BAB I PROSES KOROSI
Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu menjelaskan fenomena proses, mekanisme korosi yang terjadi pada berbagai logam yang berinteraksi dengan berbagai lingkungan. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan penentuan dan pengukuran potensial sel atau potensial logam menggunakan elektroda acuan. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme proses korosi logam di lingkungan atmosfer atau larutan dengan pelarut air 2. Mahasiswa dapat menghitung potensial sel korosi pada kondisi standar berdasarkan reaksi elektrokimia yang terjadi ataui notasi selnya 3. Mahasiswa dapat menghitung potensial sel akibat perbedaan konsentrasi lingkungan atau larutan 4. Mahasiswa dapat menjelaskan pembentukan sel korosi 5. Mahasiswa dapat mengukur potensial logam/struktur berdasarkan elektroda acuan 6. Mahasiswa dapat mengubah potensial logam terhadap elektroda acuan yang satu ke elektroda acuan yang lain
1.1 Pendahuluan Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki. Dalam bahasa sehari-hari, korosi disebut perkaratan. Contoh korosi yang paling lazim adalah perkaratan besi. Pada peristiwa korosi, logam mengalami oksidasi, sedangkan oksigen (udara) mengalami reduksi. Karat logam umumnya adalah berupa oksida atau karbonat. Rumus kimia karat besi adalah Fe2O3.nH2O, suatu zat padat yang berwarna coklat-merah. Korosi dapat juga diartikan sebagai serangan yang merusak logam karena logam bereaksi secara kimia atau elektrokimia dengan lingkungan. Definisi lain yang mengatakan bahwa korosi adalah kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijih mineralnya. Contohnya, bijih mineral logam besi di alam bebas ada dalam bentuk senyawa besi oksida atau besi sulfida, setelah diekstraksi dan diolah, akan dihasilkan besi yang digunakan untuk pembuatan baja atau baja paduan. Selama pemakaian, baja tersebut akan bereaksi dengan lingkungan yang menyebabkan korosi (kembali menjadi senyawa besi oksida) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1
1
Gambar 1.1 Karat besi (oksida besi) Laju korosi sangat bergantung pada banyak faktor, seperti ada atau tidaknya lapisan oksida, karena lapisan oksida dapat menghalangi beda potensial terhadap elektroda lainnya yang akan sangat berbeda bila masih bersih dari oksida. Lingkungan yang dapat menyebabkan korosi logam antara lain adalah dapat berupa asam, basa, oksigen dari udara, oksigen di dalam air atau zat kimia lain. Karatan adalah istilah yang diberikan masyarakat terhadap logam yang mengalami kerusakan berbentuk keropos. Sedangkan bagian logam yang rusak dan berwarna hitam kecoklatan pada baja disebut Karat. Secara teoritis karat adalah istilah yang diberikan terhadap satu jenis logam saja yaitu baja, sedangkan secara umum istilah karat lebih tepat disebut korosi. Korosi didefenisikan sebagai degradasi material (khususnya logam dan paduannya) atau sifatnya akibat berinteraksi dengan lingkungannya. Korosi merupakan proses atau reaksi elektrokimia yang bersifat alamiah dan berlangsung dengan sendirinya, oleh karena itu korosi tidak dapat dicegah atau dihentikan sama sekali. Korosi hanya bisa dikendalikan atau diperlambat lajunya sehingga memperlambat proses perusakannya. Dilihat dari aspek elektrokimia, korosi merupakan proses terjadinya transfer elektron dari logam ke lingkungannya. Logam berlaku sebagai sel yang memberikan elektron (anoda) dan lingkungannya sebagai penerima elektron (katoda). Reaksi yang terjadi pada logam yang mengalami korosi adalah reaksi oksidasi, dimana atom-atom logam larut kelingkungannya menjadi ion-ion dengan melepaskan elektron pada logam tersebut. Pada katoda terjadi reaksi, dimana ion-ion dari lingkungan mendekati logam dan menangkap elektron- elektron yang tertinggal pada logam. Dampak yang ditimbulkan korosi dapat berupa kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian langsung adalah berupa terjadinya kerusakan pada peralatan, permesinan atau stuktur bangunan. Sedangkan kerugian tidak langsung berupa terhentinya aktifitas produksi karena terjadinya penggantian peralatan yang rusak akibat korosi, terjadinya kehilangan produk akibat adanya kerusakan pada kontainer, tangki bahan bakar atau jaringan pemipaan air bersih atau minyak mentah, terakumulasinya produk korosi pada alat penukar panas dan jaringan pemipaannya akan menurunkan efisiensi perpindahan panasnya, dan lain sebagainya. 2
1.2 Pengertian Korosi Korosi dipamdang sebagai peristiwa elektrokimia, karena proses korosi melibatkan adanya transfer elektron dari elektroda negarif (anoda) menuju elektroda positip (katoda) Proses korosi di lingkungan basah atau lingkungan air dapat dijelaskan sebagai berikut: Besi di lingkungan asam akan melibarkan reaksi Anoda ; Fe(s) → Fe2+(aq) + 2e- (oksidasi) Katoda 2H+ (aq) → 2H(aq) ( reduksi ) Atom-atom H bergabung menghasilkan H2 :2H(aq) → H2(g) atau Atom-atom H bergabung dengan oksigen 2H(aq) + ½ O2(aq) → H2 O(l) + Jika konsentrasi H cukup tinggi (pH rendah), terjadi reaksi Fe + 2H+ (aq) → 2H(aq) + Fe2+ (aq) dan 2H(aq) → H2(g) Reaksi keselurahan logam besi dalam larutan asam dapat dituliskan Fe + 2H+ (aq) Fe 2+ (aq) + H2 (g) Untuk lingkungan air teraerasi atau air yang mengandung oksigen atau udara lembab , maka reaks korosi yang terjadi antara logam besi dengan lingkungan dapat dituliskan Anodik Fe Fe 2+ + 2e Karodik H2O + ½ O2 2 OH Adanya ion Fe2+ dan ion hidroksida (OH-) di permukaan logam, bereaksi membentuk Fe(OH)2, yang juga bereaksi dengan oksigen dan membentuk karat (coklat keerah-merahan ) yang menempel di permukaan logam dengan reaksi Fe (OH)2 + O2 (g)→ Fe (OH)3 2Fe2O3. x H2O(s) Reaksi totalnya menjadi 4Fe(s) + 3O2(aq) + 2 H2 O(l) → 2Fe2O3 xH2O(s)
Gambar 1.2 Peristiwa Korosi logam 1.3
Potensial Elektroda Standar (E0)
3
Potensial elektroda arau potensial logam tidak dapat diukur, dan yang dapat diukur adalah beda potensial dari kedua elektroda (dalam suatu sel). Untuk itu diperlukan suatu elektroda yang potensialnya diketahui atau disebut elektroda pembanding. Oleh karena itu dipilih elektroda hidrogen standar (SHE : Standard Hydrogen Electrode) sebagai pembanding, dengan konvensi bahwa elektroda ini mempunyai potensial adalah sama dengan nol (0) Volt. Elektroda hidrogen standar ditunjukkan pada gambar 1.3 berikut ini.
Gambar 1.3 Elektroda Hidrogen Untuk mengetahui potensial dari suatu elektroda, maka disusun suatu sel yang terdiri dari elektroda tersebut dipasangkan dengan elektroda hidrogen standar (:SHE). Potensial suatu elektroda C didefinisikan sebagai potensial sel yang dibentuk dari elektroda tersebut dengan elektroda hidrogen standar, dengan elektroda C selalu bertindak sebagai katoda. Sebagai contoh potensial elektroda Cu 2+/Cu adalah untuk sel :
Karena E H2 pada
adalah nol, maka :E sel = E Cu
Jika a Cu 2+ = 1 diperoleh Esel untuk sel di atas adalah 0,337 V, jadi Esel = 0,337 - E o. Nilai potensial elektroda bukan nilai mutlak, melainkan relatif terhadap elektroda hidrogen. Karena potensial elektroda dari elektroda C didefinisikan dengan menggunakan sel dengan elektroda C bertindak sebagai katoda (ada di sebelah kanan pada notasi sel), maka potensial elektroda standar dari elektroda C sesuai dengan reaksi reduksi yang terjadi pada elektroda tersebut. Oleh karena itu semua potensial elektroda standar adalah potensial reduksi. Dari definisi , Kanan dan kiri disini hanya berhubungan dengan notasi sel, tidak berhubungan dengan susunan fisik sel tersebut di laboratorium. Jadi yang diukur di laboratorium dengan potensiometer adalah emf dari sel sebagai volta atau sel galvani, dengan emf > 0. Sebagai contoh untuk sel yang terdiri dari elektroda seng dan elektroda hidrogen dari pengukuran 4
diketahui bahwa elektron mengalir dari seng melalui rangkaian luar ke elektroda hidrogen dengan emf sel sebesar 0,762 V.
Jika potensial elektroda berharga positif, artinya elektroda tersebut lebih mudah mengalami reduksi daripada H+, dan jika potensial elektroda berharga negatif artinya elektroda tersebut lebih sulit untuk mengalami reduksi dibandingkan dengan H+. Potensial elektroda seringkali disebut sebagai potensial elektroda tunggal, sebenarnya kata ini tidak tepat karena elektroda tunggal tidak dapat diukur. Pada kondisi standar disebut sebagai potensial elektroda standar atau potensial reduksi standar. Contoh : Pt, H (1 bar)| H+ (a=1)|| Cu 2+ (a=1)|Cu Sel tersebut memberikan EoSel = + 0,34 Volt. Karena EoHidrogen = 0 Volt, maka ini menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk proses : daripada Untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (a=1)|| Zn 2+ (a=1)|Zn EoSel = -0,76 V Artinya pada sel tersebut, ada tendensi yang lebih besar untuk proses : Untuk E sel yang melibatkan dua elektroda, misalnya : Eo Eo
= 0,34 V = - 0.76 V
Zn | Zn 2+ (a=1) || Cu 2+ (a=1) | Cu
Dengan emf sel (E sel): Esel = Ekatoda-E Anoda = 0.34 - (-76) = 1,10 V Potensial setengah sel adalah suatu sifat intensif dan penulisan reaksi sel elektroda, tak ada perbedaan apakah ditulis untuk 1 elektron ataupun lebih. Jadi untuk reaksi elektroda hidrogen dapat ditulis : Tetapi dalam menuliskan proses keseluruhan harus menyeimbangkan elektronnya. Jadi untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (a=1)|| Cu 2+ (a=1)|Cu Reaksi elektroda dapat ditulis : 5
Sehingga keseluruhan prosesnya adalah : Proses ini didasari pelewatan 2 elektron pada sirkuit luar. Sehingga persamaan reaksinya dapat dituliskanasebagai
Dalam proses ini setiap 0,5 mol Cu 2+ hilang, 0,5 mol Cu muncul, 1 mol elektron lewat dari elektroda kiri ke kanan. Pada dasarnya semua elektroda reversibel dapat digunakan sebagai elektroda rujukan untuk pembanding, tapi berdasarkan kepraktisannya elektroda pembanding yang paling banyak digunakan adalah elektroda perak-perak klorida dan kalomel Tabel 1.1 berikut menunjukkan potensial reduksi standar beberapa logam menggunakan elektroda pembanding standard Hidrogen electrode (SHE). Tabel 1.1 Potensial Reduksi Standar
Termodinamika Sel Elektrokimia
6
Kontribusi awal terhadap termodinamika sel elektrokimia diberikan oleh Joule (1840) yang memberikan kesimpulan bahwa : Panas (Heat) yang diproduksi adalah proporsional terhadap kuadrat arus I2 dan resitensi R. Dan karena juga proporsional terhadap waktu (t), Joule menunjukkan bahwa panas proporsionil terhadap : I2Rt Karena :
maka panas/kalor proporsionil terhadap V = It , q = VIt dengan : q = Joule (J), V = Volt (V), I = Amper (A). t = Detik (s) J = Kg m2 s -2,
V = Kg m2 s -3 A -1
Hubungan di atas adalah benar. Tapi terjadi kesalahan fatal dengan menafsirkan bahwa panas yang diproduksi tersebut adalah panas reaksi.(Joule, Helmholtz, William Thomson) Penafsiran yang benar diberikan oleh Willard Gibbs (1878) bahwa kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama dengan penurunan energi Gibbs, yaitu kerja maksimum di luar kerja -PV. Ini dapat diilustrasikan dengan sel berikut : Pt|H2|H+||Cu 2+|Cu Reaksi di anoda H2 2H+ + 2eReaksi di katoda Cu 2+ + 2e- Cu Reaksi keseluruhan H2 + Cu 2+ 2H+ + Cu Pada saat 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol Cu 2+, 2 mol elektron mengalir melalui sirkuit luar. Menurut Hukum Faraday, ini berarti terjadi transfer 2 x 96.465 C listrik. Emf sel tersebut adalah + 0.3419 V, sehingga kerja listrik yang dihasilkan adalah : 2 x 96.485 x 0.3419 CV = 6.598 x 104 J Kerja dilakukan sistem. Karena kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama dengan penurunan energi Gibbs maka : ΔG = - 6.598 x 104 J Secara umum : ΔG = - nFE dan pada keadaan standar : ΔGo = - nFEo (Hubungan antara perubahan energi Gibbs standar dengan potensial sel standar) 1.4
Potensial Sel Korosi
Proses korosi merupakan proses elektrokimia yang melibatkan suatu proses yang spontan. Secara termodinaka, suatu proses yang spontan memilki perubahan energi bebas positip. (Reaksi spontan: ΔG < 0) Hubungan perubahan energi bebas dengan potensial sel dinyatakan dengan persamaan: ΔG = – n F Esel
Dengan : ΔG0 = – n F E0sel ;
n = jumlah elektron (mol); F = muatan 1 mol elektron; 1 F = 96500 C; Esel = potensial sel; E0sel= potensial sel standar ΔG < 0, maka Esel > 0 Fenomena suatu reaksi spontan adalah 7
Berdasarkan konvensi IUPAC, E sel didefinisikan sebagai E sel = E kanan – E kiri Dengan E sel, E kanan potensial elektroda sebelah kanan (dalam bentuk reduksi), E kiri potensial elektroda (reduksi) untuk elektroda sebelah kiri seperti yang tercantum dalam notasi selnya. Karena elektroda sebelah kanan merupakan katoda dan elektroda sebalah kiri merupakan anoda maka potensial sel ( E sel) dapat dituliskan sebagai : E sel = E katoda – E Anoda Contoh Cr+3 (aq) + 3e → Cr(s) E0Cr = – 0.74 V Zn+2 (aq) + 2e → Zn(s) E0Zn = – 0.76 V Karena E0Zn < E0Cr , Zn akan mengalami oksidasi. Reaksi sel yang akan terjadi Cr+3 (aq) + 3e → Cr(s) } x 2 E0Cr = – 0.74 V Zn(s) → Zn+2 (aq) + 2e } x 3 E0Zn = + 0.76 V 2Cr+3 (aq) + 3 Zn(s) → Zn+2 + 2 Cr(s) E0 sel = 0,02 V atau E0sel = E Kat – E And = -9,74 – (-0,76) = 0.02 V > 0 berarti reaksi spontan Contoh sel elektrokimia yang berlangsung spontan adalah sel galvani. Sel volta atau sel galvani, adalah suatu reaksi kimia yang menyebabkan suatu perbedaan potensial listrik antara dua buah elektroda. Jika kedua elektroda dihubungkan terhadap suatu rangkaian luar dihasilkan aliran arus, yang dapat mengakibatkan terjadinya kerja mekanik sehingga sel elektrokimia mengubah energi kimia ke dalam kerja . Contoh sel galvani adalah sel Daniell yang ditunjukkan pada gambar 1.4 Jika kedua elektrodanya dihubungkan dengan rangkaian luar, dihasilkan arus litrik yang dapat dibuktikan dengan meyimpangnya jarum galvanometer yang dipasang pada rangkaian luar dari sel tersebut
8
Gambar 1.4 Sel Daniel Ketika sel Daniell digunakan sebagai sumber listrik terjadi perubahan dari Zn menjadi Zn 2+ yang larut Zn(s) Zn 2+(aq) + 2e(reaksi oksidasi) Hal ini dapat ditunjukkan bahwa semakin berkurangnya massa Zn sebelum dan sesudah reaksi. Di sisi lain, elektroda Cu semakin bertambah massanya karena terjadi pengendapan Cu dari ion Cu 2+ dalam larutan. Cu 2+(aq) + 2e- Cu(s) (reaksi reduksi) Pada sel tersebut, elektroda Zn bertindak sebagai anoda dan elektroda Cu sebagai katoda. Ketika sel Daniell “disetting”, terjadi aliran elektron dari elektroda seng (Zn) menuju elektroda tembaga (Cu) pada sirkuat luar. Oleh karena itu, logam seng bertindak sebagai kutub negative (anoda) dan logam tembaga sebagai kutub positif (katoda).Bersamaan dengan itu, larutan dalam sel tersebut terjadi arus positif dari kiri ke kanan sebagai akibat dari mengalirnya sebagian ion Zn 2+ (karena dalam larutan sebelah kiri terjadi kelebihan ion Zn 2+ dibandingkan dengan ion SO4 2-yang ada). Reaksi total yang terjadi pada sel Daniell adalah : Zn(s) + Cu 2+(aq) Zn 2+(aq) + Cu(s) Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks yang spontan yang dapat digunakan untuk memproduksi listrik melalui suatu rangkaian sel elektrokimia. Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s) Karena yang dituliskan terlebih dahulu (elektroda sebelah kiri) dalam notasi tersebut adalah anoda, maka reaksi yang terjadi pada elektroda sebelah kiri adalah oksidasi dan elektroda yang ditulis berikutnya (elektroda kanan) adalah katoda maka reaksi yang terjadi pada elektroda kanan adalah reaksi reduksi. Untuk sel dengan notasi : Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s) reaksinya adalah: Zn(s) - Zn 2+(aq) + 2e(reaksi oksidasi) 2+ Cu (aq) + 2e- Cu(s) (reaksi reduksi) 2+ 2+ Zn(s) + Cu (aq) Zn (aq) + Cu(s) (reaksi keseluruhan) E sel = E Katoda – E anoda = 0,34 - (-0,76) = 1,10 Volt Contoh soal latihan Tentukan reaksi sel dan E sel untuk notasi sel berikut 9
1) Pt/Fe 2+,Fe 3+ // H+/H2,Pt 2) Ni(s)/Ni 2+(1,00 m) //Cu 2+(1,00 m) /Cu(s) 3) Zn(s)/Zn 2+(1,00 m) //Pb 2+(1,00 m) /Pb(s) Penyelesaian 1) Reaksi sel : 2 Fe 2+ + 2H+ 2Fe 3+ + H2 E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 H+/H2– E 0 Fe3+/Fe2+ = 0.00 – (-077) = 0,77 Volt/SHE 2) Reaksi sel : Ni + Cu 2+ Ni 2+ + Cu E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Cu2+/Cu – E 0 Ni2+/Ni = 0,34 – (-025) = 0,59Volt/SHE 3) Reaksi sel ; Zn + Pb 2+ Zn 2+ + Pb E 0sel = E0 kat – E 0 And = E0 Pb2+/Pb – E 0 Zn2+/Zn = -0,13 - (-0,76) = 0,63 Volt/SHE Persamaan Nernst Persamaan Nernst digunakan untuk menentukan potensial sel tidak pada kondisi standar sehingga untuk reaksi aA + bB yY + zZ Secara umum untuk reaksi :
Untuk sel : Pt, H2 (1 bar)| H+ (aq)|| Cu 2+ (aq)|Cu Dengan reaksi :
Pada kondisi standar yaitu suhu 25 0C, tekanan pada 1 atm dan konsentrasi ion logam 1,0M, serta F = 96500 C/Ekv.K, maka 2,303 RT/F = 0,0591 sehingga persamaannya menjadi E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+ Contoh : Tentukan E sel untuk : Pt,H2 (1atm)/H+ (1,0M)// Ag + (0,01M)/Ag Jawab Reaksi sel : 2Ag + + H2 2H+ + 2Ag E sel = E0sel - 0.0591/2 log (aH+)2/aAg+)2 E sel = 0,799 – 0.0591/2 log ( 1/10-4) 10
E sel
= 0,799 – 0,0591/2 x 4 = 0,799 – 0,1182 = 0, 6808 V/SHE
1.5 Jenis Sel Korosi Sel korosi dapat terjadi akibat adanya beda potensial pada suatu logam di lingkungan tertentu . Sel korosi dapat terbentuk akibat adanya beda potensial yang diakibatkan adanya perbedaan logam atau elektroda dan perbedaan lingkungan. 1.5.1 Perbedaan Lingkungan Sel korosi terjadi akibat perbedaan lingkungan meliputi sel berikut ini. Sel Konsentrasi Pada sel konsentrasi reaksi keseluruhan dari sel tersebut merupakan transfer materi dari satu bagian ke bagian yang lain. Pada sel ini yang berbeda hanyalah konsentrasi lingkungan dan bukan jenis elektroda dan elektrolitnya. Sel ini terdiri dari sel konsentrasi elektroda dan sel konsentrasi elektrolit. Contoh : Pt|H2(P1)|HCl|H2(P2)|Pt Reaksi keseluruhan merupakan perpindahan hidrogen dari yang bertekanan tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Sel konsentrasi dapat juga terbentuk akibat perbedaan konsentrasi oksigen terlarut di permukaan logam atau antara kedua larutan yang mempunyai konsentrasi oksigen berbeda terdapat elektroda yang mempunyai komposisi sama. Contohnya, di permukaan logam terdapat kotoran atau tanah. Umumnya, konsentrasi oksigen pada kotoran fi permukaan logam akan lebih rendah dibandingkan yang ada di sekitarnya sehingga di permukaan logam yang ada kotoran akan bersifat anodic. Sel konsentrasi juga dapat terbentuk jika dua buah logam besi dicelupkan dalam larutan elektrolit yang mempunyai konsentrasi berbeda. Misalnya plat logam besi dicelupkan daam larutan NaCl 1,0 M dan plat logam besi yang lain dicelupkan dalam larutan NaCl 0,1 M, kedua larutan dihubungkan dengan jembatan garam dan kedua plat besi dihubungkan akan membentuk sel korosi karena terjadi beda potensial antara kedua plat besi tersebut. Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan suhu yang terjadi di antara kedua larutan yang dicelupkan logam yang sama, maka akan terjadi beda potensial antara logam yang tercelup di kedua larutan yang mempunyai perbedaan suhu. Logam yang berada pada larutan dengan suhu yang lebih tinggi akan bersifat anodic dan larutan dengan suhu rendah bersifat katodik. 1.5.2 Sel Galvanik Sel galvanic terjadi akibat dua logam yang beebeda saling bersinggungan atau kontak. Logam yang mempunyai potensial reduksi lebih rendah akan bersifat anodic dan logam dengan potensial reduksi lebih tinggi bersifat katodik. Sebagai contoh . logam tembaga dan seng disatukan berada dalam suatu elektrolit maka logam seng akan bersifat anodic dan akan terkorosi lebih parah dibandingkan logam tembaga (lihat Gambar 1. 5).
11
Gambar 1.5 Sel Galvanik 1.5.3 Sel Kimia Jika reaksi elektrokimia pada setengah sel berbeda dan reaksi keseluruhannya merupakan reaksi kimia maka selnya disebut sel kimia. Sel kimia terdiri dari sel kimia tanpa perpindahan (without transference) dan sel kimia dengan perpindahan (with transference). Sel kimia tanpa perpindahan Pada sel ini, elektroda yang satu reversibel terhadap kation dan elektroda lainnya reversibel terhadap anion dari elektrolit yang digunakan. Contoh : 1) Jika elektrolitnya larutan HCl, elektroda yang satu harus reversibel terhadap ion dan elektroda lainnya harus reversibel terhadap . Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda hidrogen El ektroda yang reversibel terhadap : elektroda klor, kalomel atau perak-perak klorida. 2) Jika elektrolitnya ZnBr2, maka Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda Zn Elektroda yang reversibel terhadap : elektroda Br2, Ag/AgBr, Hg-HgBr+. 3) Apa elektrodanya jika elektrolitnya larutan CdSO4 ? Contoh: Reaksinya adalah :
Sel kimia tanpa perpindahan biasa digunakan untuk penentuan potensial elektroda standar dan penentuan koefisien aktivitas elektrolit. Sel kimia dengan perpindahan Pada sel ini terjadi kontak antara dua larutan dengan konsentrasi berbeda atau ion-ion berbeda atau keduanya. Pada perbatasan kedua cairan/liquid junction timbul beda potensial yang disebut liquid junction potential atau potensial perbatasan, Ej, yang terjadi karena difusi ion-ion melalui perbatasan kedua larutan. Pada proses ini ion-ion yang cepat akan mendahului yang lambat akibatnya terjadi pemisahan muatan yang menimbulkan beda potensial, Ej yang terukur bersama-sama dengan potensial elektroda sehingga potensial sel akan sama dengan penjumlahan potensial sel dan potensial junction. 12
E sel =E Kanan - E kiri + Ej Karena Ej tidak dapat diukur tersendiri (terpisah), maka sel kimia dengan perpindahan tidak cocok untuk mengevaluasi besaran-besaran termodinamika. Kontribusi Ej pada potensial dapat diperkecil dengan menggunakan jembatan garam, larutan jenuh garam, misalnya yang biasa digunakan adalah KCl dalam agar-agar. Meskipun demikian, untuk mengidentifikasi bagaimana pengurangannya secara tepat sampai saat ini masih belum jelas hal ini diduga karena laju kation dan anion yang sama menyebabkan junction potential antara kedua larutan dengan jembatan garam ke arah yang berlawanan sehingga saling meniadakan. Jika Ej ditiadakan, maka notasi sel menjadi : Contoh : Penentuan Esel kimia dengan perpindahan
Pada 250C,
dan untuk untuk Dengan mengasumsikan koefisien rata-rata=koefisien aktivitas ion-ionnya, maka :
1.6 Pengukuran Potensial Korosi Potensial korosi suatu logam dapat diukur berdasakan atau dibandungkan dengan elektroda pembandung atau elektroda acuan. Elektroda acuan yang digunakan antara lain adalah seperti berikut 1.6.1 Elektroda logan seng (Zn) Kereversibelan pada elektroda dapat diperoleh jika pada elektroda terdapat semua pereaksi dan hasil reaksi dari setengah-reaksi elektroda. Contoh elektroda reversibel adalah logam Zn yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung Zn 2+ (misalnya dari larutan ZnSO4). Ketika elektron keluar dari elektroda ini, setengah reaksi yang terjadi adalah : Zn(s) Zn 2+(aq) + 2e 13
dan sebaliknya jika elektron masuk ke dalam elektroda ini terjadi reaksi yang sebaliknya: Zn 2+(aq) + 2e- Zn(s) Jika elektroda Zn tersebut dicelupkan ke dalam larutan KCl, tidak dapat terbentuk elektroda yang reversibel karena pada saat ada elektron keluar dari elektroda ini terjadi setengahreaksi : Zn(s) Zn 2+(aq) + 2ePada saat ada elektron yang masuk ke dalam elektroda ini, yang terjadi adalah setengahreaksi : 2H2O + 2e- H2 + 2OH-, dan bukan reaksi :Zn 2+(aq) + 2e- Zn(s) , karena larutan yang digunakan tidak mengandung Zn 2+. ,maka kereversibelan memerlukan adanya Zn 2+yang cukup dalam larutan di sekitar elektroda Zn. Ditunjukkan pada Gambar 1.6
Gambar 1.6 Elektroda Zn a) seng dalam Zn 2+, b) Elektroda Zn sebagai Pembanding 1.6.2 Elektroda Hidrogen Standar (SHE) sebagai Elektroda Pembanding Potensial elektroda hidrogen standar adalah sama dengan nol. Elektroda ini ada pada keadaan standar jika fugasitas gasnya =1 dan aktifitas ion H +=1 seperti yang telah diuraikan pada sub bab 1.3 dan Gambar 1.3 1.6.3 Elektroda Kalomel Elektroda kalomel merupakan elektroda acuan yang dibuat logam Kawat platina (Pt) dicelupkan dalam larutan Hg2Cl2 yang berisi mercuri (Hg) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.7 berikut ini. Elektroda kalomel sebagai elektroda acuan mempunyai nilai potensial adalah 0, 241 Volt/SHE dengan reaksi : Hg2Cl2 + 2e 2Hg + 2Cl –
Gambar 1.7 Elektroda Kalomel
14
1.6.4 Elektroda Perak Klorida Elektroda perak atau Ag/AgCl merupakan elektroda acuan mempunyai potensial standar 0.222 Volt/SHE. Elektroda perak ini terbuat kawat logam perak dalam larutan AgC l jenuh seperti ditunjukkan pada gambar 1.8. dan reaksinya : AgCl +e Ag + Cl -
Gambar 1.8 Elektroda Perak 1.6.5 Elektroda Tembaga Sulfat (CSE) Elektroda tembaga atau Copper Sulfate Electrode (CSE) merupakan elektroda acuan yang umumnya digunakan untuk mengukur potensial logam di lapangan. Kondisi logam dapat diketahui dari nilai potensial logam hasil pengukuran, yaitu logam dikatakan terkorosi jika potensialnya > - 850 mV /CSE. Nilai potensial CSE ini adalah 0,318 Volt/SHE , sedangkan nilai potensial 850 mV atau 0,850 V/CSE merupakan kriteria proteksi logam besi. Elektroda CSE dibuat dari logam tembaga yang dicelupkan dalam larutan jenuh CuSO 4 seperti ditunjukkan pada gambar 1.9 berikut ini. Reaksi pada elektroda CSE : CuSO4 + 2e Cu + SO4 2-
Gambar 1.9 Elektroda CSE 1.6.6 Elektroda Lain Elektroda logam Pada elektroda logam L berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion L z+ . Setengah reaksinya ditulis: L z+ + ze- L 15
Contoh elektroda ini diantaranya Cu 2+ /Cu; Zn 2+/Zn, Ag+/Ag, Pb 2+/Pb. Logam-logam yang dapat mengalami reaksi lain dari reaksi setengah-sel yang diharapkan) tidak dapat digunakan. Jadi logam-logam yang dapat bereaksi dengan pelarut tidak dapat digunakan. Logam-logam golongan IA dan IIA seperti Na dan Ca dapat bereaksi dengan air, sehingga tidak dapat digunakan. Seng dapat bereaksi dengan larutan yang bersifat asam. Logam-logam tertentu perlu diaerasi dengan N2 atau He untuk mencegah oksidasi logam dengan oksigen yang larut.
Gambar 1.10 Elektroda Logam Amalgam Amalgam adalah larutan dari logam dengan cairan Hg. Pada elektroda ini amalgam dari logam L berkesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion L, dengan reaksi : L z+ + ze- L(Hg) Dalam hal ini raksanya sama sekali tidak terlibat dalam reaksi elektroda. Logam aktif seperti Na, K, Ca dan sebagainya biasa digunakan dalam elektroda amalgam. Logam-garam tak larut Pada elektrtoda ini logam L kontak dengan garamnya yang sangat sukar larut (L n+X ) dan dengan larutannya yang jenuh dengan garam tersebut serta mengandung garam yang larut (atau asam) yang mengandung X z-. Contoh dari elektroda ini adalah elektroda perak-perak klorida, elektroda kalomel, dan elektroda timbal-timbal sulfat Redoks Sebetulnya semua elektroda melibatkan setengah-reaksi oksidasi – reduksi. Untuk elektroda redoks biasanya hanya digunakan untuk elektroda yang setengah-reaksi redoksnya melibatkan dua spesi yang ada dalam larutan yang sama. Contoh dari elektroda ini adalah Pt yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung ion-ion Fe 2+ dan Fe 3+ dengan setengahreaksi : Fe 3+ + e- Fe 2+. Notasi setengah-selnya adalah Pt½Fe 3+, Fe 2+ yang gambarnya tampak seperti di bawah.
16
Gambar 1. 11 Contoh Elektroda Redoks (Pt½MnO4-, Mn 2+.) Membran Selektif Ion Elektroda ini mengandung membran gelas, kristal atau cairan yang mempunyai sifat : perbedaan potensial antara membran dan elektrolit yang kontak dengan membran tersebut ditentukan oleh aktifitas dari ion tertentu. Elektroda membran yang paling tua dan paling banyak digunakan adalah elektroda gelas. Elektroda ini dikatakan selektif-ion karena hanya spesifik untuk ion H+ . Elektroda ini dapat dilihat pada Gambar. 1.12
Gambar 1. 12 Elektroda Gelas Elektroda gelas ini terdiri dari membran yang sangat tipis yang terbuat dari gelas yang permeabel terhadap ion H+. Elektroda Ag/AgCl dicelupkan ke dalam larutan buffer yang mengandung ion Cl-. Kadang-kadang digunakan juga elektroda kalomel untuk mengganti elektroda Ag/AgCl. Elektroda gelas terutama digunakan pada pengukuran pH. Secara ringkas nilai potensial elektroda acuan dapat ditunjukan dalam bentuk table seperti table 1.2 berikut ini Tabel 1.2 Potensial Elektroda Pembanding atau Acuan N Elektroda Kesetimbangan reaksi Potensia o l (V/SHE) 1 Hg/HgSO4 HgSO4 + 2e 2Hg + SO4 0,650 22 Cu/CuSO4 0,318 23 Hg/Hg2Cl2 0,241 CuSO4 + 2e Cu + SO4 4 Ag/AgCl Hg2Cl2 + 2e 2Hg + 2Cl 0,222 5 Elektroda Hidrogen (SHE) 0,000 17
AgCl + e Ag + Cl -0,782 + 2H + 2e H2 Zn 2+ + 2e Zn 1.6.7 Metode Pengukuran Potensial Logam Pengukuran potensial logam dilakukan dengan membandingkan terhadap potensial acuan dan nilai potensialnya diukur dengan voltmeter. Secara skematis metode pengukuran potensial pada logam struktur ditunjukkan pada gambar 1.13. 6
Zn murni
Gambar 1.13 Metode Pengukuran Potensial pada Struktur Pada pengukuran potensial logam atau struktur elektroda acuan sebgai katoda dan strukturnya sebagai anoda sehingga reaksi selnya dapat dituliskan sebagai berikut Anoda (logam atau struktur baja ) Fe Fe+2 + 2e Katoda (elektroda acuan : CSE) CuSO4 + 2e Cu + SO4 2Jika hasil pengukuran potensial baja = -0,986 V / CSE misalnya dan potensial baja diubah terhadap SHE , maka potensial baja menjadi : - 0,986 + 0,318 Volt/SHE = - 0,668 V/SHE dan kondisi struktur masih dalam kondisi terlindungi. 1.7 Rangkuman Proses korosi logam adalah reaksi antara logam dengan lingkungan yang melibatkan adanya transfer elektron sehingga proses korosi selain merupakan proses kimia juga merupakan proses elektrokimia. Secara umum, korosi logam didefinisikan sebagai kerusakan material logam akibat berintereaksi dengan lingkungan atau merupakan proses kebalikan dari proses ekstraksi logam dari bijihnya. Dampak yang diakibatkan oleh proses korosi logam bersifat merugikan bagi kehidupan manusia , baik langsung maupun tidak langsung Proses korosi dipandang sebagai proses elektrokimia, merupakan proses oksidasi dan readuksi yang berlangsung secara simultan dan berkangsung spontan., dengan potensial sel korosi > O. Potensial logam dapat diukur dengan cara membandingkan terhadap elektroda standar, yaitu elektroda hidrogen standar (sesuai perjanjian) karena potensial elektroda = 0,00 Volt. Berdasarkan potensial standar hidrogen dan sebagai sel galvani merupakan katoda sehingga logam yang menunjukkan nilai potensial negatif berarti logam lebih sukar direduksi
18
dan logam yang menunjukkan nilai positif berarti logam tersebut lebih mudah direduksi daripada ion H+. Untuk menentukan E sel pada kondisi standar digunakan rumus ; E0sel = E0 Katodik – E0 anodik Untuk E sel yang tidak pada kondisi standar ( 25 0C, P=1 atm, konsentrasi ion + 1,0M), maka perhitungan digunakan persamaan Nernst E sel = E0 sel – (0,0591/n ) log a H+ 2 / a Cu2+ Sel korosi dapat dibentuk akibat perbedaan konsentrasi lingkungan dan perbedaan elektroda atau logam yang saling kontak. Untuk mengetahui kondisi logam atau struktur dapat ditentukan berdasarkan potensial struktur yang terukur. Sebagai contoh untuk struktur logam baja yang terkubur dalam larutan air (aqeous) dikatakan sudah tidak terproteksi bila potensialnya > - 850 mV/CSE ( kriteria proteksi korosi). Untuk mengukur potensial struktur digunakan elektroda pembanding atau acuan. 1.8 Soal Latihan/Kasus Jawablah dan kerjakan soal berikut 1. Jelaskan fenomena korosi logam besi dalam air teraerasi! 2. Berilah penjelasan proses korosi logam dalam larutan asam! 3. Jelaskan kerugian yang diakibatkan oleh korosi logam 4. Tuliskan reaksi korosi pada logam berikut a. Fe dalam larutan HCl b. Zn dalam laruran CuSO4 c. Al dalam larutan ZnSO4 d. Fe dalam larutan NiSO4 e. Zn dalam larutan NaOH f. Al dalam larutan air teraerasi 5. Tentukan E sel pada kondisi standar untuk reaksi /sel berikut a. Fe + H2O + ½ O2 Fe (OH)2 pada pH 7 b. Ni/Ni 2+ (1,0M) //Cu 2+ (1,0M)/Cu c. Mg/Mg 2+(1,0M)//Ag+(1,0m)/Ag d. Pb/Pb 2+ (1,0M)// Cu 2+(1,0M)/Cu 6. Hitung potensial sel (E sel ) pada sel dengan notasi sel berikut ini a. Zn/Zn 2+ (0,1M)// Ni 2+ (10M) /Ni b. Pt, H2(1atm)/H+ (0,5M)// Cu 2+ (0,1M)/Cu c. Al/Al 3+ (1,0M)// Ag+(0,01M)/Ag d. Sn/Sn 2+ (0,01M)// Ni 2+ (10M) /Ni 7. Jelaskan pembentukan sel korosi dan senutkan jenisnya. 8. Ubahlah potensial logam berikut ke potensial acuan yang lain a. E logam = - 0,675 Volt/CSE b. E logam = - 0,785 Volt/Kalomel c. E logam = 0,102 Volt/Zn d. E logam = 0,245 Volt/CSE e. E logam = -0, 860 Volt/CSE f. E logam = 0,549 Volt/Perak 19
9. Stainless steel (SS) dapat bertahan dari serangan karat dibandingkan dengan baja Jelaskan jawaban Anda. 10. Jelaskan bahwa baja terkorosi lebih cepat dibandingkan dengan Cu dan lebih lambat daripada logam Zn. BAB II TERMODINAMIKA KOROSI
TUJUAN UMUM 1.Mahasiswa mampu memahami peran termodinamika dalam proses korosi 2.Mahasiswa memahami peran persamaan – persamaan termodinamika dalam proses korosi TUJUAN KHUSUS 1.Mahasiswa mampu mengaplikasikan rumus termodinamika dalam perhitungan – perhitungan proses korosi 2 Mahasiswa dapat mengetahui suatu reaksi berlangsung secara spontan atau tidak dari hasil perhitungan termodinamika 2.1.Pendahuluan Korosi terjadi kerena adanya kecenderungan suatu logam kembali pada keadaan lebih stabil,dengan reaksi oksidasi. Hasil reaksi oksidasi membebaskan energy. Kecenderungan oksidasi berbagai jenis logam berkaitan dengan potensial elektrodanya. Kesetimbangan potensial elektroda (Eeq) suatu logam sesuai kesetimbangan oksidasi dan reduksinya. Sebagai contoh, untuk logam Cu, potensial kesetimbangan digambarkan dengan garis horizontal pada gambar 2.1 menurut kondisi stabilitas Cu2+ dan Cu. Mulia Cu2+ stabil (Cu terkorosi)
ECu2+/Cu = 0,337 Volt
Potensial kesetimbangan
Logam Cu stabil aktif
20
Gambar 2.1 Stabilitas ion Cu 2+ dan Cu Proses kesetimbangan (reversible) dan energy berhubungan dengan termodinamika.Bagian ini akan mempelajari beberapa aspek penting termodinamika kimia yang digunakan sebagai elektrokimia korosi. Persamaan Nerst akan mengawali pembahasan pada bagian ini,dilanjutkan dengan contoh dan perhitungan potensial kesetimbangan. Hal ini berfungsi untuk memprediksi korosi logam dan stabilitasnya, kemudian pembahasan tentang diagram E-pH dan penggunaanya. 2.2 Kesetimbangan Elektroda dan Persamaan Nernst Apabila logam besi dicelupkan dalam larutan asam Anoda Katoda
: Fe Fe 2+ + 2e : 2H+ + 2e H2
Elektroda kesetimbangan ditentukan oleh besarnya perubahan energy bebas (∆G) yang merupakan perbedaan antara keadaan akhir dan keadaan awal, antar produk dan pereaksi untuk reaksi elektrokimia.Dengan kata lain, energy oksidasi (anodic) = energy reduksi (katodik) , tetapi dengan arah yang (tanda) berlawanan. Untuk reaksi elektrokimia: Oks + ne Red ∆G reaksi = G produk - G reaktan atau = G red - G oks Dalam suatu system elektrokimia pada tekanan dan temperature tetap, energy yang berhubungan dengan proses adalah perubahan energy bebas, yang dinyatakan dalam ∆G. Hubungan antara ∆G dengan potensial elektroda dirumuskan sesuai persamaan: ∆G = -nFE atau
∆Go = -nFEo
Persamaan termodinamika dapat ditulis : ∆G reaksi = Go red - Go oks
+ (RT) ln [ red/oks]
atau
= Go produk - Go reaktan + (RT) ln[ produk/reaktan] = ∆Go + (RT) ln [produk/reaktan] Karena E = - ∆G/nF, maka persamaan termodinamika menjadi E = Eo – (RT)/(nF) ln [red/oks]
Persamaan ini disebut persamaan Nernst ∆G = ∆Go + RT ln K
21
nFE = nFEo - RT lnK E = Eo - [ RT/nF] ln K
Apabila ada reaksi: A + B C + D
E = Eo - [RT/nF] ln ( aC.aD/aA . aB) E = Eo - [RT/nF] ln (a produk/a reaktan) senyawa, logam dalam kondisi stabil)
( a = aktivitas; a = 1 jika unsur,
Sebagai contoh untuk reaksi : Fe 2+ +
2e
Fe
E = Eo - (RT/nF) ln a red/a oks = Eo - (RT/nF) ln a Fe/aFe 2+ Karena aktivitas Fe = 1 maka E = Eo - (RT/nF) ln 1/a Fe 2+ E = Eo + ( RT/nF) ln a Fe 2+ Apabila konsentrasi Fe 2+ berturut – turut = 1,0 M, 0,1M 0,01 M dan Eo Fe = -0,440 Volt/SHE maka nilai E sebagai berikut: E = -0,440 + { (1,987)( 298) (2,303) (4,184)}/(2)(96500) log a Fe2+ E = - 0,440 + 0,0592/2 log 1 E = - 0,440 + 0,0592/2log 0,01 E = -0,440
= -0,44 Volt/SHE = - 0,4991 v0lt/SHE
+ 0,0592/2 log 0,001 = -0,52 volt/SHE
Nilai 0,0592 diperoleh dari (1,987)(298)(2,303)(4,184)/96500 Nilai 4,184 konversi kalori ke Joule Nilai 2,303 konversi ln menjadi log 2.3 Diagram E – pH
22
Diagram ini menampilkan daerah-daerah kertabilan air, daerah-daerah logam akan imun, etrkorosi atau terpasivasi sebagai fungsi dari potensial sel dan pH. Diagram ini memberikan informasi tentang reaksi anodic dan katodik yang mungkin terjadi dan kemungkinan proteksi korosi berdasarkan termodinamika. Diagram E-pH (Pourbaix) dibuat untuk logam murni dan dengan bertambahnya hasil pengukuran besaran termodinamika paduan, beberpadiagram potensial paduan telah dibuat. Perhatikan diagram potensial terhadap pH untuk system Fe –H2O Di atas garis (b) gas oksigen lebih stabil sehingga kenaikan potensial antar muka ke potensial di atas garis (b) menyebabkan terbentuknya gas O 2. Sebaliknya penurunan potensial antar muka ke potensial di bawah garis (a) menyebabkan terjadinya gas H2. Persamaan garis (a) dan (b) dapat diplot dengan menggunakan persamaan reaksi air yang tereduksi maupun air teroksidasi. Reaksi air tereduksi: H2O +
e =
1/2H2 +
OH-
E = Eo + RT (2,303) log aoks nF a red a = Eo + RT (2,303) log H+ a nF H2 + = 0 + 2,303RT log [H ] nF = 0
- 2.303 RT pH nF
Sudah didefenisikan bahwa pH = -log [H+]ntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis [H+] = konsntrasi hydrogen yang juga dapat ditulis CH+ jadi [H+] = CH+ Atau defenisi log CH+ = -pH dengan demikian diperoleh persamaan: E = 0 - (2,303) (298) (1,987) (4,184) pH (1)( 96500) Potensial standar H2 = 0 Volt E = -
Kalau pH = -2 Maka E = -(0,0592)( -2) E = 0,1182 Volt Jika
pH = 16 23
E = -(0,0592)(16) E = -0,944 Volt Jadi untuk garis (a) pempunyai persamaan: E = -0,0592 pH Dengan menggunakan cara yang sama, maka diperoleh persamaan untuk garis (b) E = Eo O2 - (2,303) (298)(1,987) (4,184) pH (1)(96500)
E = 1,23 - 0,0592 pH Jika pH = -2 diperoleh E = 1,344 Volt Jika pH = 16 diperoleh E = 0,282 Volt Kondisi Fe selain digambarkan secara umum menurut gambar 2.3 dapat juga dijelaskan sesuai gambar 2.3 sebagai berikut:
E ( +)
Fe2+ E = -0,440 Volt
E(-)
Fe
Jika aktivitas logam semakin menurun (menjadi kecil), maka arah gerak ke bawah sehingga terbentuk endapan Fe yang stabil, artnya Fe immum atau kebal terhadap korosi. Kalau bergerak ke atas maka aktivitas logam akan naik. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya ion Fe2+ sehingga terjadi korosi. Besi (Fe) dalam keadaan ion, unsure maupun senyawa mempunyai energy bebas standar yang dapat dilihat pada table 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Harga energy bebas unsure Fe/ senyawanya Unsur/Senyawanya/Ion Fe FeO hydrous Fe3O4 anhydrous Fe2O3 anhudrous Fe2O3 hydrous
Go (kal) 0 -58.880 -242.400 -177.100 -161.930 24
Fe++ HFeO2Fe+++ FeOH++ Fe (OH)2+ FeO4- H2O
-20.300 -90.627 -2.530 -55.910 -106.200 -117.685 -56.690
Reaksi Kesetimbangan Reaksi kesetimbangan berdasarkan nomor yang ditunjukkan pada gambar 2.3.Reaksi berikut merupakan reaksi kesetimbangan yang disertai dengan persamaan hasil perhitungan yang memberikan hubungan antara potensial dan pH. 1. Fe++ + 2H2O = HFeO2 - + 3H+ ; pH 2. Fe+++ + 2H2O = FeOH++ +
log HFeO2- = - 31,58 + 3 (Fe++) log FeOH++ = - 2,43 + pH (Fe+++) log Fe(OH)2+ = - 4,69 + pH (FeOH+) E = Eo + 0,0592 log
H+ ;
3. FeOH++ + 2H2O = Fe(OH)2+ + H+ ; 4. Fe++ = Fe+++ + e- ; (Fe+++)
(Fe ++) E = 0,771 + 0,0592 log (Fe+++) (Fe ++) 5. Fe++ + H2O = FeOH++ + H+ + e- ; E = 0,911 - 0,0592 pH + 0,0592 log (FeOH)2 ( Fe++) 6. Fe++ + 2H2O = Fe(OH)2+ + 2H+ + e- ; E = 1,197 - 0,1182pH + 0,0592 log Fe(OH)2+ (Fe++) Latihan mencari persamaan potensialnya (E) 1. 2. 3. 4. 5.
HFeO2- + H+ = Fe(OH)2+ + eHFeO2- + 2H2O = FeO4-- + 5H+ + 4eFe++ + 4H2O = FeO4- + 8H+ + 3eFeOH++ + 3H2O = FeO4-- + 7H+ + 3eFe(OH)2+ + 2H2O = FeO4-- + 6H+ + 3e-
Reaksi dan kesetimbangan berdasarkan gambar 2.3 1. Fe++/HFeO2pH = 10,52 25
2. Fe+++/FeOH++ pH = 2,43 ++ + 3. FeOH /Fe(OH)2 pH = 4,69 4. Fe++/Fe+++ E = 0,771 Volt ++ ++ 5. Fe /FeOH E = 0,914 - 0,0952 pH 6. Fe++/Fe(OH)2+ E = 1,194 - 0,1182 pH 7. HFeO2 /Fe(OH)2 E = 0,675 + 0,0592 pH 8. HFeO2-/FeO4-E = 1,001 - 0,0738 pH 9. Fe+++/FeO4E = 1,700 - 0,1580 pH ++ -10. FeOH /FeO4 E = 1,652 - 0,1379 pH 11. Fe(OH)2+ /FeO4-E = 1,559 - 0,1182 pH + 12. Fe + H2O = FeO = 2H + 2e E = -0,047 - 0,0592 pH 13. 3Fe + 4H2O = Fe3O4 + 8H+ +8e- E = -0,085 - 0,0592 pH 14. 2Fe + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 6e E = -0,047 - 0,0592 pH 15. 3FeO + H2O = Fe3O4 + 2H+ + 2e E = -0,197 - 0,0592 pH 16. 2FeO + H2O = Fe2O3 + 2H+ + 2e E = -0,057 - 0,0592 pH E = 0,271 - 0,0592 pH 17. 2Fe3O4 + H2O = 3Fe2O3 + 2H+ + 2e a. E = 0,221 - 0,0592 pH b. E = 1,208 - 0,0592 pH 18. Fe++ + H2O = FeO + 2H+ Log (Fe++) = 13,29 - 2 pH 19. FeO + H2O = HFeO2- + H+ Log(HFeO2-) = -18,30 + pH 20. 2Fe+++ + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ a. Log (Fe+++) = - 0,72 - 3pH b. Log (Fe+++) = 4,84 - 3pH 21. 2FeOH++ + H2O = Fe2O3 + 4H + a. Log(FeOH++) = -3,15 - 2pH b. Log (FeOH++) = -2,41 -2pH 22. 2Fe(OH)2+ = Fe2O3 + H2O + 2H+ a. Log Fe(OH)2+ = -7,84 - pH b. Log Fe(OH)2+ = - 2,28 - pH 23. Fe = Fe++ + 2e E = -0,440 + 0,0295 log(Fe++) 24. Fe + 2H2O = HFeO2- + 3H+ + 2e E = 0,493 - 0,0886 pH + 0,0295 log (HFeO2--) 25. Fe = Fe+++ + 3e E = -0 037 + 0,0197 l0g (Fe+++) 26. 3Fe++ + 4H2O +Fe3O4 + 8H+ + 2e E = 0,980 - 0,2364 pH - 0,0886 log (Fe++) 27. 3HFeO2 + H+ = Fe3O4 + 2H2O + 2e E = -1,819 + 0,0295 pH 0,0886 log HFeO228. 2Fe++ + 3H2O = Fe2O3 + 6H+ + 2e a. E = 0,278 - 0,1773 pH - 0,0592 log (Fe++) b. E = 1,057 - 0,1773 pH - 0,0582 lof(Fe++) 29. 2HFeO2- = Fe2O3 + 2e a. E = -1,139 - 0,0592 log (HFeO2-) b. E = -0,810 - 0,0592 log (HFeO2-) 26
Jika memperhatikan diagram kesetimbangan potensial –pH setiap unsure dalam sisten air dan hasil reaksinya ada yang melibatkan ion H + dan OH- ada juga yang tidak melibatkan kedua ion tersebut. Semua reaksi yang tidak melibatkan ion H + dan OH- makagaris reaksi kesetimbangan akan sejajar dengan ABSIS artinya reaksi kesetimbangan tidak dipengaruhi oleh pH, sedangkan nilai potensial dipengaruhi oleh aktivitas ion. Contoh : (Al 3+)
=1
( Al 3+) = 10-6 Potensial
pH Aktivitas (a AL3+) 1 10-2 10-4 10-6
Potensial (E298) -1,662 -1,701 - 1,7408 -1,1889
Reaksi kesetimbangan: Al3+ = 3e = Al ∆Go = Go Al - ( GoAl3+ + Go e) = 0 - 115.000 -0 = - 115.000 kal/mol Rumus: ∆Go = -nFEo Eo = ( 115.000)(4,184) (3)(96500) Eo = 1,1662 Volt Rumus: E = Eo - RT ln aAl 27
nF
aAl3+
aAl 1 (bila Al murni) E = Eo - RT ln 1 nF aAl3+ atau E = - Eo + RT ln a Al3+ nF E = -1,662 + 1,987 (298)(4,184)(2,303) log aAl3+ (3)(96500) E = 1,662 + 0,0592 log a AL3+ 3 Jika nilai log a AL3+ damasukkan esuai table maka nilai E akan diperoleh sesuai table di atas. Akan diberikan contoh reaksi yang melibatkan ion H+ dan perpindahan muatan dan electron Al2O3 3H2O + 6H+ + 6e = 2Al + 6H2O ∆Go reaksi
= 2GAl + 6 Go H2O - (Go Al2O3 3H2O + 6GoH+ 6 Go e) = 0 + 6(-56690) - (-554600) - 0 - 0 = 214460 kal Eo = - ∆Go nF = -214460 x 4,198 Volt (6)(96500) = -1, 549 Volt
E = Eo + RT 2,303 log a H+ nF E = - 1,549 - 0,0592 pH Contoh reaksi yang melibatkan ion H+ tetapi tidak melibatkan perpindahan muatan (electron) Al3+ + 2H2O = AlO2- + 4H+ ∆Go reaksi = Go AlO2- + 4GoH+ - (Go Al3+ + 2 GoH2O) = - 200710 + 0 - ( -115000 + 2(-56690) = 27.670 kal 28
Reaksi tersebut di atas tidak melibatkan perpindahan muatan hingga tidak ada nilai/harga potensial. Dengan demikian garis kesetimbangan reaksi sejajar dengan koordinat dan nilai dioeroleh pada pH tertentu Jika a AlO2- = a Al3+ Hitung pH dengan menggunakan hasil perhitungan ∆Go ∆Go = -RT lnK ∆Go = - 1,987)(298)(2,303) log aH+4.a AlO2aAl3+. aH2O (2760( 4,184) = 1,987)(298)(2,303) log aH+4.a AlO2aAl3+. aH2O 20,92 = - log aH+4 - log .a AlO2 aAl3+ 3+ Jika a AlO2 = a Al maka Diperoleh pH 5,2 2.4. Penggunaan Diagram E-pH dan Kemungkinan Cara Proteksinya Apabila baja dicelupkan kedalam larutan elektrolit, maka baja tersebut akan terkorosi karena potensial korosinya berada dalam daerah kestabilan ionnya. Sebagai contoh baja dalam larutan asam terkorosi dengan potensial korosinya seperti ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut ini. Berdasarkan diagram E-pH ini beberapa kemungkinan proteksi yang dapat dilakukan: a. Dengan pengaturan lingkungan, misalnya dengan perubahan pH b. Dengan menurunkan potensial antar muka ke daerah imun (proteksi katodik) c. Dengan menaikkan potensial antar muka ke daerah pasif ( proteksi anodik) d. Dengan menambahkan logam paduan dasar agar luas daerah pasif dapat diperbesar e. Dengan menambah pasivator
BAB III KINETIKA KOROSI
Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu menjelaskan kinetika proses korosi yang terjadi pada berbagai logam yang berinteraksi dengan lingkungan air. 2. Mahasiswa mampu mengaplikasikan dan menghitung laju korosi suatu logam berdasarkan metode kehilangan berat dan polarisasi elektrokimia.
29
Tujuan Pembelajaran Khusus 1.Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam di lingkungan air berdasarkan percobaan atau metode kehilangan berat dalam satuan mdd atau mpy 2. Mahasiswa dapat menghitung laju korosi logam berdasarkan elektrokimia jika diketahui rapat arus korosinya dalam satuan mdd atau mpy 3. Mahasiswa dapat menggambarkan polarisasi katodik dan anodik proses korosi logam di lingkungan air 4. Mahasiswa dapat menentukan laju korosi berdasarkan kurve polarisasi katodik dan anodiknya 5. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh oksidator atau konsentrasi berdasarkan polarisasi elektrokimianya. 3.1 Pendahuluan Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliran-aliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan metal. Secara garis besar korosi ada dua jenis yaitu :korosi Internal yaitu korosi yang terjadi akibat adanya kandungan CO2 dan H2S pada minyak bumi, sehingga apabila terjadi kontak dengan air akan membentuk asam yang merupakan penyebab korosi., dan korosi Eksternal yaitu korosi yang terjadi pada bagian permukaan dari sistem perpipaan dan peralatan, baik yang kontak dengan udara bebas dan permukaan tanah, akibat adanya kandungan zat asam pada udara dari tanah. Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Laju korosi pada umumnya dihitung menggunakan 2 cara yaitu metode kehilangan berat dan metode elektrokimia 3.2 Metode kehilangan berat Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kehilangan atau kekurangan berat akibat korosi yang terjadi.Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian atau pengkorosian sampai mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut (Jones, 1992) Mpy = (534 w) / (DAT) -----(3.1) Keterangan ; mpy : mils per year , w ; kehilangan berat, (g), D : densitas (g/Cm 3), A : luas permukaan spesimen (in 2), T ; waktu pengkorosian (jam) Metode ini mengukur kembali berat awal dari benda uji (spesimen) selisih berat dari pada berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Selisih berat dikembalikan ke dalam rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya. Perhirungan laju korosi logam berdasarkan metode kehilangan berat dapat juga digunakan rumus: Laju korosi (r) = w/A.t , satuan dalam mdd (mg per dm2) ---- (3.2) Atau Laju korosi (r) = w/(A.t.D) satuan dalam mpy (mils per year) ........ (3.3) Dengan w = selisih berat, A= luas permukaan logam, dan t = waktu pengkorosian, dan D = densitas 30
Metode ini memerlukan waktu yang lama dan suistinable dapat dijadikan acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa korosif daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk perlakuan awal (treatment) yang harus diterapkan pada daerah dan kondisi tempat objek tersebut. 3.3 Metode Elektrokimia Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi. Metode ini mengukur laju korosi pada saat diukur saja dengan memperkirakan laju tersebut dengan waktu yang panjang (memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu dengan waktu lainnya berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat menggambarkan secara pasti laju korosi yang terjadi secara akurat karena hanya dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur pemakaian maupun kondisi untuk dapat diperlakuan awal tidak dapat diketahui. Kelebihan metode ini adalah langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat diukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama. Metode elektrokimia ini meggunakan rumus berdasarkan Hukum Faraday yaitu menggunakan rumus sebagai berikut : Laju penetrasi ( r) = (Ar L. i.) /(nFD) ----------------(3.4) Dengan : ArL : massa atom relatif logam (g/mol), i = rapat arus (microamper/Cm 2 = µA/Cm2), n = jumlah elektron, F bilangan faraday = 96500 C/Ekv), densitas (g/Cm3) Satuan penetrasi per satuan waktu dalam mils (0,001 in) per year ( mpy) persamaan 3.4 menjadi persamaan 3.5 Laju penetrasi (r) = 0,129 ( ArL.i / n.D) mpy ................. (3.5) 2 3 Dengan , i = µA/Cm , D = g/Cm , tetapan 0,129 menjadi 3,27 mm/year , maka satuan laju penetrasi dalam mm/year. Ekivalen untuk besi (Fe) dengan rapat arus (i) = 1 µA/Cm2 menjadi mpy dapat dirumuskan 1µA/Cm2 = 0,129 ( 55,8.1/ 2.7,86) = 0,46 mpy. Perhitungan laju penetrasi untuk paduan logam digunakan pengertian berat ekivalen (BE) yang nilainya dapat dituliskan : BE = ArL/n. Berat ekivalen (BE) paduan logam merupakan berat ekivalen rata-rata untuk unsur penyususn dalam paduan. Cara menentuakan berat ekivalen paduan adalah jumlah fraksi ekivalen dari semua unsur dalam paduan, yang dinyatakan dengan rumus Neq = Σ (fi.ni/ai) -------------------(3.6) Dengan , Neq = jumlah ekivalen, fi dan ai = fraksi massa, dan Neq = (1/BE) Contoh : suatu paduan baja dengan komposisi : Cr=19%, Ni = 9,25%, dan Fe = 71,75%. Maka Neq = (0,19.3/52 + 0,0925.2/58,7 + 0,7175.2/55,85) = 0,011 + 0,003 + 0,026 =0,040 BE = 1/Neq = 1/0,04 = 25. Jika densitas logam = 7,8 g/Cm3, rapat arus (i) = µA/Cm2 , maka laju penetrasinya (r) = (BE.i / D) = 0,129 (25 . 1./ 7,8 ) =( 0,129. 25)/ (7,8) = 0, 4147 mpy Untuk reaksi 31
Cu+2 + 2e = Cu
berlaku rf = rb = io.Ar Cu /n F)
Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material dengan sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial yang terjadi dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut merupakan gambar metode yang dilakukan untuk mendapatkan hasil pada penelitian laju korosi dengan metode elektrokimia yang diuraikan di atas.
(a)
(b)
Gambar 3.1 Metode Pengukuran Laju Penetrasi Gambar 3.1 menunjukkan metode pengukuran laju petrasi atau laju korosi di suatu lingkungan. Gambar 3.1 a menunjukkan pengukuran potensial struktur dengan membandingkan terhadap potensial elektroda acuan (dalam dalam ini CSE = Copper Sulfate Electrode), Gambar 3.1b menggunakan higt- impedance voltameter, dan 3.1 c menggunakan potensiometer. 3.4 Polarisasi Elektrokimia Polarisasi (η) adalah perubahan potensial dari potensial kesetimbangan setengah sel (1/2 sel) menyebabkan laju reaksi permukaan logam setengah sel. Untuk polarisasi katodik (ηc), electron dipasok menuju permukaan membangun laju reaksi lambat yang menyebabkan potensial permukaan (E) menjadi negative . ηc = E 0 – E = - (negarif) Sebaliknya polarisasi anodik (ηa), electron dipindahkan dari permukaan logam dengan kehilangan electron secara lambat yang menyebabkan periubahan potensial permukaan (E) menjadi positif . ηa = E 0 – E = + (positif). Berdasarkan hal tersebut, polarisasi elektrokimia diklasifikasikan menjadi dua tipe yaitu polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi. 32
3.4.1 Polarisasi Aktivasi Polarisasi aktivasi adalah polarisasi yang mengendalikan laju aliran muatan (electron) sebagai contioh reaksi setengah sel 2H+ + 2e H2 Reaksi pembebasan gas hidrogen , melalui tiga (3) tahap utama yaitu: (a) ion H+ bereaksi dengan elektron dari logam membentuk atom hidrogen teradsorpsi (Hads) H + + e H ads (b) atom H ads bereaksi membentuk molekul H2 H ads + Hads H2 (c) molekul H2 bergabung membentuk gas hidrogen yang keluar dipermukaan logam nH2 + nH2 gas H2 Salah satu dari ketiga tahap reaksi dapat mengendalikan laju reaksi dan menyebabkan polarisasi aktivasi. Hubungan polarisasi aktivasi atau overpotensial (η) dan laju reaksi dinyatakan dengan rapat arus (io) Untuk polarisasi anodik ηa = βa log ia/io Untuk polarisasi katodik ηc = βc log ic/io Istilah overpotensial sering digunakan untuk polarisasi. Untuk polarisasi anodik adalah positif, maka tetapan tafel slope anodik (βa) juga positif. Sebaliknya polarisasi katodik adalah negatif dan tetapan tafel slope katodik (βc) adalah negatif. Rapat arus anodik (ia) dan rapat arus katodik (ic) merupakan arah yang ebrlawanan. Hubungan polarisasi aktivasi (η act) terhadap log i adalah linier untuk kedua polarisasi anodik dan katodik, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut ini.
Gambar 3.2 Polarisasi Anodik dan Katodik 33
Nilai kemiringan (slope) tetapan tafel diasumsikan sekitar 0,1 Volt. Untuk nilai η act = 0, maka i = io dan potensial elektroda setengah sel untuk reaksi reduksi 2 H + + 2e H2 adalah sama dengan potensial setengah sel untuk reaksi oksidasi setengah sel : H2 2H + + 2e Laju reaksi diukur dengan rapat arus anodik (ia) atau rapat arus katodik (ic) bertambah satu tingkat untuk perubahan overpotensial + 0,1 Volt untuk polarisasi anodik dan – 0,1 Volt untuk polarisasi katodik.dengan nilai tetaapan Tafel absolut. Nilai absolut tetapan Tafel biasanya antara 0,03 – 0,2 Volt dan tidak boleh sama untuk reaksi anodik dan katodik, meskipun nilai 0,1 dan – 0,1 Volt merupakan estimasi βa dan βc untuk beberapa tujuan. Adanya overpotensial menunjukkan adanya energi penghalang (energi aktivasi). Hubungan ΔGf * dan ΔGr* untuk reaksi ke kanan dan ke kiri yang secara skematis ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut ini.
Gambar 3.3 Diagram Reaksi Kesetimbangan Perbedaan energi aktivasi dihubungkan dengan potensial elektroda setengah sel dinyatakan dengan persamaan : ΔG = - nFE aehingga ΔGf * = ΔGr*= ΔG H+/H2 * = - nFE0 H+/H2 Hukum distribusi Maxwell memberikan distribusi energi jenis reaksi dan memulai untuk menyatakan reaksi ke kanan (rf) dan sebaliknta (r b), laju reaksi merupakan fungsi energi aktivasi Reaksi ke kanan (rf) = kf exp ( - ΔGf * /RT) dan Reaksi ke kiri (r b) = kb exp (-ΔGr*/RT) Dengan kf dan kb adalah tetapan laju reaksi ke kanan dan ke kiri. Pada kondisi setimbang, laju reaksi ke kanan ( rf) = laju reaksi ke kiri (rb) = (ArL io) /(nF) sehingga Rapat arus (io) = kf’ exp (-ΔGf * /RT) = kb’ exp (- ΔGr*/RT)
34
Dengan demikian menjadi jelas bahwa rapat arus pertukaran merupakan fungsi dari energi aktivasi. Jika suatu overpotensial katodik (ηc) diaplikasikan ke elektroda , laju reaksi pelepasan berkurang dan ionisasi naik. Hal ini disertasi penurunan energi aktivasi selama reaksi pertukaran sejumlah anFη dan kenaikan reaksi ionisasi sejumlah (1 – α)anFη seperti ditunjukkan pada gambar 3.3. Faktor α dan (1-α) merupakan fraksi ηc yang menghasilkan reaksi pelepasan dan ionisasi ( ke kanan dan sebaliknya). Laju reaksi pelepasan dalam rapat arus dinyatakan : ic = kf’exp [ΔGf * - (1-α) nFη]/RT dan laju reaksi ionisasi anodik : ia = kb’ exp [ΔGr* - (1-α)nFη]/RT. Arus yang diaplikasikan i apl, c = ic-ia = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT] i apl, a = ia-ic = io exp[αnFη/RT) –io exp[ -(1-α)nFη/RT] dengan α adalah fraksi ηa dengan reaksi ionisasi anodik, maka persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi ; i apl,c = ic-ia = io exp[αnFηc/RT) untuk nilai ηc tinggi, maka persamaannya menjadi : iapl,c = βc log ic/io dengan βc = 2,303 RT / αnF dan persamaan menjadi; η apl,a = βa log ia/io Untuk nilai polarisasi anodik(ηa) tinggi, maka α = 0,5 , βc atau βa = 0,12 Volt dan dalam pembahasan selanjutnya nilai tetapan Tafel = 0,1 Volt. 3.4.2 Polarisasi Konsentrasi Pada laju raeksi tinggi, reaksi reduksi katodik diatur dengan pelarutan elektroda yang direduksi. Profil konsentrasi ion H+ sebagai contoh, ditunjukkan secara skematis seperti gambar 3.4 berikut ini
Gambar 3.4 Profil Konsentrasi ion H+ CB adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam larutan ruah dan δ = ketebalan gradien konsentrasi dalam larutan. Potensial elektroda setengah sel (E 0 H+/H2) dari permukaan diberikan dengan persamaan Nernst sebagai fungsi konsentrasi ion H + atau aktivitas ion hidrogen ( a H+) C H+ dalam larutan dekat permukaan dikendalikan oleh polarisasi konsentrasi E H+/H2 = E0 H+/H2 – 2,303 RT/nF log (a H+)/pH2 35
Hal ini nampak bahwa potensial elektroda (E) turun sebagai (H+) di permukaan logam. Perupahan potensial akibat polarisasi konsentrasi (ηConc) yang diberikan sebagai fungsi rapat arus η Conc = 2.303 RT/nF log ( 1- ia/iL) Dengan mengalurkan polarisasi konsentrasi (ηConc) terhadap log i menunjukkan bahwa η Conc sampai rapat arus batas (iL) seperti ditunjukkan pada gambar 3.5 berikut ini.
Gambar 3.5 Kurva Tafel difusi oksigen maksiumum di permukaan logam Rapat arus batas (iL) adalah pengukuran laju reaksi maksimum tanpa kecuali karena laju difusi maksimum ion H+ dalam larutan. Rapat arus batas (iL) dapat dihitung menurut persamaan iL = Dz.nFCB / δ dengan , Dz adalah difusivitas zat yang bereaksi (H +) , iL bertambah dengan konsentrasi larutan lebih tinggi (CB), suhu lebih tinggi. Dz dapat dinaikkan dengan agitasi atau pengadukan larutan, dan jarak δ berkurang seperti ditunjukkan pada gambar 3.6
Gambar 3.6 Pengaruh Agitasi Vs iL
36
Untuk proses korosi, poalrisasi konsentrasi adalah signifikasn dengan proses reduksi katodik dan polarisasi konsentrasi untuk reaksi anodik diabaikan karena pemasukan atom logam tidak dibatasi pada daerah antar muka logam. 3.4.3 Polarisasi Kombinasi Polarisasi katodik total (ηTC) adalah jumlah polarisasi aktivasi dan konsentrasi Polarisasi katodik total (ηTC) = ηact + ηConc Yang dapat dikembangkan untuk Polarisasi katodik total (ηTC) = βc log ic/io + 2,3RT/nF log (1- ic/iL) Polarisasi konsentrasi biasanya tanpa polarisasi konsentrasi anodik dari pelarutan logam, sehingga polarisasi anodik (ηa) = βa log i a/io 3.5 Teori Potensial Gabungan Prinsip konversi muatan diperlukan aplikasi dari polarisasi gabungan daei polarisasi anodik untuk sejumlah reaksi setengah sel yang berlangsung secara simultan pada hantaran permukaan. Laju total oksidasi harus sama dengan laju total reaksi yang merupakan jumlah arus oksidasi anodik harus sama dengan jumlah arus reduksi katodik. Hal ini dinyatkan bahaya bila terjadi akumulasi muatan di elektroda. Reaksi anodik korosi logam dinyatakan dalam bentuk : M M n+ + ne Reaksi katodik adalah jumlah disngkat sebagai 1) Pembebasan gas hidrogen dari larutan asam atau netral 2H + + 2e H2 2H2O + 2e H2 + 2OH 2) Reduksi oksigen terlarut dalam larutan asam atau netral O2 + 4 H+ + 4e 2 H2O O2 + H2O + 4e 4 OH 3) Reduksi oksidator terlarut dalam larutan : Fe 3+ +e Fe 2+ 3.5.1 Potensial Elektroda dan Rapat Arus Jika logam seng (Zn) mengalami korosi dalam larutan asam, sesuai reaksi Anodik Zn Zn 2+ + 2e Katodik 2H + + 2e H2 Kedua reaksi ini berlangsung secara simultan di permukaan logam seng. Polarisasi reaksi anodik dan katodikdi permukaan logam adalah sama. Potensial elektroda setengah sel berubah, menurut persamaan Poalarisasi anodik (ηa) = βa log ia/io dan ηc = βc log ic/io sampai potensialnya adalah sama dengan potensial korosi (E cor) seperti ditunjukkan pada Gambar 3.7 berikut.
37
Gambar 3.7 Potensial Korosi Persamaan polarisasi katodik diasumsikan bahwa polarisasi konsentrasi adalah tidak ada. Hubungan ηa dan ηc untuk polarisasi akrivasi reaksi Zn Zn 2+ + 2e dan 2H+ +2e H2 adalah linier pada grafik semilog ( Gambar 3.7). Nilai rata-rata βa dan βc diestimasikan pada 0,1 Volt dan -0,1Volt. Pada E cor laju reaksi anodik dan aktodk adalah sama. Laju pelarutan anodik, ia adalah identik dengan laju korosi icor yang merupakan rapat arus pertukaran. Rapat arus anodik (ia ) = ic = icor 3.5.2. Pengaruh Rapat Arus Pertukaran Rapat arus pertukaran setiap reaksi setengah sel sering berlebihan daya dorong termodinamik dalam penentuan laju reaksi. Sebagai contoh, potensial gabungan korosi logam besi dalam larutan asam. Prosilnya adalah sama dengan untuk ptosil korosi logam seng (Zn). Hal ini dosebabkan potensial elektroda setengah sel E Fe2+/Fe, untuk reaksi anodik besi. Fe Fe 2+ + 2e , laju korosi dinyatakan lebih rendah daripada korosi Zn, yang potensial elektroda setengah sel adalah lebih aktif ( -0,76 Volt) Diagram polarisasi untuk Zn dan Fe ditunjukkan pada Gambar 3.8 berikut ini.
38
Gambar 3.8 Diagram Polarisasi Zn dan Fe Gambar 3.8 menunjukkan secara nyata bahwa potensial elektroda Zn adalah lebih rendah daripada Fe sebab rapat arus pertukaran untuk reduksi hidrogen pada Zn dibandingkan untuk besi (Fe) dan secara komparatif rapat arus pertukaran pelarutan Zn dan Fe ditnjukkan pada Gambar 3.8. 3.5.3 Pengaruh Penambahan Oksidator Daya dorong korosi bertambah dengan penambahan oksidator kuat. Suatu sistem redoks dengan potensial elektroda setengah sel lebih mulia daripada yang lain. Penambahan garam ferri-ferro untuk suatu logam M terkorosi dalam larutan asam.Sebagai contoh, industri asam dikontaminasi dengan garam ferri-ferro dan pengotor kationik lain ditambah dengan korosi yang terjadi selama proses tidak diganti. Berdasarkan pengamatan pada korosi besi mengahsilkan penambahan oksidator ke dalam larutan asam potensial korosi (Ecor) aman dengan nilai potensial lebih positif laju korosi bertambah laju pembebasan gas dikurangi Berdasarkan analisis potensial gabungan , dengan adanya dua oksidator secara simulatan terjadi reaksi: 2H+ + 2e H2 dan Fe 3+ + e Fe 2+ ( E0 = 0,77 Volt). Nilai rapat arus (i) untuk setiap reaksi di lokasi pada potensial setengah sel dengan tetapan Tafel diestimasi 0.1 Volt. 3.5.4 Pengaruh Polarisasi Konsentrasi Bila konsentrasi oksidator adalah rendah seperti dinyatakan dengan penurunan C B dalam persamaan: iL = Dz.nFCB/δ Berdasarkan persamaan polarisasi aktivasi dan konsentrasi memberikan kontribusi dalam polarisasi katodik. Jika rapat arus reduksi mendekati iL maka polarisasi konsentrasi terjadi penyimpangan dan laju korosi menjadi dibatasi oleh difusivitas oksidator dari nlarutan ruah. Pada polarisasi katodik rendah, proses reduksi dikendalikan oleh aktivasi tetapi pada polarisasi tinggi dikendalikan oleh difusi atau konsentrasi. Sebagai contoh, korosi logam dikendalikan oleh polarisasi konsentrasi adalam besi atau baja dalam larutan garam encer teraerasi (air laut). Proses katodik adalah reduksi oksigen terlarut menurut reaksi O2 + 2H2O + 4 e 4 OH – Kelarutan maksimum oksigen terlarut dalam air adalah realtif rendah, sekitar 8 ppm pada suhu ambient. Dalam kondisi ini, korosi dikendalikan oleh difusi oksigen terlarut menuju permukaan logam besi. Meskipun berikut ini
39
Gambar 3.9 Pengaruh Pengadukan terhadap iL Jika iL menjadi besar daripada laju oksidasi anodik atau rapat barus (io), laju korosi logam icor, bertambah sesuai dengan laju pengadukan lihat gambar 3.9 dan tetapi bila di tingkat lebih tinggi atau iL > io, maka reaksi reduksi menjadi dikendalikan oleh polatisasi aktivasi. 3.6 Penentuan Polarisasi hasil Percobaan Berikut adalah contoh kurva polarisasi anodik dan katodik hasil percobaan dari hasil pengukuran potensiostat.
40
41
BAB IV BENTUK-BENTUK KOROSI
Tujuan Pembelajaran Umum 1.Mahasiswa mampu menjelaskan proses bentuk-bentuk korosi, mekanisme korosi yang terjadi pada berbagai logam yang berinteraksi dengan berbagai lingkungan. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori proses korosi dengan reaksi- reaksi yang terjadi baik reaksi secara elektokimia atau reaksi kimia. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses bentuk-bentuk korosi,mekanisme korosi yang terjadi pada berbagai logam yang beriteraksi dengan berbagai lingkungan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami teori proses korosi dengan reaksi reaksi yang terjadi secara elektrokimia atau reaksi kimia. Pendahuluan Proses korosi akan terjadi bila terdapat perbedaan potensial antara katoda dan anoda dan lingkungan yang mempengaruhi. Tetapi untuk bentuk-bentuk korosi tergantung pada sifat material, sifat lingkungan dan ada tidaknya tegangan atau regangan yang bekerja pada material tersebut, sehingga material tersebut dapat mengalami korosi dalam bentuk-bentuk yang spesifik. Secara umum bentuk-bentuk korosi diklasifikasikan menjadi korosi merata dan korosi setempat, dan berdasarkan mekanisme proses korosinya bentuk korosi yang sering terjadi adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Korosi merata Korosi galvanik Korosi celah (crevice corrosion) Korosi sumuran (pitting corrosion) Korosi intergranular Korosi pelindian selektif (selective leaching) Korosi erosi Korosi yang disebabkan factor mekanik, yang mencakup peretakan korosi tegang (stress corrosion cracking), korosi lelah (fatigue corrosion) dan peretakan yang diinduksi hydrogen (hydrogen induced cracking).
4.1. Korosi Merata Salah satu bentuk korosi yang terjadi pada logam adalah korosi merata. Korosi merata adalah jenis yang korosinya terjadi pada seluruh permukaan logam atau paduan yang terpapar 42
atau terekspose ke lingkungan berlangsung dengan laju yang hampir sama. Dengan demikian hampir seluruh permukaan logam menampilkan terjadinya proses korosi. Korosi merata terjadi karena adanya pengaruh dari lingkungan sehingga kontak yang berlangsung mengakibatkan seluruh permukaan logam terkorosi. Korosi seperti ini umumnya dapat kita temukan pada baja di atmosfer dan pada logam atau paduan yang aktif terkorosi yang berarti potensial korosinya berada pada daerah kestabilan ionnya dalam diagram potensial pH. Kerusakan material yang umumnya diakibatkan oleh korosi merata dinyatakan dengan laju penetrasi yang ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Laju Korosi Merata Ketahanan Relatif Korosi Mpy (nm/h) Outstanding <1 Excellent 2-10 1-5 Good 10-150 5-20 Fair 50-150 20-50 Poor 150-500 50-200 Unexpectable 500+ 200+
Mm/yr
m/yr
<0,02 0,02-0,1 0,1-0,5 0,5-1 1-5 5+
<25 <2 25-100 100-500 500-1000 1000-5000 5000+
Secara teknik korosi merata tidak berbahaya karena laju korosinya dapat diketahui dan diukur dengan ketelitian yang tinggi. Kegagalan materi akibat serangan korosi ini dapat dihindari dengan pemeriksaan dan monitoring secara teratur.
4.1.1. Mekanisme Proses Korosi Merata Bentuk serangan korosinya dapat ditunjukkan seperti Gambar 4.2.
Gambar 4.1 Skematik Penampang Logam yang Terkorosi Merata Korosi pada logam terjadi karena adanya reaksi redoks antara logam dengan lingkungannya. Korosi merata berlangsung secara lambat dan korosi ini dipicu oleh korosi yang mula-mula terjadi pada sebagian permukaan logam sehingga dengan
43
bertambahnya waktu akan menyebar ke seluruh permukaan logam. Reaksi korosi merata yang terjadi pada logam besi prosesnya adalah sebagai berikut:
Fe Fe2+ + 2e (reaksi oksidasi) O2 + 2H2O + 4e 4OH- (reaksi reduksi) 2Fe + O2 + 2H2O 2Fe(OH)2
4.1.2. Pengendalian Korosi Merata Laju korosi dapat diturunkan dengan perlindungan melalui penambahan inhibitor pada larutan. Teknik-teknik perlindungan seperti proteksi katodik dan anodic, pelapisan, inhibitor, dan pemilihan material sering digunakan sebagai cara perlindungan korosi paling efektif. Cara terbaik untuk menghindari terjadinya korosi merata adalah dengan melakukan pengendalian pada bagian logam yang terkorosi, sebelum korosi ini menyebar ke semua permukaan logam.
4.2. Korosi Galvanik Korosi galvanik dapat didefinisikan adanya kontak antara dua logam yang berbeda dalam larutan elektrolit. Dalam korosi ini logam yang lebih mulia atau logam yang potensialnya lebih positif tidak terkorosi, sedangkan logam yang potensialnya lebih terkorosi menjadi terkorosi. Efek korosi galvanic biasanya dapat diabaikan jika perbedaan potensialnya lebih kecil dari 50 mV. potensialnya bukan berasal dari hasil perhitungan secara teori atau dari daftar potensial standar, melainkan berasal dari potensial yang dihitung berdasarkan perbandingan kualitatif atas aktivitan logam-logam. Potensialnya disebut potensial korosi. Tetapi potensial korosi ini tidak dapat dijadikan patokan bahwa akan terjadi distribusi korosi pada pasangan dua buah logam yang tergalvanisasi. Sebagai contoh, baja karbon berat akan larut lebih cepat dalam larutan yang asam dan memiliki potensial yang lebih positif dibandingkan baja karbon ringan. Namun dalam beberapa kasus, efek galvanic akan cenderung rendah jika perbedaan potensialnya cukup besar, karena adanya lapisan oksida yang melindungi logam-logam yang berada di deretan logam mulia (logam yang bertindak sebagai katodik dan mengalami reaksi reduksi). Penggabungan dua buah logam tak sejenis juga perlu diperhatikan ukuran masingmasing logam disamping perbedaan potensialnya. Sebaiknya digabungkan antara anoda kecil dan katoda besar, dan hindari penggabungan antara anoda besar dan katoda kecil karena sangat berbahaya. Bedar kecilnya ukuran loga yang bertindak sebagai anoda atau katoda mempengaruhi kecepatan arus yang menjadi factor pemicu laju korosi. Logam dengan potensial korosi yang lebih negatif akan terkorosi lebih intensif, sedangkan logam lainnya 44
yang lebih nobel atau mulia laju korosinya akan menurun. Peningkatan laju korosi logam yang lebih aktif (misalnya Al) dan penurunan laju korosi logam yang lebih bersifat katodik (misalnya Fe) digambarkan secara skematik dalam Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Diagram Evans untuk korosi galvanik Fe-Al 4.2.1. Deret Galvanik Untuk meminimumkan terjadinya serangan korosi galvanik, sebagai langkah awal biasanya diperhatikan deret galvanik. Deret galvanik yaitu daftar yang berisi tentang tingkat kecenderungan terkorosinya suatu logam tak sejenis. Deret ini hanya berfungsi untuk menentukan kecenderungan korosi suatu logam dan bukan menunjukkan laju korosinya. Dua logam yang memiliki perbedaan potensial berdekatan akan lambat mengalami korosi daripada dua logam yang memiliki perbedaan potensial berjauhan. Deret galvanik ini memperbandingkan potensial-potensial reduksi atau oksidasi dari logam-logam seperti suatu deret elektronika. Pada deret galvanik seperti pada tabel 4.2 sebagai larutan elektrolitnya digunakan air laut pada temperature 25°C. Logam-logam diurutkan berdasarkan potensial korosi dari yang paling negatif sampai ke potensial korosi yang paling positif. Makin jauh letak dua logam dalam deret galvanik, makin parah korosi yang dialami oleh logam dengan aktivitas lebih besar atau potensial korosi negatif.
45
Noble or cathodic
Active or Anodic
Platinum Gold Titanium Silver Chlorimet 3 (62 Ni, 18 Cr, 18 Mo) Hastelloy C (62 Ni, 17 Cr, 15 Mo) 18-8 Mo Stainless steel (passive) 18-8 Stainless steel (passive) Chromium stainless steel 11-30% Cr (passive) Inconel (passive) 80 Ni, 13 Cr, 7 Fe Nickel (passive) Silver solder Monel (70 Ni, 30 Cu) Cupronickels (60-90 Cu, 40-10 Ni) Bronzes (Cu-Sn) Copper Brasses (Cu, Zn) Chlorimet 2 (66 Ni, 32 Mo, 1 Fe) Inconel (active) Nickel (active) Tin Lead Lead tin solders 18-8 Mo Stainless steel (active) 18-8 Stainless steel (active) Ni-Resist (high Ni cast iron) Chromium stainless steel 13% Cr Cast iron Steel or iron 2024 aluminium (4,5 Cu, 1,5 Mg, 0,6 Mo) Cadmium Commercially pure aluminium (1100) Zinc Magnesium and magnesium alloys
4.2.2. Laju Korosi Galvanik Untuk mencari laju korosi galvanik membutuhkan pengetahuan tentang polarisasi, yaitu kemampuan logam untuk merubah tegangannya ketika menerima atau melepaskan sejumlah elektron. Sebelum logam yang berpolarisasi dengan mudah dan merubah potensialnya secara cepat, tidak akan menyebebkan korosi terhadap logam yang 46
berpasangan dengan logam tersebut. Juga tidak akan menimbulkan peningkatan korosi yang lebih besar jika dipasang sebagai anoda. Contoh logam yang berpolarisasi dengan mudah di air laut adalah Titanium. Logam yang lebih sulit berpolarisasi dan sulit untuk merubah potensialnya akan menimbulkan korosi galvanik, bergantung terhadap logam yang dipasangkan. Contoh logam yang sulit berpolarisasi adalah paduan tembaga dan beberapa paduan aluminium. Jadi aluminium akan terkorosi lebih cepat dipasangkan dengan tembaga yang sulit berpolarisasi daripada dipasangkan dengan titanium yang mudah berpolarisasi dalam air laut, walaupun perbedaan potensial titanium-aluminium lebih besar daripada perbedaan potensial tembaga aluminium. Pengukuran laju korosi dinyatakan dengan hokum Faraday sebagai berikut: Hubungan antara arus (I) dengan massa (m), dinyatakan dengan: m = masa yang bereaksi (gr) I = masa atom relative logam (gram/mol) t = waktu (detik) n = jumlah muatan electron F = bilangan Faraday (96500 Coulomb/equivalent) Laju korosi R dihitung dengan membagi massa yang bereaksi m dengan waktu dan luas permukaan, sehingga: R=
m M .i . t A= /t . A t n. F
Dengan : I/A = I (rapat arus (amperemeter/m2) = M.i/n.F Satuan yang umum untuk laju R adalah mpy (miles per year) dan mdd (mgr/dm2day). 4.2.3. Penyebab Korosi Galvanik 1. Lingkungan, meliputi: a. Lingkungan air, misalnya air yang asam atau basa. b. Kontak dengan larutan yang berkonduktivitas tinggi, contohnya air laut. Serangannya dimulai dari bagian yang berkontak dan terus memanjang ke seluruh bagian logam. c. Udara luar (korosi atmosferik), misalnya kontak dengan oksigen, udara yang lembab atau dingin. d. Penyerangan daerah sekitar terhadap logam yang berkontak. Korosi ini lebih berbahaya dari korosi akibat larutan. 2. Logam itu sendiri, meliputi: a. Penggabungan logam sejenis yang tidak diisolasi b. Perbedaan potensial c. Luas relatif logam 4.2.4. Mekanisme Korosi Galvanik Pada korosi galvanik ini terjadi reaksi anodik dan katodik. Logam yang lebih mulia lebih berfungsi sebagai katodik sedangkan logam yang kurang mulia berfungsi sebagai anodik. Korosi terbentuk pada logam yang bertindak sebagai anodik. 47
Adapun reaksi yang terjadi adalah: a. Reaksi anodik pada korosi logam: M Mn+ + ne b. Reaksi katodik, yang ada beberapa kemungkinan: 1. Evolusi Hidrogen 2H+ + 2e H2 dalam lingkungan asam 2H2O + 2e H2 + 2OH- dalam lingkungan basa 2. Reduksi Oksigen Terlarut O2 + 4H+ + 4e 2H2O dalam lingkungan asam O2 + 4H+ + 4e 4OH- dalam lingkungan basa/netral 3. Reduksi Oksidator Terlarut Fe3+ + e Fe2+ 4.2.5. Pengendalian Korosi Galvanik. 1. Dilakukan sistem pengecatan dan pelapisan yang sesuai. Pengecatan dan pelapisan adalah cara tertua dan yang paling banyak digunakan dalam mengatasi korosi, tetapi pengecatan sekali tidak akan mengatasi korosi semuanya. Pelapisan protektif harus diseleksi sesuai dengan struktur logam yang akan diproteksi. Langkah-langkah pengecatan sebagai berikut: a. Pesiapan permukaan logam yang akan dilapisi Tahap ini meliputi pengampelasan permukaan logam. Pengampelasan ini bertujuan untuk membersihkan permukaan dari kotoran dan debu. Permukaan logam ini juga tidak boleh dalam keadaan basah. b. Pencampuran cat yang sesuai Instruksi pabrik pembuat catbharus diikuti, karena pencampuran thinner cat yang tidak sesuai akan mengurangi daya proteksi terhadap korosi secara signifikan. Cat yang berkualitas memberikan hasil yang memuaskan. 2. Mengisolasinya, contoh untuk gabungan baja-aluminium Pengisolasian ini dimaksudkan untuk mencegah aliran arus diantara dua logam yang berbeda. Adapun material yang digunakan sebagai isolator adalah barang non logam atau insulator nonabsorbent. Sebagai contoh, digunakan plastik atau keramik untuk mengisolasi mur yang melewati plat (plat aluminium) sebagai pengganti serat atau kertas yang menyerap air. 3. Proteksi Katodik dan Anoda Tumbal Terjadi Logam yang kurang mulia (anoda) dikorbankan untuk melindungi logam yang lebih mulia. Logam yang kurang mulia (anoda) akan terkorosi lebih dahulu.
48
4. Passivasi (Pembentukan Lapisan Pasif) Lapisan pasif adalah suatu selaput untuk melindungi logam dari korosi lebih lanjut dan lapisan tersebut tidak melekat dengan kuat, contoh lapisan Fe 2O3. Adapun logam-logam yang dapat membentuk lapisan pasif antara lain: Besi, Krom, Aluminium, Titanium, dan Molibdenum. Jika lapisan ini pecah, akan menyebabkan proses korosi menjadi lebih cepat. Adapun penyebab pecahnya lapisan pasif ini adalah: a. lingkungan yang terlalu agresif (misalnya: terdapat klorida yang mengakibatkan terbentuk flok-flok gram) b. terjadi benturan c. lapisan pasif yang terbentuk terlalu tipis 4.3. Korosi Celah Korosi crevice atau korosi celah menurut definisi merupakan suatu bentuk serangan yang terjadi karena sebagian permukaan logam terhalang atau terasing dari lingkungan dibanding bagian lain logam yang menghadapi larutan elektrolit dalam bagian besar. Korosi celah adalah tindakan korosi lokal dengan perubahan yang tinggi pada lubang sempit yang disebabkan adanya perbedaan penambahan oksigen dengan konsentrasi oksigen dalam celah lebih rendah, sehingga sulit bagi oksigen untuk menembus lubang kecil. Serangan korosi crevice biasanya tidak terlihat secara visual, crevice terbentuk di atas bagian logam di bawah deposit atau antara logam dengan logam lain. Korosi crevice ini sering tidak terdeteksi sampai terjadi kebocoran akibat dari penembusan ketebalan dinding. Korosi crevice ini dapat dikatakan sama dengan korosi piting yaitu korosi yang sulit terdeteksi secara visual. 4.3.1. Penyebab Korosi Celah Celah penyebab korosi ini terbentuk antara 2 logam yang sejajar atau antara logam dengan non logam. Celah ini juga bias terjadi karena retak-retak kecil. Korosi celah ini dapat dijelaskan secara detail pada gambar 4.3 berikut.
Gambar 4.3. Korosi Celah Disini 2 keping logam ditahan dengan paku dan dicelupkan ke dalam air laut. Pada bagian A di dalam celah penambahan oksigen secara difusi lebih sedikit pada bagian C, 49
di luar celah. Akibatnya, adanya sel galvanik antara A dan C yang terbentang sehingga menghasilkan kehancuran pada baja. Reaksi utama yang terjadi Fe Fe2+ + 3e. Elektron yang dilepaskan menuju C, dimana reaksi dengan oksigen lebih dominan. Kelebihan ion Fe2+ dalam celah membentuk banyaknya muatan positif yang mengikat ion klorida dari larutan. Fe 2+ beraksi dengan air menurut reaksi berikut ini: Fe2+ + 2H2O Fe(OH)2 + 2H+ secara umum ion logam dituliskan M+ M+ +Cl + H2O MOH + H+ + ClSesuai dengan reaksi di atas, dapat menambah kesamaan, sesuai yang terjadi dalam celah mempunyai pH yang lebih rendah dan dapat menaikkan laju korosi dalam celah. 4.3.2. Mekanisme Korosi Celah Korosi celah umumnya terjadi oleh serangan ion-ion klorida terhadap permukaan logam elektrolit yang mengandung oksigen dengan kadar yang sama. Langkah-langkah yang terjadi adalah sebagai berikut: a. Mula-mula, elektrolit mempunyai komposisi yang seragam. Korosi terjadi secara perlahan di seluruh permukaan logam yang terbuka, baik di dalam maupun di luar celah. Dengan kondisi demikian, pembangkitan ion-ion logam positif diimbangi secara elektrostatik oleh ion-ion hidroksil negatif. b. Pengambilan oksigen yang terlarut menyebabkan lebih banyak lagi difusi oksigen dari permukaan-permukaan elektrolit yang kontak langsung dengan atmosfer. Oksigen di permukaan logam yang berhadapan dengan sebagian besar elektrolit lebih mudah dikonsumssi daripada oksigen yang terdapat di dalam celah. Di dalam celah, kekurangan oksigen yang negarif dari dalam celah juga berkurang. Di dalam cealh akan kelebihan dengan ion positif yang akan diimbangi sebagian oleh migrasi ion Cl ke dalam celah dan sebagian oleh difusi ion positif keluar celah. c. Produksi ion-ion positif (ion H) yang berlebihan dalam celah menyebabkan ionion negatif dari elektrolit di luar celah terdifusi ke dalam celah, sehingga meningkatkan laju pelarutan logam. Dengan demikian terjadi proses autocatalytic dimana laju korosi di dalam celah meningkat. 4.3.3. Pengendalian Korosi Celah Cara pengendalian korosi celah dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Mengurangi agresivitas lingkungan dengan menurunkan kandungan klorida, keasaman dan temperatur. 2. Perencanaan dan perancangan yang benar sehingga terbentuknya celah dapat dihindari. 3. menutup celah yang ada dengan las, solder. 4. penambahan inhibitor. 5. Perlengkapan peralatan yang harus didesain dengan adanya sistem drainase, sehingga kondisinya kering. 6. Penyaringan dan pengendapan padatan tersuspensi sehingga dihindari terbentuknys endapan yang menyebabkan korosi celah. 50
4.4. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) Korosi sumuran (pitting corrosion) adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian permukaan logam yang memiliki: 1. Selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan mekanik. 2. Mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik atau tegangan sisa yang dialami logam. 3. Mempunyai komposisi heterogen dengan adanya inklusi, segregasi atau presipitasi. Korosi sumuran adalah bentuk korosi setempat yang menghasilkan lubang-lubang pada logam yang mempunyai selaput pasif dalam kondisi rusak. Lubang-lubang yang terbentuk berdiameter kecil atau besar, tetapi secara umum berdiameter kecil yang besarnya kira-kira sama atau kurang dari kedalaman lubang tersebut. Korosi jenis ini sangat merusak dan menyebabkan peralatan gagal berfungsi, karena terbentuk sumuran yang dapat menimbulkan kebocoran. Logam baja tahan karat sangat rentan terhadap serangan korosi dalam lingkungan yang mengandung ion agresif, khususnya yang mengandung anion Cl, Br, atau SNC. Anion-anion yang sangat aktif menyebabkan terbentuknya korosi sumuran pada beberapa logam dan paduan dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Anion-anion agresif yang menyebabkan korosi sumuran Logam / Paduan Anion Agresif Besi Cl Br I ClO4 SO4 Baja tahan karat Cl Br SNC Aluminium Cl Br I ClO4 NO3 SNC Faktor-faktor penyebab berlangsungnya korosi sumuran adalah: 1. Heterogenitas di dalam suatu logam paduan, akan mempengaruhi perubahan nilai potensial critical. 2. Adanya nion-anion Cl dan Br merupakan factor dominan dari proses untuk memulai korosi sumuran. Anion yang menghambat terjadinya pitting yaitu NO3 dan SO4. 3. Perubahan dan pergerakan larutan akan mempengaruhi tidak berlangsungnya korosi sumuran, karena adanya proses pasivasi. 4. Kenaikan suhu yang akan diikuti dengan penurunan potensial kritik. 5. Kenaikan tegangan yang akan diikuti dengan potensial kritik. 51
6. Potensial larutan, yang lebih positif dibandingkan potensial redoks logam akan mendoronng proses korosi pitting. 4.4.1. Mekanisme Korosi Sumuran Pada mekanisme sumuran, mula-mula yang terjadi adalah suatu reaksi hidrolisis, yang serupa dengan mekanisme korosi celah dimana keasaman meningkat. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Fe2+ + H2O Fe(OH)+ + H+ Besi (II) Besi (II) Pembentukan ion-ion (II) adalah suatu reaksi oksidasi yang mudah terjadi dengan adanya oksigen. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: 2 Fe2+ + ½ O2 + 2H+ 2Fe3+ + H2O atau 2Fe(OH)+ + ½ O2 + 2H+ 2Fe(OH)2+ + H2O (Besi II) (Besi II) Reaksi-reaksi hidrolisis yang terjadi menyebabkan larutan semakin asam, yang ditunjukkan dengan reaksi berikut: 2Fe(OH)+ + 2H2O Fe(OH)2+ + H+ dan Fe3+ + H2O Fe(OH)2+ + H+ Produk-produk korosi yang terjadi adalah magnetic (Fe3O4) dan FeO(OH)/karat yang terbentuk menurut reaksi: 2Fe(OH)+ + Fe2+ + 2H2O Fe3O4 + 6H+ (Magnetik) dan Fe(OH)2+ + OH+ FeO(OH) + H2O (karat) Umumnya mekanisme propogasi korosi sumuran mengikuti teori autocatalytic. Ion hydrogen yang terbentuk dari hasil hidrolisis akan bermigrasi ke dalam sumuran sehingga pH dalam sumuran akan menurun dan bersifat semakin asam. Adanya ion H+ dan tingginya kandungan klorida mencegah kemungkinan berlangsungnya repasivasi. Produk korosi yang ada merupakan lapisan penutup, yang dapat menghalangi keluarnya Fe2+ tetapi cukup porous untuk memungkinkan migrasi Cl- dalam sumur, sehingga konsentrasi klorida di dalam sumuran tetap tinggi. Gambar 4.4.a dan 4.4.b. menunjukkan mekanisme sumuran.
52
Gambar 4.4.a.
Gambar 4.4.b. Mekanisme Korosi Sumuran pada logam Fe 4.4.2. Pengendalian Korosi Sumuran Korosi sumuran dapat dilakukan pengendalian melalui: 1. Menjaga permukaan logam yang mempunyai selaput tidak rusak atau terkena benturan, sehingga menimbulkan cacat. 2. Melakukan perlindungan katodik terhadap logam 3. Penambahan inhibitor untuk mengatasi lingkungan yang mengandung ion klorida, misalnya dengan nitrit. 4. Mengoperasikan pada temperatur rendah yang masih memungkinkan. 5. Menggunakan logam yang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap korosi sumuran misalnay SS Tipe 316, 317, 329 yang mengandung molybdenum. 4.5. Korosi Intercrystalin 4.5.1. Pengertian Korosi intercrystalin atau dapat juga dikatakan intergranular adalah suatu jenis korosi yang berkaitan dengan struktur dan sifat metalurgi dari paduan. Elemen pemadu yang tersegresi pada batas butir apabila muka antar butiran sangat reaktif, akan terjadi korosi intergranular karena terjadi korosi setempat berupa endapan-endapan pada daerah yang berbatasan dengan batas butir. Butir-butir logam akan terlepas dan kekuatan logam akan hilang.
4.5.2. Penyebab Kristal akan terbentuk ketika logam membeku akibat pendinginan, mengakibatkan logam tersebut kemurniannya berkurang. Daerah pertumuhan Kristal merupakan kumpulan butir yang kurang stabil pada kristal. Dalam beberapa kasus, korosi terjadi pada daerah yang berbatasan dengan daerah butir. Hal ini menyebabkan logam tersebut menjadi terpisah. Kemurnian elemen-elemen paduan memegang peeranan penting dalam pencegahan korosi intercrystalin.
53
Pada penggoresan Grain Bounderies (Batas Butir), daerah-daerah batas butir sering diserang. Celah-celah melebar dalam bentuk garis dan jika dilihat dengan mikroskop celah tersebut berupa garis-garis gelap dengan lebar yang terbatas (lihat gambar 4.5). Derajat kepekaan dan kemudahan terkena korosi intercrystalin tergantung dari waktu, temperatur kritik, temperatur dalam range kritik atau laju pendinginan yang dilalui range temperatur. Dengan kata lain, factor-faktor yang menyebabkan korosi intercrystalin adalah: 1. pemanasan pada suhu tinggi 2. lingkungan korosif 3. paduan-paduan logam Faktor-faktor tersebut merupakan hal yang memicu terbentuknya endapan kromium karbida yang akhirnya akan membentuk korosi intercrystalin. Faktor dominan penyebab terbentuknya korosi intercrystalin adalah pemanasan pada suhu tinggi, contohnya pada pengelasan yang tidak sesuia dengan prosedur.
Gambar 4.5 Korosi intergranular dari baja tahan karat austenitic yang tersentisisasi diambil dengan SEM
4.5.3. Mekanisme Pada prinsipnya setiap logam yang mengandung butir-butir antara pada batasanbatasan butir tersebut, rentan terhadap korosi intercrystalin. Menurut sumber yang ada, korosi intercrystalin paling sering dialami oleh baja nirkarat austenitic tetapi dapat terjadi pula pada baja lain seperti: baja nirkarat ferritik, paduan-paduan korosi berbasis nikel. Penjelasan mengenai bagaimana mekanisme terjadinya korosi intercrystalin dalam contoh yang ada seperti berikut ini.
54
Paduan Alluminium Paduan-paduan aluminium bias terserang korosi intercrystalin dengan parah. Pada kkorosi ini endapan yang umum terjadi adalah CuAl2 dan FeAl3 yang bersifat katodik atau Mg5A18 dan MgZn3 bersifat anodik terhadap logam di sekitarnya. Kumpulan paduan biasanya berupa endapan keras Al-Cu dan Al-Mg-Zn paduan basa dan paduan aktif Al-Mg yang mengandung lebih dari 3% Mg dan campuran logam Al bergantung pada struktur metalnya sehingga akan lebih rentan mengalami korosi intercrystalin.
Baja Tahan karat Austenitik Endapan kromium karbida dapat terbentuk dalam selang temperatur 425-815°C. Apabila temperatur di bawah 425°C maka difusi karbon terlalu lambat untuk membentuk karbida di batas butir sehingga korosi intercrystalin tidak terjadi. Apabila temperatur diatas 815°C karbida akan larut ke dalam matriks sehingga korosi intercrystalin tidak terjadi. Jadi pada kasus ini endapan kromium karbida hanya dapat terbentuk pada rentang suhu 425815°C. Apabila karbida ada di sepanjang batas butir dan menyebabkan kadar kromium 11% pada daerah yang berbatasan pada batas butir dan berada dalam lingkungan korosif, maka tidak akan terbentuk selaput pasif protektif yang kemudian menyebabkan korosi intercrystalin. Peristiwa unsur pemadu lain dalam baja tahan karat yang memicu terbentuknya korosi intercrystalin: 1. Nikel meningkatkan aktifitas karbon di dalam larutan padat sehingga karbida lebih mudah terbentuk dan terendapkan pada batas butir. 2. Molibdenum merupakan logam yang mempunyai sifat sama seperti kromium yang membentuk karbida pada batas butir ada kondisi tertentu. Bila molybdenum ditambahkan akan menyebabkan ketahanan terhadap korosi dan deplesi molybdenum menyebabkan daerah yang berbatasan dengan batas butir, aktif terkorosi, namun pengaruh molybdenum lebih kecil dari kromium. Pada kasus lain yang terjadi pada baja tahan karat austenitic disebut proses KLA (Knife Line Attack). KLA adalah korosi intercrystalin yang terjadi pada tempat yang sempit dan pada daerah yang berbatasan. Peristiwa KLA terjadi pada baja tahan karat austenitic tipe 312 dan 347. Baja tahan karat ini telah distabilakn dengan menambahkan titanium dan niobium. KLA terjadi setelah benda kerja mengalami pemanasan dua kali. Mekanisme yang terjadi sebagai berikut: pemanasan I (T> 1230°C) pengelasan Karbida Ti dan Nb tidak terbentuk
Pendinginan cepat
Pemanasan II (T= 425-815°C) Karbida kromium terbentuk
Korosi Intercrystalin (KLA)
55
Gambar 4.6. Mekanisme korosi intercrystalin
Gambar 4.7. Pengaruh Kandungan C terhadap temperatur. Gambar 4.7 diatas memperlihatkan diagram yang disederhanakan untuk kelarutan karbon padat dalam paduan Fe, 18 Cr, 8 Ni (tipe 304). Apabila kandungan karbon kurang dari sekitar 0,03% fase-fase kesetimbangan mantap, tetapi untuk komposisi-komposisi dengan persentase lebih besar dari 0,83% fase-fase kesetimbangan yang mantap adalah dan suatu campuran karbida yang rumusnya adalah (FeCr) 23C6 dan disebut kromium karbida. Proporsi karbida yang diperoleh bergantung pada pendinginan: pendinginan cepat melalui pencelupan (quenching) ke air atau minyak, dari suhu lebih dari 1000°C, akan menekan pembentukan karbida. Jika bahan itu kemudian dipanaskan kembali, terutama dalam rentang 600-850°C, ada kemungkinan besar untuk terjadinya pengendapan karbida pada batas-batas butir. Bahan itu disebut mengalami pemekaan, dan berada pada kondisi rentan terhadap korosi (di bawah 600°C laju difusi kromium terlalu lambat untuk memungkinkan pengendapan karbida). Keberadaan kromium (>12%) dalam baja secara nyata memperbaiki ketahanannya terhadap korosi. Akan tetapi, pengendapan kromium karbida menyebabkan berkurangnya kromium dibawah 12% pada logam tepat di sekitar endapan sehingga tidak “antikarat” lagi. Dibanding butir-butir yang lain, bagian yang mengalami pengurangan kromium sangat anodik dan serangan hebat akan terjadi dibatas butir paling dekat jika logam bertemu dengan 56
elektrolit. Dalam kasus yang ekstrem butir-butir yang terserang bias lepas dari bahan, yang tentu saja bahan menjadi rapuh sekali. Masalah yang timbul akibat penggunaan bahan seperti diatas jelas sekali. Bahkan meskipun paduan tersebut dalam kondisi tidak peka karena proses pembuatannya terhindar dari karbida, bahaya akan selalu ada jika penggunaan atau penanganan selanjutnya melibatkan proses pemanasan yang mengembalikannya ke kondisi peka. Pengelasan baja nirkarat austenitic adalah salah satu contoh penyebab kegagalan-kegagalan serius di masa lampau. Karena masalah yang begitu serius maka sekarang orang telah mengembangkan paduan yang peluang untuk mengalami pengendapan di batas butir, jauh lebih kecil. Kendatipun demikian, masih ada laporan bahwa baja nirkarat tipe 304 tetap dikhususkan untuk penggunaan dalam pembangunan reactor-reaktor air mendidih, dibalik kesadaran tentang akibat peluruhan las. Istilah baja nirkarat (stabilized stainless steel) dipergunakan untuk paduan yang tidak rentan terhadap korosi intercrystalin. Kita dapat memantapkan baja nirkarat austenitic, seperti contoh: Fe, 18- Cr, 8- Ni, yang digunakan diatas, dengan menambahkan sedikit titanium atau niobium. Unsur-unsur ini akan lebih dahulu membentuk karbida dibanding kromium, sehingga akibatnya daerah batas butir tidak akan kehilangan kromium. Orang biasa menambahkan titanium atau niobium 5-10 kali lebih banyak dari karbon yang ada agar tidak ada kromium karbida yang terbentuk.
4.5.4. Pencegahan dan Pengendalian Pencegahan peluruhan las dimungkinkan bila pelatihan dan pengawasan terhadap pelaksanan pekerjaan pengelasan dilakukan dengan baik. Sebagai contoh, penting sekali agar bagian yang hendak di las tidak di seka “bersih” dengan lap berminyak karena ini dapat menyebabkan “pengambilan” karbon oleh logam ketika menjadi panas. Karena iru pada prinsipnya ada tiga cara mengurangi kerentanan logam seperti baja nirkarat 304 terhadap korosi: 1. Gunakan baja berkarbon rendah, yakni kurang dari 0,03% sehingga karbidakarbidanya tidak mantap. 2. Lakukan perlakuan panas pasca pengelasan utnuk melarutkan endapan atau pemutusan Cr23C6 dengan pemanasan disekitar daerah lemahnya dan pendinginan yang cepat pada proses selanjutnya. Metode ini hanya dapat dipakai menurut objek yang kecil. 3. Tambahkan titanium atau niobium yang lebih cepat membentuk karbida. 4. Penumbuhan pulau Ferrite dalam austenitic. Metode ini terdiri dari pengubahan kandungan ferrite dan austenitic secara berturut-turut. Jadi logam tersebut akan mengandung sejumlah ferrite dan struktur austenitic yang murni. Pada logam ferritic-austenitic, endapan karbida muncul di dalam pulau ferritnya tersebut dan menyebebkan sensitisasi. 4.5.5. Pengendalian a. Menggunakan baja tahan karat yang telah distabilkan. 57
b. Mengurangi keasaman dan kondisi oksidatif lingkungan. c. Penambahan inhibitor d. Penambahan hingga temperatur kritik Jika perlu, setelah dipanaskan sekitar 1120K dipakai untuk melarutkan Cr23C6 yang sama. Pada prinsipnya hal ini juga mengurangi efek sensitifitas dengan memperpanjang proses pemanasan diantara temperatur kritik untuk membiarkan terjadinya difusi Cr dari partikel logam dan mengurangi daerah penghilangan Cr berdekatan dengan batas butir. Namun kenyataannya melibatkan waktu yang sama. e. Mengurangi kadar karbon <0,03%. f. Melakukan solution annealing untuk melarutkan karbida kaya kromium yang disertai dengan pendingin cepat. 4.6. Korosi Selektif 4.6.1. Pengertian Korosi selektif adalah suatu bentuk seleksi yang terjadi karena pelarutan komponen tertentu dari paduan logam (alloynya). Pelarutan ini terjadi pada salah satu unsur pemadu atau komponen dari paduan logam yang lebih aktif yang menyebabkan sebagian besar dari pemadu tersebut hilang dari paduannya. Material yang tertinggal telah kehilangan sebagian besar kekuatan fisiknya (karena berpori-pori). Selektif leaching nama lain dari korosi selektif bisa terjadi dari sepasang paduan logam suatu fasa dan juga dua fasa, dalam paduan dua fasa, fasa yang kurang mulia akan meluruh terlebih dahulu. Bentuk fasa korosi ini juga disebut pemisahan atau dealloying. Pemadu yang biasanya terlarut dalam paduan logamnya adalah seng (Zn), aluminium (Al), kobalt (Co), nikel (Ni) dan krom (Cr). Beberapa contoh korosi selektif dari paduan logam Cu dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Contoh Korosi Selektif Bentuk Korosi Selektif Paduan Logam yang terlarut Dezincfikasi Cu-Zn Zn Dealuminasi Cu-Al Al Demanganisasi Cu-Mn Mn Denikelisasi Cu-Ni Ni Desilikonisasi Cu-Si Si Decuprifikasi Cu-Ag Cu Tembaga secara khusus ika dikombinasikan dengan unsure-unsur ini membentuk suatu bagian dari paduan logam yang sensitif terhadap leaching. Bentuk korosi ini biasanya dinamani sesuai dengan elemen-elemen yang meluruh, seperti ditulis pada tabel di atas. Pada paduan logam tembaga perak fenomena dealloying yang terjadi adalah peluruhan selektif tembaga yang disebut decuprifikasi. Pada paduan logam perak-emas, peluruhan selektif terjadi pada perak, meninggalkan emas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa korosi selektif terjadi akibat dari pengaruh galvanik antara unsur-unsur berlainan yang membentuk paduan (walaupun faktor-faktor lain seperti kandungan udara dan temperatur yang berbeda-beda juga sangat penting). Dari contoh
58
terlihat bahwa logam paduan yang memiliki Esel lebih rendah akan mengalami korosi karena berperan sebagai anoda dan yang lebih murni sebagai katoda. 4.6.2. Mekanisme Umum Pada dasarnya logam yang lebih mulia bertindak sebagai katoda dan paduan logam sebagai anoda, sehingga anoda yang terkorosi/terlarut. Seperti yang terlihat pada tabel 4.5 berikut. Tabel 4.5 Bentuk Korosi Selektif Bentuk Korosi Selektif Paduan Logam yang terlarut Dezincfikasi Cu-Zn Zn Dealuminasi Cu-Al Al Demanganisasi Cu-Mn Mn Denikelisasi Cu-Ni Ni Desilikonisasi Cu-Si Si Decuprifikasi Cu-Ag Cu Tetapi tidak hanya itu, sebenarnya kedua logam larut (misalnya tembaga-seng) baik seng maupun tembaga kedua-duanya larut, tetapi diikuti oleh pengendapan kembali tembaga atau logam paduan yang lebih aktif akan terlarut. Logam yang terlarut akan terlarut berdasarkan Esel (logam yang lebih mulia akan menjadi katodik dan lawannya Esel menjadi anodik akan mengalami korosi). Contoh: Dezincfikasi Dezincfikasi merupakan bentuk korosi selektif yang menyerang paduan logam yang terdiri dari Cu dan Zn (kuningan). Dezincfikasi terutama terjadi pada kuningan dengan kadar seng diatas 15-20%, pada lingkungan air yang mengandung ion Cl - seperti air payau dan air laut dan air yang mengandung O2. Sedangkan untuk kuningan dengan kadar seng kurang 5% biasanya tahan terhadap korosi ini. Produk dari proses Dezincfikasi menghasilkan kuningan yang berlubang, rapuh, memiliki kekuatan mekanis yang rendah dan warna kuningan berubah dari kuning ke merah.
Tipe atau bentuk serangan pada proses Dezincfikasi dibagi menjadi 2 bagian: 1. Tipe setempat (plug) Tipe korosi ini menyerang secara lokal sampai ke dalam kuningan membentuk lubang. korosi plug
kuningan
kuningan
Gambar 4.8 Korosi Setempat
59
Korosi tersebut terjadi pada kuningan yang menpunyai kadar seng rendah, kondisi lingkungan basa, netral atau sedikit asam. Air dapat merembes melalui lubang ini. Lubang ini bisa muncul jika diberi perlakuan mekanik seperti di tekuk. 2. Tipe lapisan (merata) Tipe korosi ini menyerang secara merata pada permukaan kuningan dan melarutkan seng pada seluruh permukaan kuningan dengan kadar seng tinggi dan kondisi lingkungan yang asam. korosi merata
Yellow Brass
Gambar 4.9 Korosi Merata Reaksi yang terjadi : di katoda: Cu2+ + 2e- Cu ½ O2 + H2O + 2e 2OHTerdapat oksigen terlarut (dalam air) di anoda: Cu Cu2+ + 2eZn Zn2+ + 2eAtau air yang mengandung ClAda 2 kemungkinan yang terjadi: 1. Unsur paduan yang lebih aktif (seng) terlarutkan secara selektif meninggalkan struktur tembaga yang berpori dan lemah. 2. Seng dan tembaga larut, diikuti pengendapan kembali tembaga. Reaksi: di anoda:
di katoda:
Zn Zn2+ +2eCu + 2Cl- CuCl- + eCuCl2- Cu2+ +2Cl- + eCu Cu2+ + 2e-
4.6.3. Pengendalian 1. Mengurangi keagresifan lingkungan misalnya dengan mengurangi kandungan oksigen terlarut (deaerasi). 2. Menggunakan paduan yang lebih tahan, misalnya dengan kuningan merah (15% Zn). 3. Penambahan 1% Sn pada kuningan 30-70 4. Penambahan inhibitor (fosfor, animon, arsen) 5. Proteksi katodik 6. Menggunakan kuningan yang mengandung zat aditif seperti kuningan admiral yang terdiri dari 70% Cu, ZgZn, 1% Sn, 0,02-0,06% Ar). 60
4.7. Korosi Erosi 4.7.1. Pengertian Korosi erosi adalah korosi yang terjadi apabila permukaan logam terserang akibat gerak relative antara elektrolit dan permukaan logam atau dengan kata lain korosi ini terutama disebabkan oleh efek-efek mekanik, misalnya: pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang sangat rentan tanerhadap korosi erosi umumnya adalah logam-logam lunak seperti: tembaga, kuningan, aluminium murni, dan timbale. Tetapi tidak menutup kemungkinan logam-logam lain juga dapat terkena erosi deng kondisi-kondisi aliran tertentu. 4.7.2. Penyebab Terjadinya Korosi Erosi Faktor utama yang menyebabkan suatu logam terkena korosi erosi adalah adanya zat yang bersifat korosif dalam fasa liquid yang mengalir melintasi permukaan logam sehingga terjadi gesekan antara larutan korosif (elektrolit) tersebut dengan permukaan logamnya. Potensi terjadinya akan meningkat terutama bila fluida mengalir dengan aliran yang turbulen. Di dalam aliran yang turbulen, gelembung udara akan semakin banyak dan bertekanan, sehingga serangan yang berupa benturan dan gesekan semakin kuat menyerang permukaan logam. Benturan-benturan tersebut akan semakin kuat bila didukung oleh bentuk geometri sistem yang sangat berperan dalam menentukan apakah serangan akan terjadi atau tidak. Selain itu, kondisi di bawah ini juga dapat memperkuat benturan terhadap logam, terutama bila alirannya turbulen, kondisi tersebut antara lain: a. Perubahan drastic pada diameter pipa (perbesaran dan pengecilan tiba-tiba). b. Penyekat pada sambungan yang jelek pemasangannya sehingga menyebabkan tidak lancarnya aliran fluida di permukaan logam yang sebetulnya halus. c. Adanya celah yang memungkinkan fliuda mengalir di luar aliran utama. Laju korosi erosi yang terjadi pada kondisi aliran laminar memang tidak sebesar laju korosi erosi yang timbul bila aliran turbulen. Suatu fluida dikatakan mengalir dengan pola aliran laminar, jika fluida tersebut selama mengalir membentuk beberapa lapisan sejajar yang masing-masing bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Lapisan yang mengalir paling lambat adalah lapisan paling dekat dengan permukaan logam tempat gaya-gaya gesekan dan tumbukan-tumbukan molekul dengan bagian permukaan yang tidak beraturan terjadi. Dan kecepatan lapisan itu meningkat hingga maksimum pada pusat aliran. Kondisi aliran laminar menjadi sangat korosif terutama bila dalam fluida terdapat partikel-partikel padat tersuspensi. Meskipun demikian tidak selamanya aliran turbulen merugikan daripada aliran laminar, ada kalanya aliran laminar justru lebih merugikan. Sehingga efek laju aliran terhadap laju korosi erosi tidak dapat diramalkan. Berikut ini adalah contoh kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya korosi erosi pada beberapa logam. Tabel 4.6 Kondisi Penyebab Korosi Erosi Komponen Paduan Kondisi Lingkungan Brass Kondenser Tubes Air laut, air pendingin yang terpolusi Aluminium Heat Transfer Air sungai yang tersaring mengandung silica dan karbonat terlarut Carbon Steel Pipe Steam yang berlebih dari turbin yang mengandung campuran uap dan cair 61
Carbon Steel Petroleum Refinery Equipment Carbon Steel Pipe and Storage Tank Cast austenitic Stainless Steel Pump Parts
Aliran cairan dan uap proses yang mengandung H2S Sulfuric acid, 65-100% > 0,9 m/s Gelembung hydrogen diakibatkan oleh korosi dalam Sulfuric Acid Proses aliran asam menurunkan kondisi
4.7.3. Mekanisme Pembentukan Korosi Erosi Proses terjadinya korosi erosi secara umum adalah melalui beberapa tahap berikut ini: 1. Pada tahap pertama terjadi serangan oleh gelembung udara yang menempel di permukaan lapisan pelindung logam, karena adanya aliran turbulen yang melintas di atas permukaan logam tersebut. 2. Pada tahap kedua gelembung udara tersebut mengikis dan merusak lapisan pelindung. 3. Tahap ketiga, pada tahap ini laju korosi semakin meningkat, karena lapisan pelindung telah hilang. Logam yang berada di bawah lapisan pelindung mulai terkorosi, sehingga membentuk cekungan, kemudian terjadi pembentukan kembali lapisan pelindung dan logam menjadi tidak rata. Bila aliran terus mengalir, maka akan terjadi serangan kembali oleh gelembung udara yang terbawa oleh aliran. Serangan ini akan mengikis dan merusak lapisan pelindung yang baru saja terbentuk. Rusaknya lapisan pelindung ini mengakibatkan serangan lebih lanjut pada logam yang lebih dalam, mengakibatkan cekungan menjadi lebih dalam dan permukaan semakin tidak merata. Begitu seterusnya untuk serangan berikutnya.
Gambar 4.10 Tahap terjadinya proses korosi erosi Korosi erosi ini mudah dikenali karena dapat menciptakan efek-efek berupa cerukan yang mengikuti pola alirannya atau lubang-lubang bundar. Efek-efek khas yang dihasilkan oleh korosi erosi ini terjadi akibat ketergantungan laju erosi terhadap waktu, dimana laju erosi juga dipengaruhi juga oleh tekstur permukaan logam. Pada permukaan yang lembut, laju erosi lambat, tetapi akan menjadi cepat apabila kekasaran permukaan telah mencapai kedalaman tertentu, selapis air akan menempel ke permukaan atau terperangkap di dalam ceruk-ceruk
62
dan ini mengurangi efek korosi yang ditimbulkan oleh aliran selanjutnya. Sebagai akibatnya, jika dilakukan pengamatan laju erosi akan menurun setelah laju maksimum tercapai. Bentuk-bentuk kerusakan akibat korosi erosi: - Grooves and gullies - Teardrops - Horseshoe Berikut ini adalah contoh bentuk-bentuk tersebut:
Gambar 4.11 Tabung kondensasi kuningan yang telah terkorosi erosi dengan kerusakan yang terbentuk horseshoe pits akibat upstream undercutting dalam air garam.
Gambar 4.12 Korosi erosi pada tabung condenser kuningan yang membentuk lubanglubang teardrops akibat downstream undercutting
63
Gambar 4.13 Grooving dalam pila baja karbon yang mengandung asam sulfat 4.7.5. Pengendalian Korosi Erosi Pengendalian korosi erosi dapat dilakukan antara lain: a. mengurangi kecepatan aliran fluida untuk mengurangi turbulensi dan tumbukan berlebihan b. menggunakan komponen yang halus dan rapi pengerjaannya, sehingga tempat pembentukan gelembung menjadi sesedikit mungkin c. penambahan inhibitor atau pasivator d. menggunakan paduan logam yang lebih tahan korosi dan tahan erosi e. proteksi katodik 4.8. KOROSI RETAK TEGANG 4.8.1. Korosi Retak Tegang Korosi retak tegang atau lebih dikenal dengan sebutan stress corrosion cracking (SCC) merupakan istilah yang diberikanuntuk peretakan intergranuler atau transgranuler pada logam akibat kegiatan gabungan antara tegangan tarik static dan lingkungan yang khusus. Lingkungan khusus yaitu lingkungan yang berpotensi mengakibatkan terjadinya korosi pada logam. Lingkungan yang menyebabkan SCC biasanya spesifik untuk suatu paduan dan tidak menyebabkan SCC pada paduan yang lain. Contoh larutan klorida aqueous yang panas menyebabkan SCC pada baja tahan karat tetapi tidak terjadi pada baja karbon, aluminium, dan paduan-paduan nir-besi lainnya. Tegangan static dapat terjadi karena alat tersebut sedang mengalami operasional sehingga membutuhkan operasional yang besar, yang akan mengakibatkan alat tersebut mengeluarkan tegangan dalam. Selain itu tegangan sudah dimiliki oleh komponen itu sendiri sejak tahapan fabrikasi atau instalasi. Ciri-ciri utama yang dapat menyebabkan terjadinya SCC antara lain: 1. Antara tegangan tarik dan pengaruh lingkungan harus ada. Jika salah satu tidak terpenuhi maka SCC tidak akan terjadi. 2. SCC jarang atau tidak pernah terjadi pada logam murni dengan kekecualian logam Cu dalam larutan garam tembaga, tapi terjadi pada sistem dua atau multikomponen (alloy) dimana kemugnkinan besar terjadi korosi lokal dalam micro-cell galvanik.
64
3. Meskipun peretakan yang disebabkan oleh unsur kimia di lingkungannya hanya sedikit dan konsentrasinya tidak terlalu besar, tetapi jika logam tersebut tidak tahan terhadap kondisi lingkungannya pasti peretakan akan terjadi. 4. Jika tegangan tidak ada, paduan/logam tidak akan retak meski ditempatkan di lingkungan yang korosi. 5. Kerentanan paduan terhadap SCC dalam lingkungan spesifik meningkat dengan meningkatnya tegangan. 6. SCC tidak bisa diperkirakan terjadi walaupun telah dipilih bahan yang tahan korosi karena adanya akumulasi ion agresif secara setempat pada permukaan paduan. Beberapa contoh korosi retak-tegang sebagai berikut: Perapuhan akustik pelat ketel dari baja lunak bersambungan paku keeling yang disebabkan oleh endapan kaustik yang terkumpul di bawah kepala paku keeling yang menghasilkan lingkunagn dengan pH 11-12 ditambah dengan adanya tegangan sisa di sekitar lubang bor. Peretakan pada sambungan ke tabung udara pada tekanan tinggi yang terbuat dari kuningan 70/30 yang disebabkan oleh uap amoniak yang melayang-layang di udara. Baja lunak yang retak di lingkungan nitrat dan kaustik. Paduan aluminium dan magnesium karena berada di udara yang lembab. Baja tahan karat rusak di lingkungan yang mengandung klorida yang teraerasi ditambah tegangan yang terbentuk akibat pengeboran. Paduan Titanium retak di lingkungan yang mengandung metanol. Reaktor air bertekanan menyebabkan bahan yang sama retak bila dipakai sebagai pipa pengisi asam borat dan pengisi bahan bakar. Di industri minyak, pipa-pipa yang dalam dan bertekanan tinggi yang memerlukan penggunaan baja berkekuatan tinggi rentan terhadap SCC khususnya bila disertai kehadiran hydrogen sulfide. Pipa baja tahan karat yang disimpan dekat laut sambil menunggu penggunaan dalam proyek konstruksi di Timur Tengah mengalami SCC yang diakibatkan oleh menumpuknya lapisan garam yang disebabkan oleh temperatur siang hari yang tinggi dan temperatur malam hari yang rendah ditambah lingkunagn udara yang mengandung garam. 4.8.2. Mekanisme Mekanisme terjadinya SCC dibentuk oleh dua fase. a. Fase Pemicuan (Fase ketika pembangkit tegangan terbentuk) Di dalam suatu logam pasti ada daerah anodik dan katodik. Untuk membuat reaksi korosi berjalan lambat maka banyak orang yang melakukan pasivasi terhadap logam tersebut. Dimana pasivasi merupakan suatu proses pembentukan selaput pasif untuk memperlambat laju korosi dan melindungi logam dari proses korosi. Dalam tahap pertama ini, terjadi serangan lokal (karena pengaruh dari tegangan dalam logam itu sendiri, misalnya ketika operasional, instalasi, atau fabrikasi yang ememrlukan energy besar sehingga mengeluarkan tegangan dalm logam itu) terhadap bagian65
bagian yang sangat lokal pada permukaan anoda, yang akibatnya timbul ceruk atau lunbang paa lapisan pasif tersebut. Pembentukan lubang atau ceruk merupakan pemicu terjadinya SCC. Lubang itu terbentuk karena adanya tegangan tarik dalam logam sehingga terjadi deformasi plastik, yaitu ikatan-ikatan pada struktur kristalnya putus sehingga bentuk bahan berubah secara permanen. Mekanisme ini dianggap sebagai mekanisme pembentukan serta gerak cacat, biasanya merupakan dislokasi paling sederhana pada stuktur kristal. Gerakan dislokasi akan terhenti apabila dislokasi telah mencapai permukaan logam atau batas butir. “Penumpukan” dislokasi pada batas-batas butir menyebabkan polarisasi anodik pada daerah-daerah ini karena meningkatnya ketidakteraturan dalam struktur kristal. Ini tidak berpengaruh terhadap fase pemicuan jika terjadi di sebelah dalam bahan, tetapi paling berperan pada tahapan penjalaran. Pada permukaan yang seharusnya halus kini terbentuk cacat-cacat lokal yang disebut tahapan sesar (slip step) dan merupaka bagian pada bahan yang paling rentan terhadap serangan korosi. b. Fase penjalaran Fase penjalaran (propagation phase) yaitu penjalaran retak yang akhirnya menyebabkan kegagalan. Mekanisme penjalaran retak yang paling umum diterapkan dalam peretakan peka lingkungan ada tiga, yaitu: 1) Mekanisme melalui lintasan akif yang sudah ada sejak semula Mekanisme ini pada dasarnya sama seperti pada korosi intergranuler. Dalam mekanisme ini, penjalaran cenderung terjadi di sepanjang batas butir yang aktif. Batas-batas butir mungkin terpolarisasi anodik akibat berbagai alasan metalurgi, seperti segregasi atau denudasi unsur-unsur pembentuk paduan. Kemungkinan besar bahwa penumpukan dislokasi dapat menghasilkan efek yang sama, walau kemungkinan dislokasi berkurang bila SCC terjadi pada tingkat tegangan rendah, karena peran tegangan tarik di situ mungkin sekedar membuat retakan tapi terbuka sehingga elektrolit dapat masuk ke bagian ujungnya. Kebanyakan sistem paduan yang memiliki endapan batas butir biasanya mengalami kegagalan akibat peretakan intergranuler. Adanya lintasan aktif dalam baja lunak tidak tegang telah dibuktikan melalui kehancurannya dalam larutan nitrat mendidih ketika arus anodik dialirkan. Bukti serupa yang menegaskan hubungan struktur metalurgi dalam batas butir dengan kecenderungan retak telah diperoleh untuk paduan-paduan aluminium/tembaga dan aluminium /magnesium melalui perlakuan-perlakuan panas yang tepat. 2) Mekanisme memalui lintasan aktif akibat regangan Salah satu cirri daipada SCC ini adalah bahwa jika hanya tegangan yang tidak ada, paduan biasanya tidak reaktif terhadap lingkungan penyebab peretakan, karena adanya selaput pelindung permukaan (selaput pasif). Jika selaput pasif terserang oleh adanya pengaruh tegangan dalam logam itu, maka akan terjadi penguraian anodik pada permukaan anodik lapisan pasif dan akibatnya penjalaran retakan akan terjadi dan laju pertumbuhan di ujung retakan tempat penguraian katodik berlangsung paling besar dibanding dengan bagian sisi retakan yang telah terpasivasi karena telah lebih lama berhubungan dengan lingkungan. Jika serangan 66
lokal pada selaput pasif terus terjadi maka sangat memungkinkan pecahnya selaput pasif tersebut karena mengalami regangan, yang kemudian diikuti oleh penguraian logam di bagian yang pecah. Laju peretakan disini ditentukan oleh tiga criteria: Laju pecahnya selaput yang ditentukan oleh laju regangan yang dialami. Laju penggantian dan pembuangan larutan di ujung retakan. Proses ini dikendalikan oleh difusi, juga ditentukan oleh kemudahan masuknya unsuunsur agresif ke bagian ujung retakan. Laju pemasifan. Ini merupakan persyaratan vital, karena jika pemasifan berjalan lambat, maka penguraian logam berlebihan dapat terjadi baik diujung maupun di sisi-sisi retakan, sehingga dikhawatirkan retakan semakin melebar dan ujungya tumpul, dan akibatnya petumbuhan retak tertahan. Jadi, pada paduan pemasifan yang buruk, korosi yang diharapkan terjadi adalah korosi biasa, bukan peretakan. Kebalikannya, pemasifan yang sangat cepat akan menyebabkan laju penjalaran yang lambat; karena pemasifan kembali yang sedanglah yang paling besar daya rusaknya. 3) Mekanisme menyangkut absorpsi Mekanisme ini mengandung arti bahwa unsur-unsur aktif dalam elektrolit menurunkan integritas mekanik bagian ujung retakan sehingga memudahkan putusnya ikatan-ikatan pada tingkat energy jauh lebih rendah dari semestinya. Dalam salah satu mekanisme jenis ini, ion-ion agresif yang spesifik untuk setiap kasus diperkirakan mengurangi ikatan antara atom-atom logam di ujung retakan akibat proses adsorpsi dan hal ini menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan antara logam dan unsure-unsur agresif tadi. Energi yang digunakan untuk mengikat agresor-agresor dengan atomatom logam mengurangi energy ikatan logam dengan logam sehingga pemisahan secara mekanik lebih mudah terjadi. Bukan tidak mungkin bahwa ion spesifik itu (yang dalam keadaan normal tidak reaktif terhadap logam) menjadi lebih reaktif karena meningkatnya energy termodinamik di antara ikatan logam-logam akibat tegangan tarik. Mekanisme mengenai adsorpsi yang kedua didasarkan pada pembentukan atom-atom hydrogen akibat reduksi ion-ion hydrogen dalam retakan. Atom-atom hydrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam, dan ini diperkirakan menyebabkan pelemahan, atau perapuhan ikatan logam-logam yang terletak di bawah permukaan pada ujung retakan. 4.8.2. Metode Pencegahan Korosi Retak Tegang Pencegahan SCC umumnya dibutuhkan untuk menghilangkan satu dari tiga factor penyebabnya, diantaranya yaitu: 1. Pembentukan kembali logam dapat menghilangkan ketegangan/keregangan logam dalam bagian yang kritik. 2. Shootpeening dapat mengubah permukaan logam menjadi permukaan yang punya keregangan/ketegangan yang kompresif. 3. Pengontrolan lingkungan, misalnya saja mengurangi pemakaian bahan yang mengandung oksigen. 67
4. Memindahkan ion spesies yang kritik. 5. Menggunakan inhibitor. 6. Mengubah proporsi elemen campuran logam dari suatu sistem campuran logam yang dapat mengakibatkan ketahanan terhadap SCC. 7. Memilih campuran logam yang lebih resisten terhadap lingkungan korosif. 8. Perlakuan panas pada logam.
BAB V KOROSI LINGKUNGAN
68
Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mahasiswa mempelajari bab ini diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan teknik pengendaliannya terhadap korosi logam akibat lingkungan Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari ini diharapkan mahasiswa mampu 1) menjelaskan prinsip korosi atmosfer 2) menuliskan reaksi elektrodik korosi adi atmosfer 3) menjelaskan penyebab korosi logam di atmosfer 4) menjelaskan teknik pengendalian yang sesuai untuk korosi logam di atmosfer 5) menjelaskan penyebab korosi logam di lingkungan tanah 6) menjelaskan prinsip pengendalikan korosi logam yang terkubur dalam tanah 7) menjelaskan korosi logam akibat mikroba 8) menuliskan reaksi elektrodik korosi akibat mikroba 9) menjelaskan prinsip pengendalian korosi akibat mikroba 10) menyelaskan korosi di lingkungan air laut 11) menjelaskan faktor penyebab korosi logam di lingkungan air laut 12) menjelaskan prinsip pengendalian korosi logam di lingkungan air laut 13) menjelaskan prinsip korosi temperatur tinggi 14) menuliskan atau menggambarkan mekanisme korosi suhu tinggi 15) menjelaskan prinsip pengendalian korosi suhu tinggi 5.1 Korosi Atmosfer 5.1.1 Pengertian dan Mekanisme Reaksi Korosi logam di atmosfer terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda padat khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara terbuka. Mekanisme terjadinya korosi logam di atmosfer : Elektron mengalir dari daerah anodic ke katodik Reaksi anodic Fe Fe++ + 2e(Reaksi Oksidasi) Air banyak terdapat ion hidroksil bermuatan negatif H2O (OH)- + H + atau 4e-+ O 2+ 2H2O 4(OH)H+ + 2e H2 (Reaksi Reduksi) Dalam air terjadi reaksi ion besi dengan ion hidroksil Fe++ + 2(OH) Fe(OH)2 (Fero Hidroksida) 4Fe + 6H2O +3O2 4Fe(OH)3 2Fe(OH)3 Fe2O3 + 3H2O (I) Feri Oksida +3 Fe(OH)2 + 2Fe + 2H2O Fe3O4+ 6H+ (II) Magnetik Fe(OH)2 + (OH) FeO(OH) + H2O
5.1.2
Penyebab Korosi Atmosfer 69
Faktor yang menentukan tingkat korosi di atmosfer, antara lain adalah sebagai berikut. : Jumlah zat pencemar di udara (debu, gas), butir-butir arang, oksida metal. Bahan pencemar ini dapat merusak logam karena partikel ini bergerak di udara sehingga dapat mengenai logam dan dapat menyebabkan logam tergores dan luka sehingga dapat terjadi kontak dengan udara luar H2SO4, NaCl, (NH4)2SO4. bahan kimia ini bersifat sangat korosi dan dapat menyebabkan logam akan mengalami korosi dengan cepat lebih-lebih pada kondisi udara sangat lembab Suhu akan mempengaruhi reaksi korosi logam, sebab pada kondisi tertentu suhu lingkungan tidak stabil dan dipengaruhi oleh cuaca atau kondisi lingkungan sehingga perubahan suhu ini akan mempengaruhi proses korosi logam Kelembaban kritis artinya tingkat kelembaban tertentu akan berpengaruh terhadap korosi logam misalnya logam besi sudah melai terkorosi pada kelembaban relatif 6)%, sedangkan logam nikel korosi terjadi setelah tingkat kelembaban mencapai 80% Arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi laju korosi, arah angin yang semaakin cepat akan mempercepat laju korosi Radiasi matahari, jumlah radiasi matahaei ke bumi sangat mempengaruhi korosi logam Jumlah curah hujan yang banyak akan mempercepat laju korosi lgam karena dengan jumlah curah hujan menyebabkan kelembaban naik dan banyak uap air yang mengenbun di permukaan logam yang akan mempercepat kerusakan coating atau lapisan pelindung. Berikut adalah suatu contoh logam yang mengalami korosi di atmosfer.
Gambar 5.1 Korosi Logam di atmosfer Korosi titik embun ini diesebabkan oleh factor kelembaban yang menyebabkan titik embun (dew point) atau kondensasi. Tanpa adanya unsure kelembaban relative, segala macam kontaminan (zat pencemar) tidak akan atau sedikit sekali menyebabkan pengkaratan. Titik embun ini sangat korosif terutama di daerah dekat pantai dimana banyak partikel air asin yang terhembus dan mengenai permukaan metal, atau di daerah kawasan industry yang kaya dengan zat pencemar udara. Saat jarang jatuh hujan, maka zat pencemar di permukaan metal tidak terganggu, sehingga sewaktu terjadi kondensasi di permukaan dengan factor cuaca yang relative dingin dan factor kelembaban relative cukup tinggi ( di atas 80%), maka air embun tersebut tercampur dengan zat pencemar yang ada menjadi larutan elektrolit yang sangat baik, sehingga mempercepat proses pengkaratan atmosfer. Tingkat pengkaratan akan sangat ganas apabila di 70
sampingkeberadaan zat penyebab korosi (corrodent) yang tinggi, kelembaban yang tinggi juga suhu yang bersifat cyclic (baik turun secara teratur). Salah satu reaksi pembentukan asam yang diperkirakan oleh kandungan SO 2 di dalam gas bekas adalah sebagai berikut 2H2O + 2SO2 + O 2 2H2SO4 (Asam Belerang) Dengan suhu yang relatif hangat dan terlarut di dalam embun yang cukup banyak maka akan tercipta larutan asam belerang yang sangat reaktif dan korosif. Contoh, pada puncak cerobong suhu udara cukup rendah sehingga berada di bawah suhu kondensasi (titik embun). Karenanya di daerah tersebut terjadi kondensasi dari gas bekas yang banyak mengandung uap air, panas akibat pembakaran di puncak cerobong telah mendingin karena diserap oleh metal dinding cerobong yang bersuhu lebih rendah sepanjang cerobong, akibatnya terjadilah karat titik embun di daerah tersebut, yang sanggup melubangi didinding cerobong (perforasi). Karena di dalam gas bekas (Flue gas) banyak mengandung CO, CO2, COx dan SO2, yang memiliki butir-butir kondensat yang tercemar dan bersifat asam Lingkungan udara atau komposisi udara juga mempengaruhi sifat korodivitas lingkungan sehingga akan mempengaruhi laju korosi logam. Berikut adalah suatu contoh sifat lingkungan Rural ; daerah tidak begitu korosif karena hanya mengandung sedikit polutan dan lebih banyak dipengaruhi embun, oksigen, dan CO2 Urban: bahan korosif daerah ini adalah SOx dan NOx yang berasal dari emisi kendaraan bermotor dan sedikit aktivitas industri Industri: berkaitan dengan polutan dari aktivitas industri seperti SO2, klorida, fospat, dan nitrat Pantai /laut merupakan daerah paling korosif karena atmosfernya mengandung partikel klorida yang bersifat agresif dan mempercepat laju korosi logam
5.1.3 Pengendalian Korosi Logam di Atmosfer Pengendalian korosi logam di atmosferik prinsipnya ada 2 metoda yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan korosi atmosferik, yaitu coating dan pemilihan material yang sesuai, atau gabungan keduanya. Dari hasil penentuan karakteristik atmosfer dan pengukuran laju korosi di tempat peralatan industri minyak bumi berada atau akan dibangun, dapat ditentukan jenis material dan coating yang sesuai untuk membangun konstruksi peralatan yang tahan terhadap korosi atmosferik. Penentuan ini tentunya juga mempertimbangkan faktor biaya dan keekonomian. Dari hasil analisis, seringkali terjadi penggunaan logam yang tidak terlalu tahan korosi atmosfer (misalnya baja karbon) namun dilindungi sistem coating lebih ekonomis daripada baja paduan yang tahan korosi namun tidak dilindungi sistem coating. Berikut merupakan contoh pengendalian korosi dengan coating
71
Gambar 5.2 Pengendalian Korosi Menggunakan Coating Pengendalian Korosi Alat Elektronik Usaha yang dapat ditempuh dalam upaya pengendalian korosi peralatan elektronik, antara lain adalah : (1) Menyimpan bahan korosif sebaik mungkin sehingga terjadinya kebocoran, penguapan serta pelepasan ke lingkungan dapat dihindari. Pengecekan bejana penyimpan bahan kimia korosif yang mudah menguap perlu dilakukan secara periodik, sehingga adanya kebocoran bahan tersebut segera dikenali dan dapat diambil tindakan sedini mungkin untukmenghindari efek yang lebih luas. Melakukan pemeliharaan rumah tangga perusahaan secara baik termasuk ketertiban dan kebersihan dalam perusahaan. (2) Pengoperasian alat dehumidifier untuk mengurangi kelembaban udara dalam ruangan yang di dalamnya menyimpan peralatan elektronik mahal dan rentan terhadap serangankorosi. Peralatan elektronik yang rawan terhadap pengaruh korosi perlu disimpan diruang tertutup, jauh dari kemungkinan pencemaran udara akibat terlepasnya bahan-bahankorosif ke lingkungan. (3) Menutup alat sewaktu tidak dipergunakan untuk menghindari masuknya debu-debu kedalam alat. Perlu diketahui bahwa debu dapat tertempeli polutan korosif yang apabila terbangterbawa udara dapat masuk ke dalam alat dan menempelkan dirinya ke permukaankomponen-komponen elektronik di dalam alat tersebut. 5.2 Korosi Logam dalam Tanah Korosi logam dalam tanah adalah korosi logam yang terjadi di lingkungan tanah atau logam terkubur dalam tanah, misalnya pipa distribusi gas dan air min serat minyak bumi.
5.2.1 Penyebab Korosi Logam di lingkungan Tanah Korosi logam atau sistem perpipaan yang terkubur dalam tanah dapat mengalami korosi akibat 72
kandungan oksigen yang terlarut di dalam tanah. Jumlah kandungan oksigen semakin meningkat akan menyebabkan kenaikan laju korosi. Umumnya, tanah yang dekat dengan permukaan kandungan oksigennya lebih banyak pH tanah juga mempengaruhi korosi logam yang terkubur dalam tanah sebab pH tanah yang rendah akan bersifat korsif dan mempercepat laju korosi logam baja aktivitas bakteri dalam tanah mempengaruhi laju korosi logam karena bakteri hidup berkelompok dan menempel pada pipa membentuk flok sehingga merusak coating dan menyebabkan korosi pada logam. resistivitas tanah juga mempengaruhi laju korosi logam karena resistivitas tanah di pengaruhi oleh kandungan mineral yang terkandung dalam tanah. Kandungan mineral ini yang akan mempengaruhi terhadap proses korosi logam Berikut merupakan contoh jenis tanah dan sifat korosivitasnya No Resistivitas tanah (Ohm-Cm) Sifat tanah 1 < 700 Sangat korosif 2 700-2000 Korosif 3 2000-5000 Agak korosif 4 > 5000 Sedikit korosif Hubungan resistivitas dengan jenis tanah adalah sebagai berikut Resistivitas(Ohm Cm) Jenis tanah 300 – 1000 tanah lempung 1000-10 000 tanah pasir 10000-40000 pasir 40000-70000 kerikil Konsentrasi ion agresif dan komposisi senyawa dalam tanah akan mempengaruhi sifat tanah sehingga mempengaruhi laju korosi logam .Korosivitas tanah bergantung pada kandungan mineral dalam tanah dan ion-ion yang ada di dalamnya. Pupuk yang tersebar di ladang atau sawah atau garam anti pembekuan yang disebar di jalan akan mempengaruhi korosivitas lingkungan. Sebagai contoh kasus . 1) Sejalur pipa baja nirkarat yang ngangkut uap air tertanam dalam tanah dan di suatu tempat bersilangan dengan jalan raya. Pengerjaan pemasangan pipa tidak mengecewakan, kecuali di bagian tepat di bawah kedua tepian jalan. Di sini, garam anti pembekuan yang disebar di badan jalan selama musim dingin telah meresap ke dlam tanah dan menimbulkan peretakan korosi tegangan oleh klorida pada pipa yang panas selama dua tahun. 2) Jalur pipa dalam tanah terbungkus produk korosi yang memasifkan logam sehingga laju korosi lambat 3) Pipa lama diganti pipa baru, maka pipa baru akan bersifat anodik terhadap pipa lama. Pada pipa baru akan terjadi korosi sumuran pada bagian cat yang lecet atau rusak akibat gesekan 5.2.2. Pengendalian Korosi Logam dalam Tanah Korosi logam dalam tanah dapat dikendalikan melalui beberapa metode antara lain adalah 73
• •
Menghilangkan oksigen terlarut dalam air tanah dengan oksigen scavanger (hidrazin /sulfit) Menambahkan inhibitor alkalis sebagai inhibitor katodik (NaOH atau Na2CO3)
•
Menambahkan inhibitor anodik kromat /bikromat
•
Menambahkan natrium fosfat
•
Menghilangkan ion agresif dgn menambahkan CaO (kapur tohor)
•
Metode proteksi katodik yang umumnya digunakan pada sistem perpipaan yang terkubur dalam tanah . Metde proteksi katodik umumnya digunakan sebagai proteksi pipa bersama dengan coating agar usi proteksi lebih lama.
5.2.3 Pipa Bawah Tanah di Industri Minyak dan Gas Bumi Dalam suatu contoh kasus dari perusahaan Korea Gas Corporation (KOGAS) menggunakan pipa-pipa gas yang dilapis dengan polyethylene (APL 5L X-65). Selama instalasi, pipa dilas setiap 12 meter dan diproteksi dengan impressed current (IC) proteksi katodik dengan potensial proteksi –850 mV (vs saturated Cu/CuSO4). Kemudian beberapa tahun dicek kondisi lapis lindung maupun korosi aktif menggunakan pengujian potensial gardien 5. Hasilnya berupa letak-letak coating defect di sepanjang pipa. Kegagalan selanjutnya yaitu adanya disbonded coating area di permukaan pipa yang disebabkan adanya arus proteksi katodik yang berlebihan terekspos. Coating defect dan daerah disbonded coating sangat baik untuk perkembangan mikroba anaerob. Pada disbonded coating area terjadi korosi local (pitting), lubang pit berbentuk hemisspherikal dalam tiap-tiap kelompok. Kedalaman pit 5-7 mm (0,22 – 0,47 mm/year) 4, bentuk pit ini mengindikasikan karakter bakteri reduksi sulfat . 5.3. Korosi Logam akibat Mikroba 5.3.1.Pendahuluan Korosi adalah kerusakan material akibat interaksi dengan lingkungan, antara lain sebagai akibat aktivitas bakteri. Jenis-jenis bakteri yang korosif antara lain: desulfovibrio desulfuricans, desulhotoculum, desulfovibrio vulgaris, D.salexigens, D. africanus,D. giges, D. baculatus, D. sapovorans, D. baarsii, D. thermophilus, Pseudomonas, Flavobacteriu, Alcaligenes, Sphaerotilus, Gallionella, Thiobacillus. Salah satu bakteri yang paling sering menimbulkan korosi adalah bakteri pereduksi sulfat (SRB = Sulfate Reducing bacteria).SRB menyebabkan korosi karena dapat mereduksi ion SO42- menjadi ion S2- yang selanjutnya akan bereaksi denga ion Fe2+ membentuk FeS sebagai produk korosi. Korosi oleh SRB banyak terjadi pada dasar tangki penampung minyak bejana proses maupun system perpipaan.Proses korosi oleh bakteri biasanya dimulai oleh kolonisasi bakteri pada lengkungan – lengkungan pipa atau alat dan di daerah-daerah lain yang alirannya lambat karena organism lain yang masuk ke dalam pipa dan membentuk endapan. Lama kelamaan endapan ini menjadi deposit yang keras sehingga menjadi tempat yang ideal untuk pertumbuhan bakteri SRB yang anaerob. Hal serupa akan terjadi pada dasar tangki proses maupun pada tangki penampungan. Bentuk kerusakan yang disebabkan oleh SRB pada umumnya korosi dibawah pengendapan (under Deposit Corrosion). 74
Karena serangan mikroba terjadi di lingkungan industry yang sangat penting, maka perlu dipikirkan penanggulangannya. Metode penanggulangan yang mungkin adalah : proteksi katodik, penggunaan inhibitor, desinfektan (bioside), pengecatan dengan antifouling. Penanggulangan yang disebutkan akan dibahas pada bab yang lain dalan diktat ini.
5.3.2 Korosi oleh Bakteri Pereduksi Sulfat Dalam beberapa kasus korosi ditemukan adanya pengaruh bakteri tertentu terhadap proses korosi. Korosi yang disebabkan oleh aktivitas metabolism dari mikroorganisme disebut microbiological corrosion. Jastrzobski menggolongkan beberapa mikroorganisme yang penting dan banyak berperan pada peristiwa korosi Yaitu: Bakteri pereduksi sulfat Bakteri Sulfur Bakteri besi dan mangan Mikroorganisme yang dapat membentuk film mikrobiologis. Spesies terpenting dari SRB adalah desulfovibrio desulfuricans. Bakteri ini dapat menimbulkan korosi anaerobic pada besi dan baja Desulfovibrio desulfuricans adalah bakteri pereduksi sulfat obligat anaerob (masih bisa hidup dengan sedikit O 2 asal nutrient cukup tersedia).Jadi bakteri pereduksi sulfat bukan strict anaerob ( tidak bisa hidup dengan adanya O2 sedikitpun). Klasifikasi bakteri pereduksi sulfat secara matematis SRB termasuk dalam gugus desulfovibrio.Pada umumnya bakteri Janis ini berbentuk tongkat lurus tetapi kadang-kadang juga berbentuk sigmoid atau spirlloid, dengan ukuran 0,5 - 1,5 µm x 2,5 - 10 µm.Morfologi ini dipengaruhi oleh umur dan lingkungannya. Desulfovibrio tergolong bakteri gram negative, tidak membentuk endospora dan mempunyai alat gerak berupa single polar flagella. Bakteri ini termasuk jenis anaerobic obligat, yang mempunyai metabolism tipe respirasi yang memanfaatkan sulfat atau senyawa belerang yang lain sebagai akseptor elektron dan mereduksinya menjadi H2S. Metabolisme semua organisme yang hidup terdiri dari sejumlah hubungan reaksi kimia, dimana energy dibebaskan dan bahan sel baru disintesa dari reaksi – reaksi yang dikatalisa oleh enzim. Dua golongan yang terpenting adalah enzim pecernaan yang disebut hidrolase dan enzim respirasi yang disebut cytochrome.Pada organisme yang melakukan respirasi secara aerobic, seperti Pseudomonas dan ferrobacter, electron ditransfer dari bahan nutrisi menuju oksigen dengan perantaraan dua cychrome yang masing-masing mengandung sebuah atom besi yang dioksidasi secara reversible .
Reaksinya adalah sebagai berikut:
75
Cytochrome oxidase bereaksi dengan memindahkan electron dari onfero menghasilkan ion oksida. 4Fe2+ + O2
= 4Fe3+ + 2O2-
Enzim yang teroksidasi kemudian direduksi oleh atom hydrogen dengan bantuan cytochrome hidrogenase 4Fe3+ + 4H = 4Fe2+ + 4H+ Ion hydrogen kemudian bergabung dengan ion oksida membentuk air 4H+ + 2O2- = 2H2O 5.3.3.Mekanisme Korosi oleh SRB Sharpley berpendapat bahwa jika terdapat bakteri SRB, maka pada anoda akan terjadi reaksi Fe Fe2+ + 2eReaksi di atas diikuti dengan reaksi yang merupakan aktivitas bakteri SRB 2H+ + SO4 2- + 4H2 H2S + 4H2O Fe2+ + H2S FeS + 2H+ Permukaan yang tidak mengalami kontak dengan SRB akan berfungsi sebagai katoda. Pada katoda tersebut akan terjadi reaksi 2H2O = 2H+ + 2OH2H+ + 2e- H2 Elektron pada reaksi katodik di atas didapat dari reaksi di anoda. Ion hydrogen bebas (H +) mempunyai 3 kemungkinan fungsi: 1. Bereaksi dengan elektron membentuk H2 (katoda) 2. Bereaksi dengan gugus hidroksil membentuk air 3. Bereaksi dengan ion sulfat dan molekul hydrogen membentuk hydrogen sulfide Ion besi bebas akan bereaksi sebab tidak dapat tinggal dalam bentuk bebas. Ada 2 kemungkinan reaksi ion besi bebas : 1. Bereaksi dengan H2S membentuk FeS 2. Bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)2 76
Jika lingkungan mengandung asam karbonat, maka FeS mungkin bereaksi dengan H2CO3 menghasilkan FeCO3 FeS + H2CO3 = FeCO3 + H2S Ada kemungkinan juga ferosulfida bereaksi dengan ion hydrogen menghasilkan Fe(OH)2 FeS + OH- + H2O Fe(OH)2 + HSMenurut Stephenson dan Strickland, tahap pertama depolarisasi katodik adalah oksidasi hydrogen menjadi air oleh bakteri misalnya hidrogenomonas facilis. Enzim yang terlibat dalam reaksi ini adalah enzim hydrogenase 2H2
Hidrogenase + O2 2H2O + energy
Mekanisme lain yang berhubungan dengan pemanfaatan hirogen oleh bakteri adalah
4H2 +
Desulfovibrio desulfuricans SO4 2-
S2- + 4H2O
+
energy
Gas hydrogen yang terbentuk di katoda berkumpul di dekat permukaan logam membentuk lapisan setebal satu molekul. Lapisan ini menghambat listrik sehingga terjadi polarisasi. Akibatnya reaksi korosi terhenti. Namun bila ada mekanisme yang menarik H 2 katodik, maka akan terjadi depolarisasi system dan korosi akan berlanjut. Dalam hal ini bakteri SRB bertindak menarik H2 katodik tersebut sehingga proses korosi berlangsung.Proses korosi ini akan menghasilkan Fe(II), oleh O2 dalam air, senyawa ini akan diubah menjadi Fe(III) yang terlihat sebagai karat. Selain mekanisme yang sudah disebutkan di atas terdapat mekanisme lain yang dikemukakan oleh S.C Dexter yaitu melibatkan bakteri lain Ferrobacteria atau lebih dikenal sebagai mekanisme pembentukan kantong lender (gelatinous). Langkah-langkah pembentukan kantong lender: a. Reaksi katodik dalam lingkungan asam 2H+ + 2e 2H Akan dipercepat jika atom H bereaksi dengan atom O hasil reduksi sulfat oleh SRB menurut reaksi SO42-
S2- + 4O
b. Percepatan reaksi katodik akan mempercepat oksidasi Fe menjadi Fe 2+ . Ion Fe2+ hasil oksidasi sebagian bergabung dengan OH- membentuk lapisan Fe(OH)2, dan sebagian 77
lagi tetap dalam larutan. Ion Fe2+ yang tetap dalam larutan akan teroksidasi oleh ferobakteria menjadi Fe3+ yang kemudian bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)3. c. Lapisan Fe(OH)3 ini tidak tembus O2, sehingga ruangan dibawahnya bersifat anaerobic dan baik bagi pertumbuhan SRB. d. Sebagian Fe(OH)3 yang terbentuk bereaksi dengan H2S menghasilkan senyawasenyawa sulfida dan belerang. 2Fe(OH)3
+ 3H2S
2FeS + S + 6H2O
Volume senyawa – senyawa sulfida dan sulfur lebih kecil dari pada Fe(OH) 3 sehingga akan terbentuk rongga – rongga pada lapisan Fe(OH)2 yang berisi cairan kehitaman yang berbau H2S 5.3.4 .Pembentukan SO42- dari Siklus Sulfur. Sulfur tersedia di alam dalam jumlah banyak dalm bentuk Sulfat (batu-batuan) atau gas SO 2 di udara.Tanaman dan mikroflora dapat langsung mengasimilasikan senyawa sulfat dan mereduksinya menjadi senyawa- senyawa lain. Sulfur organik dari tanaman akan dikembalikan ke dalam tanah melalui senyawa protein yang proses dekomposisinya oleh mikroflora akan menghasilkan H2S . Dalam keadaan yang aerob , H2S akan siap dioksidasikan oleh bakteri sulfur secara kemosintesa (missal Thiobacillus) menjadi sulfat. Dalam keadaan yanh anaerob, maka bakteri pereduksi sulfat (desulfovibrio) mereduksi senyawa sulfat menjdi H2S, dan ini terjadi sangat sering pada tanah dalam keadaan tergenang air. 5.4. Korosi Temperatur Tinggi Andaikan pikiran semua orang besar di dunia digabung menjadi satu, dan biarkan gabungan yang dahsyat ini meregangkan syaraf sampai batas kemampuannya; biarkan bumi dan langit diljelajahinya; biarkan bukit dan ngarai ditelusurinya; yang akan ditemukan hanyalah penyebab makin beratnya logam yang teroksidasi di udara. (jean rey: 1630) Bab-bab sebelum ini telah mendefinisikan korosi sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, tetapi lingkungan yang dimaksudkan hampir selalu mengandung air. Korosi pada permukaan logam ternyata masih dapat terjadi meskipun elektrolit cair tidak ada; sehingga tidak mengherankan bila proses tersebut sering disebut korosi kering. Namun demikian, definisi tentang korosi yang telah digunakan selama ini tidak berubah; begitu pula penjabaran proses korosi melalui persamaan. Barang kali proses korosi paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen di udara. (walaupun nitrogen menjadi unsur utama yang membentuk udara, peranannya tidak penting ketika logam dipanaskan di udara, karena pengaruh oksigen lebih dominan. Pada temperatur tinggi, nitrogen memang bereaksi dengan kromium, alumunium, titanium, molibdenum, dan tungsten; tetapi reaksi-reaksi ini di luar cakupan pembahasan kita) kendati reaksi dengan oksigen pada prinsipnya sangat sederhana, para ilmuan di massa lampau mengalami kesulitan 78
dalam memahami perubahan berat yang menyertai kalsinasi (oksidasi) logam di udara. Bahkan sekarang, pengkajian tentang oksidasi dan reaksi-reaksi temperatur tinggi lain menyangkut paduan-paduan modern telah membuktikan bahwa proses yang dilibatkan kompleks sekali. Oksigen mudah bereaksi dengan kebanyakan logam; meskipun energi termal yang dibutuhkan untuk menghasilkan laju oksidasi yang terjadi bagi perekayasa. Mungkin sangat bervariasi untuk logam-logam yang berada pada temperatur yang sama.temperatur lingkungan sehari-hari, dan kebanyakan bahan untuk rekayasa ada yang sudah teroksidasi sedemikian rupa sehingga lapisan oksida melindungi logam di bawahnya. Ada pula yang di udara kering bereaksi begitu lambat sehingga oksidasi tidak mendatangkan masalah. Pada temperatur tinggi, laju oksidasi logam-logam meningkat. Jadi, jika sebuah komponen rekayasa mengalami kontak langsung dengan lingkungan bertemperatur tinggi untuk waktu yang lama, pada temperatur sedikit di bawah 480 oC, selama proses penggilingan dan pengepresan panas terhadap baja lunak (proses yang berlangsung pada sekitar 900 oC), laju oksidasi cukup besar untuk menghasilkan selapis oksida yang disebut kerak giling (mill scale), yang tidak berfungsi sebagai pelindung. Sebelum pengendalian temperatur dalam proses-proses perlakuan panas mencapai kecanggihan seperti pada masa sekarang ini, temperatur lempengan atau batangan baja sering diukur dari warna-warni yang berkembang pada permukaannya selama perlakuan panas itu berlangsung. Cara ini ternyata cukup teliti, untuk kenaikan setiap 10oC antar 230oC dan 280oC, warna logam berubah menurut urutannya adalah: gading pucat, gading tua, cokelat, ungu kecoklatan, ungu, dan ungu tua. Logam baja tampak kebiruan pada temperatur 300oC. Sampai berkembangan motor turbin gas untuk pesawat terbang modern yang dimulai dengan motor Whittle dalam tahun 1973, penggunaan logam-logam dan paduan-paduan untuk perekayasaan di lingkungan temperatur tinggi jarang yang sampai menimbulkan masalah pemilihan bahan. Walaupun turbin uap telah dikembangkan sejak akhir tahun 1800-an dan digunakan oleh Parson pada tahun 1897 untuk penggerak kapal laut, temperatur pengoprasian tidak terlalu tinggi sehingga bahan-bahan yang sudah ada masih dapat digunakan. Pengembangan motor turbin gas untuk pesawat sesudah perang dunia kedua secara dramatik mengubah situasi tersebut karena pengoperasian temperatur yang lebih tinggi . Kondisi pengoperasian kian menjadi tinggi: bahan-bahan yang dibutuhkan adalah yang mampu bertahan terhadap temperatur dari 800 hingga 1000 oC, masih ditambah tingkat tegangan yang besar akibat rotasi kecepatan tinggi,sehingga menuntut dikembangkannya golongan paduan-paduan baru yang disebut paduan super (superalloys). Bahan dasar paduanpaduan ini kebanyakan adalah nikel; walaupun ada juga kelompok-kelompok yang menggunakan bahan dasar besi dan kobalt. Sekarang paduan super digunakan pada turbinturbin gas untuk kapal laut, pesawat terbang, industri, dan kendaraan, serta untuk wahana angkasa, motor roket, reaktor nuklir, pembangkit listrik tenaga uap, pabrik petrokimia, dan banyak lagi penerapan lain.
79
Baja masih menjadi bahan utama untuk penggunaan dalam turbin-turbin gas, walaupun persentasenya telah turun karena tergeser oleh paduan-paduan super dan paduan-paduan titanium. Peran serta paduan-paduan alumunium dalam pengembangan turbin gas kecil. Bab ini akan memberikan pembahasan singkat tentang prilaku logam-logam dalam temperatur tinggi dan lingkungan-lingkungan tidak mengandung air. Oksida-Oksida Logam Oksida-oksida logam (serta senyawa-senyawa lain seperti sulfida dan halida)dapat dibagi menjadi dua golongan, oksida yang mantap pada rentang temperatur tinggi dan oksida yang tidak mantap. Apabila oksida logam yang tidak mantap dipanaskan, oksida itu mengurai untuk melepaskan logam bersangkutan dan mengendapkannya ke permukaan logam. Perak oksida mengurai diatas 100oC, air raksa(II)oksida mengurai di atas 500 oC, dan kadmium oksida dalam rentang temperatur 900-1000oC. Saat ini, oksida yang tidak mantap sedikit manfaatnya bagi perekayasa. Ahli kimia pada awal peradaban manusia, khusunya stahl, telah mendalilkan teori yang salah, yaitu bahwa logam kehilangan suatu zat yang disebut flogiston dan membentuk oksida logam atau kalks(calx): Logam - flogiston oksida logam Stahl antara lain mengatakan bahwa: Flogiston lebih ringan dari udara dan bila bergabung dengan zat lain, berusaha mengangkat zat itu sehingga beratnya berkurang. Akibatnya, bila suatu zat kehilangn flogiston, beratnya kan bertambah. Dalam tahun 1780-an, Lavoisier menggunakan penguraian air raksa oksida untuk membuktikan bahwa teori flogiston untuk oksidasi tidak dapat dipertahankan lagi. Ia memanaskan air raksa sampai menjelang titik didihnya (357oC) dalam sebuah wadah yang tersekat rapat, dan memperlihatkan bahwa kurang dari 20% udara diserap oleh air raksa. Sesudah mengumpulkan raksa merah oksida dan memanaskan sampai sekitar 500oC, ia menguraikan oksida yang tidak mantap tersebut untuk mendapatkan suatu volume gas sebanyak udara yang hilang dalam percobaan sebelumnya. Pertambahan berat raksa sesudah pembentukan oksidanya sama dengan berat oksigen yang diserap dari udara. Dengan cara ini, dapat menyimpulkan bahwa mekanisme oksidasi adalah Logam + oksigen oksida logam Golongan oksida mantap yang jauh lebih besar dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok: kelompok yang anggota-anggotanya mudah menguap pada temperatur rendah, dan kelompok yang biasanya tetap tinggal pada permukaan logam, kecuali bila dihilangkan secara fisik atau secara kimia. Oksida yang mudah menguap tersebut terbentuk pada permukaan logam. Tetapi, segera berubah menjadi gas. Akibatnya permukaan logam yang tetap reaktif itu terus mengalami proses oksidasi sampai logam habis sama sekali.laju reaksi tersebut tidak menurun, bahkan 80
biasanya bertambah bila temperatur meningkat. Molibdenum adalah contoh klasik untuk kelompok ini. Di udara bebas logam ini teroksidasi dengan laju cukup tinggi bila temperatur lebih dari 300oC. Pada permukaannya terbentuk dua lapisanMoO3. Di atas 500oC MoO3 mulai menguap, dan pada sekitar 770oC laju penguapan sama dengan laju oksidasi.peningkatan temperatur lebih lanjut akan membuat logam cepat sekali habis. Efek yang timbul semakin dahsyat ketika MoO3 mulai memasuki fase leleh pada temperatur lebih dari 815oC. Oksida yang mantap dan tidah mudah menguap diharapkan akan tetap tinggal pada permukaan logam dan semua oksida semacan itu diduga akan melindungi logam dibawahnya. Namun kenyataan yang terjadi tidak demikian. Laju oksidasi bergantung pada beberapa faktor, tiga diantaranyaadalah: 1. Laju difusi reaktan melalui selaput oksida 2. Laju pemasokan oksigen ke permukaan luar oksida 3. Nisbah volume molar oksida terhadap logam Proses dengan laju paling lambat pada setiap temperatur merupakan laju yang mengandalikan korosi. Pada umumnya, laju korosi akan menurun begitu selaput oksida menebal. Nisbah molar volume oksida yang terbentuk terhadap volume logam yang tekorosi karena memproduksi oksida adalah faktor yang paling penting dalam menentukan laju korosi untuk rentang waktu yang lama. Jika M adalah massa molekul oksida yang kerapatannya D, maka volume yang ditempati oleh 1 mol oksida itu adalah M/D. Jika m adalah massa logam dalam massa M oksida, dan kerapannya adalah d, maka volume logam yang telah berubah menjadi oksida adalam m/d. Tabel memuat nisbah-nisbah (M/D) ÷ (m/d) untuk sejumlah logam. Apabila volume oksida lebih kecil ketimbang logam, jadi Md/mD < 1, seperti pada litium, kalsium, dan magnesium, oksida akan teregang pada permukaan logam sehingga selaput itu berpori dan tidak berfungsi sebagai pelindung. Prosews oksidasi terus berjalan dengan laju linier terhadap waktu. logam Li Ca Mg Al Ni Zr Cu Md/mD 0,57 0,64 0,81 1,28 1,52 1,56 1,68 logam Ti Fe U Cr Mo W Md/mD 1,73 1,77 1,94 1,99 3,42 3,35 Tabel 1. Harga-harga nisbah volume oksida yang diproduksi terhadap volume logam yang dikonsumsi dalam proses pembentukan oksida. Jika volume oksida lebih besar daripada volume logam asalnya, yaitu Md/mD < 1, maka kita boleh yakin bahwa oksida itu sinambung dan berfungsi sebagai pelindung. Dalam kasus alumunium, misalnya, inilah yang terjadi, kendatipun demikian komplikasi lain mungkin saja timbul. Seringkali, tegangan dalam yang bersifat komprehensif berkembang dalam oksida ketika oksida itu menebal. Kalau tegangan yang berkembang itu kecil, retak-retak atau cacatcacat akan menjadi rapat sehinga menghambat laju oksidasi. tetapi, kalau tergangan itu cukup besar, ikatan antara oksida dan logam bisa terputus sehingga lapisan itu akan pecah dan mengelupas. Pengelupasan itu terjadi karena perpatahan lapisan antarmuka antara logam oksida sekaligus melepaskan tegangan kompresif dalam oksida. Tentu saja, besar tegangan di 81
dalam oksida terus meningkat ketika lapisan itu semakin tebal. Oleh sebab itu, bila laju oksidasi kecil untuk waktu yang lama, tegangan kompresif yang terbentuk dalam selaput oksida yang tipis hanya cukup untuk menjaga agar selapur pelindung itu kompak dan melekat erat. Meskipun dengan laju lambat sekali, selaput itu tetap menebal sampai akhirnya tingkat tegangan mampu menyebabkan antarmuka putus secara spontan dan laju korosi tiba-tiba melonjak. Ini merupakan salah satu jenis korosi bobolan (breakaway corrision) yang akan dibahas lebih lanjut.
Gambar 5.3. Empat kaidah laju oksidasi, pembentukan oksida yang mantap, tidak mudah menguap menyebabkan perubahan berat yang linier, parabolik atau logaritmik. Sedangkan pembentukan oksida mudah menguap menyebabkan kehilangan berat yang linier terhadap waktu. Oksida logam-logam yang membentuk lapisan oksida mantap dan tidak mudah menguap dengan disertai peningkatan berat sampel yang cukup sederhana untuk diukur di labolatorium. Laju penebalan lapisan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yang contohnya tampak pada gambar . (hilangnya berat sejalan dengan waktu bila oksida yang mudah menguap terbentuk) dalam persamaan berikut, y = tebal oksida , t = waktu, dan c1 hingga c5 adalah tetapan-tetapan.
Pertumbuhan parabolik Apabila selaput oksida tetap lekat ke permukaan logam dan menjadi penghalang yang homogen terhadap difusi ion-ion logam atau ion-ion oksida melalui selaput itu, laju pertumbuhan oksida berbanding terbalik dengan tebal sesaat (instantaneous thickness): 82
dy/dt = c1/y kalau persamaan di atas diintegrasi kita akan mendapatkan y2=c1t (apabila t = 0, y = 0 : karena itu tetapan integrasi tidak diperlukan)logam-logam yang teroksidasi dengan laju parabolik biasanya dicirikan dari oksidanya yang tebal dan lekat. Contoh logam-logam ini adalah kobalt, nikel, tembaga, dan tungsten, walaupun seperti pada contoh lain, mungkin mengikuti hukum laju yang berbeda, tergantung dari kondisi percobaan. Pertumbuhan garis lurus Dalam hal ini laju oksidasi konstan terhadap waktu: dy/dt = c2 yang bila diintegrasi menghasilkan y = c2t pertumbuhan garis lurus atau linier terjadi bila mana oksida tidak mampu merintangi masuknya oksigen ke permukaan logam, sebagaimana terjadi bila oksida yang terbentuk dari volume logam tertentu terlalu kecil untuk menyalut seluruh permukaannya. Jika oksida retak atau terkelupas akibat besarnya tegangan dalam, maka pola pertumbuhan yang terjadi adalah tipe parabolik yang bila diamati secara keseluruhan akan tampak linier. Perilaku seperti ini disebut paralinier. Ini bisa terjadi bila siklus temperatur cukup untuk membentuk perbedaanperbedaan kontraksi dan ekspansi antara logam oksida yang membuat oksida terlepas dari logam. Pertumbuhan garis lurus ini dialami oleh logam yang diproses pada temperatur tinggi. Sebagai contoh adalah besi diatas 1000oC dan magnesium di atas 500oC. Pertumbuhan logaritmik Pada temperatur rendah, permukaan logam akan tersalut dengan selaput oksida tipis. Laju difusi menembus selaput ini sangat rendah dan sesudah pertumbuhan yang cepat dalam periode awal berlalu, laju penebalan akhirnya menjadi nol. Persamaan untuk laju seperti ini adalah : y = c3 log (c4t + c5) contoh logam-logam yang teroksidasi dengan cara seperti diatas adalah magnesium dibawah 200oC dan aluminium dibawah 50oC. 5.5.1
Korosi Bobolan
Korosi pelepasan atau korosi bobolan (breakaway corrosion) dalam pembahasan tentang tegangan kompresif yang berkembang dalam kerak-kerakoksida. Mekanisme bobolan ini bisa sangat rumit dan melibatkan interaksi sejumlah faktor, termasuk temperatur, komposisi gas, 83
tekanan gas, komposisi logam, bentuk komponen, dan finishing permukaan. Ini merupakan bentuk serangan yang tidak nampak tetapi sering menimbulkan akibat yang dahsyat. Dari kurva oksidasi yang memperlihatkan perilaku bobolan itu dapat dilihat dalam gambar 5.3. Dalam gambar itu, selama waktu yang cukup lama waktu oksidasi tampaknya menurun, laju-laju pertambahan berat yang rendah disitu juga bisa menggambarkan laju penipisan logam yang dapat terjadi. Tiba-tiba, laju oksidasi meningkat. Sekarang, perilaku yang terjadi dapat dibagi dua, kemungkinan pertama, kurva mengulang pola parabolik yang telah dijalani sejak awal oksidasi, seperti tampak dalam kurva A, sedangkan kemungkinan kedua, laju oksidasi berlanjut dengan lonjakan menurut pola linier disertai tingginya laju penipisan logam, seperti dalam kurva B. Kasus yang menyangkut korosi bobolan banyak terjadi. Zirkonium misalnya, akan mengalami korosi bobolan dalam kondisi-kondisi ditemukan di lingkungan air bertekanan tinggi. Sebelum titik bobolan itu dicapai, oksida tersebut berupa selaput berwarna hitam mengkilat yang melekat erat, tetapi sesudah masa peralihan, oksida yang terbentuk berupa tepung putih. Oleh karena itu, zirkonium digunakan dalam reaktor air bertekanan berupa zircaloy 2 sebagai pembungkus batang-batang bahan bakar. Paduan ini mengandung timah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya korosi bobolan.
Gambar 5.4. Conto kurva korosi bobolan, pada mulanya, laju oksidasi turun sejalan dengan waktu dan mengikuti kaidah pertumbuhan parabolik. Di titik bobolan (breakawayi), oksida yang ada tidak lagi melindungi logam melainkan mulai tumbuh secara linier. Di A, oksida baru serupa dengan kerak yang tumbuh diawal proses dan kurva pertumbuhan sekali lagi mengikuti kaidah parabolik sampai bobolan berulang. Di B, oksida baru tidak lagi melindungi logam sehingga korosi berlanjut menurut kaidah pertumbuhan rektiliner. Pada tahun 1969, dalam pemeriksaan dua tahunan terhadap sebuah reaktor tipe Magnox, orang menjumpai beberapa baut lunak patah. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukan bahwa baut-baut itu gagal akibat peregangan yang ditimbulkan akibat peregangan yang ditimbulkan oleh oksidasi berlebih pada antar muka antar baut, cincin alat, dan mur. Laju pertumbuhan oksida seperti itu tidak teramalkan melalui ekstrapolasi dari data uji labolatorium. Dalam hal ini yang terjadi adalah korosi bobolan. Oksida berpori yang terjadi sesudah bobolan 84
menempati volume dua kali lebih besar dari logam asalnya dan bisa terus berkembang, bahkan meskipun tegangan komprehesif yang terjadi pada antarmuka-antarmuka akibat pembentukannya semakin besar. Sebagai tindak lanjut, temperatur pengoprasian maksimum pada semua pembangkit tipe Magnox terpaksa diturunkan dengan konsekuensi berkurangnya kapasitas pembangkitan. Karena munculnya masalah pada penggunaan baja lunak, semua baja jenis lain juga diperiksa ulang dan dalam uji-uji korosi yang dipercepat berhasil ditunjukkan bahwa baja dengan 9% Cr juga menderita oksidasi bobolan, walaupun sesudah waktu yang jauh lebih lama. Kendatipun demikian, berdasarkan data yang tersedia kemudian, dapat diperkirakan bahwa pada pipa-pipa ketel akan terjadi kegagalan-kegagalan yang membahayakan. Sesudah penelitian lebih lanjut yang menghasilkan pemahaman lebih lanjut tentang mekanisme oksidasi dan ditunjang basis data yang lebih besar, barulah kondisi pengoprasian dapat ditetapkan untuk mendapatkan umur pakai yang sesuai dengan rancangan. Mekanisme oksidasi bobolan dalam reaktor-reaktor nuklir tersebut ternyata sangat kompleks. Oksida pelindung yang terbentuk pada baja feritik terdiri dari dua lapis, keduanya dapat ditembus oleh gas karbon dioksida pendingin. Lapisan sebelah dalam terbentuk kristal-kristal kecil yang mengandung kromium dan silikon, jika unsur-unsur ini terdapat dalam baja. Lapisan sebelah luar memiliki struktur kolom dan terbentuk dari magnetit, Fe 3O4. Dalam hal ini terjadi kesetimbangan antara karbon dioksida yang merembes masuk dan difusi besi dalam keadaan padat ke luar yang bertindak sebagai pengendali laju. Karbon dioksida mengoksidasi besi, suatu reaksi yang menghasilkan karbon monoksida: 3Fe
+
4CO2
Fe3O4
+
4CO
Dan diikuti pemisahan karbon : 2CO CO2
+
C
Karbon ini sebagian terlarut ke dalam logam dan sebagian lainnya ke dalam oksida. Apabila kadar karbon pada oksida sebelah dalam mencapai 10% beratnya, kristal-kristal yang menyendiri akan terpisah satu sama lain oleh batas butir berupa selaput karbon. Ini menyebabkan oksida berporidan kehilangan fungsinya sebagai pelindung. Selanjutnya yang terjadi adalah oksida bobolan. Karena rendahnya kelarutan karbon dalam ferit( < 0,01%) sebagian besar karbon masuk ke lapisan oksida pada komponen-komponen baja lunak dan bobolan terjadi sesudah satu hingga lima tahun. Seandainya komponen terbuat dari baja yang mengandung 9% kromium, karbon yang masuk ke dalam logam yang menggumpal sebagai kromium karbida. Ini memungkinkan jauh lebih banyaknya karbon yang diserap oleh logam. Karena itu, lebih lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi karbon kritis yang memungkinkan bobolnya lapisan oksida. Oksidasi pada baja lunak mengikuti kurva B dalam gambar5. 3. Tetapi, ada bukti yang menunjukan bahwa dalam kasusu baja dengan 9% Cr memperlihatkan oksidasi dengan pola seperti kurva A. 5.5.2
Mekanisme Pertumbuhan Selaput Oksida
85
Bagaimana oksigen dan logam bisa bertemu dalam selaput sehingga oksidasi dapat berlanjut. Seandainya difusi melalui selaput ini tidak terjadi, oksidasi akan berhenti begitu selapis oksida mono-molekuler terbentuk pada seluruh permukaan. Oksidasi selalu menyangkut perpindahan ion-ion oksigen dari luar menuju logam melalui selaput. Pfeil berhasil membuktikan bahwa mekanisme pertumnbuhan oksida pada besi yang dilapisi kromium.. Sesudah dipanaskan di udara selama beberapa waktu, besi itu tersalut selapis tebal besi oksida. Tetapi, kromium oksida tetap ada, pada permukaan besi oksida atau diantara permukaan besi oksida. Posisi kromium oksida pada permukaaan besi dengan jelas menunjukan bahwa ion-ion besi telah terdifusi keluar untuk membentuk oksida, menembus lapisan kromium oksida, jadi bukannya ion-ion oksida yang telah terdifusi ke arah dalam. Sejak itu orang juga berhasil membuktikan bahwa ion-ion tembaga pun terdifusi ke arah luar ketika membentuk selaput oksida, sedangkan pada zirkonium dan titanium, ion-ion oksida yang bergerak ke dalam untuk bereaksi pada antarmuka logam/oksida. Oksida-oksida logam sebagian besar merupakan senyawa-senyawa ionik.pada senyawa ini, ion-ion logam dan ion-ion oksida tertera dalam baris-baris beraturan menurut kisi kristal masing-masing. Beberapa oksida yang berlebihan ion-ion logam dan ion-ion itu ditempatkan pada posisi interstisi. Dalam hal ini oksida disebut bahan tipe-n atau tipe pembawa muatan negatif. Sementara itu oksida lain ada yang kekurangan ion-ion logam dan tempat-tempat kosong itu berada di kisikation (ion logam). Oksida ini disebut bahan tipe-p atau tipe pembawa muatan positif. Contoh oksida tipe-n adalah ZnO, CdO, dan Al2O3, sedangkan contoh tipe-p adalah Cu2O, NiO, FeO, dan Cr2O3. Sekarang mari kita pelajari bagaimana difusi unsur-unsur yang berada dapat terjadi melalui sebuah lapisan seperti Cu2O, yang mungkin diharapkan bertindak sebagi isolator. Gambar 5.4(a) memperlihatkan bagaimana difusi ion-ion tembaga berlangsung. Analisis kimia secara teliti terhadap tembaga (I) oksida menunjukan bahwa ternyata banyak ion tembaga sedikit kurang dari yang diharapkan bila dibandingkan dengan rumus kimianya, Cu 2O. Oksida seperti itu disebut oksida tidak stoikiometrik. Dalam struktur kristal, kekosongan atau vacancies terdapat pada sub kisi ion tembaga bermuatan tunggal, tetapi karena secara keseluruhan muatan listrik harus netral, struktur mempunyai ion-ion tembaga bermuatan ganda dalam jumlah yang cukup. Jumlah kekosongan khususnya lebih besar pada antarmuka udara/oksida dibanding pada antarmuka logam/oksida. Adanya gradien konsentrasi kekosongan ini menyebabkan ion-ion tembaga (I) bermigrasi ke arah luar, ke antarmuka udara/oksida dengan gerak langkah demi langkah seperti dalam gambar 4 (a). Sebaliknya, kekosongan akan terdifusi ke arah dalam, yaitu ke antarmuka logam/oksida, karena elektronelektron bebas tersedia di situ. Kalu ini merupakan proses satu-satunya, maka logam akan kelebihan elektron. Bagaimanapun, atom-atom oksigen akan menempel dengan sendirinya ke lapisan permukaan, sebagaimana tampak pada gambar 4(b), yang kemudian segera menjadi ion-ion oksida: O2
Cu2+ + e-
86
Reaksi dalam persamaan diatas diperoleh dengan mengoksidasi ion-ion Cu(I) positif pada permukaan logam sehingga menjadi ion-ion Cu(II): Cu+
Cu2+ + e-
Gambar 5.5. Diagram skematik untuk mekanisme oksidasi tembaga (a). Difusi ion Cu+ dari logam antarmuka udara/oksida berjat adanya kekosongan kation. (b). Reaksi molekul oksigen dengan ion-ion tembaga (I) diantar muka udara/oksida. Reaksi sebuah molekul oksigen menyebabkan menyatunya kisi dua ion oksida dan teroksidaninya empat ion tembaga (I) menjadi ion-ion tembaga (II). (c). Difusi muatan pisitif ke arah dalam (elektron ke arah luar) untuk menetralkan kelebiahn elektron dalam logam. Elektron-elektron yang ditinggalkan ketika ion-ion Cu+ terdifusi ke luar sekarang dapat terdifusi untuk memulihkan ion=ion Cu(II) ke keadaan sebagai Cu(I). Proses ini terjadi secara berantai yaitu sebuah elektron dari ion tembaga(I) yang bersebelahan terdifusi ke dalam ion tembaga (II) untuk memulihkannya menjadi tembaga (I) kembali : Cu2+ + e- Cu+ Akibatnya ion tembaga yang kehilangan elektron, tembaga(I), berubah menjadi ion tembaga(II).proses berlantai ini berlangsung terus di antara ion-ion yang bersebelahan sampai elektron yang tersisa dalam logam berhasil melintas antarmuka logam/oksida. Ini setara 87
dengan aliran muatan positif dalam arah yang berlawanan, seperti dalam gambar 5.5 (c). Mekanisme pertumbuhan retak ini dengan demikian menjadi lengkap. Mekanisme senacam ini hanya berlaku untuk oksida logam-logam yang valensinya bisa berubah-ubah, seoerti tembaga dan besi. Aliminium oksida hanya mempunyai sebuah valensi. Karena itu disebut oksida dengan stoikiometri tetap (fixed). Dalam hal ini, sesuai dengan harapan, oksidasi berjalan sangat lambat. Dalam ksida-oksida tipe-n , seperti ZnO, yang kelebihan ion-ion logamnya terdapat pada pisisi interstisi, disitu harus ada kelebihan elektron untuk mempertahankan keadaan netral. Gambaran paling sederhana tentang pertumbuhan oksida dalam hal ini dengan demikian adalah difusi serentak ion-ion seng yang positif dan elektron-elektron yang negatif dalam arah berlawanan. Ion-ion seng bergerak melaui bagian-bagian yang cacat permukaan sebelah luar untuk bereaksi dengan oksigen dan membentuk lapisan oksida tambahan. Situasi yang terjadi dalam proses oksidasi analog dengan sel korosi bawah, yaitu terdiri dari empat komponen, dengan oksida bertindak sebagai : a. b. c. d.
Elektroda untuk oksidasi logam (analog dengan anoda dalam sel korosi basah) Elektroda untuk reduksi oksigen(analog dengan katoda) Penghantar ionik (analog dengan elektrolit) Penghantar elektron (analog dengan rangkaian luar)
Difusi ion ion logam ke arah luar kadang-kadang menimbulkan efek yang luar biasa. Jika kawat besi dipanaskan pada sekitar 800oC, sebuah selaput oksida terbentuk pada permukaan luarnya. Ion-ion besi terdifusi ke luar melalui selaput ini, sementara kekosongan terdifusi ke dalam. Lambat laun, kawat berubah menjadi pipa karena besi berpindah ke permukaan luar agar dapat bereaksi dengan oksigen. Selama proses ini, seringkali ada oksida yang rontok sehingga bentuk yang terjadi tidak sempurna walaupun penampang yang dihasilkan masih tetap berongga. Proses yang sama juga terjadi pada nkel bila dipanaskan di udara pada 1250oC. Meskipun demikian, dalam oksida terhadap kobalt, kobalt oksida pada temperatur ini lebih lentur dibandingkan nikel oksida, karena itu perlahan-lahan melesak ke dalam renikrenik dan membentuk oksida padat dengan hanya sedikit lubang-lubang kecil di bagian tengahnya.
5.5.3
Oksidasi pada Paduan
Pengaruh cacat-cacat kisi pada difusi melalui selaput oksida mengilhami Hauffe dan Wagner untuk menyusun sederet kaidah yang menyangkut pengaruh penambahan unsur-unsur paduan terhadap laju oksidasi pada paduan-paduan. Kaidah-kaidah ini dapat dimanfaatkan sebagai tuntunan umum apabila logam-logam paduan ternyata terdapat dalam selaput oksida logam induk. Dalam beberapa kasus, tabel ini dapat memperkirakan efek-efek yang tidak diharapkan tetapi kadang-kadang teramati. Tabel 2. Efek pemaduan terhadap laju korosi 88
Tipe oksida
Tipe-p Cu2O NiO FeO Cr2O3 CoO Ag2O MnO SnO
Tipe-n e.g ZnO CdO Al2O3 TiO2 V2O5
Valensi unsur paduan Efek pambanding logam utama Valensi lebih tinggi Menmbah jumlah kekosongan. Mengurangi jumlah ion logam utama yang lebih tinggi valensinya Valensi lebih rendah Mengurangi jumlah kekosongan. Menambah jumlah ion logam utama yang lebih tinggi valensinya Mengurangi konsentrasi ion logam interstisi. Menambah jumlah elektron bebas Menambah konsentrasi ion logam interstisi. Mengurangi jumlah elektron bebas
Laju oksidasi yang dikendalikan difusi
Bertambah
Berkurang
Berkurang
Bertambah
Sebagai conto, penambahan 0,1 persen alumunium kepada seng, yang membentuk oksida tipe-n, menyebabkan menurunnya laju oksidasi dengan faktor sekitar 100. Hanya dua ion Al 3+ alih-alih tiga ion Zn2+ yang bersekutu dengan tiga ion O2-. Ini menyebabkan tersisanya sebuah lubang(hole() dalam kisi logam yang ditempati oleh salah satu ion Zn 2+ interstisi. Ion ini terperangkap dalam lubang tersebut dan dibatasi geraknya dalam proses difusi ion-ion logam yang melintasi kisi . akibatnya laju oksidasi berkurang. Di pihak lain, penambahan sejumlah kecil kromium (yang mempunyai valensi lebih besar dibanding ion nikel) kepada nikel oksida (tipe-p) juga menambah banyaknya kekosongan, tetapi karena oksida itu sudah kekurangan ion-ion logam, penambahan lubang justru membuat nikel lebih mudah terdifusi, akibat nya laju oksidasi meningkat. Jika litium, yang membentuk ion bervalensi tunggal, ditambahkan ke dalam nikel oksida dua ion Li+ dibutuhkan untuk menggantikan ion Ni2+. Untuk mempertahankan kenetralan, jumlah tempat kosong dalam kisi dikurangi. Difusi nikel terhindarkan dan laju difusi menurun. Contoh-contoh ini menggambarkan dua situasi yang istimewa. Litium sebuah logam aktif dengan hambatan terhadap oksidasi sangat rendah, mengurangi laju oksidasi terhadap nikel dalam oksigen,. Sedangkan kromium, sebuah unsur tambahan untuk paduan yang terkenal 89
karena hambatannya terhadap oksidasi, malahan meningkatnya laju oksidasi terhadap nikel. (efek yang belakangan terjadi hanya bila konsentrasi lebih rendah dari 5%. Dengan kromium diatas 5%, kelarutan ion-ion Cr3+dan kisi NiO terlampaui. Lapisan pelindung Cr 2O3 terbentuk secara terpisah pada permukaan logam dan menjaga agar laju oksidasi tetap berada pada tingkat yang sangat rendah, sebagai contoh elemen pemanas listrik dari paduan nikelkromium berumur lebih panjang dibanding kawat nikel). Cara paling efektif untuk mengendalikan oksidasi terhadap besi dan baja adalah membentuk lapisan permukaan yang mantap dari oksida salah satu unsur paduan ini menghalangi difusi ion-ion besi dan elektron-elektron, sehingga laju oksidasi menurun. Sebuah kerak berlapis tiga yang kompleks terbentuk pada permukaan besi bila dipanaskan di udara pada temperatur diatas sekitar 500oC. Lapisan paling dalam, FeO, merupakan lapisan paling tebal. Dua lapisan diatasnya berturut-turut adalah Fe3O4 dan Fe2O3. Kromium dan aluminium adalah unsur paduan tambahan paling efektif untuk membentuk kerak mantap pada baja. Perlindungan tambahan dapat diberikan dengan menambahkan nikel, silikon, dan beberapa unsur tanah jarang seperti itrium ke paduan besi/kromium. Paduan Fe dengan 9% Al lebih baik hambatan terhadap oksidasinya dibanding paduan 20% Cr dan 80 Ni, tetapi paduan besi-alumunium buruk sifat mekaniknya, sehingga tidak memenuhi sarat untuk digunakan sebagai bahan rekayasa. Sampai batas tertentu, ini dapat diatasi dengan membentuk lapisan luar yang kaya aluminium pada besi dan baja melalui proses yang disebut calorizing. Tambahan kromium memberikan hambatan yang baik terhadap oksidasi pada besi dan baja. Kromium memperkaya lapisan paling dalam pada selaput besi oksida, bahkan sering membentuk lapisan kromium oksida tepat dibawah besi oksida. Lapisan-lapisan ini lebih tahan terhadap difusi ion atau elektron ketimbang lapisan besi oksida saja, sehingga laju oksidasi berkurang. Paduan-paduan besi-kromium yang mengandung 4 – 9% kromium digunakan sebagai bahan tahan oksidasi di berbagai bidang, termasuk instalasi pengolahan minyak. Paduan-paduan dengan 12% kromium merupakan bahan yang baik untuk sudu-sudu pada turbin, sedangkan yang mengandung 30% kromium digunakan dalam industri kimia dan untuk instalasi perlakuan panas serta tanur. Kalau dibubuhi lagi dengan silikon, nikel, dan itrium, paduan kaya kromium ini cocok untuk katupkatup pada motor bensin dan komponen-komponen lain yang beroperasi pada temperatur tinggi dalam lingkungan agresif. Paduan-paduan besi-aluminium digunakan sebagai winding (lilityan pemancar panas) dalam tanur-tanur listrik dan bisa berumur panjang asalkan dilindungi dari kejutan atau benturan mekanik. 5.5.4
Korosi panas
motor turbin gas telah berkembang dengan pesat, namun prinsip kerjanya tetap sama. Untuk ringkasnya, motor turbin gas menghirup udara dari atmosfer, mencampurnya dengan bahan bakar, kemudian menempatkan dan membakar campuran tersebut. Proses ini menghasilkan gas dengan temperatur antara 730 dan 1730oC. Sebagian kecil gas panas itu menggerakan turbin sehingga kompresor tetap bekerja. Sedangkan sisanya digunakan untuk menghasilkan gaya dorong, dalam turbojet atau daya kuda poros dalam motor turboshaft.
90
Walaupun prinsip kerja motor turbin gas belum berubah, penyempurnaan unjuk kerjanya bisa meningkat dengan pemakaian bahan bakar telah berkurang sampai sepertiga dari yang dibutuhkan dalam motor-motor jet pertama. Sementara itu nisbah daya dorong terhadap berat telah menjadi tiga kali lipat dan selang waktu antara saat turun mesin bertambah 100 kali lipat. Ini hanya dimungkinkan berkat kemajuan teknologi bahan yang menyebabkan berat berkurang banyak sekali dan mampu dioperasikan dalam temperatur yang jauh lebih tinggi. Pada tahun 1987, segi keselamatan dalam industri kedirgantaraan tidak perlu diragukan lagi, dan ini merupakan prestasi yang hanya dengan melalui pemeriksaan dan prosedur perawatan yang sangat teliti. Jarang sekali kecelakaan besar secara langsung disebabkan oleh kegagalan korosi temperatur tinggi dalam motor penggerak pesawat. Namun demikian, pengaruh korosi temperatur tinggi terhadap umur mesin dan selang waktu antara saat turun mesin sungguh tidak sedikit. Pada masa sekarang, masih ada satu masalah yang harus dihadapi berkaitan dengan pengoprasian turbin gas dalam lingkungan laut. Masalh ini dikenal sebagai korosi panas (hot corrosion). Korosi panas adalah kombinasi antara oksidasi dan reaksi-reaksi dengan belerang, natrium, vanadium, dan pengotor-pengotor lain yang terdapat, baik diudara yang dihisap maupun dalam bahan bakar. Korosi ini menghasilkan oksida tidak-protektif pada permukaan sudu yang menggantikan oksida protektif dari kromium atau aluiminium. Korosi panas dapat sangat mengurangi umur sudu-sudu turbin dan dapat menyebabkan kegagalan mesin, walaupun dengan prosedur pemeriksaan yang teliti dan teratur kemungkinan dapat dikurangi. Turbin-turbin gas pada pesawat sipil yamng terbang tinggi atau tidak melintasi laut biasanya tidak akan menderita korosi panas, karana itu terutama dirancang untuk memiliki kekuatan mekanik yang baik dan tahan creep serta oksidasi. Ini paling terpenuhi bila yang digunakan adalah paduan dengan kandungan kromium rendah tetapi banyak aluminiumnya. Aluminium membentuk oksida yang menjadi penghalang efisien terhadap oksidasi selanjutnya. Jika udara yang dihisap sarat dengan garam laut dan lembab sekali. Suatu kondisi yang ideal untuk korosi panas, akibatnya perlindungan yang diberikan oleh aluminium oksida menjadi kurang berarti
BAB VI PROTEKSI KOROSI DENGAN METODE PENGUBAHAN MATERIAL, PERANCANGA
91
Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses pengendalian korosi dengan metoda pengubahan material,perancangan peralatan atau pengubahan medium korosi. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengendalian korosi dengan pemutusan material dengan lingkungan menggunakan pelaisan logam,pemberian lapisan organik dan anorganik. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan cara atau metoda material,menentukan atau memilih penggunaan jenis material untuk tertentu, aspek perancangan untuk suatu komponen atau struktur. 2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskanjenis=jenis inhibitor untuk dalam suatu lingkungan,penggunaan inhibitor dalam sistem pendingin generator.
pengubahan lingkungan pengubahan atau sistem
6.1 Pendahuluan Proses korosi merupakan turunan mutu material, khususnya logam, akibat interaksi dengan lingkungannya atau proses elektrokimia, yaitu terjadi reaksi anodik dan katodik secara bersamaan. Dengan demikian, proses korosi melibatkan tiga hal, yaitu material, lingkungan, dan interaksi. Oleh karena itu, proteksi atau pengen dalian korosi juga melibatkan tiga hal tersebut, yaitu menekan laju reaksi anodik dan katodik, mencegah kontak langsung antara material dengan lingkungan dan pengubahan material. Metode proteksi atau pengendalian korosi yang dapat dilakukan adalah: pemilihan material yang tahan terhadap lingkungan tertentu dan perancangan pengubahan lingkungan yang korosif, yaitu dengan memberikan inhibitor pemutusan material dengan lingkungan menggunakan lapisan material seperti pelapisan logam, pemberian lapisan organic (pengecatan) dan anorganik (pembentukan lapisan pasif atau oksida) pengubahan potensial elektroda logam dengan metoda proteksi katodik dan anodik. Berdasarkan keempat metoda tersebut, bagian ini hanya menguraikan pengubahan atau pemilihan material dan perancangan serta metoda pengubahan lingkungan korosif, sedangkan metoda proteksi korosi dengan memberikan lapisan pelindung dan pengubahan potensial elektroda logam akan dibahas pada bagian atau bab selanjutnya.
6.2
Pengubahan Material Ketahanan korosi suatu material logam dapat dilakukan dengan metoda pengubahan, antara lain: komposisi logam yang dilakukan dengan penambahan unsure paduan atau perlakuan pemurnian. struktur logam dengan perlakuan panas 92
kondisi tegangan logam secara perlakuan panas atau pendinginan 6.2.1
Penambahan Unsur Paduan Penambahan unsure paduan untuk proteksi korosi logam dapat dilakukan dengan beberapa metoda berikut. Pasivasi, misalnya menambahkan unsure krom (Cr) < 1%, nikel (Ni) dan molybdenum (Mo) pada stainless dan baja tahan asam. Pemfasilitasi pasivasi di katodik, misalnya menambahkan tenaga (Cu), perak (Ag), palladium (Pd) atau platina (Pt) pada baja tahan asam; palladium dan platina pada titanium, platina, dan perak pada zirconium, nikel pada aluminium (Al). Netralisasi, misalnya titanium (Ti), timah hitam (Pb), dan tantalum (Ta) sebagai stabilisator pembentuk karbida pada baja stainless austenite, mangan (Mn), dan tembaga (Cu) untuk menetralkan belerang (S) pada baja, magnesium (Mg), dan mangan (Mn) untuk menetralkan Fe dan Si pada logam aluminium. Pembentukan oksida, misalnya Cr, Al, dan Si pada baja tahan panas; Al, Be, dan Mg pada tembaga untuk memperbaiki ketahanan oksidasi Perbaikan oksida bertujuan untuk memperkecil terjadinya cacat kristal mnurut aturan valensi Hauffte, misalnya litium (Li) pada nikel dan Al pada seng Inhibisi, misalnya arsen (As) atau antimony (Sb) pada kuningan untuk mencegah terjadina dezincfikasi. Pemurnian logam berfungsi untuk menaikkan ketahanan korosi yang dpat melibatkan pemurnian belerang (S) dan fosfor (P) pada berbagai jenis baja, misalnya karbon pada baja stainless; Fe, Si, dan Cu pada aluminium. Pengaruh unsure paduan terhadap sifat baja karbon dapat diuraikan sebagai berikut. Karbon (C) dengan unsure lain membentuk senyawa karbida kecuali dengan Ni dan Mn. Senyawa karbida yang terbentuk ini memberikan sifat yang keras tetapi getas, tahan gesekan, dan tahan terhadap temperatur. Krom (Cr) akan menaikkan kekuatan tarik dan plastisitas, menambah kekerasan, meningkatkan ketahanan logam terhadap korosi, dan ketahanan logam terhadap temperatur tinggi. Wolfram (W) dengan karbon membentuk senyawa karbida yang keras dan tahan terhadap temperatur tinggi dan banyak digunakan pada baja perkakas dan baja pemotong cepat. Wolfram (W) dan molybdenum (Mo) bertujuan untuk menaikkan kekerasan dan kekuatan terutama pada temperatur tinggi. Mangan (Mn) bertujuan untuk menaikkan kekerasan, keuletan, dan kekuatan. Silikon (Si) bertujuan untuk menaikkan kekuatan elastisitas, menambah ketahana terhadap asam pada temperatur tinggi dan memperbaiki ketahanan terhadap listrik. Nikel (Ni) bertujuan untuk menaikkan sifat mekanis, keliatan, dan mampu pengerjaan keras, mengurangi sifat magnit, tahan terhadap asam dan menurunkan koefisen muai. Secara mekanis, pengaruh pengaruh unsur paduan terhadap kekerasan baja karbon dapat ditunjukkan seperti gambar 6.1. berikut. 93
Gambar 6.1. Pengaruh Unsur Paduan terhadap Kekerasan Baja Karbon 6.2.2
Perlakuan Panas dan Pendinginan Perlakuan panas (heat treatment) berfungsi menaikkan ketahanan korosi. Perlakuan panas dilakukan untuk mengubah struktur paduan yang melibatkan proses anil yang bertujuan untuk melarutkan fasa kedua (senyawa intermetalik atau karbida) dan pendinginan cepat (quenching). Eliminasi tegangan tekan (tensile stresses) yang berfungsi mengurangi resiko Stress corrosion cracking (SSC) atau Hidrogen Induced Cracking (HIC), dapat dilakukan dengan proses Stress Relief Annealing. Kondisi anil (suhu, waktu) harus sesuai dengan kondisi pabrik tanpa mengurangi kekuatan. Hasil tgangan tekan pada permukaan lapisan material terhadap korosi tegangan (SSC) dan korosi celah (Corrosion fatigue). Hal tersebut dilakukan untuk mengenal tegangan tekan atau mengurangi tegangan tarik oleh berbagai perlakuan mekanik seperti pengerolan. 6.2.3 Latihan Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas. 1) Jelaskan metoda yang digunakan untuk menambah unsur paduan! (4 buah) 2) Jelaskan pengaruh unsur penambahan unsur C, Ni, Cr, Mn, Si, dan W pada baja karbon! 3) Sebutkan tujuan perlakuan panas pada logam! 4) Mengapa tegangan tekan perlu diperkecil? Jelaskan! 6.3
Perancangan Pengendalian atau proteksi korosi diawali dari perancangan. Tugas utama perancang atau pakar konstruksi, antara lain adalah: menghasilkan suatu rancangan dengan asumsi berfungsi fabrikasi dan sifat mekanik (kekuatan dan keuletan) melibatkan proteksi korosi dengan asumsi konstruksi mengalami korosi merata 94
Biaya konstruksi hendaknya memperhitungkan segi biaya, antara lain: biaya perawatan setiap bagian biaya pengecatan kembali Seorang perancang dalam pekerjaannya harus menekankan tahapan berikut: penentuan pengetesan awal pemilihan material konstruksi dan perlakuan permukaan yang sesuai atau proteksi korosi lainnya pelaksana kerja seorang perancang yang baik 6.3.1
Penentuan Dasar Pengetesan Awal Perhitungan umur suatu konstruksi, tegangan mekanik akan dipengaruhi oleh pemilihan material, perlakuan permukaan atau metoda proteksi korosi yang lain, dan untuk kerja seorang perancang yang baik. Pertanyaan berikut dapat memberikan gambaran kepada perancang sebelum melakukan tugasnya. 1) Dimana konstruksi akan dipergunakan? 2) Berapa usia atau umur konstruksi diperlukan? 3) Apakah konstruksi perlu perawatan? 4) Apakah kondisi lingkungan korosif atau tidak? 5) Tipe korosi apa yang mungkin terjadi? 6) Mungkinkah terjadi korosi lelah (fatiq) atau korosi tegangan (SSC)? 7) Bagaimana kondisi maksimum di lapangan, suhu tinggi, tekanan tinggi, kecepatan aliran air atau siklus udara tinggi? Untuk konstruksi di atmosfer, lokasi geografik memberikan indikasi yang penting, yaitu bagaimana masalah korosi telah terjadi secara serius, misalnya daerah pedesaan, dekat pantai (laut) atau perkotaan. Korosi terburuk terjadi di daerah industri. Korosivitas lingkungan naik dengan cepat oleh keasaman, kandungan garam dalam cairan, misalnya daur ulang air dingin, kandungan debu dan korosivitas gas tinggi (SO2, SO3, Cl2, dan HCl) di atmosfir. Limpahan variasi cairankorosif pada konstruksi sering menaikkan masalah korosi. Pelumas oli, solar, dan produk petroleum, kadang-kadang menyebabkan korosi langsung, tetapi pengecatandan pembersih vernish sering berbahaya karena hal ini dapat menyebabkan korosi tidak langsung.
6.3.2. Pemilihan Material Seorang perancang akan memilih material untuk dijadikan komponen atau struktur. Ia perlu mempertimbangkan sejumlah factor lain di samping ketahanan material terhadap korosi. Gambar 6.2 menunjukkan sebuah skema yang tepat untuk pemilihan bahan atau material. Biaya
Ketersedia
Sifat
95
Pemesanan pengiriman dari pabrik
Bahan mentah kuantitas
Biaya produksi: kemampuan dilas, dibentuk, diproses dengan mesin, tenaga kerja
Ketersediaan di site Peralatan yang
Mekanik: Kekerasan, creep, lelah, kekakuan, kompresi, shear, tumbukan, kekuatan tarik,
Fisik: kerapatan, elektrik, magnetik, kehantaran
Ukuran Sifat kimia: ketahanan terhadap korosi
Umur pelayan yang
Pemilihan Bahan yang Tepat Gambar 6.2. Skema Proses Pemilihan Bahan
Baja karbon rendah akan mengalami korosi di hamper semua lingkungan atmosfer bila kelembaban relative melebihi 60%. Apabila butir-butir air terbentuk di permukaan logam atau material akan menyebabkan kecenderungan korosi di tempat tersebut. Korosi suatu logam dipengaruhi oleh faktor lingkungan,seperti kandungan oksigen, pH lingjungan dan hadirnya ion agresif, terutama oksida belerang dan ion klorida. Faktoe yang dapa mempengaruhi korosi baja di air laut dapat dilihat pada Tabel 6.1. berikut Tabel 6.1. Karakteristik Korosi Baja Karbon Rendah di Lingkungan Air Laut
96
6.3.3. Pemilihan Perlakuan Permukaan atau Proteksi Lain Konstruksi yang baik memerlukan beberapa perlakuan permukaan. Perlakuan permukaan ini bertujuan untuk estetika (keindahan) dan proteksi terhadap korosi. Oleh karena itu, seorang perancang perlu mengetahui prinsip perlakuan permukaan. Pertanyaan berikut dapat membantu perancang untuk merancang konstruksi. 1) Perlukah konstruksi dicat, diaspal, dilapisi karet atau logam? 2) Perlukah pada konstruksi dilakukan perawatan dan perawatan yang mungkin dilakukan adalah perlakuan permukaan? 3) Berapa pengecatan atau pelapisan (coating) prmukaan yang direncanakan? 4) Apakah bebas memilih metoda pembersihan awal, metoda aplikasi, dan waktu pengeringan coating? 5) Perlukan toleransi khusus atau pembatas yang telah dipikirkan? 6) apakah perlu menggunakan proteksi katodik atau inhibitor sebagai alternatif coating protektif? 6.3.4. Latihan 97
Kerjakan pertnyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1) Sebutkan tugas seorang perancang! 2) Apa yang dilakukan seorang perancang konstruksi pada langkah awal? Sebutkan! 3) Faktor apasaja yang menjadi pertimbangan seorang perancang dalam mengambil keputusan? 4) Mengapa seorang perancang dalam membuat konstruksi perlu melakukan pemilihan material yang digunakan? Jelaskan! 5) Mengapa seorang perancang perlu mengetahui metoda perlakuan permukaan logam? 6.4. Aspek Perancangan Untuk menghasilkan suatu perancangan yang baik, maka diperlukan pelaksanaan kerja yang baik dan teliti. Aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan suatu komponen atau struktur, antara lain adalah: lingkungan sel korosi yang disebabkan oleh dua logam sel aerasi-diferensial sistem tangki dan perpipaan 6.4.1. Lingkungan Komponen atau struktur akan menghadapi berbagai jenis lingkungan, baikselama pembuatan, pemindahan, dan penyimpanan maupun penggunaannya. Komponen atau sruktur yang bersifat mobil akan selalu berada pada lingkungan yang sering berubah. Kondisi lingkungan yang menjadi faktor penentu perancangan antara lain adalah: a. kelembaban relatif b. suhu c. pH lingkungan d. konsentrasi oksigen e. bahan pengotor padat atau terlarut f. konsentrasi elektrolit g. laju alir elektrolit
6.4.2. Sel Korosi Dwi Logam Penggabungan dua logam tidak sejenis akan menimnulkan korosi galvanik, karena itu harus dihindari. Pada kenyataannya, penggabungan dua logam tidak sejenis tidak dapat dihindari, maka seorang perancang harus memanfaatkan deret galvanik, supaya korosi yang ditimbulkan dapat diminimalisir.
Cara yang mungkin dapat dilakukan adalah sebagi berikut: a. Anoda harus selalu diusahakan sebesar mungkin pada bagian tertentu agar kerapatan arus sekecil-kecilnya. b. Bila elektrolit mengalir melalui sistem, anoda harus tetap berada lebih reaktif dibandingkan katoda untuk mencegah pertukaran ion yang menyebabkan kerusakan logam pada anodal secara lokal. 98
c. Elektrolit dimodifikasi agar tidak terlalu agresif d. Pada sambungan dua logam tidak sejenis diisolasi dari larutan elektrolit atau kedua logam diisolasi agar tidak terjadi loncatan electron. 6.4.3. Sel Aerasi-Diferensial Sel aerasi diferensial terbenuk akibat perbedaan kandungan oksigen di dalam elektrolit. perbedaan kandungan oksigen dapat berkembang di daerah yang bersentuhan dengan permukaan. Oleh karena itu, permukaan yang mengalami kontak langsung dengan air atau udara harus dilindungi dengan cat atau sistem proteksi katodik. Pembentukan sel aerasi diferensial yang dapat menimbulkan kerusakan terbesar diantaranya adalah seperti berikut ini. 1) Celah-celah Bila dua permukaan logam dipisahkan oleh suatu celah sempit, maka di tempat tersebut dapat terbentuk sel aerasi diferensial. Butiran air masuk ke dalam celah, air bersentuhan dengan udara, akibatnya tempat yang jauh dari udara kekurangan oksigen dan terjadi korosi. Celah biasanya terbentuk pada sambungan yang dilas, di bawah lempengan sambungan yang menggunakan baut, paku keeling, dan pelat logam yang dipasang bersusun atau berlapislapis. Cincin karet penyekat pada poros baja tahan karat juga dapat menimbulkan korosi celah. Beberapa aspek baik dan buruk dalam perancangan yang berhubungan dengan kemungkinan terbentuknya celah dapat dilihat pada Gambar 5.3, 5.4, 5.5,5.6 yang berhubungan dengan kasus berikut ini. Metoda penyambungan dua lempeng logam Pengelingan dua pelat vertical Sambungan bertepi lengkung berpeluang menjadi perangkap air Pelipatan atau penekukan lembaran baja Penataan geometri yang benar untuk meniadakan terbentuknya celah
Gambar 6.3. Metoda penyambungan dua lempeng logam
99
Gambar 6.4. Pengelingan dua pelat vertical
Gambar 6.5. Sambungan bertepi lengkung berpeluang menjadi penangkap air
Gambar 6.6. Penataan geometric yang benar
100
Serangan korosi celah banyak dijumpai pada kendaraan bermotor dan merupakan pembatas umur kendaraan. Korosi celah terjadi pada lipatan, sudu-sudut blok mesin, bagian bawah pintu, di balik tepian kaca, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat contoh korosi yang terjadi di bawah pintu mobil pada gambar 5.7 berikut.
Gambar 6.7. Korosi dari dalam keluar dari sebuah kendaraan
2) Perangkap Kotoran Kotoran akan menahan air, misalnya lumpur atau produk korosi. Kotoran atau produk korosi tersebut dapat masuk membentuk sel aerasi diferensial. Korosi yang terjadi tidak kelihatan karena tertutup oleh kotoran yang membentuk kerak di permukaan logam. Untuk menghindari terbentuknya hal ini, maka pembuatan sudut perlu dirancang sedemikian rupa agar kotoran tidak menumpuk. Misalnya pembundaran sudut-sudut dan tepi-tepi bagian dalam, sehingga mempermudah pembersihan an pengaliran air. Hal ini akan memperkecil resiko korosi. Gambar 6.8. menunjukkan sudut lengkung lebih terawat dibandingkan sudut siku-siku.
Gambar 6.8. Bentuk Sudut
3) Pengaliran Air 101
Apabila hujan gerimis atau percikan air jatuh di atas permukaan logam yang tidak terlindungi akan terlihat bercak-bercak karat setelah air menguap. Hal ini disebabkan ion besi (II) di anoda bereaksi dengan ion hidroksil yang dibangkitkan di daerah katoda. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan permukaan logam yang tetap kering dan bersih dari kotoran. Hal ini dapat dihasilkan bila pengaliran air atau drainase dan vntilasi udaranya baik. Suatu kerangka berpenampang persegi tidak boleh menghambat aliran air, sehingga tidak terjadi genangan air. Untuk itu, bagian permukaan atau tepi bagian lubang drainase harus ditutup dengan lapisan pelindung yang mampu menahan logam terhadap serangan korosi. Selain itu, ventilasi yang cukup sangat membantu permukaan logam cepat kering. Oleh karena itu, perancangan konstruksi untuk aliran air harus membuat air dapat mengalir dengan baik dan permukaan cepat kering. Suatu contoh perancangan dan peletakan suatu konstruksi logam yang baik dan buruk ditunjukkan pada Gambar 6.9.
Gambar 6.9. Sistem Pengeringan dan Ventilasi yang Baik dan Buruk
6.4.4. Sistem Tangki dan Pipa Dalam merancang sistem tangki dan pipa untuk penyimpanan dan pengangkutan elektrolit perlu memperlihatkan faktor berikut. Kemungkinan terjadinya sel galvanik dan sel aerasi diferensial Penempatan keran pengeringan perancangan lekukan Metoda penyambungan pipa
Contoh perancangan sistem tangki dan pipa yang baik atau buruk ditunjukkan pada Gambar 6.10 dan 6.11.
102
Gambar 6.10. Rancangan Bentuk Sambungan Pipa
Gambar 6.11. Rancangan Sambungan Tangki
6.4.5. Latihan Jawablah pertanyaan berikut ini. 1) Sebutkan aspek lingkungan yang perlu diperhatikan oleh seorang perancang konstruksi! 2) Mengapa deret galvanik diperlukan untuk merancang suatu konstruksi? 3) Berilah penjelasan terbentuknya sel aerasi diferensial! 4) Gambarkan suatu cara penyambungan dua logam yang baik! 5) Apa yang perlu diperhatikan dalam merancang pipa dan tangki penampungan? 6) Berilah contoh tempat terjadinya sel aerasi diferensial pada suatu peralatan! 6.5. Pengambilan Bahan Korosif Bahan korosif dalam suatu lingkungan dapat diambil dengan beberapa cara atau metoda berikut ini. Mengeliminasi oksigen dari air dengan evakuasi, penjenuhan nitrogen, atau penambahan (adisi) oksigen scavangers seperti sulfit atau hidrazin. Sulfit atau hidrazin berfungsi mengambil oksigen terlarut dalam boiler (oxygen scavangers) menurut reaksi: SO32- + O2 SO42Hidrazin (N2H2) + O2 N2 + 2H2O
103
Hidrazin dapat juga teroksidasi dan tereduksi menjadi nitrogen (N 2) dan amoniak NH3 menurut reaksi : 3 N2H2 N2 + 4NH3 Penggunaan hidrazin dalam boiler mencapai 100 mg/l Mengeliminasi asam dalam air dengan cara netralisasi, misalnya dengan penambahan soda Mengeliminasi garam dari air dengan cara penukar ion Mengeliminasi air dari udara dengan dehumidifikasi, misalnya penggunaan kotak berpori yang berisi silica gel dalam bungkus, dalam peralatan dan dalam bagian tertutup. Cara ini biasanya dilakukan untuk penyimpanan peralatan militer seperti senjata dan peralatan logam lainnya. Menurunkan humiditas relative di sekeliling udara dengan cara menaikkan suhu, misalnya 6-7°C di atas suhu ruang penyimpanan. Mengeliminasi partikl padat dari air atau udara dengan filtrasi, seperti filtrasi asap rokok.
Latihan Jawablah pertanyaan berikut! 1) Jelaskan cara mengikat oksigen di dalam larutan aqueous! 2) Jelaskan cara mengambil partikel di udara! 3) Jelaskan cara mengaluarkan air dalam udara! 6.6. Penambahan Bahan Penghambat Korosif (Inhibitor) Inhibitor adalah suatu zat yang dalam jumlah kecil ditambahkan dalam medium korosif untuk menurunkan laju korosi dengan cara memperlambat reaksi anodik atau katodik. Berdasarkan reaksi yang dihambat, maka inhibitor dibedakan menjadi: inhibitor anodik, yaitu inhibitor yang dapat menaikkan polarisasi anodik atau menggerakkan potensial korosi ke arah negatif inhibitor katodik, yaitu inhibitor yang dapat menggerakkan potensial korosi ke arah negatif inhibitor campuran, yaitu suatu penggabungan inhibitor anodik dan katodik
Untuk memperjelas jenis inhibitor tersebut secara teoritis dapat ditunjukkan seperti gambar 6.12 berikut.
104 Log (i)
Log (i)
Log (i)
a.
b.
c.
Gambar 6.12. Jenis inhibitor (a) Inhibitor Anodik, (b) Inhibitor Katodik, (c) Inhibitor Campuran 6.6.1. Inhibitor Anodik Inhibitor anodik adalah suatu anion bermigrasi ke permukaan anodik dn membantu proses pasivasi selanjutnya dengan oksigen terlarut. Inhibitor anodik dapat merupakan inhibitor anorganik seperti ortofosfat, silikat, nitrit, kromat, dan benzoate. Inhibitor anorganik ini dapat dibedakan menjadi: inhibitor oksidator, seperti kromat dan nitrit inhibitor non oksidator, seperti boraks, fosfat dan silikat Inhibitor oksidator dapat efektif tanpa oksigen, sedangkam inhibitor non oksidator hanya efektif dengan adanya oksigen terlarut. Inhibitor anodik ini merupakan inhibitor yang sangat efektif dan secara luas digunakan, tetapi jenis inhibitor ini mempunyai sifat yang tidak diinginkan, yaitu bila kandungan atau konsentrasi inhibitor tidak cukup melapisi semua permukaan anodik, sehingga mengakibatkan terjadinya korosi sumuran (pitting). Dengan demikian, inhibitor anodik seringditunjuk sebagai inhibitor yang berbahaya. Pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap korosinya dapat ditunjukkan seperti Gambar 6.13. berikut.
E
Log (i) Gambar 6.13. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Anodik Beberapa contoh inhibitor anodik a. Ortofosfat Penambahan ortofosfat (Na2HPO4) ke dalam air akan menaikkan alkalinitas, tetapi juga efektif dalam pembentukan film protektif jika air mengandung kesadahan kalsium yang cukup. Film protektif ini terutama mengandung kalsium karbonat dan 105
besi oksida serta sedikit fosfat. Hal ini menjelaskan bahwa fosfat di dalam air lunak tidak berpengaruh jika tidak ada penambahan soda. b. Benzoat Benzoat merupakan inhibitor non oksidator dan dikelompokkan sebagai inhibitor anodik. Inhibitor in tidak termasuk berbahaya, karena dengan konsentrasi yang cukup kecil mempunyai pengaruh yang tidak merugikan. Inhibitor ini, biasanya digunakan bersama dengan natrium nitrit untuk memproteksi bagian mesin terhadap aliran air. c. Silikat Natrium silikat mempunyai komposisi Na2O.2SiO2 dan digunakan sebagai inhibitor dalam air. Silikat berfungsi ganda,yaitu sebagian silikat bertindak sebagai alkali dan sebagian lagi berfungsi sebagai inhibitor anodik. Inhibitor ini dalam air berupa koloid dengan tipe (mSiO2.nSiO3)2n- yang terbentuk oleh hidrolisis dalam larutan aqueous. Kemungkinan anion ini bermigrasi secara elektroforetik menuju permukaan anoda, seperti fosfat untuk membentuk film protektif. d. Kromat Beberapa senyawa kromat seperti Na2CrO4 atau K2CrO4 merupakan inhibitor oksidator, sehingga penambahan inhibitor ini membentuk lapisan pasif, yang mengandung Cr2O3. Inhibitor kromat merupakan inhibitor yang sangat efektif dalam air dan sangat cocok untuk memproteksi logam baja dan tembaga (Cu). e. Nitrit Ortofosfat dan Silikat merupakan inhibitor yang efektif dalamair yang mengandung kesadahan kalsium (air sadah). Dalam air lunak, inhibitor yang efektif adalah inhibitor nitrit dan kromat. Nitrit merupakan oksidator, sehingga produk korosinya merupakan senyawa dengan bilangan oksidasi tinggi, karena senyaea ini mempunyai kelarutan lebih rendah dan membentuk film protektif lebih mudah. Biasanya, penggunaan inhibitor ini dicampur dengan inhibitor lain seperti benzoate dan fosfat. Konsentrasi inhibitor untuk kebutuhan praktis adalah 1 gpl (gram per liter). Natrium benzoate memerlukan konsentrasi lebih tinggi yaitu 10-15 gpl. Pengaruh konsentrasi beberapa inhibitor dapat ditunjukkan pada gambar 6.14.
106
Gambar 6.14. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor
6.6.2. Inhibitor Katodik Inhibitor katodik merupakan kation yang bermigrasi ke permukaan katodik dan diendapkan secara kimia atau elektrokimia dan mengisolasi permukaan ini, sehingga menghalangi pembebasan gas hydrogen di permukaan katodik. Reaksi katodik di lingkungan netral, adalah: 2H2O + O2 + 4e = 4OHPada reaksi ini, inhibitor bereaksi dengan ion hidroksil menghasilkan senyawa yang mengendap di permukaan katoda, sehingga menyelimuti katoda dari elektrolit dan mencegah masuknya oksigen. Inhibitor yang banyak digunakan untuk tipe ini adalah larutan garam seng dan magnesium yang membentuk hidroksida tidak larut, kalsium yang menghasilkan karbonat dan polifosfat. Reaksi katodik di lingkungan asam: 2H+ +2e = H2 Pembentukan gas hydrogen dapat dikendalikan oleh peningkatan sistem seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.15.
E
Log (i) Gambar 6.15. Polarisasi Katodik 107
Garam logam seperti As, Bi, dan Sb ditambahkan untuk membentuk selaput hydrogen teradsorpsi pada permukaan katoda. Senyawa ini beracun, sehingga dikembangkan senyawa organic yang memungkinkan atom hydrogen terdifusi dalam baja dan menyebabkan penggetasan oleh hydrogen. Beberapa contoh inhibitor katodik, adalah sebagai berikut: a. Arsen (As3+), antimon (Sb3+), dan fosfor (P) Arsen sebagai inhibitor terjadi mekanisme sebagai berikut AsO+ + 2Hads + e = As + H2O Hads dari H+ + e = H ads H ads + H+ + e = H2 As2O3 + 6 H ads = 2As + 3H2O Apabila atom hydrogen adsorpsi terdifusi melalui kisi kristal akan menyebabkan korosi yang sering disebut kerusakan akibat serangan hydrogen (Hidrogen Induced Cracking = HIC). b. Kation positif dari logam divalent seperti Zn2+, Pb2+, Fe2+ Ion seng (Zn2+) dengan anion akan membentuk endapan di daerah katodik yang berupa jelatin, sebagai seng hidroksida [Zn(OH) 2]. Apabila lapisan ini kurang merata, maka akan menyebabkan korosi. Oleh karena itu untuk mendapatkan endapan yang lebih keras, merata dan tidak berbentuk jelatin, maka perlu ditambahkan zat yang berfungsi sebagai dispersan. c. Air sadah mengandung kalsium bikarbonat [Ca(HCO3)2]. Apabila dalam air sadah ditambahkan seng sulfat (ZnSO4), maka akan terbentuk lapisan tipis yang protektif dari CaCO3 dan Zn(OH)2. d. Soda Air sadah adalah kurang korosif daripada air lunak. Hal ini diharapkan pengendapan (deposisi) dari air sadah meupakan campuran dari CaCO 3 dan karat. Oleh karena itu, untuk air lunak perlu dialirkan melaui penyaring soda atau kapur dengan hati-hati, sehingga kation bermigrasi dan diendapan sebagai karbonat di permukaan logam katodik. e. Polifosfat Secara umum, air boiler mengandung polifosfat. Polifosfat ini dapat berfungsi sebagai inhibitor katodik. Senyawa polifosfat yang berupa kation berbentuk koloid sebagai (Na5CaP6O18)n+ dan di katodik membentuk lapisan yang tebal. Air yang mengandung kalsium (air sadah) ditambahkan inhibitor polifosfat untuk mencegah terbentuknya kerak karbonat yang tebal pada perpindahan panas permukaan. 6.6.3. Inhibitor Organik Bekerjanya inhibitor organic umumnya teradsorpsi di permukaan logam dengan membentuk ikatan koordinasi antara senyawa inhibitor dengan ion logam yang dilindungi. Secara sederhana, peristiwa adsorpsi inhibitor dengan ion logam di permukaan logam dapat digambarkan pada Gambar 6.16 berikut. R
R NH Fe
108
Gambar 6.16 Mekanisme Peristiwa Adsorpsi Dengan demikian, inhibitor organic berfungsi ganda yaitu menghambat proses anodik dan katodik secara bersamaan. Inhibitor organic dapat dikelompokkan berdasarkan gugus aktifnya menjadi: senyawa yang mengandung nitrogen seperti nitrit dan amina organic senyawa yang mengandung belerang seperti HS- / S2- atau dalam bentuk lingkar senyawa yang mengandung S dan N, yaitu tio-karbonat Kekuatan adsorpsi inhibitor organic bergantung pada: ikatan koordinasi (kerapatan electron) kelarutan senyawa organic gugus fungsionil Kekuatan inhibisi senyawa belerang (S) lebih besar daripada senyawa nitrogen (N). Hal ini disebabkan belerang merupakan donor sepasang electron yang lebih baik daripada nitrogen, sehingga kecenderungan membentuk ikatan koordinasi di permukaan logam lebih besar. Urutan kekuatan inhibisi senyawa organic adalah S>N>O. Kekuatan inhibisi senyawa amina alifatik bertambah sesuai urutan: NH3 < R1NH2 < R2NH < R3N R adalah gugus alkil (etil, propil, butyl, dst). Jika ke empat gugus alkil diperkenalkan, pengaruh inhibisi berkurang dengan kuat. Apabila berat molekul senyawa bertambah, maka pengaruh inhibisinya bertambah. Untuk suatu deret inhibitor belerang (tiol dan sulfida) pengaruh inhibisinya bertambah sesuai urutan: CH3 < C2H5 < C3H7 < C4H9 < C5H11 Beberapa contoh inhibitor organic, antara lain adalah metilamina, dimetilamina, alilamina, piridina, kuinolin, natrium benzoate, imidazolin, dan sebagainya. Gambar 5.17 merupakan struktur beberapa senyawa organic yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi.
109
Gambar 5.17. Rumus Struktur Beberapa Inhibitor Organik
6.6.4. Inhibitor Campuran Inhibitor campuran, biasanya mengandung salah satu bahan oksidator seperti kromat, nitrit dan bahan non oksidator yang dapat menyebabkan terjadinya pengendapan seperti ortifosfat atau silikat. Sebagai contoh, inhibitor campuran adalah penggunaan senyawa nitrit dan benzoate untuk radiator automobile, senyawa kromat dan polifosfat sebagai inhibitor anodik dan katodik. 6.6.5. Latihan Jawablah pertanyaan berikut. 1) Gambarkan perbedaan inhibitor anodik dengan katodik! 2) Berilah contoh penggunaan: a. inhibitor anodik b. inhibitor katodik c. inhibitor campuran 3) Jelaskan mekanisme kerja inhibitor organic! 4) Jelaskan pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap laju korosi logam! 5) Berilah contoh inhibitor organic dan penggunaannya di lapangan!
6.6.4. Inhibitor Fasa Uap 110
Untuk mencegah korosi logam di atmosfir dalam ruang tertutup seperti kotak selama penyimpanan atau perjalanan digunakan inhibitor fasa uap (VPI atau VCI dari inhibitor korosi volatile). Jenis inhibitor yang biasa digunakan adalah senyawa amina alifatik dan siklik serta nitrit dengan tekanan uap yang tinggi. Sebagai contoh: disikloheksilamonium nitrit dan disikloheksilamonium karbonat. Kertas yang dilapisi inhibitor fasa uap sering digunakan sebagai bungkus antikorosif. Etilen diamina dalam boiler dialirkan bersama uap panas (steam) untuk mencegah korosi dalam pipa pengembunan (tangki kondensasi) karena akan menetralkan gas karbon dioksida. Mekanisme inhibitor fasa uap adalah sebagai berikut: Inhbitor mengenai logam, terkondensasi dan terhidrolisis akibat kelembaban di permukaan logam, yang akhirnya mengendap atau melapisi di permukaan logam. Apabila ada oksigen, maka akan terjadi proses pasivasi pada logam. Latihan Jawablah pertanyaan berikut. 1) Berilah contoh inhibitor fasa uap dan penggunaannya! 2) Jelaskan mekanisme perlindungan inhibitor fasa uap! 3) Jelaskan pemakaian inhibitor tempat atau guang perkakas! 6.6.5. Pengendalian Korosi dalam Generator Uap dan Sistem Pendingin Dalam sistem pendingin atau generator uap akan terjadi peningkatan laju korosi bila pH dalam sistem naik dan kandungan oksigen terlarut meningkat. Untuk sistem sekli pakai yang menggunakan air biasa pada temperatur rendah dapat menggunakan inhibitor yang murah atau pengaturan komposisi air untuk menghasilkan kerak pelindung yang tipis di permukaan logam. Pada sistem air, biasanya kerak yang terbentuk adalah kalsium atau magnesium karbonat. Kerak dibentuk ini harus sangat tipis dan tidak boleh menghalangi aliran air. Kerak ini harus dipelihara, apabila rusak akan menyebabkan korosi di permukaan logam. Pemeliharaan kerak ini memerlukan keseimbangan kimia air, sebab kelarutan kalsium karbinat dalam air rendah. Karena itu, selaput tipis dari karbonat terjadi menurut reaksi: CO2 + H2O = H2CO3 Apabila air mengandung garam kalsium, maka dalam sistem air akan terjadi reaksi: CaCO3 + H2O + CO2 = Ca(HCO3)2 Apabila air panas atau suhu naik, maka kandungan CO 2 alam air berkurang, sehingga pH larutan naik dan raksi bergeser kea rah CaCO 3. Untuk menjaga agar bikarbonat tetap dalam sistem air, maka kalsium karbonat segera mengendap di katoda, akibatnya kenaikan pH kecil. Pada instalasi pembangkit uap bersistem daur ulang yang menggunakan baja sebagai bahan konstruksi utama, air diproses untuk menjaga pH air > 11. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kandungan oksigen dan menghilangkan garam pembentuk kerak. Air kondensat biasanya mengandung bahan pengotor seperti CO2, oksigen, dan garam terlarut, terutama garam natrium yang diambil dari uap air. Pengaruh bahan pengotor pada sistem pembangkit uap antara lain adalah sebagai berikut: 111
Karbon dioksida mudah larut dalam air dingin dan membentuk asam karbonat dengan pH 5,5-6,0 dan ketika dipanaskan, gas keluar, masuk ke dalam sistem kemudian larut kembali dalam kondensat. Hal ini menyebabkan pH air kondensat lebih rendah dari yang diperlukan, sehingga dapat menyebabkan pengausan pada permukaan logam yang akhirnya menyebabkan korosi lokal. Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katodik dan dapat menyebabkan korosi sumuran. Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dan membentuk selaput tipis di permukaan logam. Ketika selaput menebal, laju perpindahan panas menurun, sehingga efisiensinya menjadi menurun dan mengakibatkan panas berlebih (over heating) di daerah tersebut. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara: penambahan amina, yaitu untuk mengendalikan pengaruh karbon dioksida penambahan sulfit atau hidrazin yang berfungsi untuk mengurangi oksigen terlarut penambahan basa (NaOH) atau natrium ortofosfat atau metafosfat yang berfungsi untuk mengendalikan pH larutan Latihan 1) Jelaskan penyebab korosi di dalam generator uap dan sistem pendingin! 2) Jelaskan cara memelihara kerak pada permukaan logam! 3) Mengapa pada sistem air biasa sering terjadi pemanasan lokal? 4) Jelaskan cara pengendalian pada sistem distribusi air! 6.6.6. Inhibtor yang Larut dalam Minyak Pelumas (Oil) Peralatan atau konstruksi logam yang diproteksi dengan oil atau lemak pelumas (grease) memerlukan proteksi lebih efektif dari serangan korosi. Sebagai contoh: pelumasan motor pompa hidrolik minyak lemak pelumas Indikator yang ditambahkan dapat berupa: oksidator (pasivator), misalnya garam nitrit ditaburkan dalam minyak pelumas (Oil) atau nitrit dan kromat organic. inhibitor organic (adsorpsi), misalnya senyawa nitrogen dan belerang organic, misal senyawa amina.
Nama Inhibitor Natrium nitrit
Tabel 6.3. Daftar Inhibitor dan Kegunaannya Penggunaan dan Logam yang Dilindungi Air pendingin: baja
Konsentrasi 0,05% 112
Natrium nitrat Natrium hydrogen fosfat
Boraks Natrium silikat
Ion arsenat Amina organic
Hidrazin Natrium sulfit
Larutan garam: baja Air laut: baja Pendingin mesin: baja Mencegah instalasi peretakan kaustik: baja Air pendingin: baja Ketel: baja, tembaga, seng Air laut (dengan natrium nitrit): baja Pendingin mesin: baja Sistem pendingin glikol: baja Air minum: baja, tembaga, seng Air garam lading minyak: baja Air laut: baja Kebanyakan asam pekat: baja Kondensat uap ketel: baja Asam: baja Air garam lading minyak: baja Pemakan oksigen (temp. tinggi): baja Pemakan oksigen (temp. rendah): baja
> 5% 0,5% < 1% 1% 10 ppm 10 ppm 1% 1% 10-20 ppm 0,1% 10 ppm 0,5% Variasi
Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan
Latihan Kerjakan soal berikut pada buku tugas Anda. 1) Inhibtor yang bagaimana ditambahkan di lingkungan minyak? 2) Berilah contoh inhibitor dan penggunaannya! 3) Berilah salah satu jenis inhibitor yang dapat diterapkan di lapangan! 4) Jelaskan mekanisme proteksi inhibitor organic pada suatu logam! Contoh Soal Suatu logam dalam larutan asam teraerasi. Koefisien tafel katodik (c)= - 120 mV/decade dan koefisien tafel anodik (a)= 60 mV/decade. Digunakan dua buah inhibitor organic, yang satu sebagai inhibitor anodik dan yang lainnya sebagai inhibitor katodik. Kedua inhibitor mampu mengubah potensial korosi logam dengan harga yang sama, yaitu 50 mV tanpa mengubah koefisien tafel. Jelaskan inhibitor yang lebih efektif (penjelasan disertai gambar)!
113
BAB VII PROTEKSI KOROSI METODA COATING ORGANIK DAN ANORGANIK MATERIAL, PERANCANGAN, DAN PENGUBAHAN MEDIUM KOROSIF
Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu menjelaskan proteksi dan pengendalian korosi dengan metoda coating bahan organik. 2. Mahasiswa mampu menjelaskan proteksi dan pengendalian korosi dengan metoda coating bahan anorganik. Tujuan Pembelajaran Khusus 1. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses pengendalian korosi dengan bahan organik yang menerapkan pengunaan cat meliput jenis dan komposisi cat dan bahan plastik untuk proteksi korosi logam. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami proteksi korosi dengan bahan anorganik melalui proses anodisasi, kromatisasai,dan fofatasi. Pendahuluan Metode coating organik dan anoerganik merupakan proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan lapisan di permukaan logam. Coating organik biasanya menggunakan senyawa polimer, seperti senyawa yang dicampurkan di dalam cat atau plastik. Bagian ini akan diawali mendalami cat dan plastik sebagai lapisan pelindung di permukaan logam. Coating anorganik berupa pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Oleh karena itu, proses anodisasi aluminium, kromatisasi, dan fosfatasi merupakan coating anorganik yang diuraikan pada bab ini. 7.1. Coating Organik (cat) Coating organik terutma bertindak sebagai penghalang antara material dengan lingkungan korosif. Lapisan organik diterapkan sebagai cairan dengan bantuan kuas, roll atau penyemprotan. Umumnya, pelapis organik ini disebut cat yang terdiri dari partikel padatan yang terdispersi dalam media cairan pengikat. Selain iu, cat mengandung juga pelarut dan thinner yang mengendalikan viskositas dan menyediakan sifat-sifat yang diperlukan pada pemakainya. 7.1.1. Komposisi Cat Cat mempunyai komposisi sebagai berikut: 114
Binder (resin): merupakan bahan dasar cat (vehicle), menentukan sifat tahan terhadap lingkungan dan dipakai sebagai nama jenis cat, misalnya: vinyl, epoksi, akrilat, dan lain-lain. Pigmen (zat warna) merupakan padatan pembentuk lapisan pelindung. Contoh: serbuk seng, seng-kromat, rutile, dan lain-lain. Solvent (pelarut) mengencerkan bahan cat, contoh: terpentin, air, senyawa hidrokarbon. Filler merupakan bahan pengisi dan bersifat inert berfungsi untuk menambah padatan dalam bahan cat. Contoh : CaCo3, barit,clay (lempung), dll. Additif (anti oxidant, anti settling agent, anti floating, dst) 7.1.2. Sistem Cat Umumnya, sistem pengecatan tidak hanya dengan satu lapis cat, sedikitnya diperlukan dua lapis cat untuk mengurangi kemungkinan terbentuknya lubang-lubang halus. Unsur utama pengecatan adalah priming coat, under coat, dan finishing coat. Priming coat merupakan pelapis yang diterapkan padapermukaan logam yang akan dilindungi, tetapi dapat juga diterapkan kepada pelapis logam seperti seng. Primer coat ini berfungsi sebagai fondasi sistem protektif, sehingga cat ini harus membasahi dan menempel dengan baik pada permukaan logam. Umumnya, sistem cat tidak ada perbedaan penting antara primer coat dengan under coat, tetapi di dalam cat yang mengandung natural oil (minyak alam), pigmen yang ada di dalam cat dapat bersifat inhibitor. Misalnya red-lead (meni) yang dengan miynyak (oil) bereaksi membentuk sabun (soap) yang bertindak sebagai inhibitor. Under coat terutama berfungsi untuk membangun ketebalan dari pelapisan adhesi antar lapisan penting. Pigmen yang digunakan, umumnya, adalah pigmen pada finishing coat. Finishing coat berfungsi untuk memproteksi lingkungan. Pigmennya bersifat non inhibitif dan inert seperti titanium oksida, aluminium dan miscaceous iron oxide untuk memberikan warna. 7.1.3. Karakteristik Cat Jenis pengikat Cara pengeringan
Minyak rami Polimerisasi oksidatif mentah udara Minyak rami masak Vernis oleoresin Kondensasi pemanasan/ kondensasi udara/ polimerisasi oksidatif Alkid oil length Polimerisasi oksidatof panjang udara Alkid oil length Polimerisasi kondensasi sedang udara/ oksidatif
Ketahanan terhadap asam Asam Basa Air Pelarut
Udara Luar Buruk/ cukup
cukup
Sangat buruk
cukup
cukup
cukup
Sangat buruk
cukup
buruk
Cukup baik
cukup
buruk
cukup
cukup
buruk
Cukup baik Cukup baik
Sangat baik Sangat baik
cukup
115
Alkid oil length pendek Campuran urea formaldehid alkid Campuran melamin formaldehid alkid Amino epoksi atau campuran resin fenolat Campuran polyester/ poliisosianat Resin venil Karet klorinasi
pemanasan Plomerisasi kondensasi cukup pemanasan Polimerisasi kondensasi Cukup pemanasan baik Polimerisasi kondensasi Cukup pemanasan baik
cukup
baik
Cukup baik Baik
Sangat baik Cukup
Cukup baik Cukup baik
Sangat baik Sangat baik
Baik
Sangat baik
Polimerisasi kondensasi Baik pemanasan
Baik
Sangat baik
Sangat baik
Baik
Polimerisasi kondensasi Cukup penambahan udara/ baik pemanasan Evaporasi pelarut udara Sangat baik Evaporasi pelarut udara Baik
Baik
Cukup baik
Sangat baik
Sangat baik
Sangat baik Baik
Sangat baik Sangat baik
Buruk
Baik
Buruk
Baik
7.1.4. Kegagalan Cat Beberapa cat boleh diaplikasikan langsung pada permukaan logam, karena komponen cat mengandung asam fosfat atau asam tanat. Asam ini dengan produk korosi membentuk lapisan yang melekat di permukaan logam, karena asam ini mengoksidasi ferro menjadi ferri, sehingga cat akan melekat erat di permukaan yang lembab. Secara umum, cat diaplikasikan pada permukaan logam yang telah disiapkan. penyiapan permukaan logam dapat dilakukan seperti perlakuan permukaan yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Penyebab utama kegagalan sistem cat adalah: penyiapan permukaan logam yang kurang memadai pengerjaan lapisan cat pada kondisi yang tidak sesuai atau metoda pelapisan yang tidak tepat. Penyiapan permukaan logam akan memperngaruhi hasil pelapisan. Sebagai contoh, apabila permukaan terlalu kasar, puncak-puncak mikro yang terjadi akan mendapatkan lapisan yang tipis atau bahkan tidak terlapisi, akibatnya cat akan mengalami penetrasi awal. Ketika butiran air berdifusi melaui lapisan cat, larutan garam dari produk korosi dapat terbentuk pada bagian yang sifat adesinya kurang baik. Apabila konsentrasi larutan garam meningkat, maka tekanan osmosis akan memaksa air masuk melalui cat agar larutan garam menjadi encer. Hal ini akan menimbulkan pelepuhan dan memperluas pemisahan cat dengan logam serta merusak penampilan cat. Selain hal tersebut di atas, cat harus diaplikasikan pada kondisi udara yang tepat. Misalnya kelembaban kelembaban relative terlalu tinggi, selaput tipis air yang ada di permukaan logam akan mempengaruhi daya rekat dan waktu pengeringan cat. Suhu lingkungan juga mempengaruhi wakti pengeringan, yaitu penguapan pelarut cat dapat lebih
116
lambat pada suhu sangat rendah dan ada cat kemasan ganda yang tidak dapat mongering bila suhu tidak tepat. Suhu yang berbeda pada bagian tertentu sebuah komponen terutama apabila cat harus dipanaskan atau dipanggang dalam oven untuk mempercepat proses pengeringan, dapat menyebabkan pelarut yang menguap di satu bagian, tetapi di bagian lain (atau sisinya) terjadi pengembunan. Hal ini menyebabkan cat melarut pada bagian yang terjadi pengembunan pelarut, sehingga pada bagian ini akan terjadi bekas yang berupa guratan apabila cat sudah mengering. Kegagalan cat dapat terjadi pada sistem cat kemasan ganda akibat kurang sempurnanya proses pencampuran dua komponen saat cat digunakan dan proses peneringan untuk membentuk lapisan akhir bergantung pada polimerisasi silang. 7.1.5. Latihan Kerjakan soal berikut dengan singkat dan jelas! 1) Apa fungsi pengecatan pada logam? 2) Sebutkan cara pengecatan yang sering dilakukan! 3) Sebutkan kompoisi cat dan jelaskan fungsinya! 4) Jelaskan perbedaan primer coat, under coat, dan finishing coat! 5) Sebutkan jenis cat dan karakterisiknya! (3 macam) 6) Jelaskan penyebab kemungkinan terjadi kegagalan sistem cat! 7.2. Coating Plastik Coating termoplastik dan elastomer sering dilakukan terhadap logam yang relative mudah untuk memadukan sifat mekanik logam dan sifat plastik anti korosi. Teknik pelapisan plastik dapat diterapkan di berbagai lingkungan, misalnya lingkungan asam, basa, lumpur mengalir yang abrasif, terendam terus-menerus dalam air laut. Metoda pelapisan plastik pada logam dapat dilakukan dengan: cara pencelupan penyemprotan tanpa udara, elektrostatik, panas pengulasan Persaingan bahan pelapis plastik seperti persaingan industri cat, maka di pasaran terdapat bahan dasar yang sama, tetapi merek dagang berbeda-beda. Secara umum, bahan dasar plastik adalah sebagai berikut. 1) Nilon Bahan nilon mudah diberi warna, tidak akan pecah, dan tahan terhadap minyak dan pelarut. Nilon dapat digunakan pada suhu sampai 120°C, sehingga bahan ini dapat disterilkan dan banyak dipakai dalam industri pengolahan makanan. Pelapisan pada baja dan aluminium menunjukkan keliatan yang baik. 2) Politena (Polietilena) Bahan ini digunakan untuk melapisi alat rumah tangga, untuk pipa, tangki bahan kimia, dan rak. Untuk lingkungan tertentu, seperti lingkungan deterjen, alkohol, silikon, cenderung mengalami peretakan korosi tegang. 3) Plovinil Klorida (PVC) 117
Bahan pelapis jenis ini mudah menguap dan sifatnya bergantung pada kandungan plasticizer sesuai dengan kondisi penggunaannya. Agar bahan pelapis melekat erat pada logamnya, logam harus diberi bahan perekat atau cat dasar lebih dahulu. Bahan ini diaplikasikan dengan cara pencelupan dan penyemprotan, baik ke dalam tepung PVC halus maupun PVC cair. Pada permukaan yang panas, polimer dan plasticizer saling-silang menghasilkan endapan seperti gelatin, selanjutnya dikeringkan dengan pemanasan dengan suhu lebih tinggi untuk mendapatkan lapisan yang kuat. Logam yang dilapisi bahan ini tidak boleh mengalami suhu lingkungan lebih tinggi dari 60-70°C. 4) Politetrafluoroetilena (PTFE) Bahan ini mempunyai ketahanan korosi yang tinggi, stabil pada suhu sampai 250°C, tahan terhadap asam dan basa dan tidak menyerap air. Namun demikian, perlindungan terhadap korosi logam tidak dapat dijamin, karena sulit utnuk menghilangkan pori-pori mikro yang terdapat pada lapisan. 5) Poliuretan Pelapis bahan ini telah diterapkan untuk melapisi baja dalam lingkungan air laut, minyak pelumas, deterjen, dan asam atau basa pada konsentrasi rendah. Bahan ini dapat dilapisikan dengan metoda penyembprotan tanpa udara, pengulasan dan pencelupan. Latihan Kejakan soal berikut. 1) Sebutkan jenis plastik yang digunakan sebagai coating! 2) Metode apa yang digunakan untuk aplikasi coating plastik? 3) Sebutkan bahan dasar plastik yang biasa digunakan sebagi coating! 7.3. Coating Oksida Beberapa logam mempunyai kecenderungan untuk membentuk lapisan tipis (film) oksida yang stabil di permukaan logam. Lapisan ti[is ini dalam kondisi tertentu dapat protektif. Hal ini disebut pasivasi yang didefinisikan sebagai kemampuan suatu logam untuk mengadsorpsi inhibitor korosi yang sesuai secara kimia berfungsi untuk mengurangi laju korosi logam di lingkungan yang korosif. Zat inhibisi ini meliputi oksigen, oksida logam, produk korosi, adsorban organik, dan sebagainya. Selanjutnya, pasivasi menunjukkan kestabilan adsorbs kimia dan perawatan film protektif selama waktu tertentu. Pasivasi merupakan metoda relative sederhana dari proteksi logam terhadap korosi lunak atau lingkungan yang spesifik dan mempunyai tiga penerapan, adalah: 1. menstabilkan adanya film oksida terhadap oksidasi atmosfer selanjutnya yang berwarna putih produk oksidanya, misalnya timah dan seng. 2. meminimalkan perubahan permukaan, misalnya pelapisan timah 3. memperbaiki daya rekat (adesif) cat dan pernis, misalnya coating seng secara galvanisasi atau pelapisan timah pada kaleng. Pasivasi dapat dicapai melalui tiga cara:
118
1. Pasivasi mekanik disebabkan oleh suatu pembentukan lapisan penghalang sebagai produk korosi antara logam dengan elektrolit dan korosi selanjutnya, misaalnya korosi besi dalam larutan soda kaustik 40% pada suhu 70°C bila bentuk lapisan Fe3O4. 2. pasivasi kimia disebabkan oleh adsorpsi suatu logam atau oksida logam yang membentuk film permukaan yang stabil, misalnya kromatisasi 3. Anodik atau pasivasi secara elektrokimia bila oksida logam dapat dibentuk dengan pengaturan kondisi yang dapat dibuat perlakuan akhir secara sederhana. Keadaan pasif tidak diasumsikan sebagai salah satu kondisi tidak terjadi korosi, tetapi merupakan reaksi pembentukan fim pasif sebagaipenghalang pengendalian laju difusi, maka laju pelarutan logamditunjukkan kembali dengan arus sekitar 10-10a/cm2. Pembentukan beberapa oksida pada logam dapat lebih baik dipasivasikan atau diaktivasi dapat bergantung adanya ion pengompleks atau depasivasi seperti ion klorida (Cl-). Variabel utama lingkungan adalah pH dan potensial. Faurbaix telah menggunakan kenyataan ini untuk mengembangkan diagram pH potensial sebagai suatu indikasi kondisi film pasif terbentuk. Gambar 7.1. memberikan tiga diagram untukkrom dalam berbagai lingkungan, 1a dalam lingkungan aqueous pada 25°C dan diasumsikan terbentuk hidroksida, 1b krom dalam kondisi yang sama dengan pembentukan krom oksida, dan 1c adanya ion klorida dan daerah pasif diperkecil. Diagram tersbut dpat diaplikasikan untuk sifat logam krom, daerah pasif dengan film pasifnya merupakan campuran oksida.
Gambar 7.1.Diagram Pourbaix untuk Krom
7.3.1. Anodisasi Aluminium Anodisasi adalah proses pembentukan lapisan tipis (film) oksida pada permukaan benda kerja. Lapisan ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap logam aluminium dari reaksi korosi. Proses anodisasi ini merupakan proses elektrolisis dengan aluminium ditempatkan sebagai anoda. produk proses anodisasi ini mempunyai peranan penting dalam industri manufaktur, seperti industri pesawat terbang, industri mesin dan masih banyak lagi industri yang memerlukan proses anodisasi. Mekanisme Pembentukan Oksida 119
Mekanisme pembentukan lapisan oksida belum diketahui dengan pasti, tetapi reaksi oksidasi aluminium adalah sebagai berikut: 4Al + 3O2 = Al2O3 Kemungkinan tahap reaksi anodisasi Tahapan reaksi anodisasi oksidasi elektrolitik yang mengubah logam aluminium menjadi ion. Tahapan reaksi ion dengan oksigen yang dibawa dalam bentuk ion (OH- atau O2) pada antar muka sehingga membentuk lapisan aluminium oksida yang menempel pada permukaan anoda. Tahapan terakhir merupakan peristiwa pelarutan kembali sebagian oksida tersebut oleh asam sehingga membentuk lapisan akhir yang terlapisi. Secara skematis tahapan reaksi diatas dapat dijabarkan sebagai berikut: OHpelarutan 3+ Al Al Al2O3 lapisan Al2O3 akhir O2 Reaksi elektrodik, apabila proses anodisasi menggunakan larutan elektrolit H2SO4 yaitu: H2SO4 = 2H+ + SO42Pada katoda (Pb, Al, anoda tak larut): 2H+ + 2e = H2 E°= 0,0 Volt 2H2O + 2e + O2 = 4OH E°= 0,4 Volt Pada anoda Al: 2H2O = O2 + 4H+ + 4e Al = Al3+ + 3e E°= 1,66 Volt Reaksi pembentukan oksida: 2Al3+ + 3OH- = Al2O3 + 3H+ G° = -33,985 kkal Reaksi total: 2Al + O2 + H2O = Al2O3 + H2 G° = -320,080 kkal H° = -260,536 kkal Proses anodisasi aluminium menggunakan elektrolit yang melarutkan oksida logam, sehingga akan terbentuk suatu lapisan oksida yang hamper tidak berpori dan sangat tipis. Lapisan oksida semacam ini disebut lapisan penghalang arus. Apabila lapisan penghalang ini sudah terbentuk, maka lapisan ini akan semakin menebal dan mengakibatkan aliran arus listrik terbentuk, tetapi bila lapisan oksidanya banyak porinya, maka hal tersebut tidak akan terjadi. Lapisan oksida yang banyak porinya, ketebalannya hanya perpuluhan mikrommeter, yaitu dapat mencapai 0,17 mm. Kerapatan porositas bervariasi tergantung pada kondisi anodisasi, tetapi porositas terbesar mempunyai jarak 6-80.109 pori/cm2, diameter pori sekitar 100-300 A°. Komposisi film terutama adalah Al2O3, meskipun telah sealing dalam air mendidih komposisinya menjadi 70% Al2O3, 17% H2O, 13% sisa anodisasi seperti sulfat atau kromat. Untuk proteksi, ketebalan film dibutuhkan 5-25m. Teori struktur film oksida bergantung pada observasi percobaan ketebalan film oksida hanya dapat terbentuk dalam elektrolit tertentu 120
total porositas film digambarkan kembali sekitar 45% dari volum film film awal adalah rapat, tetapi menjadi kurang rapat pada pertumbuhan film ketebalan film pada awalnya bertambah sesuai dengan jumlah secara teori, kemudian turun dengan waktu akibat efisiensi arus turun dan tegangan naik Secara skematis, lapisan oksida di permukaan logam aluminium dapat ditunjukkan seperti Gambar 7.2. berikut.
Gambar 7.2. Lapisan oksida dari aluminium Pembentukan aluminium oksida pada permukaan anoda aluminium akan semakin besar, bila arus dan waktu proses cukup lama, secara kuantitatif massa lapisan iksida yang terbentuk dapat dirumuskan: Mr.Al2O3.i .t m= nF dengan:
I = rapat arus n = jumlah mol electron yang terlibat t = waktu dalam detik Mr = masa rumus relatif F = bilangan Faraday m = massa lapisan dalam gram
121
Proses Anodisasi Secara sederhana proses anodisasi dapat ditunjukkan seperti diagram pada Gambar 7.3 berikut. Pencucian lemak
Pembilasan (Rinsing)
Pengetsaan (Etching) asam dan alkali
Pembilasan (Rinsing)
Brightener Dip (Pembersihan secara
Pembilasan (Rinsing)
Proses Anodisasi
Pembilasan
Pewarnaan
Sealing
Pengemasan
122
Gambar 7.3. Diagram Proses Anodisasi Peralatan Proses Anodisasi Peralatan yang digunakan dalam proses anodisasi meliputu hal berikut: Rectifier merupakan sumber arus listrik searah (DC). Katoda dan anoda, katoda berfungsi sebagai penghantar listrik dan tidak larut selama proses. Katoda yang dapat digunakan adalah Pb dan Grafit, SS, baja dan Al tergantung elektrolit. Rak merupakan tempat prosuk hasil anodisasi, biasanya dari Al, paduan Al, Ti dan Ti yang dilapisi Al. Bak (tangki) merupakan tempat larutan elektrolit, larutan pencuci. Secara sederhana peralatan proses anodisasi dapat ditunjukkan seperti Gambar 7.4. berikut.
Gambar 7.4. Peralatan Proses Anodisasi
Proses Persiapan Benda Kerja Persiapan benda kerja dapat dilakukan dengan metode berikut. a. Pembersihan Lemak untuk Logam Aluminium Surface active agent : soap, soapless-soap, T (20-80°C), t seperlunya Proses asam sulfat : asam sulfat (5-20%), T (60-80°), t (30-180 detik) Electronic degreasing : NaOH (1-2%), suhu kamar, t (30 detik), rapat arus (4-8 A/dm+), kemudian lakukan netralisasi dengan HNO3 10-15%. Alkali : NaOH (5-20%), T (40-80°C), t (15-60 detik), kemudian netralisasi dengan HNO3 10-15%. Garam-alkali : soda ash [Na2CO3 (10%), Na2SiO3 (2%), NaCN (2%)] atau [Na2CO3 (5%), Na2HPO4 (15%), T (30-80°C), t (30-180 detik) b. Proses Pengetsaan b.1. Etsa dengan asam 123
Asam nitrat-hidrofluorat : HNO3 (5-25%), HF (1-5%), CuSO4 (0,25%), T (2035°C), t (2-5 menit). Asam sulfat : asam sulfat (90 gpl), T (70-90°C), t (1-5 menit). Asam sulfat-kromat : H2SO4 (3-15%), CrO3 (2-10%), T (60-75°C), t (0,5-2 menit). Asam-sulfat nitrat : H2SO4, (10%), HNO3 (10%), T suhu kamar, t (20-40 detik). b2. Etsa dengan alkali Natrium hidroksida : NaOH (10-25%), T (50-90°C), t (20-120 detik), kemudian dinetralisasi dengan HNO3 15-50%. Soda kaustik-pospat : NaOH (3-8%), Na3PO4 (5-10%), T (55-80°C), t seperlunya. Kaustik kromat : NaOH (7,50%), natrium silicon fluoride (2%), NaCrO 4 (0,50%), T (50-70°C), t (1-10 menit). Larutan Elektrolit untuk Proses Anodisasi Larutan elektrolit untuk proses anodisasi dapat menggunakan larutan berikut ini. Larutan kromat (banyak dipakai untuk menganodisasi alat pesawat terbang dan lapisan oksidanya lebih tahan korosi dibandingkan dengan proses asam sulfat). Larutan kromat-sulfat : CrO3 (50,25 -100,50 gpl), NaCl (0,20 gpl), asam sulfat (0,50 gpl), Kondisi operasi: T (35°C), rapat arus (0,1-0,54 A/dm2), t (1-10 menit), V (40 volt). Larutan asam kromat : CrO3 (100 gpl), Kondisi operasi: T (35°C), rapat arus (0,1-1,8 A/dm2), t (30 menit), V (40 volt), agitasi udara. Larutan asam sulfat : asam sulfat (15-18%), Kondisi operasi: T (20-28°C), rapat arus (0,2-1,4 A/dm2), t (10-30 menit), V (14-24 volt), agitasi udara. Produk oksidanya lebih transparan dan keras. Nikel-sulfat: asam sulfat (200 gpl), Ni-sulfat (10 gpl). Kondisi operasi: T (20°C), rapat arus (1,2 A/dm2), t (20 menit). Asam fosfat : asam orthofosfat (108,7 gpl). Kondisi operasi: T (20-28°C), rapat arus (1,21,5 A/dm2), t (10-40 menit). Pengerasan Lapisan Oksida Lapisan oksida yang terbentuk di permukaan logam aluminium dapat dilakukan pengerasan dengan metoda berikut ini. a. Dengan air panas Pengerasan lapisan oksida pada aluminium yang telah mengalami proses anodisasi dilakukan dengan air panas. Aluminium oksida akan bereaksi dengan air membentuk bochmat. Al2O3 + H2O = 2AlOOH Reaksi ini akan berjalan baik pada pH 5,5- 6,5. Agar pH air dapat dikontrol, perlu ditambahkan natrium asetat dan asam asetat. b. Dengan uap air panas Pengerasan lapisan oksida dapat juga dilakukan dengan uap air panas. Dengan cara ini terbentuk selaput bochmat pada lapisan oksidanya. Cara pengerasan lapisan oksida dengan uap air panas dapat menghindari terlarutnya kembali sebagian zat pewarna. c. Dengan zat lain 124
Pengerasan lapisan oksida dapat juga dilakukan dengan larutan elektrolit seperti natrium asetat, bikromat, silikat, dan sebagainya. Pewarnaan Lapisan Oksida Pewarnaan hasil proses anodisasi bertujuan untuk dekoratif, sehingga permukaan logam menjadi lebih indah dan menarik. Zat warna dapat diserapkan ke dalam pori-pori lapisan oksida. Hal ini dimaksudkan supaya lebih tahan lama dan tidak mudah hilang akibat sinar matahari. Zat wana yang digunakan dapat berupa zat warna organik maupun anorganik. a. Zat warna organik Setelah proses anodisasi dan dicuci dengan air, lapisan oksidasi pada permukaan aluminium dapat diberi warna dengan mencelupkan ke dalam larutan zat warna organik pada temperatur ±65°C. Pelarut zat warna ini tidak harus air tetapi dapat juga pelarut organik seperti alcohol, benzene, dst. Kadar zat warna dan pH larutan disesuaikan dengan jenis zat yang diinginkan. b. Zat warna anorganik Beberapa zat warna anorganik dapat diserap ke dalam pori-pori oleh larutan lainnya. Karena itu, ada dua tahap dalam proses pewarna ini. Tahap 1 : menyerapkan zat warna organik dalam pori-pori lapisan oksida. Tahap 2 : mengendapkan zat organik dalam pori-pori dengan larutan pengendapnya. Contoh: tahap 1 dalam larutan kalium ferrosianida, tahap 2 dalam larutan ferri nitrat, makan akan diperoleh endapan ferri-ferro sianida yang berwarna biru. c. Pengendapan logam Pewarnaan dapat juga dilakukan dengan menggunakan garam logam. Garam-garam ini diserapkan ke dalam pori-pori lapisan oksida. Logam garam tersebut diendapkan secara elektrolitik. Logam-logam yang dapat diendapkan dengan cara ini adalah nikel, kobalt, timah, besi, tembaga, dst. Logam aluminium yang dikerjakan secara ini akan lebih tahan terhadap panas dan keadaan. Tabel 7.2 Zat Warna Organik Bahan Pewarna Kode BP Kont. (gpl) pH Tebal Lap. (m) Golden orange 2RL 5 4 - 5,5 6–7 Orange GL 6 5–8 6–7 Brass Yellow NGW 0,20 5–8 8 Gold MO 0,30 5,5 – 6,5 4–6 Copper 2RLW 5 5,5 – 6,5 9 – 10 Red RLW 6 4 – 8,5 7–8 Violet CLW 1,5 3,3 – 4 7–8 Blue 4LW 5,5 3 – 4,5 7–8 Green GLW 8 4,5 – 5,5 10 – 12 Olive Brown 2RW 5 5,5 – 6 9 – 10 Bronze LLW 3 5,5 – 6 9 – 10 Black LLW 10 3,5 – 4,5 15 – 20 Deep Black MLW 10 3,5 – 4,5 15 – 20 7.3.2. Kromatisasi kromatisasi melibatkan pembentukan lapisan tipis (film) campuran logam-kromoksida yang pasif. Komposisi lapisn tipis (film) dapat sangat tidak terbatas, tetapi dapat mendekati krom 125
oksida hidrat (Cr2O3.xH2O) atau krom hidroksida [Cr(OH)3. Cr(OH).CrO4] dan biasanya, berwarna kuning atau dapat berwarna lain jika mengandung kromat basa. Pembentukan film kromat diawali dengan pelapis permukaan benda kerja (logam dan oksida logam) dan masuk permukaan pelarutan. Larutan kromatisasi biasanya berisi suatu anion aktivasi seperti klorida dan sulfat. Proses ini adalah sesuai untuk logam Al, Cu, Zn, Mg, Ag yang ketebalan filmnya mulai 0,1 sampai 10-3 mm dapat dikembangkan atau tanpa lapisan pasif. Hal ini tidak tahan terhadap korosi, tetapi dapat digunakan sebagai pretreatment finishing organic. Aluminium Proses pasivasi Aluminium melibatkan pelarutan logam dan mengacu pada diagram Paurbaix Gambar 7.1. Hal tersebut dapat menjadi jelas bahwa kromatisasi kemungkinan melalui kedua elektrolit asam dan alkali, meskipun lapisan tipis (film) pasif harus didasarkan pada bohmit. Secara normal, film pasif berpori, tetapi kedua larutan kromat dan fosfat, film dapat terbentuk tidak berpori dengan pemanasan sampai temperatur diatas 70°C bayerit dihidrat menjadi bohmit. Film dengan ketebalan 1-2 m dapat tumbuh selama waktu 15-30 menit dengan penambahan NaOH. Suhu operasi dapat ditutunkan (misalnya untuk 65°C untuk 3,5 gpl atau 35°C untuk 7,0 gpl). Penggunaan silikat dan fosfat memperkecil porositas dan bertindak sebagai pengaktif yang efektif, dengan penambahan natrium hidrofosfat (Na2HPO4). PH operasi adalah kritik karena secara awal membentuk hidroksida dan mengendap pada permukaan logam sebagai bayerit. Al + 3H2O = Al (OH)3 + 3/2 H2 Al(OH)3 = Al2O3.3H2O Kelebihan ion hidroksil akan bereaksi dengan hidroksida membentuk ion kompleks aluminat. Al(OH)3 + OH- = Al(OH)63Pelarutan Al dapat dipercepat dengan penambahan oksidator yang terpolarisasi secara efektif, tetapi hydrogen diperlukan untuk mengendapkan basa kromat. 3/2 H2 + CrO42- = CrO.OH + 2 OHatau 3/2 H2 + CrO42- + H2O = Cr(OH)3 + 2OHFilm yang dihasilakn merupakan 75% bohmit dan 25% basa kromat. Larutan asam seperti tipe kromat-fluorida atau kromat-fosfat menghasilkan film tipis, transparan dengan ketebalan 0,1-1,0 m, sedangkan dengan ketebalan 1-5 m berwarna hijau gelap. Secara umum, larutan kromat-fluorida dapat diaplikasikan dengan pencelupan atau penyemprotan dengan warna film diatur oleh waktu dan temperatur operasi, yang juga mempengaruhi ketebalan lapisan (Gambar 7.5). Komposisi larutan tidak kritik, tetapi kelebihan activator dalam larutan, seperti fluoride dapat terjadi pembentukan tepung film meskipun dapat menghibisi kromatisasi. Pengaruh fluoride adalah untuk memungkinkan aluminium larutan awal bila dioksidasi, oksidator masuk ke dalam pembentukan kembali Al2O3. Dalam larutan alkali, pembentukan film kromat tergantung pada pmbebasan gas hydrogen, maka tahap pertama harus ada pelarutan aluminium. Film tidak keras atau tahan aus, tetapi memberikan ikatan adesif yang bagus untuk coating cat dan pernis. Film lebih 126
tebal dapat dicapai dengan penambahan konsentrasi ion hidroksil dan kromat, tetapi untuk larutan yang mengandung fosfat menyebabkan AlPO4 yang dapat memperbaiki sifatnya.
Gambar 7.5. Variasi berat dan warna coating dengan waktu dan temperatur untuk perlakuan Al dalam larutan kromat-fluorida Magnesium Seperti dalam kasus Al, kromatisasi mentsbilkan fim oksida pada permukaan magnesium dan telah diterapkan untuk tuang dan dibuat paduan. Pembersihan permukaan adalah cukup penting. Pembersihandan kromatisasi tuang menghasilkan pengukuran kerak yang signifikan, yang dapat dikurangi dengan penerapan coating cat. Larutan dikromat (misalnya Na2Cr2O7 75 gpl dan SeO2 30 gpl) adalah paling baik, tetapi harus digunakan dalam kondisi panas selama 1 menit. Sehingga untuk tuang, larutan dingin adalah lebih baik, dan didasarkan pada asam nitrat (misal : HNO 3 25 mL/L, CrO3 280 gpl, dan HF 8 mL/L). Untuk ketahanan korosi dalam air laut, larutan dasar klorida dapat digunakan (NaCl 20-120 gpl, NaNO3 10 gpl dan pH <1). Seng dan Kadmium Perlakuan kromat dapat diaplikasikan untuk pengendapan secara listrik dan tuang pada seng untuk mencegah pengusaman menjadi abu-abu di industri atmosfer dan mengurangi pembentukan oksida di lingkungan laut. Dalam kasus cadmium, yang dapat menempatkan kembali seng seperti coating untuk aplikasi dekoratif, perawatan kilapan, penampakan daya tarik. Secara umum, keperluan memperoleh sifat adesif yang baik untuk vernis dan coat tidak penting karena perlakuan fosfatasi adalah lebih baik. Perlakuan terbaik adalah proses “Cronak” yang didasarkan pada kromat (Na2Cr2O7 200 gpl dan H2SO4 5-6 ml/L) yang menghasilkan film kuning coklat setelah perlakuan 1-10 detik. Larutan asam tipe ini digunakan pada pH 1-4, maka laju pelarutan seng turun dan laju coating kromat diminimalkan (Gambar 7.6). Hal ini disebabkan pelarutan seng merupakan tahap awal cukup penting dengan pH optimum 1,2-1,6 dan mekanismenya melalui tiga tahap. 127
1. Seng larut oleh asam dikromat, kemudian pH naik di sekitar permukaan logam. Zn + 2H2Cr2O7 = Zn2+ + 2HCr2O7- + H2 2. Kenaikan pH berikut beberapa pengendapan hidroksida menyebabkan ion kromat menjadi lebih stabil 2HCr2O7- + 3H2 = 2Cr(OH)3 + OH2HCr2O7- + H2O = 2CrO4 + 3H+ 3. Film krom basa kromat terbentuk di permukaan logam 2 Cr(OH)3 + CrO42- + 2H+ = Cr(OH)3.CrOH.CrO4 + 2H2O
Gambar 7.6. Pengambilan logam dan berat coating bertambah selama kromatisasi seng sebagai fungsi pH Serangan awal permukaan seng digambarkan kembali dalam suatu lapisan kira-kira dua lapisan, maka secara jelas proses tidak dapat diterapkan untuk pengendapan secara listrik karena lapisan sangat tipis. Mekanisme tersebut menjelaskan hasil pengamatan bahwa ada sedikit atau tidak ada seng klorida di permukaan film, hal ini menunjukkan perbedaan karakter dari film kromat pada aluminium, meskipun mereka dapat mengandung hidrat air cukup besar. Perlakuan kromat menghasilkan film kunign, tetapi hasil film yang tidak berwarna lebih menguntungkan. Penggunaan larutan asam komat (CrO3 5-15 gpl dan H2SO4 3-5 gpl) memungkinkan film transparan untuk menghasilakn film yang seperti pelangi, tetapi film seperti ini adalah untuk dekoratif daripada protektif. 7.3.3. Fosfatasi pada Baja Logam besi atau baja karbon merupakan logam yang rentan terhadap korosi. Untuk menanggulanginya, maka logam besi atau baja sebelum dilakukan pengecatan lebih dahulu dilakukan proses fosfatasi. Fosfatasi adalah pembentukan lapisandi permukaan logam untuk melindungi korosi. Lapisan ini sering digunakan sebagai lapisan primer pada pengecatan. Proses fosfatasi dapat dilakukan pada logam besi, seng, aluminium dan mangan. Umumnya, penerapan proses fosfatasi adalah untuk benda kerja besi atau baja, dan penerapan yang penting untuk seng adalah proses galvanisasi. Perlakuan fosfatasi yang paling sederhana adalah menggunakan asam fosfat encer untuk permukaan besi dan baja. Baja ayau besi yang akan difosfatasi, perlu dilakukan 128
pretreatment dengan larutan kromat. Proses fosfatasi dikembangkan pertama kali menggunakan seng fosfat (Cosletizing), mangan hidrofosfat (Parkerizing). Sesuai dengan perkembangan proses fosfatasi ditambahkan zat yang berfungsi untuk memperpendek waktu proses, yaitu dengan menambahkan tenaga atau nitrat. Penambahan nitrat pada larutan untuk proses fosfatasi dapat memperpndek waktu dari 30 menit menjadi 5 menit. Proses operasi fosfatasi dapat diturunkan temperaturnya dengan menambahkan ester asam lemak dan garam ke dalam larutan proses. Proses fosfatasi untuk baja dan seng dapat menggunakan larutan proses yang sama, tetapi untuk aluminium perlu ditambahkan bahan pengompleks seperti fluorida. Lapisan (coating) yang dihasilkan pada proses fosfatasi merupakan seng fosfat atau kromat-fosfat yang pada pretreatment ditambahkan asam fluoride pada larutan proses. Mekanisme pembentukan coating di permukaan logam pada proses fosfatasi melalui tiga tahap. 1. Proses pelarutan logam sesuai persamaan reaksi: M + 2 H3PO4 = M(H2PO4)2 + H2 Tahap ini, proses dapat berlangsung baik pada pH 2-4. Dengan adanya oksidator akan mempercepat depolarisasi reaksi tersebut (H2H2O) dan pembentukan senyawa fosfat primer yang larut sebagai pengendali laju reaksi. Oksidator yang dapat terlibat antara lain: klorat, nitrat, perklorat, peroksida dan ion logam. Hal ini dapat mempercepat pelarutan dengan pengendapan galvanik. 2. Proses pengendapan senyawa fosfat sekunder yang diakibatkan oleh kenaikan pH larutan M (H2PO4)2 = MHPO4 + H3PO4 3. Proses pembentukan fosfat tersier, yang disebabkan oleh pH larutan yang terus naik 3M (H2PO4)2 = M3(PO4)2 + 4H3PO4 atau 3MHPO4 = M3(PO4)2 + H3PO4 Pada kesetimbangan terjadi perbandingan antara total zat : asam bebas = 7 : 1. Apabila larutan berada pada kondisi ini, maka reaksi berlangsung dengan cepat, tetapi oksidator dapat mengoksidasi ferro menjadi ferri, sehingga ferri fosfat yang terbentuk dapat mengendap secara langsung. Dengan demikian, produk coatingnya antara lain Fe3(PO4)2.8H2O dan Fe3O4. Untuk logam seng atau mangan, produknya antara lain adalah Zn 2Fe(PO4)2.4H2O dan Zn3(PO4)2.4H2O fosfat tidak akan terbentuk di permukaan logam. 3 Zn (H2PO4)2 = x H3PO4 + (4 + x) Fe = Zn3 (PO4)2 + (4 + x) FePO4 + 3/2 (4 + x) H2 Fosfatasi bertujuan untuk dasar cat, pelumasan saat proses [enarikan barang, dan tahan korosi. Oleh karena itu proses fosfatasi banyak digunakan pada industri konstruksi sampai automotif, misalnya untuk car bodise, refrigenerators, office furniture, sepeda dan sebagainya. 7.3.4. Latihan Jawablah pertanyaan berikut. 1. Jelaskan apa perbedaan antara proses anodisasi dengan electroplating! 2. Apa yang dimaksud dengan a). anodisasi; b). kromatisasi; c). fosfatasi? 129
3. Jelaskan mekanisme pembentukan oksidasi pada proses anodisasi Al! 4. Jelaskan tahapan proses anodisasi Al! 5. Jelaskan fungsi sealing pada proses anodisasi Al! 6. Jelaskan proses kromatisasi! 7. Jelaskan mekanisme pembentukan lapisan kromat di permukaan logam! 8. Jelaskan proses fosfatasi pada baja karbon! 9. Jelaskan mekanisme pembentukan lapisan fosfat di permukaan logam! 10. Jelaskan fungsi asam nitrat pada proses fosfatasi!
130
BAB VIII PROTEKSI KOROSI METODA COATING LOGAM DAN PROTEKSI KATODIK
Tujuan Pembelajaran Umum 1. Mahasiswa mampu memahami teknik pengendalian korosi dengan metode coating logam 2. Mahasiswa mampu memahami pengendalian korosi dengan metode proteksi katodik Tujuan Khusus 1. Mahasisawa dapat menerapkan pengendalaian korosi dengan metode coating logam pada korosi logam 2. Mahasiswa dapat menjelaskan proteksi katodik secara anoda korban, 3. Mahasiswa menjelaskan menjelaskan metode proteksi katodik arus terpasang 8.1 Proteksi Korosi Metode Pelapisan Logam Pemberian lapisan pada permukaan logam bertujuan untuk menghambat serangan korosi dan memperbaiki sifat milik dari logam itu sendiri ( sifat mekanik; kekerasan, keuletan, kekuatan), sifat fisik dan sifat dekoratif (memperindah penampilan). Lapisan protektif ini dapat berupa lapisan logam, Cat (organik), plastik, vernis, semen (beton). Tahapan proses pelapisan permukaan logam sebagai berikut: Tahap persiapan ; bertujuan untuk membuang semua kotoran pada permukaan logam seperti kerak, karat, oksida, minyak, lemak, debu, dan serpihan dari proses fabrikasi serta mengatur karakteristik sifat fisik permukaan. Tahap pelapisan ; tahap pelaksanaan pemberian lapisan protektif Tahap akhir(tahap penyelesaian) ; merupakan tahap pembersihan sisa-sisa bahan kimia agar menghasilkan lapisan yang bersih rata dan mengkilat 8.1.1 Persiapan Permukaan
131
Persiapan permukaan merupakan bagian terpenting dalam proses coating logam secara listrik atau pencelupan kedalam reaksi kimia. Biasanya tahap persiapan permukaan dilakukan dua tahap Yaitu: Pembersihan bahan anorganik seperti kerak dan produk korosi lainnya Pembersihan bahan organik seperti lemak dan minyak Pembersihan Kerak dan Karat Kerak dan karat merupakan kotoran yang tidak larut dalam cairan yang digunakan untuk pembersih lemak. Kerak dan karat melekat begitu kuat pada permukaan baja sehingga tidak dilakukan menggunakan pelarut.Karat dan oksida lainnya dapat dibersihkan dengan metode barikut: a. Pembersihan secra makanik Pembersihan kerak dan karat dapat dilakukan sebagai berikut: Dengan pukulan palu, pengikisan, sikat kawat, dan penggilingan yang pengoperasiannya dapat dilakukan dengan cara manual atau mekanik Dengan peledakan pneumatic; yaitu dilakukan dengan proses kering atau basah menggunakan pasir silika atau pasir baja yang disemprotkan terhadap permukaan logam yang akan dilapisi. Dengan penembakan sentrifugal; proses penembakan baja atau bola baja yang kecil terhadap benda kerja menggunakan roda pisau yang berputar. Penggunaan bahan penggosok untuk mengkilapkan permukaan benda kerja. b. Pembersihan dengan pemanasan Proses pemanasannya dilakukan sebagai berikut: Dengan pembersihan nyala; Metode ini khusus menggunakan pembakar asetilen oksigen yang digerakkan melalui permukaan benda kerja dengan sudut tertentu. Metode ini sesuai dengan konstruksi atau peralatan besar Dengan pemanas induksi; Metode ini sesuai dengan pelat baja, roda atau tabung baja. Benda kerja dipanaskan sekitar 175o C melalui agregat induksi listrik yang kemudian didinginkan dengan cara menyemprotkan air dingin begitu kerak mengelupas. c. Pembersihan secara kimia dengan pikling Pickilng dilakukan dengan pencelupan benda kerja ke dalam larutan asam sulfat, asam klorida atau asam fosfat. Tujuannya adalah untuk menghilangkan karat yang masih ada pada benda kerja yang terdapat pada bagian yang ada dalam pori- pori. Serangannya cepat dan diharapakan membentuk sel galvanic kecil dengan partikel besi sebagai anoda, asam sebagai elektrolit dan magnetit sebagai katoda, sehingga terjadi pembebasan hydrogen yang terdistribusi dalam oksida Pembersihan Bahan organik Pembersihan bahan organik dapat dilakukan dengan beberapa cara: a. Alkali degreasing Alkali degreasing dilakukan dalam larutan aquades, yang berisi bahan pembersih seperti sabun atau detergent, dan alkali seperti alkali fosfat atau alkali silkat. Alkali degreasing bertujuan untuk mengawali pembersihan permukaan danjuga sebagai tahap akhir sebelum proses electroplating atau coating b. Pembersihan emulsi 132
Pembersihan emulsi merupakan penggabungan dua metode dengan penggunaan emulsi dan pelarut organik dalam larutan sabun. Tahap ini ditambahkan pengemulsi seperti kalium oleat. Dalam hal ini, pelarut organik dicampur dengan air selama proses pembersihan terbentuk emulsi. Suatu aturan, alkohol suhu tinggi atau surfaktan ditambahkan sebagai penstabil. Benda kerja dicelupkan kedalam pelarut organik dengan pengemulsi yang dengan kemudian disemprotkan dengan air menghasilkan emulsi minyak - air dan permukaan logam menjadi bersih. c. Pembersihan dengan uap (steam degreasing) Pembersihan lemak dengaan uap air yang mengandung bahan pembersih disemprotkan pada benda kerja dengan tekanan tinggi. Metode ini benyak digunakan untuk pembersihan benda kerja dalam jumlah banyak seperti mobil dan jalan kereta api. 8.1.2 Beberapa Metode Pelapisan Logam Secara ideal bahan pelapis mempunyai sifat: Lebih tahan terhadap serangan lingkungan dari pada logam dasar Tidak memicu logam dasar yang dilindungi bila lapisannya tergores Mempunyai sifat fisik (kekuatan,kelenturan, keuletan) yang mempunyai persyaratan operasional struktur logam yang dilindungi Tebal lapisan harus merata dan tidak berpori Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa metode pelapisan logam yang dapat dilakukan terhadap benda kerja antara lain : Metode Mekanik Pelapisan secara mekanik dapat dilakukan dengan cara pengulasan dan penyemprotan leburan logam seperti aluminium atau seng(Zn) pada permukaan logam. Pengecatan dengan debu atau aluminium memberikan coating logam secara khusus. Metode Fisika Metode pelapisan secara fisik dibedakan menjadi dua yaitu metode suhu tinggi metode suhu rendah. Metode Suhu Tinggi Jika pelapisan logam dilakukan pada suhu tinggi, permukaan logam terbentuk secara difusi. Kategori ini meliputi celup panas (Hot- diping) dalam tangki leburan Zn, Pb, Sn atau Al pada suhu tinggi dalam suatu serbuk logam pelapis yang dicampur bahan fluxing yang sesuai. Metode Suhu Rendah Metode ini dilakukan dengan pengulangan pada kondensasi logam pelapis di permukaan benda kerja, permukaan paduan tidak terbentuk dan ikatan ke benda kerja (logam dasar) terjadi secara mekanik . contoh metode ini adalah sublimasi secara vakum dan sublimasi secara listrik. Metode Kimiawi Metode ini juga dibedakan antara metode suhu tinggi dan metode suhu rendah 133
Metode Suhu tinggi Dalam metode ini, benda kerja ( A, sebagai contoh baja) ditempatkan dalam leburan atau uap senyawa kimia. Biasanya, senyawa khlorida, logam pelapis ( B, missal Cr). Logam pelapis dapat diendapkan menurut reaksi: Pertukaran A + BCl2 B + ACl2 BCl2 + H2 B
Reduksi Dissosiasi termal
BCl2
B +
+
2HCl
Cl2
Semua kasus ini , logam pelapis akan lebih atau kurang dipadukan dengan logam dasar A. Metode suhu rendah Dengan metode ini dapat dikenal beberapa jenis pelapisan, yaitu: Elektrodeposisi (electroplating) Reduksi kimia atau elektroless( pelapisan dalam larutan perak nitrat dan formaldehid, pelapisan nikel dengan reduksi hipofosfit) Sementasi yang melibatkan reduksi logam lebih mulia dari logam dasar 8.1.3
Pelapisan Logam Secara Celup Panas(Hot Dipping)
Pelapisan inidilakukan dengan cara mencelupkan logam dasar (bendakerja) kedalam leburan logam bertitik lebur rendah seperti seng (Zn), aluminium (Al), timah (Sn), dan molybdenum (Mo). Penerapan yang umumadalah melapisi logan besi, terutamabaja karbon untuk baja konstruksi dengan logam seng. 8.1.4 Pelapisan Logam Secara Listrik (Elektropalting) Proses pelapisan logam secara listrik (electroplating) bertujuan untuk menaikkan sifat mekanis permukaan benda kerja, mutu barang, dekoratif dan perlindungan terhadapkorosi, serta melicinkan permukaan benda kerja. Sebagai contoh Vernikel, verchrom, pelapisan perak dan sebagainya. Prinsip Dasar Elektroplating merupakan proses pelapisan logam/paduan pada permukaan benda kerja dengan bantuan arus listrik searah (DC). Suatu bak diisi bahan kimia yang berfungsi larutan elektrolit. Dua pelat logam dicelupkamn ke dalam larutan sebagai elektroda. Kedua elektroda ini tidak berkontak secara langsung satu dengan lainnya. Di luar bak setiap elektroda dihubungkan dengan kutub positif (anoda) dan kutubnegatif (katoda) dari sumber arus listrik searah (rectifier). Berdasarkan hal di atas dapat dipahami bahwa proses electroplating digerakkan oleh (potensial dan arus) listrik searah diluar bak, arus mengalir malalui konduktor (pelat logam, kabel) dalam larutan tempat gerakan partikel bermuatan (ion). Tempat keluar –masuknya arus dari atau keluar larutan disebut elektroda.Pada anoda berlangsung reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Ion yang bergerak menuju katoda disebut kation dan ion 134
yang bergerak menuju anoda disebut anion. Larutan tempat bergeraknya anion dan kation disebut elektrolit. Sabagai contoh,pada pelapisan nkel menggunakanlarutan Watts mempunyai Komposisi : nikel sulfat heksahidrat (NiSo4.6H2O) = 300 gpL, nikel khlorida heksahirad ( NiCl2.6H2O) = 80 gpL dan asam borat ( H3BO4) = 40dan gpL. Elektroda yang digunakan adalah logam nikel sebagai anoda dan benda kerja sebagai katoda. Dalam larutan Watts, kation Nikel (Ni2+) akan bergerak menuju katoda, sedangkanlogam nikel di anoda melarut, sehingga logam di anoda makin lama makin berkurang. Logam yang larut akan timbulsebagai endapan yangmelapisi katoda. Dengan demikian, proses electroplating dapat dipahami di anoda terjadi proses pelarutan lgam dan di katoda terjadi pelapisan yang menyebabkan permukaan katoda semakin tebal. Arus dan Hambatan Listrik Arus listrik searah mengalir diakibatkan adanya beda potensial antara dua kutub logam atau (kedua elektroda). Beda potensial diatur melalui panel rectifier. Besarnya arus yang mengalir dinyatakan sebagai kuat arus (I) dengan sataun amper (A), sedangkan beda potensial dinyatakan dengan potensial atau tegangan (V) atau (E) dengan satuan volt (V). Besarnya arus yang mengalir (I) karena tegangan V ditentukan oleh hambatan didalam konduktor atau larutan yang dilewatinya. Menurut hukumOhm besarnya kuat arus dinyatakan dengan persamaan : I = V/R atau V = I.R Besarnya hambatan tergantung pada sistemnya. Hambatan ada dua, yaitu tahanan dalam konduktor dan larutan. Hambatan dalam konduktor biasnya kecil dan relative tetap,tetapi hambatan didalam larutan sangat mudah berubah, terutama bila: Konsentrasi larutan electroplating berubah Larutan electroplating tidak homogeny Temperature larutan electroplating berubah Permukaan benda kerja kotor atau kurang bersih, misalnya tahap persiapan kurang sempurna dan permukaan benda kerja tidak merata Pengoperasian permukaan tidak konssisten Secara umum, hambatan listrik di dalam larutan elektrolpating dapat berubah karena pengaruh polarisasi. Mekanisme Reaksi Pengendapan Proses electroplating melibatkan reaksi oksidasi di anoda dan reaksi reduksi di katoda.Reaksi kimia yang terjadi bergantung pada jenis elektrolit yang digunakan sebagai sumber logam pelapis. Elektrolit electroplating terdiri atas: a. b. c. d.
Sumber logam/paduan pelapis Pengatur pH larutan (buffer) Pengatur daya hantar listrik Pengatur karakteristik endapan (deposit) logam pelapis/zat aditif.
Mekanismeatau tahapan endapan (deposit) yang terjadi di permukaan katoda adalh sebagai berikut: 135
a. Migrasi ion-ion ke katoda melalui electrode double layer ke permukaan logam dengan melepaskan molekul air untukberubah menjadi atom-atom. b. Adsorpsiion di permukaan sebagai suatu ion tambahan c. Difusi ion tambahan melewati permukaan menuju suatu kedudukan muatan dari energy minimum permukaan d. Perubahan muatan ionic melibatkan transfer electron
Faktor Penentu Kualitas Lapisan Kualitas lapisan ditentukan oleh beberapa factor, Yaitu: a. b. c. d. e. f.
Waktu operasi/pengerjaan electroplating Konsentrasi larutan electroplating Homogenitas konsentrasi larutan electroplating Kebersihan larutan electroplating Perlakuan benda kerja pada tahap persiapan Waktu operasi akan mempengaruhi ketebalan lapisan.
Hal ini berarti pemakaian listrik makin besar dan pemakaian bahan kimia juga semakin banyak, sehingga mengakibatkan biaya produksi meningkat.Konsentrasi larutan di dalam bak electroplating akan cenderung berubah (menjadi encer atau pekat) dari waktu ke waktu. Hal ini akan mempengaruhi kialitas lapisan. Oleh karena itu kualitaslarutan harus dijaga agar tetap sesuai dengan ketentuan (stabil) dengan jalan memantau konsentrasi larutan. Pemantauan dilakukan dengan cara mengabalisa larutan electroplating secara berkala (periodik).Homogenitas konsentrasi larutan akan mempengaruhi kualitas lapisan. Kualitas lapisan menurun jika larutan tidak homogeny, misalnya bagian bawah tidak sama dengan bagian atas atau konsentrasi di anoda berbeda dengan konsentrasi di katoda. Hal ini dapat diatasi dengan pengadukan larutan . Pengadukan dapat dilakukan dengan menggunakan udara tekan atau pengadukan mekanik. Kenersihan larutan mempengaruhi kualitas produk pelapisan. Kotoran larutan diakibatkan pengotor dari anoda atau akumulasi kotoran dari benda kerja. Hal ini dapat diatasi dengan pembersihan bendah kerja. Pembersihan larutan dapat dilakukan dengan pengurasan secara berkala atau melalui penyaringan secara terus menerus. Persiapan benda kerja sangat mempengaruhi kualitas produk pelapisan, Benda kerja yang kotor akan menyebabkan lapisan kurang melekat atau lapisan tidak merata. Hal in dapat diatasi dengan melakukan tahap persiapan dengan baik.
8.2
Proteksi Korosi Metode Proteksi Katodik
136
Proses korosi merupakan proses elektrokimia yang melibatkan adanya transfer electron dari reaksi anodic (oksidasi) ke reaksi katodik (Reduksi). Sebagai contoh sel korosi pada logam besi di lingkungan atmosfer. Reaksi elektrodiknya dapat ditulis sebagai berikut = Fe2+
Reaksi anodic (oksidasi)
2Fe
Reaksi katodik (reduksi)
O2 + 2H2O + 4e = 4OH-
Reaksi keseluruhan
+
2e
2Fe + O2 + 2H2O = 2Fe2+ + 4OH-
Karena dalam system terdapat ion besi (ferro) dan ion hidroksil, maka dalam system terbentuk Fe(OH)2 yang akhirnya terbentuk Fe2O3.nH2O pada permukaan logam besi. Senyawa ini sering disebut karat. Reaksi ini terjadi pada antar muka logam besi di lingkungan aqueous. Berdasarkan reaksi tersebut , bahwa electron dibebaskan pada reaksi anodic dan dikonsumsi pada reaksi ketodik. Apabila electron dipasok dari sumber eksternal, yaitu dialiri arus, maka reaksi anodic akan terhenti dan potensial besi menjadi lebih rendah. Dengan demikian, korosi pada besi tidak akan terjadi, apabila potensial korosi diturunkan sampai daerah imun. Prinsip ini merupakan proteksi katodik.
8.2.Prinsip Proteksi Katodik 8.2.1
Penurunan Potensial Sel
Prisip proteksi katodik adalah menurunkan potensial logam sampai daerah imun. Sebagai contoh, besi (Fe) mempunyai potensial standar atau potensial kesetimbangan (Eo) = 0,44Volt/SHE. Apabila potensial Fe dinaikkan sampai – 040Volt/SHE (misal), maka besi (Fe) akan terkorosi. Supaya besi tidak terkorosi, maka potensial besi diturunkan di bawah -0,44Volt/SHE, misal sampai -0,50 Volt/SHE Untuk menurunkan potensial besi sampai di bawah potensial standar dapat dilakukan dengan cara menghubungkan logam besi dengan logam yang potensialnya lebihnegatif (disebut anoda korban = sacrificial anode) atau dengan cara memberikan arus terpasang (impressed current).
Suatu system proteksi katodik, baik metode anoda korban maupun arus terpasang agarefektif mempunyai Sumber pemasok arus dari arus searah Anoda yang memungkinkan mengalirnya arus searah kelingkungan Lingkungan yang terus- menrus dan bersifat elektrolit yang dapat mengalirkan arus searah dari anoda ke struktur yang dilindungi Konektor logam eksternal di antara logam dan anoda 137
Ujung struktur yang dilindungi harus saling kontak listrik dengan ujung yang lain agar seluruh struktur dapat terproteksi katodik dan tidak terjadi korosi setempat akibat arus sesat (liar).
8.2.3
Proteksi Katodik Metoda Anoda Korban
Prinsip Proteksi Katodik Metode Anoda Korban Proteksi katodikdengan metode anoda korban tidak diperlukan arus dari sumber dari luar.Logam yang dipilih sebagai anoda korban adalah logam yang mempunyai potenasial lebih negative dari logam yang diproteksi. Sebagai contoh logam seng (Zn) mempunyai potensial standar (Eo) = - 0,76 Volt/SHE. Logam yang berfungsi sebagai anoda korban diletakkan pada struktur logam untuk memungkinkan adanya kontak, sehinggan menghasilkan sel elektrokimia. Pada sel ini , struktur logam yang diproteksi menjadi katoda dan material anoda terkorosi.Oleh karena itu , material anoda perlu diganti secara berkala. Gambar 8.1 menunjukkan suatu ilustrasi proteksi katodik dengan system anoda korban.
Gambar 8.1 Proteksi Katodik Anoda Karbon
Persyaratan Anoda Korban Persyaratan utama menjadi material anoda adalah kemampuannya untuk menurunkan potensial logam yang diproteksi ke daerah imun dengan cara membanjiri struktur dengan arus searah melalui lingkungan. Selain itu biaya murah, mampu dibentuk sesuai ukuran yang diinginkan dan akan terkorosi merata. Anoda korban yang sering digunakan adalah paduan magnesium (Mg), seng (Zn), dan aluminium (Al).Kadang- kadang dapt memanfaatkan anoda besi untuk melindungi baja tahan karat di dalam air laut, tetapi hal ini kurang umum digunakan.Pemakaian anoda magnesium (Mg) sangat sesuai untuk lingkungan yang mempunyai resistivitas tinggi. Hal ini disebabkan pada lingkungan ini diperlukan anoda yang tinggi keluaran arus persatuanbarat dan potensial elektrodanya sangat negative. 138
Pemakaian anoda aluminium (Al) banyak digunakan di lingkungan laut dan harganya relative murah dibandingkan anoda lain. Anoda seng (Zn) merupakan anoda yang paling banyak digunakan di lingkungan laut dan mempunyai efisiensi yang tinggi. Selain itu anoda seng paling dominan digunakan untuk saluran pipa dan komponenstruktur yang terkubur di bawah lumpur. Pada table 5.7.1 dan table 5.7.2 memperlihatkan jenis anoda dengan lingkungan yang mempunyai resistivitas berbeda dan sifat anoda korban. Tabel 8.1 Jenis anoda dengan resistivitas lingkungan Anoda Aluminium (Al) Seng(Zn) Magnesium (Mg)
Resistivitas lingkungan (Ohm Cm) < 150 150 - 500 >500 Tabel 8.2 Sifat Anoda Korban
N0 1 2 3 4 5
Sifat Anoda Masa jenis (Kg/dm3) Potensial (Volt/SHE) Tegangan dorong Kapasitas (AH/Kg) Efisiensi (%)
Mg 1,7 1 - 1,7 0,6 - 0,8 1200 50
Zn 7,5 1,05 0,25 780 95
Al 2,7 1,10 0,25 2700 95
Keuntungan Pemakaian Anoda Korban Keuntungan untuk penggunaan anoda korban antara lain: 8.3.2
Bekerja tidak tergantugn pada tenaga listrik Mudah memasangnya dan mudah dipasang anoda tambahan Tidak memerlukan pelatihan kusus untuk pengawasan dan inspeksi Tidak terjadi proteksi berlebih (over protection) dan mudah mendapatkan potensial yang merata di seluruh struktur. Proteksi Katodik Metoda Arus Terpasang (Impressed Current)
Prisip Proteksi Katodik Arus Terpasang Proteksi arus terpasang menggunakan sumber arus searah dari luar. Hal ini bertujuan untuk memaksapengaliran arus dari anoda melalui lingkungan menuju struktur yang diproteksi. Anoda terdiri atas material konduktif yangmelepaskan arus ke lingkungan dihubungkan melalui kawat yang diisolasi ke katoda. Sumber arus searah struktur yang diproteksi duhubungkan dengan kutub negative arus searah, sehingga struktur bersifat katodik. Contoh proteksi katodik arus terpasang dapat dilihat pada gambar 8 2 berikut.
139
Gambar 8.2 Proteksi Katodik Impressed Curent Pada gambar 8.2 ditunjukkan bahwa arus dialirkan dalam rangkaian eksternal sebagai electron dan arus terpakai (Aplied Current = I app) merupakan aliran electron.Elektron bebas tidak berada dalam larutan elektrolit, sehingga arus harus dibawa ion bermuatan positif den negative karena ion bermuatan positif merupakan ion pembawa arus. Cara Pengukuran Potensial Struktur lihat bab 2 dan 3 Reaksi elektrokimia pada elektroda merupakan mekanisme proteksi katodik dan untuk transfer muatan dari electron menuju ion dipermukaan elektroda. Porteksi katodik dipantau dengan pengukuran potensial elektroda dari struktur yang diproteksi dengan penentuan beda potensial antara struktur dengan elektroda standar yang sesuai Anoda Proteksi Katodik Metode Arus Terpasang Anoda yang digunakan pada proteksi katodik metode arus terpasang , biasnya merupakan anoda yang inert. Pada table 5.8 menunjukkan beberapa jenis anoda terpasang dan penggunaannya. Tabel 8.3 Bahan Anoda
Bahan jenis anoda terpasang dan penggunaannya
Konsumsi (KgA/tahun Platina (Pt) dan 8.10-6 logam yang dilapisi Pt 0,25 - 1,0 Besi silikon tinggi 6,8 - 9,1 Baja 9,5 Besi 4,5 - 6,8 Besi tuang 0,09 Timbal- Platina 0,09
Penggunaan yang disarankan Lingkungan laut dan zat cair dengan kemurnian tinggi
Sistem air minum dan pipa bawah tanahdengan urugan tanah atau bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut dan urugan bahan karbon 140
Timbal – Perak Grafit
0,1 - 1,0
Lingkungan laut dan urugan bahan karbon Lingkungan laut, system air minum, urugan bahan karbon
Keuntungan Proteksi Katodik Metode Arus Terpasang Proteksi katodik arus terpasang mempunyai keuntungan sebagai berikut:
Struktur yang diproteksi dalam jumlah besar Arus yang disuplai besar Kualitas lapisan pelindung tidak seragam Sumber arus tersedia Pengawasan dan pengaturan mudah dilakukan Kebutuhan anoda relative sedikit Biaya lebih murah
DAFTAR PUSTAKA 141
Fontana, M.G. (1987). Corrosion Engineering 3rd. Mc Graw Hill. Gabe, Mmet. (1978). Principles of Metal Surface Treatment and Protection 2nd. New York: Pergamon Press. Gosta, W. (1972). An Introduction to Corrosion and Protection of Metals.Institute of Metallskydd. London: Butter and Tanner. Jones, Denny, A. (1992). Principles and Prevention of Corrosion. New York: Macmillan. Nurdin, I. (1996). Kinetika Korosi Elektrokimia, Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian ITB. Bandung. Piron, D.L. (1991). The Electroi Koroschemistry of Corrosion. NACE. Purwadaria, S. (1995). Konsep-konsep Dasar Aqueous, Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian ITB. Bandung. Surdia, T dan Saito, S. (1985). Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita. Trethewey dan Kenneth, R. (1991). Korosi untuk Mahasiswa Sains dan Rekayasawan (Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo). Jakarta: Gramedia. West, J.M. (1964). Electrodeposition and Corrosion Processes. London: Von Nostrad.
142