BAB I REKAM MEDIK 1.1
1.2
Identifikasi Pasien Nama
: An. Rendi bin Sabtu
Umur
: 13 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Perkawinan
: Belum kawin
Agama
: Islam
Alamat
: Desa Ngulak, Sekayu, Musi Banyuasin
Kebangsaan
: Indonesia
Anamnesis a.
Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian Anak RSMH untuk dilakukan pemeriksaan terhadap adanya keluhan nyeri pada gigi
b.
Keluhan Tambahan : Gigi berwarna kekuningan
c.
Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien dirawat di bagian Anak dan didiagnosis dengan thalasemia dan abses regio pedis sinistra. Sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap adanya fokal infeksi. Pasien juga mengeluh gigi tampak kekuningan.
d.
Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik Penyakit atau Kelainan Sistemik Alergi : debu, dingin Penyakit Jantung Penyakit Tekanan Darah Tinggi Penyakit Diabetes Melitus Penyakit Kelainan Darah Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H Kelainan Hati Lainnya HIV/ AIDS Penyakit Pernafasan/paru
1
Ada Disangkal √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kelainan Pencernaan Penyakit Ginjal Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah Epilepsy e.
Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya Penderita belum pernah melakukan pemeriksaan -
1.3
√ √ √ √ gigi
sebelumnya Riwayat trauma (-)
Pemeriksaan Fisik a.
Status Umum Pasien 1. Rujukan : dari teman sejawat bagian Anak RSMH 2. Keadaan Umum Pasien : Kompos Mentis 3. Berat Badan : 20 kg 4. Tinggi Badan : 132 cm 5. Vital Sign Tekanan Darah : - mmHg Nadi : 96x/menit RR : 24x/menit T : Afebris Pupil mata : normal
b.
Pemeriksaan Ekstra Oral Wajah : simetris Bibir : tidak ada kelainan KGB Submandibula : kanan dan kiri tidak teraba dan tidak ada -
c.
nyeri tekan Kelenjar lainnya : tampak normal
Pemeriksaan Intra Oral Debris Plak Kalkulus Perdarahan Papilla Interdental Gingiva -
: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada kelainan Mukosa : tampak selaput putih pada mukosa
-
Palatum Lidah Dasar Mulut
lidah : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan : tidak ada kelainan
2
d. Gigi 3.4
Hubungan Rahang Kelainan Gigi Geligi Lain-lain
: ortognati : lihat status lokalis : tidak ada
Status Lokalis Lesi
Sondase
Arrested karies
Td
CE Perkusi -
-
Palpasi -
Diagnosis/ ICD Arrested Karies gigi
Terapi Pro konservasi
Td: Tidak dilakukan e.
Temuan Masalah a. Diskolorisasi pada gigi b. Arrested karies pada 3.4 c. Suspek kandidiosis lingual
f. 1. 2. 3. 4.
Perencanaan Terapi Karies 3.4 → Pro konservasi Swab lingual untuk suspek kandidiosis Dental Health Education Aplikasi Fluoride pada gigi yang mengalami karies
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thalassemia 2.1.1Definisi Thalassemia adalah sekelompok kelainan darah herediter yang ditandai dengan berkurangnya atau tidak ada sama sekali sintesis rantai globin, sehingga menyebabkan Hb berkurang dalam sel-sel darah merah, penurunan produksi selsel darah merah dan anemia1. Kelainan ini bervariasi, dari asimtomatik sampai parah, dan bervariasi sesuai dengan rantai hemoglobin darah yang terpengaruh. Rantai yang mengalami kelainan mempengaruhi usia onset gejala (α-Thalassemia mempengaruhi janin, β-Thalassemia mempengaruhi bayi yang baru lahir)2. 2.1.2 Etiologi Thalassemia terjadi akibat adanya perubahan pada gen
globin pada
kromosom manusia. Gen globin adalah bagian dari sekelompok gen yang terletak pada kromosom 11. Bentuk daripada gen beta-globin ini diatur oleh locus control region (LCR). Berbagai mutasi pada gen atau pada unsur-unsur dasar gen menyebabkan cacat pada inisiasi atau pengakhiran transkripsi, pembelahan RNA yang abnormal, substitusi, dan frameshifts. Hasilnya adalah penurunan atau pemberhentian daripada penghasilan rantai beta-globin, sehingga menimbulkan sindrom thalassemia beta. 2.1.3 Patogenesis Patogenesis thalassemia secara umum dimulai dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA, adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai α-globin, menyebabkan rantai
4
tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis melalui system fagosit mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi (eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama), sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe) harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe. Thalassemia mayor beta terjadi akibat kegagalan sintesis rantai globin beta baik parsial ataupun total. Dan dengan demikian menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin dan anemia kronik. Bila pewarisan adalah autosomal resesif.kelainan pada gen globin-β(terdapat bersama gen-τ dan-δ pada kromosom) bisanya berupa suatu mutasi titik yang mempengaruhi ekspresi gen ataupun pengolahan oleh messenger RNA. Telah diketahui beragam bentuk mutasi dan keragaman ini menjadi penyebab atas luasnya variasi derajat klinis kondisi ini3 2.1.4 Penegakkan Diagnosis Penegakkan
diagnosis
thalassemia
didasarkan
pada
serangkaian
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut4: 1. · · · ·
2. · · · ·
Anamnesa Riwayat pucat Gangguan pertumbuhan Riwayat keluarga Perut membesar karena pembesaran hepar dan lien (pada umumnya keluhan ini muncul mulai usia 6 bulan) Pemeriksaan Fisik Pucat Facies Cooley pada anak yang lebih besar Gangguan pertumbuhan Ikterik ringan
5
·
Hepatosplenomegali tanpa limfadenopati
3. Pemeriksaan Laboratorium Pada Talasemia mayor terdapat tanda-tanda berikut pada pemeriksaan laboratoriumnya ; Darah tepi : -
hipokrom mikrositer
-
anisositosis
-
poikilositosis
-
sel target
-
retikulosit meninggi
-
sel normoblas
-
nilai MCV, MCH, dan MCHC menurun
Untuk memastikan diagnosis dilakukan : -
Elektroforesis Hb
-
Tes Kleihauer (penentuan Hb F cara elusi asam)
-
Jumlah leukosit yang normal atau meninggi
Sumsum tulang : -
hiperaktif sel eritrosit
-
rasio M : E terbalik
-
kadar besi serum normal atau meninggi
-
kadar bilirubin serum meninggi
-
SGOT – SGPT dapat meninggi
-
Asam urat darah meninggi
-
HBsAg dan anti HBsAg bisa positif pada kasus yang mendapat transfusi darah berulang-ulang, disebabkan karena transmisi HBsAg melalui produk-produk darah transfusi
4. Pemeriksaan radiologi
6
Dukungan imaging seperti foto polos, Ultrasonografi,Ct-Scan, MRI memegang peranan dalam mendapatkan diagnosis yang akurat. Respon skeletal terhadap proliferasi sumsum tulang memberi berbagai gambaran radiografi pada tulang, seperti pelebaran medulla, penipisan korteks tulang serta resorbsi tulang mengakibatkan hilangnya densitas tulang secara keseluruhan. Dapat pula terlihat area lusen sebagai akibat dari proliferasi fokal sumsum tulang yang kadang ditandai area kasar tapi sedikit mengandung trabekula. a. Pemeriksaan foto polos Pada tulang-tulang pendek tangan dan kaki terbentuk trabekulasi kasar, tulang menjadi berbetuk pipa serta tampak adanya abnormalitas kistik. Pelebaran kavitas medull pada metacarpal, metatarsal dan phalanges memberi gambaran bentuk rectangular dengan konkavitas normal menghilang. Pada tulang panjang dan ekstremitas memperlihatkan korteks yang menipis dan dilatasi kavitas medulla sehingga mengakibatkan tulang-tulang tersebut sangat rapuh dan mudah mengalami fraktur patologik. Pada kranium ditandai dengan pelebaran ruang diploe dan garis-garis vertikal trabekula akan memberi gambaran “hair on end”. Abnormalitas gambaran radiologik lainnya pada kranium yaitu sinus paranasalis tampak tidak berekmbang sempurna, terutama sinus maksilaris. Hal ini disebabkan karena penebalan dari tulang sinus akibat hyperplasia yang akan memberi gambaran “thalassemia facies” dengan maloklusi. Korpus vertebra mengalami deminerlisasi yang ditandai dengan trabekulasi yang kasar disekelilingnya. Pada stadium lanjut, tepi superior dan inferior corpus vertebra berbentuk bikonkaf atau dapat terjadi fraktur kompresi. Kadang pula massa hemopoesis ekstramedulla tampak pada mediastinum memberi gambaran bayangan jaringan lunak di antara kosta depan dan belakang pada posisi posteroanterior. Jantung tampak pula mengalami pembesaran. Pada kosta tampak bayangan densitas radiopak didalam kosta (a rib within a rib appearance). Foto Polos Kepala posisi anteroposterior dan lateral : Foto polos tangan & kaki posisi anteroposterior : b. Pemeriksaan Ultrasonografi
7
Sonografi, dalam hal ini sonografi transabdominal memperilhatkan adanya perubahan pada organ retikuloendotelial sel berupa hepatomegali atau hepatosplenomegali. Dapat pula mendeteksi adanya batu kandung empedu sebagai salah satu akibat komplikasi thalassemia. Deteksi dini intrauterine juga dapat dilakukan dengan menggunakan sonografi, dimana gambaran peningkatan ketebalan plasenta pda fetus muncul di awal gestasi. Peningkatn ketebalan plasenta lebih dari 2 SD (standar Deviasi) di atas normal mempunyai nilai prediktif untuk penyakit ini dengan sensitifitasnya 72 % sebelum 12 minggu masa gestasi dan 97 % sesudah 12 minggu masa gestasi. Sonografi transabdominal : a. CT - Scan Modalitas ini dapat memperlihatkan kandungan besi yang berlebihan (hemosiderosis) pada penderita thalassemia dengan mendeteksi peningkatan densitas hepar.Juga dapat memperlihatkan peningkatan densitas lien, pankeas, glandula adrenal serta kelenjar getah bening. b. MRI Dapat mengevaluasi deposit besi di dalam hepar dan organ lain serta perubahan anatominya akibat hemopoesis ekstramedula.2 2.1.5 Klasifikasi Thalassemia Thalasemia diklasifikasikan berdasarkan molekuler menjadi dua yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta. 1. Thalasemia Alfa Thalasemia ini disebabkan oleh mutasi salah satu atau seluruh globin rantai alfa yang ada. Thalasemia alfa terdiri dari :
a. Silent Carrier State
8
Gangguan pada 1 rantai globin alfa. Keadaan ini tidak timbul gejala sama sekali atau sedikit kelainan berupa sel darah merah yang tampak lebih pucat. b. Alfa Thalasemia Trait Gangguan pada 2 rantai globin alpha. Penderita mengalami anemia ringan dengan sel darah merah hipokrom dan mikrositer, dapat menjadi carrier. c. Hb H Disease Gangguan pada 3 rantai globin alfa. Penderita dapat bervariasi mulai tidak
ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang
disertai dengan perbesaran limpa. d. Alfa Thalassemia Mayor Gangguan pada 4 rantai globin alpha. Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalassemia tipe alfa. Kondisi ini tidak terdapat rantai globin yang dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Janin yang menderita alpha thalassemia mayor pada awal kehamilan akan mengalami anemia, membengkak karena kelebihan cairan, perbesaran hati dan limpa. Janin ini biasanya mengalami keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan. 1,2 2. Thalasemia Beta Thalasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta yang ada. Thalasemia beta terdiri dari: 1,2 a. Beta Thalasemia Trait. Thalasemia jenis ini memiliki satu gen normal dan satu gen yang bermutasi.
9
Penderita mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). b. Thalasemia Intermedia. Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa produksi sedikit rantai beta globin. Penderita mengalami anemia yang derajatnya tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi. c. Thalasemia Mayor. Kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat memproduksi rantai beta globin. Gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat. Penderita thalasemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama kelamaan akan menyebabkan kekurangan O2, gagal jantung kongestif, maupun kematian. Penderita thalasemia mayor memerlukan transfusi darah yang rutin dan perawatan medis demi kelangsungan hidupnya. 2.1.6
Tatalaksana Thalassemia
Prinsip pengobatan pada pasien talasemia adalah :
terapi tranfusi darah untuk mencegah komplikasi dari anemia kronis
pencegahan dari resiko kelebihan besi akibat terapi transfusi
penatalaksanaan splenomegali 3
Pada anak dengan thalassemia mayor beta membutuhkan pelayanan kesehatan yang terus menerus seumur hidupnya.
Tranfusi darah
10
Pemberian tranfusi darah ditujukan untuk mempertahankan dan memperpanjang umur atau masa hidup pasien dengan cara mengatasi komplikasi anemia, memberi kesempatan pada anak untuk proses tumbuh kembang, memperpanjang umur pasien. Terapi tranfusi darah dimulai pada usia dini ketika ia mulai menunjukkan gejala simtomatik. Transfusi darah dilakukan melalui pembuluh vena dan
memberikan sel darah merah
dengan hemoglobin normal. Untuk mempertahankan keadaan tersebut, transfusi darah harus dilakukan secara rutin karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati. Khusus untuk penderita beta thalassemia intermedia, transfuse darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara rutin. Sedangkan untuk beta thalssemia mayor (Cooley’s Anemia) harus dilakukan secara teratur. 3 Tranfusi darah diberikan bila Hb anak < 7 gr/dl dyang diperiksa 2x berturut dengan jarak 2 mingg dan bila kadar Hb > 7 gr/dl tetapi disertai gejala klinis seperti Facies Cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur tulang curiga adanya hemopoisis ekstrameduler. Pada penanganan selanjutnya, transfusi darah diberikan Hb ≤8 gr/dl sampai kadar Hb 11-12 gr/dl.
Darah diberikan dalam bentuk PRC, 3 ml/kgBB untuk setiap
kenaikan Hb 1 g/dL. 2,3 Kelasi Besi Pasien thalasemia dengan terapi tranfusi biasanya meninggal bukan karena penyakitnya tapi karena komplikasi dari tranfusi darah tersebut. Komplikasi tersebut adalah penumpukan besi diberbagai organ. Desferoxamine diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/L atau saturasi transferin sudah mencapai 50 %, atau sekitar setelah 10 -20 kali transfusi. Pemberian dilakukan secara subkutan melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan dosis 25-35 mg/kg BB/hari, minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai transfusi darah. Dosis desferoxamine tidak boleh melebihi 50 mg/kg/hari. Evaluasi teratur
11
terhadap toksisitas desferoxamin direkomendasikan pada semua pasien yang mendapat terapi ini. Saat ini sudah tersedia kelasi besi oral, namun penggunaannya di Indonesia belum dilakukan. 2,3 Suplemen Asam Folat Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan selsel darah merah yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah ataupun terapi khelasi besi.. Asam Folat 2x1 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Splenektomi Indikasi :
limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan peningkatan tekanan intra-abdominal dan bahaya terjadinya ruptur
meningkatnya kebutuhan tranfusi yang melebihi 250ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir
12
Transplantasi sumsum tulang Transplantasi sumsum tulang untuk talasemia pertama kali dilakukan tahun 1982.
Transplantasi sumsum tulang merupakan satu-
satunya terapi definitive untuk talasemia. Jarang dilakukan karena mahal dan sulit. 2,3
2.2 Infeksi Fokal2 Fokus infeksi merupakan area jaringan berbatas tegas yang terinfeksi oleh mikroorganisme patogen eksogen yang biasanya terletak dekat permukaan kulit atau mukosa. Infeksi fokal adalah metastasis dari fokus infeksi, organisme, atau produknya yang memiliki kemampuan untuk merusak jaringan. 2
13
2.2.1 Mekanisme Infeksi Fokal
Metastasis mikroorganisme–dapat menyebar secara hematogen atau limfogen. Mikroorganisme ini kemudian akan menetap pada jaringan. Organisme tertentu memiliki predileksi untuk mengisolasi dirinya pada daerah tertentu
pada tubuh. Toksin dan produk toksin–menyebar melalui aliran darah atau saluran limfatikus, dari fokus yang jauh di mana dapat terjadi reaksi hipersensitivitas pada jaringan. Contoh: scarlet fever, akibat toksin eritrosit yang berasal dari streptokokus.1
2.2.2 Fokus Infeksi Oral
Lesi periapikal terinfeksi–khususnya, pada kasus kronik, daerah terinfeksi akan dikelilingi oleh kapsul fibrosa, yang akan melindungi area bebas infeksi dari area terinfeksi, tetapi tidak dapat mencegah absorpsi bakteri atau toksin. Granuloma periapikal dideskripsikan sebagai manifestasi pertahanan tubuh dan reaksi penyembuhan, sementara kista adalah bentuk lanjut dari granuloma. Abses terjadi ketika fase penyembuhan dan pertahanan tubuh
rendah. Gigi dengan saluran akar yang terinfeksi – merupakan sumber potensial dari penyebaran mikroorganisme dan toksin. Sering kali terjadi akibat streptokokus hemolitikus; yang merupakan penyebab penting dari artritis
reumatoid dan demam rematik. Penyakit periodontal – merupakan sumber infeksi potensial yang signifikan. Organisme yang sering ditemukan adalah Streptococcus viridans. Masase ringan pada gusi dapat menyebabkan bakteremia transitori. Menggoyangkan gigi dari soketnya dengan menggunakan forsep sebelum melakukan ekstraksi dapat menyebabkan bakteremia pada pasien dengan penyakit periodontal. Profilaksis oral dapat diikuti dengan bakteremia. Sehingga dianjurkan untuk memberikan antibiotik pada anak dengan penyakit jantung kongenital atau penyakit jantung rematik untuk mencegah terjadinya endokarditis bakterialis. 1,2
14
2.2.3 Dampak Penyebaran Fokus Infeksi Oral Ada beberapa laporan bahwa fokus infeksi oral dapat menyebabkan atau memperparah penyakit-penyakit sistemik. Contoh yang paling sering adalah:
Artritis–termasuk artritis rematoid dan demam rematik. Artritis rematoid merupakan jenis yang tidak diketahui etiologinya. Pasien ini memiliki titer antibodi terhadap streptokokus hemolitikus yang tinggi. Ini merupakan reaksi
hipersensitivitas jaringan. Penyakit katup jantung–endokarditis bakterialis subakut berkaitan dengan infeksi oral. Ada kemiripan antara keduanya, yaitu antara agen penyebab penyakit dan mikroorganisme pada lesi di rongga mulut, pulpa, dan periapikal gejala endokarditis bakterialis subakut ditemukan pada beberapa kasus segera setelah ekstraksi gigi. Bakteremia transien terjadi segera setelah ekstraksi gigi. Streptokokus jenis viridan merupakan sebagian besar penyebab endokarditis bakterialis subakut. Setelah kestraksi gigi, terjadi bakteremia streptokokus, sehingga kejadian endokarditis bakterialis subakut dapat terjadi
setelah operasi dan ekstraksi gigi. Penyakit gastrointestinal–beberapa pekerja menyatakan bahwa menelan mikroorganisme secara spontan dapat menyebabkan berbagai macam penyakit gastrointestinal. Ulkus gaster dan ulkus duodenum dapat diakibatkan
oleh penetrasi streptokokus. Penyakit mata–faktor-faktor mendukung hipotesis Woods tentang peranan fokus infeksi pada penyakit mata Penyakit ginjal – mikroorganisme yang sering ditemukan pada infeksi saluran kemih
adalah
E.coli,
stafilokokus,
dan
streptokokus.
Streptokokus
hemolitikus tampaknya merupakan mikroorganisme yang paling sering. Streptokokus merupakan inhabitan saluran akar gigi atau area periapikal dan gingiva yang jarang. Karena mikroorganisme ini sering berhubungan dengan infeksi renal, tampaknya hubungan antara fokus infeksi oral dan penyakit ginjal sedikit. 1,2
15
2.3 Dampak Thalassemia Pada Gigi Dan Mulut Manifestasi klinis paling umum thalassemia terhadap orofasial adalah diakibatkan kompensasi tubuh dengan hiperplasia sum-sum tulang dan pembesaran rongga sum-sum tulang. Pasien-pasien thalassemia mayor menderita maloklusi skeletal kelas II diikuti dengan protrusi maksillaris dan atrofi mandibula 4
. Penyatuan awal sutura oksipitalis terjadi diikuti dengan hiperplasia medullaris
dari struktur anterior maksilo fasialis, menyebabkan otot maksilla mengalami protrusi. Seringkali terjadi pergeseran utama mandibula dalam sudut maksilla (Sindrom Brodies) pada pasien thalassemia mayor. Maloklusi yang disebabkan protrusi maksila, meningkat menyebabkan kondisi rahang atas melewati anterior openbite, malarprominens, hidung pelana dan tulang frontal yang menonjol memberi gambaran ‘wajah tupai/ chip-munk facies atau rodent facies’5. Pada umumnya tidak lebih protrusi dibandingkan maksilla karena kepadatan lapisan kortikal mandibula tertahan oleh ekspansi. Pertumbuhan sum-sum tulang yang berlebihan pada tulang frontal, temporal dan facial secara konsisten menghambat pneumatisasi dari sinus paranasal. Pertumbuhan sum-sum tulang yang berlebihan pada tulang maksillaris dapat menyebabkan pergeseran lateral dari orbita (hipertelorisme). Gambaran oral lainnya dari thalassemia termasuk gambaran tajam dan akar gigi yang pendek, taurodontisme, diastema multipel, insisivus terlalu menonjol ke depan, penipisan lamina dura, hilangnya alveolar kanal inferior, dan korteks tipis mandibula. Indeks karies yang tinggi pada penderita thalassemia bukan saja karena kebersihan rongga mulut yang diabaikan tetapi juga karena konsentrasi phosphor dan IgA saliva yang secara signifikan menurun pada pasien tersebut. Mukosa pucat dan gositis atrofik adalah penemuan yang selalu ada secara khusus ketika kadar hemoglobin menurun dibawah 8mg/dl. Ginggivitis yang berat
adalah
salah
satu tanda bahwa pasien perlu untuk melakukan
splenektomi 6. Penimbunan zat besi dapat menyebabkan nyeri akibat inflamasi kelenjar saliva yang mengganggu aliran saliva 7. Warna gusi kadang cendrung menjadi lebih gelap karena kadar ferritin yang tinggi dalam darah. Makroglossia dapat terlihat disebabkan lengkung rahang yang membesar. Jika transfusi darah
16
telah
dilakukan sejak lahir, sekitar 50% pasien dapat terlihat manifestasi-
manifestasi tersebut atau dalam kondisi yang ringan.
2.3.1 Dampak Thalassemia terhadap Diskolorisasi Gigi Diskolorasi secara umum diartikan sebagai perubahan warna pada gigi. Diskolorasi pada enamel gigi dapat disebabkan oleh proses penodaan (staining), penuaan (aging), dan bahan-bahan kimia. Penyebab perubahan warna gigi berdasarkan sumbernya dibagi menjadi eksogen dan endogen. Diskolorasi eksogen disebabkan oleh substansi dari luar gigi dan sering disebabkan kebiasaan minum minuman berwarna yang berkepanjangan seperti teh, kopi, sirup dan merokok. Diskolorasi endogen sumbernya berasal dari dalam gigi, didapat dari sumber lokal maupun sistemik. Faktor lokal dapat disebabkan karena pedarahan akibat trauma, kesalahan prosedur perawatan gigi, dekomposisi jaringan pulpa, pengaruh obat-obatan dan pasta pengisi saluran akar,dan pengaruh bahan-bahan restorasi. Perubahan warna yang terjadi mengenai bagian dalam struktur gigi selama masa pertumbuhan gigi dan umumnya perubahan warna terjadi di dalam dentin sehingga relatif sulit dirawat secara eksternal. Pada pasien thalassemia mayor terjadi akumulasi besi pada organ hati, jantung dan jaringan endokrin. Deposit besi ini juga dapat ditemukan pada gusi/gingiva. Pigmen bilirubin dalam darah sebagai hasil dari pemecahan hemoglobin dapat mengendap pada tubulus dentinalis menimbulkan diskolorasi
17
kekuningan pada gigi
11,12
. Meskipun dampak pengendapan deposit besi pada
kesehatan jaringan periodontal belum diketahui. 2.3.2 Dampak Thalassemia terhadap Cadidiosis oral Thalassemia
dapat
berpengaruh
terhadap
terjadinya
kandidiasis
oral.
Candidiasis oral sendiri merupakan infeksi oportunistik yang paling umum mempengaruhi mukosa oral. Pada sebagian besar kasus, lesi tersebut disebabkan oleh jamur Candida albicans. Dalam patogenesisnya ntuk menginvasi lapisan mukosa, mikroorganisme harus menempel ke permukaan epitel, oleh karena itu, strain Candida dengan potensi adhesi yang lebih baik lebih patogenik. Penetrasi jamur dari sel-sel epitel difasilitasi oleh produksi lipase mereka, dan agar jamur bertahan diepitel, mengatasi deskuamasi konstan sel epitel permukaan. Terdapat hubungan yang jelas antara kandidiasis oral dan pengaruh faktor predisposisi lokal dan umum. Faktor predisposisi lokal yang mampu untuk mempromosikan pertumbuhan candida atau mempengaruhi respon imun oral mucosa. Faktor predisposisi umum biasanya berhubungan dengan status imun dan endokrin pasien.9 Pasien thalassemia cendering memiliki status imun yang tidak baik dimana kadar IgA dalam saliva pasien juga menurun sehingga memudahkan kolonisasi jamur pada pasien dengan thalassemia.
2.3.3 Dampak Thalassemia terhadap Karies Gigi Prevalensi karies ditemukan lebih tinggi pada pasien-pasien thalassemia dibandingkan kelompok kontrol E. Hal ini disebabkan oleh buruknya kebersihan rongga gigi dan mulur, kebiasaan makan yang tidak baik, kurangnya kesadaran untuk merawat gigi, penurunan aliran saliva, dan perawatan gigi yang diabaikan. Selain itu penurunan aliran saliva pasien thalassemia mayor, penurunan konsentrasi Ig A dan jumlah koloni Streptococcus mutans pada pasien thalassemia dapat mempengaruhi peningkatan kecenderungan untuk terjadinya karies. Selain itu pasien thalassemia juga memiliki kerentanan untuk menderita ginggivitis,
18
bentukan plak yang lebih tinggi, dan periodontitis dibandingkan pasien nonthalassemia8,10.
19
BAB III ANALISIS KASUS An. NNH, perempuan berusia 8 tahun dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang dengan thalassemia dan abses regio pedis sinistra dikonsulkan ke bagian poliklinik gigi dan mulut RSMH dengan untuk dilakukan pemeriksaan adanya fokal infeksi pada gigi. Pasien sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan ke dokter gigi. Pasien juga mengeluhkan sering merasa giginya sakit serta gigi tampak kekuningan. Saat dikonsulkan ke Poli Gigi dan Mulut keadaan umum penderita tampak kompos mentis, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, dan suhu 36,5°C. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan intraoral ditemukan suspek kandidiosis lingualis. Pada status lokalis ditemukan adanya arrested karies pada gigi 3.4. Pada pasien ini penyebab dari timbulnya karies pada gigi juga dipengaruhi oleh penyakit thalassemia yang dideritanya selain juga kemungkinan adanya kebersihan rongga mulut yang diabaikan. Pada pasien thalassemia konsentrasi phosphor dan IgA saliva yang secara signifikan menurun diikuti peningkatan jumlah koloni Streptococcus mutans. Sehingga hal ini menjadi faktor yang mempermudah terbentuknya karies. Oleh karena itu pula pada terapi pasien ini perlu untuk diaplikasikan fluoride yang bermanfaat untuk mencegah keparahan dari karies gigi. Pasien ini juga mengalami suatu diskolorisasi gigi yang antara lain disebabkan peningkatan kadar pigmen bilirubin hasil pemecahan hemoglobin yang meningkat pada pasien thalasemia. Pigmen tersebut kemudian mengendap pada tubulus dentinalis sehingga terjadi diskolorasi kekuningan pada gigi. Pasien juga diduga mengalami suatu kandidiasis oral ditandai gambaran lidah yang ditutupi selaput putih menandakan adanya koloni jamur pada lingual. Kondisi pasien thalassemia cenderung memiliki sistem imun yang menurun. Selain itu juga pada pasien thalassemia didapatkan konsentrasi IgA menurun sehingga memudahkan patogen termasuk jamur untuk berkembang. Oleh karena 20
itu disarankan bagi pasien untuk dilakukan swab lingual untuk memastikan adanya kondisi kandidiasis oral ini pada pasien tersebut. Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro konservasi untuk karies gigi 3.4, dental health education, swab lingual, dan aplikasi fluoride. Edukasi juga penting untuk diberikan pada pasien untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan menyikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi yang mengandung fluoride setelah sarapan dan sebelum tidur selama 3 menit. Pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar. Pasien diharapkan menghindari makanan yang mengandung sukrosa tinggi seperti permen, melakukan kunjungan ke dokter gigi untuk mengatasi permasalahan pada giginya serta melakukan kunjungan teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan.
21
DAFTAR PUSTAKA 1. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-486. 2. Priantoro D, HA Sjakti. Leukemia Akut. Dalam: Tanto C, F Liwanag, S Hanifati, EA Pradipta, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran: essentials of medicine edisi IV. Jakarta: Media Aesculapicus. 2014: hal. 55-57. 3. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. Cohen, Alan R, et al., 2004. Hematology: Thalassemia. New York: American Society of Hematology. 4. Ronald J A Trent. Diagnosis of the haemoglobinopathies. Clin Biochem Rev 2006;27:27-38 5. KharsaMA. Orthodontic Characteristics of Thalassemia Patients:Orthod Cyber Journal 2008 at orthocj.com on 9thOct, 2013 6. Tunaci M,Tunaci A, Engin G et.al. Imaging features of thalassemia. European Radiology 1999;9:1804-1809 7. Pope E,
Berkovitch M, Klein J, et al. Salivary measurement of
deferiprone concentrations and correlation with serum levels. Ther Drug Monit 1997;19:95-7 8. Hoffbrand, A.V., et al. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC. Sacher, Ronald A; Richard A.M. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC. 9. Permono, H. BAmbang; Sutaryo; Windiastuti, Endang; Abdulsalam, Maria; IDG Ugrasena: Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Cetakan ketiga. Penerbit Badan Penerbit IDAI, Jakarta : 2010, hlm 64-84
22
10. Paediatrica Indonesiana, The Indonesian Journal of pediatrics and Perinatal Medicine, volume 46, No.5-6. Indonesian Pediatric Society, Jakarta: 2006, page 134-138 11. Children's Hospital & Research Center Oakland. 2012. “What is Thalassemia and Treating Thalassemia”. 12. Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s Oral Medicine. 11th Ed. Ontario : BC Decker Inc. 2008. P. 79, 82
13. Siamopoulou-Mavridou A, Mavridis A, Galanakis E, et al. Flow rate and chemistry of parotid saliva related to dental caries and gingivitis in patients with thalassaemia major. Int J Paediatr Dent. 1992;2:93–97. 14. Hattab FN. Patterns of physical growth and dental development in Jordanian children and adolescents with thalassemia major. J Oral Sci. 2013b;55:71–77
23