BAB II DASAR TEORI Pada bab II ini akan dibahas dasar teori mengenai sistem referensi koordinat, sistem koordinat dan proyeksi peta, yang terkait dengan masalah penentuan posisi geodetik. Selain itu akan dibahas juga mengenai algoritma penentuan posisi geodetik di sistem koordinat proyeksi dan sistem koordinat toposentrik. II.1 Sistem referensi koordinat Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang. Sistem referensi digunakan sebagai acuan untuk menyatakan nilai suatu titik [Abidin, 2001]. Realisasi praktis dari sistem referensi adalah kerangka referensi. Kerangka referensi digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik titik. Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek [Abidin, 2001]. Berikut merupakan jenis-jenis sistem referensi yang biasa dipakai dalam pendeskripsian posisi : 1. CIS (Conventional Inertial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa digunakan untuk pendeskripsian posisi dan pergerakan satelit. Sifatnya geosentrik dan terikat langit. 2. CTS (Conventional Terestrial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa digunakan untuk menyatakan posisi di permukaan bumi. Sifatnya geosentrik dan terikat bumi. Salah satu realisasi dari CTS adalah WGS 84 (World Geodetic System 84). WGS 84 adalah sistem yang saat ini digunakan oleh sistem navigasi GPS. WGS 84 pada prinsipnya adalah sistem koordinat CTS yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh NIMA (National Imaery and Mapping) Amerika Serikat. Berikut merupakan parameter WGS 84 : b = 6356752,3142; f = 1/298,257223563;
5
e 2 = 0,00669437999013. Dengan memanfaatkan teknologi GPS dalam melakukan penentuan posisi, maka secara tidak langsung posisi titik-titik yang ditentukan nilainya tersebut akan berada pada satu sistem referensi WGS 84. II.2 Sistem koordinat Sistem koordinat merupakan suatu sistem yang digunakan untuk merepresentasikan nilai suatu titik. Sistem koordinat didefinisikan dengan menspesifikasikan tiga parameter berikut [Abidin, 2001].: 1. Lokasi titik nol dari sistem koordinat (Geosentrik atau Toposentrik) 2. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat (Terikat ke bumi atau ke langit) 3. Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem koordinat tersebut (Jarak atau sudut jarak) Berikutnya akan dijelaskan mengenai beberapa jenis sistem koordinat : II.2.1 Sistem Koordinat Geodetik Sistem koordinat geodetik mengacu pada ellipsoid referensi tertentu yang dipakai untuk mendekati model permukaan bumi dimana nilainya bergantung pada ukuran, bentuk dan orientasi ellipsoid. Lokasi titik nol dari sistem koordinat geodetik berada pada pusat ellipsoid. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat geodetik terikat ke bumi. Posisi suatu titik dalam sistem koordinat geodetik dinyatakan dalam basaran sudut dan jarak, seperti yang di jelaskan sebagai berikut : •
ϕ (Lintang ) = sudut yang dibentuk oleh normal ellipsoid yang melalui titik tersebut dengan bidang ekuator, yang nilainya berkisar − 90 o ≤ ϕ ≤ 90 o .
•
λ (Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik, pusat ellipsoid dan meridian referensi (yaitu meridian yang melalui Greenwich), yang nilainya berkisar 0 o ≤ λ ≤ 180 o E dan − 180 o W ≤ λ ≤ 0 o .
•
h (Tinggi) = tinggi suatu titik di atas ellipsoid(h) dihitung sepanjang normal
ellipsoid yang melalui titik tersebut.
6
II.2.2 Sistem Koordinat Geosentrik
Serupa dengan sistem koordinat geodetik, posisi suatu titik dalam sistem koordinat geosentrik orientasi sumbu-sumbu koordinatnya terikat ke bumi. Lokasi titik nol dari sistem koordinat geosentrik berada pada pusat ellipsoid. Sistem koordinat geosentrik ditetapkan relatif terhadap tiga sumbu koordinat X,Y,Z dengan ketentuan sebagai berikut : •
Sumbu Z adalah garis dalam arah kutub menengah (Conventional International Origin).
•
Sumbu X adalah arah perpotongan meridian Greenwich atau meridian nol CZM (Conventional Zero Meridian) yang ditetapkan oleh BIH (Berau International de l’Heureu) dan bidang ekuator.
•
Sumbu Y adalah garis pada bidang ekuator yang tegak lurus terhadap sumbu X dan Z yang sesuai dengan sistem tangan kanan.
Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem koordinat geosentrik adalah jarak (meter). Gambar.II.1 berikut ini menjelaskan hubungan antara sistem koordinat geosentrik dan geodetik :
Gambar.II.1 Sistem koordinat geodetik dan geosentrik . [Kosasih Prijatna, 2005].
Seperti yang ditunjukan pada gambar di atas, bahwa titik Q yang berada di permukaan bumi dapat direpresentasikan dalam sistem koordinat geodetik dan sistem koordinat geosentrik. Kedua sistem koordinat terebut, titik pusat sistem koordinatnya terletak pada pusat ellipsoid referensi, sehingga sistem koordinat geodetik dan geosentrik dapat dihubungkan antara satu dengan yang lain. Konversi koordinat geodetik ke koordinat geosentrik dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini [Seeber,1993]:
7
⎛X ⎜ ⎜Y ⎜Z ⎝
⎞ ⎛ ( N + h ) × cos ϕ × cos λ ⎞ ⎟ ⎟ ⎜ ⎟ = ⎜ ( N + h ) × cos ϕ × sin λ ⎟ ⎟ ⎜ ((1 − e 2 ) N + h ) × sin ϕ ⎟ ⎠ ⎠ ⎝
N =
a 1 − e sin 2 ϕ 2
(2.1)
a2 − b2 e = a2 2
Dimana :
N = Jari jari irisan normal
a dan b = setengah sumbu panjang dan pendek ellipsoid
e 2 = eksentrisitas pertama Sedangkan konversi koordinat geosentrik ke geodetik, dapat dilakukan menggunakan berbagai macam cara, diantaranya metode Bowring sebagai berikut [Bowring,1976] : p=
+Y2 Za θ = arctan pb X
2
ϕ = arctan λ = arctan h =
Z + e ' 2 b sin 3 θ p − e 2 a cos 3 θ
(2.2)
Y X
p −N cos ϕ
Dimana :
ϕ , λ , h = Lintang, bujur dan tinggi geodetik X,Y,Z = Nilai koordinat geosentrik II.2.3 Sistem Koordinat Toposentrik
Selain sistem koordinat geodetik dan geosentrik terdapat pula sistem koordinat toposentrik. Sistem koordinat toposentrik merupakan sistem koordinat yang bersifat lokal, dengan n (northing) mengacu ke utara geodetik, e (east), u (up) tegak lurus n dan titik nolnya mengacu pada garis gaya berat bumi. Seperti yang terlihat pada gambar.II.2, dengan memanfaatkan data sudut jurusan (α ) , sudut miring (m), dan jarak ruang (d), maka dapat dihitung nilai koordinat toposentrik menggunakan persamaan (2.3).
8
No rm al Ell ips oid
z
Pemukaan bumi
d m
North
α
East
h
ϕ
K
Pemukaan bumi
Ellipsoid meridian
y
λK
x
Gambar.II.2. Sistem koordinat toposentrik
Persamaan untuk menghitung koordinat toposentrik : n = d × cos(m ) × cos(α ) e = d × cos(m ) × sin(α )
(2.3)
u = d × sin(m )
Konversi koordinat toposentrik ke koordinat geodetik dapat dilakukan menggunakan minimal dua koordinat toposentrik (misalnya: titik 1 dan titik 2). Konversi koordinat ini dilakukan dengan cara mengasumsikan salah satu kordinat toposentrik bernilai nol relatif terhadap salah satu koordinat geodetik yang diketahui nilainya. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai tahapan konversi koordinat toposentrik ke koordinat geodetik : 1. Mencari delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 ⎛ Δ x12 ⎞ ⎛ n2 ⎞ ⎜ ⎟ ⎟ −1 ⎜ ⎜ Δ y 12 ⎟ = R (ϕ 1 , λ1 ) ⎜ e 2 ⎟ ⎜ Δz ⎟ ⎜u ⎟ ⎝ 12 ⎠ ⎝ 2⎠
⎛ − sin ϕ1 cos λ ⎜ Dimana : R (ϕ1 , λ1 ) = ⎜ − sin λ1 ⎜ cos ϕ cosλ 1 1 ⎝
(2.4) − sin ϕ1 sin λ 1 cos λ1 cos ϕ1 sin λ1
cos ϕ1 ⎞ ⎟ 0 ⎟ sin ϕ1 ⎟⎠
(2.5)
⎛ Δx12 ⎞ ⎜ ⎟ Delta ⎜ Δy12 ⎟ , digunakan untuk mencari nilai koordinat geosentrik titik 2. ⎜ Δz ⎟ ⎝ 12 ⎠
2. Konversi koordinat geodetik titik 1 ke koordinat geosentrik menggunakan persamaan (2.1)
9
3. Jumlahkan delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 dengan koordinat geosentrik titik 1. ⎛ x 2 ⎞ ⎛ Δx12 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ y 2 ⎟ = ⎜ Δy 12 ⎟ + ⎜ z ⎟ ⎜ Δz ⎟ ⎝ 2 ⎠ ⎝ 12 ⎠
⎛ x1 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ y1 ⎟ ⎜z ⎟ ⎝ 1⎠
(2.6)
3. Konversikan koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geodetik menggunakan metode bowring pada persamaan (2.2) Konversi koordinat geodetik ke koordinat toposentrik juga dapat dilakukan dengan cara mengasumsikan salah satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem koordinat toposentrik (misalnya : titik 1 bernilai (0,0,0)) 1. Konversi koordinat geodetik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geosentrik menggunakan persamaan (2.1) 2. Hitung delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 : ⎛ Δx12 ⎞ ⎛ x 2 ⎞ ⎛ x1 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ Δy 12 ⎟ = ⎜ y 2 ⎟ - ⎜ y 1 ⎟ ⎜ Δz ⎟ ⎜ z ⎟ ⎜ z ⎟ ⎝ 12 ⎠ ⎝ 2 ⎠ ⎝ 1 ⎠
(2.7)
3. Hitung koordinat toposentrik titik 2 : ⎛ n2 ⎞ ⎛ Δ x12 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎜ e 2 ⎟ = R (ϕ 1 , λ1 )⎜ Δ y 12 ⎟ ⎜u ⎟ ⎜ Δz ⎟ ⎝ 2⎠ ⎝ 12 ⎠
(2.8)
Dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa sistem koordinat geodetik dan toposentrik memiliki keterkaitan erat. Selain dapat dilakukan konversi koordinat satu sama lain, keterkaitan lainnya adalah n(north) pada sistem toposentrik mengacu pada utara geodetik dan u(up) yang tegak lurus n(north) titik nolnya mengacu pada garis gaya berat bumi, maka penentuan posisi geodetik yang dilakukan di sistem koordinat toposentrik pun dapat dilakukan dengan sederhana. II.3 Proyeksi peta Proyeksi peta merupakan model matematik untuk mengkonversi posisi tiga-dimensi suatu titik di permukaan bumi ke representasi posisi dua-dimensi di bidang peta (bidang datar) [Kosasih Prijatna,2005].Gambar berikut ini merupakan ilustrasinya :
10
ϕ, λ, h ⎯konversi ⎯⎯→ x, y
Gambar.II.3. Konversi ke bidang datar [Kosasih Prijatna,2005].
Dalam melakukan konversi posisi geodetik di permukaan bumi ke bidang proyeksi akan menghasilkan distorsi. Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan dan kelebihan. Apabila satu atau dua jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar. Sehingga pemilihan model proyeksi peta disesuaikan dengan kebutuhan. Pemilihan model proyeksi peta biasanya didasarkan pada : •
Posisi daerah, bentuk dan ukuran daerah yang akan dipetakan.
•
Kegunaan peta bersangkutan.
Pekerjaan pemetaan untuk keperluan pembuatan peta dasar Indonesia saat ini menggunakan Transverse Mercator (TM). Proyeksi Transverse Mercator adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini secara geometris silindernya menyinggung bola bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral (meridian tengah).
Gambar.II.4 Proyeksi Transverse Mercator [Kosasih Prijatna, 2005].
Pada meridian sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang meridian akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke Barat atau ke Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi lebih besar jika lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator. Dengan adanya distorsi yang makin membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi TM diusahakan suatu cara untuk memperkecil distorsi tersebut, yaitu dengan cara membagi daerah-
11
daerah dalam zone-zone (daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh dua buah meridian) yang sempit dan lebar zone yang lebih kecil. Untuk memperkecil distorsi pada bidang proyeksi TM maka digunakanlah sistem proyeksi UTM. Sistem proyeksi UTM sebenarnya merupakan bidang proyeksi TM yang dibagi tiap zonanya sebesar 6 derajat, dengan ketentuan yang sifatnya universal. Sistem grid dan proyeksi ini dapat digunakan baik untuk pekerjaan pemetaan topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya yang memerlukan ketelitian untuk penentuan posisi. Di Indonesia sistem proyeksi UTM digunakan oleh instansi Bakosurtanal, biasanya untuk keperluan pemetaan skala sedang. Selain sistem proyeksi UTM digunakan pula sistem proyeksi TM3. Serupa halnya dengan sistem proyeksi UTM, sistem proyeksi TM3 pun merupakan sistem proyeksi UTM yang dibagi tiap zonanya menjadi lebih kecil dari 6 derajat menjadi 3 derajat setiap zonanya, sehingga distorsi yang dihasilkan akan semakin kecil. Di Indonesia sistem proyeksi TM3 digunakan oleh instansi BPN, biasanya untuk keperluan peta skala besar dalam pendaftaran tanah (penjelasan lebih lengkap mengenai sistem proyeksi terdapat pada Bab Lampiran). II.3.1 Penghitungan koordinat bidang proyeksi Penghitungan koordinat di bidang proyeksi, baik untuk proyeksi UTM ataupun TM3 dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus trigonometri di bidang datar sebagai berikut : x = x + d sin α
(2.9)
y = y + d cos α
Dimana : d = Jarak proyeksi
α = Sudut jurusan di bidang proyeksi II.4 Model hitungan penentuan posisi geodetik di sistem koordinat proyeksi Penentuan posisi geodetik dua dimensi dapat dihitung dengan memanfaatkan sistem koordinat proyeksi sebagai bidang perantara hitungan. Berikut ini adalah algoritma hitungan koordinat geodetik di sistem koordinat proyeksi :
12
Koordinat geodetik min 2 titik hasil pengamatan GPS
Data sudut horizontal dan jarak ruang
Konversi koordinat
Reduksi ke bidang Proyeksi
Koordinat proyeksi (2D)
Data di bidang Proyeksi
Proses hitungan
Koordinat Proyeksi (2D)
Konversi koordinat Koordinat Geodetik
Gambar.II.5 Penghitungan koordinat keodetik di sistem koordinat proyeksi
Dalam penelitian tugas akhir ini, digunakan sistem proyeksi UTM dan TM3 sebagai bidang perantara hitungan.Untuk melakukan penghitungan koordinat geodetik di sistem koordinat proyeksi, langkah pertama yang dilakukan adalah terlebih dahulu melakukan reduksi data sudut horizontal dan jarak ruang hasil pengukuran terestris menggunakan Total Station di permukaan bumi ke bidang ellipsoid , kemudian data sudut horizontal dan jarak di bidang ellipsoid tersebut direduksi lagi ke bidang proyeksi. Lebih jauh mengenai proses reduksi, akan dijelaskan sebagai berikut : II.4.1 Reduksi data ukuran di permukaan bumi Proses reduksi data sudut horizontal dan jarak di permukaan bumi ke bidang proyeksi atau bidang datar dilakukan agar data tersebut dapat digunakan untuk melakukan penentuan posisi geodetik yang dihitung di sistem koordinat Proyeksi (sistem koordinat bidang datar).Adapun prosedur reduksi data ukuran tersebut adalah sebagai berikut : Data, sudut horizontal dan jarak di permukaan bumi
Reduksi ke Bidang Ellipsoid
Reduksi ke Bidang Proyeksi
Gambar.II.6 Proses reduksi data sudut horizontal dan jarak
13
II.4.1.a Reduksi sudut horizontal dan jarak di prmukaan bumi ke bidang Ellipsoid. Dalam melakukan reduksi sudut horizontal dan jarak dipermukaan bumi ke bidang ellipsoid, perlu dipertimbangkan efek geometrik dan gravimetrik. Adapun dua efek geometrik tersebut adalah skew normal correction dan irisan normal geodesik, sedangkan efek gravimetrik tersebut adalah koreksi efek defleksi vertikal. Berikut akan dibahas mengenai efek geometrik dan gravimetrik yang di perhitungkan dalam proses reduksi sudut horizontal dan jarak : 1. Komponen reduksi di bidang ellipsoid •
Efek Geometrik
δh = Skew-Normal Correction Untuk posisi target bidik di atas ellipsoid, titik target dan proyeksinya di atas permukaan ellipsoid tidak terletak pada bidang normal yang sama apabila dilihat dari alat theodolit maka perlu dipertimbangkan skew normal correction. Berikut ini merupakan persamaan untuk mencari skew normal correction [Krakiwsky, 1973] : ⎛ h2 2 ⎞ e sin α 12 cos α 12 cos 2 ϕ 2 ⎟⎟ ⎝Mm ⎠
δh ′′ = ρ ′′⎜⎜ Mm =
(2.10)
M1 + M 2 2
Dimana : h2 = tinggi geodetik titik P2 Pemukaan bumi
P2’ Pemukaan bumi
' 12
P2’’
s
P2
r is
no
rm
al
di
P1
2 i P al d orm is n
Ga
n si
Gar
P1
e
α12 α
δh P1
φ2 = lintang geodetik titik P2
aan
e re ref
Sumbu putar ellipsoid referensi
P1’
α12 = asimut sisi P1-P2 ρ” = 180/pi*3600
m uk Per
so i d lli p
n1
n2
Gambar.II.7 Skew-Normal correction
14
M1 dan M2 masing-masing adalah radius lengkung meridian pada titik P1 dan P2 0 Efek skew normal correction akan terlihat signifikan saat ϕ 2 = 45 dan h2 = 200atau1000
,efek skew normal correction ( δh" ) akan bernilai = 0,008”dan 0,05”. δg = Koreksi Irisan Normal-Geodesik Saat melakukan pengukuran arah ke titik target seharusnya adalah arah garis geodesik, bukannya arah irisan normal, maka untuk melakukan reduksi ukuran yang berhubungan dengan sudut perlu dilakukan koreksi irisan normal geodesik. Berikut ini merupakan persamaan untuk mencari koreksi irisan normal geodesik [Krakiwsky, 1973]: ⎛ e 2 s 2 cos 2 ϕ m sin 2α 12 δg ′′ = ρ ′′⎜⎜ 12 N m2 ⎝
ϕm = Nm =
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
ϕ1 + ϕ 2
(2.11)
2 N1 + N 2 2
Dimana : α12 = asimut sisi P1-P2 S = jarak di bidang ellipsoid
ϕ m = lintang rata-rata titik 1 dan 2 P2 δ
al m or N
Δ
to
id so lip l e k si de eo G
al m or N
n io ct e s
δ
P1
Gambar.II.8 Normal geodesik
N1 dan N2 masing-masing adalah radius lengkung vertikal utama pada titik P1 dan P2
Normal section akan terlihat signifikan saat δh" = 0”, α 12 = 45° dan s = 200 km, 100 km dan 50 km, yaitu akan bernilai δg 0,12” 0,02” dan 0,006”.
15
•
Efek Gravimetrik
δθ = Koreksi Efek Defleksi Vertikal
ia n
Ketika
B id
ang M e
r id
P2 ’
θ
P’1
sudut
Terrain
horizontal, sumbu vertikal Total
Δh
Station harus berimpit dengan
α12' α12
P2”’
arah vektor gaya berat. Agar sudut horizontal mengacu pada
P2 ”
Plumbline
mengukur
ellipsoid referensi, maka sudut
Terrain N or m a
l to e llipso
horizontal id
tersebut
harus
dikoreksi dengan efek defleksi vertikal.
Gambar.II.9 Koreksi efek defleksi vertikal
Berikut merupakan persamaan untuk mencari efek defleksi vertikal [Krakiwsky, 1973]: : δθ ′′ = −(ξ1 sin α 12 − η1 cos α 12 ) cot z (2.12) ξ1,η1 = komponen defleksi vertikal di P1 = sudut zenit dari titik P1 ke P2
z
Defleksi vertikal akan terlihat signifikan saat θ = 20 0 , Z = 80 0 , defleksi vertikal akan bernilai 2”-3”.
2. Reduksi pada sudut horizontal dan jarak ke bidang elllipsoid Efek geometrik dan gravimetrik seperti yang dijelaskan diatas merupakan komponen yang perlu diperhitungkan dalam melakukan reduksi jarak dan sudut horizontal hasil ukuran di permukaan bumi. Berikut ini akan dibahas mengenai komponen-komponen reduksi yang diterapkan dalam upaya melakukan reduksi ukuran jarak dan sudut horizontal di permukaan bumi ke bidang ellipsoid : •
Reduksi Sudut Horizontal
Pada ukuran sudut horizontal dilakukan koreksi defleksi vertikal, skew normal corection dan koreksi normal geodesik. Adapun proses koreksi tersebut dilakukan sebagai berikut : u β123 = α13u − α12u u β123 = β123 + (δh13 − δh12 ) + (δg13 − δg12 ) + (δθ13 − δθ12 ) (2.13) u β 123 = sudut horisontal ukuran
16
•
Reduksi Jarak Ruang
Reduksi jarak ruang d ke jarak dipermukaan ellipsoid S dapat dilakukan sebagai berikut : jika θ = S = S , maka jarak di bidang ellipsoid adalah : R h+R R S = (2.14) d R+h d Dimana : h
S
d = jarak di permukaan bumi h = tinggi di permukaan ellipsoid
R
θ
S = jarak di bidang ellipsoid R = radius Euler
θ = sudut yang dibentuk jarak ke pusat ellipsoid Gambar.II.10 Reduksi jarak ruang
II.4.1.b Reduksi sudut horizontal dan jarak di bidang Ellipsoid ke bidang Proyeksi Reduksi sudut horizontal dan jarak ke bidang proyeksi dilakukan setelah data sudut horizontal dan jarak telah direduksi ke bidang ellipsoid. Berikut ini merupakan proses reduksi yang akan dilakukan :
1. Reduksi Sudut horizontal di Bidang Ellipsoid ke Bidang Proyeksi Jika
Y
merupakan
sudut
horizontal
ukuran,
sementara (T − t )12 merupakan perbedaan antara grid
2
azimuth proyeksi jarak geodesik T12 dan grid azimuth
T12 (T-t)12
t12
∗ a213
garis singgung jarak geodesik t12 , lalu serupa halnya a213
dengan (T − t )13 , maka dapat dirumuskan :
a*213
1
X (T-t)13
3
∗ a 213 = a 213 + (T − t )12 + (T − t )13
(2.15)
Yang merupakan persamaan untuk melakukan reduksi sudut horizontal ellipsoid ke bidang proyeksi.
Gambar.II.11 Reduksi pada sudut horizontal
Berikut ini merupakan persamaan matematis untuk mencari koreksi ”T minus t” Proyeksi TM ,UTM dan TM3 [Krakiwsky, 1973] :
17
Sudut antara proyeksi Geodesik dengan tali busur (TM) : ( y 2 − y1 )(2 x1 + x 2 ) 6 Rm2 Rm = MN Sedangkan ntuk UTM dan TM3: (T − t )12 =
(T − t )12 =
( y 2 − y1 )(2 x1 + x 2 ) 6 Rm2 k 02
(2.16a);
(2.16c);
(T − t ) 21 = −
( y 2 − y1 )( x1 + 2 x 2 ) 6 Rm2
(T − t ) 21 = −
( y 2 − y1 )( x1 + 2 x 2 ) 6 Rm2 k 02
UTM : k0= 0.9996 ;
(2.16b)
(2.16d)
TM30: k0= 0.9999 ;
2. Reduksi Jarak Bidang Ellipsoid ke Bidang Proyeksi Karena bidang ellipsoid berbeda dengan bidang proyeksi maka jarak di bidang ellipsoid (jarak geodesik) juga memiliki panjang yang berbeda dengan jarak proyeksi. Berikut ini merupakan persamaan yang digunakan untuk mereduksi jarak geodesik ke jarak proyeksi .
[Krakiwsky, 1973] :
Y
2
d12 = m × S12∗
(2.17)
Dimana :
d12
m = faktor skala garis;
S12
d
1
= jarak di proyeksi;
S12∗ = jarak geodesik;
X Gambar.II.12 Reduksi pada jarak
dalam hal ini m adalah faktor skala garis, berikut persamaannya : m≡
d 1 1 4 1 =( ( + + )) −1 S 6 k1 k 2 k 3
(2.18)
k1 , k 2 , k 3 = masing masing adalah faktor skala titik, yang dihitung menggunakan
persamaan berikut :
cos 2 ϕ k i = k 0 (1 + Δλ .....) 2 2
(2.19) Dimana : Δλ = λ − λ0
Dapat diartikan bahwa, faktor skala titik merupakan perbandingan perbedaan jarak di peta dengan perbedaan jarak di elipsoid, sedangkan faktor skala garis adalah fungsi dari tiga faktor skala titik, titik di awal, di tengah, dan di akhir garis. Dengan kata lain faktor
18
skala garis adalah rata-rata skala garis yang digunakan untuk melihat perbedaan atara panjang garis geodesik dengan panjang garis proyeksi geodesik.
II.4.2 Penghitungan koordinat geodetik Setelah proses reduksi dilakukan pada sudut horizontal dan jarak, maka sudut horizontal dan jarak tersebut kini telah berada pada bidang proyeksi/datar , sehingga penghitungan koordinat di bidang proyeksi/datar dapat dilakukan. Sebelum dilakukan penghitungan koordinat, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan konversi koordinat geodetik minimal dua titik hasil pengamatan GPS ke dalam sistem koordinat proyeksi UTM dan TM3. Sistem proyeksi UTM dan sebenarnya merupakan sistem proyeksi TM yang dibagi menjadi zona-zona kecil. Proses konversi koordinat ini dapat dilakukan dengan cara mengkonversikan koordinat geodetik ke sistem koordinat TM terlebih dahulu, kemudian selanjutnya dapat diketahui dalam sistem koordinat UTM dan TM3 dengan mendefinisikan meridian sentral, faktor perbesaran dan koordinat semu masingmasing sistem proyeksi. Konversi koordinat ini dapat dilakukan menggunakan persamaan berikut [Krakiwsky, 1973]: Konversi Koordinat Geodetik ke Koordinat Proyeksi TM Δλ3 cos 3 ϕ (1 − t 2 + η 2 ) + 6 Δλ5 cos 5 ϕ 2 (5 − 18t + t 4 14η 2 − 58t 2η 2 + 13η 4 + 4η 6 − 64η 4 t 2 − 24η 6 t 2 ) + 120 Δλ7 cos 7 ϕ (61 − 479t 2 + 179t 4 − t 6 ) 5040 f (q) Δλ2 Δλ4 y = N ×( + sin ϕ cos ϕ + sin ϕ cos 3 ϕ (5 − t 2 + 9η 2 + 4η 4 ) + N 2 24 Δλ6 5 2 4 sin ϕ cos ϕ (61 − 58t + t + 270η 2 − 330t 2η 2 + 445η 4 + 324η 6 − 680η 4 t 2 + 88η 8 − 720 Δλ8 (2.20) 600η 6 t 2 − 192η 8 t 2 ) + sin ϕ cos 7 ϕ (1385 − 311t 2 + 543t 4 − t 6 )) 40320 dimana : x = N × (Δλ × cos ϕ +
ϕ
f ( q ) = ∫ M dϕ
t = tan ϕ
0
Setelah dilakukan konversi koordinat geodetik ke koordinat proyeksi UTM dan TM3 , selanjutnya dapat ditentukan sudut jurusan masing-masing dari minimal dua titik hasil pengamatan GPS menggunakan persamaan berikut :
19
α = tan −1 (
Δx ) Δy
(2.21)
Untuk mendapatkan sudut jurusan titik-titik lainnya, dapat dilakukan penghitungan cara geometris menggunakan
sudut horizontal yang telah direduksi ke bidang proyeksi.
Setelah didapat sudut jurusan di semua titik yang akan ditentukan nilai koordinatnya, selanjutnya dilakukan penghitungan koordinat proyeksi UTM dan TM3 menggunakan rumus-rumus trigonometri di bidang datar seperti pada persamaan (2.9). Untuk mendapatkan koordinat geodetik sebagai hasil akhir, selanjutnya dilakukan konversi koordinat proyeksi UTM dan TM3 hasil hitungan diatas ke dalam sistem koordinat geodetik. Konversi koordinat proyeksi UTM dan TM3 ke koordinat geodetik juga dilakukan dengan menggunakan sistem proyeksi TM sebagai bidang perantara. Berikut ini merupakan persaamaan matematis yang dapat digunakan untuk melakukan konversi koordinat proyeksi TM ke koordinat geodetik [Krakiwsky, 1973]: Konversi Koordinat Proyeksi TM ke Koordinat Geodetik x 1 x 3 − ( ) (1 + 2t12 + η12 ) + N1 6 N1 1 x 5 ( ) (5 + 6η12 + 28t12 − 3η14 + 8t12η12 + 24t14 − 4η16 + 4t12η14 + 24t12η16 ) − 120 N 1 1 x ( ) 7 (61 + 662t12 + 1320t14 + 720t16 ) 5040 N 1 t1 x 2 t1 x 4 ϕ = ϕ1 − + (5 + 3t12 + η12 − 4η14 − 9η12 t12 ) − 3 2M 1 N 1 24M 1 N 1 Δλ = sec ϕ1 (
t1 x 6 (61 − 90t12 + 46η12 + 45t14 − 252t12η12 − 3η14 + 100η16 − 66t12η14 − 90t14η12 + 5 720M 1 N 1 t1 x 8 88η18 + 225t14η12 + 84t12η18 − 192t12η18 ) + (1385 + 3633t12 + 4095t14 + 1575t16 ) 7 40320M 1 N 1 (2.22) dimana :
ϕ1 = lintang kaki (foot point), yang dihitung secara iteratif menggunkan Metode NewtonRapshon. Penjelasan lebih rinci dapat dilihat di Krakiwsky(1973).
20
II.5 Model hitungan penentuan posisi di sistem koordinat toposentrik Selain di sistem koordinat proyeksi, penentuan koordinat geodetik dengan memanfaatkan data kombinasi metode GPS dn Total Station juga dapat dilakukan di sistem koordinat toposentrik..Gambar.III.10 di berikut merupakan algoritma penghitungan koordinat geodetik di sistem koordinat toposentrik : Koordinat geodetik min 2 titik hasil pengamatan GPS
Konversi koordinat Data sudut miring, sudut horizontal dan jarak ruang
Koordinat toposentrik
Proses hitungan
Koordinat Toposentrik Konversi koordinat
Koordinat Geodetik Gambar.II.13 Penghitungan koordinat geodetik di sistem koordinat toposentrik
Penentuan koordinat geodetik di sistem koordinat toposentrik dapat dilakukan dengan mengkombinasikan data hasil pengamatan GPS untuk mendapatkan minimal dua koordinat awal sebagai acuan dan data hasil pengukuran terestris menggunakan instrument Total Station untuk mendapatkan data jarak, sudut horizontal dan sudut vertikal. Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan konversi koordinat geodetik hasil pengukuran menggunakan GPS ke dalam sistem koordinat toposentrik. Konversi koordinat geodetik ke koordinat toposentrik dilakukan dengan cara mengasumsikan salah 21
satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem koordinat toposentrik (misalnya : titik 1 bernilai (0,0,0) dan titik 2 (n,e,u)). Berikut ini tahapan konversi koordinat geodetik ke koordinat toposentrik : 1. Konversi koordinat geodetik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geosentrik menggunakan persamaan (2.1) 2. Hitung delta geosentrik titik 1 dan titik 2 menggunakan persamaan (2.7) : 3. Menghitung koordinat toposentrik titik dua menggunakan persamaan (2.8) : Setelah dilakukan konversi koordinat, selanjutnya koordinat toposentrik tersebut dapat digunakan untuk mencari sudut jurusan sebagai berikut :
α = tan −1 (
e ) n
(2.23)
Untuk mendapatkan sudut jurusan titik-titik lainnya, dapat dilakukan penghitungan cara geometris menggunakan
sudut horizontal hasil pengukuran Total Station. Lalu
penghitungan koordinat toposentrik dapat dilakukan dengan mengkombinasikan data sudut jurusan ( α ) dengan data sudut horizontal, sudut miring dan jarak hasil pengukuran terestris menggunakan instrumen Total Station, adapun penghitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.3). Setelah dilakukan penghitungan, selanjutnya koordinat toposentrik tersebut dikonversi ke dalam sistem koordinat geodetik. Konversi koordinat toposentrik ke sistem koordinat geodetik dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah menggunakan metode Bowring seperti pada persamaan (2.2).
22