BAB I RELAWAN DEMOKRASI
BAB INI MENJELASKAN TENTANG : A. Dasar Hukum Relawan Demokrasi B. Pengertian Relawan Demokrasi C. Tujuan Relawan Demokrasi D. Persyaratan Relawan Demokrasi E. Rekrutmen Relawan Demokrasi F. Peningkatan Kompetensi Relawan Demokrasi G. Mekanisme Kompetensi Relawan Demokrasi H. Kode Etik Relawan Demokrasi
A. Dasar Hukum Relawan Demokrasi 1. UU No. 08/2012 tentang Pemilu anggota DPR,DPD dan DPRD khususnya Pasal 246 Ayat (1) dan Ayat (2) serta Pasal 247 Ayat (1) yang menyatakan tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu. 2. Petunjuk Pelaksanaan Program Relawan Demokrasi Pemilu 2014 No. 609/KPU/IX/2013 Tanggal 2 September 2013
1
B. Pengertian Relawan Demokrasi Relawan Demokrasi adalah gerakan sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Program ini melibatkan peran serta masyarakat yang seluas-luasnya dimana mereka ditempatkan sebagai pelopor (pioneer) demokrasi bagi komunitasnya. Relawan demokrasi menjadi mitra KPU dalam menjalankan agenda sosialisasi dan pendidikan pemilih berbasis kabupaten/kota. Bentuk peran serta masyarakat ini diharapkan mampu mendorong tumbuhnya kesadaran tinggi serta tanggung jawab penuh masyarakat untuk menggunakan haknya dalam pemilu secara optimal.
C. Tujuan Relawan Demokrasi Relawan Demokrasi bertujuan untuk : 1. Meningkatkan kualitas proses pemilu. 2. Meningkatkan partisipasi pemilih 3. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi 4. Membangkitkan kesukarelaan masyarakat sipil dalam agenda pemilu dan demokratisasi
D. Persyaratan Relawan Demokrasi Untuk mengikuti program Relawan Demokrasi, seseorang harus memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Warga Negara Indonesia. 2. Berusia minimal 17 tahun pada saat mendaftar, khusus untuk relawan pemilih pemula maksimal berusia 25 tahun. 3. Pendidikan minimal SLTA atau sederajat. 4. Berdomisili di wilayah setempat. 5. Non-partisan, sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun terakhir. 6. Memiliki komitmen menjadi relawan pemilu
2
7. Terdaftar sebagai pemilih 8. Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik. 9. Bertanggungjawab dan berakhlak baik 10. Bukan bagian dari penyelenggara pemilu 11. Memiliki pengalaman terkait kegiatan penyuluhan atau aktif dalam organisasi kemasyarakatan/kemahasiswaan 12. Tidak pernah terlibat tindak pidana atau tidak sedang menjalani proses hukum atas tindak pidana. Persyaratan tersebut dibuktikan dengan: 1. Fotocopi KTP yang masih berlaku. 2. Fotocopi ijazah SLTA atau sederajat. 3. Pas photo 4 x 6 sebanyak 4 (empat) lembar. 4. Surat pemenuhan persyaratan yang meliputi 1. Pernyataan kesediaan menjadi relawan demokrasi. 2. Pernyataan tidak menjadi anggota partai politik sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun terakhir dan tidak dalam kedudukan sebagai calon anggota DPD 3. Keterangan terdaftar sebagai pemilih dari PPS. 4. Pernyataan tidak pernah terlibat tindak pidana atau tidak sedang menjalani proses hukum atas tindak pidana 5. Pernyataan bukan bagian dari penyelenggara pemilu 2014. 5. Curriculum Vitae (daftar riwayat hidup)
E. Rekrutmen Relawan Demokrasi 1. Rekrutmen relawan demokrasi dilakukan di tingkat KPU Kab/Kota. 2. Relawan demokrasi meliputi segmen pemilih pemula, kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok pinggiran.
3
3. Jumlah relawan demokrasi maksimal 25 orang per-kab/kota, dengan rincian setiap segmen terdiri dari 5 (lima) orang relawan atau disesuaikan dengan kebutuhan setempat. 4. Apabila terdapat relawan di luar jumlah yang ditentukan KPU Kab/Kota dapat memfasilitasinya dengan tanpa pembebanan anggaran DIPA KPU. 5. Pendaftaran relawan demokrasi dilakukan melalui: a. pendaftaran langsung di KPU kab/kota berdasarkan pengumuman terbuka kepada publik atau institusi strategis dari setiap komunitas; atau b. berdasarkan usulan atau rekomendasi dari institusi strategis setiap komunitas. 6. Terhadap pendaftar dilakukan seleksi administrasi dan wawancara kompetensi.
F. Peningkatan Kompetensi Relawan Demokrasi Guna meningkatkan kompetensi yang diperlukan dalam menjalankan tugasnya, relawan demokrasi mengikuti Training of trainer untuk Relawan Demokrasi dengan materi: 1. Pentingnya demokrasi, pemilu dan partisipasi. 2. Pemahaman tentang teknis tahapan pemilu yang strategis. 3. Kode etik relawan. 4. Teknik-teknik berkomunikasi publik. 5. Materi lain yang relevan.
G. Mekanisme Kompetensi Relawan Demokrasi 1. Dalam menjalankan tugasnya relawan demokrasi menggunakan pilihan metode yang sesuai dengan kebutuhan, antara lain: a. Simulasi b. Bermain peran/role playing
4
c. Diskusi kelompok/FGD d. Ceramah e. Alat bantu (visual dan non visual) f. Posting materi sosialisasi ke media sosial
2. Agenda kegiatan Relawan Demokrasi meliputi: a. Memetakan varian kelompok sasaran (mapping). b. Mengidentifikasi kebutuhan varian kelompok sasaran. c. Identifikasi materi dan metode sosialisasi yang akan dilakukan. d. Menyusun jadwal kegiatan dan berkoordinasi dengan relawan pemilu yang lain. e. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwal. f. Menyusun dan melaporkan kegiatan kepada KPU Kab/Kota. Setiap tanggal 5 pada tiap bulannya. Form pelaporannya terlampir.
H. Kode Etik Relawan Demokrasi Agar dapat menjalankan tugas sebagaimana mestinya, Relawan pemilu diwajibkan mematuhi kode etik yang telah ditetapkan, yaitu: 1. Bersikap independen, imparsial, dan non partisan terhadap peserta pemilu. 2. Tidak melakukan tindak kekerasan. 3. Menghormati adat dan budaya setempat. 4. Tidak bertindak diskriminatif. 5. Tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun dari peserta pemilu yang menunjukkan indikasi keberpihakan atau gratifikasi.
Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik diberikan sanksi pemberhentian sebagai Relawan Demokrasi, setelah dilakukan klarifikasi.
5
BAB II PENTINGNYA DEMOKRASI, PEMILU DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
BAB INI MENJELASKAN TENTANG :
A. Pentingnya Demokrasi B. Pentingnya Pemilu C. Pentingnya Partisipasi Masyarakat
A. Pentingnya Demokrasi Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi—baik secara langsung atau melalui perwakilan—dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
6
Kata ini berasal dari bahasa Yunani dēmokratía "kekuasaan rakyat", yang terbentuk dari dêmos "rakyat" dan kratos "kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini merupakan antonim dari aristocratie "kekuasaan elit". Secara teoretis, kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah tidak jelas lagi. Sistem politik Athena Klasik, misalnya, memberikan kewarganegaraan demokratis kepada pria elit yang bebas dan tidak menyertakan budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua pemerintahan
demokrasi
sepanjang
sejarah
kuno
dan
modern,
kewarganegaraan demokratis tetap ditempati kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad ke-19 dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-negara didunia. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjalankan system politik demokrasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Terdapat beberapa pilar yang menjadi prasyarat berjalannya sistem politik demokrasi, yaitu : 1. Adanya penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala. 2. Adanya pemerintahan yang terbuka, akuntabel dan responsif. 3. Adanya perlindungan terhadap HAM. 4. Berkembangnya civil society dalam masyarakat. Penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat sistem politik demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka untuk menjalankan pemerintahan.
7
B. Pentingnya Pemilu 1. Pengertian Pemilu Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih pemimpin politik secara langsung.Yang dimaksud dengan pemimpin politik disini adalah wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat (parlemen) baik ditingkat pusat maupun daerah dan pemimpin lembaga eksekutif atau kepala pemerintahan seperti presiden, gubernur, atau bupati/walikota.
2. Manfaat Pemilu Penyelenggaraan Pemilu sangatlah penting bagi suatu negara, hal ini disebabkan karena : a. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat. b. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara kontitusional. c. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. d. Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik
3. Sistem Pemilu Dalam ilmu politik dikenal beberapa sistem pemilu, akan tetapi umumnya berkisar pada prinsip pokok, antara lain: a. Sistem Distrik Sistem distrik biasa disebut juga single-member constituency (tetapi ada juga yang memakai istilah single-member-district untuk menyebut sistem ini). Pada intinya, sistem distrik merupakan sistem pemilihan dimana suatu negara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan (distrik) yang jumlahnya sama dengan jumlah wakil rakyat yang akan
8
dipilih dalam sebuah lembaga perwakilan. Dengan demikian, satu distrik akan menghasilkan satu wakil rakyat. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak di suatu distrik akan menjadi wakil rakyat terpilih, sedangkan kandidat yang memperoleh suara lebih sedikit, suaranya tidak akan diperhitungkan atau dianggap hilang sekecil apapun selisih perolehan suara yang ada sehingga dikenal istilah the winner-takes-all. Kelebihan sistem distrik antara lain: 1) Karena kecil atau tidak terlalu besarnya distrik maka biasanya ada hubungan atau kedekatan antara kandidat dengan masyarakat di distrik tersebut. Kandidat men genal masyarakat serta kepentingan yang mereka butuhkan. 2) Sistem ini akan mendorong partai politik untuk melakukan penyeleksian yang lebih ketat dan kompetitif terhadap calon yang akan diajukan untuk menjadi kandidat dalam pemilihan. 3) Karena perolehan suara partai-partai kecil tidak diperhitungkan, maka secara tidak langsung akan terjadi penyederhanaan partai politik. Sistem dwipartai akan lebih berkembang dan pemerintahan dapat berjalan dengan lebih stabil.
Kekurangan sistem distrik, antara lain: 1) Sistem ini kurang representatif karena perolehan suara kandidat yang kalah tidak diperhitungkan sama sekali atau suara tersebut dianggap hilang. 2) Partai-partai
kecil
atau
golongan/kelompok
minoritas/
termarjinalkan yang memperoleh suara yang lebih sedikit tidak akan terwakili (tidak memiliki wakil) karena suara mereka tidak diperhitungkan. Dalam hal ini, kaum perempuan memiliki peluang yang kecil untuk bersaing mengingat terbatasnya kursi yang diperebutkan.
9
3) Wakil rakyat terpilih akan cenderung lebih memperhatikan kepentingan rakyat di distriknya dibandingkan dengan distrikdistrik yang lain.
b. Sistem Proporsional Sistem proporsional lahir untuk menjawab kelemahan dari sistem distrik. Sistem proporsional merupakan sistem pemilihan yang memperhatikan proporsi atau perimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan. Dengan sistem ini, maka dalam lembaga perwakilan, daerah yang memiliki penduduk lebih besar akan memperoleh kursi yang lebih banyak di suatu daerah pemilihan, begitupun sebaliknya. Sistem proporsional juga mengatur tentang proporsi antara jumlah suara
yang
diperoleh
suatu
partai
politik
untuk
kemudian
dikonversikan menjadi kursi yang diperoleh partai politik tersebut. Karena adanya perimbangan antara jumlah suara dengan kursi, maka di Indonesia dikenal Bilangan Pembagi Pemilih (BPP). BPP merefleksikan jumlah suara yang menjadi batas diperolehnya kursi di suatu daerah pemilihan. Partai politik dimungkinkan mencalonkan lebih dari satu kandidat karena kursi yang diperebutkan di daerah pemilihan lebih dari satu.
Kelebihan sistem proporsional antara lain: 1) Menyelamatkan suara masyarakat pemilih dimana suara kandidat yang lebih kecil dari kandidat yang lain tetap akan diperhitungkan sehingga sedikit suara yang hilang. 2) Memungkinkan
partai-partai
yang memperoleh
suara
atau
dukungan yang lebih sedikit tetap memiliki wakil di parlemen
10
karena
suara
mereka
tidak
otomatis
hilang
atau
tetap
karena
kursi
yang
diperhitungkan. 3) Memungkinkan
terpilihnya
perempuan
diperebutkan dalam satu daerah pemilihan lebih dari satu.
Kekurangan sistem proporsional antara lain: 1) Sistem ini cenderung menyuburkan sistem multipartai yang dapat mempersulit terwujudnya pemerintahan yang stabil. 2) Biasanya antara pemilih dengan kandidat tidak ada kedekatan secara emosional. Pemilih tidak atau kurang mengenal kandidat, dan
kandidat
juga
tidak
mengenal
karakteristik
daerah
pemilihannya, masyarakat pemilih dan aspirasi serta kepentingan mereka. Kandidat lebih memiliki keterikatan dengan partai politik sebagai saluran yang mengusulkan mereka. Pada akhirnya nanti, kandidat yang terpilih mungkin tidak akan memperjuangkan dengan gigih kepentingan pemilih karena tidak adanya kedekatan emosional tadi.
c. Sistem Campuran (Distrik dan Proporsional). 1) Menggabungkan
2
(dua)
sistem
sekaligus
(distrik
dan
proporsional) 2) Setengah dari anggota Parlemen dipilih melalui sistem distrik dan setengahnya lagi dipilih melalui proporsional. 3) Ada keterwakilan sekaligus ada kesatuan geografis.
4. Pelaksanaan Pemilu dan Pemilukada Sejak tahun 2004, penyelenggaraan Pemilu terdiri atas 3 (tiga) macam pemilu, yaitu pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sedangkan,
11
sebelum tahun 2004, Presiden dan wail presiden serta kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh DPR dan DPRD.
a. Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 UU Nomor 08 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang dimaksud dengan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD adalah pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota
dalam
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1) Peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah parpol peserta pemilu yang telah memenuhi persyaratan : a) berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai Politik; b) Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c) Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh lima persen) jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan; d) Memiliki kepungurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan; e) Menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; f) Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1000 (seribu) orang atau 1/1000 (satu perseribu) dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota;
12
g) Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkatan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir Pemilu; h) Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU; dan i) Menyerahkan nomor rekening dana Kampanye Pemilu atau nama partai politik kepada KPU; 2) Peserta pemilu untuk memilih anggota DPD adalah Perseorangan yang telah memenuhi Persyaratan dan mendapat dukungan minimal dari pemilih dari daerah pemilihan yang bersangkutan; a. Dukungan Penduduk sampai dengan 1.000.000 lebih dari 1.000.000 - 5.000.000 lebih dari 5.000.000 - 10.000.000 lebih dari 10.000.000 lebih dari 15.000.000 15.000.000
Dukungan (paling sedikit) 1.000 pemilih 2.000 pemilih 3.000 pemilih 4.000 pemilih 5.000 pemilih
b. Dukungan dimaksud tersebar di paling sedikit 50% dari jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. c. Persyaratan dimaksud dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tandatangan atau cap jempol dan dilengkapi fotokopi KTP setiap pendukung.
b. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sejak Pemilu Tahun 2004, presiden atau wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, sebelum Pemilu Tahun 2004 presiden atau wakil presiden dipilih oleh anggota DPR/MPR. Pemilu presiden dan wakil presiden adalah pemilu untuk memilih pasangan calon presiden dan
13
wakil presiden yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol secara berpasangan : 1. Peserta pemilu presiden dan wakil presiden adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan yang memperoleh jumlah kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi di DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan ketentuan perundang-undangan (UU No.42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden). 2. Penyelenggaraan
Pemilu
Presiden
dan
Wakil
Presiden
dilaksanakan setelah pelaksanaan pemilihan umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
c. Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah (Pemilukada) adalah pemilu untuk memilih pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol dan Perseorangan. 1. Peserta pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah dari parpol atau gabungan parpol yang dapat mengajukan pasangan calon adalah yang memperoleh 15% (lima belas persen) kursi di DPRD atau 15% (lima belas persen) suara di DPRD pada pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD 2. Peserta pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah dari Perseorangan harus didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi syarat sebagai pemilih sesuai dengan ketentuan Perundangundangan (UU No.12 Tahun 2008 perubahan kedua atas UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah)
14
3. Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk memilih: a. Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi; b. Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten; c. Walikota dan wakil walikota untuk Kota.
C. Pentingnya Partisipasi Masyarakat 1. Pengertian Partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Partisipasi pemilih dalam pemilu adalah keikutsertaaan atau keterlibatan seseorang atau warga masyarakat berperan secara aktif dalam proses pemilu. Tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu berkaitan dengan legitimasi hasil pemilu (pemerintahan), semakin tinggi tingkat partisipasi, maka semakin legitimasi pemerintahan itu. Di
dalam
proses
berpartisipasi
seharusnya
tidak
melakukan
keberpihakan yang dapat menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dan tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan pemilu, diharapkan dengan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemilu
dapat
meningkatkan
kualitas
demokrasi
dan
mendorong
terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian implementasi partisipasi masyarakat seharusnya anggota masyarakat merasa tidak lagi menjadi objek, tetapi menjadi subjek dari kebijakan pemerintah dan harus dapat mewakili kepentingan masyarakat.
2. Ruang Lingkup Ruang lingkup partisipasi masyarakat dalam pemilu meliputi tahapan dan non tahapan, yaitu :
15
a. Tahapan Pemilihan Umum 1) Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih Peran masyarakat dalam pemutakhiran data pemilih disamping dapat terlibat dalam Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), dan juga memantau atau mengawasi proses pemutakhiran data pemilih yang dilaksanakan di tingkat RT?RW oleh PPDP. Masyarakat sebagai pemilih memiliki peran penting dalam proses pemutakhiran data pemilih ini. Peran masyarakat tersebut antara lain melakukan pengecekan apakah nama pemilih sudah masuk dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) atau Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb) yang diumumkan di kantor lurah/kepala desa dan melaporkan kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS). Disamping hal tersebut masyarakat selaku pemilih dalam memantau proses pemutakhiran data pemilih dapat melaporkan kepada PPS apabila : a) Ditemukan pemilih yang tercantum dalam Daftar Pemilih Sementara (DPS) tetapi tidak tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) atau Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb). b) Ditemukan pemilih yang belum memenuhi syarat pemilih tetapi tercantum dalam DPT c) Ditemukan pemilih yang telah meninggal dunia tetapi tercantum dalam DPT d) Ditemukan pemilih yang sudah berpindah domisili ke daerah lain e) Ditemukan pemilih yang tidak berdomisili didaerah tersebut tetapi tercantum dalam DPS/DPT, kecuali yang bersangkutan berencana akan tinggal/menetap sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan
16
f) Ditemukan pemilih yang sudah berubah status dari anggota TNI dan POLRI menjadi status sipil atau sebaliknya g) Ditemukan kesalahan penulisan identitas pemilih
Laporan dari masyarakat tersebut disampaikan kepada PPDP dan PPS dengan memperhatikan tenggat waktu proses pemutakhiran data pemilih.
2) Tahapan Pendaftaran dan Penetapan Peserta Pemilu Partisipasi masyarakat pada tahapan pendaftaran peserta pemilu diharapkan dapat mengawasi proses pendaftaran, verifikasi administrasi
dan
verifikasi
faktual
yang
dilakukan
oleh
penelenggara pemilu sesuai tingkatannya. Keterlibatan masyarakat dalam proses tersebut terutama terhadap kepengurusan partai politik sesuai tingkatan dan dukungan masyarakat kepada partai politik yang bersangkutan di tingkat kepengurusan kabupaten/kota yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Anggota (KTA). Laporan dari masyarakat tersebut dapat disampaikan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten/kota dengan memperhatikan tenggat waktu proses pendaftaran dan verifikasi partai politik.
3) Tahapan Penetapan Daerah Pemilihan (Dapil) Dalam proses penetapan Daerah Pemilihan (Dapil), masyarakat mempunyai hak untuk melaporkan kepada KPU kabupaten/kota apabila : a) Ditemukan jumlah penduduk yang tidak sesuai dengan data jumlah penduduk yang sebenarnya, yang dapat mempengaruhi
17
jumlah kursi di kabupaten/kota atau di provinsi yang bersangkutan dan alokasi kursi untuk setiap dapil b) Ditemukan data wilayah yang tidak sesuai dengan data wilayah (desa/kelurahan/kecamatan)
yang
digunakan
dalam
penyusunan daerah pemilihan c) Ditemukan penggabungan kecamatan yang membentuk satu daerah pemilihan tidak sesuai dengan kondisi geografis, adat dan budaya setempat
4) Tahapan Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Kesadaran dan kecerdasan pemilih dan masyarakat dalam menilai visi, misi dan program tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menentukan pilihan. Kesalahan menilai partai politik dan calon akan menimbulkan kesalahan dalam menentukan pilihan dan mengakibatkan terpilihnya orang-orang yang tidak tepat untuk mengemban tugas-tugas kenegaraan dan pemerintahan. Pengenalan riwayat hidup calon dan partai politik merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh masyarakat. Melalui pengenalan riwayat hidup, masyarakat harus mempunyai gambaran dan informasi dasar mengenai calon dan partai pengusungnya, sehingga ketika menentukan pilihannya para pemilih dapat menimbang baik burunknya calon dan partai politik tersebut. Selain itu, masyarakat juga harus mencermati persyaratan calon yang harus dipenuhi dan pemenuhan keterwakilan perempuan 30% dalam setiap Dapil dari setiap partai politik yang diajukan pada masa pengumuman Daftar Pemilih Sementara (DPS) apakah sudah sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
18
5) Tahapan Masa Kampanye Masyarakat turut mencermati visi, misi dan program calon dan partai politik pada saat kampanye. Apabila ditemukan pelanggaran dalam pelaksanaan masa kampanye (politik uang, intimidasi, melibatkan anak di bawah umur pada saat kampanye, penggunaan fasilitas Negara, tempat pendidikan, dan rumah ibadah serta pelaksanaan kampanye di luar jadwal kampanye dan masa tenang), masyarakat dapat melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
provinsi,
Panitia
Pengawas
Pemilu
(Panwaslu)
kabupaten/kota, Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) dan Pengawas Pemilu Lapangan (Panwaslap)
6) Tahapan Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara Pada tahapan ini, masyarakat pemilih harus memastikan bahwa sebelum pemungutan suara sudah menerima surat undangan (Model C-6) sebagai bukti untuk memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS), disamping kartu pemilih. Di hari pemungutan suara, masyarakat dating ke TPS sesuai waktu yang telah
ditentukan,
kemudian
mendaftar
kepada
Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan menunggu giliran untuk menggunakan hak suaranya. Setelah namanya dipanggil dan menerima surat suara dari KPPS, masyarakat menuju bilik suara untuk menggunakan hak pilihnya. Apabila masyarakat pemilih diberikan surat suara yang diketahui terjadi kerusakan agar segera mengembalikan kepada ketua KPPS untuk diganti dengan surat suara yang baru. Warga masyarakat melalui saksi partai politik atau saksi pasangan calon
19
atau saksi perseorangan, berhak mengamati jalannya penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara Apabila tidak terdapat saksi peserta pemilu di TPS, warga masyarakat dapat mencatat pelanggaran tersebut dan melaporkan kepada Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Warga masyarakat dapat bekerjasama dengan Pemantau untuk melakukan monitoring penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara di TPS dan mengajukan keberatan kepada KPPS melalui saksi atau Panitia Pengawas Lapangan (Panwaslap). Dalam melaksanakan monitoring penghitungan suara, masyarakat pemilih dilarang mengganggu proses penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara di TPS.
7) Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Masyarakat pemilih berhak mengamati proses rekapitulasi hasil
penghitungan
suara
di
tingkat
PPS,
PPK,
KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi hingga KPU, apabila : a) Data jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya tidak sesuai dengan jumlah seluruh suara sah b) Data jumlah suara sah dan suara tidak sah tidak sesuai dengan jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya c) Data jumlah perolehan suara setiap partai politik tidak sesuai dengan jumlah suara partai politik yang bersangkutan dan jumlah suara calon d) Kewajiban mengumumkan Berita Acara (BA) dan Sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara tidak dipenuhi atau tidak dilaksanakan e) Pelaksanaan proses hasil rekapitulasi penghitungan suara tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
20
8) Penetapan Perolehan Kursi Partai Politik dan Penetapan Calon Terpilih/ Pasangan Calon Terpilih Dalam tahapan ini warga masyarakat berhak untuk melihat, mengetahui, dan mengawasi proses penghitungan perolehan kursi untuk setiap daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta penetapan calon anggota terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Pasangan Calon Terpilih Presiden dan Wakil Presiden serta Pasangan Calon Terpilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pada saat proses penghitungan perolehan kursi, masyarakat dapat mengajukan keberatan apabila tata cara penghitungan perolehan kursi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9) Peresmian Keanggotaan dan Pengambilan Sumpah/Janji Masyarakat dapat mengamati secara keseluruhan mulai dari proses penghitungan
suara
dan
rekapitulasi
penghitungan
suara,
rekapitulasi hasil penghitungan suara hingga pada proses penetapan perolehan kuris partai politik dan penetapan calon terpilih/pasangan calon terpilih, agar nama calon terpilih yang berhak
untuk
diresmikan
keanggotaannya
dan
diambil
sumpah/janjinya sesuai dengan peringkat suara yang diperolehnya dan masih memenuhi syarat calon. Dan apabila masyarakat menemukan
ketidaksesuaian
dalam
pelaksanaannya
dapat
menyampaikan/melaporkan kepada penyelenggara pemilu atau badan pengawas pemilu.
21
b. Non Tahapan Pemilihan Umum Dalam proses non tahapan pemilu, masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan : 1) Pembentukan
panitia
Ad-hoc
(PPK,
PPS/PPSLN
dan
KPPS/KPPSLN) khususnya mencermati mengenai pemenuhan syarat-syarat calon panitia Ad-Hoc; 2) Pendaftaran dan akreditasi pemantauan Pemilu 3) Sosialisasi tahapan kegiatan pemilu dan peraturan KPU tentang pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan panitia AdHoc.
22
BAB III PENYELENGGARA, PENGAWAS, PEMANTAU DAN SAKSI DALAM PEMILU
BAB INI MENJELASKAN TENTANG :
A. Penyelenggara Pemilu B. Pengawas Pemilu C. Pemantau Pemilu D. Saksi E. Kode Etik
A. Penyelenggara Pemilu 1. KPU , KPU PROVINSI, KPU KABUPATEN/KOTA Komisi
Pemilihan
Umum
(KPU),
KPU
Provinsi,
KPU
Kabupaten/Kota adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
2. KPU Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang selanjutnya disebut KPU, adalah penyelenggara Pemilihan Umum di tingkat nasional
23
3. KPU PROVINSI DAN KPU KABUPATEN/KOTA a. Komisi Pemilihan Umum Provinsi yang selanjutnya disebut KPU Provinsi adalah penyelenggara di tingkat Provinsi. b. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut KPU Kabupaten/Kota adalah penyelenggara di tingkat Kabupaten/Kota
4. PPK dan PPS Panitia Pemilihan Kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut PPK dan PPS adalah pelaksana Pemilu di tingkat kecamatan dan di tingkat desa/kelurahan atau sebutan lainnya. PPK dan PPS adalah penyelenggara Pemilu yang bersifat sementara/ad hoc.
5. KPPS Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut KPPS
adalah
pelaksana
Pelaksanaan
pemungutan
suara
dan
penghitungan suara pada Pemilu di Tempat Pemungutan Suara (TPS). KPPS adalah penyelenggara Pemilu yang bersifat sementara/ad hoc.
B. Pengawas Pemilu 1. Bawaslu Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu adalah lembaga
penyelenggaraan
Pemilu
yang
bertugas
mengawasi
penyelenggaraan Pemilu diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
24
2. Bawaslu Provinsi Badan Pengawas Pemilu Provinsi, selanjutnya disingkat Bawaslu Provinsi, adalah Badan yang dibentuk oleh Bawaslu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi.
3. Panwaslu Kabupaten/Kota Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Kabupaten/Kota, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu Provinsi yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota.
4. Panwaslu Kecamatan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, selanjutnya disingkat panwaslu kecamatan,
adalah
panitia
yang
dibentuk
oleh
panwaslu
kabupaten/kota yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah kecamatan atau nama lain.
5. PPL Pengawas Pemilu Lapangan, selanjutnya disingkat dengan PPL, adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di desa atau nama lain/kelurahan.
C. Pemantau Pemilu Pemantau Pemilu yang selanjutnya disebut Pemantau adalah pelaksana pemantauan di semua tahapan Pemilu yang telah terdaftar dan memperoleh
akreditasi
dari
KPU,
KPU
Provinsi
atau
KPU
Kabupaten/Kota.
25
D. Saksi Saksi (pada tingkat TPS) yang selanjutnya disebut Saksi adalah seseorang yang ditunjuk dan atau diberi surat mandat secara tertulis dari Pengurus Partai Politik, atau calon anggota DPD yang bersangkutan untuk bertugas menyaksikan pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS. Disamping itu ada saksi yang bertugas menyaksikan pelaksanaan Rekapitulasi
Penghitungan
Suara
di
tingkat
PPS,
PPL,
KPU
Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan tingkat KPU (Pusat).
E. Kode Etik Setiap penyelenggara/pengawas Pemilu harus mematuhi prinsip-prinsip dasar kode etik penyelenggara pemilihan umum sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bersama KPU, Bawaslu dan DKPP Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, Nomor 1 Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum, yaitu sebagai berikut : 1. Menggunakan kewenangan berdasarkan hukum 2. Bersikap dan bertindak non partisan dan imparsial 3. Bertindak transparan dan akuntabel 4. Melayani pemilih menggunakan haknya 5. Tidak melibatkan diri dalam konflik kepentingan 6. Bertindak professional 7. Administrasi pemilu yang akurat
Kode Etik bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh anggota KPU, anggota KPU Provinsi atau KIP Aceh, anggota KPU Kabupaten/Kota atau KIP Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu
26
Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang merupakan satu kesatuan fungsi penyelenggara pemilu.
Gambar 2.1 Penyelenggara Pemilu
27
BAB IV TAHAPAN PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD
BAB INI MENJELASKAN TENTANG :
A. Pendaftaran dan Verifikasi Peserta Pemilu B. Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih C. Penataan dan Penetapan Daerah Pemilihan D. Kampanye E. Pemungutan dan Penghitungan Suara F. Rekapitulasi Hasil s/d Pengucapan Sumpah Janji G.
Secara garis besar pelaksanaan pemilu dibagi menjadi tiga tahapan besar, yaitu tahapan Persiapan, tahapan penyelenggaraan, dan tahapan penyelesaian. Tahapan Persiapan meliputi kegiatan penataan organisasi, pendaftaran pemantau dan pemantauan, pembentukan Badan Penyelenggara, Seleksi
28
Anggota KPU Provinsi dan Kabupaten Kota, Rapat Kerja, Rapat Koordinasi, dan Bimbingan Teknis di setiap tingkatan, sosialisasi, publikasi dan pendidikan pemilih, pengelolaan data dan informasi, dan logistik. Sementara tahapan Penyelenggaraan Pemilu meliputi, perencanaan program dan anggaran, penyusunan peraturan KPU, Pendaftaran dan Verifikasi Peserta Pemilu, Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih, Penyusunan Daftar Pemilih di Luar Negeri, Penataan dan Penetapan Daerah Pemilihan, Pencalonan Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Kampanye, Masa Tenang, Pemungutan dan Perhitungan Suara, Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara, Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional, Penetapan Partai Politik yang Mememnuhi ambang Batas,
Penetapan
Perolehan
Kursi
dan
Calon
Terpilih,
Peresmian
Keanggotaan, dan, Pengucapan Sumpah Janji. Sedangkan Tahapan Penyelesaian meliputi Perselisihan hasil Pemilu, Penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemilu, Penyusunan Dokumentasi, Pengelolaan Arsip, Pembubaran Badan-Badan Penyelenggara ad-hoc dan Penyusunan Laporan Keuangan. Tahapan Persiapan dan penyelesaian pemilu merupakan tahapan yang sebagian besar dilaksanakan secara internal oleh KPU dan jajarannya. Sedangkan tahapan Penyelenggaraan merupakan tahapan yang banyak melibatkan stake holder Pemilu yang lain.
Beberapa tahapan besar yang
meliputi jangka waktu yang cukup panjang adalah :
A. Pendaftaran Dan Verifikasi Peserta Pemilu Untuk mengikuti Pemilu, partai politik harus memenuhi persyaratan yang tidak mudah. Persyaratan-persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut : 1. Mempunyai perwakilan/kantor di seluruh provinsi di Indonesia, 2. Mempunyai kantor di 75% di kabupaten/kota di tiap provinsi,
29
3. Mempunyai kantor di 50% kecamatan di tiap kab./kota, 4. Mempunyai jumlah anggota minimal 1000 oarang atau seperseribu dari jumlah penduduk di kab./kota.
Untuk itu Partai Politik perlu diverivikasi, baik administrasi maupun realitanya di lapangan, apakah ketentuan-ketentuan yang di persyaratkan itu sudah terpenuhi. Verifikasi partai Politik peserta pemilu di akhiri dengan adanya penetapan peserta pemilu, yang sudah dilaksasanakan pada tanggal 8 Januari 2013. Secara nasional ada 12 Partai politik yang ditetapkan sebagai peserta pemilu, di tambah 3 partai lokal di NAD. Selain partai politik, untuk pemilihan Anggota DPD, juga di lakukan verifikasi. Pendaftaran Calon Anggota DPD dilakukan di KPU Provinsi, sedangkan verifikasinya dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota.
B. Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih Pemutakhiran Data Pemilih dilakukan berdasarkan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) yang diserahkan oleh pemerintah. Oleh Petugas Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) dari data DP4 tersebut di lakukan penelitian dan pencocokan di lapangan dan diperoleh Daftar Pemilih Sementara (DPS). Pada Pemilu Anggota DPR, DPS dan DPRD jumlah maksimal per TPS adalah 500 pemilih. DPS diumumkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, masukan tersebut diakomodasi dalam Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP). DPSHP diumumkan kembali untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, sebelum disusun Daftar Pemilih Tetap (DPT). Jumlah DPT diperlukan untuk keperluan logistik, khususnya untuk pencetakan surat suara disamping untuk keperluan pada saat pemungutan suara di TPS.
30
C. Penataan dan Penetapan Daerah Pemilihan Anggota DPR/DPRD adalah anggota partai politik tertentu yang mewakili daerah pemilihan tertentu. Daerah pemilihan untuk Anggota DPR adalah Provinsi atau bagian provinsi, sedangkan Daerah Pemilihan untuk Anggota DPRD Provinsi adalah Kabupaten atau gabungan kabupaten. Sedangkan Daerah Pemilihan untuk Anggota DPRD Kota adalah Kecamatan atau Gabungan Kecamatan. Jumlah Anggota DPR adalah 560, jumlah anggota DPRD di tiap provinsi berkisar antara 35 sampai 100 orang tergantung jumlah penduduknya, sedangkan jumlah anggota DPRD kabupaten/kota antara 20 sampai 50 orang. Jumlah kursi setiap daerah pemilihan untuk anggota DPR adalah 3 s/d 10 kursi, adapun untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah 3 s/d 12 kursi Untuk Kabupaten Banjarnegara dengan jumlah penduduk sesuai DAK 923.971 jiwa, mendapatkan alokasi jumlah Anggota DPRD Kabupaten 45 kursi. Berdasarkan komposisi jumlah penduduk di tiap kecamatan, maka ditentukan ada 5 daerah pemilihan di Kabupaten Banjarnegara, sebagai berikut : No. 1 2 3 4 5
Daerah Pemilihan
Kecamatan
Daerah Pemilihan Banjarnegara 1 Daerah Pemilihan Banjarnegara 2 Daerah Pemilihan Banjarnegara 3 Daerah Pemilihan Banjarnegara 4 Daerah Pemilihan Banjarnegara 5 KAB. BANJARNEGARA
Bawang, Banjarnegara, Sigaluh, Pagedongan Susukan, Pwj. Klampok, Mandiraja, Purwonegoro Madukara, Banjarmangu, Wanadadi, Rakit Punggelan, Kalibening, Pandanarum Karangkobar, Pagentan, Pejawaran, Batur, Wanayasa
Alokasi Kursi 9 12 8 7 9 45
Tabel 2.1 Alokasi Kursi Anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara
31
D. Kampanye Kampanye adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh peserta pemilu untuk menyampaikan visi, misi dan program kerja dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan yang sebesar-besarnya dari pemillih. Kampanye sudah dapat dimulai sejak 3 hari setelah penetapan partai politik peserta pemilu. Penetapan partai politik sebagai peserta pemilu dilaksanakan pada tanggal 8 Januari 2013, sehingga kampanye sudah bisa dilaksanakan mulai tanggal 11 Januari 2013 sampai 3 hari menjelang pemungutan suara. Kampanye dibagi menjadi 2 yaitu kampanye ringan dan kampanye berat. Kampanye ringan yang berupa pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum dan pemasangan alat peraga dapat dilakukan dari tanggal 11 Januari 2013 sampai tanggal 5 April 2014, sedangkan yang berupa rapat umum dan iklan media masa cetak dan elektronik dilaksanakan tanggal 16 Maret s/d 5 April 2014.
E. Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemunguan suara Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD akan dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada hari Rabu, 9 April 2014. Pemungutan suara di laksanakan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dimulai jam 07.00 sampai Jam 13.00 waktu setempat, sedangkan penghitungan suara dilaksanakan mulai jam 13.00 sampai dengan selesai pada hari itu juga. Untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara dibentuk KPPS di tiap TPS nya yang berjumlah 7 orang.
F. Rekapitulasi Hasil s/d Pengucapan Sumpah Janji Hasil penghitungan suara di tingkat TPS dikumpulkan dan direkapitulasi di tingkat PPS. Dan secara berjenjang rekapitulasi juga akan
32
dilaksanakan di tingkat PPK, KPU Kab./Kota, KPU Provinsi dan KPU. Setelah diketahui hasil perolehan suara ditingkat nasional maka dilkukan Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional, Penetapan Partai Politik yang Memenuhi ambang Batas, Penetapan Perolehan Kursi dan Calon Terpilih, Peresmian Keanggotaan, dan, Pengucapan Sumpah Janji di masingmasing tingkatan. Partai politik harus memperoleh suara minimal yang telah ditentukan dalam Parliamentary Treshold (3,5%) untuk dapat diikutkan dalam perhitungan perolehan kursi di DPR. Sedangkan untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota tidak ada batas Parliamentary Treshold.
33
BAB V PESERTA PEMILU
BAB INI MENJELASKAN TENTANG : A. Peserta Pemilu Dari Partai Politik B. Peserta Pemilu Dari DPD
A. Peserta Pemilu Dari Partai Politik Peserta Pemilu untuk memilih Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota adalah Partai Politik. Jumlah Partai Politik pada Pemilu 2014 sebanyak 15 (lima belas) Partai Politik. Terdiri dari 12 Partai Politik tingkat Nasional dan 3 Partai Politik Lokal di Aceh. Berikut nama-nama partai dan nomer urut partai politik tersebut diatas :
34
No. Urut Partai
Nama Partai Politik
Keterangan
Politik 1.
Partai Nasional Demokrat (NasDem)
Tingkat Nasional
2.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Tingkat Nasional
3.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Tingkat Nasional
4. 5. 6.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Partai Golongan Karya (Golkar) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
Tingkat Nasional Tingkat Nasional Tingkat Nasional
7.
Partai Demokrat (PD)
Tingkat Nasional
8.
Partai Amanat Nasional (PAN)
Tingkat Nasional
9.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Tingkat Nasional
10.
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
Tingkat Nasional
11.
Partai Damai Aceh (PDA)
Tingkat Lokal Aceh
12.
Partai Nasional Aceh (PNA)
Tingkat Lokal Aceh
13.
Partai Aceh (PA)
Tingkat Lokal Aceh
14.
Partai Bulan Bintang (PBB)
Tingkat Nasional
15.
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
Tingkat Nasional
B. Peserta Pemilu Dari DPD Peserta Pemilu untuk memilih Anggota DPD adalah perseorangan. Jumlah kursi tiap daerah pemilihan/Provinsi adalah 4 Kursi. Jumlah anggota DPD untuk Jawa Tengah adalah 32 Orang, yaitu :
35
Kabupaten/Kota No.
Nama Calon Anggota DPD
(Tempat Tinggal Bakal Calon)
36
1.
Agus Mujayanto
Demak
2.
Drs. H. Ahmad Niam Syukri, M.Si.
Grobokan
3.
Ahsan Fauzi, S.Sos.I.
Demak
4.
Drs. H. Akhmad Muqowam
Jakarta Timur
5.
Bagyono, ST.
Kota Semarang
6.
Dr. H. Bambang Sadono, SH, MH.
Kota Semarang
7.
Hj. Denty Eka Widi Pratiwi, SE, MH.
Temanggung
8.
G.K.R. Ayu Koes Indriyah
Kota Surakarta
9.
Dra. Hj. H.R. Utami, M.Hum.
Kota Semarang
10.
Drs. H. Hendro Martojo, M.M.
Jepara
11.
Heriyanto
Temanggung
12.
Drs. H. Humam Sabroni, M.Si
Temanggung
13.
Ika Trisna Mulyaningsih, ST.
Grobogan
14.
H. Iskandar, S.Ag, M.Si
Kota Salatiga
15.
Drs. Jabir
Batang
16.
Khizanaturrohman, S.Ag
Kota Semarang
17.
Kundari, SE.
Kudus
18.
Ir. Kunto Endriyono, MM.
Jakarta Selatan
19.
Mayjen (Purn.) Drs. H. Kurdi Mustofa
Kota Bekasi
20.
Muhammad Al Habsyi, S.Pd
Banyumas
21.
Poppy Dharsono
Kota Surakarta
22.
R. Sukarno Winarto
Temanggung
23.
Hj. Siti Azzah, S.Sos.
Temanggung
24.
Ir. H. Soeharsojo
Kota Semarang
25.
Drs. St. Sukirno, M.S.
Kota Semarang
26.
H. Sudir Santoso, SH.
Pati
27.
Dr. H. Sulistiyo, M.Pd
Kota Semarang
28.
Drs. K.P.H. Sumaryoto Padmodiningrat
Jakarta
29.
Suro Jogo PBSH, SE.
Sragen
30.
Tjahjadi Takariawan
Bantul
31.
Toto Dirgantoro
Banyumas
32.
Wakil Maghfur
Kota Semarang
37
BAB VI TATA CARA PEMBERIAN SURAT SUARA DALAM PEMILU
BAB INI MENJELASKAN TENTANG : TATA CARA PEMBERIAN SURAT SUARA DALAM PEMILU
Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dinyatakan sah apabila: 1. Surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan 2. Tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berada pada kolom yang disediakan; atau 3. Tanda coblos pada tanda gambar partai politik berada pada kolom yang disediakan.
Suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan sah apabila:
38
1. Surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS; dan 2. Tanda coblos terdapat pada 1 (satu) calon perseorangan
Gambar 6.1 Contoh Surat Suara Sah
Gambar 6.2 Contoh Surat Suara Tidak Sah
39
BAB VII PERAN RELAWAN DEMOKRASI DALAM MENSUKSESKAN PEMILU
BAB INI MENJELASKAN TENTANG : A. Kelompok Difabel B. Strategi Penyampaian Sosialisasi C. Metode Sosialisasi D. Kelompok Sasaran
A. Kelompok Difabel Istilah difabel merupakan pengindonesiaan dari kependekan istilah different abilities people (orang dengan kemampuan yang berbeda). Dengan istilah
difabel,
masyarakat
diajak
untuk
merekonstruksi
nilai-nilai
sebelumnya, yang semula memandang kondisi cacat atau tidak normal sebagai kekurangan atau ketidakmampuan menjadi pemahaman terhadap difabel sebagai manusia dengan kondisi fisik berbeda yang mampu melakukan aktivitas dengan cara dan pencapaian yang berbeda pula.
40
Dengan pemahaman baru itu masyarakat diharapkan tidak lagi memandang para difabel sebagai manusia yang hanya memiliki kekurangan dan ketidakmampuan. Sebaliknya, para difabel, sebagaimana layaknya manusia umumnya, juga memiliki potensi dan sikap positif terhadap lingkungannya. Berkaitan dengan pemenuhan hak-hak kaum difabelitas, sudah diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan, seperti UUD 1945 Pasal 28 C (1), ―Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia‖. Dalam pasal 31 (1), ―Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan‖. Hak pendidikan merupakan bagian dari Hak Ekosob (Ekonomi, Sosial, Budaya). Negara mempunyai kewajiban (state obligation) untuk memenuhi (fulfill), menghormati (to respect), dan melindungi (to protect) setiap hak pendidikan yang dimiliki oleh setiap warga negaranya. Termasuk hak pendidikan untuk penyandang cacat. Pada pasal 28 C Undang-undang Dasar 1945 pun dikatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan
dasarnya,
berhak
mendapat
pendidikan
dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia, sehingga jelas disini kewajiban generic negara dalam pemenuhan hak pendidikan adalah memfasilitasi (to facilitate), memajukan (to promote), menyediakan (to provide). UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menekankan hak setiap warga negara untuk memperolah pendidikan sesuai dengan jenjang, jalur, satuan, bakat, minat, dan kemampuannya tanpa diskriminasi. Dengan kata lain, dalam sektor pendidikan formal seharusnya tidak ada lagi sekat sosial
41
yang membedakan para difabel dengan masyarakat umum. Orang tua bisa mendaftarkan anak difabel mereka ke sekolah umum. UU No. 4 Tahun 1997 pasal 12 mewajibkan lembaga-lembaga pendidikan umum menerima para difabel sebagai siswa. Kewajiban seperti inilah yang disebut sebagai model inklusi. Model inklusi adalah peluang bagi terjadinya interaksi sosial antara para difabel dan masyarakat pada umumnya. Kaum difabel adalah kelompok minoritas di negeri ini. Badan Pusat Statistik (BPS, 2006) menyebut jumlahnya hanya sekitar 10% dari 250 juta total penduduk Indonesia. Wajar jika keberadaan mereka kurang direspons secara positif, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Mereka sering mendapat perlakuan diskriminatif di berbagai aspek kehidupan, entah di bidang pendidikan, politik, sosial, olahraga, budaya dan sebagainya. Tak jarang sebuah keluarga menyembunyikan anggotanya yang difabel, untuk menghindari rasa malu lantaran menganggapnya sebagai aib yang bisa merusak citra keluarga. Pertanyaannya kemudian; apa yang memicu perlakuan diskriminatif itu? Sampai sejauh mana upaya pemerintah memperbaiki martabat kaum difabel? Langkah apa yang harus dilakukan pemerintah untuk melindungi kaum difabel? Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi penting diajukan, pasalnya, kaum difabel adalah warga negara yang suaranya juga turut menyumbang perolehan kursi ketika Pemilu baik pada pemilihan anggota legislatif maupun pengisian jabatan-jabatan eksekutif. Maka, tidak adil jika sumbangsih dan dukungan suara itu berbalas diskriminasi. Benar pemerintah sudah mencanangkan Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN, 2000) sebagai penerapan UU No 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat. Menurut UU ini, kaum difabel harus mendapat perlakuan yang sama layaknya masyarakat normal lainnya. Sayangnya, UU itu belum efektif mengubah nasib kaum difabel. Itu terlihat dengan sikap masyarakat yang masih menganggap kaum difabel
42
sebagai
‖sampah‖
yang
layak
menerima
ketidakadilan.
Pun begitu di ruang publik. Meski pemerintah sudah mendeklarasikan GAUN, tetapi ironisnya akses publik yang ramah bagi kaum difabel (difabel friendly) belum dibangun. Pemerintah beranggapan pembangunan difabel friendly kurang menguntungkan secara ekonomis. Misalnya, kalau setiap ruang publik harus dibuatkan ramp atau lift bagi pemakai kursi roda atau guiding block bagi tunanetra, dana yang dikeluarkan amat banyak. Lebih ironis, muncul bentuk-bentuk kekerasan sosial baru terhadap kaum difabel di masyarakat. Misalnya, seorang tunanetra ditolak mendaftar ujian calon pegawai negeri sipil (CPNS), karena panitia tidak menyediakan soal dalam huruf braille. Pemakai kursi roda ditolak mendaftar kuliah karena laboratorium kampus tersebut berada di lantai dua, sementara tidak ada ramp maupun lift. Dinas Tenaga Kerja menolak difabel untuk mengikuti kursus, karena menurut mereka tempat difabel adalah di Dinas Sosial. Masyarakat perlu disadarkan akan pentingnya sensibilitas dan dan penghormatan atas hak-hak kaum difabel. Meski minoritas, kaum difabel itu harus diposisikan secara layak sesuai dengan standar normalitas mereka. Standar normalitas itu adalah kriteria yang digunakan untuk memandang atau mengukur kemampuan dan keberhasilan, dari perspektif kaum difabel sendiri. Dengan standar itu, sekecil apapun peran kaum difabel akan kita apresiasikan secara layak dan positif. Kepekaan dan solidaritas terhadap kaum difabel memang sebuah keniscayaan. Meski demikian, harus ditempatkan pada kerangka sewajarnya. Solidaritas dan kepekaan yang berlebih, pada gilirannya justru menempatkan kaum difabel pada pribadi yang malas dan manja (karena sudah dikasihani). Sudah saatnya diciptakan kondisi yang membuat kaum difabel enjoy dengan kekurangannya.
43
Penyandang difabel juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya, yaitu mempunyai hak untuk memilih dan dipilih, mendapat pendidikan, jaminan sosial, menggunakan fasilitas umum, serta mendapat pekerjaan. Khusus untuk hak mendapatkan pendidikan, konferensi dunia menerbitkan kerangka kerja yang diantaranya menekankan agar Sekolah Biasa dan Sekolah Inklusi siap menerima difabel dengan menyediakan layanan pendidikan yang berfokus pada siswa. Penyandang difabel juga mempunyai kewajiban menghormati hak orang lain, mentaati aturan dan atau undang-undang yang berlaku, menjunjung tinggi bangsa dan negara, serta ikut serta membela dan membangun bangsa dan negara. Untuk kesetaraan hak dan kewajiban itulah pentingnya layanan pemenuhan kebutuhan khusus seseuai perbedaan kemampuan yang dimiliki Anak Berkebutuhan Khusus. Layanan-layanan pemenuhan kebutuhan diberikan pada difabel sesuai dengan klasifikasi dan karakter masing-masing jenis kekhususan para difabel.
Kaum Difabel Dalam Pemilu 2014 Hak-hak kaum difabel dalam pemilu diakomodasi dalam undangundang dan peraturan-peraturan KPU. Sejak tahap awal –pemutakhiran data pemilih-, perhatian terhadap kaum difabel selalu diperhatikan. Dalam pemutakhiran daftar pemilih, kaum difabel dicatat dalam kolom keterangan, sehingga memungkinkan penyelenggara untuk menyediakan logistik pada saat dilakukan pemungutan suara. Pada saat pemungutan suara pun hak konstitusional kaum difabel diakomodasi dengan pengaturan tertentu di tempat pemungutan suara, seperti (bagi tuna netra) diantaranya hak untuk di dampingi oleh petugas atau oleh orang yang dipercaya ketika melakukan pencoblosan di bilik suara.
44
Dalam kontek pencalonan, baik pencalonan pada pemilu legislatif, maupun pemilu eksekutif (bupati, walikota, gubernur dan presiden), difabilitas tidak menjadi penghalang seseorang untuk mencalonkan atau dicalonkan, apabila yang bersangkutan benar-benar mempunyai kemampuan. Pada akhirnya, kaum difabel harus dipandang sebagaimana individu normal lainnya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Mereka yang punya kelebihan, difasilitasi serta diberi ruang untuk mengekpresikan. Sementara, mereka yang tidak percaya diri harus diberi penyadaran dan dimotivasi agar mensiasati kekurangan yang dimilikinya sebagai sebuah peluang.
B. Strategi Penyampaian Sosialisasi 1. Strategi penyampaian sosialisasi meliputi : a. Terpadu, sistematis dan komprehensif. 1) Tepadu, penyelenggaraan sosialisasi dilakukan secara simultran dengan pembagian peran diantara penyelenggara guna mencapai tujuan 2) Sistematis, penyampaian materi sosialisasi secara runtut dan tepat sasaran 3) Komprehensif, penyampaian materi dengan menggunakan metode, bahan dan media tepat sasaran. b. Materi yang sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran dengan dukungan metode yang memadai. c. Penggalangan dukungan pemangku kepentingan. 2. Implementasi Strategi sebagaimana angka 1 tercantum pada Lampiran II.
45
C. Metode Sosialisasi 1. Metode Sosialisasi Pemilu meliputi : a. Komunikasi melalui Tatap Muka; b. Komunikasi melalui media massa cetak dan elektronik; c. Komunikasi mobilisasi massa; d. Komunikasi melalui media sosial.
2. Media yang digunakan meliputi : a. Media Luar Ruang dan Bahan Cetak; b. Media Cetak dan Elektronik; c. Media Tradisional; d. Media Jejaring Sosial;
3. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Sosialisasi KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membentuk kelompok kerja Sosialisasi pada setiap tingkatan dan tahapan Pemilu.
D. Kelompok Sasaran 1. Masyarakat Umum. 2. Pemilih Pemula (pelajar dan mahasiswa); 3. Perempuan (komunitas perempuan dan PKK); 4. Pengemuka pendapat (tokoh masyarakat, tokoh agama, dan seniman); 5. Petani, buruh dan kelompok pekerja lainnya (pedagang, nelayan, dan lainnya); 6. Wartawan dan kelompok media lainnya (media cetak, elektronik, radio, dan komunitas); 7. Partai Politik; 8. Pemerintah Daerah, TNI/Polri; 9. Pengawas dan Pemantau;
46
10. LSM/Ormas; 11. Pemilih dengan kebutuhan khusus (penyandang cacat, masyarakat terpencil, penghuni LP, dll) 12. Penyelenggara Pemilu.
47