11
BAB II DESKRIPSI AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG KEDISIPLINAN SHALAT
A. Ayat-ayat Al-Qur'an Tentang Kedisiplinan Shalat Shalat adalah rukun Islam kedua setelah ikrar dua kaimah syahadat (syahadatain). Telah ada kesepakatan (ijma’) di kalangan kaum muslimin terutama para ulamanya tentang kewajiban shalat lima waktu. Orang yang mengingkari kewajiban shalat, atau meninggalkan dengan sengaja secara terus menerus dihukumkan kafir. Dalam ajaran Islam, shalat sebagai ibadah yang paling awal disyariatkan mempunyai kedudukan yang paling penting dari lima rukun Islam yang ada. Julukan “al-shalat imad al-din” (shalat adalah tiang agama) yang diberikan Rasulullah SAW, dalam beberapa sabdanya, mengisyaratkan keunggulan ibadah yang satu ini. Demikian pula dengan hadits lain yang menyatakan bahwa shalat sebagai amal pertama yang akan ditanyakan malaikat di alam baqa (akhirat) nanti. Selain itu, shalat juga merupakan satu-satunya ibadah yang paling banyak disebut dalam Al-Qur'an. Tidak ada ibadah lain yang penyebutnya dalam AlQur'an diulang-ulang sebanyak shalat. Dimana Al-Qur'an telah menyebutkan sembilan puluh sembilan (99) kata shalat yang berakar dari kata “ ” ﺻﻠﻰyang diungkapkan dalam berbagai bentuknya.1 Di antaranya kata “( ” ﺻﻼةbentuk masdar) terdapat dalam surat 2 : 3; 2 : 43; 2 : 45; 2 : 83; 2 : 110; 2 ; 153; 2 :177; 2 : 238; 2 : 277; 4 : 43; 4 : 77; 4: 101; 4 : 102; 4 : 103; 4 : 103; 4 : 103; 4 : 142; 4: 162; 5 : 6; 5 : 12; 5 : 55; 5 : 58; 5 : 91; 5 : 106; 6 : 72; 7 : 170; 8 : 3; 9 : 5; 9 : 11; 9 : 18; 9 : 54; 9 : 71; 10 : 87; 11 : 114; 13 : 22; 14 : 31; 14 : 37; 14 : 40; 17 : 78; 19 : 31; 19 : 55; 19 : 59; 20 : 14; 20 : 132; 21 : 73; 22 : 35; 22 : 41; 22 : 78; 24 : 37; 24 : 56; 24 : 58; 24 : 58; 27 : 3; 29 1
Muhammad Fuad Abdul Baqy, Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadil Qur’anil Karim (Beirut : Dar al Fikr, 1981), hlm. 412-414.
11
12
: 45; 29 : 45; 30 : 31; 31 : 4; 31 : 17; 33 : 33; 35 : 18; 35 : 29; 42 : 38; 58 : 13; 62 : 9; 62 : 10; 73 : 20; 98 : 5, kata “( ” ﺻﻠّﻰbentuk madhi) dalam surah 75 : 31; 87 : 15; 96 : 10, bentuk nahi (ﻞ ّ )ﺗﺼdalam surah 9 : 84. kata “ ” ﻳﺼﻠّﻮbentuk mudhari terdapat dalam 4 : 102; 4 : 102, kata “ ” ﻳﺼﻠّﻮنdalam surah 33 : 56, kata “ﻳﺼﻠّﻰ ”(bentuk mudhari) terdapat di surah 3 : 39; 33 : 43, kata “ﻞ ّ ( ” ﺻbentuk amar) terdapat di surah 9 : 103; 108 : 2, kata “( " ﺻﻠّﻮاbentuk amar) terdapat dalam surah 33 : 56, kata “ ” ﺻﻼﺗﻚdalam surah 9 : 103; 11 : 87; 17 : 110, kata “” ﺻﻼﺗﻪ dalam surah 24 : 41, kata “ ” ﺻﻼﺗﻬﻢdalam surah 6 : 92, 8 : 35; 23 : 2; 70 : 23; 70 : 34; 107 : 5, kata “ ” ﺻﻼﺗﻰdalam surah 6 : 162, kata “ ” اﻝﻤﺼﻠﻴﻦdalam surah 70 : 22; 74 : 43; 107 : 4 dan kata “ ”ﻡﺼﻠّﻰterdapat dalam surah 2 : 125.2 Setelah penulis menghimpun ayat-ayat tersebut dan menyeleksinya, kemudian pada akhirnya dapat dipilih dan ditetapkan beberapa ayat sebagai jawaban terhadap masalah. Adapun ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut :
(238 : ﻦ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ ﻴﺍ ﷲ ﻗِﻨِﺘﻣﻮ ﻮ ﻭﹸﻗ ﺳﻄﹶﻰ ﻮ ﺼﻠﹶﺎ ِﺓ ﺍﹾﻟ ﺍﻟﺕ ﻭ ِ ﺍﻠﻮﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﺼ ﺍﺎِﻓ ﹸﻈﻮﺣ “ Peliharalah semua shalat (mu) dan (peliharalah) shalat wustha3. Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusu’.4
ﻼ ﹶﺓ ِﺇﻥﱠ ﺼﹶ ﺍ ﺍﻟﻤﻮ ﻴﻢ ﹶﻓﹶﺄِﻗ ﺘﻨﻧﻤ ﹾﺄ ﻢ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ ﺍ ﹾﻃ ﻮِﺑﻜﹸ ﻨﻋ ٰﻠﻰ ﺟ ﻭ ﺍﻮﺩ ﻌ ﻭﹸﻗ ﺎﺎﻣﷲ ِﻗﻴ َ ﺍ ﺍﺮﻭ ﻼ ﹶﺓ ﻓﹶﺎ ﹾﺫ ﹸﻛ ﺼﹶ ﺍﻟﻢﻴﺘﻀ ﹶﻓِﺈﺫﹶﺍ ﹶﻗ (103 : ﺴﺎﺀﺎ )ﺍﻟﻨﻮﺗ ﻮﹸﻗ ﻣ ﺎﺎﺑﻦ ِﻛﺘ ﻴﺆ ِﻣِﻨ ﻋ ٰﻠﻰ ﹾﺍﳌﹸ ﺖ ﻧﻼ ﹶﺓ ﻛﹶﺎ ﺼﹶ ﺍﻟ “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat (sebagaimana biasa), sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang mukmin”.5
2
Ibid.,
3
“Shalat Wustha” ialah shalat yang di tengah-tengah dan yang paling utama.
4
R.H.A Soenarjo, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Surabaya Mahkota, 1989), hlm. 58.
5
Ibid., hlm. 138.
13
ﻚ ِﺫ ﹾﻛ ٰﺮﻯ ﺕ ٰﺫِﻟ ِ ﺴِّﻴﺌﹶﺎ ﻦ ﺍﻟ ﺒ ﹾﺬ ِﻫﺕ ﻳ ِ ﺎﺴﻨ ﺤ ﻴ ِﻞ ِﺇﻥﱠ ﺍﹾﻟﻦ ﺍﻟﻠﱠ ﺯﹶﻟﻔﹰﺎ ِﻣ ﻭ ﺎ ِﺭﻨﻬﺮﹶﻓ ِﻲ ﺍﻟ ﻼ ﹶﺓ ﹶﻃ ﺼﹶ ﻭﹶﺃِﻗ ِﻢ ﺍﻟ (114 : )ﻫﻮﺩ.ﻦ ﻳﻟِﻠﺬﱠﺍ ِﻛ ِﺮ “Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbutan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”.6
.ﺍﻮﺩ ﻬ ﺸ ﻣ ﺠ ِﺮ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺮ ٰﺃ ﹶﻥ ﺍﹾﻟ ﹶﻔ ﺠ ِﺮ ِﺇﻥﱠ ﹸﻗ ﺮ ٰﺃ ِﻥ ﺍﹾﻟ ﹶﻔ ﻭﹸﻗ ﻴ ِﻞﺴ ِﻖ ﺍﻟﻠﱠ ﺲ ِﺇ ٰﻟﻰ ﹶﻏ ِ ﻤ ﺸ ﻮ ِﻙ ﺍﻟ ﻟﹸﻼ ﹶﺓ ِﻟﺪ ﺼﹶ ﹶﺃِﻗ ِﻢ ﺍﻟ “Dirikanlah shalat (mulai) dari matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat). Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat)”.7
B. Munasabah Surah dan Ayat 1. Munasabah Surah Dalam Kamus Arab Indonesia, kata munasabah berarti persesuaian atau hubungan atau relevansi.8 Yaitu hubungan persesuaian antara ayat / surah yang satu dengan ayat / surah yang sebelum dan sesudahnya. Abdul Djalal, H.A memberi rumusan : Munasabah merupakan ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat / surah yang satu dengan ayat / surah yang lain.9 Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’i merumuskan : Munasabah adalah ilmu yang menerangkan tentang korelasi atau hubungan antara suatu ayat denga yang lain, baik yang ada di belakangnya atau ayat yang ada di mukanya.10 Jadi, munasabah merupakan hubungan antara ayat atau surat sebelumnya atau sesudahnya, guna untuk mengetahui hubungan atau relevansi antara ayat atau surat yang terdapat dalam Al-Qur'an. 6
Ibid., hlm. 344.
7
Ibid., hlm. 436.
8
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta : Hindakarya Agung, 1989), hlm. 449.
9
Abdul Djalal, H.A., Ulumul Qur’an, (Surabaya : Dunia Ilmu, 1989), hlm. 154.
10
hlm. 168.
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i , Ulumul Qur’an I, (Bandung : Pustaka Setia, 2000),
14
Materi Munasabah Ditinjau dari segi materinya, sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Djalal H.A. bahwa munasabah itu ada dua macam,11 yaitu : 1). Munasabah antar ayat, yaitu munasabah atau persembahan antara ayat yang satu dengan yang lain. Munasabah ini bisa berbentuk persambungan-persambungan sebagai berikut : a). Diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain b). Tidak diathafkannya ayat yang satu kepada ayat yang lain c). Digabungkannya dua hal yang sama d). Dikumpulkannya dua hal yang kontradiksi e). Dipindahkannya suatu pembicaraan 2). Munasabah antar surah, yaitu munasabah atau persambungan antara surah yang satu dengan surah yang lain. Hal ini ada beberapa bentuk munasabah : a). Munasabah antara dua surah dalam soal materinya, yaitu materi surah yang satu sama dengan materi surah yang lain. b). Persesuaian antara permulaan surah dengan penutupan surah sebelumnya. c). Persesuaian antara pembukaan dan akhiran suatu surah Berdasarkan pengertian dan pembagian munasabah tersebut di atas, dapat dijelaskan dari ayat-ayat shalat yang telah dipilih dan ditetapkan penulis sebagai berikut : 1). Surah Al-Baqarah : 238 a). Munasabah surah Al-Baqarah dengan surah sebelumnya (surah alFatihah) Persesuaian surah al-Fatihah ini dengan surah “AlBaqarah” ialah surat al-Fatihah merupakan titik-titik pembahasan yang akan diperinci dalam surah al-Baqarah dan surat-surat yang sesudahnya.
11
Abdul Djalal H.A., op.cit., hlm. 158.
15
Pada bagian akhir surat ini disebutkan tentang pembahasan hamba, supaya diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus. Sedang Al-Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa Al-Qur'an yang cukup sempurna adalah sebagai pedoman menuju jalan yang dimaksudkan itu. Jadi, jika diperhatikan isi kandungan yang terdapat dalam surat Al-Fatihah yang telah lalu, dapat dirasakan bahwa penutupan surah al-Fatihah ada hubungannya dengan pembukaan surat AlBaqarah. b). Munasabah surah Al-Baqarah dengan surah sesudahnya (Surat Ali Imran) Surat al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam as diciptakan langsung oleh Allah SWT,12 dibentangkan secara luas sifat dan perbuatan orang Yahudi disertai dengan hujjah untuk mematahkan dan membantah serta membetulkan hujjah-hujjah mereka yang menyesatkan. Kemudian surat ini dimulai dengan menyebutkan tiga golongan manusia, yaitu orang-orang mukmin, orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan dimulai juga dengan menyebutkan sifat-sifat orang yang bertakwa. Dan pada bagian akhir surat ini diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dan kealpaan dalam melaksanakan taat.13 Adapun dalam surat Ali Imran diterangkan kelahiran Nabi Isa as dimana Nabi Isa as dan Nabi Adam as kedua-duanya dijadikan Allah menyimpang dari kebiasaan.14 Selain itu pula dibentangkan sifat dan perbuatan orang Nasrani, dimana mereka membela kesesatan kemudian dipatahkan
12
Lihat Q.S. Al-Baqarah ayat 30, R.H.A. Soenarjo, op.cit., hlm. 13.
13
H.M. Sonhadji, dkk, Al-Qur'an dan Tafsirnya, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995),
hlm. 509. 14
Lihat Q.S. Ali Imran ayat 35-36, R.H.A Soenarjo, op.cit., hlm. 81.
16
hujjah mereka oleh hujjah kebenaran Al-Qur'an. Kemudian surat Ali Imran ini dimulai dengan menyebutkan orang-orang yang suka menta’wilkan ayat-ayat yang mutasyabihat dengan ta’wil yang salah untuk memfitnah orang mukmin dan menyebutkan pula orang yang mempunyai keahlian dalam menta’wilkannya. Surat ini pula dimulai dengan perintah bertakwa.15 Selanjutnya
surat
Ali
Imran
ini
diakhiri
dengan
permohonan kepada Allah agar Dia memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya. Dari uraian di atas, tampaklah ada munasabah antara surat alBaqarah dengan surat sesudahnya (Ali Imran), yaitu pada kedua masing-masing surat itu disebutkannya Nabi Adam as dan Nabi Isa as diciptakan Allah yang menyimpang dari kebiasaan dan kedua surat itu dimulai dengan menyebutkan golongan manusia dan bertakwa. Pada bagian akhir kedua surat itupun disebutkan permohonan kepada Allah. Dengan demikian dapat dilihat antara kedua surat tersebut terdapat korelasi (hubungan). 2). Surat An-Nisa’ : 103 a). Munasabah Surah An-Nisa’ dengan surah sebelumnya (surah Ali Imran) Pada bagian akhir surat Ali Imran disebutkan perintah untuk bertakwa, perintah yang sama juga disebutkan pada permulaan surat An-Nisa’. Peristiwa Perang Badar dan Uhud diceritakan dalam surat ini dengan sempurna. Kemudian sebagian keterangan ini pula diulangi dalam surat An-Nisa’. Kalangan kaum muslimin banyak yang gugur sebagai shuhada pada peristiwa perang tersebut, yang berarti mereka meninggalkan anak-anak dan istri mereka. Maka dalam bagian
15
Ibid., hlm. 73.
17
permulaan surat An-Nisa’ diterangkan perintah memelihara anak yatim serta pembagian harta pusaka.16 Uraian di atas dapat dirumuskan bahwa kedua surat tersebut terdapat hubungan dimana kedua-duanya menyebutkan perintah untuk bertakwa. Peristiwa Perang Uhud dan Badar dan pemeliharaan terhadap anak yatim. b). Munasabah Surah An-Nisa;’ dengan surat sesudahnya (surat AlMaidah) Surat An-Nisa’ dimulai dengan perintah bertakwa dan menyatakan bahwa asal itu adalah satu, kemudian menerangan hukum-hukum yang berhubungan dengan anak yatim, rumah tangga, warisan, wanita yang haram dinikahi serta hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Selanjutnya disebut tentang hukum-hukum perang serta pelajaran-pelajaran yang harus diambil dari Perang Badar dan Uhud. Pengutaraan hukum perang dan hukum keluarga dalam surah ini, merupakan hujjah-hujjah yang dikemukakan kepada ahli kitab, yang mana hujjah-hujjah ini ditegaskan pada bagian terakhir dari surat ini. Akhirnya surat ini ditutup dengan perintah kepada para mu’min supaya mereka bersabar, mengeratkan hubungan sesama manusia dan bertakwa kepada Allah, agar mendapat keberuntungan dunia dan akhirat.17 Selain itu juga dijelaskan dalam surat An-Nisa’ ini tentang beberapa macam akad, baik akad perkawinan, perceraian, warisan, dan perjanjian. Kemudian pada bagian lain bahwa surat ini diawali dengan redaksi “yaa ayyuhannas” yang nadanya sama dengan nada surat Makkiyah. Sedangkan surat Al-Makkiyah telah dikemukakan pada bagian awal surah agar hamba-hamba Allah memenuhi segala macam aqad yang telah dilakukan baik terhadap Allah maupun 16
Ibid., hlm. 112.
17
Ibid., hlm. 154.
18
terhadap sesama manusia. Redaksi ayat pada awal surat ini dengan kalimat “Ya ayyuhallazina aamanu” yang menunjukkan nada surat Madaniyah. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan dari uraian tersebut di atas, bahwa dilihat dari isi kandungan dan redaksi ayat terutama pada bagian awal kedua surat terdapat hubungan (korelasi). 3). Surat Hud : 114 a). Munasabah surat Hud dengan surat sebelumnya (Surat Yunus) Surat Yunus mengandung hal-hal yang berhubungan dengan pokok-pokok kepercayaan, lenyapnya syirik, pengutusan Rasul, hari berbangkit, hari pembalasan dan hal-hal yang berhubungan dengan pokok-pokok agama.18 Hubungan kedua surat ini sama-sama dimulai dengan “alif laam raa”, kemudian diiringi dengan menyebutkan risalah Nabinabi yang diutus Allah dan menerangkan kedudukan para Rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Pada pertengahan surat ini dijelaskan tentang keingkaran orang-orang kafir terhadap Al-Qur'an, para Rasul, keingkaran terhadap pokok-pokok agama. Demikian juga pada bagian pertengahan surat Hud dijelaskan persoalan yang sama. Bagian lain diterangkan tentang kisah para Nabi, sedang dalam surat Hud pun dikisahkan yang sama, hanya saja bersifat menjelaskan apa yang telah disebut dalam surat Yunus. Pada umumnya apa yang telah diutarakan dalam surat Hud merupakan penjelasan dari apa yang disebutkan dalam surat Yunus.19 Kemudian pada bagian akhir surat Yunus ditutup dengan seruan agar mengikuti Rasul, bersabar terhadap semua tindakan jahat kaum musyrikin, istiqomah dan tawakkal kepada Allah SWT. 18
Ibid., hlm. 323.
19
Ibid., hlm. 324.
19
Dengan demikian, dari uraian tersebut dapat disimpulkan, bahwa kedua surat itu (Yunus dengan Hud) ada hubungan. b). Munasabah surah Hud dengan surat sesudahnya (Surat Yusuf) Hubungan surat Hud dengan surat Yusuf adalah samasama dimulai dengan “alif laam raa” dan kemudian diiringi dengan penjelasan tentang Al-Qur'an. Surat Yusuf menyempurnakan penjelasan kisah para Rasul yang disebut dalam surat Hud dan Yusuf, bahwa Al-Qur'an itu adalah wahyu Ilahi; tidak ada lagi sesudah Nabi Muhammad SAW nabi-nabi atau rasul-Rasul yang diutus Allah.20 Hanya saja dalam surat Yusuf diterangkan tentang kehidupan Nabi Yusuf yang mula-mula dianiaya oleh saudarasaudaranya, yang kemudian menjadi orang yang berkuasa yang dapat menolong saudara-saudaranya dan ibu bapaknya. Sedangkan dalam surat Hud diutarakan kisah beberapa orang Rasul dengan kaumnya dalam menyampaikan risalahnya, dan akibat bagi orang-orang yang mengikuti mereka serta akibat bagi orang yang mendustakan, kemudian dijadikan perbandingan dan khabar yang mengancam kaum musyrikin Arab beserta pada pengikutnya.21 Dari uraian tersebut, tampak jelas dari isi kandungan surat bahwa surat Hud dan surat Yusuf terdapat hubungan yaitu kedua surat itu sama-sama dimulai dengan redaksi yang sama yaitu “alif laam raa” dan kemudian diikuti penjelasan tentang Al-Qur'an. 4). Surat Al-Isra’ : 78 a). Munasabah surat Al-Isra’ dengan surat sebelumnya (Surat AnNahl) Surat An-Nahl mengandung keterangan tentang sifat-sifat orang musyrikin, dan tingkah laku mereka, serta tantangan mereka 20 21
Ibid., hlm. 346. Ibid.,
20
terhadap kebenaran hari kiamat dan kerasulan Muhammad Saw., kemudian Allah menyebutkan peringatan-peringatan-Nya kepada mereka dan azab yang mereka alami sebagai akibat dari sifat perbuatan mereka itu. Dalam surat ini, Allah menunjukkan buktibukti ke-Esaan-Nya seraya memaparkan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dimana kebanyakan mereka tidak mensyukuri nikmat itu.22 Dalam bagian lain dikatakan, bahwa air madu yang keluar dari lebah merupakan minuman yang mengandung obat bagi manusia. Sedang surat Al-Isra’ banyak dijumpai ayat-ayat yang mengemukakan bahwa Al-Qur'an yang dibawa Nabi Muhammad SAW benar-benar wahyu Allah, dan bahwa manusia itu pasti mengalami hari berbangkit. Dalam surat Al-Isra’ ini dikemukakan pula dalil-dalil kekuasaan dan ke-Esaan Allah. Disebutkan dalam surat ini pula tentang kemuliaan Nabi Muhammad SAW dan martabatnya yang tinggi di hadapan Allah dan nikmat-nikmat yang lebih besar diberikan kepada Bani Israil, dimana mereka tidak mensyukurinya, bahkan mereka berbuat kerusakan di muka bumi serta Al-Qur'an mengandung obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.23 Berdasarkan uraian itu, persesuaian dalam kedua surat itu dapatlah penulis simpulkan bahwa terdapatlah hubungan antara surat Al-Isra’ dengan surat An-Nahl, yaitu air madu yang keluar dari lebah dalam surat An-Nahl merupakan minuman yang mengandung obat, sedang surat Al-Isra’ dijelaskan bahwa AlQur'an mengandung juga obat bagi manusia.
22 23
Ibid., hlm. 422. Ibid.,
21
b). Munasabah surat Al-Isra’ dengan surat sesudahnya (surat alKahfi) Surat
al-Kahfi
dimulai
dengan
tahmid
(membaca
alhamdulillah). Pada bagian lain diceritakan kisah tentang Nabi Musa dan Nabi Khidir yang belum pernah diketahui oleh orangorang Yahudi. Kemudian surat ini ditutup dengan menyebutkan kekuasaan Allah dan luasnya pengetahuan-Nya. Sedangkan surat Al-Isra’ dimulai dengan tasbih (membaca subhanallah). Dalam surat Al-Isra’ ini ayat 85 Allah berfirman : “Dan tidaklah kamu diberi ilmu hanyalah sedikit”. Firman ini ditujukan kepada sebagian orang-orang Yahudi yang merasa sombong dengan ilmu pengetahuan yang ada pada mereka, sebab bagaimanapun juga mereka adalah manusia yang hanya diberi ilmu pengetahuan yang sedikit.24 Bagian akhir surat ini ditutup dengan tahmid (membaca alhamdulillah), hal ini sesuai dengan penutup surat Al-Kahfi. Dengan demikian, dari uraian tersebut dapatlah penulis rumuskan bahwa kedua surat itu ada munasabah (hubungan). Yaitu surat Al-Isra’ dimulai dengan tasbih. Sedangkan surat al-Kahfi dibuka dengan tahmid. Tasbih dan tahmid adalah dua kata yang seringkali bergandengan dalam firman-firman Allah SWT.25
2. Munasabah Ayat a. Q.S. Al-Baqarah : 238 Menurut Shihab26 dengan mengutip pendapatnya al-Biqa’i, bahwa ayat sebelumnya menguraikan aneka hukum tentang wanita dengan berbagai cabangnya, sampai-sampai nalar menyempit karena tak begitu
24
Lihat Q.S. Al-Isra’ ayat 85, ibid., hlm. 437.
25
Ibid., hlm. 441.
26
M. Qursaish Shihab, Tafsir Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur'an, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), cet. I, hlm. 483-484.
22
banyak yang mampu ditampungnya, serta beraneka ragam dan bercampurbaur pula emosi yang lahir karenanya, seperti cinta dan benci, kesibukan dengan anak-anak dan lain-lain yang kesemuanya dapat mengantar kepada pengabaran shalat bahkan ibadah secara umum, maka ketika itu muncul dalam bentuk satu komentar atau pertanyaan “Wahai Tuhan, sesungguhnya manusia lemah, sebagian yang Engkau tetapkan dapat menyibukkan manusia dari hal-hal yang penting, maka apakah masih ada waktu untuk beribadah ?”. Keluh kesah tersebut dijawab sekaligus dijelaskan ayat 238 itu dengan perintah untuk memelihara shalat (yakni menunaikan shalat tetap pada waktunya secara teratur27) dengan sungguh-sungguh. b. Q.S. An-Nisa’ : 103 Konteks ayat sebelumnya menjelaskan untuk mendirikan shalat dalam situasi gawat (perang). Ayat ini sengaja diturunkan untuk menerangkan cara-cara shalat dalam situasi yang menakutkan seperti itu, dengan tetap menjaga shalat ini kendati ketika berhadapan dengan musuh. Dilanjutkan penjelasan tentang keharusan berdzikir, agar jangan ada yang menduga bahwa shalat tersebut serta kegawatan yang dialami, mencekam mereka sedemikian rupa sehingga melupakan dzikir kepada Allah SWT. Di sisi lain berdzikir setelah shalat dianjurkan. Dzikir setelah shalat dalam keadaan normal dilakukan dengan duduk, maka di sini diberinya petunjuk bahwa; maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat kamu yang dilakukan dalam keadaan gawat itu, berdzikir dan ingat Allah SWT betapapun keadaan yang memungkin, bahkan setiap saat waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Selanjutnya apabila telah merasa aman dari kegawatan, maka laksanakan shalat itu dengan khusu’ sebagaimana yang biasa dilakukan dalam keadaan normal, sesuai dengan rukun dan syaratnya serta 27
Q. Shaleh dkk., ayat-ayat Hukum; Tafsir dan Uraian Perintah-perintah dalam al-Qur'an, (Bandung: Diponegoro, 1976), cet. I, hlm. 100. Lihat pula Muhammad Ali as-Shabuni, Shafwatut Tafasir, jilid. I, (Beirut: Dar-al-Qur'an ul Karim, 1981), hlm. 154.
23
memenuhi sunah dan waktu-waktunya yang tepat, karena sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang mukmin, sehingga tidak dapat diabaikan. Pada ayat sesudahnya menjelaskan perintah melaksanakan suatu cara shalat dalam keadaan gawat, serta berhati-hati dan siap siaga menghadapi serangan musuh, boleh jadi menjadikan sementara orang – apalagi cedera – memperturutkan keinginan nafsu untuk terlalu berhatihati, sehingga menghindar dari musuh. Bagi mereka, menurut Shihab ayat ini menanamkan semangat juang dan memerintahkan mereka bahwa : shalatlah dan janganlah berhati lemah, takut atau patah semangat dalam mengejar mereka, yakni musuhmusuhmu, walaupun jumlah mereka lebih banyak dan persenjataannya lebih kuat.28 Salah satu konsekuensinya dari persoalan ini adalah mengalami
cedera
atau
kesakitan,
tetapi
jika
demikian
maka
sesungguhnya mereka pun menderita yang kau rasakan. Maka jangan kesakitan menjadikanmu lemah atau menghalangi berjuang, apalagi mengharap kemenangan dari Allah SWT yaitu ridho-nya dan lain-lain dari apa yang mereka harapkan, karena mereka berjuang untuk memenuhi ambisi dan syahwat, bukan mengharap ridho-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. c. QS. Hud ayat 114 Ayat sebelumnya menjelaskan tentang larangan berbuat dzalim, karena perbuatan ini bertentangan dengan prikemanusiaan. Larangan ini tidaklah mudah untuk dihindari, Karena manusia menurut Shihab dengan mengutip
pendapatnya
al-Biqa’i,
adalah
wadah
kelemahan
dan
keteledoran.29 Maka ayat ini memberi petunjuk tentang cara untuk menutupi dosa-dosa
kecil
yang
diakibatkan
28
M. Qursaish Shihab, op. cit., hlm. 547.
29
Ibid., hlm. 355.
oleh
kelemahan
itu
serta
24
menghindarkan dampak buruk keteledoran itu yaitu dengan mendirikan shalat. Dengan kata lain dengan disiplin shalat, maka kebiasaan-kebiasaan buruk akan terhindari. Sebagaimana ayat ini mengajarkan: “Dan dirikanlah shalat dengan teratur dan benar sesuai dengan ketentuan, rukun, syarat dan sunahsunahnya pada kedua tepi siang yakni pagi dan petang atau Shubuh, Dzuhur dan Ashar dan pada bagian permulaan daripada malam, yaitu Maghrib dan Isya’, yang demikian menurut Shihab dapat mengalahkan kecendrungan nafsu untuk berbuat kejahatan.30 Ayat sesudahnya menjelaskan untuk berbuat sabar bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan amal tersebut yakni tidak mengandalkan atau cenderung dengan orang-orang dzalim, mendirikan shalat dan bersabar. d. QS. al-Isra’ ayat 78 Ayat sebelumnya menjelaskan betapa besar gangguan dan rencana makar kaum musyrikin, namun Allah SWT menyelamatkan Rasulullah SAW untuk meraih dan mempertahankan anugerah pemeliharaan itu, ayat ini menuntut Nabi Muhammad SAW dan umatnya dengan menyatakan bahwa : laksanakanlah shalat secara bersinambung lagi sesuai dengan syarat dan sunah-sunahnya. Semua jenis shalat yang wajib dari sesudah matahari tergelincir yakni condong dari pertengahan langit sampai muncul gelapnya malam dan laksanakan pula seperti itu qur’an/bacaan di waktu al-Fajr yakni shalat Shubuh. Sesungguhnya qur’an/bacaan di waktu al-Fajr yakni shalat Shubuh itu adalah bacaan yakni shalat yang disaksikan oleh para malaikat. Pada ayat sesudahnya menjelaskan untuk bangun sebagian malam dan bertahajudlah dengannya yakni dengan bacaan al-Qur'an itu, dengan kata lain lakukanlah shalat Tahajud sebagai suatu ibadah tambahan kewajiban, atau sebagai tambahan ketinggian derajat bagimu, mudah30
Ibid.
25
mudahan dengan ibadah ini Tuhan pemelihara dan pembimbingmu mengangkat di hari kiamat ke tempat yang terpuji. Dapat ditambahkan pula menurut Shihab tentang hubungan ayat ini bahwa penempatan ini pada surat al-Isra’ sungguh tepat karena dalam peristiwa itu Nabi Muhammad SAW dan umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan shalat lima kali shalat wajib sehari semalam.31
C. Asbabun Nuzul Dalam hal ini perlu dirumuskan terlebih dahulu bahwa asbabun nuzul adalah merupakan dua kata dalam bahasa Arab, yang mana “asbaab” ( ) اﺳﺒﺎب yang bentuk jama’dari kata ( ) اﻝﺴﺒﺐ, yang berarti suatu hal yang selalu bersambung atau ada hubungannya dengan yang lain. Kemudian kata “an-Nuzul” ( ) اﻝﻨﺰولyaitu bentuk masdar, di mana akar katanya adalah “nazala” ( ) ﻥﺰلyang berarti suatu yang turun dari hal yang lebih tinggi kepada hal yang lebih rendah.32 Jadi asbabun nuzul merupakan sebab-sebab turunnya sesuatu yang mana dalam kategori ini diprioritaskan dalam ayat suci al-Qur'an atau surat yang terdapat dalam al-Qur'an yang artinya sebab diturunkannya ayat atau surat dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang kemudian disampaikan kepada umat Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pegangan atau pedoman dalam menempuh suatu kehidupan di muka bumi ini. Di lain itu, diturunkannya ayat-ayat tasyri’ yaitu ayat-ayat yang hukum itu biasanya kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penjawab atau penjelasan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi atau timbul dalam lingkungan kaum muslimin, dan ini juga dapat dikatakan sebagai asbabun nuzul, sebab-sebab turunnya al-Qur'an. Dan juga sebab-sebab diturunkannya ayat-ayat al-Qur'an itu karena : a. Untuk meninggikan derajat kemanusiaan bangsa manusia yang hampir lenyap musnah perikemanusiaannya.
31
Ibid., hlm. 806.
32
Luis, al-Munjid fi al-Lughah wal A’lam, (Beirut: Dar al-Mahreq, 1986), hlm. 317.
26
b. Untuk menghapus kepercayaan manusia telah sesat dan perbuatan-perbuatan mereka yang jahat.33 Dengan mengetahui hal di atas bahwa ayat ataupun surat yang terdapat dalam kitabullah (al-Qur'an) mempunyai sebab dan peristiwa yang dilakukan oleh hamba-Nya dan keluar dari norma-norma agama yang telah digariskan oeh sang Pencipta dan segala isinya, dan itu diturunkan sebagai peringatan dan pengetahuan bagi hamba-hamba-Nya akan perbuatan-perbuatan yang seharusnya ditinggalkan dan seharusnya dilakukan. Begitu juga dengan surat al-Baqarah, an-Nisa’, Hud, dan al-Isra’ yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan naskah ini, yang setiap ayat terdapat sejarah dan ceritanya, sehingga turunlah ayat yang menjadi peringatan bagi kaum muslimin yang lalai akan perbuatannya, sehingga menimbulkan sesuatu yang tidak sesuai di kalangan kehidupan sebagai seorang hamba Allah yang beriman dan bertaqwa. Maka pada penulisan naskah ini penulis tidak menerangkan mengenai sebab-sebab turunnya semua ayat yang terdapat dalam surat al-Baqarah, anNisa’, Hud, dan al-Isra’, tetapi penulis akan membatasi sebagaimana ayat-ayat yang telah ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) ayat dengan perincian surat alBaqarah ayat 238, surat an-Nisa’ ayat 103, surat Hud ayat 114, dan surat al-Isra’ ayat 78. Dan mengenai sebab-sebab turunnya keempat ayat tersebut di atas adalah sebagai berikut : a. QS. al-Baqarah ayat 238 Surat al-Baqarah terdiri 286 ayat. Surat ini diturunkan di Madinah di mana sebagian besar diturunkan pada permulaan hijrah, kecuali ayat 281 diturunkan di Mina pada haji wada’ (haji Nabi Muhammad SAW yang terakhir).34 Seluruh ayat dari surat al-Baqarah termasuk golongan surat-surat Madaniyah, merupakan surat yang terpanjang di antara surat-surat al-Qur'an, yang di dalamnya terdapat ayat yang terpanjang yaitu ayat yang ke-282. 33
Munawir Kholil, Al-Qur'an dari Masa ke Masa, (Solo: Ramadhani, 1994), hlm. 8-9.
34
RHA. Soenarjo, op. cit., hlm. 7.
27
Adapun sebab turun ayat 238 surat al-Baqarah adalah berkenaan dengan peristiwa di mana Rasulullah SAW selalu melakukan shalat Dzuhur, meskipun pada siang hari dengan panas terik yang bagi para shahabat dirasakan berat melakukannya. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam tafsir Ibnu Katsir :
ﻢ ﻭﹶﻟ ﺮ ِﺓ ﺎ ِﺟﺮ ﺑِﺎﹾﻟﻬ ﻬ ﺼﻠﱢﻲ ﺍﻟﻈﱡ ﻳ ﻢ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﷲ ِ ﻮﻝﹸ ﺍ ﺭﺳ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ:ﻋﻦ ﺯﻳﺪ ﺍﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﻗﺎﻝ ﺖ ﺰﹶﻟ ﻨﺎ ﹶﻓﻨﻬﻢ ِﻣ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﷲ ِ ﻮ ِﻝ ﺍ ﺭﺳ ﺏ ِ ﺎﺻﺤ ﻋﻠﹶﻰ ﹶﺍ ﺪ ﺷ ﻼ ﹰﺓ ﹶﺍ ﺻﹶ ﺼﻠﱢﻲ ﻳ ﻦ ﻳ ﹸﻜ 35 [ﻼﺓ ﺍﻟﻮﺳﻄﻰ ﻭﻗﻮﻣﻮﺍ ﷲ ﻗﺎﻧﺘﲔﻠﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﺼ]ﺣﺎﻓﻈﻮﺍ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼ “Dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: “Bahwa Rasulullah SAW shalat Dzuhur di waktu hari sangat panas. Shalat seperti ini sangat berat dirasakan oleh shahabat-shahabatnya, maka turunlah ayat ……” Dalam riwayat lain sebab diturunkannya ayat ini adalah Nabi Muhammad SAW saat beliau shalat Dzuhur di waktu hari sangat panas, tidak lebih dari satu shaf shahabat yang menjadi makmum kepadanya. Karena di antara mereka tidur siang dan sibuk mengurusi dagangan mereka masingmasing. Sebagaimana hal ini telah dikemukakan dalam riwayat Zaidi bin Tsabit sebagai berikut :
ﻼ ﻴ ِﺮ ﹶﻓ ﹶﺠ ِ ﻬ ﺮ ﺑِﺎﹾﻟ ﻬ ﺼﻠﱢﻰ ﺍﻟﻈﱡ ﻳ ﻢ ﻛﹶﺎ ﹶﻥَ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﻲ ﻨِﺒ ِﺍﻥﱠ ﺍﻟ:ﻋﻦ ﺯﻳﺪ ﺍﺑﻦ ﺛﺎﺑﺖ ﻗﺎﻝ ﷲ ]ﺣﺎﻓﻈﻮﺍ ُ ﺰ ﹶﻝ ﺍ ﻧﻢ ﹶﻓﹶﺎ ﺭِﺗ ِﻬ ﺎﻭﻓِﻰ ِﺗﺠ ﻢ ﺱ ﻓِﻰ ﻗﹶﺎِﺋﹶﻠِﺘ ِﻬ ﺎﺍﻟﻨﺼﻔﱠﺎ ِﻥ ﻭ ﺍﻟﻒ ﻭ ﺼ ِﺍﻻﱠ ﺍﻟﺍ َﺀﻩﻭﺭ ﻮﻥﹸ ﻳﻜﹸ 36 [ﺼﻼﺓ ﺍﻟﻮﺳﻄﻰ ﻭﻗﻮﻣﻮﺍ ﷲ ﻗﺎﻧﺘﲔ ﻠﻮﺍﺕ ﻭﺍﻟﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼ Dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: “Bahwa Rasulullah SAW shalat dzuhur di waktu hari yang sangat panas. Di belakang Rasulullah SAW tidak lebih satu atau dua shaf saja yang mengikutinya dan kebanyakan di antara mereka sedang tidur siang dan sibuk berdagang. Maka Allah menurunkan ayat tersebut …. QS. 2: 238”.
35 36
Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Adzim, (Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1994), hlm. 268. Ibid.
28
b. An-Nisa’ ayat 103 Surat an-Nisa’ adalah surat Madaniyah, yang mana terdiri dari 176 ayat.
Surat
ini
terpanjang
sesudah
surat
al-Baqarah.
Sebab-sebab
diturunkannya ayat 103 dari surat ini adalah sebagaimana dikemukakan oleh Shaleh, dkk.: “Di dalam suatu peperangan yang terjadi setelah turunnya ayat 101 dari surat an-Nisa’ Rasulullah SAW mendirikan shalat Dzuhur. Di saat itulah kaum musyrikin berkata: “Muhammad dan temantemannya memberi kesempatan pada kita untuk menggempur dari belakang, tidaklah kita perhebat serbuan terhadap mereka sekarang ini ?” maka berkatalah yang lainnya: “sebaiknya kita ambil kesempatan lain, karena nanti pun mereka akan melakukan perbuatan serupa di tempat yang sama. Maka Allah SWT menurunkan wahyu antara kedua waktu shalat itu (Dzuhur dan Ashr) sebagai lanjutan ayat ini (an-Nisa’ ayat 101 yaitu: “in khiftum” sampai “adzaban muhina” (an-Nisa’ ayat 102) dan kemudian ayat shalatul khauf (an-Nisa’ ayat 103).37 c. QS. Hud ayat 114 Surat Hud terdiri dari 123 ayat. Surat ini tergolong surat Makkiyah. Adapun yang melatarbelakangi ayat yang ke-114 dari surat ini diturunkan adalah karena peristiwa pelecehan sekusual. Yaitu peristiwa Abil Yasar ketika didatangi seorang wanita untuk membeli kurma, kemudian dia merangkul dan mencium wanita itu. Sedang dalam riwayat lain telah dikemukakan sebagai berikut:
ﷲ ِ ﻮ ﹶﻝ ﺍ ﺭﺳ ﺎ ﻳ:ﻢ ﹶﻓﻘﹶﺎ ﹶﻝ ﺳﻠﱠ ﻭ ﻴ ِﻪﻋﹶﻠ ﷲ ُ ﺻﻠﱠﻰ ﺍ ﻲ ﻨِﺒﺟ ﹲﻞ ِﺍﻟﹶﻰ ﺍﻟ ﺭ ﺎ َﺀ ﺟ:ﻪ ﻗﺎﻝﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻣﺴﻌﻮﺩ ﺍﻧ ﻦ ﺯﹶﻟﻔﹰﺎ ِﻣ ﻭ ﺎ ِﺭﻨﻬﺮﹶﻓ ِﻲ ﺍﻟ ﻼ ﹶﺓ ﹶﻃ ﺼﹶ ﺎﻟﹶﻰ ﹶﺍِﻗ ِﻢ ﺍﻟﺗﻌ ﷲ ُ ﺰ ﹶﻝ ﺍ ﻧﺎ ﹶﻓﹶﺎﻢ ﹶﺃِﺗﻬ ﻰ ﹶﻟﺮ ﹶﺍﻧ ﻴﺮﹶﺃ ٍﺓ ﹶﻏ ِﻣ ِﻦ ﺍﻣﺒﺖﺻ ﻰ ﹶﺍِﺍﻧ 38 ﺕ ِ ﻴﺌﹶﺎﺴ ﻦ ﺍﻟ ﺒ ﹾﺬ ِﻫﺕ ﻳ ِ ﺎﺴﻨ ﺤ ﻴ ِﻞ ِﺍﻥﱠ ﺍﹾﻟﺍﻟﻠﱠ Dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia berkata: “Seorang laki-laki menghadap kepada Rasulullah SAW seraya dia berkata: wahai Rasulullah aku telah menimpa (mencium) seorang perempuan, hanya saja aku tidak 37
Qamaruddin Shaleh, dkk., Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat AlQur'an, (Bandung: Diponegoro, 1987), hlm. 152. 38
219.
Abil Hasan Ali al-Naisaburi, Asbabun Nuzul, (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1991), hlm.
29
menjima’nya. Maka Allah SWT menurunkan ayat ini …. (Hud: 114)”. d. Al-Isra’ ayat 78 Surat ini terdiri atas 111 ayat, termasuk golongan surat Makkiyah. Dinamakan al-Isra’ yang berarti “memperjalankan di malam hari”, berhubung peristiwa isra’ Nabi Muhammad SAW dicantumkan pada ayat pertama dalam surat ini. Hal ini menurut Soenarjo terkandung isyarat bahwa Nabi Muhammad SAW beserta umatnya kemudian hari akan mencapai martabat yang tinggi dan akan menjadi umat yang besar.39
39
RHA. Soenarjo, op. cit., hlm. 423.