BAB II BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR E. Sejarah Whistleblower Menurut sejarahnya, whistleblower sangat erat kaitanya dengan organisasi kejahatan ala mafia sebagai organisasi kejahatan tertua dan terbesar di Italia yang berasal dari Palermo, Sicilia, sehingga sering disebut Sicilian Mafia atau Cosa Nostra. Kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh para Mafioso (sebutan terhadap anggota mafia) bergerak dibidang perdagangan heroin dan berkembang di berbagai belahan dunia, sehingga kita mengenal organisasi sejenis diberbagai negara seperti Mafia di Rusia, Cartel di Colombia, Triad di Cina, dan Yakuza di Jepang. Begitu kuatnya jaringan organisasi kejahatan tersebut sehingga orangorang mereka bisa menguasai berbagai sektor kekuasaan, apakah itu eksekusf, legislatif maupun yudikatif termasuk aparat penegak hukum. 36 Meskipun para mafia dianggap sebagai sindikat nasional di Amerika Serikat (AS), tidak ada seorangpun saat itu yang berani berbuat sesuatu terhadap mafia. Barulah pada tahun 1950, seorang senator AS bernama Estes Kefauver akhirnya berani melakukan penyelidikan selama dua tahun terhadap para mafia tersebut. Dibentuklah Komisis Senat Khusus untuk Penyelidikan Kejahatan Perdagangan antar-Negara Bagian, yang lebih dikenal sebagai Komisi Kefauver 36
Eddy O.S. Hiariej,Legal Opini:Permohonan Pengujian Pasal 10Ayat(2)Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksidan Korban, Newslette Komisi Hukum Nasional ,Vol. 10 No.6 tahun 2010, Hlm.23
Universitas Sumatera Utara
yang kemudian mengadakan dengar pendapat disebelas kota. Di tiap kota tersebut Komisi Kefauver menemukan bukti-bukti korupsi yang dilakukan oleh mafia. Tetapi sampai akhir penyelidikan, Komisi ini tidak mendapat banyak hasil karena para mafia menolak untuk memberikan informasi di depan para komisi. 37 Pada tahun 1957, perhatian polisi AS terpaku pada peristiwa konferensi para gembong mafia di Apalichin, sebuah kota terpencil di daerah pegunungan di tengah kota New York. Mobil Patroli polisi merasa curiga ketika melintasi rumah tersebut terdapat banyak mobil limousine hitam terpakir di situ, dan ketika polisi memeriksa keadaan rumah tersebut belasan orang dengan pakaian bisnis mewah panik berlarian ke luar. Sebagian lari kepadang rumput buatan sebagian lagi lari ke hutan. Menjelang tengah malam akhirnya sebanyak lima puluh delapan orang berhasil diamankan. Kebanyakan dari orang-rang tersebut berasal dari New York, New Jersey dan Pennsylvannia, sebahagian yang lain berasal dari Florida, Texas, California, Illinois dan Ohio. Di kemudian hari pemerintah AS mengetahui konferensi Apalichin diprakarsai oleh Vito Genovese, yang baru saja menduduki posisi pimpinan Klan Kriminal Gambino di kota New York, setelah mantan bosnya Albert Anastasia yang ditakuti terbunuh di Manhattan. Genovese dilaporkan telah mengundang pimpinan setiap klan criminal ternama untuk secara bersama-sama memilih bos dari para bos (copo di tutti copi ). Para agen FBI menyelidiki dan mengusut pertemuan tersebut, tetapi masalah mengganjal bahwa 37
Supriyadi Widodo Eddyono, Berawal dari Melawan La Cosa Nostra: Lahirnya Witnes Security di Amerika Serikat. Kata pengantar dalam buku WITSEC, Pengalaman Program Perlindungan Saksi Federal AS, Pete Earley dan Gerald Shur, ELSAM Cetakan Pertama tahun 2006 hal.ix.
Universitas Sumatera Utara
mereka (para mafia) tidak melanggar hukum hanya karena mengadakan pertemuan, oleh karena itu akhirnya pemerintah menuntut para mafia tersebut dengan tuduhan bersekongkol dalam “konspirasi untuk mengahalangi keadilan” karena mafia menolak untuk memberitahukan pada dewan juri mengapa mereka mengadakan pertemuan. Juri memutuskan mereka bersalah tetapi pengadilan banding membatalkan putusan tersebut 38. Mafia yang merupakan kejahatan terorganisir memiliki sumber kekuatan yang lebih baik daripada agen pemerintah. Sumber-sumber pengaman mafia ini tidak hanya terdiri dari polisi kotor tetapi juga hakim-hakim yang korup. Para mafia bahkan memiliki akses dan membayar orang-orang di lembaga pemerintah lainnya. Bukan hanya suap yang membuat para anggota mafia aman, tetapi juga setiap anggota mafia yang tertangkap selalu bungkam, menolak memberikan informasi, dan menjaga semua informasi yang disebut hukum tutup mulut yang berlaku dikalangan mafia (omerta). Satu-satunya cara untuk menghancurkan omerta ini adalah dengan membawa orang dalam organisasi mafia untuk bersaksi di pengadilan dengan menawarkan sebuah jalan keluar, menyediakan jaminan perlindungan hukum dan jaminan keamanan dari aksi pembalasan para gengster lainnya. 39
38 39
Ibid.,hal.x Ibid.,hal.xiii
Universitas Sumatera Utara
Upaya pertama Pemerintah AS berhasil ketika seorang anggota Klan Kriminal Vito Genovese, yang bernama Joe Valachi 40 bersedia berbicara secara rahasia kepada agen FBI mengenai kehidupannya di dalam kelompok mafia. Ringkasan hasil wawancara tersebut kemudian dilaporkan kepada presiden AS. Pokok-pokok ringkasan tersebut ialah 41: 1.
Pemerintah AS telah mencapai tahap yang diyakini sebagai terobosan besar untuk membuktikan adanya kejahatan terorganisir, oleh karena itu pemerintah dapat secara tegas menyatakan kepada publik bahwa sebuah organisasi kejahatan nasional memang benar-benar ada.
2.
Nama yang sebenarnya dari kejahatan terorganisir tersebut bukanlah mafia, tetapi La Cosa Nostra (LCN) yang artinya “milik kami”.
3.
Gambaran struktur organisasi LCN mengidentifikasikan bos-bos kejahatan dalam “ komisi nasional” mafia tersebut.
40
Joe Valachi yang berumur lima puluh empat tahuntelah menjadi penjahat selama tiga puluh tahun, masuk keanggotaan mafia tahun 1930. Ia berperan sebagai tukang pukul, perampok, operator nomor, pemaksa, dan pengedar obat bius. Meskipun ia adalah “prajurit” rendahan, atau dalam istilah mafia disebut sebagai “orang tombol”, Valachi banyak dibicarakan dalam gossip mafia. Seperti kebanyakan saksi mafia lainnya yang kemudian mengikuti jejaknya, Valachi mengaku bahwa ia tidak akan menghianati kelompok mafia sampai mereka yang mengkhianatinya terlbih dahulu. Putusnya Valachi dengan LCN dimulai pada tanggal 22 Juni 1962, ketika ia berada di penjara federal di Atalanta, Georgia, dan memukul seorang tahanan dengan alat sampai mati. Lima belas menit kemudian ia baru mengetahui bahwa ia telah membunuh orang yang salah. Ia sebenarnya mau membunuh Joseph DiPalermo, seorang tukang pukul mafia. Namun ternyata yang ia bunuh Joseph Saupp, seorang pemalsu yang tidak ada kaittannya dengan mafia, tetapi sangat mirip dengan DiPalermo. Valachi meyakini bahw DiPalermo mencoba membunuhnya atas perintah dari bos criminal New York, Vito Genovese, yang menuduh Valachi sebagai informan polisi.Ketika jaksa penuntut mengatakan akan menuntut hukuman mati atas pembunuhan Saupp, Valachi menawarkan diri untuk “berbicara”, dengan imbalan ia diberikan hukuman seumur hidup. 41 Ibid.,hal.xiv
Universitas Sumatera Utara
4. Hanya orang Italia saja yang bisa masuk dalam keanggotaan mafia. 42 5. Ada tiga belas aturan LCN yang harus diikuti, termasuk enam aturan utama yang apabila dilanggar, maka hukuman mati adalah hukumannya, yang meliputi: 1) Membocorkan informasi mengenai organisasi ini kepada orang luar, terutama kepada polisi. 2) Membawa narkotika atau mendapatkan keuntungan dari penjualannya.(dalam praktek aturan ini yang paling sering dilanggar. Selama “bosnya’ mendapatkan bagian dari uang yang didapatkan, hukuman tidak akan dikenakan). 3) Terlibat affair dengan istri anggota yang lain. 4) Terlibat dalam affair dengan saudara perempuan atau anak perempuan dari anggota yang lain. 5) Mencuri dari anggota yang lain 6) Melakukan tindak kekerasan terhadap anggota yang lain, kecuali disetujui sang bos. Pengakuan seorang tokoh mafia yakni Joe Valachi kepada agen FBI merupakan penghianatan terhadap omerta dan bos mafia. Penghianatan ini membuat Joe valachi menjadi sasaran tembak bagi seluruh jaringan mafia. Oleh karena itu Departemen Kehakiman kemudian memindahkan Valachi dari penjara 42
Dalam sebuah upacara rahasia, seorang bos akan menusuk jari seorang anggota baru dengan jarum, membuat beberapa tetes darah keluar, dan menyuruhnya mengucapkan sumpah. Secarik kertas seringkali dengan gambar orang suci, ditempatkan ditangan anggota baru tersebut dan kemudian dibakar…sambil anggota baru tersebut mengucapkan dalam bahasa Italia, kata-kata berikut :”Dengan sumpah ini aku berjanji bahwa jika aku menyalahi sumpah ini semoga aku akan terbakar seperti kertas ini.” Anggota baru itu kemudian akan diperkenalkan oleh sang bos sebagai “temanbaru kita” dan selanjutnya, jika ia kemudian diperkenalkan kepada seseorang dan diberitahu bahwa ia adalah “teman kita” itu berarti orang tersebut adalah juga anggota LCN.
Universitas Sumatera Utara
negara bagian Manhattan ke Washington untuk keamanan. Laporan kepada presiden tersebut membuat Komisi McClellan bereaksi untuk membujuk Valachi agar mau bersaksi di depan komisi. Valachi akhirnya menyetujui untuk bersaksi di depan komisi dengan syarat pemerintah menempatkan Valachi dan kekasih Valachi di kepulauan Pasifik. Pemerintah menyetujui dan bersedia menempatkan Valachi dan kekasihnya di pulau Pasifik Barat. Kesaksian Valachi pada September 1963 di depan komisi McClellan ternyata sangat menghebohkan publik. Apalagi ia menceritakan mengenai pembunuhan berdarah dingin dimana Valachi
terlibat di dalamnya. Dalam ceritanya Valachi mengaku membunuh
empat puluh gangster lain atas suruhan mafia. 43 Dalam sejarah perang melawan mafia di AS, Valachi dianggap sebagai pemberi informasi pertama untuk melawan omerta oleh anggota mafia. Tindakan Valachi membocorkan kegiatan organisasi LCN merupakan tindakan yang disebut whistleblower yang merupakan bagian dari pelaku kejahatan tetapi bukan pelaku utama. Istilah whistleblower pada mulanya berasal dari kebiasaan polisi Inggris membunyikan peluit sebagai tanda terjadinya suatu kejahatan. Kemudian whistleblower dipakai untuk menyebut seseorang yang menginformasikan
43
Ibid.,hal.xv.
Universitas Sumatera Utara
terjadinya praktek suatu kejahatan, termasuk tindakan manipulasi dan praktek korupsi. 44 Keberadaan Whistleblower tidak hanya pada organisasi mafia, namun pada perusahaan-perusahaan baik swasta maupun lembaga-lembaga publik dapat memberikan informasi kepada aparat penegak hukum tentang telah terjadi suatu praktek-praktek manipulasi atau terjadinya suatu kejahatan dilingkungannya baik dia terlibat maupun tidak terlibat. Salah seorang whistleblower paling terkenal dalam sejarah adalah Jeffrey S. Wigand. Laporannya yang mengungkap skandal perusahaan rokok raksasa di Amerika bahkan diabadikan dalam film berjudul The Insider. Bekas vice president pada Divisi Riset dan Pengembangan Brown & Williamson (Kentucky) itu dipecat lantaran mengetahui informasi rahasia tentang kebusukan internal perusahaan. 45 Wigand menyatakan Kepada stasiun televisi CBS bahwa Brown & Williamson telah memanipulasi campuran tembakau dalam rokok dengan menaikkan kadar nikotin. Ini dilakukan guna meningkatkan efek kecanduan. Gara-gara pengakuannya itu, ia menerima sejumlah ancaman pembunuhan. 46 Whistleblower lainnya yaitu Chintya Cooper, seorang internal audit yang mengungkap kasus Worldcom dielu-elukan sebagai pahlawan. Chintya Cooper
44
Metta Dharmasaputra, Direktur Eksekutif Katadata, Peniup Peluit dan Suap Pajak, Tempo.Com tanggal 12 juni 2012 diakses pada 20 September 2012. 45 Ibid., 46 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
telah
menjadi
agent
of
change
yang
sukses.
Keberhasilan
Chintya
mengantarkannya termasuk salah seorang People of The Year versi Majalah Time, Chintya bersama dengan whistleblower lainnya telah menyelamatkan perusahaan dari kemungkinan lebih buruk. 47 Sejarah perkembangan para peniup peluit di Amerika pun menunjukkan, tidak sedikit di antara mereka harus rela menanggung risiko kehilangan pekerjaan hingga beberapa tahun. Beberapa peniup peluit kesulitan mendapat pekerjaan baru karena dipandang sebagai trouble maker atau biang kerok yang dikhawatirkan akan melakukan hal yang sama pada perusahaan atau institusi yang akan ditempatinya. Perlindungan bagi peniup peluit sangat dibutuhkan, sehingga sejumlah undang-undang di Amerika telah mengaturnya. Salah satu yang tertua adalah undang-undang federal The False Claims Act atau Lincoln Law yang lahir pada 1863. Undang-undang ini awalnya diciptakan untuk memerangi manipulasi oleh para pemasok amunisi senjata dan obat-obatan selama perang saudara (18611865). Langkah terobosan ini juga diperlukan guna mendobrak keengganan para jaksa di Departemen Kehakiman mengusut kasus-kasus manipulasi. Berdasarkan konstitusi ini, seorang whistleblower tidak hanya dilindungi keselamatannya, tapi juga mendapat imbalan yang dikenal dengan sebutan qui tam, yaitu 15-30 persen dari uang yang terselamatkan. 48
47 48
Muhammad Hazairin, Loc.Cit. Metta Dharmasaputra, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
Undang-undang ini terbukti ampuh. Setelah diamendemen pada 1986, setahun kemudian pemerintah berhasil menyelamatkan uang negara hampir US$ 22 miliar. Dari uang yang diselamatkan itu, sekitar US$ 1 miliar dibagikan kepada ratusan whistleblower. Sistem inilah yang kemudian juga diadopsi oleh Internal Revenue Service, lembaga pajak pemerintah Amerika. 49 Di Indonesia banyak tokoh yang tergolong dalam whistleblower sosok seperti Komisaris Jenderal (Komjen) Pol. Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI. Susno Duadji merupakan orang yang pertama kali membeberkan adanya praktik mafia hukum yang menyeret Gayus H.P. Tambunan dkk kepada publik. Gayus Tambunan adalah pegawai Direktorat Keberatan dan Banding pada Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat kasus pencucian uang dan korupsi puluhan miliaran rupiah. 50 Dalam testimoninya yang disiarkan media massa, Susno Duadji mengungkapkan telah terjadi
skandal rekayasa perkara yang membebaskan
Gayus dari dakwaan pencucian uang. Skandal Gayus itu sendiri melibatkan seorang hakim pada Pengadilan Negeri Tangerang, jaksa senior, seorang petinggi Polri yang menjadi bekas bawahannya, dan ‘asisten’ Wakil Kepala Polri saat itu. 51
49
Ibid., Syahrin lumbantoruan, Loc. Cit., 51 Hoplen Sinaga, Tesis, Perlindungan Hukum Bagi Saksi Pengungkap Fakta (Whistleblower) Dalam Perkara Pidana (Analisis Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban) 50
Universitas Sumatera Utara
Endin Wahyudin, pelapor kasus penyuapan tiga hakim agung, dipenjara karena dianggap mencemarkan nama baik 52. Khairiansyah Salman, mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan, yang melaporkan kasus korupsi di Komisi Pemilihan Umum, dijadikan tersangka dengan tuduhan korupsi atas Dana Abadi Umat Rp 10 juta. 53 Lebih ironis lagi nasib Vincentius Amin Sutanto. Pelapor dugaan megaskandal pajak Asian Agri Group milik taipan Sukanto Tanoto senilai Rp 1,3 triliun ini malah dijerat dengan dakwaan pencucian uang. Ia divonis 11 tahun penjara dan tak ada pengurangan keringanan hukuman, seperti yang dijanjikan dalam undang-undang. Begitu juga kisah Agus Condro yang mengungkap skandal Pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Gultom. Agus Condro sama sekali tidak mendapat perlindungan bahkan dirinya dipidana penjara 1 Tahun 3 Bulan dan hanya mendapat keringanan 3 bulan dibanding tersangka lainnya. 54 Dengan kisah-kisah tragis tokoh yang tergolong whistleblower di Indonesia tersebut, banyak kalangan baik akademisi, politisi bahkan para pakar hukum membahas apa yang dinamakan whistleblower tersebut. Kajian tentang perlu adanya perlindungan terhadap saksi pelapor akhirnya melahirkan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang memberikan harapan baru bagi saksi pengungkap fakta atau whistleblower di Indonesia. Kemudian
52
http://vgsiahaya.wordpress.com/artikel/perlindungan-bagi-whistle-blower/diakses pada 25 Desember 2012 53 Metta Dharmasaputra.,Loc.Cit., 54 Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
secara tegas SEMA No.4 tahun 2011 mengatur tentang whistlblower dan justice collaborator. Namun baik UU No.13 Tahun 2006 maupun SEMA No.4 Tahun 2011 belum cukup memberikan perlindungan hukum terhadap whistle blower dan justice collaborator. F. Kriteria Whistleblower dan Justice Collaborator. 1. Whistleblower Secara umum pengertian orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya, malpraktik, maladministrasi atau korupsi disebut whistleblower (Inggris artinya : peniup peluit). 55 Whistleblower didefinisikan sebagai seorang yang memberikan bantuan kepada penegak hukum dalam bentuk pemberian informasi penting, bukti-bukti yang kuat, atau keterangan di bawah sumpah yang dapat mengungkap suatu kejahatan dimana orang tersebut terlibat dalam kejahatan tersebut atau suatu kejahatan lainnya. 56 Dalam istilah bahasa Inggris orang yang mengungkapkan fakta kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya mal praktek atau korupsi
disebut sebagai
Whistleblower (Peniup Peluit : Disebut demikian karena seperti wasit dalam pertandingan sepakbola atau olahraga lainnya yang meniupkan peluit sebagai pengungkapan fakta telah terjadinya pelanggaran, atau seperti polisi lalulintas yang hendak menilang seseorang di jalan raya karena orang itu melanggar aturan lalulintas,
55
Koalisi Perlindungan Saksi, Pengertian Saksi dan Perlindungan bagi Para Pelapor haruslah diperluas, www.antikorupsi.org1, diakses tanggal 28 Dsember 2012. 56
Ahmad Fikry Mubarok, Pemberlakuan restorative justice bagi whistleblower dalam tindak Pidana Korupsi, sebuah ringkasan Begawan Hukum Indonesia,
Universitas Sumatera Utara
atau seperti pengintai dalam peperangan zaman dahulu yang memberitahukan kedatangan musuh dengan bersiul, dialah yang bersiul, berceloteh, membocorkan atau mengungkapkan fakta kejahatan, kekerasan, atau pelanggaran ). 57 Sementara itu Mardjono Reksodiputro memberikan pengertian whistleblower adalah pembocor rahasia atau pengadu. 58 Menurut Sudut pandang Hadistanto, Whistleblower merupakan istilah bagi karyawan, mantan karyawan, atau pekerja anggota suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melawan ketentuan kepada pihak yang berwenang. Ketentuan yang dilanggar merupakan ancaman bagi kepentingan publik. 59 a. Internal Whistleblower Internal whistleblower yaitu seorang pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau institusi yang melaporkan suatu tindakan pelanggaran hukum kepada karyawan lainnya atau atasannya yang juga ada didalam perusahaan tersebut. 60 Pada umumnya, whistleblower akan melaporkan kejahatan di lingkungannya kepada otoritas internal terlebih dahulu. Namun seorang
whistleblower
tidak
berhenti melaporkan kejahatan kepada otoritas internal ketika proses penyelidikan laporannya mandeg. Whistleblower dapat melaporkan kejahatan kepada otoritas 57
Quentin Dempster, Whistleblowers Para Pengungkap Fakta, Hal.1, ELSAM cetakan pertama Juli 2006. 58 Firman Wijaya, Whistle Blower dan Justice Collaborator Dalam perspektif Hukum, Penaku Januari 2012 Hal.7. Mardjono mengaharapkan kejahatan dan pelanggaran hukum yang terjadi berhenti dengan cara mengundang perhatian public. Sementara informasi yang dibocorkan berupa informasi yang bersifat rahasia dikalangan lingkungan informasi itu berada. 59 Ibid.,hal.8 60 Achmad ZainalArifin, “Fenomena ‘Whistleblower’ dan Pemberantasan Korupsi”, Kompas, 6 Februari 2008.
Universitas Sumatera Utara
yang lebih tinggi, seperti langsung ke dewan direksi, komisaris, kepala kantor, atau kepada otoritas publik di luar organisasi yang berwenang serta media massa. 61 Langkah ini dilakukan supaya ada tindakan internal organisasi atau tindakan hukum terhadap para pelaku yang terlibat. Hanya saja terdapat kecenderungan yang tak dapat ditutupi pula bahwa jika terjadi sebuah kejahatan dalam organisasi, maka otoritas tersebut bertindak kontraproduktif. Alih-alih membongkar, terkadang malah sebaliknya, menutup rapat-rapat kasus. 62 b. External Whistle Blower External whistleblower adalah pihak pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum kepada pihak di luar institusi, organisasi atau perusahaan tersebut. 63 Karena skandal kejahatan selalu terorganisir, maka seorang whistleblower kadang merupakan bagian dari pelaku kejahatan atau kelompok mafia itu sendiri. Dia terlibat dalam skandal lalu mengungkapkan kejahatan yang terjadi kepada pihak luar baik instansi berwenang maupun media massa. Pengungkapan kepada publik merupakan alat pendesak kepada pemerintah atau instansi yang berwenang agar bertindak demi kepentingan umum. Seorang pengungkap fakta Fanny K (nama disamarkan) dari
Queensland, memberikan
contoh bahwa sebagai pekerja di Basil Stafford Center, sebuah fasilitas milik pemerintah untuk orang-orang yang cacat kecerdasannya, ia menyatakan telah 61
Abdul Haris semendawai et al, Memahami Whistle Blower, LPSK 2011 Hal.2 Ibid., 63 Ibid., 62
Universitas Sumatera Utara
menyaksikan berbagai tindakan pelecehan terhadap pasien. Ia pergi ke berbagai jaringan resmi sejak tahun 1986 hingga November 1990, mencari tindakan dari pihak berwenang untuk menghentikan tindakan pelecehan, pelukaan dan penghilangan nyawa yang terjadi di pusat rehabilitasi cacat tersebut. Namun usahanya mengungkapkan fakta belum ada yang memperhatikan malah dirinya mendapatkan ancaman dan pelecehan termasuk pengerusakan rem mobilnya. Akhirnya ia pergi ke program Hinch di TV dan acara bincang-bincang di radio Hayden Sergeant di Brisbane. Tekanan dari media membuat pemerintah menunjuk Komisi Peradilan Pidana atas kasus tersebut. Dan hasilnya pusat rehabilitasi tersebut ditutup secara paksa setelah melalui proses penyelidikan. 64 c. Whistleblower Terlibat Kasus. Pada umumnya whistleblower merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang terjadi karena memang whistleblower sangat dekat dengan kejahatan itu sendiri dan mengetahui secara langsung tentang pelanggaran yang terjadi., whistleblower bukan merupakan pelaku utama.
tetapi seorang
Kejahatan yang terjadi biasanya
merupakan sebuah skandal atau merupakan suatu jaringan sindikat
sehingga
whistleblower betul-betul mengetahui secara pasti kejahatan itu terjadi dan dapat membantu penegak hukum untuk membuktikan kejahatan tersebut. 65 Perlu dicermati bahwa sesorang yang melaporkan terjadinya suatu kejahatan yang dirinya merupakan bagian dari pelaku dilandasi oleh kesadaran dan mau
64
Quentin Dempster, Op. Cit., hal. 247. Asmar Oemar Saleh, Advokat dan Mantan Deputi III Bidang Penanggulangan Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Menteri Negara-HAM 65
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan apa yang telah dinikmatinya dari hasil kejahatan yang telah dilakukan. 66 d. Whistleblower Tidak Terlibat Kasus. Tidak semua whistleblower merupakan bagian dari pelaku. Sesorang yang melaporkan kejahatan yang terjadi yang dia ketahui dikarenakan ada berbagai pertimbangan yaitu : 67 1. Landasasan nilai-nilai agama (religious value), dalam melaporkan suatu kejahatan yang diketahuinya baik di lingkungan tempatnya berkerja atau di tempat lain motifnya karena nilai-nilai agama atau kepercayaan yang dianut. Misalnya melaporkan terjadinya suatu kejahatan atau pelanggaran hukum adalah dalam rangka untuk menegakkan kebenaran yang merupakan suatu ibadah. 2. Landasan Etika Profesional (professional ethics), biasanya pelapor merupakan karyawan yang
berprestasi, jujur dan didorong oleh pemikiran untuk
66
Ibid.,contoh kasus yaitu Hamka Yandhu dan Agus Condro adalah dua contoh whistleblower: saksi kunci atau orang yang melaporkan penyimpangan yang terjadi dalam suatu lembaga atau perusahaan. Keduanya bisa dilihat dari dua sisi: sebagai “martir” yang dengan sadar berkorban demi kepentingan publik–penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Atau, dapat pula dipandang sebagai orang yang “mencuri” kesempatan untuk memburu ketenaran dan popularitas di tengah skandal keterlibatan mereka. Hamka Yandhu bersaksi di pengadilan bahwa 52 anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 menerima dana BI dalam jumlah yang beragam. Dua di antaranya kini menjadi anggota kabinet, yakni Menteri Kehutanan M.S. Kaban dan Ketua Bappenas Paskah Suzetta. Sementara itu, Agus Condro mengaku menerima cek pelawat senilai total Rp 500 juta dari Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S. Goeltom, yang memenangi pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada Juni 2004. Agus Condro menyebut sejumlah nama Fraksi PDIP, di antaranya Tjahyo Kumolo, Emir Moeis, dan Panda Nababan, diduga turut menerima uang “pelicin” tersebut. 67 Ahmad Fikry mubarok, Pemberlakuan restorative justice bagi whistle blower dalam tindak Pidana Korupsi, sebuah ringkasan Begawan Hukum Indonesia, asasangfikry.blongspot.com.
Universitas Sumatera Utara
menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan atau dari prakttik-praktik kotor yang dapat merugikan perusahaan atau negara. 3. Landasan Sosial (social responsibility), pertimbangan whistleblower ini untuk kepentingan masyarakat yang merupakan rasa tanggungjawab kepada kepentingan masyarakat. Pelanggaran hukum terjadi dapat merugikan kepentingan umum dan masyarakat sehingga perlu dibongkar dan dilaporkan kepihak yang berwenang atau publik. Dari beberapa krietria whistleblower tersebut perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Menguji Motif sesorang whistle blower. Pengujian motif seorang whistleblower perlu diteliti secara mendalam dikarenakan untuk menjadi seorang whistleblower harus dibayar dengan resiko yang cukup tinggi. Whistleblower dalam melaporkan suatu pelanggaran hukum didorong oleh berbagai motivasi atau niat antara lain sebagai ajang balas dendam, untuk menjatuhkan seseorang atau perusahaan dikarenakan persaingan bisnis, untuk mendapatkan imbalan atau hadiah, dan
untuk mencari popularitas atau ada
kepentingan politik tertentu. Motif seperti ini akan menjadi pertimbangan bagi aparat penegak hukum dalam rangka memberikan pertimbangan perlu tidaknya seorang whistleblower mendapat hak-haknya untuk mendapatkan perlindungan. Meskipun demikian terlepas dari niat dan motivasi seorang whistleblower dalam melaporkan suatu tindak pidana, laporan
Universitas Sumatera Utara
tersebut akan sangat berguna bagi penyidik dan penuntut umum untuk mengungkap suatu pelanggaran tindak pidana korupsi khususnya yang sulit pembuktiannya. Whistleblower memiliki suara hati yang memberi petunjuk kuat mengenai pentingnya sebuah skandal diungkap. Seperti pernah dialami seorang Jeffrey Wigand. Dalam situasi yang sulit dengan berbagai tekanan, Wigand pada akhirnya mau mengungkap dugaan pelanggaran atau kejahatan itu. Jeffrey Wigand jelas menekankan aspek moralitas dalam memberikan laporan atau kesaksian mengenai suatu pelanggaran atau kejahatan. Hal ini tersurat dari pernyataannya yang cukup terkenal bahwa, “kita sebenarnya adalah manusia biasa yang berada dalam situasi luar biasa. Namun, kita telah melakukan sesuatu yang benar yang seharusnya dilakukan oleh semua orang.” 68 2. Meneliti data-data yang diberikan secara akurat, bukti-bukti yang sesuai dan relevan terhadap kasus yang dituduhkan. Seorang whistleblower akan gugur atau dicabut hak-haknya jika data-data yang diberikan tidak relevan, pelanggaran yang dituduhkan tidak mempunyai bukti-bukti yang kuat yang mengarah kepada fitnah dan merupakan pembunuhan karakter seseorang. Lembaga yang berwenang seperti polisi dan jaksa serta lembaga perlindungan saksi harus melakukan investigasi dan mengevaluasi terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh seorang whistleblower sebelum dirinya diberikan perlindungan. 3. Menentukan dugaan pelanggaran hukum secara spesifik. 68
Abdul haris Semendawai, et.al. Op. Cit.,hal.7.
Universitas Sumatera Utara
Seseorang whistleblower harus betul-betul mengetahui jenis tindak pidana yang dilaporkan khususnya tindak pidana korupsi yang memang merupakan jenis tindak pidana khusus atau kejahatan luar biasa ( ordinary crimes). Jika yang dilaporkan merupakan pelanggaran atau tergolong pidana ringan atau hanya merupakan kesalahan administrative tanpa unsur kesengajaan, pelapor belum dapat dinyatakan sebagai seorang whistleblower. Glazer dan Glazer yang sebagian dikutip oleh Ahmad Zainal Arifin dalam tulisanya Fenomena Whistleblower dan pemberantasan korupsi yang dimuat kompas tanggal 6 Februari 2008,
melakukan studi terhadap 55 peniup peluit untuk
mengungkapkan motif mereka meniup peluit meski mereka sadar akan risiko yang harus dibayar. Hasilnya, mayoritas peniup peluit mengungkapkan bahwa para peniup peluit memutuskan untuk meniup peluit berdasar keyakinan individual. Para peniup peluit berasumsi, "suatu sistem yang korup hanya akan terjadi bila para individu yang menjalankan sistem itu juga korup." Dalam hal ini, para peniup peluit hanya dihadapkan pada dua pilihan, menjadi bagian dari proses korupsi itu atau menjadi kekuatan yang menentangnya. 69 Ana Radelat
70
juga memaparkan kajian menarik tentang fenomena para peniup
peluit. Berdasar survei terhadap 233 peniup peluit, di mana 90 persen dari mereka harus kehilangan pekerjaan setelah meniup peluit, hanya 16 persen yang menyatakan berhenti untuk meniup peluit, sementara sisanya mengungkapkan akan tetap meniup
69 70
Achmad ZainalArifin, Loc cit., Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
peluit lagi bila mereka mendapat kesempatan melakukannya. Selain itu, mayoritas dari mereka bukan pegawai yang ingin sekadar mencari popularitas dengan meniup peluit, tetapi mereka adalah para pegawai berprestasi, memiliki komitmen tinggi dalam bekerja dan rata-rata berangkat dari latar belakang agama yang kuat. Selain itu, kajian ini juga menggambarkan beberapa tahap yang biasanya dilalui para peniup peluit. Setidaknya terungkap tujuh tahap yang harus dijalani para peniup peluit, mulai dari penemuan kasus penyimpangan, refleksi terhadap langkah-langkah yang akan diambil, konfrontasi dengan atasan mereka, risiko balas dendam dari pihak yang dilaporkan, proses hukum yang panjang, berakhirnya kasus, hingga tahap memasuki kehidupan yang baru setelah kehilangan pekerjaan. Memang, tidak semua tahap akan mudah dilalui para peniup peluit, bahkan terkadang karena terlalu panjangnya tahapan yang harus dilalui tidak jarang di antara peniup peluit sampai harus mengalami pertolongan psikiatris maupun medis akibat tekanan-tekanan psikis yang harus penuip peluit tanggung. Kondisi dan situasi sedikit mengalami perubahan ketika penderitaan sang peniup peluit
mendapatkan perhatian luas dari media, masyarakat, maupun
pemerintah. Di Amerika telah muncul berbagai institusi, baik dari kalangan pemerintah maupun profesional, yang memperjuangkan nasib para peniup peluit. Salah satu institusi yang cukup lama memperjuangkan hak-hak para peniup peluit adalah GAP (Government Accountability Project) yang bermarkas di Washington DC. Kiprah GAP sebagai institusi independen cukup membantu para peniup peluit dalam
Universitas Sumatera Utara
menghadapi tingginya risiko yang harus mereka bayar, bahkan tidak sedikit para peniup peluit akhirnya memperoleh insentif dari kasus korupsi yang terungkap dan mendapat kembali pekerjaan yang sebelumnya harus peniup peluit tinggalkan. 71 2. Justice Collaborator Pengertian Justice Collaborator berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2011 Tentang
Perlakuan bagi Whistleblower dan Justice
Collaborator adalah sebagai seorang pelaku tindak pidana tertentu, tetapi bukan pelaku utama yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan 72. Konsep dasar Justice Collaborator adalah upaya bersama untuk mencari kebenaran dalam rangka mengungkap keadilan yang hendak disampaikan kepada masyarakat. Pencarian kebenaran secara bersama-sama itulah konteks collaborator dari dua sisi yang diametral berlawanan: penegak hukum dan pelanggar hukum. 73 Untuk menjadi seorang Justice collaborator mempunyai syarat antara lain pelaku bukan pelaku utama dalam kasusnya, yang bersangkutan mengembalikan asset yang diperoleh, dan keterangan yang diberikan haruslah jelas dan memiliki korelasi yang dinilai layak untuk ditindaklanjuti. Ketiga hal yang umum ini bukan tidak mengundang persoalan. Terhadap yang pertama, bila si “Fulan” diterima sebagai pihak justice collborator, maka secara tidak langsung telah “divonis awal” 71
Ibid., SEMA Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Perlakukan bagi Whistle Blower dan Justice Collaborator. 73 Detik News, 12 Mei 2012, konvensi” bersama antara MA, Kemenkumham, Kejagung, KPK, Polri dan LPSK per tanggal 19 Juli 2011. 72
Universitas Sumatera Utara
bahwa si Fulan bukan pelaku utama. Kedua, si Fulan mengembalikan asset yang diperoleh; ini berarti telah ada klarifikasi hukum mana harta yang diperoleh dari hasil kejahatan dan mana yang bukan. Ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan sebab system hukum di Indonesia belum atau tidak menganut asas khusus yang menunjang dalam proses hukum tindak pidana terutama korupsi. 74 Dalam surat keputusan Bersama antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, KPK dan Mahkamah Agung menyebutkan bahwa justice collaborator adalah seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, mau bekerjasama dengan penegak hukum dalam rangka
membongkar suatu perkara
bahkan mengembalikan asset hasil korupsi apabila asset itu ada pada dirinya. Untuk menentukan seseorang sebagai justice collaborator menurut SEMA No.4 Tahun 2011 adalah sebagai berikut : 1. Seseorang yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tersebut, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. 2. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya, yang memiliki peran lebih besar dan atau mengembalikan asset-aset atau hasil suatu tindak pidana.
74
WWW. Detk News.com , Justice Collaboration, , 1 Mei 2012 diakses pada 19 Juli 2012
Universitas Sumatera Utara
3. Atas bantuan tersebut hakim dalam memutus perkara terhadap justice collaborator tersebut dapat mempertimbangkan menjatuhkan pidana percobaan
bersyarat
khusus dan atau menjatuhkan pidana berupa pidana penjara paling ringan dari terdakwa lainnya. 3. Perbedaan Whistleblower dan Justice Collaborator. Pengertian Whistleblower kerap dicampuradukan dengan justice collaborator bahkan ada beberapa tulisan yang memuat whistleblower sebagai justice collaborator.
Memang secara sepintas bahwa whistleblower dan justice
collaborator sama-sama melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam memberikan informasi penting terhadap kasus hukum yang diungkap. Denny Indrayana, Wakil Menteri Hukum dan HAM dalam diskusi di Auditorium Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada 16 Mei 2012 mengatakan bahwa whistleblower tidak terlibat dalam kasus pidana yang diungkapkannya. Sedangkan justice collaborator merupakan bagian dari pelaku atau kelompok kejahatan yang terjadi. 75 Senada dengan Denny Indrayana, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menjelaskan bahwa whistleblower bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang diungkapkannya, tetapi jika dia merupakan bagian dari pelaku yang diungkapkannya maka dirinya merupakan justice collaborator. Abdul Haris 75
Kompas.com, Beda whistleblower dan justice collaborator, 17 Mei 2012, diakses pada 19 September 2012. Denny menjelaskan bahwa kekliruan selama ini berkembang terkait sebutan whistleblower terhadap agus Condro Mantan Anggota DPRI periode 1999-2004 yang terlibat dalam kasus cek perjalanan dalam pemilihan deputi Senior Bank Indonesia Miranda Gultom. Menurut Denny agus Condro adalah Justice Collaborator.
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan bahwa Susnoduadji merupakan contoh whistleblower, meskipun Susno Duadji menjadi pelaku kejahatan tetapi pada kasus yang bebeda dengan fakta yang diungkapnnya. Menurut Abdul Haris penyidik kurang memperhatikan waktu (timing)-nya menjerat Susno Duadji dalam kasus Arwana dan Pilkada Jawa Barat, karena penetapan Susno Duadji menjadi tersangka dapat membungkam kehadiran whistleblower lainnya karena pengusutan kasus Susno Duadji dapat diduga merupakan pembalasan oleh oknum pelaku yang dilaporkan oleh Susno Duadji. Meskipun demikian Susno Duadji diberlakukan sebagai
Justice
Collaborator karena hukummnya diringankan oleh Hakim menjadi 3,5 tahun, yang semula dituntut 7 tahun oleh penuntut umum. 76 Mencermati kedua pendapat tersebut, maka apabila kita lihat dari sejarahnya sangatlah bertolak belakang. Jenis kejahatan yang diungkap oleh pengungkap fakta merupakan kejahatan yang terorganisir seperti kasus korupsi yang terjadi saat ini melibatkan oknum-oknum beberapa lembaga seperti legislatif dan ekskutif bahkan lembaga yudikatif , untuk mencari seorang whistleblower yang tidak terlibat mengetahui secara pasti dan mempunyai bukti-bukti yang kuat untuk diungkapkan sangatlah sulit. Kejahatan yang terorganisir tersebut yang merupakan tergolong extra ordinary crimes merupakan kejahatan yang sangat sulit pembuktiannya sehingga memerlukan orang dalam yang terlibat.
76
Hasil wawancara penulis dengan Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat melakukan penelitian di Kantor LPSK Jakarta, di Gedung Perintis Kemerdekaan jl. Proklamasi No.6 pada 16 januari 2012.
Universitas Sumatera Utara
Dalam SEMA No.4 Tahun 2011 Tentang
Perlakuan Terhadap Pelapor
Tindak Pidana (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator), jelas disebutkan bahwa
Whistleblower adalah sebagai seorang
pelapor pelaku tindak pidana tertentu artinya whistleblower merupakan bagian dari pelaku, tetapi bukan pelaku utama yang mengakui perbuatannya dan bersedia menjadi saksi dalam proses peradilan. Berbeda dengan Justice Collborator, seorang justice collaborator sesungguhnya merupakan seorang yang terlebih dahulu dijadikan tersangka korupsi tetapi dia mau bekerjasama untuk memberikan informasi kepada penyidik tentang pelaku-pelaku lain yang terlibat bahkan mengungkapkan pelaku utamanya dengan harapan mendapat konvensasi keringanan hukuman. Tawaran untuk menjadi justice collaborator tersebut dapat saja dilakukan oleh penyidik atau tersangka. Sementara whistleblower dengan kesadaran sendiri untuk membocorkan informasi kepada penyidik baik dia terlibat dalam kasus tersebut atau tidak terlibat dan statusnya bukan sebagai tersangka. Dari kriteria dan definisi di atas dapat dibedakan posisi dan kedudukan whistleblower dan justice collaborator. Dilihat persamaannya bahwa whistleblower bagian dari pelaku dan justice collaborator merupakan bagian dari pelaku kejahatan dan mau bekerjasama. Sedangkan perbedaan whistleblower dan justice collaborator adalah terletak pada statusnya yaitu bahwa whistleblower tidak menjadi tersangka saat mengungkapkan fakta sedangkan justice collaborator merupakan statusnya sebagai
Universitas Sumatera Utara
tersangka dan mau bekerjasama untuk mengungkapkan fakta kejahatan yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut dapat digambarkan pada table berikut ini : Tabel I o
Whistleblower
Justice Collaborator
Sebagai Pelapor, pengungkap fakta, Sebagai tersangka, mau bukan sebagai tersangka bekerjasama untuk mengungkap fakta. -
Bukan bagian dari pelaku. Bagian dari pelaku bukan pelaku utama Bagi yang terlibat kasus mengakuai perbuatannya dan mengembalikan asset/hasil dari tindak pidana.
Bagian dari pelaku, bukan pelaku utama. Mengakui perbuatannya mengembalikan asset/hasil tindak pidana.
dan dari
G. Kondisi Perlindungan Whistleblower di Berbagai Negara Whistleblower berkembang diberbagai Negara dengan seperangkat aturan masing-masing. Sejak awal 1990-an banyak negara di dunia telah membuat peraturan
perundangan-undangan
“mengungkapkan”
untuk
yang
kepentingan
melindungi
publik
maupun
perundang-undangan yang melindungi whistleblower ini
pegawai
yang
privat.
Peraturan
telah diatur dalam
Undang-undang korporasi, Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Konsumen dan Keuangan. Negara-negara ini antara lain Australia, Kanada, Perancis, India, Jepang, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat. 77
77
Abdul Haris Semendawai et al.,Op.Cit.,hal.41.
Universitas Sumatera Utara
Pada umumnya, dikeluarkannya peraturan perundang-undangan terkait whistleblower ini didasari oleh pentingnya memberikan perlindungan kepada setiap orang yang mau mengungkapkan terjadinya korupsi, praktik curang, penipuan, maladministrasi, kelalaian dan kesalahan yang dilakukan pejabatpejabat, baik yang bekerja pada sektor publik maupun privat. 78 Saat ini, telah ada konsensus internasional yang terus berkembang untuk perlindungan whistleblower. Banyak negara di Eropa, Asia, Afrika, dan Amerika Selatan telah mengadopsi dan menerapkan ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan whistleblower untuk segmen yang lebih besar. Beberapa instrumen internasional, termasuk perjanjian-perjanjian multinasional, peraturan lembaga internasional dan kode etik sudah
memberikan perlindungan terhadap
whistleblower, seperti Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Principles of Corporate Governance, dan Commit ee of Sponsoring Organization of the Treadway Commission (COSO) Internal Control Integrated Framework dan United Nations Convention Against Corruption – 2003 (UNCAC). 79 1. Whistleblower di Amerika Serikat Peraturan tentang whistleblower mulai diperkenalkan dengan dikeluarkannya UU Reformasi Pegawai Negeri 1978 (Civil Service Reform Act of 1978). UU ini
78
Latimer dan AJ Brown, Whistleblower Laws : International Best Practices, University of South Wales Law Journal Volume 31 (3) 2008. 42. Dikutip dari Abdul Haris Semendawai et al,.Memahami Whistle Blower, LPSK 2011 Hal.41. 79 Abdul Haris Mendawai et al.,Memahami Whistle Blower, LPSK 2011 Hal.42
Universitas Sumatera Utara
merupakan bagian utama dari UU yang melindungi pegawai
federal yang
mengungkapkan informasi (whistleblowing) terhadap kesalahan yang dilakukan Pemerintah. 80 Perlindungan yang diberikan dalam UU Reformasi Pegawai Negeri semakin menguat dengan diundangkannya Whistleblower Protection Act pada 1989, yang dikenal sebagai WPA. UU ini melarang pembalasan terhadap pegawai federal yang mengungkap
terjadinya
pelanggaran
hukum
dan
perundang-undangan,
mismanajemen, pemborosan anggaran, penyalahgunaan kekuasaan, atau bahaya khusus dan substansial bagi kesehatan dan keselamatan public. 81 Berdasarkan UU Perlindungan Whistleblower, pengungkapan dapat dilakukan terhadap pihak manapun. Proses pengungkapan (whistleblowing) akan dilindungi, apabila pengungkapan tersebut tidak secara khusus dilarang oleh hukum, dan informasi tersebut tidak secara khusus diperintahkan untuk dirahasiakan demi kepentingan pertahanan nasional atau pelaksanaan urusan luar negeri. 82 Terhadap
whistleblower yang dikenai sanksi atau tindakan kepegawaian
tertentu sebagai akibat dari tindakannya mengungkapkan informasi, seperti pemindahan/mutasi, skorsing, diganti, atau tindakan serupa lainnya yang dianggap sebagai hukuman, whistleblower tersebut dapat mengadukannya kepada Merit
80
Whistleblower Protection Laws (1989), Robert G. Vaughn, http://www.enotes.com/major-acts congress/whistleblower-protection-laws. 81 Abdul Haris Semendawai et al., Op Cit. hal.44 82 Ibid,.hal 45
Universitas Sumatera Utara
Systems Protection Board (sejenis pengadilan administratif Pengadilan Tata Usaha Negara di Indonesia). 83 UU Perlindungan Whistleblower juga mengatur dan memberikan hak kepada whistleblower untuk mendapatkan pemulihan, termasuk pembayaran kembali dan ganti kerugian atas kerusakan yang timbul setelah dilakukan pengungkapan. Lembaga yang bertugas untuk melaksanakan perlindungan terhadap whistleblower ini adalah Kantor Penasihat Khusus (Office of the Special Counsel). 84
Kantor Penasihat Khusus diberi kewenangan oleh UU untuk mengeluarkan
tindakan disipliner terhadap pejabat federal yang melakukan pembalasan terhadap whistleblower. Berdasarkan kewenangan ini, sejumlah pejabat federal telah diberhentikan atau di-skors. Selain itu, Penasehat Khusus juga dapat meminta Kepala Instansi terkait untuk menanggapi tuduhan yang dibuat oleh seorang whistleblower 85. Diundangkannya UU Perlindungan Whistleblower ini telah meningkatkan perlindungan terhadap whistleblower. Perubahan yang paling penting adalah kemudahan bagi pegawai federal untuk membuktikan bahwa mereka telah mengalami pembalasan atas pengungkapan yang dilakukannya. Pegawai federal hanya perlu menunjukkan bahwa tindakan kepegawaian tersebut dilakukan sebagai akibat dari pengungkapan. Sehingga, tindakan kepegawaian tersebut dapat diduga sebagai suatu pembalasan. 86
83
Ibid., Ibid., 85 Ibid., 86 Ibid.,hal.46 84
Universitas Sumatera Utara
Pegawai negeri dan karyawan swasta merupakan sumber informasi yang penting berkaitan dengan praktik korup pejabat Pemerintah dan penipuan danadana publik. Diundangkannya The Federal False Claims Act, setelah amandemen pada 1986, telah mendorong pengungkapan oleh para pegawai swasta dan publik dengan nominal pengembalian uang negara miliaran dolar yang dihasilkan dari praktik curang pejabat pemerintah. 87 The False Claims Act sendiri berisi ketentuan untuk melindungi para pegawai dan karyawan yang berusaha untuk mengungkapkan tindakan penipuan dan kejahatan. Tindakan mendorong pengungkapan tidak hanya melalui perlindungan whistleblower, tapi juga dengan mengijinkan mereka (para whistleblower), dalam beberapa keadaan, untuk menerima persentase dari dana-dana Pemerintah yang berhasil dikembalikan. 88 Untuk melindungi whistleblower di sector swasta di Amerika menggunakan UU Federal. Selain itu, dalam merespon terhadap penipuan dan kesalahan oleh perusahaan besar dan para akuntan, serta pengacara yang mewakili perusahaan besar, Kongres termasuk Sarbanes-Oxley Act of 2002, dapat menangani kasuskasus seperti ini. Perlindungan terhadap whistleblower yang dilakukan Pemerintah Federal mencakup jutaan pekerja sektor swasta. Peraturan mengenai whistleblower yang terdapat dalam Sarbanes-Oxley Act memberikan izin whistleblower pada sektor swasta untuk mengajukan gugatan ke pengadilan federal apabila pada waktu yang telah ditetapkan Departemen Tenaga Kerja tidak menyelesaikan “klaim”
87 88
Ibid., Ibid.,hal.47.
Universitas Sumatera Utara
mereka terhadap adanya tindakan pembalasan. Dalam proses peradilan tersebut, whistleblower berhak untuk diperiksa oleh sebuah juri. 89 Dengan demikian keberadaan whistleblower di Amerika serikat dilindungi dari pemecatan, penurunan pangkat, pemberhentian sementara, ancaman, gangguan dan tindak diskriminasi, 90 sesuai dengan Whistleblower Protection Act 1989. 2. Whistleblower di Australia Di Australia, perlindungan whistleblower berkembang pada awal 1980an, ketika dilakukan penyelidikan besar-besaran terhadap kasus-kasus korupsi. Pada waktu itu, sulit sekali melindungi whistleblower. Tidak ada UU yang dapat memberikan perlindungan kepada para whistleblower untuk mengungkapkan informasi rahasia atau bahkan yang bukan rahasia sekalipun mengenai tempat kerjanya. 91 Selama kurun waktu 1989-2000, terutama pada waktu dilakukannya penyelidikan korupsi secara besar-besaran pada akhir 1980-an hingga awal 1990-an menjadikan korupsi dan mengungkap rahasia sebagai bagian dari agenda politik. Whistleblowing dijadikan bahan yang efektif dalam rangka mengekspos kesalahan pemerintahan atau perusahaan. Terutama ketika pada tahun 1989, the Queensland Commission of Inquiry into Possible Illegal Activities and Associated Police Misconduct (Fitzgerald Inquiry) menghadapi kesulitan untuk melindungi orang89
Ibid., Anwar Usman dan Mujahidin, loc cit 91 Whistleblowing In Australia— Transparency, Accountability … But Above All, The Truth, Research Note, Parliamentary Library Information, Analysis And Advice For The Parliament, 14 February 2005, no. 31, 2004–05, ISSN 1449-8456 90
Universitas Sumatera Utara
orang yang melakukan pengungkapan informasi. Hasil penyelidikan Komisi ini menekankan pentingnya perlindungan terhadap whistleblower dari pembalasan dan memberikan rekomendasi untuk membentuk undang-undang yang melindungi whistleblower. 92 Pada tahun 2004, salah satu bagian dari drat RUU tersebut dimasukkan ke dalam Corporations Act 2001 (UU Korporasi). Bagian ini memberikan kekebalan tertentu dan perlindungan dari pembalasan atas setiap karyawan perusahaan yang melaporkan suatu dugaan pelanggaran terhadap UU Korporasi. Pada tahun itu juga, Parlemen meloloskan Workplace Relations Amendment (Codifying Contempt Off
ences) Act 2004, yang memasukkan perlindungan bagi whistleblower ke dalam Workplace Relations Act 1996. Selanjutnya, pada tahun 2005, Pemerintah mengumumkan perubahan terhadap UU Praktek Perdagangan untuk mendorong whistleblower dalam membantu dalam mengungkap kartel. 93 Di Australia, legislasi mengenai whistleblower umumnya terbatas kepada instansi-instansi Pemerintah, kecuali Australia Selatan, di mana UU Whistleblower menjangkau sektor swasta, dan salah satu Bagian dari Corporations Act, yang memperluas perlindungan whistleblower terhadap direksi dan karyawan perusahaan dan subkontraktor di seluruh Australia. 94
92
Abdul Haris semendawai et al., Op.Cit.,hal.60 Ibid., hal.61 94 Ibid., 93
Universitas Sumatera Utara
Perlindungan Khusus terhadap Whistleblower di Queensland Negara Bagian Queensland
memberikan
perlindungan
terhadap
whistleblower
yang
mengungkapkan informasi untuk kepentingan umum, antara lain 95: a. Whistleblower tidak dapat dituntut secara perdata, pidana atau secara administratif karena melakukan pengungkapan demi kepentingan umum. b. Merugikan atau mencoba atau bersekutu untuk merugikan whistleblower dinyatakan sebagai suatu balas dendam dan melanggar hukum menurut hukum perdata maupun hukum pidana. c. Lembaga-lembaga publik harus membuat prosedur yang wajar untuk melindungi pejabatnya dari balas dendam; d. Pejabat publik dengan hak-hak yang sudah ada untuk mengajukan keberatan terhadap, atau mengajukan peninjauan atas sanksi administratif, menunjukkan, pemindahan
atau
atas
perlakuan
sewenang-wenang
diperbolehkan
menggunakan hak-hak ini terhadap tindakan balas dendam; dan e. Pekerja yang melayani kepentingan umum diberi hak tambahan untuk memohon kepada Komisioner urusan layanan publik agar kerjanya dipindah dengan tujuan menghindari bahaya balas dendam. 3. Kanada Di Kanada, perlindungan terhadap whistleblower sudah lama menjadi janji dari pemerintah, bahkan pada tahun 1993 pada saat Perdana Menteri Jean Chrétien
95
Ibid., hal.,65
Universitas Sumatera Utara
dari Partai Liberal berkuasa dia menjanjikan untuk membersihkan pemerintahan, dan memberikan perlindungan kepada whistleblower adalah bagian dari janji itu 96. Seperti pada negara-negara lain, terutama Amerika Serikat, sejumlah undangundang, akan memberikan perlidungan terhadap karyawan yang memberikan laporan dari sikap balas dendam karena telah melaporkan majikan yang melakukan perbuatan melawan hukum khususnya mengenai pelanggaran terhadap kesehatan lingkungan dan keselamatan kerja. Di Kanada, whistleblowers baik di sektor publik dan swasta dilindungi oleh undang-undang, khususnya hukum pidana. Sehingga "loyalitas" termasuk kewajiban untuk melakukan tugas dengan tekun dan terampil, untuk menahan diri dari membuka rahasia terkait dengan kontrak kerja, dan tidak mendiskreditkan majikan dinyatakan tidak berlaku bagi whistleblower. Artinya tugas seorang karyawan untuk menyimpan rahasia ditempat bekerja dapat diabaikan serpanjang untuk kepentingan publik. Dalam Bill C-25, the Public Servants Disclosure Protection Act, klausul 15 melarang seseorang atasan melakukan pembalasan terhadap pegawai negeri. Bahkan jika seorang whistleblower melaporkan adanya pembalasaan oleh atasannya maka dalam waktu 30 hari laporan tersebut akan diperiksa oleh Komite pemeriksa. Di Kanada perlindungan yang diberikan kepada whistleblower itu adalah perlindungan dari pemberi pekerjaan yang memberikan hukuman disiplin, 96
Susno Duandji Menggugat Pasal whistleblower., Kesimpulan Permohonan Pengujian Pasal 10 ayat (2) UU No.13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Terhadap UUD 1945. Gugatan Susno Duadji melalu tim Pengacaranya ke Mahkamah konstitusi tanggal 3 Septemebr 2010.
Universitas Sumatera Utara
menurunkan pangkat, memecat atau melakukan tindak apapun yang merugikan dari segi pekerjaan dengan tujuan untuk mencegah pekerja memberikan informasi kepada pemerintah atau badan pelaksanaan hukum atau untuk membalas pekerja yang memberikan informasi. Whistleblower diatur dalam Section 425.1 Criminal Code of Canada. Whistleblower dilindungi dari pemberi pekerjaan yang memberikan hukuman disiplin, menurunkan pangkat, memecat atau melakukan tindakan apapun yang merugikan dari segi pekerjaan dengan tujuan untuk mencegah pekerja memberikan informasi kepada pemerintah atau badan pelaksanaan hukum atau untuk membalas pekerja yang memberikan informasi. 97 4. Inggris Whistleblower diatur Pasal 1 dan Pasal 2 Public Interes Disclouse Act 1998. Whistleblower tidak boleh dipecah dan dilindungi dari viktimisasi serta perlakuan yang merugikan. 98 Setidaknya sejak kasus Initial Services v Putterill [1968] 1 QB 396 , undang-undang telah memberikan pengecualian terhadap prinsip tidak boleh memberikan informasi rahasia bilamana ada kesalahan sepanjang hal itu untuk kepentingan umum. Namun, pengungkapan harus diberikan kepada seseorang
97 98
Anwar Usman dan Mujahidin, loc cit Ibid.,
Universitas Sumatera Utara
yang memiliki minat, dalam hal ini, Lord Denning, berpendapat bahwa media memiliki ketertarikan yang cukup untuk tujuan ini. 99 Dalam Lion Laboratories Ltd v Evans [1985] QB 526, dua karyawan memberikan salinan dokumen internal kepada surat kabar nasional, yang diragukan telah dibuat oleh majikan mereka. Perusahaan meminta pengadilan mengeluarkan perintah untuk mencegah publikasi informasi atas dasar pelanggaran kepercayaan. Permohonan ini gagal, karena karyawan dianggap bersikap adil dan mempunyai alasan untuk mengungkapkan informasi tentang perusahaan. 100 Meskipun, Pengadilan Banding memutuskan bahwa pers tidak selalu menjadi media yang tepat untuk mengungkapkan rahasia perusahaan. Selanjutnya, dalam Re a Company’s Application [1989] IRLR 477, Pengadilan Tinggi menolak untuk memberi perintah pengadilan untuk mencegah seorang karyawan di sektor jasa keuangan mengungkapkan informasi rahasia mengenai perusahaan untuk badan pengawas, walaupun pengungkapan mungkin termotivasi oleh kebencian. Dalam hal ini Hakim Scott, berpendapat bahwa tugas seorang karyawan kepercayaan tidak mencegah mereka mengungkapkan hal-hal tertentu kepada badan pengawas yang memiliki kewenangan untuk menyelidiki. 101 Public Interest Disclosure Act (PIDA), 1998 memberikan perlindungan kepada pengungkap atau pembuka rahasia atau whistleblower atau pekerja. Dalam perkara , Kraus v Penna plc [2004] IRLR 260, perlindungan yang diberikan 99
Susno Duadji Menggugat, loc. Cit., Ibid., 101 Ibid., 100
Universitas Sumatera Utara
kepada pembuka rahasia meliputi komunikasi lisan maupun tulisan. Hal yang perlu
dicatat
bahwa
peniup
terompet
itu
akan
dilindungi
sepanjang
mengungkapkan suatu informasi untuk kepentingan publik dan kepada orang yang tepat. 102 Perlindungan diberikan kepada mereka yang mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan tindak pidana atau tindakan melanggar hukum, perbuatan melawan hukum, kerusakan lingkungan, membahayakan kesehatan individu dan keamanan atau penyembunyian salah satu malpraktek. Dalam hal keterbukaan Informasi terhadap majikan akan dilindungi sepanjang dilakukan dengan itikad baik. Keterbukaan Informasi yang melibatkan media dilakukan secara ketat, dan harus dilakukan dengan itikad baik. 103 Cerita whistleblower harus dapat dipercaya dan informasi tersebut secara substansial benar, tidak dilakukan untuk keuntungan pribadi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa para peniup terompet itu dilindungi dari ancaman pidana. 104 5. Afrika Selatan Selama masa transisi demokrasi Afrika Selatan ditandai dengan tingginya tingkat kejahatan, termasuk korupsi yang meluas. Beberapa inisiatif telah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir untuk meningkatkan akuntabilitas dan memerangi korupsi. Upaya ini meliputi pembentukan badan khusus seperti Unit 102
Ibid., Ibid., 104 Ibid., 103
Universitas Sumatera Utara
Investigasi Khusus, menjadi penyelenggara konferensi anti-korupsi (November 1998, April 1999 dan November 1999), serta mengesahkan undang-undang seperti Promotion of Access to Information Act and the Protected Disclosures Act. 105 Di Afrika Selatan, Protected Disclosures Act (no 26 of 2000) membuat ketentuan dan prosedur dalam hal karyawan di sektor publik dan swasta yang mengungkapkan informasi perilaku melanggar hukum atau korupsi oleh majikan mereka atau sesama karyawan, dilindungi dari tindakan yang dapat merugikan mereka. Hal ini dianggap penting karena dapat digunakan sebagai senjata penting dalam upaya anti-korupsi, terutama mendorong karyawan untuk melaporkan kesalahan dan ketidak jujuran di lingkungan kerja, baik di sektor publik dan swasta. 106 Dalam bentuk sekarang, UU membuat ketentuan dan prosedur yang memungkinkan dapat membantu karyawan di sektor swasta dan publik untuk melaporkan perilaku melanggar hukum atau kejahatan dari majikan mereka atau rekan kerja. Berbagai jenis pengungkapan informasi yang dilindungi ditegaskan dalam UU, termasuk dugaan tindak pidana, perbuatan menyalahgunakan kewenangan atau perbuatan melawan hukum. 107 Karyawan pemberi informasi tertentu dilindungi dari kerugian atas pekerjaan mereka. Termasuk yang dikenakan tindakan disipliner, dipecat, ditunda, diturunkan pangkatnya, dilecehkan, diintimidasi, dipindah ketempat yang tidak 105
Ibid., Ibid., 107 Ibid,. 106
Universitas Sumatera Utara
sesuai kualifikasinya. Undang-undang melarang majikan melakukan tindakan yang merugikan karyawan karena telah menjadi whistleblower. Jika tindakan majikan merugikan merugikan pekerja yang dikaitkan dengan membuka rahasia yang dilindungi, maka whistleblower yang bertibdak jujur dan bonafide akan dilindungi dan majikan tidak akan diizinkan untuk mengabaikan atau merugikan karyawan. 108\ H. Bentuk Perlindungan hukum Whistleblower dan Justice Collaborator di Indonesia 3. Whistleblower dan Justice Collaborator dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban No.13 Tahun 2006. Di Indonesia berdasarkan UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, lembaga yang memiliki kewenangan untuk melindungi saksi dan korban adalah LPSK. Tetapi undang-undang ini tidak menyebutkan secara jelas mengenai pengertian whistleblower dan tidak secara jelas pula menyebutkan bahwa undangundang ini juga melindungi whistleblower. Pengaturan mengenai perlindungan Whistleblower (pengungkap fakta/pelapor) secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan korban, yaitu pada Pasal 10 menyebutkan 109: (1) Saksi, Korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya. 108
Ibid., Undang-undang No.13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, edisi lengkap 2010 Fokusmedia. 109
Universitas Sumatera Utara
(2) Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringakan pidana yang akan dijatuhkan. (3) Ketentuan dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap saksi, korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik. Permohonan perlindungan yang disampaikan pelapor, baik inisiatif sendiri maupun atas permintaan pejabat yang berwenang, akan diperiksa LPSK dengan kriteria: 1. Sifat pentingnya keterangan; 2. Tingkat Ancaman yang membahayakan; 3. Hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap pemohon; 4. Dan rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh saksi dan/korban (Pasal 28 UU No.13 Tahun 2006). Setelah permohonan tersebut diputuskan oleh LPSK maka pemohon harus menandatangani pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan keketentuan perlindungan saksi. Meski pasal ini tidak secara khusus menyebutkan pelapor dengan istilah Whistleblower, tapi yang dimaksud dengan pelapor dalam penjelasan UU ini adalah orang yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai suatu tindak pidana. 110 Begitu juga dengan perlindungan terhadap justice collaborator, yang dimaksud dengan pelapor tersangka adalah saksi yang juga sebagi tersangka dalam kasus yang sama, sebagaimana konsideran Pasal 10 ayat (2) UU No.13 tahun 2006.
110
Abdul Haris Semendawai, Revisi Undang-Undang No.13 tahun 2006, Momentum Penguatan Perllindungan Saksi dan Korban, Perlindungan Jurnal saksi dan Korban, Volume 1 Tahun 2011 hal.30.LPSK.
Universitas Sumatera Utara
Jenis saksi ini juga biasa disebut sebagai saksi mahkota, saksi kolaborator, dan kolaborator hukum. Saksi – pelaku ini memang tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti bersalah, tetapi keterangannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan. Saksi kasus ini biasanya merupakan kasus-kasus organized crime atau white colar crime. 111 Eddy O.S Hiariej melihat ketidakjelasan dan ketidaktegasan rumusan terhadap kedudukan saksi dan tersangka serta dalam kondisi bagaimana seorang saksi menjadi tersangka ketika pada saat bersamaan juga berstatus sebagai pelapor. Rumusan itu menimbulkan multitafsir, bahkan berpotensi menimbulkan tafsir inkonstitusional dan menimbulkan ketidakpastian hukum. 112 Selanjutnya Eddy O.S. Hiariej menyatakan , bahwa Pasal 10 Ayat (2) UU No.13 Tahun 2006 adalah bertentangan dengan semangat Whistleblower, karena pasal ini tidak memenuhi prinsip perlindungan terhadap seorang Whistleblower, dimana yang bersangkutan tetap akan dijatuhi hukuman pidana bilamana terlibat dalam kejahatan tersebut. 113 Lebih lanjut Eddy O.S. Hiariej memberikan penilaian bahwa Pasal 10 Ayat (1) dan Ayat (2) UU No. 13 Tahun 2006 terdapat 3 (tiga) kerancuan. 114 Pertama, saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama akan menghilangkan hak excusatie terdakwa. Hal ini merupakan salah satu unsur objektifitas peradilan. Ketika Whistleblower sebagai saksi dipengadilan maka 111
Ibid., hal.32 Firman wijaya, Op Cit., hal.23 113 Eddy O.S. Hiariej, Tetap Dijatuhi Pidana Bilamana Terlibat dalam Kejahatan, Newsletter Komisi Hukum Nasional (KHN), Vol.10, No.6 Juli 2010. 114 Ibid. 112
Universitas Sumatera Utara
keterangannya sah sebagai alat bukti jika diucapkan dibawah sumpah. Apabila Whistleblower berstatus sebagai terdakwa yang diberikan tidak dibawah sumpah. Kedua, disitulah letak adanya ambigu, siapa yang akan disidangkan terlebih dahulu atau disidangkan secara bersamaan. Namun dalam SEMA No.4 tahun 2011 telah dijelaskan bahwa kasus tersangka yang diungkap atau dilaporkan akan lebih dahulu disidangkan daripada kasus pelapor yang juga pelaku kejahatan. Ketiga, ketentuan Pasal 10 Ayat (2) UU No.13 Tahun 2006 bersifat kontra legem dengan Ayat (1) dalam pasal dan Undang-Undang yang sama, pada hakikatnya menyebutkan bahwa saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikan. Jika melihat dari sejarahnya whistleblower yang dikemukakan sebelumnya whistleblower sangat berkaitan erat dengan oraganisasi kejahatan ala mafia seperti di Italia. Kejahatan terorganisasi yang dilakukan oleh para Mafioso (sebutan terhadap anggota mafia) bergerak dibidang perdagangan heroin dan berkembang diberbagai belahan dunia, sehingga kita mengenal organisasi sejenis diberbagai Negara seperti Mafia di Rusia, cartel di Colombia, triad di Cina, dan Yakuza di Jepang. Begitu kuatnya jaringan organisasi kejahatan tersebut sehingga orang-orang mereka bisa menguasai berbagai sektor kekuasaan, apakah itu eksekusf, legislatif maupun yudikatif termasuk aparat penegak hukum. Tidak jarang sindikat tersebut terbongkar atas keberanian salah satu anggota mereka yang berkhianat dan membocorkan kejahatan mereka kepada aparat penegak hukum. Anggota mafia yang berkhianat dan membocorkan kejahatan kepada aparat penegak hukum disebut sebagi whistleblower
Universitas Sumatera Utara
dengan harapan dapat dibebaskan dari tuntutan pidana. Dengan demikian ketentuan Pasal 10 ayat (2) bertentangan dengan semangat whistleblower. 115 Jika kita cermati Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) sesungguhnya memberikan perlindungan setengah hati kepada whistleblower, karena whistleblower yang dimaksud adalah whistleblower yang tergolong bukan bagian dari pelaku kejahatan. Apabila whistleblower yang dimaksud merupakan bagian dari pelaku kejahatan maka berdasarkan Pasal 10 ayat (2) whistleblower tersebut tidak dapat dibebaskan. Sebagai contoh dalam kasus penahanan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri KomjenPol.SusnoDuadji yang selanjutnya Susno menjadi whistleblower antara lain dalam kasus GayusTambunan dan PT Salmah Arwana Lestari sebelum ditetapkan menjadi tersangka oleh Mabes Polri. Begitu juga dengan kasus Agus Condro, sangat jelas posisi Agus Condro merupakan sang peniup peluit dengan melaporkan telah terjadinya suap atas pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia Miranda Gultom, bahkan atas laporannya tersebut beberapa anggota DPR dan Miranda Gultom sendiri telah dan sedang diadli. Namun sangat disayangkan keberadaan UU No.13 Tahun 2006 tidak dapat melindungi Agus Condro dari tuntutan hukum sehingga dirinya hanya dapat keringan dari terdakwa lainnya. Ketentuan Pasal 10 ayat (2) UU No.13 Tahun 2006 hanya berlaku bagi justice collaborator yang merupakan bagian dari pelaku yang mau bekerjasama untuk mengungkapkan tindak pidana yang terjadi dengan harapan mendapatkan keringanan
115
Firman Wijaya, Op Cit., hal 24.
Universitas Sumatera Utara
hukuman, sedangkan pengungkap fakta atau whistleblower yang merupakan bagian dari pelaku tidak dapat dilindungi dan akan menjadi tersangka. Keberadaan Pasal 10 ayat (2) tersebut menimbulkan persoalan yang cukup mendasar dan berpotensi menimbulkan polemik hukum dan polemik kebijakan bagi proses penegakan hukum. Pasal 10 ayat (2) tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dan tidak dapat memberikan perlindungan hukum bagi whistleblower. Menurut Abdul Haris Semendawai bahwa Pasal 10 ayat (2) tersebut sudah tepat dan sejalan dengan SEMA No.4 Tahun 2011. Abdul Haris menjelaskan bahwa seseorang
yang
merupakan
bagian
dari
pelaku
kejahatan
harus
mempertanggungjawabkan kesalahan yang telah dilakukannya, meskipun dia sebagai pengungkap fakta hanya saja harus diberikan konvensasi keringanan hukuman dan upaya perlindungan baik secara hukum maupun secara fisik. Menrutu Abdul Haris bahwa yang tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata dalam Pasal 10 ayat (1) adalah atas kesaksiannya, namun atas perbuatan pidana yang dilakukannya pada kasus tersebut system hukum pidana di Indonesia belum mengatur, tetapi yang ada bahwa jika saksi pelapor bagian dari pelaku maka atas jasa laporan yang diungkapnya akan diberikan keringanan hukuman, reward, treatment dan perlindungan. 116
116
Wawancara penulis denagn ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Jakarta pada 16 Januari 20013 di kantor LPSK Gedung Perintis Kemerdekaan Jl.Proklamasi No.6
Universitas Sumatera Utara
4. Whistleblower dan Justice Collaborator dalam SEMA No.4 Tahun 2011 Mahkamah Agung telah menunjukkan bentuk komitmennya dalam mendukung perlindungan saksi dan korban dengan menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2011. Perlakuan Bagi Whistleblower dan Justice Collaborator Dalam Tindak Pidana Tertentu yang menjadi landasan hukum dan acuan bagi pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada justice collaborator dan whistle blower. Nilai penting yang terkandung di dalam SEMA ini adalah adanya perlakuan khusus terhadap orang-orang yang dapat dikategorikan sebagai pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekerja sama. Perlakukan khusus tersebut antara lain diberikan dengan keringanan pidana dan/atau bentuk perlindungan lainnya Bentuk perlindungan dan reward yang diberikan oleh surat edaran Mahkamah Agung ini kepada whistleblower berupa jika yang dilaporkan melaporkan balik si
whistleblower, maka penanganan kasus yang dilaporkan
whistleblower harus didahulukan daripada kasus yang dilaporkan oleh terlapor. 117 Sedangkan justice collaborator ditentukan apabila : a. Seseorang yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tersebut, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
117
Abdul Harsi Semendawai et al, Op. Cit. hal.53
Universitas Sumatera Utara
b. Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan atau penuntut umum dapat mengungkap tindak pidana yang dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya, yang memiliki peran lebih besar dan atau mengembalikan asset-aset atau hasil suatu tindak pidana. c. Atas bantuan tersebut hakim dalam memutus perkara terhadap justice collaborator tersebut dapat mempertimbangkan menjatuhkan pidana percobaan
bersyarat
khusus dan atau menjatuhkan pidana berupa pidana penjara paling ringan dari terdakwa lainnya. Menurut beberapa kalangan justru SEMA tersebut melahirkan berbagai multi tafsir dan problema baru dalam pelaksanaannya. SEMA bersifat secara internal, sehingga belum dapat diandalkan untuk menjadi payung hukum bagi whistleblower dan justice collaborator dalam system peradilan pidana. SEMA RI sifatnya hanyalah pengaturan sektoral di wilayah pengadilan.
Universitas Sumatera Utara