Bab I Pengantar 1.1. Latar Belakang Studi ini bermaksud untuk menjelaskan kondisi kinerja dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu (FKIK Unib). Dengan tujuan untuk mengetahui hubungan dari budaya kerja terhadap kinerja dosen dalam menjalankan tupoksi dosen yang harus melaksanakan tri dharma perguruan tinggi sebagai tenaga pendidik di FKIK Unib. Studi ini penting untuk dilakukan agar dosen dapat memberikan kinerja yang optimal dalam menjalankan tupoksinya sebagai tenaga pendidik sesuai dengan visi dan misi FKIK Unib. Visi FKIK Unib adalah ―Menjadi suatu institusi pendidikan kedokteran, kesehatan dan pusat pengembangan ilmu kedokteran dan kesehatan kawasan pesisir yang terakreditasi tinggi, menghasilkan dokter yang berkualitas mandiri, berwawasan global, menguasai iptek kedokteran dan kesehatan, serta memiliki moral dan etika yang tinggi dan mampu memanfaatkan sumber daya setempat‖. Dan Misi FKIK Unib adalah a). Menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian di bidang kedokteran dan ilmu kesehatan yang mendukung pembangunan kesehatan Provinsi Bengkulu pada khususnya dan pembangunan kesehatan nasional pada umumnya; b). Menyelenggarakan pendidikan kedokteran dan kesehatan yang dapat menghasilkan lulusan yang dapat bersaing di pasar global, baik dari segi keterampilan dan penguasaan iptek kedokteran yang dimiliki maupun dari segi moral dan etika profesi; c). Membangun suasana pendidikan dokter dan kesehatan yang kondusif untuk terciptanya budaya penelitian di bidang kedokteran dan
1
kesehatan kawasan pesisir serta budaya kemandirian dalam pendidikan dan menjalankan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan iptek kedokteran yang dimiliki; d). Melaksanakan penelitian dan pengembangan Ilmu kedokteran dan kesehatan dan tenaga kesehatan dalam bidang penyakit parasit khususnya malaria. Selain itu, studi mengenai kinerja dosen menjadi hal yang tetap penting dan menarik dilakukan. Pertama, dalam kaitannya dengan bidang ilmu manajemen pendidikan tinggi yaitu sesuai dengan yang diharapkan bagi lulusan MMPT yang sejalan dengan konsep KKNI, memiliki kompetensi khusus, yaitu mampu
dalam
mengaplikasikan
dan
mengembangkan
ilmu
manajemen
pendidikan tinggi berbasis sosial-ekonomi-budaya lokal sebagai sumber inspirasi pengembangan ilmu manajemen pendidikan tinggi di skala nasional dan internasional. Kedua, teori kinerja merupakan bagian dari disiplin ilmu manajemen pendidikan tinggi khususnya bidang sumberdaya manusia perguruan tinggi. Manajemen sumberdaya manusia jika dijabarkan dengan konsep manajemen secara
umum
dapat
didefinisikan
sebagai
usaha
untuk
merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan dan menilai atau mengevalusi sumberdaya manusia perguruan tinggi sehingga mampu berkontribusi semaksimal mungkin dalam pengembangan perguruan tinggi tempat dosen tersebut mengabdi. Mengapa dosen yang menjadi subjek untuk di ukur kinerja? Karena dosen memiliki posisi vital dalam mewujudkan visi dan misi perguruan tinggi dalam membentuk image mutu lulusan maupun mutu perguruan tinggi secara umum seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14
2
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Disebutkan bahwa dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan 12 (dua belas) sks dan paling banyak 16 (enam belas) sks pada setiap semester sesuai dengan kualifikasi akademik. Membentuk image mutu lulusan dan mutu perguruan tinggi bukan hal yang mudah ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat. Untuk itu, banyak perguruan tinggi yang akhirnya memilih fokus pada kekuatan pengelolaan sumberdaya manusia, khususnya, dosen. Hal ini dikarenakan, peran dosen berada dalam posisi paling strategis di perguruan tinggi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 1, dikatakan bahwa ―dosen adalah pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat‖. Regulasi ini memberikan penekanan bahwa profesi dosen bukan hanya merupakan seorang pendidik profesional pada perguruan tinggi, melainkan secara bersamaan dosen juga seorang ilmuan dan pelopor dalam pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, mutu suatu perguruan tinggi tercermin juga dari profesionalisme dosen yang dimilikinya. Seperti yang dikatakan oleh Kurz,
3
dkk (1989) jika menginginkan kinerja Fakultas atau Universitas baik bergantung pada kinerja dosen dalam tugasnya menjalankan pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam organisasi (Veithzal, 2004). Itu artinya kinerja dosen dapat dilihat dari perilaku keseharian dosen menunjukkan prestasinya, baik di lingkungan kampus maupun diluar kampus dalam perannya sebagai pendidik. Hal ini karena peran dari dosen tidak hanya sebatas menjadi pengajar yang baik tetapi juga memiliki peran dalam bidang penelitian dan pengabdian masyarakat. Dalam
upaya
peningkatan
kinerja
dosen,
terkadang
manajemen
sumberdaya manusia lupa bahwa budaya organisasi merupakan hal yang penting ketika dihadapkan pada upaya peningkatan kinerja organisasi dan pegawai didalamnya. Banyak orang belum menyadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai itu bermula dari adat istiadat, kebiasaan, agama dan kaidah lainnya yang menjadi keyakinan dan kemudian menjadi kebiasaan dalam perilaku orang-orang dalam melaksanakan pekerjaan.
Orang-orang bisa
dipengaruhi oleh budaya di mana mereka tinggal. Nilai, kepercayaan dan perilaku yang diharapkan dari sebuah keluarga diajarkan kepada para anggotanya melalui proses sosialisasi dalam keluarga. Hal yang sama berlaku bagi organisasi. Ketika orang-orang bergabung dengan sebuah organisasi mereka memiliki nilai dan keyakinan tertentu, tetapi mereka mungkin masih menghadapi kendala untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, mereka diwajibkan untuk beradaptasi
4
dengan budaya organisasi. Setiap organisasi memiliki misi dan tujuan yang ingin dicapai dengan cara dan metode yang unik atau berbeda dengan organisasi lainnya. Dengan demikian, semua anggota organisasi datang untuk beradaptasi dengan nilai-nilai bersama, keyakinan, norma, sikap, dan cara melakukan sesuatu dan praktek yang unik bagi organisasi (Arwildayanto, 2013). Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan budaya. Karena budaya tersebut dikaitkan dengan kadar kualitas kerja, maka budaya disebut budaya kerja, baik di dalam maupun diluar organisasi. Budaya kerja merupakan sikap, ketaatan, kepatuhan, terhadap norma, etika, yang menjadi aturan dalam melaksanakan tugas baik fisik maupun mental menghasilkan barang/jasa dalam suatu institusi. Budaya kerja akan bermanfaat dalam organisasi tatkala masing-masing saling membutuhkan sumbang saran dari teman sekerjanya, namun budaya kerja ini akan berakibat buruk apabila dalam instansi tersebut mengeluarkan egonya masing-masing karena dia berpendapat dia dapat bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain (Arwildayanto, 2013). Dalam meningkatkan kinerja dosen dengan pendekatan budaya kerja ini menarik dilakukan karena faktanya jika selama ini upaya meningkatkan kinerja dosen melalui pendekatan perilaku saja, baik berupa pemberian ganjaran, tanda jasa, promosi jabatan, pemberian insentif financial maupun hukuman (mutasi, penundaaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat dan jabatan) ternyata belum memberikan hasil yang memadai. Maka perlu dilakukan intervensi budaya, dengan harapan perubahan perilaku kerja individu, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kinerja dosen. Seperti halnya yang berbunyi dalam Surat
5
Keputusan Menteri Pandayagunaan Aparatur Negara tanggal 25 April 2002 No. 25/Kep/M.PAN/4.2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. Dalam surat tersebut dijelaskan pentingnya budaya kerja untuk menumbuhkembangkan etos kerja, tanggung jawab moral dan guna meningkatkan produktivitas serta kinerja dalam memberikan pelayanan kepada stakeholder institusi tempatnya bekerja yaitu di perguruan tinggi dimiliki oleh dosen sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang bertugas menghasilkan tenaga kerja yang handal dan profesional guna memasuki dunia kerja. Selaras dengan makna budaya kerja menurut Robbins (1996) dimaknai sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi yang satu dengan yang lainnya. Budaya kerja pada dasarnya memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku sumberdaya manusia yang ada agar dapat meningkatkan kinerjanya. Didukung oleh Tika (2006) yang mengatakan bahwa budaya kerja mempengaruhi kinerja karyawan. Wirawan (2009); Mahmudi (2013) juga menyebutkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal organisasi salah satunya adalah budaya kerja. Informasi gejala masih rendahnya kinerja dosen FKIK Unib didapat dari diskusi dengan pimpinan Fakultas, yang mengatakan bahwa tri dharma belum maksimal dilaksanakan oleh dosen-dosen, terutama pada aspek penelitian dan pengabdian masyarakat. Oleh karena itu penelitian ini menjadi sangat penting. Kaitannya dengan studi ini dimaksudkan sebagai upaya akademik untuk melihat
6
lebih lanjut mengenai kinerja dosen dalam melaksanakan tri dharma perguruan tinggi. Dengan menggunakan pendekatan budaya kerja diharapkan mampu meningkatkan kinerja dosen FKIK Unib.
1.2. Permasalahan Penelitian Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di awal, penelitian ini bermaksud untuk menjawab pertanyaan terkait ―adakah hubungan antara budaya kerja dengan kinerja dosen FKIK Unib‖
1.3. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kinerja dosen telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Shaleh (2013) meneliti mengenai faktor personal yang mempengaruhi kinerja dosen dengan subjek penelitiannya adalah dosen pegawai negeri sipil di tiga kota (Jakarta, Yogyakarta, dan Malang). Hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor personal yang meliputi variabel modal psikologis, profesional, dan totalitas kerja merupakan prediktor yang baik dalam memprediksi kinerja dosen. Pengukuran kinerja dosen dengan menggunakan dimensi pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Srikandi (2010) menemukan adanya pengaruh perilaku kepemimpinan, budaya organisasi, dan motivasi berprestasi terhadap kinerja dosen STIESIA Surabaya. Kinerja seorang dosen haruslah mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui faktor yang mempengaruhi kinerja dengan baik, maka tidak akan tercapai. Dengan kata lain, kinerja seseorang dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara
7
pekerjaan dan kemampuan. Dahniar (2012) menemukan bahwa variabel budaya organisasi (pendidikan dan pelatihan, hubungan kerja, tempat kerja, penyelia dan kedisiplinan kerja) berpengaruh terhadap kinerja yang dihasilkan oleh karyawan dan staf pengajar di STMIK Banjarbaru. Genoveva dan Elisabeth (2004) mencoba menyusun model pengukuran kinerja yang relevan dengan tri dharma perguruan tinggi. Menurut keduanya penilaian yang terbuka akan menimbulkan motivasi dari dosen untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Selanjutnya penelitian mengenai budaya kerja dan kinerja dosen yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Setiawati (2009) pernah melakukan penelitian mengenai kinerja dosen FPTK UPI. Hasil dari penelitian Setiawati menemukan bahwa budaya kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja dosen FPTK UPI kuat sebesar 7,251, hal ini menunjukkan bahwa jika budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja dosen baik maka kinerja dosen akan baik. Sobirin (2013) yang berjudul pengaruh budaya kerja terhadap kinerja pegawai dan menyimpulkan bahwa pada dasarnya budaya kerja merupakan implementasi dan aktualisasi dari kepribadian seseorang yang dapat mempengaruhi kinerja dan tujuan organisasi, oleh karenanya perlu ditumbuhkan dalam kepribadiaan seseorang/pegawai sikap kebersamaan, keterbukaan dan profesionalisme dan menciptakan rasa nyaman, kekeluargaan serta membangun komunikasi yang lebih baik terhadap lingkungan kerja, sehingga untuk mewujudkan tujuan organisasi yang efektif dan efisien dapat terlaksana dengan baik. Penelitian yang sama mengenai budaya organisasi dan kinerja juga dilakukan oleh Ng’ang’a & Nyongesa (2012). Menurut Ng’ang’a & Nyongesa
8
bahwa budaya organisasi akan berdampak pada kinerja di lembaga pendidikan. Budaya mempengaruhi sikap dan perilaku di tempat kerja. Budaya jelas merupakan unsur penting dari kinerja organisasi yang efektif karena nilai-nilai dan norma yang ada pada budaya menuntun orang berkinerja sesuai dengan tujuan dari organisasi. Ada hubungan yang erat antara budaya organisasi dengan kinerja. Begitu juga halnya dalam dunia pendidikan yang persaingannya semakin ketat. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja lembaga pendidikan, salah satunya adalah budaya yang berlaku dalam instansi pendidikan itu sendiri. Namun sayangnya banyak pemimpin yang tidak menyadari bahwa budaya memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja lembaga pendidikan. Penelitian lain mengenai budaya kerja pernah dilakukan oleh Kaushal, Shyam L (2010) dengan judul ―A Survey on Work Culture and Ethical Behavior‖. Studi kasus ini dilakukan pada karyawan kepolisian. Survei dilakukan pada 100 karyawan kepolisian yang dipilih secara acak untuk mengetahui budaya kerja dan pengaruhnya terhadap etika perilaku. Dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data dengan 24 item pertanyaan mengenai budaya kerja. Dalam jurnal ini budaya kerja mengacu pada pola asumsi dasar bersama, nilai-nilai, keyakinan, cara berfikir, dan bertindak terhadap masalah dan peluang dalam suatu organisasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah hampir semua karyawan memiliki rasa hormat pada otoritas, aturan, loyalitas, keadilan, kepedulian, disipilin dan integritas yang merupakan ciri dari budaya kerja kepolisian. Budaya kerja menjadikan polisi dapat berperilaku sesuai etika yang ditetapkan oleh organisasi kepolisian dan sebagai akibatnya kinerja juga meningkat.
9
Sepanjang pengetahuan peneliti telah ada beberapa penelitian yang berusaha menganalisis pengaruh budaya kerja terhadap kinerja dosen. Penelitian ini berbeda dengan penelitian mengenai sebelumnya pada pendekatan yang digunakan, indikator dan instrumennya, serta teknik analisis yang digunakan.
1.4. Tujuan Penelitian Dalam rangka menjawab permasalahan tentang kinerja dosen, penelitian ini bertujuan: ―menguji hubungan antara budaya kerja dengan kinerja dosen FKIK Unib‖.
1.5. Manfaat Penelitian Dengan dicapainya tujuan dari penelitian ini, maka dapat diketahui manfaat penelitian ini: 1. Memberikan masukan dan informasi kepada pimpinan mengenai kondisi kinerja dosen FKIK Unib 2. Landasan untuk mengembangkan budaya kerja dosen dalam rangka meningkatkan kinerja dosen FKIK Unib.
10