Bab I UMUM 1.1 Latar Belakang Momentum reformasi pada pertengahan tahun 1997 telah mendorong terjadinya perubahan sosial, politik dan ekonomi yang cukup mendasar di Indonesia pada tahun 1998. Hal ini kemudian terakumulasi pada pelaksanaan Pemilu yang lebih demokratis pada tahun 1999, desentralisasi hubungan pemerintahan pusat dan daerah yang ditandai dengan adanya UU No. 32 Tahun 2004 jo. UU 22 Tahun 1999 dan UU No. 33 Tahun 2004 jo. UU 25 Tahun 1999 serta arah pembangunan yang lebih berorientasi pada rakyat dan mengutamakan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang penting adalah partisipasi, penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, daya tanggap, wawasan ke depan, akuntabilitas, pengawasan, efisiensi dan efektivitas, serta profesionalisrne. Dalam perubahan struktural yang serba cepat ini terdapat situasi transisi yang sulit diprediksi dan terjadi reorientasi kehidupan bernegara yang berdampak pada timbulnya efek komunal di daerah-daerah. Kondisi ini menyebabkan terjadinya konflik-konflik sosial dan kekerasaan yang mengarah pada munculnya gejala disintegrasi dan ancaman separatisme bagi Indonesia. Indonesia memandang masalah separatisme sebagai ancaman serius tidak hanya bagi kepentingan keamanan nasional tetapi juga bagi cita-cita tetap tegaknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Konflik di Aceh yang beriarut-larut, terutama akibat gerakan separatis bersenjata di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) oleh kelompok yang menamakan dirinya sebagai Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tidak hanya telah menimbulkan jatuhnya korban jiwa dan harta yang tidak sedikit, tetapi juga memperpanjang penderitaan sosial dan ekonomi masyarakat Aceh. Gerakan separatis bersenjata di Papua oleh kelompok yang menamakan dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM), juga mengancam kepentingan keamanan nasional pada umumnya dan keamanan di provinsi itu pada khususnya. Di Maluku bagian Selatan, saat ini Propinsi Maluku, upaya untuk memisahkan diri dari NKRI juga mulai digulirkan kembali oleh kelompok yang menyebut dirinya Republik Maluku Selatan (RMS). Oleh karena itu, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI dengan mengatasi gerakan separatis di ketiga provinsi itu merupakan prioritas kepentingan penanganan konflik yang utama. Demikian pula dengan masalah pertikaian dan konflik komunal bernuansa agama dan etnik, juga merupakan hambatan serius bagi pencapaian kepentingan nasional Indonesia untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi, stabilitas politik dan konsolidasi demokrasi. Konflik-konflik komunal di Sulawesi Tengah (Poso), Maluku dan Maluku Utara, serta Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, tidak hanya menghambat pemulihan
1
ekonomi di wilayah itu, tetapi juga telah memperburuk kondisi infrastruktur ekonomi yang ada. Konflik-konflik komunal di wilayah tersebut juga ikut mempengaruhi persepsi masyarakat internasional mengenai kondisi keamanan Indonesia sebagai negara tujuan investasi dan bisnis. Di sisi lain, Pemerintah Indonesia juga menyadari bahwa proses konsolidasi demokrasi dalam sebuah masyarakat yang sarat dengan konflik dan kekerasan tidak dapat dilakukan dengan mudah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menyadari bahwa penyelesaian konflik-konflik internal ini, serta upaya untuk menciptakan kondisi yang dapat mencegah terulangnya siklus-siklus konflik, merupakan bagian dari kepentingan kebijakan penanganan penanganan konflik secara nasional. Terlepas dari berbagai peristiwa yang menjadi pemicu, maka obyek konflik dapat berada pada beberapa level seperti perbedaan adat istiadat, ideologi dan akses politik, perebutan tanah serta akses-akses terhadap sumber-sumber daya yang bersifat ekonomis di ruang publik. Meskipun upaya keamanan dan penciptaan perdamaian terus dilakukan sehingga kehidupan sehari-hari di daerah-daerah konflik nampak telah pulih, tetapi konflik sewaktuwaktu dapat kembali terjadi bahkan dapat melintasi batas-batas administrasi dan wilayah lokal sehingga menimbulkan konflik yang berskala regional. 1.2 Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Secara umum program P2SED (Proyek Pemulihan Sosial Ekonomi Daerah) ini bertujuan memberikan dukungan dalam meletakkan pijakan pelaksanaan strategi pembangunan sosial ekonomi berdasarkan pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat, serta diarahkan pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah, lembaga sosial kemasyarakatan dan masyarakat di daerah pasca konflik dan daerah yang terkena dampak konflik. 1.2.2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam perencanan pembangunan yang partisipatif.
dan pengelolaan
b. Memperkuat kapasitas masyarakat dan lembaga sosial kemasyarakatan dalam pengelolaan manajemen pembangunan yang partisipatif di masa transisi (paska konflik). c. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengembangkan proses penyelesaian perselisihan/konflik di luar peradilan berbasis perdamaian. d. Memperkuat kapasitas masyarakat dan lembaga sosial kemasyarakatan dalam pemulihan dan peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan.
2
e. Mengembangkan kapasitas dan kelembagaan ekonomi masyarakat dan pemerintah dalam mendukung terciptanya lingkungan ekonomi yang kondusif bagi masuknya investasi swasta. 1.3. Sasaran Lokasi dan Kelompok P2SED Sasaran lokasi adalah : a. Propinsi/Kabupaten/Kota yang pernah mengalami kekerasan massal dalam penyelesaian perselisihannya (daerah pusat konflik) b. Propinsi/Kabupaten/Kota yang terkena dampak atas terjadinya kekerasan massal yang terjadi di daerah pusat konflik c. Propinsi/Kabupaten/Kota yang menjadi tujuan dari masyarakat-pengungsi akibat terkena dampak konflik Sasaran Kelompok : a. Pemerintah daerah di daerah pusat konflik maupun di daerah dampak konflik b. Komunitas dan masyarakat di daerah pusat konflik maupun di daerah dampak konflik c. Lembaga sosial kemasyarakatan pada tingkat komunitas dan masyarakat di daerah pusat konflik dan daerah dampak konflik d. Lembaga sosial lokal, dan Organisasi Non Politik yang membantu penyelesaian perselisihan/konflik.
3
Bab II PENDEKATAN DAN PRINSIP PENGELOLAAN
P2SED merupakan program stimulasi yang berfungsi untuk melakukan percepatan pembangunan sosial ekonomi yang ditujukan kepada masyarakat di daerah paska konflik dan daerah yang terkena dampak konflik melalui pendekatan pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat. Dalam hal ini, P2SED menggunakan pendekatan dan prinsip pengelolaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat penerima manfaat. P2SED memberi bantuan dana stimulan berupa dana hibah dengan proses pencairan yang cepat, bantuan pendampingan dan bantuan teknis yang dikoordinasikan di daerah paska konflik. 2.1 Pendekatan Pendekatan yang digunakan adalah: (a) Pemihakan pada penduduk miskin dan yang terkena dampak konflik (b) Pemberian kepercayaan kepada masyarakat untuk memilih, merencanakan dan mengelola kegiatan yang dibutuhkan (c) Pembukaan akses informasi seluas-luasnya kepada setiap penduduk tanpa membedakan status gender, komunitas kesukuan, agama, ras dan golongan politik seperti yang terjadi saat konflik sebelumnya (d) Kompetisi yang sehat berdasarkan prinsip perdamaian dalam pengajuan usulan kegiatan sehingga masyarakat dapat menentukan prioritas kegiatan secara efektif dan efisien (e) Keswadayaan masyarakat untuk meneruskan program pada pemulihan sosial ekonomi di daerahnya secara partisipatif. 2.2 Prinsip Pengelolaan Kegiatan Prinsip pengelolaan Kegiatan yaitu: (a) Pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehinga memperoleh dukungan masyarakat (acceptable); (b) Pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat (transparent); (c) Pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (accountable);
4
(d) Pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan, baik dalam lingkungan internal maupun eksternal (sustainable).
5
Bab III MEKANISME PENGELOLAAN
Mekanisme pengelolaan P2SED meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan, pengendalian, pengawasan dan pengorganisasian. 3.1. Perencanaan Perencanaan dalam P2SED meliputi: kebijakan umum, penentuan lokasi sasaran dan penentuan alokasi dana bantuan. (a) Kebijakan umum adalah ketentuan-ketentuan umum yang menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan. (b) Penentuan sasaran lokasi adalah penentuan Kabupaten/Kota dan kelompok masyarakat sasaran yang dimulai dari tingkat nasional dengan menetapkan ancarancar lokasi Kabupaten/Kota atas dasar kriteria yang telah ditetapkan. Ancar-ancar ini untuk membantu Propinsi dalam hal koordinasi dan prioritas Kabupaten/ Kota (c) Usulan lokasi Kabupaten/Kota prioritas ditentukan di propinsi, sedangkan penetapan lokasi Kecamatan sasaran dilakukan bersama antara Tim Koordinasi Pusat, Tim Koordinasi Propinsi, dan Tim Koordinasi Kabupaten/ Kota. (d) Penetapan alokasi dana bantuan, yaitu Pemerintah Pusat dalam hal ini Bappenas dan Departemen Keuangan menerbitkan Dokumen Anggaran dengan lampiran daftar Kabupaten/Kota yang mendapat dana bantuan. 3.2. Pelaksanaan Pelaksanaan meliputi persiapan pelaksanaan, pelaksanaan dan pelestarian manfaat kegiatan. (a) Persiapan pelaksanaan Kegiatan persiapan pelaksanaan adalah kegiatan sosialisasi dan pelatihan bagi pihakpihak yang terlibat agar terdapat kesamaan visi, misi dan strategi pemberdayaan yang sama, serta koordinasi dan keselarasan sebelum P2SED dilaksanakan oleh masyarakat (b)Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh masyarakat atau bekerjasama dengan lembaga masyarakat setempat dan pemerintah daerah dan dimusyawarahkan dalam forum-
6
forum musyawarah pembangunan mulai dari desa, kecamatan dan kabupaten/kota. Pilihan sasaran penerima manfaat dan jenis kegiatan didasarkan pada kebutuhan dan dimusyawarahkan dalam lembaga musyawarah pembangunan, baik di desa/kelurahan maupun di kecamatan. Aparat pemerintah berfungsi sebagai fasilitator yang demokratis sehingga dapat memberikan dukungan terhadap penciptaan kondisi yang kondusif bagi pencapaian tujuan kegiatan. Tenaga pendamping disediakan untuk memberikan bantuan teknis kepada masyarakat dan aparat pemerintah guna mendukung pencapaian tujuan. (c) Pelestarian Manfaat kegiatan Pelestarian manfaat kegiatan didasarkan pada prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. Pengelolaan keberlanjutan P2SED di daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota) dilakukan oleh lembaga pemerintah yang kompeten sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya dalam pemulihan sosial ekonomi. 3.3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan (a) Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TK-Kabupaten/Kota), Tim Koordinasi Propinsi (TKPropinsi), dan Tim Koordinasi Pusat (TK-Pusat) melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala dan insidentil serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran (b) Pelaporan dalam rangka pengendalian dilaksanakan secara periodik dan berjenjang, terpadu, dan merupakan satu kesatuan dari sistem informasi manajemen yang terbuka, efektif dan efisien 3.4. Pengendalian dan pengawasan Pengendalian dan pengawasan selama proses persiapan pelaksanaan, pelaksanaan dan pelestarian manfaat kegiatan, pada prinsipnya harus dikembangkan dan dilakukan sendiri oleh masyarakat. Disamping itu, pengawasan juga dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional. 3.5. Pengorganisasian (a) Dalam melaksanakan P2SED dibentuk tim koordinasi di berbagai tingkatan, yaitu: (i) Di Pusat dibentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari unsur-unsur: Bappenas selaku Ketua Tim Koordinasi, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Perdagangan, dan Departemen/Lembaga lain yang terkait (ii) Di Propinsi dibentuk Tim Koordinasi yang ditetapkan oleh Gubernur dan terdiri dari unsur: Bappeda selaku Ketua Tim Koordinasi, Kantor PMD, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perdagangan, Biro Penyusunan Program 7
dan Biro Keuangan Sekretariat Wilayah, Dinas Pekerjaan Umum, Kanwil DJA/KTUA dan Dinas/instansi lain yang terkait (iii) Di Kabupaten/Kota dibentuk Tim Koordinasi yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan terdiri dari unsur: Bappeda selaku Ketua Tim Koordinasi, Bagian Penyusunan Program dan Bagian Keuangan Sekretariat Wilayah, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Perdagangan, KPKN dan Dinas/instansi lain yang terkait. (b) Dalam rangka pelaksanaan P2SED di Kabupaten/Kota, dibentuk tim pelaksana, yaitu:
Kecamatan dan Desa
(i) Di Kabupaten/kota ditunjuk seorang Staff Bappeda sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) dan staff Bappeda lainnya sebagai Bendaharawan/Penanggung Jawab Administrasi Keuangan (PJAK) yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota atas Kepala Bappeda. PJOK dan PJAK di Kabupaten/Kota bertugas mengadministrasikan kegiatan P2SED di Kabupaten/Kota. (ii) Di Kabupaten/kota dibentuk Tim Verifikasi (TV)) terdiri dari unsur wakil masyarakat.kecamatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi (PT), KM-kab/kota dan Dinas terkait dan dipilih melalui forum musyawarah pembangunan Kabupaten/Kota dan diketahui dan disahkan oleh Bupati/walikota. TV bertugas memeriksa dan merekomendasi usulan kegiatan sesuai prosedur dan standar teknis yang berlaku dan disepakati bersama di level kabupaten/kota. (iii) Di Kecamatan ditunjuk seorang staff kecamatan sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) dan staff Kecamatan lainnya sebagai Bendaharawan/Penanggung Jawab Administrasi Keuangan (PJAK) yang ditetapkan oleh Bupati atas usulan Camat berdasarkan Berita Acara Penetapan pemilihan PjOK dan PjAK oleh Forum Antar Desa. PjOk dan PjAK bertugas mengadministrasikan kegiatan P2SED di Kecamatan. (iv) Di Kecamatan Tim Verifikasi (TV)) terdiri dari unsur wakil masyarakat. yang dianggap kompeten dan mempunyai kemampuan dan keahlian secara teknis dan manajerial. TV dipilih melalui forum musyawarah antar desa dan disahkan oleh Camat. TV bertugas memeriksa dan merekomendasi usulan kegiatan sesuai prosedur dan standar teknis yang berlaku dan disepakati bersama di level kecamatan. (v) Di Kecamatan dibentuk Unit Pengelola Keuangan (UPK) dengan struktur yang sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara yang dipilih dari usulan masing-masing Desa melalui forum musyawarah pembangunan di tingkat kecamatan dan disahkan oleh Camat. UPK bertugas mengelola keuangan dari kegiatan yang dilaksanakan. (vi) Di desa/kelurahan dibentuk Tim Pengelola Kegiatan (TPK) dengan struktur yang sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara yang dipilih 8
dari unsur masyarakat melalui forum musyawarah pembangunan antar Desa/Kelurahan dan diketahui oleh Kepala Desa/Lurah. Jika di Desa/Kelurahan telah ada organisasi masyarakat yang dapat melaksanakan fungsi serupa dan disetujui oleh forum musyawarah desa, maka tidak perlu dibentuk baru. TPK bertugas mengelola kegiatan di lapangan. (c) Untuk membantu kegiatan pengelolaan pelaksanaan P2SED, maka ditempatkan tenaga bantuan teknis di berbagai tingkatan, yaitu: (i) Tenaga bantuan teknis di Pusat dengan tugas membantu TK-Pusat (ii) Tenaga bantuan teknis di Propinsi atau regional dengan tugas membantu TKPropinsi (iii) Tenaga bantuan teknis di Kabupaten/Kota dengan tugas membantu TKKabupaten/Kota (iv) Fasilitator Kecamatan (FK) dengan tugas membantu PJOK dan masyarakat (v) Fasilitator Desa (FD) dengan tugas membantu lembaga kemasyarakatan di tingkat desa serta masyarakat selama periode perencanaan
9
Bab IV PENDANAAN
4.1. Sumber Dana Sumber dana berasal dari pemerintah (Rupiah Murni APBN, Pinjaman Luar Negeri, APBD) dan masyarakat (swasta dan swadaya masyarakat). Alokasi dana hibah yang disalurkan pada masyarakat diharapkan berlangsung secara cepat dalam proses pencairanya, namun tetap berdasarkan proses pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat agar tidak mendorong konflik kekerasan baru, di lokasi proyek tersebut. Hal ini merupakan proses pembelajaran bersama antara seluruh elemen masyarakat di daerah tersebut yang dapat menciptakan perdamaian bersamaan dengan stimulasi sosial ekonomi. 4.2. Alokasi Dana (a)
Berdasarkan penetapan lokasi kecamatan, Bappenas dan Departemen Keuangan menerbitkan Dokumen Anggaran yang berlaku sebagai Surat Keputusan Otorisasi (SKO)
(b)
Alokasi dana P2SED dicatat pada Daftar Pembukuan Administrasi APBD
(c)
Dalam rangka pembinaan P2SED, dialokasikan dana Pembinaan dan Administrasi Proyek (PAP)
(d)
Alokasi bantuan dana hibah P2SED terdiri dari : (i) Alokasi dana ditetapkan antara Rp 500 juta s.d. Rp 1 Milyar per-kecamatan pertahun berdasarkan kriteria yang ditetapkan antara lain, jumlah penduduk, tingkat keparahan dari dampak konflik, jumlah penduduk miskin. Adapun setiap kecamatan direncanakan akan mendapat bantuan selama 3 (tiga) kali. (ii) Alokasi dana untuk kabupaten/kota ditetapkan antara Rp 2-4 milyar per kabupaten/kota per tahun berdasarkan kriteria yang ditetapkan antara lain, jumlah penduduk, tingkat keparahan dari dampak konflik, jumlah penduduk miskin. Adapun setiap kabupaten/kota direncanakan akan mendapat bantuan selama 3 (tiga) kali.
4.3. Penyaluran Dana Petunjuk penyaluran dana yang berasal dari pemerintah mengikuti ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan.
10
Bab V PENUTUP
Hal-hal yang belum diatur dalam pedoman umum ini akan ditentukan kemudian. Penjabaran dari Pedoman Umum ini akan dituangkan dalam Panduan Teknis Pelaksanaan yang akan diterbitkan tersendiri.
Situs P2SED
11