BAB II BENTUK DAN PELAKSANAAN KONTRAK KERJA SAMA KEAGENAN TIKET ONLINE YANG DILAKUKAN OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DENGAN CV. ANUGERAH CIREBON
A. Perjanjian Kerja Sama Keagenan Kata ”Perjanjian” berasal dari kata Janji, yang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia1 diartikan sebagai ”perkataan yang menyatakan kesudian hendak berbuat sesuatu”; sedangkan arti perjanjian adalah ”persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan menaati apa yang tersebut di persetujuan itu”. Maka perjanjian juga suatu persetujuan karena kedua belah pihak setuju untuk melakukan sesuatu. Setuju berarti sepakat, mufakat atau akur. Menurut Abdul Kadir Muhammad, perjanjian2 adalah suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Menurut Sri Soedewi Masychun Sofwan, perjanjian3 adalah suatu perbuatan hukum dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang atau lebih orang. Berdasarkan beberapa definisi atau pengertian dari para sarjana yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian harus ada para pihak 1
W. J. S Poerwadarminta, Op. Cit., hlm. 402. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1990, hlm. 78. (selanjutnya disingkat Abdul Kadir Muhammad-I). 3 Pojok Hukum, “Asas Kebebasan Berkontrak dalam Kaitannya Dengan Perjanjian Baku (Standard Contract)”, oleh Muliadi Nur, http://pojokhukum.blogspot.com/2008/03/standardcontract.html, diakses 30 Juni 2011. 2
28
Universitas Sumatera Utara
29
yang berjanji dan kesepakatan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat dalam setiap perjanjian adalah: 1. Ada pihak yang saling berjanji. 2. Ada persetujuan. 3. Ada tujuan yang hendak di capai. 4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan atau kewajiban untuk melaksanakan objek perjanjian. 5. Ada bentuk tertentu (lisan atau tertulis). 6. Ada syarat tertentu yaitu syarat pokok dari perjanjian yang menjadi objek perjanjian serta syarat tambahan atau pelengkap. Selanjutnya dilihat dari bentuk perjanjian4 dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu: 1. Perjanjian Tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. 2. Perjanjian Lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, ketentuan ini dapat dibuat lisan atau tertulis lebih kepada sifatnya sebagai alat bukti semata apabila dikemudian hari terjadi perselisihan
4
Salim HS, Hukum Kontrak Teori dan Tehnik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 26. (selanjutnya disingkat Salim HS-I).
Universitas Sumatera Utara
30
antara pihak-pihak yang membuat perjanjian. Akan tetapi ada beberapa perjanjian yang ditentukan bentuknya oleh peraturan perundang-undangan dan apabila bentuk ini tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut menjadi batal atau tidak sah. Perjanjian secara umum diatur dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Pengertian perjanjian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1313 yaitu: suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatakan diri terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.
Dalam perjanjian bisnis yang diadakan agen dengan prinsipalnya, biasanya dilakukan dengan membuat suatu kontrak tertulis yang isinya ditentukan oleh para pihak sesuai dengan kepentingan para pihak tersebut. Kontrak atau perjanjian hanya dapat dibuat untuk tujuan yang sah (halal). Suatu tujuan dipandang sah, kalau tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.5 KUHPerdata memakai istilah sebab (causa) yang sah, sebenarnya yang dimaksudkan adalah tujuan, yaitu tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak yang membuat kontrak, melalui kontrak itu.6 Yang dipersoalkan adalah tujuan, dan tujuan itu tidak boleh melanggar undangundang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal 1337 KUHPerdata, yang berbunyi: Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlainan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Adapun yang merupakan prinsip-prinsip utama dari hukum kontrak menurut KUHPerdata adalah sebagai berikut: 1.
Kebebasan berkontrak. 5 6
Janus Sidabalok, Pengantar Hukum Ekonomi, Bina Media, Medan, 2000, hlm. 83. Wirjono Projodikoro, Loc.Cit., hlm 35.
Universitas Sumatera Utara
31
Yang dimaksud dengan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of making contract) adalah prinsip yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga tidak kebebasan untuk mengatur isi kontrak tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku yang bersifat memaksa.7 Kebebasan ini merupakan perwujudan kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.8 Mengenai kebebasan berkontrak ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Kata ”semua”, menunjuk pada perjanjian yang dikenal dalam hukum, baik diatur dalam undang-undang maupun belum ada diatur. Jadi, orang tidak dibatasi hanya membuat kontrak atau perjanjian yang sudah dikenal oleh undang-undang saja.9 Inilah yang memungkinkan lahirmya jenis-jenis kontrak atau perjanjian baru. Jika kontrak atau perjanjian itu dibuat secara sah, apa yang diperjanjikan berlaku bagi para pihak sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Dengan demikian, kontrak atau perjanjian itu bersifat mengikat dan harus dipenuhi dengan baik.
7
Munir Fuady-I, Loc. Cit., hlm. 50. Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Loc. Cit., hlm. 1 9 Janus Sidabalok, Op. Cit., hlm 84. 8
Universitas Sumatera Utara
32
Sutan Remi Sjahdeini yang dikutip oleh Agus Yudha Hernoko10 kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut: a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian. c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan dibuatnya. d. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian. e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend). Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka penerapan kebebasan berkontrak sebagaimana tersimpul dalam substansi Pasal 1338 (1) KUHPerdata harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal atau ketentuan-ketentuan yang lain: a. Pasal 1320 KUHPerdata, mengenai syarat sahnya perjanjian (kontrak). b. Pasal 1335 KUHPerdata, yang melarang dibuatnya kontrak tanpa causa atau dibuar berdasarkan suatu causa yang palsu atau yang terlarang, dengan konsekuensi tidaklah mempunyai kekuatan.
10
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hlm. 95.
Universitas Sumatera Utara
33
c. Pasal 1337 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. d. Pasal 1338 (3) KUHPerdata, yang menetapkan bahwa kontrak harus dilaksanakan dengan itikad baik. f. Pasal 1339 KUHPerdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat, kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksud dalam Pasal 1339 KUHPerdata bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi ketentuan-ketentuan yang dalam kalangan tertentu selalu diperhatikan. g. Pasal 1347 KUHPerdata mengatur mengenai hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secara diam-diam dimasukkan dalam kontrak (bestanding gebruiklijk beding). Dengan demikian yang harus dipahami dan perlu menjadi perhatian, bahwa kebebasan berkontrak sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata tersebut hendaknya diinterpretasikan dalam kerangka pikir yang menempatkan posisi para pihak dalam keadaan seimbang atau proporsional.11 Kebebasan berkontrak secara
filosofis
menabukan
apabila
dalam
suatu
perjanjian
terdapat
ketidakseimbangan, ketidakadilan, ketimpangan, posisi berat sebelah dan lain-lain, yang pada intinya menempatkan salah satu pihak diatas pihak yang lain. Apabila hal itu terjadi, maka justru merupakan pengingkaran terhadap kebebasan berkontrak itu sendiri. 11
Ibid, hlm. 105.
Universitas Sumatera Utara
34
2.
Prinsip Konsensual. Dengan prinsip konsensual yang dimaksudkan adalah bahwa jika suatu kontrak
dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh tanpa memerlukan persyaratan lain, kecuali jika undang-undang menentukan lain.12 Bahwa suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan melawan hukum lain kecuali perjanjian yang bersifat formal.13 Secara tegas bahwa pihak-pihak telah menyetujui adanya perjanjian itu dengan suatu konsensus, baik secara lisan atau kemudian diikuti secara tertulis. Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata terkandung prinsip yang esensial dari hukum perjanjian yaitu azas ”konsensualisme” yang menentukan adanya perjanjian.14 Di dalam azas ini terkandung kehendak para pihak untuk saling mengikatkan diri dan menimbulkan kepercayaan (vertrouwen) diantara para pihak terhadap pemenuhan perjanjian. Azas kepercayaan (vertrouweleer) merupakan nilai etis yang bersumber pada moral.15 Azas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan azas kebebasan berkontrak dan azas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata. Hal ini yang mendasari pendapat Subekti16 yang menyatakan bahwa azas konsesualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo. 1338 KUHPerdata. Pelanggaran
12
Munir Fuady-I, Op. Cit., hlm. 50. A. Qiram Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hlm. 20. 14 Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Op. Cit., hlm. 82. 15 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 108-109. 16 Ibid, hlm. 37. 13
Universitas Sumatera Utara
35
terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah dan tidak juga mengikat sebagai undang-undang.17 3.
Prinsip Obligatoir. Prinsip obligatoir adalah suatu prinsip yang mengajarkan bahwa jika suatu
kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata dan haknya belum beralih sebelum dilakukannya penyerahan (levering).18 Diperlukan perjanjian kebendaan untuk memindahkan hak milik yang sering disebut penyerahan. 4.
Prinsip Pacta Sunt Servanda. Prinsip pacta sunt servanda secara harafiah berarti ”janji itu mengikat”. Yang
dimaksudkan adalah bahwa jika suatu kontrak sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka kontrak tersebut sudah mengikat para pihak. Bahkan, mengikatnya kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut sama kekuatannya dengan mengikatnya sebuah undang-undang yang dibuat oleh pemerintah.19 Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan azas kebebasan berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan didalamnya.20 Menurut Niewenhuis yang dikutip oleh Agus Yudha Hernoko21 menyatakan
17
Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm. 106. Munir Fuady-I, Op. Cit., hlm. 50. 19 Ibid 20 Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm, 111. 21 Ibid, hlm. 112. 18
Universitas Sumatera Utara
36
bahwa kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul sering dengan azas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada para pihak, pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi. Kekuatan mengikat perjanjian yang pada prinsipnya mempunyai daya kerja (strekking) sebatas para pihak yang membuat perjanjian. Hal ini menunjukkan bahwa hak yang lahir merupakan hak perorangan (persoonlijk) dan bersifat relatif.22 Adakalanya antara prinsipal dan agen dibuat suatu perjanjian yang sederhana yang memuat pokok-pokok tentang apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pihak. Tetapi tidak sedikit yang membuat perjanjiannya dengan ketentuan-ketentuan secara terperinci. Tentu saja membuat perjanjian secara terperinci tidaklah mudah, tetapi dengan perjanjian yang terperinci akan semakin kecil kemungkinan untuk salah menafsirkan isi perjanjian. Sebelum melakukan perjanjian kerja sama dengan PT. KAI (Persero), calon agen harus memenuhi salah satu syarat yang utama tercantum dalam Pasal 5 Ayat 1 Keputusan
Direksi
PT.
Kereta
Api
Indonesia
(Persero)
Nomor:
KEP.D6/LL.702/X/2/KA-2010 tentang Penetapan Petunjuk Pelaksanaan Sistem Keagenan Online (Revisi II), yaitu lembaga atau badan usaha yang berbadan hukum. CV. Anugerah sebagai salah satu agen yang bekerja sama dengan PT. KAI (Persero) merupakan sebuah badan hukum yang berbentuk Perseroan Komanditer.
22
Ibid, hlm. 113.
Universitas Sumatera Utara
37
Akta Pendirian Perseroan Komanditer CV. Anugerah Nomor: 121 yang dibuat secara Notariel oleh Notaris Dwi Rina Handayani, SH, Notaris di kota Cirebon, pada tanggal 29 (dua puluh Sembilan) Juni 2005 (dua ribu lima). Dalam Pasal 2 huruf a Akta Perseroan Komanditer CV. Anugerah tersebut menyebutkan maksud dan tujuan perseroan ini adalah menjalankan usaha dalam bidang Pemesanan Karcis Kereta Api/Instalasi Sinyal dan Telekomunikasi. Apabila yang melakukan kontrak adalah badan hukum, yang mewakili adalah siapa yang ditentukan dalam undang-undang untuk mewakili badan hukum tersebut atau siapa yang ditentukan dalam anggaran dasar badan hukum tersebut. Dalam persekutuan komanditer (CV) yang berhak mewakili persekutuan tersebut dalam membuat kontrak adalah para sekutu pengurusnya.23 PT. KAI (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebelumnya berbentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) dan selanjutnya mengalami perubahan menjadi Perusahaan Umum (PERUM) dan pada akhirnya berubah bentuk menjadi badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Yang dibuat Akta Notarielnya tentang Pendirian PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor: 14, pada tanggal 14 (empat belas) September 1999 (seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan) di hadapan Notaris Imas Fatimah, Notaris di Kota DKI Jakarta. Dalam sebuah perjanjian terdapat para pihak yang melakukan perjanjian. Para pihak yang melakukan Perjanjian Kerja Sama Keagenan Tiket Online, yaitu PT. KAI 23
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
38
(Persero) dan CV. Anugerah sebagai agen. Yang dimaksudkan dengan pihak-pihak dalam perjanjian di sini adalah tentang siapa-siapa yang mengadakan suatu perjanjian. Menurut Pasal 1315 KUHPerdata, disebutkan: Pada umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.
B. Pengaturan Umum Tentang Kerja Sama Keagenan Lembaga keagenan bukan merupakan lembaga baru dalam dunia perdagangan di Indonesia, hanya saja undang-undang yang secara khusus mengatur lembaga keagenan belum ada. Dengan demikian bukan berarti lembaga keagenan beraktivitas tanpa aturan. Dilihat dari sejarah lahirnya lembaga keagenan di Indonesia dapat dilihat dari pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 1977 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan pelaksananya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang Perdagangan. Yang menentukan bahwa perusahaan yang telah berakhir masa kegiatannya dapat terus melakukan kegiatan usaha dagangnya dengan cara menunjuk perusahaan nasional sebagai penyalur atau agen dengan membuat surat perjanjian. Dengan adanya peraturan pemerintah ini, lembaga keagenan baru berkembang dalam dunia perdagangan di Indonesia. Peraturan yang bersifat administratif lainnya dikeluarkan oleh Mentri Perindustrian yaitu SK Menteri Perindustrian No. 295/M/SK/1982
di
dalam
Pasal
22
yang
menyebutkan
bahwa
Universitas Sumatera Utara
39
pengangkatan/penunjukkan perusahaan nasional oleh prinsipal asing wajib dilakukan dengan suatu perjanjian yang bersifat eksklusif untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan sifat dan tujuan penggunaan barang-barang industri yang menjadi obyek perjanjian. Selain peraturan tersebut masih ada beberapa peraturan administratif lainnya. Agen atau keagenan tidak diatur secara tegas dalam KUHPerdata maupun KUHDagang. Dengan demikian dilapangan hukum perdata dan hukum dagang, perjanjian keagenan ini merupakan suatu bentuk perjanjian atau lembaga khusus yang timbul dalam praktek seperti halnya lembaga-lembaga yang timbul dalam praktek lembaga keagenan ini memperoleh dasar yuridis yang diterima eksistensinya melalui asas kebebasan berkontrak yang dijamin oleh hukum perjanjian dalam KUHPerdata. Dengan demikian ketentuan-ketentuan perjanjian pada umumnya yang bersifat memaksa dalam KUHPerdata berlaku pula untuk perjanjian keagenan. Pijakan yuridis untuk aktivitas keagenan, pranata dagang ini yang disebut agen ini dapat dilihat dari: 1. KUHPerdata, yang didalamnya terkandung asas Kebebasan Berkontrak (yang diatur dalam Pasal 1338). 2. KUHPerdata yang berisi tentang sifat pemberian kuasa (yang diatur dalam Pasal 1792-Pasal 1799). 3. KUHDagang yang mengatur mengenai Makelar (Pasal 62-Pasal 73). 4. KUHDagang yang mengatur mengenai Komisioner (Pasal 76-Pasal 85).
Universitas Sumatera Utara
40
5. Dalam peraturan administratif, misalnya peraturan dari departemen perdagangan dan perindustrian. Sekilas analisa mengenai dasar hukum yang digunakan dalam keagenan seperti tersebut diatas. Perihal sifat pemberian kuasa, lazimnya pemberian kuasa dalam keagenan berupa pemberian kuasa secara khusus yaitu pemberian kuasa hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih. Agen hanya diberi kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu saja, misalnya dalam hal melakukan transaksi. Selanjutnya, perihal penggunaan dasar hukum dalam KUHDagang mengenai komisioner. Apabila dikaitkan dengan karakteristik keagenan sebenarnya keagenan cenderung lebih sesuai dengan pengaturan mengenai Makelar dalam KUHDagang. Sebab antara makelar dengan agen memiliki kesamaan karakter yaitu bertindak untuk dan atas nama pihak yang memberikan kuasa, sedangkan komisioner bertindak untuk pihak yang memberikan kuasa namun atas nama dirinya sendiri. Menurut Jensen dan Meckling yang dikutip oleh Sugiarto mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu mekanisme kontrak antara penyedia modal (the principals) dan para agen. Hubungan keagenan merupakan kontrak, baik bersifat eksplisit maupun implisit, di mana satu atau lebih orang (prinsipal) meminta org lain (agen) untuk mengambil tindakan atas nama prinsipal.24 Agen bukanlah karyawan prinsipal, ia hanya melakukan perbuatan tertentu atau mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga. Perjanjian dengan pihak ketiga dibuat agen untuk dan atas nama
24
Sugiarto, Struktur Modal, Struktur Kepemilikan Perusahaan, Permasalahan Keagenan dan Informasi Asimetri, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hlm. 53.
Universitas Sumatera Utara
41
prinsipalnya berdasarkan pemberian wewenang atau kuasa dan prinsipalnya akan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh agen sepanjang tindakan tersebut dilakukan dalam batas wewenang yang diberikannya. Perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh agen untuk prinsipalnya dan hak serta kewajiban para pihak dituangkan dalam perjanjian keagenan yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Dengan demikian keagenan yang pula merupakan bentuk khusus dari perjanjian pemberian kuasa, sehingga ketentuan pokok perjanjian pemberian kuasa berlaku terhadap perjanjian keagenan. Perjanjian pemberian kuasa ini menciptakan hubungan hukum yang bersifat koordinatif dan tetap berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:25 1. Agen perusahaan adalah perusahaan yang berdiri sendiri bukan bagian dari perusahaan pemberi kuasa. 2. Agen perusahaan adalah pemegang kuasa untuk menjalankan keagenan sebagai perusahaan perwakilan dari perusahaan pemberi kuasa. 3. Agen perusahaan menjalankan keagenan secara terus menerus selama tidak dihentikan oleh perusahaan yang diageninya. Mencermati pola hubungan hukum maka akan terkait 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemberi kuasa (prinsipal), pihak penerima kuasa (agen) dan pihak ketiga. Dan penjelasannya sebagai berikut:26
25
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 39. 26 Badan Pembinaan Hukum Nasional, Laporan Akhir Pengkajian Tentang Beberapa Aspek Hukum Perjanjian Keagenan dan Distribusi, Departemen Kehakiman, Jakarta, 1994, hlm. 24-25.
Universitas Sumatera Utara
42
1. Prinsipal, yaitu perorangan atau perusahaan yang memberi perintah/kuasa, mengangkat atau menunjuk pihak tertentu (agen) untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Pengangkatan atau penunjukan agen tersebut dapat dilakukan oleh prinsipal pada umumnya secara tertulis, sekalipun secara lisan tidak ada larangan, tetapi pada saat ini hubungan agen dengan prinsipalnya biasanya diikat oleh suatu persetujuan dalam bentuk kontraktuil. 2. Agen, yaitu pihak yang menerima perintah/kuasa untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum tertentu. Perbuatan hukum yang harus dilakukan tersebut biasanya tercantum dalam perjanjian termaksud. Pihak prinsipal dan pihak agen membuat perjanjian yang memuat perbuatan apa saja yang harus dilakukan seorang agen untuk prinsipalnya, hak yang diterima prinsipal. Seluruhnya diatur di dalam perjanjian keagenan yang dibuat antara pihak agen dengan pihak prinsipal. 3. Pihak ketiga, yaitu pihak yang dihubungi oleh agen dengan siapa transaksi diselenggarakan. Agen membuat perjanjian dengan pihak ketiga mengenai transaksi yang dikuasakan kepadanya (agen) tersebut. Perjanjian dengan pihak ketiga tersebut dibuat oleh agen atas nama prinsipal, serta tanggung jawab prinsipal. Telah diuraikan diatas bahwa pola hubungan hukum keagenan didasarkan oleh suatu persetujuan yang dibuat oleh agen dan prinsipalnya berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Kebebasan untuk mengadakan perjanjian atau kontrak memang disediakan oleh pembentuknya untuk mengisi kekosongan hukum perdata, khususnya dalam bidang hukum perjanjian yang tujuannya adalah agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan perekonomian.27 C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja Sama Keagenan Setiap perjanjian yang merupakan peristiwa hukum akan melahirkan akibat hukum yaitu akibat-akibat dalam hal mana diatur dan ditentukan oleh hukum. Tetapi
27
I Ketut Oka Setiawan, Lembaga Keagenan Dalam Perdagangan dan Pengaturan Di Indonesia, Ind-Hill-Co, Jakarta, 1995, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
43
akibat itu haruslah timbul dari perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Akibat hukum itu adalah lahirnya hak dan kewajiban yang berkaitan langsung pada para pihak tersebut. Setiap perjanjian keagenan yang satu dengan yang lain memiliki klausulaklausula bervariasi, bergantung pada banyak faktor. Tetapi pedoman dasar Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 23/MPM/Kep/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan, yang berisikan: 1. Pengangkatan Keagenan Dalam bagian ini ditentukan tentang berbagai isu di sekitar pengangkatan agen tersebut. Seperti tentang penentuan apakah yang diangkat adalah agen tunggal atau bukan, agen tersebut memasarkan barang atau jasa apa dan akan memasarkan barang atau jasa tersebut di daerah mana dan sebagainya. 2. Hak dan Kewajiban Prinsipal Di sini akan diatur antara lain tentang kewajiban prinsipal mensuply barangbarang yang akan dipasarkan, larangan pengangkatan agen lain di wilayah yang sama. Kewajiban prinsipal memelihara mutu produk dan menyediakan harga minimum. Prinsipal berkewajiban memberikan bantuan promosi produk, bila perlu diberikan bantuan tenaga teknis kepada agen. Prinsipal harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan di mana produk dipasarkan, terms dan conditions tentang pembayaran harga barang kepada prinsipal. 3. Hak dan Kewajiban Agen Dalam bagian ini biasanya diatur tentang kewajiban mempromosikan produk, melindungi kepentingan prinsipal tentang hak paten, merek, rahasia dagang. Kewajiban mengembalikan semua data/informasi kepada prinsipal jika perjanjian keagenan putus. Kewajiban menyampaikan laporan berkala dan laporan lainnya kepada prinsipal. Larangan menjual produk di bawah harga minimum. Hak dari agen untuk dan atas nama prinsipal untuk memasarkan, membuat perjanjian jual beli, mengikuti tender dan sebagainya hak-hak agen lainnya, seperti hak untuk mencantumkan nama prinsipal atau merek produk di kantor agen, hak menerima komisi agen menurut ketentuan-ketentuan yang telah disepakati dan sebagainya. 4. Hal-hal lainnya Hal-hal lain yang terdapat dalam suatu perjanjian keagenan adalah hal-hal yang biasanya terdapat juga dalam perjanjian jenis lainnya. Misalnya tentang jangka
Universitas Sumatera Utara
44
waktu perjanjian, pemutusan perjanjian, force majure, penyelesaian perselisihan, hukum yang berlaku, perubahan perjanjian, pemakaian dua bahasa dan sebagainya.
Suatu perjanjian dibuat untuk mengikatkan diri para pihak yang membuat perjanjian, ditujukan untuk memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan meminta ditetapkannya suatu janji, ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Memang sudah semestinya, perikatan hukum yang dilakukan oleh suatu perjanjian itu sendiri dan tidak mengikat orang-orang lain. Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Orang-orang lain adalah pihak ketiga yang tidak mempunyai
hubungan
dengan
perjanjian
tersebut.
Kalau
seseorang
ingin
mengikatkan diri dengan orang lain, harus ada kuasa yang diberikan oleh orang tersebut. Namun, kalau akan dikuasakan kepada orang lain yang selanjutnya mengikatkan orang itu pada seorang lagi, maka orang tersebut tidak bertindak atas nama diri sendiri tetapi atas nama orang lain, yaitu si pemberi kuasa. Yang menjadi pihak dalam perjanjian yang dibuat atas nama orang lain adalah orang tersebut dan bukan orang itu sendiri. Di dalam Pasal 4 Keputusan Direksi PT KAI (Persero) Nomor. KEP.D6/LL.702/X/2/KA-2010 tentang Penetapan Petunjuk Pelaksanaan Sistem Keagenan Online, menyebutkan hak dan kewajiban CV Anugerah sebagai agen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
45
1. Hak Agen adalah: a. Melayani penjualan karcis Kereta Api. b. Mendapatkan komisi penjualan dalam bentuk Extra Charge atas transaksi penjualan yang dilakukannya. c. Untuk tujuan promosi, Agen diperbolehkan menyatakan dirinya sebagai Agen dari Perusahaan pada kop surat, iklan, daftar telepon dan papan nama kantor, tetapi tidak boleh menyatakan dirinya langsung maupun tidak langsung seakan-akan kantor Agen adalah kantor Perusahaan. 2. Kewajiban Agen adalah: a. Menyediakan tempat penjualan/pemasaran karcis yang representatif di luar dan di dalam stasiun (secara selektif) beserta fasilitasnya. b. Menyetorkan uang jaminan tunai (titipan tunai dan setoran dimuka) kepada Perusahaan, sesuai klausul mengenai Jaminan Tunai. c. Menambah uang setoran dimuka apabila saldo mencapai batas minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk dapat melakukan transaksi kembali. d. Melayani pemesanan Karcis KA untuk Calon Penumpang dengan harga sesuai yang tercetak di karcis plus Extra Charge. e. Membuat laporan hasil penjualan harian karcis dan mengembalikan dokumendokumen angkutan yang tidak digunakan karena proses pembatalan setiap 4 (empat) hari sekali ke Stasiun Induk. f. Memenuhi Target Minimum Penjualan yang telah disepakati.
Universitas Sumatera Utara
46
g. Memberikan informasi ke Perusahaan tentang adanya penumpang penting atau yang perlu mendapat perhatian khusus. h. Menyediakan Formulir Pemesanan sebagaimana tersebut pada Pasal 2 huruf H. i. Membangun data base pelanggan berdasarkan data yang ada di Formulir Pemesanan dan melakukan upaya Customer Relationship Marketing. j. Melakukan usaha-usaha promosi yang aktif sebagai upaya peningkatan penjualan jasa angkutan KA antara lain memasang ”Neonsign Agen Tiket KA” penjualan dilokasi, spanduk, iklan, dll. k. Membuat paket-paket perjalanan dan paket wisata menggunakan KA, terutama untuk meraih pelanggan grup. l. Menjaga nama baik dan citra Perusahaan. Kewajiban pihak pertama atau PT. KAI (Persero) yang tercantum dalam Pasal 4 Perjanjian Kerja Sama Keagenan Tiket Online, yaitu: 1. Menyediakan software ticketing keagenan dan pelatihan pengoperasiannya. 2. Menyediakan blanko karcis sesuai ketentuan Perusahaan. 3. Memberikan fee kepada pihak kedua sebesar tersebut pada Pasal 11 ayat 1 dari nilai transaksi yang tercetak dalam karcis. 4. Memberikan informasi mengenai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan Perusahaan. 5. Menjaga citra dan nama baik pihak kedua.
Universitas Sumatera Utara
47
Hak dan kewajiban agen tiket kereta api secara online yang disebutkan diatas seharusnya dapat mengacu kepada asas proporsionalitas, yang ruang lingkup dan daya kerjanya lebih dominan terlihat dalam kontrak bisnis komersial. Azas proposionalitas bermakna sebagai azas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses kontraktual. Azas proporsionalitas mengandaikan pembagian hak dan kewajiban diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase pra kontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksaan kontrak.28 Terkait dengan kontrak bisnis komersial yang berorientasi keuntungan para pihak, fungsi asas proporsionalitas menunjukkan pada karakter kegunaan yang operasional dan implementatif29 dengan tujuan mewujudkan apa yang dibutuhkan para pihak. Dengan demikian fungsi asas proporsionalitas, baik dalam proses pembentukan maupun pelaksanaan kontrak bisnis komersial adalah:30 1.
2.
Dalam tahap pra kontrak, azas proporsionalitas membuka peluang negoisasi bagi para pihak untuk melakukan pertukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena itu adalah tidak proporsional dan harus ditolak proses negoisasi dengan itikad buruk. Dalam pembentukan kontrak, azas proposional menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menentukan/mengatur proporsi hak dan kewajiban para pihak berlangsung secara fair.
28
Jurnal Hukum Bisnis, “Prinsip-Prinsip Dalam Hukum Kontrak Dan Asas Proporsionalitas”, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Volume 29-No. 2 (2010), hlm. 13. 29 Karakter ‘operasional dan implementatif’ dari asas proporsionalitas hendaknya tidak diartikan bahwa asas ini dengan sendirinya berlaku mengikat para pihak. Sesuai dengan sifatnya, asas kedudukan sebagai meta norma sehingga tidak dapat langsung mengikat para pihak. Namun yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah seyogyanya para pihak menuangkan dan mengimplentasikan asas proporsionalitas ini ke dalam klausul-klausul kontrak yang mereka buat. 30 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
48
3.
4.
5.
Dalam pelaksanaan kontrak, azas proporsional menjamin terwujudnya distribusi pertukaran hak dan kewajiban menurut proporsi yang disepakti/dibebankan pada para pihak. Dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kontrak, harus dinilai secara proporsinal apakah kegagalan tersebut bersifat fundamental (fundamental breach) sehingga mengganggu pelaksanaan sebagian besar kontrak atau sekedar hal-hal sederhana/kesalahan kecil (minor important). Oleh karena itu pengujian melalui azas proporsionalitas sangat menetukan dalil kegagalan pelaksanaan kontrak, agar jangan sampai terjadi penyalahgunaan oleh salah satu pihak dalam memanfaatkan klausul kegagalan pelaksanaan kontrak, semata-mata demi keuntungan salah satu pihak dengan merugikan pihak lain. Bahkan dalam hal terjadi sengketa kontrak, azas proporsionalitas menekankan bahwa proporsi beban pembuktian kepada para pihak harus dibagi menurut pertimbangan yang fair. Dengan demikian kontrak bisnis komersial yang merupakan proses mata rantai
hubungan para pihak harus dibangun berdasarkan pemahaman keadilan yang dilandasi atas pengakuan hak para pihak yang melakukan hubungan kontraktual. Pengakuan terhadap eksistensi hak para pihak tersebut termanifestasi dalam pemberian peluang dan kesempatan yang sama dalam pertukaran hak dan kewajiban secara proporsional.31 Tentunya fungsi azas proporsionalitas sebagai batu uji dalam pelaksanaan pertukaran hak dan kewajiban kontraktual menjadi relevan dan penting. D. Pelaksanaan Perjanjian Keagenan Dalam menjalankan dunia usaha, perusahaan mempunyai beberapa strategi dan sasaran tertentu yang ingin dicapai. Strategi perusahaan terdapat pada berbagai tingkat kegiatan perusahaan, misalnya saja dalam pemasaran hasil produksi atau jasa yang ditawarkan.
31
Agus Yuhdha Hernoko, Loc. Cit., hlm. 88.
Universitas Sumatera Utara
49
Menurut Alfred Sloan32 yang dikutip oleh Frans Hendra, tujuan strategis suatu perusahaan adalah memperoleh hasil investasi dan dalam hal tertentu hasil jangka panjang tidak memuaskan, maka kekurangan itu dikoreksi atau kegiatan itu ditinggalkan untuk usaha lain yang lebih menguntungkan. Perusahaan yang selalu ada dan berada di tengah-tengah masyarakat dituntut untuk dapat membuat karya ekonomi yang dalam pelaksanaannya memang berada diluar perusahaan itu sendiri, yaitu para perantara perusahaan seperti agen, makelar, komisioner dan distributor yaitu dalam menciptakan pelanggan. Pemasaran adalah salah satu contoh yang harus ditempuh oleh perusahaan itu sendiri dalam menciptakan suatu pelanggan. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan tiket kereta api, PT KAI (Persero) melakukan kerja sama keagenan tiket online dengan CV Anugerah sebagai agen. Kerja sama ini dilakukan agar para konsumen atau pelanggan transportasi kereta api dapat dengan mudah memperoleh tiket kereta api. PT KAI (Persero) berharap dengan dilakukannya perjanjian kerja sama dengan agen ini, konsumen tidak lagi menunggu lama dengan jalan mengantri di loket yang dirasa sangat membuang waktu serta untuk mengurangi praktek percaloan yang sangat merugikan konsumen dan PT KAI (Persero). Dalam prosedur pemesanan yang tercantum Pasal 9 huruf h dalam Keputusan Direksi PT KAI (Persero) Nomor. KEP.D6/LL.702/X/2/KA-2010 tentang Penetapan Petunjuk Pelaksanaan Sistem Keagenan Online menyebutkan, yaitu: 32
Frans Hendra, Merumuskan Kebijaksanaan Perusahaan, Djambatan, Jakarta, 1974, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
50
1. Kegiatan pemesanan harus dilakukan melalui komputer ticketing yang tersedia yang menggunakan dokumen karcis resmi yang disediakan oleh perusahaan. 2. Pemesanan datang langsung ke tempat penjualan agen yang telah ditentukan, terkecuali agen menyediakan fasilitas pemesanan melalui telepon, dengan catatan: prosedur pencatatan identitas calon penumpang tetap harus dilakukan oleh petugas penjualan. 3. Petugas penjualan memberikan formulir pemesanan yang harus diisi oleh calon penumpang sesuai dengan data yang ada sebenarnya: a. Nama dan alamat calon penumpang. b. Nomor telepon yang mudah dihubungi. c. Nama, nomor dan kelas kereta api yang dipesan. d. Tanggal dan jam keberangkatan kereta api. e. Stasiun asal dan tujuan penumpang. f. Jumlah penumpang. g. Tanggal pemesanan karcis. 4. Petugas penjualan mencetak karcis sesuai dengan formulir pemesanan yang telah diisi dan memberikan karcis setelah calon penumpang membayar lunas bea angkutan kereta api. 5. Petugas meyakinkan kepada calon penumpang bahwa karcis yang diterima sudah sesuai dengan keinginan calon penumpang dan formulir pemesanan.
Universitas Sumatera Utara
51
6. Perubahan jadwal, relasi dan harga yang terjadi di perusahaan akan diberitahukan sebelumnya ke agen 30 (tiga puluh) hari sebelum keberangkatan yang dijadwalkan dan perusahaan secara otomatis akan melakukan perubahan dalam database sistem komputer ticketing atau dilakukan perubahan secara sentralisasi. 7. Dalam keadaan tertentu, menyimpang dari pernyataan di atas, perusahaan dapat memberitahukan perubahan tersebut sebelum keberangkatan kereta api dan segala resiko yang timbul yang diakibatkan oleh hal tersebut ditanggung oleh perusahaan. Agen dalam melakukan pelayanan kepada konsumen harus memberikan pelayanan yang terbaik disamping untuk menjaga nama baik PT KAI (Persero) sebagai prinsipal. Dalam Pasal 8 tentang prosedur pelayanan yang dilakukan oleh agen seperti yang terdapat di dalam kontrak perjanjian kerja sama keagenan tiket online, yaitu: 1. Agen diwajibkan memasang tanda keagenan dengan biaya sendiri, atas petunjuk dari perusahaan. 2. Agen hanya melayani pemesanan karcis dengan tarif dewasa dan tarif anak. 3. Untuk mengurangi praktek percaloan, pemesanan yang dilakukan oleh calon penumpang untuk 1 (satu) karcis maksimal pemesanan 4 (empat) tempat duduk, terkecuali untuk pemesanan rombongan (mengikuti aturan yang ada di STP).
Universitas Sumatera Utara
52
4. Agen dapat menyediakan pelayanan tambahan kepada calon penumpang dalam bentuk hantaran karcis ke alamat yang bersangkutan dan fasilitas pemesanan lewat telepon, dengan catatan prosedur penjualan melalui formulir pemesanan. 5. Kegiatan pemesanan harus dilakukan melalui computer ticketing yang tersedia dan menggunakan dokumen karcis resmi yang disediakan oleh perusahaan. 6. Apabila terjadi gangguan atau kerusakan pada sistem ticketing, agen tidak dapat melakukan penjualan karcis kereta api, pelayanan penjualan karcis secara manual hanya dapat dilayani di stasiun. Dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dalam Bagian Kedua tentang Pengangkutan Orang Dengan Kereta Api disebutkan juga pasal-pasal yang menjadi
dasar
dari
Keputusan
Direksi
PT
KAI
(Persero)
Nomor.
KEP.D6/LL.702/X/2/KA-2010 dan kontrak perjanjian kerja sama keagenan tiket online yang telah disebutkan di atas, yaitu: Pasal 132 1. Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis. 2. Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. 3. Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang. Pasal 133 1. Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib: a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang; b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum; c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan; d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat; dan
Universitas Sumatera Utara
53
2.
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api. Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.
Pasal 134 1. Apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengganti biaya yang telah dibayar oleh orang yang telah membeli karcis. 2. Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan dan sampai dengan batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan tidak melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, orang tersebut tidak mendapat penggantian biaya karcis. 3. Apabila orang yang telah membeli karcis membatalkan keberangkatan sebelum batas waktu keberangkatan sebagaimana dijadwalkan melapor kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian, mendapat pengembalian sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari harga karcis. 4. Apabila dalam perjalanan kereta api terdapat hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan yang disepakati, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib: a. menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan; atau b. memberikan ganti kerugian senilai harga karcis. Pasal 135 Penyelenggara Sarana Perkeretaapian yang tidak menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan atau tidak member ganti kerugian senilai harga karcis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa pembekuan izin operasi atau pencabutan izin operasi. Agen yang telah melakukan penjualan tiket kereta api akan mendapatkan komisi dari setiap tiket kereta api yang terjual yang besarnya komisi tersebut telah ditentukan oleh PT. KAI (Persero). Dalam Pasal 11 tentang komisi penjualan yang tercantum dalam kontrak perjanjian kerja sama keagenan tiket online, menyebutkan:
Universitas Sumatera Utara
54
1.
Atas pelaksanaan tugas yang diberikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua, Pihak Pertama akan memberikan komisi penjualan dalam bentuk Extra Charge kepada Pihak Kedua sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) untuk setiap tempat duduk yang terjual dan secara otomatis akan tercetak pada karcis.
2.
Harga yang tercetak di karcis besarnya sesuai dengan tarif yang berlaku untuk masing-masing jenis dan trayek ditambah Extra Charge.
3.
Pendapatan yang diterima Pihak Pertama adalah pendapatan sesuai dengan yang tercetak di karcis (pendapatan bersih) setelah dikurangi komisi penjualan (tanpa Extra Charge). Tiap-tiap jenis perjanjian memiliki karakteristik atau kriteria yang berbeda satu
sama lain, begitu pula dengan perjanjian keagenan. Menurut Munir Fuady33 tentang pendapatan yang diterima dalam hal keagenan, pendapatan yang diterima oleh seorang agen adalah berupa komisi dari hasil penjualan berupa barang/jasa kepada konsumen. E. Jangka Waktu Perjanjian Keagenan Dalam suatu kontrak perjanjian kerjasama disebutkan tentang adanya jangka waktu perjanjian. Fungsinya untuk mengetahui lamanya perjanjian kerjasama itu akan berlangsung serta perjanjian tersebut dapat berakhir apabila para pihak tidak lagi menginginkannya. Lamanya suatu perjanjian yang dilakukan ditentukan oleh para pihak yang mengadakan hubungan perjanjian kerjasama tersebut. Di dalam Perjanjian 33
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hlm. 153
Universitas Sumatera Utara
55
Kerjasama Keagenan Tiket Online disebutkan mengenai tentang lamanya perjanjian kerjasama ini dilakukan dan berakhirnya perjanjian apabila terjadi wanprestasi yang disebabkan oleh salah satu pihak. Pada umumnya berakhirnya perjanjian keagenan dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu: 1. Pelaksanaan. Keagenan
berakhir
karena
agen
telah
menyelesaikan
tugas-tugas
dan
kewajibannya. 2. Penarikan kekuasaan. Pada umumnya prinsipal dapat menarik kekuasaan agennya setiap saat walaupun ia harus membayar ganti rugi kepada agennya jika hal tersebut mengakibatkan pelanggaran perjanjian antara prinsipal dan agen. 3. Meninggalnya salah satu pihak, mengakhiri keagenan tersebut. 4.
Prinsipal jatuh pailit. Juga dapat mengakhiri keagenan tersebut.
5. Ketidakmampuan. Baik itu pada agen dan prinsipal sehingga mengakibatkan tidak mampu melaksanakan kewajibannya. Baik itu dikarenakan penyakit atau hal lainnya seperti ketidakwarasan. 6. Halangan keagenan.
Universitas Sumatera Utara
56
Apabila terjadi perubahan keadaan sehingga melawan hukum dapat mengakhiri keagenan. PT. KAI (Persero) menetapkan jangka waktu lamanya suatu perjanjian yang disebutkan dalam kontrak kerjasama dengan agen tiket kereta api. Dasar dari lamanya atau jangka waktu Perjanjian Keagenan Tiket Online antara PT. KAI (Persero) dengan CV. Anugerah terdapat dalam Keputusan Direksi PT. KAI (Persero) Nomor. KEP.D6/LL.702/X/2/KA-2010 tentang Penetapan Petunjuk Pelaksanaan Sistem Keagenan Online yang mengatakan bahwa: 1. Perjanjian kerja sama dibuat antara Agen dengan Dirkom (Direktur Komersial). 2. Masa perjanjian kerja sama berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. 3. Apabila perjanjian kerja sama antara Agen dan Perusahaan berakhir, Perusahaan wajib mengembalikan Jaminan Blanko Karcis sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) beserta sisa Jaminan Transaksi yang masih ada di Perusahaan kepada Agen dan Agen harus mengembalikan seluruh dokumen angkutan yang ada di Perusahaan. 4. Apabila terjadi Default karena kesalahan Agen, Jaminan Blanko Karcis menjadi milik Perusahaan dan Agen harus menyelesaikan segala urusan keuangan yang masih ada pada Perusahaan, Agen harus mengembalikan seluruh dokumen angkutan yang ada pada Perusahaan. Berakhinya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu kreditur dan debitur tentang sesuatu hal. Pihak kreditur
Universitas Sumatera Utara
57
adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi.34 Berakhirnya perikatan diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata. Cara berakhirnya perikatan dibagi menjadi 10 (sepuluh) cara, yaitu: 1.
Pembayaran.
2.
Konsignasi.
3.
Novasi (pembaruan utang).
4.
Kompensasi.
5.
Konfusio (pencampuran utang).
6.
Pembebasan utang.
7.
Musnahnya barang terutang.
8.
Kebatalan atau pembatalan.
9.
Berlakunya syarat batal.
10. Daluwarsa. Dalam praktik sehari-hari, dikenal juga cara berakhirnya suatu kontrak dan tetap dilandasi oleh Pasal 1381 KUHPerdata tersebut, yaitu: 1.
Jangka waktunya berakhir.
2.
Dilaksanakan objek perjanjian.
3.
Kesepakatan kedua belah pihak.
4.
Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak.
5.
Adanya putusan pengadilan. 34
Salim HS-I, Loc. Cit.,hlm 163.
Universitas Sumatera Utara
58
Akibat berakhirnya keagenan bagi pihak ketiga atau masyarakat sebagai konsumen, tergantung dari cara berakhirnya keagenan tersebut. Apabila PT. KAI (Persero) secara sadar menarik kekuasaan dari agennya, maka hal tersebut tidak mempengaruhi pihak ketiga. Sebaliknya apabila berakhirnya hubungan kerjasama tersebut terjadi tidak dengan sukarela tetapi karena berlakunya undang-undang, maka kekuasaan tersebut akan berakhir secara otomatis. Akibat berakhirnya hubungan kerjasama antara PT. KAI (Persero) dengan Agen, adalah perjanjian tersebut berhenti untuk masa yang akan datang, tetapi hak-hak agen seperti hak agen untuk mendapatkan kembali uang jaminan dari PT. KAI (Persero) belum terpenuhi tetap ada selama belum dipenuhi oleh PT. KAI (Persero).
Universitas Sumatera Utara