BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Penelitian Terdahulu Rismawati (2008) melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Motivasi Kerja dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja Dosen Politeknik Negeri Medan. Bahwa data dianalisis dengan menggunakan uji satistik regresi linier berganda dengan hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen dan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Medan. Dari kedua variabel bebas yang diteliti, maka variabel yang berpengaruh dominan terhadap kinerja dosen politeknik negeri Medan adalah variabel motivasi kerja. Suwarni (2008) melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Dosen di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sahid Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh secara simultan antara kecerdasan emosional, kompetensi dan motivasi terhadap kinerja dosen di program studi ilmu keperawatan universitas sahid Surakarta. Dari hasil analisis regresi yang berpangaruh parsial dapat diketahui bahwa variabel kecerdasan emosional, kompetensi dan motivasi terhadap kinerja diperoleh kesimpulan bahwa variabel kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap kinerja dosen di program studi ilmu keperawatan universitas sahid Surakarta.
8
Universitas Sumatera Utara
Sumartiningsih (2005) melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Kompetensi Profesional dan Iklim Organisasi terhadap Kinerja Dosen Akademi Keperawatan Budi Luruh Cimahi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kompetensi profesional terhadap kinerja dosen sebesar 26,8%, pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja dosen sebesar 48% dan pengaruh kompetensi profesional dan iklim organisasi secara bersama-sama terhadap kinerja dosen sebesar 49,7%. Siwantara (2009) melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja serta Iklim Organisasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Dosen Politeknik Negeri Bali, bahwa kompetensi profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Bali, yang berarti bahwa semakin baik kompetensi profesional dosen Politeknik Negeri Bali, maka semakin baik pula kinerjanya dan sebaliknya semakin buruk komptensi profesional dosen Politeknik Negeri Bali, maka semakin buruk pula kinerjanya, motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Bali, yang berarti bahwa semakin baik motivasi kerja dosen Politeknik Negeri Bali semakin baik pula kinerjannya dan sebaliknya semakin buruk motivasi kerja dosen Politeknik Negeri Bali, semakin buruk pula kinerjanya, dan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Bali, yang berarti bahwa semakin baik iklim organisasi, semakin baik pula kinerjanya, sebaliknya semakin buruk iklim organisasi, semakin buruk pula kinerjanya. Suntoro (2009) melakukan penelitian dengan judul : Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi kerja Dosen FKIP Universitas Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi
Universitas Sumatera Utara
memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi kerja, kepemimpinan memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi kerja,
kepuasan kerja memiliki pengaruh
langsung terhadap prestasi kerja, dan motivasi kerja memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi kerja dosen FKIP Universitas Lampung. Tabel 2.1. Mapping Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti
Tahun
Judul
Hasil Penelitian
1.
Rismawati
2008
Pengaruh Motivasi Kerja dan budaya organisasi terhadap kinerja Dosen Politeknik Negeri Medan.
bahwa data dianalisis mengguna kan uji statistik regresi linier ber ganda dengan hasil analisis pene litian menunjukkan bahwa moti vasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen dan budaya organisasi ber pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Medan, kedua variabel bebas yang diteliti, variabel yang berpengaruh dominan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Medan adalah veriabel motivasi kerja.
2.
Suwarni
2008
Pengaruh Kecerdasan Emosio nal, Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Dosen di Program Studi Ilmu Kepera watan Universitas Sahid Surakarta.
hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh secara simul tan antara kecerdasan emosional, kompetensi dan motivasi terha dap kinerja dosen program studi ilmu keperawatan universitas sahid Surakarta. Hasil analisis regresi yang berpengaruh parsial dapat diketahui bahwa variabel kecerdasan emosional, kompe tensi dan motivasi terhadap kinerja diperoleh kesimpulan bahwa variabel kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap kinerja dosen di program studi ilmu keperawatan universitas sahid Surakarta.
Universitas Sumatera Utara
3.
Sumartiningsih
2008
Pengaruh Kompetensi Profesi onal dan Iklim Organisasi ter hadap Kinerja Dosen Akademi Keperawatan Budi Luruh Cimahi.
hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh kompetensi profesional terhadap kinerja dosen sebesar 26,8% pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja dosen sebesar 48% dan pengaruh kompetensi profesional dan iklim organisasi secara bersama-sama terhadap kinerja dosen sebesar 49.7%.
4
Siwantara
2009
Pengaruh Kompetensi Profesi onal dan Motivasi Kerja serta Iklim Organisasi terhadap Disiplin Kerja dan Kinerja Dosen Politeknik Negeri Bali.
bahwa kompetensi profesional dan motivasi kerja serta iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja dosen Politeknik Negeri Bali, yang berarti bahwa semakin baik kompetensi profesional dan motivasi kerja serta iklim organisasi terhadap disiplin kerja dan kinerja dosen Politeknik Negeri Bali maka semakin baik pula kinerjanya dan sebaliknya semakin buruk kompetensi profesional dan motivasi kerja serta iklim organisasi terhadap disiplin kerja dan kinerja dosen Politeknik Negeri Bali maka semakin buruk pula kinerjanya.
5
Suntora
2009
Pengaruh Budaya Organisasi, Kepemimpinan, Kepuasan Kerja Terhadap Prestasi kerja Dosen FKIP Universitas Lampung
Bahwa hasil penelitian menunjuk kan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi kerja, kepemim pinan memiliki pengaruh lang sung terhadap prestasi kerja, kepuasan kerja memiliki penga ruh langsung terhadap prestasi kerja, dan motivasi kerja memi liki pengaruh langsung terhadap prestasi kerja dosen FKIP Universitas Lampung.
2.2.
Landasan Teori
Universitas Sumatera Utara
2.2.1. Teori Iklim Organisasi Iklim organisasi memiliki banyak definisi. Definisi pertama dikemukakan oleh Forehand and Gilmers pada tahun 1964, yang menyatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang bertahan dalam jangka waktu lama. Davis dan Newstrom (2001:25) memandang iklim organisasi sebagai kepribadian sebuah organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi. Organisasi yang dipandang sebagai suatu sistem sosial, dalam perjalanannya selalu dipengaruhi oleh lingkungannya, baik internal maupun eksternal. Davis dan Newstorm (2001) mengemukakan bahwa : “iklim organisasi adalah lingkungan manusia di dalam, dimana para anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka”. Dalam kaitan ini jelas dimaksudkan bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau dihadapi oleh manusia yang berada di dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan tugas-tugas keorganisasiannya. Menurut Wlitwin dan R.A Stringer (2007) bahwa :“Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi”.
Universitas Sumatera Utara
Keith Davis (2001) mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai “The human environment within an organization’s employees do their work”. Pernyataan Davis tersebut mengandung arti bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan pekerjaannya. Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tapi iklim ada dan dapat dirasakan. Iklim dipengaruhi oleh hampir semua hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Jika sebuah organisasi ingin berhasil dalam mewujudkan cita-cita dan tujuannya secara utuh dan sempurna, maka dibutuhkan individu-individu yang handal sebagai sumber daya yang akan memegang kendali tali organisasi. Agar sumber daya manusia di dalam organisasi dapat bekerja secara optimal dan memiliki loyalitas yang tinggi, maka organisasi harus dapat menciptakan iklim yang baik dan menyenangkan. Sehingga sumber daya manusia yang telah terbentuk kualitasnya dapat terus dipertahankan dan mereka memiliki prestasi kerja yang tinggi. Jika sumber
daya manusia telah
memiliki kualitas dan loyalitas maka kondisi ini akan sangat menguntungkan bagi organisasi atau institusi yang memiliki sumber daya manusia yang unggul tersebut. Oleh sebab itu setiap perusahaan harus menjaga kualitas sumber daya manusianya. James dan Jones dalam Toulson dan Smith (1994:455) membagi iklim organisasi dalam tiga pendekatan, yaitu : a.
Multiple measurement organizational approach : Pendekatan ini memandang bahwa iklim organisasi adalah serangkaian karakteristik deskriptif dari organisasi yang mempunyai tiga sifat, yaitu : relatif tetap selama periode tertentu, berbeda antara organisasi satu dengan organisasi lainnya, serta mempengaruhi perilaku
Universitas Sumatera Utara
orang yang berada dalam organisasi tersebut. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi
adalah
ukuran,
struktur,
kompleksitas
sistem,
gaya
kepemimpinan, dan arah tujuan organisasi. b.
Perseptual measurement organizational attribute approach : Pendekatan ini juga memandang iklim organisasi sebagai atribut organisasi, tetapi pendekatan ini lebih menekankan penggunaan pengukuran persepsi dari pada pengukuran secara obyektif seperti ukuran dan struktur organisasi.
c.
Perseptual measurement individual approach : Pendekatan ini memandang iklim sebagai serangkaian ringkasan atau persepsi global yang mencerminkan sebuah interaksi antara kejadian yang nyata dalam organisasi dan persepsi terhadap kejadian tersebut. Pendekatan ini menekankan pada atribut organisasi yang nyata ke sebuah ringkasan dari persepsi individu. Dengan pendekatan ini, variabel intervensi yang disebabkan oleh kejadian-kejadian baik yang dialami oleh individu maupun organisasi dapat mempengaruhi perilaku individu-individu tersebut. Oleh karena itu, iklim organisasi dapat berlaku sebagai variabel bebas maupun terikat.
2.2.1.1. Dimensi Iklim Organisasi Dimensi Iklim Organisasi menurut Toulson dan Smith (2002) menerangkan dalam jurnalnya bahwa konsep iklim organisasi pertama kali dikemukakan oleh Litwin dan Stringer pada tahun 1968. Iklim organisasi oleh Litwin dan Stringer, dijabarkan atau diukur melalui lima dimensi, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1.
Responsibility (tanggung jawab)
2.
Identity (identitas)
3.
Warmth (kehangatan)
4.
Support (dukungan)
5.
Conflict (konflik)
Pengertian dari masing-masing dimensi tersebut adalah sebagai berikut : 1. Tanggung jawab (responsibility) adalah perasaan menjadi pimpinan bagi diri sendiri, tidak selalu harus mengecek ulang semua keputusan yang diambil, ketika karyawan mendapat suatu pekerjaan, karyawan yang bersangkutan mengetahui bahwa itu adalah pekerjaannya. Tanggung jawab berhubungan dengan delegasi, menyatakan bahwa delegasi dapat didefinisikan sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung jawab formal kepada orang lain untuk menjalankan kegiatan tertentu. Delegasi wewenang adalah proses dimana para manajer mengalokasikan wewenang ke bawah kepada orang-orang yang melapor kepadanya. Empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan : a. Pendelegasian menetapkan tujuan dan tugas pada bawahan. b. Pendelegasian melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan. c. Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan tanggung jawab. d. Pendelegasian menerima pertanggung jawaban bawahan untuk hasi-hasil yang dicapai.
Universitas Sumatera Utara
2. Identitas (identity) adalah perasaaan memiliki (sense of belonging) terhadap perusahaan dan diterima dalam kelompok . 3. Kehangatan (warmth) adalah perasaan terhadap suasana kerja yang bersahabat dan lebih ditekankan pada kondisi keramahan atau persahabatan dalam kelompok yang informal, serta hubungan yang baik antar rekan kerja, penekanan pada pengaruh persahabatan dan kelompok sosial yang informal. 4. Dukungan (support) adalah hal-hal yang terkait dengan dukungan dan hubungan antar sesama rekan kerja yaitu perasaan saling menolong antara manajer dan karyawan, lebih ditekankan pada dukungan yang saling membutuhkan antara atasan dan bawahan. 5. Konflik (conflict) adalah merupakan situasi terjadi pertentangan atau perbedaan pendapat antara bawahan dengan pimpinan dan bawahan dengan bawahan. Ditekankan pada kondisi dimana manajer dan para pekerja mau mendengarkan pendapat yang berbeda. Kedua belah pihak bersedia menempatan masalah secara terbuka dan mencari solusinya daripada menghindarinya. 2.2.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi Menurut Higgins (2002) ada empat prinsip faktor-faktor yang mempengaruhi iklim, yaitu : a. Manajer/pimpinan Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan, kebijakankebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi,
Universitas Sumatera Utara
cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, interaksi antar kelompok, perhatian pada permasalahan yang dimiliki karyawan dari waktu ke waktu, serta kebutuhan akan kepuasan dan kesejahteraan karyawan. b. Tingkah laku karyawan Tingkah laku karyawan mempengaruhi iklim melalui kepribadian mereka, terutama kebutuhan mereka dan tindakan-tindakan yang mereka lakukan untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Komunikasi karyawan memainkan bagian penting dalam membentuk iklim. Cara seseorang berkomunikasi menentukan tingkat sukses atau gagalnya hubungan antar manusia. Berdasarkan gaya normal seseorang dalam hidup atau mengatur sesuatu, dapat menambahnya menjadi iklim yang positif atau dapat juga menguranginya menjadi negatif. c. Tingkah laku kelompok kerja Terdapat kebutuhan tertentu pada kebanyakan orang dalam hal hubungan persahabatan, suatu kebutuhan yang seringkali dipuaskan oleh kelompok dalam organisasi. Kelompok-kelompok berkembang dalam organisasi dengan dua cara, yaitu secara formal, utamanya pada kelompok kerja; dan informal, sebagai kelompok persahabatan atau kesamaan minat. d. Faktor eksternal organisasi Sejumlah faktor eksternal organisasi mempengaruhi iklim pada organisasi tersebut. Keadaan ekonomi adalah faktor utama yang mempengaruhi iklim. Contohnya dalam perekonomian dengan inflasi yang tinggi, organisasi berada dalam tekanan untuk memberikan peningkatan keuntungan sekurang-kurangnya sama dengan
Universitas Sumatera Utara
tingkat inflasi. Seandainya pemerintah telah menetapkan aturan tentang pemberian upah dan harga yang dapat membatasi peningkatan keuntungan, karyawan mungkin menjadi tidak senang dan bisa keluar untuk mendapatkan pekerjaan pada perusahaan lain. Di lain pihak, ledakan ekonomi dapat mendorong penjualan dan memungkinkan setiap orang mendapatkan pekerjaan dan peningkatan keuntungan yang besar, sehingga hasilnya iklim menjadi lebih positif. 2.2.2. Teori Motivasi Kerja Orang-orang yang termotivasi akan melakukan pekerjaannya lebih baik dari pada yang tidak, namun pernyataan ini bersifat relatif.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya, termasuk dalam hal kebutuhan dan keinginan. Hal ini berbeda karena setiap anggota organisasi adalah unik secara biologis maupun psikologis, dan berkembang atas dasar proses yang berbeda pula. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu (karyawan) mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hasibuan (2003)
menyatakan bahwa : “motivasi berasal dari kata latin
movere yang berarti dorongan atau daya penggerak”.
Hasibuan mengemukakan
bahwa : ”motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut As'ad (2003) bahwa : “motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan”. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motivasi tersebut merupakan driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan di dalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu. Lebih lanjut As'ad (2003), memberikan batasan mengenai motivasi sebagai: “the process by which behaviour is energized and directed (motivasi merupakan hal yang melatar belakangi individu berbuat untuk mencapai tujuan tertentu)”. Seseorang yang dengan sengaja mengikatkan diri menjadi bagian dari organisasi mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, salah satunya adalah agar mereka dapat berinteraksi dengan manusia lainnya dan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi. Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa : ”motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu”. Supardi dan Anwar (2004) menyatakan bahwa : ”motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan”. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Motivasi bukanlah yang dapat diamati tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan karena sesuatu perilaku yang tampak. Menurut Heidjerachman dan Husnan (2003) bahwa : “motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan”.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan, upaya dan keinginan yang ada di dalam diri manusia. Motivasi mengaktifkan, memberi daya, serta mengarahkan perilaku
untuk melaksanakan
tugas-tugas dengan baik guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pembahasan teori-teori motivasi, ada beberapa yang cukup menonjol. Robbins (2002) menyatakan bahwa ada beberapa teori motivasi, yaitu : 1. Teori motivasi higienis diajukan oleh Frederick Herzberg, dengan keyakinan bahwa hubungan individu dengan pekerjaan adalah sesuatu yang mendasar dan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan akan sangat menentukan kesuksesan atau kegagalannya. Menurut teori ini motivasi ini ditekankan pada prestasi kerja, pengaruh, pengendalian, ketergantungan, pengembangan, afiliasi (Ariadi : 2006). -
Prestasi kerja, yaitu sesuatu yang dicapai oleh seorang pekerja di bawah lingkungan kerja yang sulit sekalipun. Misalnya dalam menyelesaikan tugas yang dibatasi oleh jadwal waktu (deadline) yang ketat yang harus dipenuhi, seorang pekerja dapat menyelesaikan tugasnya dengan hasil yang memuaskan.
-
Pengaruh, yaitu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan gagasan atau argumentasi sebagai bentuk dari kuatnya pengaruh yang ingin ditanamkan kepada orang lain. Saran-saran atau gagasan yang diterima sebagai bentuk partisipasi dari seorang pekerja akan menumbuhkan motivasi, apalagi jika gagasan atau pemikiran tersebut dapat diikuti oleh orang lain yang dapat dipakai sebagai metode kerja baru dan ternyata hasilnya adalah positif dan dirasakan lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
-
Pengendalian, yaitu tingkat pengawasan yang dilakukan oleh atasan terhadap bawahannya. Untuk menumbuhkan motivasi dan sikap tanggung jawab yang besar dari bawahan, seorang atasan dapat memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi.
-
Ketergantungan, yaitu kebutuhan dari bawahan terhadap orang-orang yang berada di lingkungan kerjanya, baik terhadap sesama pekerja maupun terhadap atasan. Adanya saran, gagasan atau ide dari atasan kepada bawahan yang dapat membantunya memahami suatu masalah atau cara penyelesaian masalah akan menjadi motivasi yang positif.
-
Pengembangan, yaitu upaya yang dilakukan oleh organisasi terhadap pekerja atau oleh atasan terhadap bawahannya untuk memberikan kesempatan guna meningkatkan potensi dirinya melalui pendidikan ataupun pelatihan. Pengembangan ini dapat menjadi motivator yang kuat bagi karyawan. Disamping pengembangan yang menyangkut kepastian karir pekerja, pengertian pengembangan dimaksudkan disini juga menyangkut metode kerja yang dipakai. Adanya perubahan metode kerja yang dirasakan lebih baik karena membantu penyelesaian tugas juga menjadi motivasi bagi pekerja.
-
Afiliasi, yaitu dorongan untuk berhubungan dengan orang-orang atas dasar sosial. Keterbukaan orang-orang yang berada di lingkungan kerja yang memungkinkan hubungan antar pribadi dapat berjalan dengan baik, saling membantu masalah pribadi akan menjadi motivasi yang positif dari pekerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Abraham Maslow, membagi kebutuhan manusia dalam hirarki kebutuhan, bahwa motivasi manusia berhubungan dengan lima kebutuhan, yaitu : a). kebutuhan fisik (physiological need), b). kebutuhan untuk memperoleh keamanan dan keselamatan (Security of safetyneed), c) kebutuhan bermasyarakat (social need), d). kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (esteem need), dan e). kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan (self actualization need). Abraham Maslow menyatakan bahwa proses motivasi seseorang secara bertahap mengikuti pemenuhan kebutuhan, dari kebutuhan yang paling dasar hingga kebutuhan yang paling kompleks. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan dasar, yang bersifat primer dan vital, yang menyangkut fungsi-fungsi biologis seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, kesehatan fisik, dan lain-lain. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, seperti terjaminnya keamanan, terlindung dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil, dan lain sebagainya. Kebutuhan sosial, meliputi kebutuhan akan dicintai, diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, dan sebagainya. Kebutuhan akan penghargaan, termasuk kebutuhan dihargai karena prestasi, kemampuan, kedudukan, pangkat, dan sebagainya. Kebutuhan akan aktualisasi diri, seperti kebutuhan mempertinggi potensi yang dimiliki, pengembangan diri secara maksimum, kreatifitas, ekspresi diri, dan sebagainya. Kebutuhan tertinggi menurut Maslow adalah kebutuhan transenden, yaitu kebutuhan untuk berperilaku mulia, memberi arti bagi orang lain, terhadap sesama, terhadap alam, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang memasuki organisasi didorong oleh keinginan untuk memenuhi
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan, berupa penghasilan yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhannya. 3. Douglas Mc Gregor, mengajukan dua pandangan yang berbeda mengenai manusia seseorang itu pada dasarnya bersifat negatif, diberi nama Teori X, dan yang lainnya pada dasarnya bersifat positif, diberi nama Teori Y. Dalam teori X, terdapat empat asumsi, yaitu : a). Karyawan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin akan berusaha menghindarinya, b). Karena karyawan tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan yang diinginkan, c). Karyawan akan mengelakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal, dan d). Kebanyakan pekerja mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alasan untuk dipecat) diatas semua faktor dan hanya menunjukkan sedikit ambisi. Dalam teori Y, juga terdapat empat asumsi yang berlawanan, yaitu : a). karyawan memandang pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat dan bermain, b). Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri, c). Seorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab, dan d). Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik, didelegasikan kepada karyawan secara luas dan tidak harus berasal dari orang yang berada dalam manajemen. 4. Mc Clelland’s mengajukan variabel tiga motif atau kebutuhan utama yang relevan di tempat kerja. a. Kebutuhan akan prestasi : Dorongan untuk unggul, untuk mencapai sederetan standar guna meraih kesuksesan.
Universitas Sumatera Utara
b. Kebutuhan akan kekuasaan : Kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dengan cara yang diinginkan c. Kebutuhan akan afiliasi : Hasrat akan hubungan persahabatan dan kedekatan antar personal. 5. Teori Goal Setting (Edwin Locke)
teori ini menyatakan bahwa niat yang
dinyatakan sebagai tujuan, dapat menjadi sumber utama dari motivasi kerja. Kita dapat mengatakan dengan tingkat keyakinan yang tinggi, bahwa tujuan yang spesifik dapat meningkatkan kinerja dan bahwa tujuan yang sulit dicapai, bila diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan yang mudah dicapai. 6. Teori Reinforcemen (B F Skinner) teori ini memiliki pendekatan perilaku, yang menyatakan bahwa reinforcement membentuk perilaku. 7. Teori Equity atau kewajaran (Jane Pearson) menyatakan bahwa karyawan membandingkan apa yang mereka berikan ke dalam suatu situasi kerja (input) terhadap apa yang mereka dapatkan dari pekerjaan tersebut (outcome) dan kemudian membandingkan rasio input-outcome mereka dengan rasio inputoutcome rekan kerja sejawatnya. Jika mereka menganggap rasio input-outcome mereka sama dengan orang lain, keadaan tersebut dianggap adil. Jika rasio tidak sama, rasa ketidak adilan muncul; artinya karyawan cenderung melihat diri mereka sendiri kurang diberi penghargaan. Bila ketidak adilan terjadi, karyawan akan berusaha untuk melakukan koreksi. 8. Teori ekspektasi (Victor Vrooms) pada dasarnya teori ekspektasi menyatakan bahwa kekuatan dari kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil tertentu serta pada daya tarik hasil tersebut bagi individu. Oleh karena itu, teori ini mengemukakan tiga variabel berikut ini : a. Daya tarik : Pentingnya individu mengharapkan outcome dan penghargaan yang mungkin dapat dicapai dalam bekerja. Variabel ini mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individu yang tidak terpuaskan. b. Kaitan kinerja penghargaan : Keyakinan individu bahwa dengan menunjukkan kinerja pada tingkat tertentu akan mencapai outcome yang diinginkan. c. Kaitan upaya kinerja : Probabilitas yang diperkirakan oleh individu bahwa dengan menggunakan sejumlah upaya tertentu akan menghasilkan kinerja. Meskipun ada beberapa aktivitas manusia yang terjadi tanpa motivasi, namun hampir semua perilaku sadar mempunyai motivasi, atau sebab. Pekerjaan para manajer adalah mengidentifikasi dan menggerakkan motif pegawai untuk berprestasi baik dalam pelaksanaan tugas atau mengurangi ketidak seimbangan. Dalam kehidupan sehari-hari, istilah motivasi memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan prilaku individu maupun perilaku organisasi, dan dasar utama pelaksanaan motivasi oleh seorang pimpinan adalah pengetahuan dan perhatian terhadap prilaku manusia yang dipimpinya sebagai suatu faktor penentu keberhasilan organisasi yang memandang manusia sebagai faktor penentu keberhasilan yang berarti pula menuntut adanya perhatian serius pada semua permasalahan kebutuhan. Seorang pemimpin yang berhasil dalam melaksanakan fungsi motivasi adalah pemimpin yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan
Universitas Sumatera Utara
adanya sinkronisasi antara tujuan pribadi para anggota organisasi dengan tujuan pribadi para anggota organisasi dengan tujuan organisasi itu sendiri. 2.2.2.1. Faktor-faktor Penentu Motivasi Kerja Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi, karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Ishak dan Tanjung : 2003). Setiap orang memerlukan 5 (lima) kebutuhan yang telah dikemukakan oleh Maslow
sebagaimana diuraikan di atas sebagai sumber motivasi dalam rangka
meningkatkan semangat kerjanya. Namun yang paling penting bagi seseorang adalah motivasi yang dimulai dari dalam dirinya sendiri (motivasi instrinsik), sesuai dengan pendapat Hasibuan (2003) bahwa “Motivasi yang paling
berhasil
adalah
pengarahan diri sendiri oleh pekerja yang bersangkutan. Keinginan atau dorongan tersebut harus datang dari individu itu sendiri dan bukanlah dari orang lain dalam bentuk kekuatan dari luar”.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah suatu perangsang keinginan dan daya gerak yang menyebabkan seseorang bersemangat dalam bekerja karena terpenuhi kebutuhannya. Karyawan yang bersemangat dalam bekerja disebabkan telah terpenuhinya kebutuhannya seperti gaji yang cukup, keamanan dalam bekerja, bebas dari tekanan dari pimpinan maupun rekan sekerja, dan kebutuhan lainnya, hal ini akan berdampak pada kepuasan kerja yang akhirnya mampu menciptakan kinerja yang baik. Motivasi kerja adalah kekuatan yang mendorong semangat yang ada di dalam maupun diluar dirinya baik itu yang berupa reward maupun punishment, sehingga Luthans (2003) menyatakan bahwa :” pada manusia terdapat sepuluh faktor motivasi (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation, yang meliputi :1). prestasi yang diraih (achievement), 2). pengakuan orang lain (recognition), 3). tanggung jawab (responsibility), 4). peluang untuk maju (advancement), 5). kepuasan kerja itu sendiri (the work itself), 6). dan pengembangan karir (the possibility of growth). Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation meliputi, 1). kompensasi; 2). keamanan dan keselamatan kerja; 3). kondisi kerja; 4). status; 5). prosedur perusahaan; 6). Mutu dari supervisi teknis dari hubungan interpersonal diantara teman sejawat, atasan, dan bawahan”. 2.2.3. Teori Budaya Organisasi Budaya Organisasi (organizational culture) sering muncul ke permukaan dan menjadi bahan pembicaraan dan kajian, baik di kalangan praktisi maupun ilmuwan. Diskusi dan seminar diadakan untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan
Universitas Sumatera Utara
pengembangan budaya organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi itu dirasakan penting dan memiliki manfaat langsung maupun tidak langsung
bagi
perkembangan organisasi. Sejak berdirinya organisasi atau perusahaan, secara sadar atau tidak pendiri meletakkan dasar bagi budaya organisasi yang didirikan. Pertumbuhan organisasi, sebagai hasil interaksi organisasi dengan lingkungannya, juga dalam mengusahakan pengembangan organisasinya, secara sadar perlu merubah nilai-nilai pokok tertentu. Budaya organisasi perlu juga menyesuaikan diri terhadap pertumbuhan perusahaan. Ketika orang berbicara soal budaya, maka yang dimaksudkan bukan hanya sesuatu yang “dimiliki” bersama, tapi ada makna kedalaman (kadang tidak terukur, kasat mata, dan tidak disadari). Menurut Robbins (2002), terdapat tiga perspektif budaya organisasi, yaitu : ”budaya yang kuat, budaya yang sesuai dan budaya yang adaptif”. Budaya kuat mengacu pada nilai inti organisasi yang dipegang secara intensif dan dianut bersama secara meluas oleh anggota organisasi, namun budaya yang kuat tidaklah cukup untuk dapat meningkatkan kinerja. Diperlukan adanya perspektif yang ke dua, yaitu budaya yang sesuai dengan konteksnya. Adapun yang dimaksud dengan kesesuaian konteks di sini adalah kesesuaian antara budaya dengan filosofi organisasi (visi, misi, tujuan organisasi); kesesuaian dengan kondisi objektif dari lingkungan industrinya; dan kesesuaian dengan strategi yang dijalankan oleh organisasi. Budaya yang kuat namun tidak sesuai dengan konteks budaya yang seharusnya akan mengakibatkan organisasi kehilangan arah dan menimbulkan ketidak-sesuaian jalur yang semestinya ditempuh. Kuatnya budaya organisasi akan terlihat jelas dari bagaimana karyawan
Universitas Sumatera Utara
memandang suatu budaya sehingga berpengaruh terhadap perilaku anggota-anggota dalam organisasi yang menggambarkan motivasi, dedikasi, kreativitas, komitmen dan kepuasan yang tinggi. Semakin kuat budaya organisasi, semakin tinggi komitmen, pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Oleh karenanya, keunikan karakteristik suatu organisasi yang dicerminkan oleh budaya organisasi, perlu dikembangkan dan dianut oleh anggota organisasi tersebut. Budaya organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan, dan pola perilaku. Budaya relatif stabil karena perubahannya sangat lamban. 2.2.3.1. Pengertian Budaya Organisasi Armstrong (2005) mendefinisikan bahwa : ”budaya perusahaan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan oleh kelompok tertentu, ditemukan atau dikembangkan untuk mempelajari cara mengatasi masalah-masalah adaptasi dari luar dan cara berintegrasi, yang telah berfungsi dengan baik atau di anggap berlaku, dan karena itu, harus diajarkan kepada para anggota baru sebagai yang benar untuk mengundang, memikirkan, dan merumuskan masalah-masalah ini”. Robbins (2006) mendefinisikan bahwa : “budaya organisasi (organization culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Lebih lanjut, Robbins (2006) menyatakan bahwa : “sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi”. (“a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics that the organization values”).
Universitas Sumatera Utara
Pendapat lain dikemukakan oleh Susanto (2007) yang menyatakan bahwa : “budaya organisasi adalah sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak dan berperilaku”. Luthans (2003) menjelaskan bahwa : ”budaya organisasi merupakan normanorma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi”. Agar dapat diterima oleh lingkungannya, maka setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku pada organisasi tersebut. Jadi budaya organisasi berhubungan dengan lingkungan yang merupakan gabungan dari asumsi, perilaku, cerita, ide dan pemahaman penting untuk menentukan bagaimana seharusnya bekerja dalam suatu organisasi. Definisi serupa diberikan oleh Van Muijen (2004) yang menyatakan bahwa : “budaya perusahaan dapat digambarkan sebagai kumpulan dari nilai, norma, ungkapan, dan perilaku yang ikut menentukan bagaimana orang-orang dalam perusahaan saling berhubungan”. Hofstede (2005) mengemukakan bahwa, ”pada tingkat organisasi, budaya merupakan serangkaian asumsi, keyakinan, dan nilai-nilai dan persepsi dari para anggota organisasi yang mempengaruhi dan membentuk sikap dan perilaku kelompok yang bersangkutan”. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, budaya organisasi dapat dikatakan sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku di dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari-hari selama
Universitas Sumatera Utara
mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak “luar”. Dengan kata lain, budaya organisasi mencerminkan “cara karyawan melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani orang) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar organisasi tersebut. Orang luar sebenarnya dapat mengenali budaya sebuah organisasi begitu memasuki pintu gerbang sebuah kantor. Misalnya saja cara petugas menerima tamu, kondisi ruangan, pakaian seragam, cara menerima telepon. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya. 2.2.3.2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi Budaya bisa dilihat sebagai “fenomena” yang mengelilingi kehidupan orang banyak dari hari ke hari, bisa direkayasa dan dibentuk. Jika budaya dikecilkan ruang lingkupnya ke tingkat organisasi atau bahkan ke kelompok yang lebih kecil, akan dapat terlihat bagaimana budaya terbentuk, ditanamkan, berkembang, dan akhirnya direkayasa, diatur, dan diubah. Budaya organisasi akan mempengaruhi cara anggota organisasi memberikan interaksi dan integritas terhadap institusi. Jika budaya organisasi yang terbangun mampu mempengaruhi anggota organisasi dalam bersikap dan berinteraksi, maka organisasi atau institusi tersebut akan menemukan angotaanggota organisasi yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang baik terhadap organisasi tersebut, berikut digambarkan bagai mana proses terbentuknya budaya organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Manajemen Puncak Filosofi Pendiri
Kriteria Seleksi
Budaya Organisas Sosialisasi
Sumber : Robbins (2002)
Gambar 2.1 : Proses Terbentuknya Budaya Organisasi Budaya diturunkan dari filsafat pendirinya.
Selanjutnya budaya itu akan
mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam mempekerjakan pegawai. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak. Bagaimana bisa disosialisasikan akan tergantung pada tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai pegawai baru dengan nilai-nilai organisasi. 2.2.3.3. Tingkatan Budaya Organisasi Menurut Daft (2002), terdapat tiga tingkatan budaya, yaitu : 1. Artifak (artifact), adalah budaya organisasi tingkat pertama, yaitu hal-hal yang dilihat, didengar dan dirasa ketika seseorang berhubungan dengan suatu kelompok baru. Artifak bersifat kasat mata (visible), misalnya lingkungan fisik organisasi, cara berperilaku, cara berpakaian, dan lain-lain.
Karena antara
organisasi yang satu dengan organisasi lainnya artifak-nya berbeda-beda, maka
Universitas Sumatera Utara
anggota baru dalam suatu organisasi perlu belajar dan memberikan perhatian terhadap budaya organisasi tersebut. 2. Nilai (espoused values), merupakan alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung caranya melakukan sesuatu.
Ini adalah budaya organisasi
tingkat kedua yang mempunyai tingkat kesadaran yang lebih tinggi dari pada artifak. Pada tingkat ini, baik organisasi maupun anggota organisasi memerlukan tuntunan strategi, tujuan dan filosofi dari pemimpin organisasi untuk bersikap dan bertindak. Oleh karena itu, untuk memahami espoused values ini, seringkali dilakukan wawancara
dengan anggota kunci organisasi misalnya, atau
menganalisa kandungan artifak seperti dokumen. 3. Asumsi dasar (basic assumptions), merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Asumsi ini merupakan reaksi yang dipelajari yang bermula dari nilainilai yang didukung karena merupakan keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu organisasi seperti kepercayaan, persepsi ataupun perasaan yang menjadi sumber nilai dan tindakan.
Budaya organisasi tingkat ketiga ini
menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu dalam sebuah organisasi, yang seringkali dilakukan lewat asumsi yang tidak diucapkan. Asumsi yang benar akan memberikan arah dan makna bagi kehidupan organisasi yang lebih baik. Sedangkan asumsi yang salah dan hidup dalam sebuah organisasi akan merugikan kehidupan organisasi tersebut. 2.2.3.4. Fungsi dan Manfaat Budaya Organisasi Menurut Robbins ( 2002 ), Budaya organisasi memiliki beberapa fungsi dalam organisasi, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Memberi batasan untuk mendefinisikan peran, sehingga memperlihatkan perbedaan yang jelas antar organisasi. 2. Memberikan pengertian identitas terhadap anggota organisasi. 3. Memudahkan munculnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dibanding minat anggota organisasi secara perorangan. 4. Menunjukkan stabilitas sistem sosial . 5. Memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan pedoman untuk membentuk sikap serta perilaku para anggota organisasi. 6. Membantu para anggota organisasi mengatasi ketidak pastian, karena pada akhirnya budaya organisasi berperan untuk membentuk pola pikir dan perilaku anggota organisasi. Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik organisasi maupun para anggotanya, manakala suatu organisasi menerapkan budaya organisasi, dalam pengertian memberi perhatian pada sistem nilai yang dianut organisasi. Manfaat tersebut adalah: (1) memberikan pedoman bagi tindakan pengambilan keputusan; (2) mempertinggi komitmen organisasi; (3) menambah konsistensi perilaku para anggota organisasi; dan (4) mengurangi keraguan para anggota organisasi, karena budaya memberitahukan pada mereka bagaimana sesuatu dilakukan dan apa yang dianggap penting. 2.2.3.5. Karakteristik Budaya Organisasi Menurut Robbins (2002), ada tujuh ciri-ciri utama yang secara keseluruhan mencakup pentingnya budaya organisasi. Ketujuh ciri-ciri tersebut adalah : 1. Inovasi dan pengambilan keputusan, Sejauhmana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan berani mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail. Sejauhmana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi terhadap hasil. Sejauhmana manajemen lebih berfokus pada hasilhasil dan keluaran daripada kepada teknik-teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai keluaran tertentu. 4. Orientasi terhadap individu. Sejauhmana keputusan-keputusan yang diambil manajemen ikut untuk mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada dalam organisasi.
Universitas Sumatera Utara
5. Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan-kegiatan kerja lebih diorganisasi dalam tim, bukan secara perorangan. 6. Agresivitas. Sejauhmana agar orang-orang berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai. 7. Stabilitas. Sejauhmana kegiatan-kegiatan keorganisasian lebih menekankan status quo dibandingkan dengan pertumbuhan. O’Reilly, Chatman, dan Caldwell(2005), menemukan ciri-ciri budaya organisasi sebagai berikut : 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Mencari peluang baru, mengambil resiko, bereksperimen dan tidak merasa terhambat oleh kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek formal. 2. Stabilitas dan keamanan. Menghargai hal-hal yang dapat diduga sebelumnya, keamanan dan penggunaan dari aturan-aturan yang mengarahkan perilaku. 3. Penghargaan terhadap orang. Memperlihatkan toleransi, keadilan dan penghargaan terhadap orang lain. 4. Orientasi hasil. Memiliki perhatian dan harapan yang tinggi terhadap hasil capaian dan tindakan. 5. Orientasi tim dan kolaborasi. Bekerja bersama secara terkordinasi dan berkolaborasi. 6. Keagresifan dan persaingan. Mengambil tindakan-tindakan tegas menghadapi para pesaing. Budaya organisasi menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh suatu institusi atau lembaga, karena budaya organisasi akan mencerminkan dinamika organisasi sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai ujud interaksi yang sangat diharapkan mampu memberikan kenyamanan dan kepastian bekerja. 2.2.3.6. Sumber-sumber Budaya Organisasi Isi dari suatu budaya organisasi terutama berasal dari tiga sumber (Robbins : 2006), yaitu : 1. Pendiri organisasi. Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai yang kuat, dan visi yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya. Pendiri mempunyai peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka siap diteruskan kepada karyawan baru. Akibatnya, pandangan mereka diterima oleh karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang
Universitas Sumatera Utara
pendiri berada dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan organisasi. 2. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal. Penghargaan organisasi terhadap tindakan tertentu dan kebijakannya mengarah pada pengembangan berbagai sikap dan nilai. 3. Karyawan, hubungan kerja. Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke dalam organisasi. Hubungan kerja mencerminkan aktivitas utama organisasi yang membentuk sikap dan nilai. Robbins (2001) menyatakan bahwa budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain.” Robbins (2001) menyatakan ada 10 (sepuluh) dimensi budaya organisasi yaitu : ”Inisiatif individu, toleransi terhadap tindakan, pengarahan, integrasi, dukungan manajemen, kontrol, identitas, sistem imbalan, toleransi konflik dan pola komunikasi”. Jadi budaya organisasi sering dibentuk oleh pengaruh orang-orang yang mendirikan organisasi tersebut, oleh lingkungan eksternal dimana organisasi beroperasi, dan oleh karyawan serta hakekat dari organisasi tersebut. Nilai-nilai
budaya
apabila
dikaitkan
dengan
kehidupan
organisasi,
seyogianya dijadikan sebagai budaya organisasi dengan peran dan fungsi antara lain : 1. Pengendalian diri masing-masing anggota organisasi. 2. Perekat anggota organisasi untuk membangun kepentingan organisasi dan kepentingan bersama. 3. Perekat solidaritas antara anggota organisasi untuk hidup saling menghargai, menghormati dan saling mendukung. Budaya organisasi yang berfungsi seperti itu dalam suatu organisasi
akan
menjadi alat untuk menyemangati dan mendorong aktifitas-aktifitas para sumber daya
Universitas Sumatera Utara
manusia tersebut dalam rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan organisasinya. Prinsip ”saling mendukung”, dalam kehidupan organisasi tidak kalah pentingnya, oleh karena esensinya adalah terwujudnya kebersamaan dalam rangka melaksanakan tugas, fungsi dan atau misi organisasi. Tanpa kebersamaan jangan diharapkan dapat terwujudnya tujuan organisasi sebagaimana telah ditetapkan. Kebersamaan dalam organisasi, dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu kebersamaan terhadap intern organisasi dan kebersamaan terhadap ekstern organisasi atau pihak-pihak terkait (stakeholders).
Diantara kedua dimensi itu perlu dipelihara dan dikembangkan
sehingga saling bersinergi, saling mendukung yang pada akhirnya memberi manfaat terhadap peningkatan kinerja organisasi (organization performance). Apabila berbicara mengenai kebersamaan, maka tidak dapat dilepaskan dari budaya organisasi yang telah ditetapkan dan menjadi komitmen masing-masing individu atau semua pihak dalam organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kerjasama baik yang dituangkan dalam bentuk kerja tim, hubungan kerja sebagai akibat fungsionalisasi, maupun karena sinergisme akan sangat bermanfaat dan merupakan sarana yang handal untuk meningkatkan kinerja organisasi. 2.2.4. Teori Kinerja Penilaian kinerja karyawan adalah masalah penting bagi seluruh perusahaan. Untuk mengetahui peningkatan tentang diri karyawan dalam pelaksanaan pekerjaannya adalah melalui penilaian kinerja. memuaskan tidak terjadi secara otomatis.
Namun demikian, kinerja yang
Pelaksanaan penilaian kinerja harus
mampu memotivasi karyawan sehingga menciptakan rasa puas dan ketenangan bekerja serta mampu menciptakan budaya kerja yang tinggi. Penilaian kinerja harus
Universitas Sumatera Utara
dilaksanakan secara terus menerus dan sistematis untuk memperoleh hasil penilaian kinerja yang objekif. Selain itu, diperlukan pelaksanaan penilaian kerja yang baik, sehingga program yang disusun dapat berpengaruh terhadap pegawai yang dinilai. Dengan perkataan lain, program tersebut harus dapat memotivasi peningkatan, pengembangan tanggung jawab
dan meningkatkan keterikatan karyawan dalam
organisasi. 2.2.4.1. Pengertian Kinerja Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job performance tetapi dalam bahasa Inggris sering disingkat menjadi performance saja. Dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan Hasibuan (2005) menyatakan bahwa : ”kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”. Lebih tegas lagi As’ad (2003) menyatakan bahwa : “kinerja adalah succesfull role achievement yang diperoleh seseorang dari perbuatan-perbuatannya”. Jadi kinerja organisasi merupakan hasil yang diinginkan organisasi dari perilaku orangorang di dalamnya. Kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, ketrampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu. Oleh karena itu output baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk : kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif. Tampaknya dimensi lain dari kinerja mungkin tepat untuk pekerjaan pekerjaan tertentu, tetapi yang didata ini adalah yang paling umum, yang mengidentifikasikan elemen-elemen yang paling penting dari suatu pekerjaan. Sebagai contoh, pekerjaan sebagai dosen, memiliki kriteria pekerjaan
seperti
mengajar,
penelitian
dan
pengabdian
serta
pelayanan.
Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa: ”kinerja adalah hasil kerja secara kualitas kerja, kuantitas kerja keandalan kerja dan sikap kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kriteria pekerjaan adalah faktor yang terpenting dari apa yang dilakukan orang di pekerjaannya. Kriteria pekerjaan menjelaskan yang sudah dibayar oleh organisasi untuk dikerjakan para karyawannya. Oleh karena itu, kriteria-kriteria ini penting dan harus diukur, dibandingkan dengan standar yang ada. Hasilnya harus dikomunikasikan kepada setiap karyawan. Pekerjaan hampir selalu memiliki lebih dari satu kriteria atau dimensi untuk dinilai, dan ini berarti bahwa si karyawan mungkin berkinerja lebih baik dalam satu kriteria dibandingkan kriteria lainnya. Beberapa kriteria mungkin memiliki nilai lebih penting daripada kriteria lainnya. Pembobotan adalah suatu cara untuk menunjukkan hal ini. Misalnya, di beberapa
Universitas Sumatera Utara
perguruan tinggi atau akademi, pengajaran yang dilakukan dosen merupakan bagian pekerjaan yang memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian atau pengabdian. Pada saat mengukur kinerja, adalah penting menentukan kriteria yang relevan. Umumnya, kriteria itu relevan ketika difokuskan pada aspek yang paling penting dari pekerjaan si karyawan. Sebagai contoh, menilai seorang petugas pelayanan kepuasan konsumen dalam suatu perusahaan dari “penampilan”, tentu saja kurang relevan dibandingkan dengan jumlah telepon yang ditanganinya. Contoh ini menekankan bahwa kriteria pekerjaan yang terpenting harus diidentifikasi dan dikaitkan dengan deskripsi pekerjaan. Pekerjaan umumnya melibatkan beberapa tugas dan tanggung jawab. Jika penilaian kinerja mengabaikan beberapa tanggung jawab yang penting, maka penilaian menjadi tidak efisien. Sebagai contoh, jika kinerja seorang pewawancara hanya dinilai dari jumlah pelamar yang dipekerjakan, dan bukannya kualitas pelamar, maka hal ini bisa jadi tidak efisien. Jika beberapa kriteria yang tidak relevan dimasukkan, maka kriteria bisa dikatakan sudah terkontaminasi. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak mampu, juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain bahwa kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja. Kinerja merupakan kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator
Universitas Sumatera Utara
dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa : “produktivitas adalah perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input)”.
Faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Anoraga (2004) menyatakan : ”faktorfaktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan seperti: motivasi, pendidikan dan latihan, disiplin kerja, keterampilan, sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan budaya organisasi, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen (kepemimpinan) dan kesempatan berprestasi (karir)”. 2.3. Kerangka Konseptual Dosen yang memiliki tingkat kemampuan yang baik dan didorong oleh kuatnya motivasi kerja akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga dapat menghasilkan tamatan (alumni) yang berkualitas dan profesional sesuai dengan harapan. Proses pembelajaran sangat tergantung pada motivasi dosen. Untuk itu motivasi kerja dosen harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan motivasi kerja itu harus selalu dipikirkan. Staf pengajar yang memiliki tingkat kemampuan yang memadai tetapi tidak memiliki motivasi kerja untuk melaksanakan tugasnya dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan yang diharapkan. Pemikiran di atas sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Siagian (2002) yang menyatakan bahwa, ”motivasi sebagai keseluruhan proses pemberian motif bekerja pada karyawan sedemikian rupa, sehingga karyawan mau bekerja dengan ikhlas demi tercapai tujuan”. Selanjutnya menjadi bagian dari organisasi berarti menjadi bagian dari budayanya. Pada kaitan organisasi, maka budaya organisasi adalah niali-nilai yang mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikannya. Niali-nilai itu
Universitas Sumatera Utara
merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan kadang-kadang tidak terungkapkan. Nilai-nilai dan semangat ini merupakan suatu kunci yang sangat strategis, bahkan menjadi alat motivasi masing-masing individu dan atau organisasi dalam usaha menjawab tantangan serta usaha memanfaatkan peluang guna meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Davis (2006) bahwa “Iklim organisasi dapat mempengaruhi motivasi, prestasi kerja, dan kepuasan kerja”. Iklim mempengaruhi hal itu dengan membentuk harapan karyawan tentang konsekuensi yang akan timbul dari berbagai tindakan. Para karyawan mengharapkan imbalan, prestasi atas dasar persepsi mereka terhadap iklim organisasi. Steers (2005) juga mengatakan bahwa “Iklim organisasi dapat mempengaruhi prestasi kerja dan kepuasan kerja”. Gibson (2004) mengatakan bahwa“. Unsur-unsur iklim organisasi ikut menyumbang pada prestasi organisasi yang efektif seperti komunikasi, evaluasi prestasi kerja, pengambilan keputusan, sosialisasi, dan pengembangan karier”. Banyak hal yang berpengaruh di dalam organisasi sehingga terbentuklah iklim organisasi, salah salah satunya adalah kerjasama antara pemimpin dan bawahan. Pemimpin dan bawahan bersama-sama menciptakan suasana dalam organisasi menjadi nyaman, sehingga kesertaan dan keserasian di dalamnya semakin meningkatkan kinerja organisasi tersebut. Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa : “terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal, strategi, praktik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi”. Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu
Universitas Sumatera Utara
orang yang ingin mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masingmasing faktor tersebut. Riduwan (2006) mengemukakan bahwa : “kompetensi profesional, motivasi kerja dan disiplin kerja dosen adalah merupakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi kinerja dosen dalam suatu lembaga pendidikan tinggi, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja dosen adalah iklim organisasi, akreditasi, dan hubungan antar lembaga pendidikan” Wirawan (2007) menyatakan bahwa : “iklim organisasi dalam institusi pendidikan tinggi juga mempengaruhi kinerja dosen”. Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi
dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan
organisasi mengenai apa yang ada atau yang terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin yang mempengaruhi sikap dan prilaku anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi. Hasibuan (2003) menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti ‘dorongan atau daya penggerak’. Hasibuan mengemukakan bahwa : ”motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan”. Winardi (2007) mengatakan bahwa :”kinerja dosen juga ditentukan oleh motivasi dosen dalam bekerja”. Motivasi adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja, sehingga kuat atau lemahnya motivasi kerja pegawai ikut menentukan kinerja karena kinerja seseorang tergantung pada kekuatan motifnya. Motif yang dimaksud disini adalah keinginan dan dorongan atau gerak yang ada
Universitas Sumatera Utara
dalam diri setiap individu untuk mencapai suatu sasaran. Seseorang yang mempunyai motivasi tinggi, ia akan bekerja keras, mempertahankan langkah kerja keras, dan memiliki perilaku yang dapat dikendalikan sediri ke arah sasaran-sasaran penting. Kuatnya budaya organisasi akan terlihat jelas dari bagaimana karyawan memandang suatu budaya sehingga berpengaruh terhadap perilaku anggota-anggota dalam organisasi yang menggambarkan motivasi, dedikasi, kreativitas, komitmen dan kepuasan yang tinggi. Robbins (2006) mendefinisikan bahwa : “budaya organisasi (organization culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain”. Semakin kuat budaya organisasi, semakin tinggi komitmen yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja. Oleh karenanya, keunikan karakteristik suatu organisasi yang dicerminkan oleh budaya organisasi, perlu dikembangkan dan dianut oleh anggota organisasi tersebut. Budaya organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan, dan pola perilaku. Budaya relatif stabil karena perubahannya sangat lamban. Budaya akan meningkatkan komitmen organisasi dan meningkatkan konsistensi dari perilaku pegawai yang akan menuntun pegawai ke arah yang penting bagi organisasi. Jika budaya yang diterapkan dalam organisasi tidak mencerminkan prestasi dan kinerja, maka organisasi itu akan mengalami kerugian, karena karyawan dan pegawai memiliki karakter yang cenderung tidak disiplin. Inilah yang harus diperhatikan oleh para pimpinan suatu organisasi.
Universitas Sumatera Utara
Djokosantoso (2003) menyatakan bahwa : ”ada keterkaitan hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi, semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi, maka makin baik kinerja organisasi tersebut”. Iklim organisasi yang baik akan mendorong seluruh anggota organisasi atau institusi mengikuti aturan yang telah ada dan budaya organisasi akan mempengaruhi motivasi kerja dosen tanpa harus ada paksaan dari pimpinan. Hal ini sangat berkaitan dengan pola budaya organisasi yang diterapkan di organisasi atau instansi terkait. Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa : ”kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Berdasarkan jurnal pendidikan, Educational Leadership (2000) untuk menjadi profesional dan memiliki kinerja yang baik, seorang dosen dituntut untuk memiliki lima hal : Pertama, dosen mempunyai komitmen kepada mahasiswa dan proses belajarnya. Kedua, dosen menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada para mahasiswa. Ketiga, dosen bertanggung jawab memantau hasil belajar mahasiswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku mahasiswa sampai tes hasil belajar; Keempat, dosen mampu berpikir sistematis tentang apa apa yang akan dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Kelima, dosen seyogianya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Sehubungan dengan uraian tersebut maka kinerja dosen yang diukur dalam penelitian ini merupakan penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri selaku dosen yang menyangkut tugasnya sebagai pengajar. Berdasarkan kajian teori di atas, hal-hal
Universitas Sumatera Utara
yang dinilai terdiri dari : 1). kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, 2). menguasai dan mengembangkan metode, 3). menguasai bahan pelajaran dan menggunakan sumber belajar, 4). bertanggung jawab memantau hasil belajar mengajar, 5). disiplin dalam mengajar dan tugas lainnya, 6). kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, 7). melakukan interaksi dengan mahasiswa untuk menimbulkan motivasi, 8). memiliki kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing mahasiswa, 9). mampu
berfikir sistematis tentang apa yang
dilakukannya, dan 10). paham dalam administrasi pengajaran. Berdasarkan penjabaran di atas, untuk memperjelas hubungan variabelvariabel tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini :
Iklim Organisasi (X1) KINERJA DOSEN (Y)
Motivasi Kerja (X2) Budaya Organisasi (X3)
Sumber : Wirawan (2007), Winardi (2007), Jokosantoso (2003), Mangkunegara (2002)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas maka hipotesis penelitian ini adalah : “Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja serta Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Dosen Akademi Pariwisata Medan”. BAB III
Universitas Sumatera Utara