BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia adalah makhluk dengan daya kreativitas dan daya imajinasi yang tinggi. Manusia diberi kemampuan untuk mencipta apa yang mereka butuhkan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itulah sastra hadir sebagai salah satu pemenuh kebutuhan dasar manusia. Sastra merupakan wadah untuk berekspresi, menyalurkan pemikiran, gagasan dan perasaan dalam bentuk yang indah. Sastra hadir sebagai salah satu bentuk pemenuh kebutuhan umum, yakni sektor nonmateriil, salah satu perwujudan hiburan atau media analisis bagi masyarakat yang kritis serta sebagai wadah untuk menyalurkan gagasan atau kritik pengarang terhadap fenomena atau peristiwa tertentu secara khusus. Karya sastra bisa mencakup banyak hal, meliputi puisi, cerita pendek, dan novel. Cerpen adalah salah satu jenis karya sastra singkat yang hanya terdiri atas satu tema cerita dan selesai dibaca sekali duduk. Cerpen hanya dilengkapi dengan detail-detail terbatas sehingga tidak terlalu berkembang dari tema tidak seperti halnya novel. Cerpen bergaya padat; salah satu perangkat kepadatannya adalah simbolisme. Selain itu, cerpen memilki efek mikrokosmis karena mampu mengungkapkan satu makna yang demikian besar hanya dengan satu potongan
1
2
kejadian saja. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan cerpen sebagai objek analisis. Cerpen yang bagus dihasilkan olah daya kreativitas pengarang yang tinggi. Setiap pengarang dari seluruh dunia, mulai dari ujung benua Amerika, Eropa, hingga Asia memiliki karakteristik tersendiri dalam menghadirkan karya mereka, sebut saja Mark Twain, William Shakespeare, hingga salah satu penulis watak Indonesia, Seno Gumira Ajidharma, yang salah satu karyanya yang berupa cerpen dipilih sebagai objek analisis penelitian ini. Seno Gumira Ajidarma sudah tidak asing bagi dunia sastra Indonesia. Seno Gumira Ajidarma lahir di Boston, Amerika Serikat pada tanggal 19 Juni 1958. Dia adalah seorang penulis dari generasi baru sastra Indonesia, yang mengangkat tema yang dulunya dianggap tabu diangkat di ranah publik seperti diskriminasi dan kriminalitas. Beberapa hasil karyanya bahkan ada yang dianggap mbeling karena menyerempet ranah politik dan pemerintahan Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni-Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja. Dia juga terkenal karena dia menulis situasi di Timor Timur tempo dulu. Tulisannya tentang Timor Timur dituangkan dalam trilogi buku Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman),
dan Ketika
Bicara (kumpulan
esai).
Jurnalisme
Kemampuannya
Dibungkam, yang
luar
Sastra bisa
Harus
membuatnya
mendapatkan beberapa penghargaan yakni pada tahun 1987 dianugerahi SEA
3
Write award, pada 1997 dianugerahi Dinny O’hearn Prize of Literary dan pada 2005 dianugerahi Khatulistiwa Literary Award. Dia merupakan salah satu pengarang Indonesia yang diakui kepiawaiannya dalam menciptakan prosa, dan semuanya merupakan karya unik yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik yang unik dari cerpen-cerpen karya Seno Gumira Ajidarma adalah memiliki banyak dimensi yang dapat diteliti, serta memiliki keunikan tema, alur, tokoh bahkan judul. Salah satu cerita pendek Seno Gumira Ajidarma yang dianggap unik dari segi tema dan judul adalah cerita pendek yang berjudul “Dodolitdodolitdodolibret”. Cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” mengisahkan perjalanan Guru Kiplik yang percaya bahwa doa akan dikabulkan jika diucapkan dengan kalimat dan pelafalan yang benar. Sebagai guru mulailah dia berkelana dan mengajarkan masyarakat untuk berdoa secara baik dan benar agar keinginan-keinginan mereka terkabul. Perjalanan Guru Kiplik sampai di suatu daerah yang notabene masih sangat tradisional dalam berdoa, masyarakat di sana masih berdoa secara apa adanya. Namun pada akhir cerita, ada hal mengejutkan yang membuat Guru Kiplik mempertanyakan dirinya sendiri. Salah
satu
bukti
keistimewaan
cerpen
tersebut
adalah
cerpen
“Dodolitdodolitdodolibret” pada tahun 2010 dipilih menjadi cerpen terbaik dari sekian banyak cerpen yang masuk dalam redaksi KOMPAS. Selain itu, cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” dipilih sebagai objek analisis karena beberapa alasan, yaitu tersusun atas sejumlah unsur yang saling berhubungan dan saling
4
menentukan, sehingga menyebabkan cerpen ini menjadi sebuah karya yang menarik. Unsur yang menarik dalam cerpen ini adalah dalam hal tema dan judulnya yang unik, penokohan sentral yang menarik, serta alur ceritanya yang mengejutkan. Selain itu cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” belum pernah diteliti dengan teori struktural. Penelitian sastra haruslah memiliki alat untuk meneliti suatu karya sastra. Oleh karena itu penulis memilih salah satu teori fiksi yakni struktural untuk meneliti cerpen “Dodolitdodolitdodolibret”. Teori Struktural digunakan karena karya sastra merupakan sebuah struktur yang bermakna. Menurut Teeuw (1984:135), analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh. Setiap karya sastra memerlukan metode analisis yang sesuai dengan sifat dan strukturnya (Teeuw,1984:136) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Fakta cerita yang meliputi alur, penokohan, dan latar yang terdapat dalam cerpen Dodolitdodolitdodolibret. 2. Sarana sastra yang berupa judul, sudut pandang, gaya dan nada cerpen Dodolitdodolitdodolibret. 3. Tema cerpen Dodolitdodolitdodolibret.
5
4. Kesatuan dunia dalam cerpen Dodolitdodolitdodolibret. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan uraian di atas, penelitian ini memiliki dua tujuan utama yakni tujuan teoretis dan tujuan praktis. Tujuan teoretis dari penelitian ini adalah mencari fakta, sarana, tema serta kesatuan dunia cerita pendek “Dodolitdodolitdodolibret”. Tujuan praktis dari penelitian ini adalah membantu pembaca memahami cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” serta memperkaya pengetahuan dan wawasan menegenai dunia bahasa dan sastra Indonesia. 1.4 Tinjauan Pustaka Dalam Cerpen Keroncong Pembunuhan karya Seno Gumira Ajidarma: Analisis Alur Robert Stanton” (2013), Astri Wulandari mekankan analisis fiksi berdasarkan tiga bagian utama dari cerpen, fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Ranah yang diteliti adalah alur yang merupakan salah satu bagian dari fakta cerita. Selain Astri Wulandari, Aulia Az Zahra juga telah melakukan penelitian yang berjudul “Konflik dan Kekerasan dalam Cerpen-cerpen Seno Gumira Ajidarma”. Ia melakukan telaah terhadap kumpulan cerpen Penembak Misterius dan Saksi Mata. Penelitian ini menjelaskan alur yang berisi tentang konflik dalam cerpen Seno Gumira Ajidarma. Penelitian Astri Wulandari ataupun Aulia Az Zahra memiliki kesamaan yakni sama-sama meneliti fakta cerita. Namun Aulia
6
semakin mempersempit penelitiannya pada konflik yang merupakan bagian dari alur. Dalam tulisan Aulia Az Zahra diungkapkan bahwa tema dari cerpencerpen Seno tidak hanya tema-tema populer seperti cinta dalam “Sepotong Senja untuk Pacarku”, namun Seno lebih banyak menekankan tema kemanusiaan. Dalam penelitiannya, diungkapkan bahwa perjuangan kemanusiaan bukan dengan mengangkat bedil, melainkan perenungan pemikiran dan perjuangan untuk memperoleh kesempurnaan diri. Nurina Yudistianti (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Cermin Merah Karya N.Riantiarno: Analisis Struktur Novel Model Stanton” menekankan analisis fiksi berdasarkan tiga bagian utama dari cerpen, fakta cerita, tema dan sarana sastra. Berbeda dengan Astri Wulandari (2013) hasil yang didapat oleh Nurina Yudistianti memiliki cakupan lebih luas karena dia meneliti karya fiksi yang cakupannya lebih luas yakni novel. Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang dilakukan penulis, sudah banyak penelitian atau makalah yang meneliti karya Seno Gumira Ajidharma. Namun, salah satu cerpennya yakni cerpen “Dodolitdodolidodolibret” belum pernah diteliti dengan teori struktural Robert Stanton sebagai penelitian skripsi. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menambah keanekaragaman penelitian yang berkaitan dengan Seno Gumira Ajidharma.
7
1.5 Landa asan Teori Beerdasarkan latar belakang yang telah t disebutkan sebeelumnya, saastra hadir sebaagai salah saatu sarana untuk u memeenuhi kebuttuhan manuusia. Jangkaauan sastra dalaam kehiduppan manusiaa dapat dikketahui deng gan alasan berikut. Raanah kemanusiaaan sangatlah luas, terrdiri dari beerbagai asp pek yang saaling berkaiitan, antara ind dividu yangg memiliki hasrat h dan ide serta liingkungan yang y berfunngsi sebagai teempat pem menuhan haasrat dan ide tersebuut. Kaitan sastra denngan kemanusiaaan dapat dilihat d dari cara sastraa mengangggap kemannusiaan sebaagai lahan perwujudan diri. d Tema-ttema yang ada dalam m karya sasstra dapat kita kaitkan dengan d kehhidupan manusia m sehhari-hari seperti s prooses kelahiiran, kematian, perasaan, dan impiann manusia.. Cerpen seebagai bagian dari saastra merupakann sarana khalayak k um mum untukk memandaang hidup dalam benntuk tulisan yaang ringan, karena cerrpen merupakan cara termudah t u untuk membbagi pengalamaan yang diaalami manuusia, baik peertanyaan yang y muncu ul dari indivvidu atau kehiddupan batinn, maupun dorongan d ekksternal maanusia (Stannton, 2007:1114113). Jika ditunjukkan dalam benntuk bagan,, dapat digambarkan seebagai berikkut: Pengalam man
Kehidupan batin individu
Emosii (dan instinkk)
Dunia eksternal
Akal Sehat
Fenomenaa fisis yang kasat mataa, perilaku orangg lain
Kekuaatan‐kekuatan tidakk kasat mata:: Emosi dan akal seh hat o orang lain
8
Selanjutnya, berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, teori yang paling sesuai untuk menganalisis cerpen SGA yang berjudul “Dodolitdodolitdodolibret” adalah teori struktural dari Robert Stanton. Menurut Stanton (2007:1) ada banyak jenis fiksi di dunia sastra, namun berdasarkan waktunya ada dua fiksi saja yakni fiksi serius dan fiksi populer. Fiksi populer adalah fiksi yang sangat berkorelasi dengan masa atau era, sehingga keunikan atau keistimewaannya tidak berlangsung lama. Mungkin fiksi populer empat puluh atau lima puluh tahun ke depan akan terdengar kuno dan sulit dipahami karena era sudah berubah. Sementara itu fiksi serius adalah bentuk fiksi yang mengandung berbagai hal yang tidak lazim,. Fiksi jenis ini biasanya menyodorkan fakta-fakta dan isu-isu yang relevan pada pembaca serta tidak dibatasi zaman. Lanjutnya, karya fiksi dibangun dari unsur-unsur yang membentuk struktur yang kompleks untuk mendukung maksud dan ide sentralnya.
Maksud atau ide inti dari pengarang tidak akan bisa dipahami
ataupun dimaknai secara utuh oleh pembaca jika unsur intrinsik maupun ekstrinsik diabaikan. Hal itu hanya akan membuat cerita menjadi mentah dan gagal. Agar menjadi sebuah karya sastra yang runtut dan sesuai dengan kaidah sastra, sebuah karya sastra haruslah memiliki unsur-unsur sastra. Unsur-unsur karya sastra menurut Stanton (2007:22-71) adalah fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Dalam Teori Fiksi karya Stanton (2007:22) fakta cerita terdiri dari tokoh,
9
alur dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian dari sebuah cerita. Jika dirangkum, satu fakta cerita dapat disebut juga sebagai struktur faktual, disebut demikian karena fakta sastra harus memiliki koherensi dengan pengalaman dan kenyataan. Syarat utama tentang struktur faktual harus tidak terpisah dari cerita. Unsur kedua adalah tema. Tema adalah ide pokok atau ide sentral yang ditentukan oleh pengarang sebagai cikal bakal cerita yang dikembangkan. Unsur ketiga adalah sarana sastra yakni cara pengarang menyusun bagian-bagian cerita menjadi kesatuan yang utuh dan mudah dipahami oleh pembaca. Sarana sastra biasanya meliputi sudut pandang, gaya, serta tone. 1.5.1 Fakta Cerita Menurut Stanton fakta cerita terdiri dari tokoh, alur dan latar. Adanya fakta cerita atau struktur faktual dalam cerpen membuat cerpen tersebut menjadi logis atau masuk akal dan mudah dibayangkan. Cerita yang masuk akal bukanlah selalu cerita yang meniru kehidupan sesungguhnya secara sempurna. Namun, masuk akal disini didefinisiakan sebagai cerita yang memiliki koherensi atau keterkaitan antara unsur satu dengan unsur yang lain seperti antara tokoh dan latar. 1.5.1.1 Alur Alur atau yang biasa disebut plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian dan setiap kejadian tersebut dihubungkan berdasarkan hubungan sebab akibat.
10
Alur merupakan punggung cerita. Alur mengungkapkan tentang sikap para tokoh yang memiliki pandangan hidup berbeda sehingga mampu mengubah jalur cerita. Dalam sebuah cerita, alur terbagi menjadi tiga bagian utama, awal, tengah dan akhir. Hal itu berdasarkan pernyataan Stanton (2007:12) bahwa sebuah alur harus memiliki bagian awal, tengah dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis. Setiap alur memiliki ketegangan tersendiri, ketengangan tersebut merupakan salah satu daya tarik cerita yang memaksa pembaca untuk membaca cerita tersebut hingga bagian akhir. Hal yang perlu diperhatikan, ketegangan tersebut tersaji dalam bagian-bagian utama alur yakni konflik dan klimaks. Sesuai dengan pernyataan Stanton (2007:31) alur memiliki dua unsur penting yakni konflik dan klimaks. Konflik secara garis besar terbagi menjadi dua bagian yakni konflik internal yang biasanya merupakan pertentangan perasaan, keyakinan, pendapat tokoh secara pribadi. Pertentangan ini biasa terjadi dalam hati atau jiwa si tokoh, karena konflik utama biasanya berkaitan dengan konflik utama, maka konflik semacam inilah yang akan menjadi inti dari struktur cerita yang akan tumbuh dan berkembang seiring dengan mengalirnya alur dan konflik utama yang berkaitan erat dengan tema., sedangkan konflik yang kedua adalah konflik eksternal. Konflik ini terjadi di antara satu tokoh dengan tokoh lainnya. Konflik internal ataupun konflik eksternal yang terjadi dalam cerita akan terjadi terus menerus hingga berada di posisi puncak sehingga membentuk klimaks cerita. Stanton (2007:32) klimaks terjadi pada saat konflik telah mencapai intensitas tertinggi dan pada saat itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya.
11
1.5.1.2 Tokoh Setelah mengetahui alur, konflik dan klimaks, unsur fakta cerita selanjutnya adalah tokoh. Sebuah cerita yang bagus tidak akan kosong akan tokoh, karena dengan tokoh kita bisa memaknai ide si pengarang. Tokoh menurut Stanton (2007:33) menunjuk pada dua pengertian. Pertama, tokoh mengacu pada individu individu yang terdapat dalam cerita. Kedua, tokoh mengacu pada lukisan-lukisan watak dari para tokoh, seperti campuran antara kepentingankepentingan, keinginan, perasaan, dan prinsip moral yang membuat individu itu berbeda. Tokoh dan penokohan individu dapat menjadi media pengarang untuk menunjukkan kritik, karena berdasarkan Stanton (2007:33) fungsi tokoh adalah menciptakan konflik atau membuat cerita seolah-olah menjadi hidup. Stanton (2007:33) mengemukakan bahwa ada dua jenis tokoh dalam karya sastra yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan atau sampingan. Tokoh utama adalah tokoh yang selalu ada dan relevan dalam setiap peristiwa yang terdapat di dalam cerita, sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang memiliki kedudukan tidak sentral atau jarang muncul, tetapi kehadirannya sangat penting untuk menunjang atau mendukung tokoh utama dan memiliki porsi cerita yang relatif pendek. 1.5.1.3 Latar Menurut Stanton (2007:35), latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Latar biasanya dihadirkan dalam bentuk deskripsi. Fungsi latar tidak hanya sebagai tempat terjadinya sebuah kejadian tetapi latar juga
12
memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang melingkup sang tokoh. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris, pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dan sebagainya. Latar juga bisa berwujud waktu-waktu tertentu (hari,bulan,tahun), cuaca, atau periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita (Stanton, 2007:35) Menurut Sayuti (1996:80), deskripsi latar fiksi dapat diketegorikan ke dalam tiga bagian, yaitu (1) latar tempat, menyangkut deskripsi tempat suatu cerita terjadi, (2) latar waktu, mengacu kepada saat terjadinya peristiwa secara historis dalam alur, (3) latar sosial, merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang atau beberapa tokoh di dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. 1.5.2 Sarana Sastra Selain meneliti fakta cerita, cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” juga diteliti mengenai sarana sastranya. Tujuan sarana sastra adalah agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita melalui sudut pandang pengarang sehingga pengalaman dapat dibagi. Menurut Stanton (2007:51) sarana sastra meliputi judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi.
13
1.5.2.1 Judul Sebuah karya sastra, terutama cerita pendek, sangat jarang sekali ditemukan tanpa judul, karena judul sangat berhubungan dengan isi cerita, sesuai dengan teori Stanton yang menyebutkan bahwa judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan karena menunjukkan tokoh, latar, dan tema. Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa judul pasti sangat relevan dengan isi atau tokoh dari karya yang diampunya, namun hal itu belum tentu benar karena ada beberapa pengarang yang memberikan judul karyanya berdasarkan makna dari cerita secara keseluruhan. 1.5.2.2 Sudut pandang Dalam sebuah cerita, terdapat tokoh dan penokohan. Setiap tokoh dalam cerita mewakili sudut pandang tertentu. Sudut pandang adalah posisi tokoh yang dijadikan dasar pembaca untuk memahami cerita. Ada empat jenis utama sudut pandang: 1. Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama, biasanya dalam cerita dia menuturkan kisah dengan dengan gaya bicaranya sendiri, seolah olah tokoh dan pengarang merupakan satu kesatuan. 2. Sudut pandang orang pertama sebagai tokoh bawahan atau sampingan, biasanya dalam cerita dia dijabarkan penokohannya oleh pengarang. 3. Sudut pandang orang sebagai pencerita terbatas, dalam cerita pengarang menceritakan semua yang dia lihat dan dengar tetapi tidak berperan sebagai tokoh manapun.
14
4. Sudut pandang orang ketiga sebagai pencerita serbatahu, dalam cerita pengarang memposisikan sebagai orang ketiga, dan menjabarkan apa yang dia lihat dan dengar bahkan ketika tidak ada tokoh dalam bagian cerita tersebut. 1.5.2.3 Gaya dan Tone Setiap cerita pasti mengusung tema, alur dan tokoh yang berbeda. Penerjemahan tema, penampilan alur, konflik, dan klimaksnya, serta penghidupan tokoh dalam cerita itu merupakan wewenang pengarang. Setiap pengarang memiliki kemampuan tidak terbatas untuk menciptakan karya sesuai dengan imajinasinya, dan daya imajinasi itu yang biasanya mempengaruhi gaya dan nada sebuah karya sastra. Menurut Stanton (2007:61) gaya adalah cara pengarang menggunakan bahasa. Stanton (2007:61) juga mengungkapkan bahwa gaya bahasa mencakup ritme yang akan mempengaruhi nada, panjang kalimat, humor, kekonkretan, imaji, dan metafora. Abrams (1981:192) menyatakan bahwa gaya bahasa mencakup analisis stilistika yang meliputi fonologi, sintaksis, leksikal, dan penggunaan bahasa figuratif. Sementara tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan di dalam cerita. Tone dapat tampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagaikan mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seseorang mampu berbagi perasaan dengan tokoh dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone menjadi identik dengan atmosfer.
15
1.5.2.4 Simbolisme Cerpen adalah salah satu karya fiksi yang padat, tidak seperti novel. Salah satu sumber kepadatannya adalah banyaknya penggunaan simbol. Simbol dapat berwujud apa saja. Hal tersebut dapat ditunjukkan dalam salah satu unsur tokoh, latar, bahkan tema. Menurut Stanton (2007:64) dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada penggunaan simbol tersebut digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut. Kedua, satu simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema. 1.5.2.5 Ironi Ironi adalah cara yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang berlawanan dengan apa yang diharapkan atau terjadi. Fungsi ironi menurut Stanton (2007:71) adalah dapat memperkaya cerita seperti menjadikannya menarik, menghadirkan efek-efek tertentu, humor atau pathos, memperdalam tokoh, merekatkan struktur alur, menggambarkan sikap pengarang, dan menguatkan tema. Menurut Stanton (2007:71-72) dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironiyang dikenal luas, yaitu ironi dramatis dan tone ironis. Ironi dramatis atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakterdengan hasilnya, atau antara harapan
16
dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tone ironis atau ironi verbal digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara kebalikan. 1.5.3 Tema Tema adalah unsur penting dalam sebuah cerita karena tema merupakan batu landasan pengarang untuk mengembangkan cerita. Stanton (2007:36) menyatakan bahwa tema cerita berhubungan dengan pengalaman manusia. Tema bisa mewakili pandangan hidup atau perasaan seorang pengarang terhadap sesuatu. Tema juga bisa berfungsi sebagai sasaran atau tujuan seorang pengarang dalam menulis karya-karyanya, maka tidak aneh bila seorang pengarang menulis cerita yang berbeda tetapi bertema sama. Stanton (2007:42) Mengemukakan bahwa untuk menentukan tema cerita, ada beberapa faktor yang digunakan. Unsur paling menonjol yang harus diperhatikan adalah alur, tokoh, dan latar. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah motivasi para tokoh, masalah para tokoh, apa yang menjadi keputusan mereka, serta dunia di sekitar mereka dengan berbagai kemungkinan Penentuan tema pokok cerita atau tema mayor pada hakikatnya merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlahmakna yang ditafsirkan dan dikandung oleh karya yang bersangkutan. Makna pokok cerita tersirat dalam sebagian besar cerita bukan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita, sedangkan makna yang hanya terdapat pada bagian tertentu cerita disebut tema tambahan atau tema minor.
17
Dalam sebuah karya sastra, di samping tema mayor, terdapat juga tema minor. Berdasarkan tingkat keutamaannya, tema terdiri atas tema mayor dan tema minor. Tema mayor diartikan sebagai makna pokok yang mendasari gagasan dasar umum sebuah karya. Sedangkan tema minor adalah makna cerita yang hadir pada bagian-bagian tertentu yang diidentifikasikan sebagai makna bagian atau tambahan (Nurgirantoro, 2000:82-83) 1.5.4 Kesatuan dalam Cerpen 1.5.4.1 Prinsip Kesatuan (Unity) Menurut Stanton, cerpen memiliki kebersatuan di dalamnya. Kesatuan yang dimaksud adalah bahwa seluruh aspek dari karya sastra cerpen menyumbang penuh pada maksud utama atau tema (Stanton, 2007:97). Oleh karena itu, cerpen harus dibaca dengan hati-hati, menelisik tiap-tiap episode, tokoh, alur, dan hubungan semuanya, serta bagaimana sumbangan setiap bagian pada keseluruhan sampai ditemukan maksud atau tema yang mendasari semuanya. 1.5.4.2 Kesatuan Organik Kesatuan organik merupakan kesatuan antar unsur yang membangun cerita. Kesatuan organik adalah setiap bagian dalam cerita, bagaimanapun sifat setiap karakter, konflik, dan tema sampingan, setiap peristiwa, setiap pola menjadi elemen dalam berbagai cara untuk mendefinisikan dan menjelaskan tiga unsur sentral dalam cerita, yaitu tokoh utama, konflik utama, dan tema utama (Stanton: 2007:51)
18
1.5.4.3 Kesatuan Dunia Cerpen memiliki kesatuan lain selain kesatuan organik, yaitu kesatuan dunia. Kesatuan dunia cerpen merupakan gabungan nilai-nilai, hukum-hukum, kekuatan-kekuatan, kemungkinan-kemungkinan, dan masalah-masalah yang cukup besar untuk mengisi dan memberi makna kepada tokoh, peristiwa, dan episode-episodenya (Stanton, 2007:98-99) 1.6 Metode Penelitian Metode adalah cara untuk menganalisis sesuatu agar bisa dipahami dan dijabarkan lebih mudah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” adalah metode deskriptif. Metode ini dipilih karena dianggap sebagai metode yang paling sesuai untuk menjelaskan dan menjabarkan unsur-unsur yang terdapat dalam cerpen meliputi fakta cerita, tema, dan sarana sastra. Dalam metode penelitian ada beberapa tahapan yang dilakukan agar semuanya menjadi lebih sistematis, yang pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menentukan objek yakni cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Ajidarma. Kedua, merumuskan masalah menjadi pencarian fakta, sarana sastra, dan tema. Ketiga, data yang telah ada dianalisis agar dihasilkan jawaban-jawaban dari rumusan masalah. Langkah yang terakhir adalah menarik simpulan mengenai penelitian ini secara keseluruhan.
19
1.7 Sistematika Penelitian Supaya penelitian ini menjadi sebuah penelitian yang sistematis. Penelitian ini disusun menjadi beberapa bagian. Penelitian ini disusun menjadi 6 bagian : Bab I: pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian,tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II: berupa analisis fakta cerita yang terdiri dari alur, tokoh, serta latar yang terdapat dalam cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Ajidarma. Bab III: berupa analisis sarana sastra yang terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan
tone,
simbolisme
dan
ironi
yang
terdapat
dalam
cerpen
dalam
cerpen
“Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Ajidarma. Bab
IV:
berupa
analisis
tema
yang
terdapat
“Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Ajidarma. Bab V: berupa analisis kesatuanyang terdiri dari kesatuan organik, unity, dan kesatuan dunia yang terdapat dalam cerpen “Dodolitdodolitdodolibret” karya Seno Gumira Ajidarma. Bab VI: kesimpulan.