sesama di tubuh bangsa. Pihak Kolonel Simbolon 14 beranggapan perjuanganya selama ini tidak sama dengan yang beliau dapat melalui kemerdekaan bangsa yang baru, sehingga beliau melakukan protes dalam bentuk perang geriliya di sekitar Desa Rumah Sumbul. Simpatisan dari pihak Kolonel Simbolon sering dipanggil dengan sebutan gerombolan. Pihak Gerombolan meresahkan warga kuta setempat karna masuk kewilayah pemukiman warga, meminta makanan, mencuri ternak dan mencuri hasil panen. Tindakan anarkis gerombolan mengharuskan penduduk kuta meninggalkan kediaman mereka. Warga kuta mencari perlindungan ke tempat yang lebih aman. Kedelapan kuta ini berlindung dekat Desa Tiga Juhar sebagai ibu kota kecamatan dan bagian dari pos perlindungan tentara keamanan rakyat. Masyarakat kuta membuka lahan pengungsian di sekitar sumber mata air. Setelah keadaan kondusif dan pihak Gerombolan berdamai dengan pemerintah 15, posisi desa yang berdekatan dengan sumber mata air dijadikan pemukiman tetap yang diberi nama Desa Rumah Sumbul. Bentuk pemerintahan masyarakat kuta sebelum terbentuk menjadi Desa Rumah Sumbul terdiri dari simantek kuta (pendiri kampung), ginemgem (masyarakat 14
Harapan Sinar, Berbagai Tanggapan dan Komentar Masa Media Tentang Buku dan Pribadi Kolonel Simbolon, Medan : Bina Nusa, 1995. 15 Pihak gerombolan diberi kesepakatan oleh pemerintah sebagai bentuk kerja sama untuk senyepakati kata damai agar terhindar dari konflik yang berkepanjangan. Pihak pemerintah menawarkan pengangkatan status sebagai Tentara Indonesia bagi anggota gerombolan yang mau berdamai.
yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan simantek kuta), dan rayat derip (penduduk biasa). Kepeminpinan pemerintahan kuta terletak di tangan simantek kuta atau pemimpin kuta (pengulu), dan dipegang oleh keturunan tertua dari kelompok pendiri kuta atau merga taneh 16. Selama masa pengungsian, warga kuta memilih seorang penghulu untuk kedelapan kuta sebagai pemimpin dan pengayom agar tidak terjadi perselisihan di antara mereka. Pemilihan penghulu ini dilakukan secara demokrasi dan setiap penduduk hanya dapat memilih dua calon. Setelah terpilih dua calon penghulu, diambil sebuah uang logam lalu di angkat ke atas. Bagi calon penghulu yang memilih satu bagian dari uang tersebut jika jatuh ke tanah dan bagianya menghadap langit dijadikan pemenang dari perebutan jabatan penghulu tersebut. Sistem ini hanya berlaku satu kali selama berdirinya desa 17. Pihak yang memenangkan pemilihan penghulu tersebut bernama Tuak Barus. Tuak Barus adalah penghulu yang memegang jabatan paling lama daripada penghulu penghulu lainnya. Hal ini wajar karna selama kepeminpinannya ia sangat dekat dengan penduduk dan mengerti apa yang dibutuhkan oleh penduduk maupun desa 18. Lahan di Desa Rumah Sumbul dalam
perkembanganya menimbulkan
konflik menyangkut kepemilikan tanah. Antara pihak penduduk desa dengan pihak 16
Merga taneh merupakan istilah kepada mereka yang lebih dahulu menempati kuta. Biasanya untuk membuka kuta terlebih dahulu melakukan pembukaan hutan belantara, dengan kondisi, dekat dengan sungai dan lahan sekitar kuta dapat ditanami tanaman pertanian. Mereka yang membuka kuta memiliki tanah dengan luas yang lebih besar daripada mereka yang datang belakangan. 17 Wawancara, dengan Terang Barus, Desa Rumah Sumbul, 10 Januari 2015. 18 Ibid.
perkebunan besar. Konflik ini dinamai konflik antara tanah seribu dengan tanah afdeling 19. Sebagian lahan Desa Rumah Sumbul merupakan bekas lahan perkebunan tembakau pada masa kekuasaan Belanda. Setelah Belanda angkat kaki dari Sumatera Timur, lahan perkebunan tembakau tersebut diakui dimiliki oleh perkebunan besar swasta. Konflik bermula ketika masyarakat hendak membangun perumahan di lahan desa dilarang oleh pihak perkebunan, sehingga memunculkan konflik yang tidak dapat
dihindari 20. Untuk mengatasi konflik ini, beberapa masyarakat pergi
menghadap
pemerintah
setempat.
Hasil
penyelesaian
tersebut
menyatakan
masyarakat desa menang atas tanah tersebut, dan tanah afdeling dibagi bagi ke setiap masyarakat desa mendapat 2 ha 21, Masyarakat yang telah memiliki lahan tersendiri di sekitar area desa tidak berhak mendapatkan pembagian tanah dari bekas perkebunan tembakau tersebut. 2.2 Komposisi Penduduk Masyarakat kuta sebelum terbentuk menjadi Desa Rumah Sumbul merupakan bagian masyarakat yang homogen, kebanyakan masyarakat Suku Karo. Kesamaan masyarakat di desa ini karena wilayahnya berada pada posisi berdekatan dengan Desa Bangun Purba dan Desa Delitua yang memiliki mayoritas penduduk Suku Karo 22.
19
Wawancara, dengan Tolap Barus, Desa Rumah Sumbul, 17 April 2014. Konflik yang terjadi berupa pemukulan dan tindakan lainnya yang kurang baik. Masyarakat melakukan pembakaran dan berlaku anarkis sehingga membuat desa menjadi tidak terkendali. Pihak perkebunan swasta menanggapinya dengan menaikkan perkara tersebut ke ranah hukum. 21 Ibid. 22 Jarak Desa Rumah Sumbul dengan Desa Bangun Purba dapat ditempuh selama 6 jam 20
Kedelapan kuta tersebut merupakan bagian dari marga yang lahir dan mendominasi. Struktur masyarakat dalam adat karo yang wilayahnya disebut Desa genealogis(keturunan). Desa Genealogis merupakan kesatuan masyarakat dimana para anggota masyarakatnya terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian darah atau kekerabatan 23. Jumlah rata-rata kepala keluarga setiap kuta kira-kira 15 kk, dengan jumlah penduduk kira-kira 75 jiwa. Jika digabungkan kedelapan kuta, jumlah keseluruhan penduduk kira-kira 600 jiwa. Satu sama lain hidup rukun dan mampu memelihara adat istiadat karena masih dalam satu lingkup suku yang sama 24. Dari kedelapan kuta, terdapat marga yang dominan di setiap masing-masing kuta. Dari kedelapan kuta tersebut, dapat diurutkan marga yang dominan dari urutan marga terbanyak sampai terkecil adalah sebagai berikut 1. Marga Barus dari empat kuta (240 jiwa) 2. Marga Tarigan dari tiga kuta (165 jiwa) 3. Marga Ginting dari dua kuta (120 jiwa) 25 Marga mayoritas dari kedelapan kuta adalah marga Barus yang meliputi empat kuta yakni Kuta Tanjung Jahe, Kuta Surbakti, Kuta Rumah Perira, dan Kuta Sigempual Ginjulu. Di urutan kedua terdapat Marga Tarigan yang meliputi tiga kuta yakni Kuta Lau Perira, Kuta Solu dan Kuta Sigempual Ginjahe, dan yang terakhir terdapat Marga perjalanan dengan berjalan kaki. Sedangkan Jarak Desa Rumah Sumbul dengan Desa Delitua dapat ditempuh selama 8 jam perjalanan dengan berjalan kaki. 23 Samosir Djamanat, Hukum Adat Indonesia Eksistensi dalam Dinamika Perkembangan Hukum di Indonesia, Bandung : CV Nusantara Aulia, 2003, hlm 82. 24 Wawancara, dengan Tukiman Ginting, Desa Rumah Sumbul 12 April 2015. 25 Ibid.
Ginting yakni Kuta Bintang Asi dan Kuta Langguren 26. Penduduk kuta yang homogen memiliki kepercayaan yang sama yakni kepercayaan animisme dan dinamisme, dan dalam masyarakat Karo disebut Pemena (agama asli Karo). Pemena merupakan kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat supranatural dan kekuatan adikodrati. Seseorang dapat dikatakan pemimpin agama atau spiritual bila memiliki pengetahuan yang luas tentang dunia supranatural dan menghubungkanya dengan alam fana. Peminpin spiritual masyarakat kuta disebut Guru Sibaso. Masyarakat dari kedelapan kuta hanya sebagian kecil dapat
mengecap
pendidikan. Dari Kuta Rumah Perira terdapat 4 orang yang menempuh pendidikan di Sekolah Bumi Putera. Letak sekolah berada di Desa Gunung Manupak A memiliki jarak 5 km dari Kuta Rumah Perira 27. Kebanyakan warga kuta yang berusia produktif enggan untuk mengecap pendidikan. Di samping biaya, faktor jarak dan lamanya pendidikan membuat penduduk tidak mau menyekolahkan anak-anak mereka. Dalam mempertahankan budaya, biasanya masyarakat dari setiap kuta berkumpul pada waktu yang telah ditentukan, untuk mendengar ajaran dan petuah dari penghulu dan petinggi kuta dengan membahas cerita-cerita rakyat yang ada di sekitar kuta. Mereka juga mengadakan syukuran atas panen yang sedang berlangsung atau meminta doa kepada roh-roh yang telah meninggal agar diberi panen yang
26 27
Wawancara, dengan Beras Barus, Desa Rumah Sumbul, 13 April 2015. Wawancara, dengan Kueh Saragih, Desa Rumah Sumbul 16 April 2015.
berlimpah dan kesehatan serta umur yang panjang 28. 2.3 Mata Pencaharian Mayoritas masyarakat kedelapan kuta adalah masyarakat agraris yaitu dengan sumber mata pencahariannya dari pertanian. Letak kuta secara geografis cocok bagi lahan pertanian. Disamping pertanian, masyarakat kedelapan kuta memiliki mata pencaharian lainya, seperti pembuat gula merah dari bahan dasar air aren, pandai besi, dan pandai kayu seperti pembuat gerobak lembu. Sistem pertanian yang dipakai masyarakat kuta yakni sistem ladang berpindah 29. Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan pengalaman masyarakat dalam mengolah lahan dan tanah yang dipraktekkan secara turun temurun 30. Sistem ladang berpindah ini hanya dapat digunakan pada panen yang ketiga. Selanjutnya lahan tidak dapat lagi digunakan. Dibutuhkan waktu selama 3 tahun agar lahan dapat diolah dan ditanami seperti semula. Tanah yang subur dipercaya masyarakat kuta memiliki peran ganda dalam meningkatkan kualitas tanaman dan memberikan ketahanan dari penyakit yang ada. Sistem ladang berpindah masa pakai lahan terbatas hanya mencapai 3 kali pemakaian. Setelah waktu itu, petani mencari lahan yang baru. Lahan tersebut dapat ditanam kembali dengan jenis tanaman yang diinginkan petani. Tanaman yang paling sering dijumpai pada tanaman kembali yakni tanaman padi. Selain mencari lahan yang 28
Ibid Sistem ladang berpindah dalam istilah Bahasa Karo disebut merem taneh dalam terjemahan Bahasa Indonesia adalah tanah yang ditidurkan. Merem taneh ini merupakan suatu sistem pertanian tradisional yang bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah. 30 Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES. Jakarta : Anggota IKAPI. 1980. Hal 23. 29
baru, aktivitas petani adalah yakni dengan berburu ke hutan. Hutan dimanfaatkan masyarakat kuta untuk berbagai hal. Dari hutan dapat diperoleh bahan dasar untuk membuat ramuan obat-obatan bahan dasar rempahrempah dari hutan.
Selain mencari obat-obatan, hutan juga bermanfaat untuk
menambah kekuatan ilmu gaib pada tubuh seseorang dengan cara bertapa dan bersemedi. Hal lain yang dilakukan untuk menambah ilmu gaib adalah dengan mengalahkan hewan yang dipercaya memiliki benda gaib. Bentuk yang paling menonjol dalam eksploitasi hutan oleh masyarakat kuta untuk pertanian dan berburu 31. Hutan yang diubah menjadi lahan pertanian dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama menebang hutan. Hutan yang telah ditebang kebanyakan tidak langsung dibakar. Batang pohon yang memiliki kualitas baik dijadikan papan untuk merenovasi rumah dan sebagai kandang ternak. Batang pohon yang telah ditumbangkan dibiarkan begitu saja untuk beberapa waktu. Untuk mengisi waktu luang, petani melakukan pemangkasan dahan-dahan pohon tersebut. Adapun alat yang digunakan dalam penebangan dan pemangkasan dengan lahan seluas satu hektar dibutuhkan 4 kapak dan 2 pisau laras panjang 32. Semua pohon yang telah tumbang diusahakan agar terkena sinar matahari agar cepat kering dan mudah dipindahkan ke tempat lain sehingga tidak mengganggu dalam proses penanaman. Setelah selesai ditebang, petani membersihkan rumput dengan cara membabat dan membakar.
31 32
Wawancara, dengan Tolap Barus, Desa Rumah Sumbul, 17 April 2015. Ibid.
Sistem pembakaran harus teratur dan memerlukan penjagaan di tempat, mengingat jarak pemukiman dengan lahan pertanian masyarakat kuta hanya sekitar 2 km saja. Lahan hutan yang telah selesai dibersihkan harus menunggu datangnya hujan pertama untuk membasahi lahan yang baru itu Hal ini bertujuan untuk menyegarkan lahan dari sisa sisa bakaran dan tanda proses penanaman siap dilakukan 33. Setelah
pembersihan hutan selesai, selanjutnya dilakukan penanaman.
Tanaman yang paling sering dijumpai setelah pembukaan lahan baru adalah tanaman padi. Padi ladang dapat dengan mudah tumbuh subur dari unsur hara tanah hasil pelapukan hutan yang masih berlimpah. Akan tetapi kesulitannya adalah jika area pertanian dekat dengan hutan maka masalah yang dihadapi terkait dengan hewanhewan yang ada di hutan. Hewan ini keluar untuk mencari makanan sehingga tanaman pertanian menjadi sasarannya. Untuk mengatasi ini biasanya, petani menjaga lahan pertanian tersebut sampai waktu panen tiba. Kuta Bintang Asi dan Kuta Surbakti sangat cocok ditanami padi ladang 34 karena keadaan tanah yang lebih datar dan subur. Selain padi, tanaman sekunder memiliki peran yang penting dalam bertani. Tanaman seperti jagung, kelapa, kemiri, ubi, cabe, pisang dan durian 35 diharapkan dapat dijual dengan harga yang tinggi, agar sebanding dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan karena menempuh perjalanan yang panjang menuju pasar dalam menjual 33
Wawancara, dengan Dison Perangin-Angin, Desa Rumah Sumbul, 21 April 2015. Ibid. 35 Tanaman durian merupakan tumbuhan asli dari Indonesia. Durian tersebar di Hutan Malesia yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Lihat juga Setiadi, Bertanam Durian, Penebar swadaya. Jakarta : Anggota IKAPI. 1999, hlm 2. 34
hasil produksi pertanian tersebut. Hasil keuntungan yang besar biasanya ditukar dengan membeli baju baru, rokok nipah, emas, sepeda, dan radio 36. Masyarakat kuta tidak memiliki mata pencarian yang lain selain bertani. Adapun usaha lain yang dilakukan penduduk seperti membuat gula merah, pandai besi, dan pandai kayu seperti pembuat gerobak lembu. Pekerjaan ini tidak dapat dikatakan sebagai mata pencarian karena pengerjaanya hanya ketika
air nira
produktif. Masa produktif pohon aren dapat mencapai 2-3 tahun. Adapun pandai besi dan pandai kayu hanya sebagian kecil penduduk saja yang dapat melakukan pekerjaan itu. Penduduk kuta mengisi lahan mereka dengan sistem penanaman tumpang sari. Seperti keterangan dari Simula br Sinuhaji, lahan masyarakat tidak semua dapat dikelola. Biasanya lahan pertanian dibagi menjadi dua, bagian yang pertama untuk mereka bercocok tanam sedangkan lahan yang kedua dibiarkan terbelangkalai begitu saja 37. Lahan yang dijadikan tempat bercocok tanam diisi langsung dengan tiga jenis tanaman yang berlainan jenis. Adapun ketiga tanaman ini yakni padi, jagung dan kemiri, dengan sistem penanaman sebagai berikut, padi ditanam terlebih dahulu setelah selesai masa panen kemudian diisi dengan tanaman jagung, kira kira tinggi jagung mencapai kira-kira 50 cm kembali ditanam tanaman padi. Setelah kedua tanaman ini mencapai masa panen kemudian ditanam tanaman tua seperti kemiri. Pohon kemiri kira-kira mencapai 100 cm lalu ditanam jagung. Setelah beberapa
36 37
Ibid. Wawancara, dengan Simula Br Sinuhaji, 5 April 2015, Desa Rumah Sumbul.
waktu setelah tinggi jagung mencapai 50 cm, ditanam kembali tanaman padi. Sehingga dalam satu area lahan pertanian masyarakat kuta dapat ditemukan tiga jenis tanaman tumpang sari. Padi setelah masa panen selesai dijadikan sebagai cadangan persediaan makanan. Jika hasil lebih, petani akan menjualnya ke pusat pasar yakni Desa Delitua dengan jarak tempuh 8 jam berjalan kaki, sehingga perjalanan dapat diselesaikan selama dua hari perjalanan 38.
38
Petani yang menjual hasil pertanian ke Pasar Delitua biasanya melakukan perjalanan dua hari. Petani biasanya menginap di tempat sanak keluarga mereka untuk menghindari letih yang berkepanjangan.