BAB II BIMBINGAN KONSELING DAN KEDISIPLINAN
A. Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling a. Pengertian Bimbingan Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata “Guidance” berasal dari kata kerja “to guide” yang mempunyai arti ”menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu”. Sesuai dengan istilahnya, maka secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu bantuan atau tuntunan1 Menurut Rahman Natawidjaja yang dikutip oleh Hallen A. dalam bukunya yang berjudul “Bimbingan dan Konseling”, bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umumnya. Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan
1
Hallen A., Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 3.
19
20
masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.2 b. Pengertian Konseling Secara etimologis, istilah konseling barasal dari bahasa Latin, yaitu “cinsilium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau “menyampaikan”.3 Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan dimana proses pemberian bantuan itu berlangsung melalui wawancara dalam serangkaian pertemuan langsung dan tatap muka antara guru pembimbing/ konselor dengan klien; dengan tujuan agar klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki kearah perkembangan yang optimal, sehingga ia dapat mencapai kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.4 Menurut Jones yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti dalam
bukunya
Konseling”,
yang
konseling
berjudul adalah
“Dasar-dasar kegiatan
Bimbingan
dimana
semua
dan fakta
dikumpulkan dan semua pengalaman siswa difokuskan pada masalah
2
Ibid., hlm. 5. Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Cet. Ke-2 (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 99. 4 Hallen A., op. cit., hlm. 11. 3
21
tertentu untuk diatasi sendiri oleh yang bersangkutan, dimana ia diberi bantuan pribadi dan langsung dalam pemecahan masalah itu. Konselor tidak memecahkan masalah untuk klien. Konseling harus ditujukan pada perkembangan yang progresif dari individu untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri tanpa bantuan.5 Bimbingan dan konseling adalah upaya dalam memberikan pelayanan bantuan kepada anak didik agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal. Pelayanan bantuan ini bisa dilakukan kepada anak didik secara perorangan atau kelompok. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka membantu anak didik dalam mengembangkan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan merencanakan kehidupan yang lebih baik di masa depan.6 Pemberian bantuan kepada anak didik ini dipandang penting agar mereka dapat memilih, mempersiapkan diri, memegang tanggung jawab, dan mendapatkan hal yang berharga dari keputusan yang diambilnya. Dengan demikian, bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada anak didik agar dapat memahami dirinya sehingga sanggup mengarahkan diri dan bertindak dengan baik sesuai dengan perkembangan jiwanya. Upaya ini dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.7
5
Prayitno dan Erman Amti, op. cit., hlm. 100. Akhmad Muhaimin Azzet, Bimbingan & Konseling di Sekolah, Cet. Ke-3 (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 10. 7 Ibid., hlm. 11. 6
22
2. Fungsi Bimbingan dan Konseling Bimbingan dan konseling berfungsi sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar masing-masing peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah:8 a. Fungsi Pemahaman Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Fungsi pemahaman ini meliputi: 1) Pemahaman tentang diri peserta didik, terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umunya dan guru pembimbing. 2) Pemahaman tentang lingkungan peserta didik, termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya dan guru pembimbing. 3) Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/ pekerjaan dan informasi sosial dan budaya/ nilai-nilai), terutama oleh peserta didik.
8
Hallen A., op. cit., hlm. 60.
23
b. Fungsi Pencegahan Fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugiankerugian tertentu dalam proses perkembangannya. c. Fungsi Pengentasan Melalui fungsi pengentasan
ini pelayanan bimbingan dan
konseling akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya, jenisnya maupun bentuknya. d. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan Fungsi
pemeliharaan
dan
pengembangan
adalah
fungsi
bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan.
24
e. Fungsi Advokasi Fungsi advokasi yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal.9
3. Tujuan Bimbingan dan Konseling a. Tujuan umum Tujuan umum bimbingan dan konseling
adalah untuk
membantu memperkembangkan individu secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingungannya. Dalam kaitan ini, bimbingan dan konseling membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan,
pandangan,
keterampilan
interpretasi,
pilihan,
penyesuaian
dan
yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungannya.10 b. Tujuan Khusus Secara khusus, bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar (akademik), dan karier. 9
Ibid., hlm. 60. Prayitno dan Erman Amti, op. cit., hlm. 114.
10
25
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah: 1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah/madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umunya. 2) Bersikap
respek
terhadap
orang
lain,
menghormati
atau
menghargai orang lain, dan tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. Juga memiliki rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas dan kewajibannya. 3) Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship) yang
diwujudkan
dalam
bentuk
hubungan
persahabatan,
persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.11 Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut: 1) Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar dan memahami berbagai hambatan yang mungkin akan muncul dalam proses belajar yang dialaminya. 2) Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian
11
Jamal Ma’mur Asmani, op. cit., hlm. 53-54.
26
terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan. 3) Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, menggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian.12 Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karier adalah sebagai berikut: 1) Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat, dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan. 2) Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja, dalam arti mau bekerja dalam pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya dan sesuai dengan norma agama. 3) Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang cita-cita kariernya di masa depan.13
4. Layanan Bimbingan dan Konseling a. Layanan Orientasi Layanan orientasi adalah layanan bimbingan yang dilakukan untuk memperkenalkan siswa baru dan atau seseorang terhadap lingkungan yang baru dimasukinya. Pemberian layanan ini bertolak
12 13
Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit., hlm. 16. Ibid., hlm. 17.
27
dari anggapan bahwa memasuki lingkungan baru bukanlah hal yang selalu dapat berlangsung dengan mudah dan menyenangkan bagi setiap orang.14 Hasil
yang
diharapkan
dari
layanan
orientasi
ialah
mempermudah penyesuaian diri siswa terhadap kehidupan sosial, kegiatan belajar dan kegiatan lain yang mendukung keberhasilan siswa. Demikian juga orang tua siswa, dengan memahami kondisi, situasi dan tuntutan sekolah anaknya akan dapat memberikan dukungan yang diperlukan bagi keberhasilan belajar anaknya.15 b. Layanan Informasi Layanan informasi yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan, informasi jabatan) yang
dapat
dipergunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
dan
pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik (klien).16 Informasi terkait dengan proses belajar mengajar ini meliputi informasi tentang peralatan apa saja yang dibutuhkan, tujuan dari belajar atau hasil yang ingin dicapai, cara belajar yang efektif, segala sesuatu yang berkaitan dengan cara berkomunikasi dan kehidupan secara sosial dan budaya, maupun berbagai hal yang berkaitan dengan pendidikan.17
14
Prayitno dan Erman Amti, op. cit., hlm. 255. Hallen A., op .cit., hlm. 81. 16 Ibid., hlm. 82. 17 Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit., hlm. 62. 15
28
c. Layanan Penempatan dan Penyaluran Layanan penempatan dan penyaluran yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, kegiatan ekstrakurikuler). Penempatan dan penyaluran ini sesuai dengan potensi, bakat, minat, serta kondisi pribadinya.18 d. Layanan Pembelajaran Layanan pembelajaran adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajar, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.19 Layanan pembelajaran ini dimaksudkan untuk memunginkan peserta didik memahami dan mengembangkan sikap dan kebiasaan yang baik, keterampilan dan materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta tuntutan kemampuan yang berguna dalam kehidupan dan perkembangan optimal dirinya.20
18
Jamal Ma’mur Asmani, op.cit., hlm. 114. Zainal Aqib, op.cit., 81. 20 Hallen A., op. cit., hlm. 84. 19
29
e. Layanan Konseling Perorangan Layanan konseling perorangan yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) mendapat layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah pribadi yang dideritanya.21 f. Layanan Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersamasama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama guru pembimbing) dan atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk perkembangan dirinya dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.22 g. Layanan Konseling Kelompok Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Masalah yang dibahas itu
21 22
Ibid., hlm. 85. Zainal Aqib, loc.cit.
30
adalah masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.23
B. Kedisiplinan 1. Pengertian Kedisiplinan Secara etimologi disiplin berasal dari bahasa Latin “disibel” yang berarti pengikut. Seiring dengan perkembangan zaman, kata tersebut mengalami perubahan menjadi “disipline” yang artinya kepatuhan atau menyangkut tata tertib. Disiplin berarti latihan batin dan watak dengan selalu mentaati tata tertib.24 Secara ilmiah disiplin yaitu cara pedekatan yang megikuti ketentuan yang pasti dan konsisten untuk memperoleh pengertian dasar yang menjadi sasaran studi.25 Disiplin adalah tingkat konsentrasi dan konsekuensi seseorang terhadap suatu komitmen atau kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai, waktu dan proses pelaksanaan suatu kegiatan.26 Menurut Zaenal Aqib, disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.27 Sedangkan menurut Moh. Shochib, disiplin adalah kepatuhan menjalankan peraturan dan hukum karena kesadaran diri bukan takut
23 24
254.
25
Jamal Ma’mur Asmani, op. cit., hlm. 116. WJS. Purwardarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka), hlm.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Cet. Ke-3, Edisi ke-4 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), hlm. 208. 26 Depdikbud, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), hlm. 147. 27 Zaenal Aqib, op. cit., hlm.129.
31
sanksi.28 Disiplin dimengerti sebagai cara utuk membantu anak agar dapat mengembangkan
pengendalian
diri.
Dengan
disiplin
anak
dapat
memperoleh batasan untuk memperbaiki tingkah lakunya yang salah.29 Elizabeth B. Hurlock yang dikutip oleh Singgih D. Gunarsa menerangkan disiplin sebagai suatu proses dari latihan atau belajar yang bersangkut paut dengan pertumbuhan dan perkembangan.30 Pribadi yang memiliki dasar-dasar dan mampu mengembangkan kedisiplinan diri berarti memiliki keteraturan diri berdasarkan acuan nilai moral. Anak yang mengembangkan disiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara.31 Anak yang berdisiplin diri menampilkan perilaku yang patuh dan taat terhadap nilai moral. Pengupayaannya dilakukan melalui latihan, pembiasaan, dan penyadaran kepada anak.32 Lembaga pendidikan khususnya pendidikan formal merupakan tempat yang sangat berpotensi untuk mengembangkan sikap kedisiplinan yaitu dengan adanya pemberian hukuman dan hadiah. Kedisiplinan merupakan dasar pembinaan sikap dan jiwa setiap anak didik. Kedisiplinan adalah suatu sikap dan perilaku yang mencerminkan ketaatan 28
Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm.3. 29 Dian Ibung, Mengembangkan Nilai Moral pada Anak (Jakarta: Gramedia, 2009), hlm. 82. 30 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Cet. Ke-13 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), hlm. 81. 31 Moh. Shochib, loc. cit. 32 Ibid., hlm. 36.
32
dan kepatuhan terhadap peraturan, tata tertib, norma-norma yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri dalam menaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kedisiplinan adalah sekumpulan tingkah laku individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa kepatuhan dan ketaatan seseorang, yang didukung oleh kesadaran untuk menghormati serta melaksanakan suatu keputusan, perintah dan peraturan-peraturan yang berlaku dalam rangka pencapaian tujuan. Kedisiplinan dibentuk serta berkembang melalui latihan dan pendidikan sehingga terbentuk kesadaran dan keyakinan dalam dirinya untuk berbuat tanpa paksaan. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar seseorang selalu patuh pada peraturan.
2. Bentuk-betuk Disiplin a. Disiplin Otoriter Disiplin otoriter mengutamakan peraturan yang ketat agar tujuan yang ditetapkan tercapai. Tidak disertai atau hanya sedikit sekali penghargaan yang menyertai, sementara hukuman siap menanti setiap kegagalan atau penyimpangan dari aturan tersebut, walau hanya
33
sedikit.33 Orang tua menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk, dan tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Jika anak tidak memenuhi tuntutan orang tua, ia akan diancam dan dihukum. Orang tua memerintah dan memaksa tapa kompromi. Anak lebih merasa takut kalau tidak melakukan da bukan karena kesadaran apalagi dengan senang hati melakukan. Cara otoriter memang bisa diterapkan pada permulaan usaha menanamkan disiplin, tetapi hanya bisa pada hal-hal tertentu atau ketika si anak berada pada masa perkembangan dini yang masih sulit menyerap pengertian-pengertian. Cara otoriter masih bisa dilakukan asal memperhatikan bahwa dengan cara tersebut anak merasa terhindar, aman dan tidak menyebabkan anak ketakutan, kecewa, menderita
sakit
karena
dihukum
secara
fisik.
Cara
otoriter
menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak. Inisiatif dan aktivitas-aktivitasnya menjadi tumpul. Secara umum kepribadiannya lemah, demikian pula kepercayaan dirinya.34 b. Disiplin Permisif Disiplin jenis ini sebetulnya adalah bentuk disiplin yang tidak atau haya sedikit menerapkan disiplin. Anak dibiarkan bebas melakukan apa yang ingin dia lakukan, tanpa pengarahan akan tingkah
33 34
Dian Ibung, op. cit., hlm 103. Singgih D. Gunarsa, op. cit., hlm. 83.
34
laku yang diharapkan dari lingkugan sosialnya, dan tanpa kosekuensi negatif dari tindakannya tersebut. Anak yang dididik dengan disiplin ini umumya tumbuh menjadi anak yag penuh ketakutan, cemas, dan sangat agresif. Ini karena mereka sering kali bingung da merasa tidak aman, tidak tahu harus bagaimana ketika harus melakukan sesuatu. Mereka juga sering diejek teman-temannya karea sikap mereka yang tidak menyenangkan sebagai akibat didikan tipe ini. Sikap anak sering kali tidak menyenangkan, bahkan mengganggu tema-temannya.35 c. Disiplin Demokratis Disiplin ini mensyaratkan penjelasan mengenai peraturan yang diterapkan, adaya diskusi antara penentu peraturan dengan pelaku peraturan, serta adanya pemahaman dari pelaku peraturan akan aturan yang berlaku. Tujuan dari disipli jenis ini adalah utuk melatih anak mengembagkan kotrol atas tingkah laku mereka sendiri sehingga mereka dapat melakukan apa yang diharapkan, walau tanpa kontrol dari pihak lain. Dengan kata lain, menjadi anak yang mau bekerja sama.36 Cara ini memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, anak dan orang tua. Keinginan dan pendapat anak diperhatikan dan kalau sesuai dengan 35 36
Dian Ibung, op. cit., hlm. 106. Ibid., hlm. 109.
35
norma-norma pada orang tua, maka disetujui untuk dilakukan. Sebaliknya kalau keinginan dan pendapatnya tidak sesuai, kepada anak diterangkan secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan perbuatannya, kalau baik perlu dibiasakan dan kalau tidak baik hendaknya tidak diperlihatkan lagi. Dengan cara demokratis ini pada anak tumbuh rasa tanggung jawab untuk memperlihatkan sesuatu tingkah laku dan selanjutnya memupuk kepercayaan dirinya.37
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Secara garis besar faktor yang mempengaruhi kedisiplinan dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu, meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan lainnya yang dapat memberikan pengaruh terhadap kedisiplinan siswa. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha menanamkan disiplin pada anak ialah: a. Menyadari adanya perbedaan tingkatan kemampuan kognitif anak sesuai dengan azas perkembangan aspek kognitif, maka cara-cara yang dipergunakan perlu disesuaikan dengan tingkatan kemampuan kognitif ini. Menanamkan disiplin tidak lepas dari mengembangkan pengertian-
37
Singgih D. Gunarsa, op .cit., hlm. 84.
36
pengertian dan karena itu harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangannya. b. Menanamkan disiplin pada anak harus dimulai seawal mungkin, yakni sejak anak mulai mengembangkan pengertian-pengertian dan mulai bisa melakukan sendiri. c. Dalam usaha menanamkan disiplin perlu dipertimbangkan agar mempergunakan tehnik demokratis sebanyak mungkin. Pendekatan yang berorientasi pada kasih sayang harus dipakai sebagai dasar untuk menciptakan hubungan dengan anak. d. Penggunaan hukuman harus diartikan sebagai sikap tegas, konsekuen dan konsisten dengan dasar bahwa yang dihukum bukan si anak, atau perasaan anak, melainkan perbuataanya yang melanggar aturan. Hukuman kadang-kadang masih diperlukan untuk mengingatkan ulang agar
perbuatan yang salah jangan dilakukan lagi sehingga lebih
meyakinkan perlunya melatih diri untuk bertingkah laku disiplin. e. Menanamkan disiplin pada anak bukan kegiatan sekali jadi, melainkan harus berkali-kali. Melatih dan mendorong perlu dilakukan berulangulang sampai tercapai keadaan dimana anak bisa melakukan sendiri sebagai kebiasaan.38
38
Ibid., hlm. 87.