BAB II BELAJAR DAN BEKERJA
A. Pengertian Belajar Belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pendidikan di sekolah, meskipun tidak selamanya belajar harus berada di sekolah. Belajar sebagai kegiatan pokok berperan penting dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan atau dicita-citakan. Oleh karena itu para ahli menaruh perhatian pada teori-teori belajar. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi belajar, diantaranya: Learning is process through which experience causes permanent change in knowledge or behavior.1 Pengertian belajar lebih lanjut dalam kamus pendidikan seperti yang dikutip Crow & Crow diartikan sebagai perubahan dalam respon atau tingkah laku (seperti inovasi, eliminasi atau modifikasi respon, yang mengandung setaraf dengan ketepatan), yang sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh pengalaman, “pengalaman” yang serupa itu terutama yang sadar, namun kadang-kadang mengandung juga komponen penting yang tak sadar, seperti yang biasa terdapat dalam belajar gerak ataupun dalam reaksinya terhadap perangsang-perangsang yang tak teratur ataupun yang amat halus; termasuk juga perubahan tingkah laku dalam suasana emosional, namun yang lebih lazim ialah perubahan yang berhubungan dengan bertambahnya pengetahuan simbolik atau ketrampilan gerak; tidak termasuk adanya perubahan-perubahan fisiologis seperti keletihan (fatigue), atau halangan atau tidak berfungsinya indera untuk sementara setelah berlangsungnya perangsang-perangsang yang terus menerus-menerus.2 Belajar dapat diartikan sebagai proses transfer yang ditandai oleh adanya perubahan pengetahuan, tingkah laku dan kemampuan seseorang yang relatif tetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman yang terjadi melalui
1
Anita E. Woolfolk, Educational Psychology, (United States: The Ohio State University Press, 1995), hlm. 196 2 Lester D. Crow & Crow, “Educational Psychology”, dalam Abd. Rahman Abror (Penerjemah), Psikologi Pendidikan, (Unites States: Mc Graw-Hill, 1945), hlm. 272
aktifitas mental yang bersifat aktif, konstruktif, komulatif dan berorientasi pada tujuan.3 Ada 3 hal pokok dalam belajar; pertama, bahwa belajar itu membawa perubahan, kedua, bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru, ketiga, bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja). Ngalim Purwanto mengemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu: Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk; Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi; Perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang; Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikologis,
seperti:
perubahan
dalam
pengertian,
pemecahan
masalah/berpikir, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
suatu
4
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses perubahan kualitatif dan kuantitatif pengetahuan dan perilaku seseorang yang dihasilkan dari praktik dan pengalaman. Bertolak dari pengertian belajar, maka dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh kepandaian atau kecerdasan, ilmu atau wawasan, ketrampilan dan pengalaman. Sehingga atas pertimbangan inilah, kiranya diperlukan suatu strategi atau pola atau cara yang diperlukan untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam belajarnya.
3
Chabib Thoha, “PBM-PAI di Sekolah Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar”, dalam Abdul Mu’ti (eds.), Proses Belajar: Pendekatan Kognitif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998), Cet. I, hlm. 94 4 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. XV, hlm. 85
B. Proses Belajar 1. Teori Belajar Proses tentang belajar sebagai proses psikologis, terjadi di dalam diri seseorang dan karena itu sukar diketahui secara pasti bagaimana terjadinya. Karena proses itu kompleks, maka timbullah berbagai teori yang dikemukakan oleh ahli psikologi. Secara sederhana dapat digolongkan dalam tiga golongan yakni teori belajar menurut ilmu jiwa daya, teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi, dan menurut ilmu jiwa Gestalt.5 a. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya Menurut teori ini jiwa itu terdiri atas berbagai daya, masingmasing dengan fungsi tertentu seperti daya ingat, daya khayal, daya pikir dan sebagainya. Daya-daya itu dapat dilatih, sehingga bertambah baik fungsinya. Daya dapat dilatih dengan menggunakan segala macam bahan. Misalnya untuk melatih daya ingat, dapat menghafal angka-angka, bahasa lain, atau apa saja yang boleh dihafal, karena dengan demikian daya ingat tersebut menjadi terlatih. Yang dipentingkan di sini bukanlah penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan daya itu. Demikian pula halnya dengan daya pikir yang dianggap sangat penting. Daya ini dapat dilatih dengan menyuruh seseorang memikirkan segala macam soal-soal matematika, ilmu alam, tata bahasa, dan lain-lain. Itu sebabnya maka berhitung dan matematika mendapat kedudukan yang terhormat dalam kurikulum sekolah. Makin sulit hitungan makin baik sebagai latihan, sekalipun hitungan itu tak pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Bahan pelajaran itu sendiri tidak penting. Namun dengan daya yang telah terbentuk kita mudah mempelajari bahan pelajaran baru. Jadi walaupun segala bahan pelajaran terlupakan masih ada yang tertinggal, yakni daya yang telah 5
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. II, hlm. 36
terlatih itu yang dapat selanjutnya digunakan untuk menghadapi bahan-bahan lain. Daya pikir yang telah terlatih misalnya dapat digunakan terhadap segala macam soal dalam bidang apa pun juga. b. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi Ilmu jiwa asosiasi berpendirian bahwa keseluruhan itu terdiri atas penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dalam aliran ini terdapat dua macam teori belajar yang terkenal, yakni teori Connectionisme (Bond Psychology) dan teori Conditioning (Pavlovisme).6 1) Teori connectionisme atau bond psychology Teori ini dikemukakan oleh Thorndike, sehingga dapat disebut sebagai teori Thorndike. Ia adalah seorang tokoh dalam lapangan psikologi pendidikan yang besar pengaruhnya. Dalam tulisannya yang mula-mula sekali Thorndike berpendapat, bahwa yang menjadi dasar belajar itu ialah asosiasi antara kesan panca indera (sense impression) dengan implus untuk bertindak (impulse to action). Asosiasi yang demikian itu disebut “Bond” atau “Connection”. Asosiasi atau bond atau koneksi itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Karena prinsipnya yang demikian itulah maka teori Thorndike itu disebut Connectionisme atau Bond Psychology. Bentuk belajar yang khas baik pada hewan maupun pada manusia itu oleh Thorndike disifatkan sebagai “trial and error learning” atau “learning by selecting and connecting”. Organisme (pelajar, dalam eksperimen dipergunakan hewan juga) dihadapkan kepada situasi yang mengandung problem untuk dipecahkan; pelajar harus mencapai tujuan. Pelajar itu akan memilih response yang tepat di antara berbagai respons yang mungkin dilakukan. 6
Ibid, hlm. 37, lihat pula Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hal. 89
Berbeda
dengan
penelitian-penelitian
laboratorium
mengenai hal belajar itu yang telah dilakukan oleh ahli-ahli yang lebih dahulu, dalam eksperimen ini Thorndike memasukkan masalah baru di dalam belajar, yaitu masalah dorongan (motivation),
hadiah
(ganjaran,
reward),
dan
hukuman
(punishment). Penelitian-penelitian yang lebih dahulu umumnya tidak mempersoalkan hal itu. Eksperimen-eksperimen
Thorndike
mengenai
hewan
mempengaruhi pikirannya mengenai belajar pada taraf insasi (human). Dia yakin bahwa tingkah laku hewan sedikit sekali dipimpin oleh pengertian. Respons-respons itu dilakukan oleh hewan langsung terhadap situasi yang diamati. Dengan tidak menyatakan secara eksplisit menolak kemungkinan adanya pengertian pada hewan, dia yakin bahwa masalah belajar itu pada hewan dapat diterangkan sebagai hubungan langsung antara situasi dan perbuatan, tanpa diantarai oleh pengertian. 2) Teori Conditioning Peletak dasar teori ini adalah Ivan Petrovitch Pavlov. Ia juga mempelajari hal belajar pada binatang. Adapun penelitiannya yang khas adalah sebagai berikut: Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan si peneliti untuk mengukur dengan teliti air liur yang keluar sebagai respons (reaksi) apabila ada perangsang makanan ke mulutnya. Hasilnya: Setelah percobaan diulang berkali-kali, maka ternyata air liur telah keluar sebelum makanan sampai ke mulutnya, yaitu: a) pada waktu melihat piring makanannya, b) pada waktu melihat orang yang biasa memberikan makanan, dan bahkan c) pada waktu mendengar langkah orang yang biasa memberikan makanan itu.
Jadi makanan-makanan di sini merupakan perangsang yang sewajarnya (perangsang alami) bagi refleks keluarnya air liur, sedangkan piring, orang, suara langkah itu merupakan perangsang yang bukan sewajarnya, sebab seharusnya, dalam keadaan normal, anjing tidak akan mengeluarkan air liur kalau melihat orang atau mendengar langkah orang. Pengamatan terhadap piring, orang, langkah orang tersebut merupakan pertanda (isyarat, signal) terhadap datangnya makanan. Terhadap hasil percobaan ini ia mengambil kesimpulan demikian: Pertanda (signal) dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya. Reaksi mengeluarkan air liur karena mengamati pertanda tersebut mula-mula disebutnya “sekresi psikis” (psychic secretion) atau refleks bersyarat (conditioned reflex disingkat CR). Pertanda atau signal itu disebutnya perangsang bersyarat (conditioned stimulus disingkat CS). Makanan disebut perangsang tak bersyarat (unconditioned stimulus disingkat US), sedangkan keluarnya air liur karena makanan disebut refleks tak bersyarat (unconditioned reflex disingkat UR). Bentuk kelakuan yang dapat dipelajari melalui teori ini, seperti halnya anak-anak berkumpul secara bersama-sama ketika mendengar bunyi lonceng/bel di sekolah, tentara melakukan macam-macam gerak atas aba-aba komandannya, berhenti di jalan bila lampu merah, dan sebagainya. Namun banyak yang tidak dapat dipelajari dengan conditioning, seperti main bola, belajar naik sepeda atau belajar matematika. c. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt Teori Gestalt dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Aliran ini berpendirian bahwa manusia adalah organisme yang
aktif berusaha mencapai tujuan, bahwa individu bertindak atas berbagai pengaruh di dalam dan di luar individu. Teori belajar menurut Gestalt, diantaranya: 1) Belajar berdasarkan keseluruhan. Orang berusaha menghubungkan pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang bulat lebih mudah dimengerti dari pada bagianbagiannya. 2) Belajar adalah suatu proses perkembangan. Anak-anak baru dapat mempelajari dan mencernakan bila ia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia suatu organisme yang berkembang kesediaan mempelajari sesuatu ditentukan oleh kematangan batiniah, tetapi juga perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman. 3) Anak sebagai organisme keseluruhan. Anak belajar tak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaninya. 4) Terjadi
transfer.
Belajar
pada
pokoknya
yang
terpenting
penyesuaian pertama ialah memperoleh response yang tepat. Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai dengan betul-betul maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain. 5) Belajar adalah reorganisasi pengalaman. Pengalaman adalah suatu interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar itu baru timbul
bila
seseorang
menemui
situasi/soal
baru.
Dalam
menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang dimiliki. 6) Belajar harus dengan insight. Insight adalah satu saat dalam proses belajar dimana seseorang melihat tentang pengertian mengenai sangkutpaut dan hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.7 Menurut aliran ini seorang dikatakan belajar jika ia mendapat “insight”. Insight itu diperoleh bila ia melihat hubungan tertentu antara 7
Kuryani, “Teori Belajar”, Jurnal Akademika, Jakarta, Vol. 8 No. 1 Januari 2003, hlm. 80
berbagai unsur dalam situasi itu, sehingga hubungan itu menjadi jelas baginya dan dengan demikian memecahkan masalah itu. Timbulnya insight tergantung pada: 1) Kesanggupan, kematangan dan inteligensi individu. Anak-anak yang terlampau muda atau bodoh tidak sanggup memecahkan suatu soal karena tidak memperoleh insight dalam seluk beluk masalah itu. 2) Pengalaman seseorang. Seorang montir lebih mudah memperoleh insight dalam soal-soal mesin daripada seseorang guru besar yang tak mempunyai pengalaman dalam bidang itu. 3) Sifat atau taraf kompleksitas situasi. Kalau situasi itu terlampau kompleks, insight tak sanggup diperoleh sehingga masalah itu tak terpecahkan. 4) Latihan. Dengan latihan-latihan dapat mempertinggi kesanggupan memperoleh insight dalam situasi-situasi yang bersamaan yang telah banyak dihadapi sebelumnya. 5) Trial and error. Sering tak segera jalan untuk memecahkan suatu masalah terlihat. Setelah mengadakan beberapa percobaan, terdapat gambaran yang lebih jelas tentang hubungan antara berbagai unsur dalam problema itu, sehingga akhirnya kita peroleh insight dan kita pecahkan masalah itu.8 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar teori-teori belajar adalah sebagai berikut: a. Teori belajar ilmu jiwa daya Dalam diri manusia terdapat jiwa daya yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri seperti daya mengingat, daya menangkap pengetahuan, daya berfikir dan lain-lain, jadi dalam otak manusia terdapat berbagai daya maka perlu dilatih dengan baik
8
S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 42
b. Teori belajar Gestalt Menurut teori ini manusia tidak dipandang sebagai jumlah dari dayadaya tetapi merupakan sebagai keseluruhan individu yang bertindak dan berfikir. Jadi keseluruhan itu dipandang lebih berarti daripada bagian-bagian. Dalam praktek pembelajaran yang menyangkut teori ini berusaha menjadi bahan pengajaran sebagai satu kesatuan dari sini dimulai pembelajaran baru yang berkembang ke hal-hal yang khusus sebagai bagian dari keseluruhan tadi. c. Teori belajar Asosiasi Teori ini berlawanan dengan teori Gestalt, menurut teori belajar asosiasi belajar itu harus dimulai dari bagian-bagian bari dijumlahkan menjadi keseluruhan. d. Teori belajar Thorndike Teori
belajar
Thorndike
lebih
dikenal
dengan
teori
belajar
koneksionisme. Dan menurut teori ini belajar adalah kegiatan problem solving atau pemecahan masalah. Adanya berbagai teori belajar menunjukkan bahwa proses belajar itu kompleks. Mungkin tidak ada teori yang memberi seluruh kebenaran. Mungkin untuk lower learning misalnya menghafal nama-nama atau katakata lebih tepat digunakan teori Connectionisme dan Conditioning, sedangkan untuk higher learning yaitu untuk hal-hal yang sulit seperti memecahkan masalah diperlukan teori Gestalt. 2. Fase dalam Belajar Belajar pengolahan
merupakan
informasi
proses
tersebut
pengolahan secara
umum
informasi.
Proses
meliputi
proses
mengumpulkan dan menyeleksi data informasi melalui panca indra, menyusun atau menata informasi yang telah diseleksi ke dalam memori
dan menggunakan informasi yang tersimpan dalam memori untuk melakukan suatu perbuatan.9 Belajar berlangsung dalam empat fase yang berturut-turut, yakni (1) fase apprehending, (2) fase acquisition, (3) fase storage, dan (4) fase retrieval. Dalam fase apprehending seorang harus memperhatikan stimulus tertentu melalui panca indera, menangkap artinya dan memahaminya. Proses ini disebut selective perception. Perhatian, informasi yang ditangkap oleh receptor dilanjutkan ke “working memory” (memori kerja). Suatu stimulus dapat ditafsirkan dengan berbagai cara, misalnya “gajah” dapat ditafsirkan sebagai hewan yang besar atau nama sebuah penyakit. Setelah itu fase “acquisition” dan ini terbukti dari kesanggupan yang diperoleh seseorang untuk melakukan sesuatu yang belum diketahui sebelumnya. Kemampuan yang baru itu disimpan. Ini disebut fase “storage”. Ada kalanya apa yang dipelajari itu disimpan atau diingat sebentar saja, misalnya beberapa menit seperti nomor telepon untuk memutar nomor tertentu, dapat pula diingat sepanjang hidup. Jadi ada ingatan jangka pendek, ada pula ingatan jangka panjang. Melalui proses storage atau penyimpanan, informasi dilanjutkan ke “long-term memory” (memori tetap). Apa yang disimpan itu pada suatu waktu diperlukan dan diambil dari simpanan. Ini disebut fase “retrieval” atau mengambil kembali. Retrieval ini tidak semata-mata mengeluarkan kembali apa yang disimpan, akan tetapi menggunakannya dalam situasi tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah. Ada kemungkinan bahwa apa yang disimpan itu dikeluarkan dalam bentuk yang lain daripada sewaktu disimpan. Gejala ini termasuk transfer apa yang dipelajari itu.
9
Chabib Thoha, “PBM-PAI di Sekolah Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar”, dalam Abdul Mu’ti (eds.), Proses Belajar: Pendekatan Kognitif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998), Cet. I, hlm. 98
Keempat fase itu sukar dipisahkan dengan tegas. Kedua fase pertama dapat berlangsung dalam waktu beberapa detik. Keduanya dapat dipandang sebagai perbuatan belajar, sedangkan fase ketiga dan keempat dipandang sebagai mengingat. Yang satu tentu dapat dipisahkan dari yang satu lagi. Belajar hanya terjadi bila ada sesuatu yang diingat dari apa yang dipelajari itu.10 3. Jenis Belajar Komponen-komponen dalam proses belajar dapat digambarkan sebagai S - R. Stimulus yang diterima seseorang melalui alat indra, kemudian ditransformasi dengan sistem alat syaraf sebagai perangsang. Hasil transformasi dikeluarkan dalam bentuk respons sebagai hasil belajar yang dapat diamati. Nana Sudjana mengidentifikasi jenis/tipe belajar sebagai berikut: a. Belajar informasi Yang termasuk jenis belajar adalah belajar lambang, kata istilah, definisi, peraturan, persamaan, pernyataan sifat dan lain-lain jenis informasi. b. Belajar konsep/pengertian Konsep adalah serangkaian perangsang dengan sifat-sifat yang sama. Pada tipe belajar ini mulai menggabungkan serangkaian informasiinformasi yang diterima. c. Belajar prinsip Prinsip adalah pola hubungan fungsional antar konsep. Belajar tipe ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan tipe belajar konsep. d. Belajar ketrampilan Ketrampilan
merupakan
pola
kegiatan
yang
bertujuan,
memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari.
10
yang 11
S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. VIII, hlm. 140 11 Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1989), hlm. 12-17
Lebih lanjut Robert M. Gagne mengemukakan delapan macam tipe belajar yakni: a. Signal learning (belajar isyarat) Contoh: mendengar bunyi lonceng merupakan signal atau isyarat untuk masuk kelas. Mendengar bunyi lonceng itu merupakan isyarat yang menimbulkan perasaan tertentu. Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respons yang timbul bersifat umum, kabur, emosional. Selain timbulnya dengan tak sengaja dan tak dapat dikuasai. b. Stimulus-response learning (belajar stimulus-respons) Contoh: anjing dapat diajar “memberi salam” dengan mengangkat kaki depannya bila dikatakan “kasi tangan” atau “salam”. Ucapan “kasi tangan” merupakan stimulus yang menimbulkan respons “memberi salam” oleh anjing itu. Kemampuan ini tidak diperoleh dengan tibatiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respons itu dapat diatur dan dikuasai, jadi berlainan dengan belajar tipe 1. Respons bersifat spesifik, jadi tidak umum dan kabur. Respons itu diperkuat atau direinforce dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan komponen penting dalam respons itu. Dengan belajar stimulus-respons ini seorang belajar mengucapkan kata-kata dalam bahasa asing. c. Chaining (rantai atau rangkaian) Contoh: dalam bahasa kita banyak contoh “chaining” seperti pulang dari sekolah, ganti baju, makan. Chaining terjadi bila terbentuk hubungan antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu lagi, jadi berdasarkan “contiguity”. d. Verbal association (asosiasi verbal) Bentuk verbal asosiasi yang paling sederhana ialah bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, dan anak itu dapat mengatakan “bujur sangkar”, atau mengatakan “itu bola saya” bila dilihatnya bola. Sebelumnya ia harus dapat membedakan bentuk geometris, atau
mengenal “bujur sangkar” sebagai salah satu bentuk geometris, atau mengenal “bola”, “saya” dan “itu”. Hubungan itu terbentuk, bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutan tertentu, yang satu segera mengikuti yang satu lagi (contiguity). e. Discrimination Learning (belajar diskriminasi) Contoh: anak dapat mengenal berbagai merk mobil beserta namanya, walaupun tampaknya mobil itu banyak bersamaan. Demikian pula ia dapat membedakan manusia yang satu dari yang lain, juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Diskriminasi didasarkan atas “chain”. Anak misalnya harus mengenal mobil tertentu beserta namanya. Untuk mengenal model lain harus pula diadakan “chain” baru, dengan kemungkinan yang satu akan mengganggu yang satu lagi. Makin banyak yang harus dirangkaikan, makin besar kesulitan yang dihadapi, karena kemungkinan gangguan atau “interference” itu, dan kemungkinan suatu chain dilupakan. f. Concept learning (belajar konsep) Belajar konsep mungkin karena kesanggupan manusia untuk mengadakan representasi internal tentang dunia sekitarnya dengan menggunakan bahasa. Manusia dapat melakukannya tanpa batas berkat bahasa dan kemampuannya mengabstraksi. Dengan menguasai konsep, ia dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu, misalnya menurut warna, bentuk, besar, jumlah, dan sebagainya. Untuk mempelajari suatu konsep anak harus mengalami berbagai situasi dengan stimulus tertentu. Dalam pada itu harus ia dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk dan tidak termasuk konsep itu. Proses belajar konsep memakan waktu dan berlangsung secara berangsur-angsur. g. Rule learning (belajar aturan) Tipe belajar ini banyak terdapat dalam pelajaran di sekolah. Banyak aturan yang perlu diketahui oleh setiap orang yang terdidik. Aturan ini terdapat dalam tiap mata pelajaran. Misalnya: benda yang memuai,
angin berembus dari daerah maksimum ke daerah minimum, dan sebagainya. h. Problem solving (pemecahan masalah) Problem solving atau memecahkan masalah sesuatu yang biasa dalam hidup setiap manusia. Di sekolah murid-murid terus menerus dihadapkan dengan berbagai masalah dalam tiap mata pelajaran. Memecahkan masalah memerlukan pemikiran dengan menggunakan dan menghubungkan berbagai aturanaturan yang telah dikenal menurut kombinasi yang berlainan. Dalam memecahkan masalah sering harus dilalui berbagai langkah seperti mengenal setiap unsur dalam masalah itu, mencari aturan-aturan yang berkenaan dengan masalah itu dan dalam segala masalah langkah perlu ia berpikir. Untuk memecahkan suatu masalah diperlukan waktu ada kalanya sebentar, ada kalanya lama, bergantung pada kompleksitas masalah itu.12
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR Secara global menurut Slameto, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni: 1. Faktor Intern Faktor internal yakni faktor yang berasal dari dalam diri sendiri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah). a. Aspek fisiologis/jasmaniah Kondisi umum jasmani dapat mempengaruhi semangat dan intensitas dalam mengikuti pelajaran. Aspek fisiologis dapat berupa: 1) Kesehatan 2) Cacat tubuh
12
S. Nasution, Op. Cit., hlm. 136-139
b. Aspek psikologis Ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: 1) Inteligensi Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. 2) Perhatian Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu obyek (benda/hal) atau sekumpulan objek. 3) Minat Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. 4) Bakat Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. 5) Motif Motif adalah sesuatu yang mendorong individu untuk berperilaku. 6) Kematangan Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. 7) Kesiapan Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. 2. Faktor kelelahan Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat psikis).
3. Faktor Ekstern Faktor
ekstern
yang
berpengaruh
terhadap
belajar
dapat
dikelompokkan menjadi dua faktor, yaitu: a. Faktor keluarga Pengaruh keluarga dapat berupa: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga. b. Faktor sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.13 Muhibbin Syah menambahkan, selain faktor intern dan ekstern tersebut, faktor pendekatan belajar juga dapat berpengaruh terhadap taraf keberhasilan belajar. Pendekatan belajar meliputi strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Pendekatan belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: 1) pendekatan rendah (reproductive dan surface); 2) pendekatan menengah (analytical dan deep); 3) pendekatan tinggi (speculative dan achieving).14 Surjadi menambahkan, ada dua pendekatan terhadap proses belajar yaitu pendekatan dikotomus dan non-dikotomus. Pendekatan dikotomus berupa paradigma belajar aktif dan belajar pasif. Dalam penelitian lain menyebutkan berupa tingkat permukaan (surface level) dan tingkat dalam (deep level process of learning). Tingkat permukaan berkarakteristik utama adalah belajar reproduktif, berkaitan dengan volume, menggambarkan dan
13
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Rineka Cipta, 2003), hlm. 54-56, lihat pula Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 102-105, Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 233 14 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 140-141
menyebutkan apa yang ditulis pengarang; atomistic, dan penyebutan multi struktural (enumeratif dan repetitive recall). Tingkat dalam berkenaan dengan mencari inti/pokok bahan-bahan pelajaran, membandingkan pengetahuan baru dengan yang telah dimiliki, mencernakan (digesting) pengetahuan baru tersebut, menganalisa dan mensintesakan pengetahuan baru dengan yang telah ada di luar apa yang ditulis pengarang.15
D. MOTIVASI BELAJAR 1. Pengertian Motivasi Belajar Manusia merupakan makhluk yang hidup, berkembang dan beraktifitas. Manusia bertingkah laku selain terikat oleh faktor-faktor yang datang dari luar dirinya, juga ditentukan oleh faktor-faktor yang datang dari dalam dirinya. Faktor atau kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang akan menjadi pendorong untuk berbuat atau bertindak yang disebut sebagai motivasi. Seperti halnya definisi motivasi dari McDonald yang dikutip Oemar Hamalik, “Motivation is energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions”. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.16 Sedangkan motivasi belajar dapat diartikan sebagai energi, tenaga atau kekuatan yang mendorong, menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki tercapai. 2. Fungsi Motivasi dalam Belajar Motivasi diakui sebagai hal yang penting dalam proses belajar mengajar. Fenomena yang sering terlihat adalah anak-anak kecil tidak 15
A. Surjadi, “Studi tenteng Kebiasaan Belajar Mahasiswa UT-UPBJJ Bandung”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 046, Tahun Ke-10, Januari 2004 16 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1992), hlm. 173
semua suka ke sekolah, bahkan anak-anak besarpun ada juga yang sebenarnya kurang menyukai sekolah. Namun kadang mereka sangat giat pergi ke sekolah walaupun dalam keadaan sakit dan bahkan ada seorang pelajar yang rela belajar semalam di dalam kamar, karena esoknya harinya ujian. Perhatian para tokoh terhadap motivasi dikemukakan dalam beberapa teori. Hewitt mengemukakan bahwa attentional set merupakan dasar bagi perkembangan motivasi yakni yang bersifat sosial, artinya anak itu suka bekerja-sama dengan anak-anak lain dan dengan guru, ia mengharapkan penghargaan dari teman-temannya dan mencegah celaan mereka, dan ingin mendapatkan harga dirinya di kalangan kawan sekelasnya. Selanjutnya anak itu memperoleh motivasi untuk menguasai pelajaran (mastery), termasuk penguasaan ketrampilan intelektual. Dengan reinforcement, yakni penghargaan atas keberhasilannya, motivasi itu dapat dipupuk. Taraf motivasi tertinggi adalah motivasi untuk achievement atau keberhasilan yang merupakan syarat agar anak itu didorong oleh kemauannya sendiri dan merasa kepuasaan dalam mengatasi masalah tugas-tugas yang kian bertambah sulit dan berat. Bila taraf ini tercapai, maka anak itu sanggup untuk belajar sendiri. Ausebel berpendapat, sebagaimana yang dikutip Nasution bahwa motivasi yang dikaitkan dengan motivasi sosial tidak begitu penting dibandingkan dengan motivasi yang bertalian dengan penguasaan tugas dan
keberhasilan.
Motivasi
serupa
ini
bersifat
intrinsik
dan
keberhasilannya akan memberi rasa kepuasan. Selain itu keberhasilan itu mempertinggi harga dirinya dan rasa kemampuannya. Ia menambahkan adanya hubungan antara motivasi dan belajar. Motivasi bukan merupakan syarat mutlak untuk belajar. Tak perlu lebih dahulu ditunggu adanya motivasi sebelum kita mengajarkan sesuatu. Bahkan kita dapat mengabaikan motivasi dan memusatkan perhatian kepada pengajaran itu sendiri. Bila mengajar itu berhasil, maka akan timbul motivasi itu dengan
sendirinya dan keinginannya untuk lebih banyak belajar. Sukses dalam belajar akan membangkitkan motivasi untuk belajar. Skinner menjelaskan bahwa masalah
motivasi bukan soal
memberikan motivasi, akan tetapi mengatur kondisi belajar sehingga memberikan reinforcement. Sedangkan McClelland menyelidiki berbagai hal yang dapat mempertinggi motivasi, misalnya dengan merumuskan tujuan dengan jelas, mengetahui kemajuan yang dicapai, merasa turut bertanggung jawab, dan lingkungan sosial yang menyokong.17 Motivasi dalam belajar memiliki peran dan fungsi, diantaranya: a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan. Selain itu, motivasi juga menjadi pendorong dalam pencapaian prestasi karena adanya motivasi akan mengembangkan aktivitas dan inisiatif seseorang. Motivasi yang baik akan mendorong intensitas, ketekunan dan keuletan dalam kegiatan belajar, sehingga hasil belajar menjadi optimal. 18 3. Macam-macam Motivasi dalam Belajar Secara sederhana, motivasi dalam belajar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Motivasi intrinsik Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Adapun dalam kegiatan belajar motivasi intrinsik berarti motivasi yang didalamnya aktifitas belajar mulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang 17
S. Nasution, Op. Cit., hlm. 181-182 Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Tarsito, 2002), Cet. III, hlm.175 18
secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Misalnya anak belajar karena ingin mengetahui seluk beluk masalah selengkap-lengkapnya.19 b. Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar. Adapun dalam kegiatan belajar motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang didalamnya aktivitas belajar mulai dan diteruskan berdasarkan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktifitas belajar. Misalnya anak belajar karena untuk memperoleh hadiah yang dijanjikan oleh orang tuanya.20 Dalam kegiatan belajar mengajar, motivasi ekstrinsik tetap penting, karena keadaan siswa itu dinamis, berubah-ubah dan mungkin ada komponen-komponen dalam proses belajar mengajar yang kurang menarik bagi kegiatan belajar siswa. Sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. 4. Bentuk dan Cara Menumbuhkan Motivasi Peran motivasi sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk itu tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia mau belajar. Namun, menumbuhkan motivasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Motivasi yang berhasil bagi seorang anak atau suatu kelompok mungkin tak berhasil bagi anak atau kelompok lain.21 Dalam hal ini guru harus hatihati dalam menumbuhkan motivasi bagi kegiatan belajar para peserta didik. Sebab, maksudnya memberikan motivasi tetapi justru tidak menguntungkan perkembangan belajar siswa.22
19 W.S. Winkel, S.J., Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 27 20 Ibid, hlm. 27 21 S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. II, hlm. 73 22 Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), Cet. IV, hlm. 91
Ada beberapa cara memberikan dan menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yakni:23 a. Memberi angka Banyak murid belajar untuk mencapai angka baik dan untuk itu ia berusaha dengan segenap tenaga. Angka itu bagi mereka merupakan motivasi yang kuat. b. Hadiah c. Saingan atau kompetisi d. Hasrat untuk belajar Hasil belajar lebih baik jika pada diri anak ada hasrat atau tekad untuk mempelajari sesuatu. e. Ego-involvement Seseorang merasa ego-involvement atau keterlibatan diri bila ia merasa pentingnya suatu tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dan mempertaruhkan harga diri. Kegagalan akan berarti berkurangnya harga diri, sehingga ia akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai hasil baik untuk menjaga harga dirinya. f. Memberi ulangan Para siswa akan belajar giat jika tahu akan diadakan ulangan atau tes. g. Mengetahui hasil Melihat grafik kemajuan, mengetahui hasil pekerjaan akan mendorong siswa lebih giat belajar dengan harapan hasilnya terus meningkat. h. Pujian Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif sekaligus merupakan motivasi yang baik. Pujian yang tepat akan memupuk suasana menyenangkan
dan
mempertinggi
gairah
belajar
siswa
serta
membangkitkan harga diri. i. Hukuman Hukuman dengan reinforcement negatif apabila secara tepat akan menjadi motivasi yang baik. 23
Ibid, hlm. 91-94
j. Minat Pelajaran menjadi lancar karena ada minat, anak-anak malas belajar, gagal karena tidak ada minat. Minat merupakan alat motivasi yang pokok. Minat dapat dibangkitkan dengan berbagai cara antara lain:24 1) Bangkitkan suatu kebutuhan. 2) Hubungkan dengan pengalaman masa lampau. 3) Beri kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik. 4) Gunakan pelbagai bentuk mengajar seperti diskusi, ceramah, demonstrasi dan sebagainya. k. Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa akan menjadi alat motivasi yang sangat tinggi. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai. Karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
E. METODE BELAJAR 1. Pengertian Metode Belajar Proses belajar terjadi melalui mental proses secara individual. Artinya, sekalipun dalam sebuah pengajaran seorang guru memberikan informasi yang sama kepada peserta didik, setiap peserta didik akan memperoleh hasil yang berbeda.25 Demikian juga dengan cara yang dilakukan untuk memproses dan mengolah informasi yang diterima dari sumber belajar. Perbedaan tersebut disebabkan oleh metode atau teknik yang digunakan. Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu.26
24
S. Nasution, Loc. Cit., 82 Chabib Thoha, “PBM-PAI di Sekolah Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar”, dalam Abdul Mu’ti (eds.), Proses Belajar: Pendekatan Kognitif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998), Cet. I, hlm. 98 26 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. IV, hlm. 2 25
Metode belajar dapat diartikan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mendapatkan pengetahuan, sikap, kecakapan dan ketrampilan. 2. Prinsip-prinsip Belajar Belajar sebagai proses aktif, dimana terjadi hubungan antara peserta didik dan lingkungan. Hubungan tersebut akan memperoleh hasil yang semakin baik apabila senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip atau pokok-pokok dalam perbuatan belajar. Hal ini juga perlu diketahui agar memiliki pedoman belajar secara efisien. Syeikh Ibrahim bin Ismail menyebutkan beberapa prinsip-prinsip belajar, sebagai berikut: a. Belajar dimulai dari pelajaran yang lebih mudah dipahami. b. Di waktu mengikuti pelajaran hendaknya mencatat dan diberi tandatanda, lalu diingat-ingat dengan sungguh-sungguh dan ditelaah berulang-ulang. c. Belajar sebaiknya dilakukan dengan serius atau dengan memusatkan perhatiannya (konsentrasi). d. Kalau pelajaran yang dahulu telah dikuasai, maka supaya cepat-cepat mempelajari pelajaran yang baru. e. Cara belajar dapat dilakukan dengan saling berdialog dan berdiskusi serta bertukar pikiran dengan teman-temannya. f. Belajar dilakukan (dan mampu mencari faidah) dalam segala situasi dan kondisi. g. Belajar harus disertai dengan cita-cita yang tinggi. h. Belajar sebaiknya direncanakan dengan jadwal khusus dan berusaha disiplin dalam melaksanakannya. i. Belajar dilandasi dengan semangat dan motivasi yang tinggi (tidak merasa kendor dan bingung).27
27
Syeikh Ibrahim bin Ismail, “Syarakh Ta’limul Muta’allim”, dalam M. Ali Chasan Umar (penerjemah), Petunjuk Menjadi Cendekiawan Muslim, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), hlm. 60-71
Sejalan
dengan
pendapat
di
atas,
Oemar
Hamalik
juga
mengemukakan beberapa prinsip belajar, diantaranya: a. Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara siswa dan lingkungannya. b. Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah dan jelas bagi siswa, tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapannya. c. Belajar yang efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni yang bersumber dari dalam sendiri. d. Senantiasa ada rintangan dan hambatan dalam belajar, karena itu siswa harus sanggup mengatasinya secara tepat. e. Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan itu baik dari guru/dosen atau tuntutan dari buku-buku pelajaran sendiri. f. Jenis belajar yang paling utama adalah belajar untuk berpikir kritis, lebih baik daripada pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekanis. g. Cara belajar yang paling efektif adalah dalam bentuk pemecahan masalah melalui kelompok asalkan masalah-masalah tersebut telah disadari bersama. h. Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian. i. Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai. j. Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan/hasil. k. Belajar
dianggap
berhasil
apabila
pelajar
telah
sanggup
mentransferkan atau menerapkan ke dalam bidang praktek seharihari.28
28
Oemar Hamalik, Metodik Belajar Mengajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 1983), hlm. 21
3. Belajar yang Efisien Belajar itu sangat kompleks. Hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kecakapan dan ketangkasan belajar berbeda secara individual. Dalam belajar ada cara-cara yang efektif dan tidak efektif. Oemar Hamalik mengatakan, cara belajar adalah “Kegiatan yang dilakukan dalam mempelajari sesuatu, artinya kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam situasi belajar tertentu”.29 Efisien menurut The Liang Gie, adalah sebuah pengertian atau konsepsi yang menggambarkan perbandingan terbaik antara suatu usaha dengan hasilnya. Sebuah kegiatan dapat dikatakan efisien kalau hasil tertentu yang diinginkan dapat tercapai dengan usaha terkecil. Dan sebuah kegiatan dapat dikatakan efisien kalau usaha tertentu memberikan hasil terbesar.30 Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa cara-cara belajar yang efisien itu adalah cara belajar yang tepat, praktis, ekonomis, terarah sesuai dengan situasi dan tuntutan-tuntutan yang ada guna tercapainya tujuan belajar. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin dicapai. Untuk meningkatkan efektifitas dalam belajar para siswa perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:31 a. Kondisi Internal Yaitu kondisi yang ada di dalam diri siswa itu sendiri seperti kesehatan, keamanan, ketentraman dan sebagainya. Siswa dapat belajar
dengan
baik
apabila
kebutuhan-kebutuhan
internalnya
terpenuhi. Menurut Maslow ada lima kebutuhan primer manusia yaitu :
29
Ibid., hlm. 30 The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), hlm. 5 31 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), Cet. IV, hlm. 74-80 30
1) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan jasmani manusia, misalnya kebutuhan akan makan, minum, tidur, istirahat dan kesehatan. Untuk dapat belajar yang efektif dan efisien, siswa harus sehar jasmani, jangan sampai sakit yang dapat mengganggu kerja otak yang mengakibatkan terganggunya kondisi dan konsentrasi belajar. 2) Kebutuhan akan keamanan. Manusia membutuhkan ketentraman dan keamanan jiwa. Perasaan kecewa, dendam, takut akan kegagalan, ketidakseimbangan, mental dan kegoncangan-kegoncangan emosi yang lain yang dapat mengganggu kelancaran belajar seseorang. Oleh karena itu agar belajar siswa dapat ditingkatkan ke arah yang efektif, maka siswa harus dapat menjaga keseimbangan emosi, sehingga perasaan aman dapat tercapai dan konsentrasi pikiran dapat dipusatkan pada materi pelajaran yang ingin dipelajari. 3) Kebutuhan akan kebersamaan atau cinta. Manusia dalam hidup membutuhkan kasih sayang dari orang tua, saudara dan teman-teman yang lain. Di samping itu ia akan merasa berbahagia apabila dapat membantu dan memberikan cinta kasih pada orang lain pula. Oleh karena itu belajar bersama dengan kawan-kawan lain dapat meningkatkan pengetahuan dan ketajaman berpikir siswa. 4) Kebutuhan akan status (misalnya keinginan akan keberhasilan). Tiap orang akan berusaha agar keinginannya dapat berhasil. Untuk kelancaran belajar, perlu optimis, percaya akan kemampuan diri, dan yakin bahwa ia dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Lagi pula siswa harus yakin bahwa apa yang dipelajari adalah merupakan hal-hal yang kelak akan banyak gunanya bagi dirinya. 5) Kebutuhan self-actualization. Belajar yang efektif dapat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, image seseorang. Tiap orang tentu berusaha untuk memenuhi keinginan yang dicita-citakan. Oleh karena itu siswa harus yakin bahwa dengan belajar yang baik akan dapat membantu tercapainya cita-cita yang diinginkan.
6) Kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti; yaitu kebutuhan untuk memuaskan rasa ingin tahu, mendapatkan pengetahuan, informasi, dan untuk mengerti sesuatu. Hanya melalui belajarlah upaya pemenuhan kebutuhan ini dapat terwujud. 7) Kebutuhan estetik yaitu kebutuhan yang dimanifestasikan sebagai kebutuhan akan keteraturan, keseimbangan dan kelengkapan dari suatu tindakan. Hal ini hanya mungkin terpenuhi jika individu/siswa belajar yang tak henti-hentinya tidak hanya selama di pendidikan formal saja tetapi juga setelah selesai, setelah bekerja, berkeluarga serta berperan dalam masyarakat. b. Kondisi Eksternal Yaitu kondisi yang ada di luar diri pribadi manusia, misalnya : 1) Ruang belajar yang bersih, tak ada bau-bauhan yang mengganggu konsentrasi pikiran. 2) Rungan cukup terang, tidak gelap yang dapat mengganggu mata. 3) Cukup sarana yang diperlukan untuk belajar, misalnya alat pelajaran, buku-buku, dan sebagainya. c. Strategi Belajar Belajar yang efisien dapat tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat. Strategi belajar diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang semaksimal mungkin. Berikut berbagai petunjuk tentang cara belajar yang baik: 1) Keadaan Jasmani Belajar memerlukan tenaga. Karena itu untuk mencapai hasil yang baik diperlukan keadaan jasmani yang sehat. 2) Keadaan Emosional dan Sosial Siswa yang merasa jiwanya tertekan, yang selalu dalam keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami kegoncangan karena emosi-emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif.
3) Keadaan Lingkungan Tempat belajar hendaknya tenang, jangan diganggu oleh perangsangperangsang dari sekitar. Sebelum memulai pelajaran harus disediakan segala sesuatu yang diperlukan. Buku-buku, kitab tulis, kertas, pensil dan lain-lain harus tersedia rapi, sehingga belajar tak terputus-putus karena mencari-cari buku atau lain-lain. 4) Memulai Belajar Pada permulaan belajar sering dirasakan kelambatan, keengganan bekerja. Kalau perasaan itu kuat, belajar itu sering diundurkan, malahan tak dikerjakan. Kelambatan itu dapat diatasi dengan suatu “perintah” kepada diri sendiri untuk memulai pekerjaan itu tepat pada waktunya. 5) Membagi Pekerjaan Sebelum memulai pekerjaan lebih dahulu menentukan apa yang dapat dan harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Jangan ambil tugas yang terlampau berat untuk selesaikan. 6) Mengadakan Kontrol Pada akhir belajar, pelajar menyelidiki hingga manakah bahan itu telah dikuasai. Hasil yang baik menggembirakan. Kalau hasilnya kurang baik, akan nyata kekurangan-kekurangan yang memerlukan latihan khusus. 7) Pupuk Sikap Optimistis Segala sesuatu dilakukan dengan sesempurna-sempurnya, pekerjaan yang baik memupuk suasana kerja yang menggembirakan. 8) Waktu Belajar Orang yang ingin belajar atau bekerja sungguh-sungguh harus bertekad untuk tetap belajar sesuai dengan waktu yang ditargetkan, misalnya selama 40 menit, apa pun yang terjadi, selama itu perhatian dicurahkan.
9) Buatlah Suatu Rencana Kerja Dengan adanya suatu rencana kerja dengan pembagian waktu, tampaklah bahwa selalu cukup waktu untuk belajar. 10) Menggunakan Waktu Menghasilkan sesuatu hanya mungkin jika kita gunakan waktu dengan efisien. Waktu yang lewat sudah hilang dan takkan kembali lagi. 11) Belajar Keras Tidak Merusak Belajar dengan penuh konsentrasi tidak merusak. Yang merusak adalah mengurangi waktu istirahat. 12) Cara Mempelajari Buku Sebelum memulai membaca buku lebih dahulu mencoba memperoleh gambaran tentang buku dalam garis besarnya. 13) Mempertinggi Kecepatan Membaca Pembaca yang cepat dan efisien menggeser tatapannya secara mulus dan dapat menangkap banyak kata dalam satu kali tatapan. Gerakan mata seperti ini dibutuhkan latihan-latihan yang berulang-ulang. Penggunaan alat penuntun baca juga dapat meningkatkan kecepatan baca sekaligus mempertajam pemahaman dan daya ingat.32 14) Jangan Membaca Belaka Membaca bukanlah sekadar mengetahui kata-katanya, akan tetapi mengikuti jalan pikiran pengarang. Setelah membaca suatu bagian, harus mampu mengatakannya kembali dengan kata-katanya sendiri sambil merenungkan sisinya secara kritis dan membandingkannya dengan apa yang telah diketahui.
F. PEKERJAAN 1. Pengertian Pekerjaan Manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan
32
Justina Anggraini, Kiat Sukses dalam Study, (Bandung: Pionir Jaya, 2003), hlm. 43
kerja. Kerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Bekerja berasal dari kata dasar kerja. Pengertian kerja dalam Kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa kerja adalah melakukan suatu pekerjaan (perbuatan) atau berbuat sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.33 Kerja merupakan aspek kehidupan yang dapat memberikan status pada masyarakat. Kerja juga merupakan pernyataan diri secara obyektif memandang ke dunia, sehingga dirinya dan orang lain dapat memandang dan memahami keadaan dirinya. Sehingga kerja memiliki arti ganda yaitu disamping untuk memperoleh imbalan materi juga untuk mendapatkan imbalan psikologis berupa perasaan bahwa manusia masih memiliki peran. Disamping itu dengan bekerja, individu akan mendapatkan penghargaan dalam masyarakat. 2. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan dapat dikelompokkan dalam beberapa hal: a. Menurut lapangan pekerjaan: 1) Pertanian 2) Industri 3) Perdagangan 4) Jasa 5) Lainnya b. Menurut status pekerjaan: 1) Berusaha sendiri 2) Berusaha dibantu buruh tidak tetap 3) Berusaha dibantu buruh tetap 4) Buruh/karyawan 5) Pekerja tak dibayar
33
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hlm. 619
c. Menurut jumlah jam kerja seminggu 1) 0 jam 2) 1 – 9 jam 3) 10 – 24 jam 4) 25 – 34 jam 5) 35 – 44 jam 6) 45 – 59 jam 7) > 60 jam 34 G. PRESTASI BELAJAR 1. Pengertian Prestasi Belajar Kata prestasi banyak dipakai dalam berbagai bidang dan kegiatan, misalnya dalam olah raga, pendidikan, seni dan sebagainya. Kata prestasi menurut bahasa berarti hasil usaha. Sedangkan menurut istilah prestasi adalah kemampuan, ketrampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal.35 Prestasi belajar dapat diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai test atau nilai yang diberikan oleh guru. 36 Sedangkan Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu).37 Nana Sudjana menambahkan bahwa prestasi belajar bukan hanya merupakan hasil intelektual saja, melainkan harus meliputi tiga aspek yang dimiliki siswa, yakni aspek kognitif (penguasaan intelektual), aspek afektif
34 BPS, Profil Ketenagakerjaan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2004, (Semarang: BPS Jawa Tengah, 2004), hlm. 16 35 Zainal Arifin, Evaluasi Instruksional Prinsip Teknik Prosedur, (Jakarta: Remaja Karya, 1988), hlm. 2-3 36 Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm.700 37 Abu Ahmadi dan Widodo S., Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 130
(berhubungan dengan sikap dan nilai), dan aspek psikomotorik (kemampuan/ketrampilan bertindak/berperilaku).38 Sehingga penilaian prestasi belajar sebagai hasil yang telah dicapai tidak hanya berupa angka atau huruf, tetapi juga dapat berupa tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang telah dicapai.39 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Belajar merupakan suatu proses yang menimbulkan suatu perubahan pengetahuan, sikap, tingkah laku dan ketrampilan yang relatif tetap pada diri seseorang. Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain berhasil dengan baik atau tidaknya itu sesuai dengan tujuan yang diharapkan, tentunya banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang menunjang hasil belajar, yaitu: (1) kesiapan untuk belajar; (2) minat dan konsentrasi dalam belajar; (3) keteraturan waktu dan disiplin dalam belajar. Kesiapan merupakan kapasitas (kemampuan potensial) fisik maupun mental untuk belajar, disertai harapan ketrampilan yang dimiliki dan latar belakang untuk mengerjakan sesuatu. Minat dan konsentrasi dalam belajar merupakan dua faktor yang saling berkaitan. Konsentrasi sering kali ditimbulkan oleh adanya minat terhadap sesuatu bahan pelajaran yang dipelajari. Minat pada dasarnya merupakan perhatian yang bersifat khusus. Sedangkan konsentrasi muncul akibat adanya perhatian. Belajar secara teratur dan mengikuti pengaturan waktu yang sudah ditetapkan secara disiplin dapat mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri. Baik dalam hal akademis maupun fisik dan mental. Secara akademis, keteraturan dan disiplin dapat memperbanyak perbendaharaan ilmu pengetahuan. Oleh sebab waktu yang dimiliki setiap hari disediakan sebagian untuk belajar. Hal ini lebih berarti dibandingkan dengan 38
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1984), hlm.49 39 M. Buchori, Teknik-teknik Evaluasi Pendidikan, (Bandung: Jemmar, 1985), hlm. 178
menumpuk bahan yang harus dipelajari, sampai menjelang ujian. Kemudian baru dipelajari secara penuh dalam beberapa hari.40 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Yang tergolong faktor internal adalah: 1. Faktor jasmaniah (fisiologis) baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh.
Yang
termasuk
faktor
ini
misalnya
penglihatan,
pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. 2. Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh yang terdiri atas:
a. Faktor intelektif yang meliputi: 1) Faktor potensial atau kecerdasan 2) Faktor kecakapan nyata b. Faktor non intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri. Yang tergolong faktor eksternal, ialah: 1. Faktor sosial yang terdiri atas: a. Lingkungan keluarga; b. Lingkungan sekolah; c. Lingkungan masyarakat; d. Lingkungan kelompok. 2. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian. 3. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim. 4. Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.41 40
Mohamad Ali, Bimbingan Belajar (Penuntun Sukses di Perguruan Tinggi dengan sistem S.K.S), (Bandung: Sinar Baru, 1984), hlm. 12-18 41 Abu Ahmadi, Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm.130-131
Hasbullah Thabrany menyajikan hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan belajar secara lebih rinci, diantaranya: 1. Kecerdasan Kecerdasan atau kepandaian atau sering juga disebut kecakapan, dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah kepandaian nyata yang dapat dilihat atau diketahui dari nilai prestasi belajar di sekolah. Kedua adalah kepandaian potensial atau disebut bakat. Kepandaian ini bisa dikenali dengan pengamatan dan test khusus. Kepandaian sering dihubungkan dengan daya ingat. Kuat tidaknya daya ingat seseorang tergantung dari tiga faktor besar. Pertama adalah kapasitas otak, kedua, besarnya minat/perhatian terhadap masalah yang dihadapi dan ketiga adalah kuat-ringannya hubungan (asosiasi) suatu peristiwa yang dihadapi dengan peristiwa lain. 2. Motivasi Motivasi yang kuat dapat menumbuhkan semangat untuk bekerja ekstra kuat untuk mencapai tujuan. 3. Konsentrasi Konsentrasi penuh terhadap pelajaran membuat perhatian terhadap pelajaran itu akan besar sekali. 4. Kesehatan jasmani Kesehatan jasmani sangat mempengaruhi segala aktivitas, baik aktivitas fisik maupun mental. 5. Ambisi dan tekad Ambisi merupakan tenaga dalam yang sangat besar potensinya. Ambisi yang besar akan melahirkan motivasi yang besar pula. 6. Lingkungan Lingkungan dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap diri individu. Pengaruh itu bisa positif dan bisa pula negatif, tergantung mana yang kuat/menang.
7. Cara belajar Cara seseorang belajar jelas mempengaruhi hasilnya. Oleh karena itu perlu mencari cara yang tepat untuk masing-masing individu. 8. Perlengkapan Perlengkapan umum yang dibutuhkan dalam belajar adalah buku, pensil atau pena. 6. Sifat-sifat negatif Sifat-sifat negatif yang dihindari untuk keberhasilan belajar yaitu tidak dewasa, rasa permusuhan, kurang tanggung jawab dan takut gagal.42
42
Hasbullah Thabrany, Rahasia Sukses Belajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm.21-41