BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasaL 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dan kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Bakker (1984) menjelaskan bahwa aspek formal kebudayaan ialah karya budi yang mentransformasikan data, fakta, situasi, dan kejadian alam yang dihadapinya menjadi nilai bagi manusia. Martabat kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilainya. Apabila tanpa nilai akan merupakan
kemungkinan
menyeleweng.
belaka
Kebudayaan
atau
perwujudan
menunjukkan
kemungkinan
perkembangan
yang
kemungkinan-
kemungkinan kodrat manusia secara teratur. Manusia harus berdaya-upaya mencari derajat kebudayaan tinggi dengan melatih pikiran, kehendak, dan rasa untuk menyempumakan sifat-sifat dan tabiat yang ada (padanya). Kebudayaan adalah penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani. Terlingkup di dalamnya
usaha
memanusiakan
hidup,
membudayakan
alam,
menyempurnakan hubungan insani sebagai kesatuan tak terpisahkan. Jadi dibalik kebudayaan dan yang menjadi substansinya adalah nilai-nilai hidup insani (yang luhur). 2. Objek formal (sudut pandang) Filsafat Indonesia ialah filsafat. Ilmu filsafat mencari dan merumuskan unsur-unsur hakikat atau substansi dari objek materinya. Unsur hakikat adalah pengertian yang bersifat abstrak, adanya merupakan keharusan, dan berlaku umum universal. Filsafat Indonesia pra modern bertitik tolak dan pengertian, bahwa berbagai gagasan
dan
kumpulan
gagasan
telah
diekspresikan
sebagai
wujud
kebudayaan dan sebagian besar telah dilestarikan bahkan dibudayakan, tetapi jarang ada kegiaan untuk merefleksikan pada taraf filsafati. Padahal suatu
sistem normatif lain yatig mengarahkan aktifitas membudaya pada dasarnya dijiwai oleh keyakinan filsafat. Setiap suku bahasa dapat memiliki keyakinan filsafati tersendiri dan dapat berbeda dengan sub bangsa yang lain. Jadi dalam pengertian ini, maka filsafat di satu sisi merupakan jiwa kebudayaan dan di sisi lain filsafat merupakan wujud kebudayaan. B. Pendapat atau pandangan tentang Filsafat Indonesia ( pra modern) 1. Sartono Kartodirdjo ( 1994) berpendapat bahwa salah satu ciri pokok Indonesia ialah pluralisme dalam etnisitasnya . Di satu sisi pluralisme mempunyai potensi menimbulkan komunalisme di sisi lain dapat menjadi sumber daya kultural yang kaya untuk meningkatkan kebudayaan nasional. Local genius (nilai-nilai kedaerahan) diharapkan mampu menemukan bentuk dengan melakukan adaptasi. integrasi, mempertahankan sistem, dan mengarahkan kehidupan bangsa. Perlu pemikiran secara proyektif bagaimana kesatuan sistern nilai-nilai ini dapat memberi orientasi teleologis perkembangan masyarakat industrial (modern) Indonesia. Orientasi teleologis ini tidak hanya untuk memantapkan integrasi nasional saja, tetapi juga untuk menentukan karakter nasional yang tidak eksklusif tetapi mengait kepada nilai-nilai universal. Jadi kesatuan sistem filsafati nilai-nilai nasional Indonesia akan menjadi dasar ideologi nasional untuk memenuhi fungsinya sebagai landasan solidaritas nasional dan sekaligus merupakan tujuan kehidupan berbangsa. 2. Koentjaraningrat (1997) berpendapat, bahwa membangun bangsa dan mempersatukan bangsa diperlukan sikap mental yang sesuai (cocok). Sikap mental terbentuk dari dua unsur, ialah sistem nilai budaya dan sikap hidup. Sistem nilai budaya terbentuk dari suatu rangkaian dan konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat. Konsep abstrak tentang apa yang harus dianggap penting dan berharga dalam hidupnya. Sistem nilai budaya itu merupakan bagian dari kebudayaan yang berfungsi sebagai pengarah dan pendorong kelakuan manusia. Karena sistem nilai budaya hanya merupakan rangkaian konsep-konsep yang abstrak dan tanpa perumusan yang terperinci, maka konsep-konsep itu hanya ditangkap garis besarnya oleh perasaan dan sering belum dapat dilaksanakan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Sistem nilai budaya merupakan pengarah bagi tindakan manusia, sedangkan pedomannya yang tegas dirumuskan di dalam norma-norma, aturan-aturan, dan hukum. Pengertian
tentang sikap berbeda dengan sistem nilai budaya. Suatu sikap adalah potensi pendorong yang ada dalam jiwa masing-masing individu untuk bereaksi menanggapi Iingkungannya. Lingkungan itu berupa sesama manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda dan juga konsep-konsep. Sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dalam arti oleh norma-norma dan atau sistem nilai budaya yang dianutnya. Jadi perumusan dan rangkaian konsepkonsep abstrak yang hidup di dalam alam pikiran suku-suku bangsa di Indonesia dalam suatu sistem filsafati akan memudahkan perumusan konsep sistem filsafat nilai budaya bangsa Indonesia. Sistem filsafat Indonesia sangat penting karena akan memudahkan perumusan norma-norma, aturan-aturan etis, dan hukum-hukum formal yang berlaku; karena inti dan garis besarnya sudah dirumuskan. 3. J.W.M. Bakker (2000) berpendapat, bahwa manusia adalah bagian dari kebudayaan, sehingga tidak dapat menanggalkannya dan membahasnya sebagai penilik objektif. Kebudayaan meliputi segala segi dari aspek kehidupan manusia. Kebudayaan bukanlah suatu entitas yang terlepas dan pribadi-pribadi, sehingga tidak dapat dikupas dan dianalisis sebagai objek saja. Suatu cabang ilmu yang bertujuan untuk mempelajari dan menguraikan kebudayaan adalah Antropologi budaya. Cabang ilmu ini mampu melukiskan, menganalisis, dan menyusun sintesis tentang kebudayaan, tetapi tidak berwenang untuk menetapkan kaidah-kaidah dan norma-norma. Jadi yang masih diperlukan adalah pemikiran yang mampu membimbing jalan kebudayaan ke arah perkembangan wajar dan sekaligus mampu menetapkan kriterium untuk menentukan mana kebudayaan asli, mana unsur yang tidak asli, dan apa saja prinsip yang harus direalisasikan agar tujuan kebudayaan dapat tercapai. Tugas
merumuskan
asas
dan
tujuan
hidup
makhluk
manusia
dan
menertibkannya dalam suatu pola keseluruhan adalah tugas Filsafat. Apabila ilmu-ilmu kebudayaan mempelajari peristiwa dan bentuk-bentuk kebudayaan yang terdapat pada kesatuan-kesatuan sosial yang berbeda-beda menurut tempat dan waktu, maka Filsafat Kebudayaan menganalisis kebudayaan sebagai sifat esensial manusia yang untuk sebagian besar mengatasi ruang dan waktu, serta mengujinya pada taraf metafisis menurut norma-norma transenden. Jadi rumusan Filsafat Indonesia hasil dari perumusan Filsafat kebudayaan dan sistem nilai budaya Indonesia sangat diperlukan untuk
menentukan ukuran bagi nilai-mlai dan prinsip-prinsip yang harus direalisasikan agar tujuan bersama bangsa Indonesia dapat tercapai. C. Perspektif Filsafat Indonesia Pra Modern. Soedjatmoko (1994) mengajukan analisis, bahwa kajian terhadap humaniora dan dari sudut humaniora merupakan sesuatu yang sentral bagi proses pembangunan bangsa. Filsafat, etika, sejarah, dan bahasa merupakan bidangbidang utama humaniora. Bidang-bidang studi lain, yaitu hukum, arkeologi, dan seni juga dipandang sebagai bagian dari humaniora. Humaniora menyajikan kerangka atau pola pemikiran bagi studi tentang nilai-nilai, aspirasi, kebutuhan, kemampuan, dan kelemahan manusia. Studi humaniora membantu untuk menangkap makna dari pengalaman hidup dan menyajikan peta jalan untuk memahami aktifitas dan tujuan suatu kelompok masyarakat. Berbagai kebutuhan, ambisi, aspirasi, dan rasa frustasi manusia tidak dapat diamati secara empiris, tidak dapat diredusir ke dalam angka-angka persamaan. Semua itu hanya dapat dipahami melalui proyeksi imajinatif yang dikembangkan oleh kajian humaniora. Kemampuan mengarahkan proyeksi imajinasi ke pengalaman hidup orang lain memupuk kesadaran tentang pengalaman dan aspirasi manusia. Keadaran ini terjadi awal dari rasa empati dan toleransi. Empati adalah kemampuan Untuk mengidentifikasi diri dengan orang lain dan memahami orang lain tersebut. Empati merupakan kualitas yang mengikat hubungan orang tua dengan anak-anaknya, kakak dengan adik, tetangga dengan tetangga, warga negara dengan warga negara lain. Pengetahuan tentang nilai-nilai budaya sendiri menjadi sesuatu yang mendasar bagi pembentukan jati diri bangsa. Studi humaniora tentang nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran tentang perspektif historis, pandangan hidup, dan nilai-nilai yang khas bagi bangsa Indonesia. Indonesia merupakan campuran yang kaya dan banyak budaya. Hubungan antara budaya-budaya tersebut bersifat harmonis dan berlangsung dalam konteks internasional yang berubah-ubah dengan cepat. Sistem ekonomi intrnasional yang tidak stabil, perpolitikan antar negara-negara kuat, dampak komunikasi modern, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, menyebabkan jumlah tantangan yang menghadang kelangsungan budaya-budaya akan terus membengkak. Budaya nasional memang harus kuat dan mampu merangkul semua budaya-budaya daerah. Budaya nasional adalah suatu tanggapan kolektif terhadap dunia internasional yang terus berubah ke arah
modernitas. Budaya nasional merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang dimiliki bersama dan kesediaan untuk hidup bersama dengan mengambil tempat di antara komunitas bangsa-bangsa. Studi terhadap nilai-nilai budaya melalui kajian humaniora akan membuat sadar akan kemampuan dan kelemahan bangsa Indonesia sendiri. Studi humaniora yang cermat terhadap penjajahan masa lampau tidak boleh dilakukan sebagai nostalgia atau upaya mencan kambing hitam, melainkan sebagai refleksi dan upaya menyusun landasan bagi suatu proses belajar yang bertujuan untuk membuat pereneanaan dan mempersiapkan din menuju masa depan yang kompleks. Banyak sekali faktor-faktor perubahan yang bersifat global di luar batas-batas negara dan budaya manapun, tetapi dampaknya tidak dapat dielakkan. Perubahan sosial yang bersifat global sering memunculkan kebingungan dan keterasingan. Agar bangsa Indonesia mampu bertahan hidup dalam perubahan yang pesat itu tanpa kehilangan jati dir maka diperlukan suatu studi yang terencana dalam proses refleksi dan dialog terus menerus mengenai makna jati din untuk menentukan arah dan tujuan hidup berbangsa. Kajian ilmiah dan bidang filsafat, sejarah, dan bidang-bidang humaniora lainnya merupakan kajian yang menentukan b.gi proses mempertahankan integritas bangsa Indonesia yang disertai dengan keterbukaan terhãdap pengaruh dtri luar. Agar mampu memainkan peran penting tersebtit, niaka bidarig-bidang hUmaniora hams membina kemampuan untuk mehanggapi masáläh-masalah kontemporer terutama masalah-masalah moral dengan terjadihya perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi. Apabila hidup manusia semakin dithtUkan oleh teknologi, maka semakin penting peranan humaniora untuk dikaitkan dengan enerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan penentuan kebijakan. tanpa penalaran moral yang sesuai dengan nilai-nilai dan identitas sendiri, maka perkembangan masyarakat dan bangsa akan lebih ditentukan oleh nilai-mlai baru dan luar, sehingga akan menjadikan warga-warganya merasa asing secara kejiwaan di tanah airnya sendiri. Studi ilmiah di bidang filsafat, sejarah, dan bidang-bidang humaniora lainnya juga penting untuk mengembangkan keakraban orang-orang Indonesia dengan berbagai bahasa dan budaya dan bangsa-bangsa di negara-negara yang kiranya akan mempunyai pengaruh besar bagi masa depan Indonesia. Agar budaya dan bangsa Indonesia dapat mempertahankan kelangsungannya dan mempunyai posisi yang layak di dunia internasional, maka warga indonesia perlu mempunyai
kemampuan untuk belajar hidup dalam situasi perubahan global yang semakin kompleks. Masa depan semakin sukar diramalkan, sehingga perlu persiapan untuk menghadapi masa depan tanpa kehilangan keberadaban dan rasionalitas yang bersumber dari nilai-nilai dan inspirasi terdalam budaya Indonesia sendiri.